You are on page 1of 85

Etimologi

Nama "Muhammad" dalam sebuah kaligrafi Arab karya Hattat Aziz Efendi.[7]

"Muhammad" dalam bahasa Arab berarti "dia yang terpuji". Muslim mempercayai bahwa ajaran
Islam yang dibawa oleh Muhammad adalah penyempurnaan dari agama-agama yang dibawa
oleh nabi-nabi sebelumnya. Selain itu di dalam Al-Qur'an, Surah As-Saff (QS 61:6) menyebut
Muhammad dengan nama "Ahmad" (‫)أحمد‬, yang dalam bahasa Arab juga berarti "terpuji".

Sebelum masa kenabian, Muhammad mendapatkan dua julukan dari para kaum Quraisy yaitu
Al-Amin yang artinya "orang yang dapat dipercaya" dan As-Saadiq yang artinya "yang benar".
Setelah masa kenabian para sahabatnya memanggilnya dengan gelar Rasul Allāh (‫)رسول الله‬,
kemudian menambahkan kalimat Shalallaahu 'Alayhi Wasallam (‫صلى الله عليه و سلم‬, yang
berarti "semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya"; sering disingkat
"S.A.W" atau "SAW") setelah namanya.

Kemudian Muhammad mendapatkan julukan Abu al-Qasim[8] yang berarti "bapak Qasim",
karena Muhammad pernah memiliki anak lelaki yang bernama Qasim, tetapi ia meninggal dunia
sebelum mencapai usia dewasa.

Genealogi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Silsilah keluarga Muhammad

Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ay
bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin
Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan.[9] Adnan merupakan
keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh.[10]
Muhammad lahir di hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 571 Masehi (lebih dikenal sebagai Tahun
Gajah).

Riwayat
Kelahiran

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Maulud Nabi Muhammad

Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah,
yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu
tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat
perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah[11], meninggal dalam
perjalanan dagang di Yatsrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta
lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang
kemudian mengasuh Nabi.[10]

Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib
(Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam
perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa'
yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana.[9] Setelah ibunya meninggal,
Muhammad dijaga oleh kakeknya, 'Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga
oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya
disekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam
(Suriah, Libanon dan Palestina).

Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiulawal,
kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi'ah, sesuai dengan arahan
para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada
hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12
Rabiulawal atau (2 Agustus 570M).[10]

Berkenalan dengan Khadijah

Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia
mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah
keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan
dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad menemani pamannya
berdagang ke arah Utara dan secepatnya tentang kejujuran dan sifat dapat dipercaya Muhammad
dalam membawa bisnis perdagangan telah meluas, membuatnya dipercaya sebagai agen penjual
perantara barang dagangan penduduk Mekkah.

Seseorang yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah
seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku
Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah
Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat Khadijah memintanya
untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan
olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya
Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.
Akhirnya, Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah kemudian mereka menikah. Pada saat itu
Muhammad berusia 25 tahun sedangkan Khadijah mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih
memiliki kecantikan yang menawan. Perbedaan umur yang sangat jauh dan status janda yang
dimiliki oleh Khadijah, tidak menjadi halangan bagi mereka, karena pada saat itu suku Quraisy
memiliki adat dan budaya yang lebih menekankan perkawinan dengan gadis ketimbang janda.
Walaupun harta kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap sebagai orang yang
memiliki gaya hidup sederhana, ia lebih memilih untuk mendistribusikan keuangannya kepada
hal-hal yang lebih penting.

Memperoleh gelar

Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia bersatu dengan orang-orang Quraisy dalam perbaikan
Ka'bah. Ia pula yang memberi keputusan di antara mereka tentang peletakan Hajar al-Aswad di
tempatnya. Saat itu ia sangat masyhur di antara kaumnya dengan sifat-sifatnya yang terpuji.
Kaumnya sangat mencintainya, hingga akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang artinya
"orang yang dapat dipercaya".

Diriwayatkan pula bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan ke-Esaan Tuhan. Ia hidup
dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi
orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha
menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab
pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain,
sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang memiliki arti "yang benar".

Kerasulan

Bagian dari artikel tentang


Nabi Islam Muhammad
Kehidupan

• Silsilah
• Sebelum lahir
• Para istri
• Para sahabat
• Ahl al-Bayt
• Berada di Mekkah
• Berada di Madinah
• Pembebasan Mekkah
• Suksesi

Karier

• Karier diplomat
• Militer
• Suami

Interaksi

• Para budak
• Umat Yahudi
• Umat Kristen

Perspektif

• Pandangan Islam
• Pandangan Orientalis

lihat • bicara • sunting

Gua Hira tempat pertama kali Muhammad memperoleh wahyu

Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan


dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira' sebuah
gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An
Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah disana dan sikapnya itu dianggap sangat
bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut dan di sinilah ia sering berpikir
dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.

Pada suatu malam sekitar tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611, ketika Muhammad sedang
bertafakur di Gua Hira', Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan
menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, "Saya tidak bisa
membaca". Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya
tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari


“ segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang
mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al-Alaq 96: 1-5) ”
Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun 6
bulan 8 hari menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39
tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari).
Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tersebut, dengan rasa ketakutan dan cemas
Muhammad pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah untuk menyelimutinya, karena ia
merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian. Setelah hal itu lewat, ia
menceritakan pengalamannya kepada sang istri.

Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara
sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari
kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun
berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah
menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya
akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.

Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut
telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab
bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al- Qurʾān (bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya
mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan
ayat-ayat yang lain. Sebagian ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri
melalui percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-
Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi "mereka
yang menyerahkan diri kepada Allah", yaitu penganut agama Islam.

Mendapatkan pengikut

Artikel utama untuk bagian ini adalah: As-Sabiqun al-Awwalun

Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-
teman dekat dan kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran
Muhammad adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam, antara lain
Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad
mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu
Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits,
Amr bin Nufail masuk Islam dan bergabung membela Muhammad. Kesemua pemeluk Islam
pertama itu disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun.
Kronologi Kehidupan
Muhammad
Tanggal dan lokasi penting
dalam hidup Muhammad
Akibat halangan dari masyarakat jahiliyyah di Mekkah,
Meninggalnya ayah,
sebagian orang Islam disiksa, dianiaya, disingkirkan dan 569
Abdullah
diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh
pengikutnya membuat lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Tanggal lahir
Habsyah. Negus, raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang 570 (perkiraan), 20
Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari April: Makkah
tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun
622 hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 Tahun Gajah,
km) di sebelah Utara Mekkah. 570 gagalnya Abrahah
menyerang Mekkah
Hijrah ke Madinah
Meninggalnya ibu,
576
Di Mekkah terdapat Ka'bah yang telah dibangun oleh Nabi Aminah
Ibrahim. Masyarakat jahiliyah Arab dari berbagai suku
berziarah ke Ka'bah dalam suatu kegiatan tahunan, dan mereka Meninggalnya
menjalankan berbagai tradisi keagamaan mereka dalam 578 kakek, Abdul
kunjungan tersebut. Muhammad mengambil peluang ini untuk Muthalib
menyebarkan Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan
seruannya ialah sekumpulan orang dari Yathrib (dikemudian Melakukan
hari berganti nama menjadi Madinah). Mereka menemui 583 perjalanan dagang
Muhammad dan beberapa orang Islam dari Mekkah di suatu ke Suriah
tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah
Bertemu dan
menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi
595 menikah dengan
Islam, Rasulullah (Muhammad) dan orang-orang Islam
Khadijah
Mekkah.
Wahyu pertama
Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yathrib turun dan menjadi
datang lagi ke Mekkah. Mereka menemui Muhammad di Nabi sekaligus
tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Rasul, kemudian
Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut Islam, 610
mendapatkan sedikit
turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang pengikut: As-
orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yathrib. Sabiqun al-
Muhammad akhirnya setuju untuk berhijrah ke kota itu. Awwalun
Berkas:Masjid Nabawi. Medina, Saudi Arabia.jpg Menyebarkan Islam
Masjid Nabawi, berlokasi di Medinah, Arab Saudi. 613 kepada umum:
Makkah
Mengetahui bahwa banyak masyarakat Islam berniat
meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah berusaha Mendapatkan
menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila 614
banyak pengikut:
dibiarkan berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam akan
mendapat peluang untuk mengembangkan agama mereka ke Hijrah pertama ke
615
daerah-daerah yang lain. Setelah berlangsung selama kurang Habsyah
lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Mekkah pada akhirnya
berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian Awal dari
dikenal sebagai Madinah atau "Madinatun Nabi" (kota Nabi). pemboikotan
616
Quraish terhadap
Bani Hasyim

Akhir dari
pemboikotan
619
Quraish terhadap
Di Madinah, pemerintahan (kalifah) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat
Islam bebas beribadah (salat) dan bermasyarakat di Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui
hal ini kemudian melancarkan beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya dapat
diatasi oleh umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian dibuat dengan pihak Quraish.
Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak Quraish dengan cara
menyerang sekutu umat Islam.

Penaklukan Mekkah

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembebasan Mekkah

Pada tahun ke-8 setelah berhijrah ke Madinah, Muhammad berangkat kembali ke Makkah
dengan pasukan Islam sebanyak 10.000 orang. Penduduk Makkah yang khawatir kemudian
setuju untuk menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan syarat Muhammad kembali
pada tahun berikutnya. Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ia kembali
maka ia menaklukkan Mekkah secara damai. Muhammad memimpin umat Islam menunaikan
ibadah haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling Ka'bah, dan kemudian
memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan agama Islam di kota Mekkah.

Mukjizat
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mukjizat Muhammad

Seperti nabi dan rasul sebelumnya, Muhammad diberikan irhasat (pertanda) akan datangnya
seorang nabi, seperti yang diyakini oleh umat Muslim telah dikisahkan dalam beberapan kitab
suci ajaran samawi, kemudian dikisahkan pula terjadi pertanda pada masa didalam kandungan,
masa kecil dan remaja. Kemudian Muhammad diyakini diberikan mukjizat selama kenabiannya.

Dalam syariat Islam, mukjizat terbesar Muhammad adalah Al-Qur'an, karena pada masa itu
bangsa Arab memiliki kebudayaan sastra yang cukup tinggi dan Muhammad sendiri adalah
orang yang buta huruf, yang diyakini oleh umat muslim mustahil dikarang olehnya. Selain itu,
Muhammad juga diyakini pula oleh umat Islam pernah membelah bulan pada masa penyebaran
Islam di Mekkah dan melakukan Isra dan Mi'raj dalam waktu tidak sampai satu hari.
Kemampuan lain yang dimiliki Muhammad adalah kecerdasannya mengenai ilmu ketauhidan.

Fisik dan ciri-ciri Muhammad


Berikut adalah penggambaran sosok Muhammad dari salah satu istinya yaitu Aisyah, sepupunya
Ali bin Abi Thalib, para sahabatnya, serta orang terakhir yang masih hidup yang kala itu sempat
melihat sosoknya secara langsung, yaitu Abu Taufik.

Aisyah dan Ali bin Abi Thalib telah merincikan ciri-ciri fisik dan penampilan keseharian
Muhammad, diantaranya adalah rambut ikal berwarna sedikit kemerahan,[12] terurai hingga bahu.
Kulitnya putih kemerah-merahan, wajahnya cenderung bulat dengan sepasang matanya hitam
dan bulu mata yang panjang. Tidak berkumis dan berjanggut sepanjang sekepalan telapak
tangannya.

Tulang kepala besar dan bahunya lebar. Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu
pendek, berpostur kekar sangat indah dan pas dikalangan kaumnya. Bulu badannya halus
memanjang dari pusar hingga dada. Jemari tangan dan kaki tebal dan lentik memanjang.[13]

Apabila berjalan cenderung cepat dan tidak pernah menancapkan kedua telapak kakinya, beliau
melangkah dengan cepat dan pasti. Apabila menoleh, ia menolehkan wajah dan badannya secara
bersamaan. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian dan memang ia adalah penutup
para nabi. Ia adalah orang yang paling dermawan, paling berlapang dada, paling jujur ucapannya,
paling bertanggung jawab dan paling baik pergaulannya. Siapa saja yang bergaul dengannya
pasti akan menyukainya.

Setiap orang yang bertemu Muhammad pasti akan berkata, "Aku tidak pernah melihat orang
yang sepertinya, baik sebelum maupun sesudahnya." Begitulah Muhammad di mata khalayak,
akhlaknya yang sangat mulia digambarkan dalam salah satu ayat Al-Qur’an,

"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Al-Qalam: 4)


“ ”
Dalam hadits riwayat Bukhari, Muhammad digambarkan sebagai orang yang berkulit putih dan
berjenggot hitam dengan uban.[14]

Dalam satu hadits diterangkan mengenai corak fisik Muhammad, yaitu ia bertubuh sedang,
kulitnya berwarna cerah tidak terlalu putih dan tidak pula hitam. Rambutnya berombak. Ketika
Muhammad wafat uban yang tumbuh di rambut dan janggutnya masih sedikit.[15]

Anas juga mengatakan bahwa Muhammad memiliki tinggi sedang, tidak tinggi sekali ataupun
pendek, tegap. Bila ia berjalan sangat gesit dengan tubuh condong sedikit kedepan.[16]

Bara’a bin Aazib mengatakan bahwa Muhammad memiliki tinggi yang sedang, dengan tulang
pundak bidang. Rambutnya cukup tebal, panjang sampai batas telinga.[17]

Ali bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa Muhammad tidaklah tinggi dan juga pendek. Telapak
tangan dan kaki beliau padat berisi. Ia memiliki kepala yang agak besar dan kuat. Bulu-bulu
halus tumbuh di dadanya dan terus kebawah sampai pusar. Jika berjalan, melangkahnya seolah-
olah seperti turun (meloncat) dari suatu ketinggian. Ditambahkan pula bahwa Ali belum pernah
melihat orang sepertinya diantara sahabatnya sesudah wwafatnya Muhammad.[18]

Ali menambahkan bahwa Muhammad memiliki rambut lurus sedikit berombak. Tidak gemuk
dan tidak terlalu besar, berperawak baik dan tegak. Warna kulit cerah, matanya hitam dengan
bulu mata yang panjang. Persendian tulang yang kuat dada, tangan dan kakinya kekar. Tidak
memiliki bulu yang tebal tetapi hanya tipis dari dada sampai pusarnya. Jika berbicara dengan
seseorang, maka ia akan menghadapkan wajahnya keorang tersebut dengan penuh perhatian.
Diantara bahunya ada tanda kenabian. Muhammad orang yan baik hatinya dan paling jujur,
orang yang paling dirindukan dan sebaik-baiknya keturunan. Siapa saja yang mendekati dan
bergaul dengannya maka akan langsung merasa terhormat, khidmat, menghargai dan
mencintainya.[19]

Hind bin Abi Halah mendapat cerita dari Hasan bin Ali mengatakan bahwa Muhammad
memiliki pribadi mulia dan sangat agung jika orang melihatnya. Wajahnya bercahaya seperti
bulan purnama. Ia sedikit lebih tinggi dari rata-rata orang tapi lebih pendek dari orang yang
jangkung. Kepalanya lebih besar dari rata-rata orang dan rambutnya agak keriting (berombak)
agak panjang hingga mencapai kuping dan dibelah tengah. Kulit berwarna cerah dahinya agak
lebar. Alis matanya melengkung hitam dan tebal, diantara alisnya nampak urat darah halus yang
berdenyut bila sedang emosi.

Hidungnya agak melengkung dan mengkilap jika terkena cahaya serta tampak agak menonjol
jika pertama kali melihatnya padahal sebenarnya tidak. Berjanggut tipit tapi penuh rata sampai
pipi. Mulutnya sedang, giginya putih cemerlang dan agak renggang. Pundaknya bagus dan
kokoh, seperti dicor perak. Anggota tubuh lainnya normal dan proporsional. Dada dan
pinggangnya seimbang dengan ukurannya. Tulang belikatnya cukup lebar, bagian-bagian
tubuhnya tidak tertutup bulu lebat, bersih dan bercahaya. Kecuali bulu halus yang tumbuh dari
dada hingga pusar.

Lengan dan dada bagian atas berbulu. Pergelangan tangannya cukup panjang, telapak tangannya
agak lebar serta tangan dan kakinya berisi, jari-jari tangan dan kaki cukup langsing. Jika berjalan
agak condong kedepan melangkah dengan anggun serta berjalan dengan cepat dan sering melihat
kebawah dari pada keatas. Jika berhadapan dengan orang maka ia memandang orang itu dengan
penuh perhatian dan tidak pernah melototi seseorang dan pandangannya menyejukkan. Selalu
berjalan agak dibelakang, terutama jika saat melakukan perjalanan jarak jauh dan ia selalu
menyapa orang lain terlebih dahulu.[20]

Dari kisah Jabir bin Samurah meriwayatkan bahwa Muhammad memiliki mulut yang agak lebar,
di matanya terlihat juga garis-garis merahnya, serta tumitnya langsing. Jabir (ra) juga
meriwayatkan bahwa ia berkesempatan melihat Muhammad di bawah sinar rembulan, ia juga
memperhatikan pula rembulan tersebut, baginya Muhammad lebih indah dari rembulan tersebut.
[21]

Abu Ishaq mengemukakan bahwa, Bara’a bin Aazib pernah berkata, bahwa rona Muhammad
lebih mirip purnama yang cerah.[22]

Abu Hurairah mengatakan bahwa Muhammad sangatlah rupawan, seperti dibentuk dari perak.
Rambutnya cenderung berombak dan Abu Hurairah belum pernah melihat orang yang lebih baik
dari dan lebih tampan dari Muhammad, rona mukanya secemerlang matahari dan tidak pernah
melihat orang yang secepatnya. Seolah-olah tanah digulung oleh langkah-langkah Muhammad
jika sedang berjalan. Dikatakan jika Abu Hurairah dan yang lainnya berusaha mengimbangi
jalannya Muhammad dan nampak ia seperti berjalan santai saja.[23]
Jabir bin Abdullah mengatakan, Muhammad pernah bersabda bahwa ia pernah menyaksikan
gambaran tentang para nabi. Diantaranya adalah Musa berperawakan langsing seperti orang-
orang dari Suku Shannah, dan melihat Isa yang mirip salah seorang sahabatnya yang bernama
Urwah bin Mas’ud dan ketika melihat Ibrahim dikatakan sangat mirip dengan dirinya sendiri
(Muhammad), kemudian Muhammad juga mengatakan bahwa ia pernah melihat Malaikat Jibril
yang mirip dengan Dehya Kalbi.[24]

Said al Jahiri mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Taufik berkata bahwa pada saat ini
tidak ada lagi yang masih hidup orang yang pernah melihat secara langsung Muhammad kecuali
dirinya sendiri dan Muhammad memiliki roman muka sangat cerah dan perawakanna sangat
baik.[25]

Ibnu Abbas mengatakan bahwa gigi depan Muhammad agak renggang tidak terlalu rapat dan jika
bericara nampak putih berkilau.[26][27]

Pernikahan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pernikahan Muhammad

Selama hidupnya Muhammad menikahi 11 atau 13 orang wanita (terdapat perbedaan pendapat
mengenai hal ini). Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Khadijah, yang berlangsung selama
25 tahun hingga Khadijah wafat.[28] Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia,[29][30] sehingga
saat meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Thalib
pamannya) disebut sebagai tahun kesedihan.

Sepeninggal Khadijah, Muhammad disarankan oleh Khawla binti Hakim, bahwa sebaiknya ia
menikahi Sawda binti Zama (seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar, dimana Muhammad
akhirnya menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Muhammad tercatat menikahi beberapa
wanita lagi sehingga mencapai total sebelas orang, dimana sembilan diantaranya masih hidup
sepeninggal Muhammad.

Para ahli sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkawinan itu
dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan
penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang
menekankan perkawinan dengan perawan).[31]

Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu


Dalam mengemban misi dakwahnya, umat Islam percaya bahwa Muhammad diutus Allah untuk
menjadi Nabi bagi seluruh umat manusia (QS. 34 : 28), sedangkan nabi dan rasul sebelumnya
hanya diutus untuk umatnya masing-masing (QS 10:47, 23:44) seperti halnya Nabi Musa yang
diutus Allah kepada kaum Bani Israil.
Sedangkan persamaannya dengan nabi dan rasul sebelumnya ialah sama-sama mengajarkan
Tauhid, yaitu kesaksian bahwa Tuhan yang berhak disembah atau diibadahi itu hanyalah Allah
(QS 21:25).

Referensi
1. ^ Unicode has a special "Muhammad" ligature at U+FDF4 ‫ﷴ‬
2. ^ click here (bantuan·info) for the Pengucapan Arab.
3. ^ berbagai nama Muhammad dalam bahasa Prancis: "Mahon, Mahomés, Mahun,
Mahum, Mahumet"; dalam bahasa Jerman: "Machmet"; dan dalam bahasa Islandia kuno:
"Maúmet" cf Muhammad, Encyclopedia of Islam
4. ^ The sources frequently say that, in his youth, he was called by the nickname "Al-Amin"
meaning "Honest, Truthful" cf. Ernst (2004), p. 85.
5. ^ Elizabeth Goldman (1995), p. 63
6. ^ Hart, Michael. 2007. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Batam:
Karisma Publising Group.
7. ^ See Muhittin Serin (1988)
8. ^ Dari Anas bin Malik, ia berkata, "Seseorang memanggil rekannya di perkuburan Baqi'
dengan berseru, 'Hai Abul Qasim!' Rasulullah saw. menoleh kepadanya. Ia berkata,
'Wahai Rasulullah, bukan engkau yang aku maksud. Namun, aku memanggil si Fulan.'
Maka Rasulullah saw. berkata, 'Pakailah namaku tapi jangan pakai kuniyahku'," (Hadits
riwayat Bukhari no. 3537 dan Muslim no. 2131).
9. ^ a b Lings, Martin. Muhammad: Kisah Hidup Nabi berdasarkan Sumber Klasik. Jakarta:
Penerbit Serambi, 2002. ISBN 979-3335-16-5
10. ^ a b c Subhani, Ja'far. Ar-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW. Jakarta: Penerbit
Lentera, 2002. ISBN 979-8880-13-7
11. ^ Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hâsyim bin 'Abd al-Manâf bin Qushay bin Kilab
bin Murrah bin Ka'b.
12. ^ "Sudah jelas aku melihat Rasulallah mencat rambutnya dengan henna dan itulah
sebabnya akupun mencat rambutku dengan henna." (Hadits riwayat Imam Bukhari, vol.I
no.167, vol.IV no.747 dan vol.VIII no.785).
13. ^ Ali bin Abi Thalib, ia berkata, "Rasulullah memiliki jari jemari tangan dan kaki yang
tebal dan lentik memanjang." (HR. Ahmad, Al-Mizzi dalam Tandzib Al-Kamal, dan Ibnu
Sa'ad)
14. ^ Dikisahkan oleh Ismail bin Abi Khalid, "Aku mendengar Abu Juhaifa berkata, "Aku
melihat sang Nabi dan Al-Hasan bin Ali tampak mirip dia. "Aku berkata pada Abu
Juhaifa, "Coba gambarkan sosok nabi padaku." Dia berkata, "Dia berkulit putih dan
jenggotnya hitam dengan uban putih. Dia berjanji membei kami 13 ekor unta betina, tapu
dia terlanjur mati terlebih dahulu sebelum kami menerimanya." Hadits riwayat Imam
Bukhari, vol.IV no.744.
15. ^ Anas bin Malik meriwayatkan: "Rasulullah saw. bertubuh sedang, bercorak kulit cerah,
tidak putih sekali namun tidak pula hitam benar. Rambut beliau dapat dikatakan lurus dan
agak berombak. Allah Ta’ala mengangkat beliau sebagai Nabi ketika berusia empat puluh
tahun. Sesudah itu beliau sempat tinggal di Mekah selama tiga belas tahun. Lalu di
Madinah selama sepuluh tahun. Allah memanggil beliau ke hadirat-Nya pada umur enam
puluh tiga tahun. Saat itu baru sedikit saja uban yang tumbuh di rambut dan janggut
beliau." (Diriwayatkan oleh Anas bin Malik).
16. ^ Anas bin Malik meriwayatkan: "Rasulullah (saw) tingginya sedang; tidak tinggi benar
maupun pendek; beliau tegap. Rambut beliau tidak keriting namun tidak pula lurus sama
sekali. Warna kulit beliau sedang, tapi cerah. beliau berjalan dengan gesit. Melangkah
dengan tubuh sedikit condong ke depan." (Diriwayatkan oleh Anas bin Malik).
17. ^ Bara’a bin Aazib (ra) meriwayatkan: "Rasulullah (saw) tingginya sedang, dengan
tulang belikat (pundak) yang bidang. Rambut beliau cukup tebal, panjangnya sampai
batas telinga. Saya belum pernah melihat sesuatu yang lebih menarik dari beliau. (Hadits
Bara’a bin Aazib).
18. ^ Ali bin Abi Thalib (ra) meriwayatkan: "Rasulullah (saw) tidaklah tinggi; juga tidak
pendek. Telapak tangan dan kaki beliau padat berisi. Beliau memiliki kepala yang agak
besar dan kuat. Bulu-bulu halus tumbuh di dada beliau dan terus kebawah sampai pusar.
Jika beliau berjalan, melangkahnya seolah-olah seperti turun (meloncat) dari suatu
ketinggian. Saya belum pernah melihat beliau diantara sahabat-sahabatnya, dan dari
antara orang-orang yang datang sesudah (wafatnya) beliau. (Riwayat dari Ali bin Abi
Thalib).
19. ^ Ali bin Abi Thalib (ra) juga meriwayatkan: Rambut Rasulullah lurus dan sedikit
berombak. Beliau tidak berperawakan gemuk dan tidak pula tampak terlalu berat, beliau
berperawakan baik dan tegak. Warna kulit beliau cerah, mata beliau hitam dengan bulu
mata yang panjang. Sendi-sendi tulang beliau kuat dan dada beliau cukup kekar,
demikian pula tangan dan kaki beliau. Badan beliau tidak berbulu tebal, tapi hanya bulu-
bulu tipis dari dada ke bawah sampai di pusar beliau. Jika beliau sedang berhadapan
dengan seseorang, maka beliau akan mengarahkan wajah beliau ke orang tersebut (penuh
perhatian). Diantara tulang belikat beliau “tanda” kenabian beliau. Beliau adalah orang
yang paling baik hati, orang yang paling jujur, orang yang paling dirindukan dan sebaik-
baik keturunan. Siapa saja yang mendekati beliau akan langsung merasa hormat dan
khidmat. Dan siapa yang bergaul dengan beliau akan langsung menghargai dan
mencintainya. Saya belum pernah melihat orang lain seperti beliau. (Riwayat dari Ali bin
Abi Thalib).
20. ^ Hind bin Abi Halah (ra) menceritakan sebagai berikut: "Rasulullah (saw) memiliki
pribadi mulia dan diakui sangat agung dalam pandangan orang yang melihatnya. Wajah
beliau bercahaya seterang bulan purnama. Beliau sedikit lebih tinggi dari rata-rata kami
tapi lebih pendek dari orang yang jangkung. Kepala beliau lebih besar dari rata-rata, dan
rambut beliau agak keriting (berombak). Jika dapat dikuakan (dibelah), maka beliau
kuakan, Jika tidak dapat maka beliau biarkan saja. Saat rambut beliau agak panjang, akan
mencapai kuping telinga beliau. Kulit beliau berwarna cerah dan dahi beliau lebar. Alis
mata beliau lengkung hitam dan tebal, diantara alisnya nampak urat darah halus yang
berdenyut bila beliau emosi atau bergairah. Hidung beliau agak melengkung dan
mengkilap jika terkena cahaya serta tampak agak menonjol jika kita pertama kali
melihatnya, padahal tidak demikian sebenarnya. Beliau berjanggut tipis tapi penuh rata
sampai di pipi. Mulut beliau sedang, gigi beliau putih cemerlang dan agak renggang.
Pundak beliau bagus dan terpasang kokoh, seperti di cor dengan perak. Anggota tubuh
beliau yang lain serba normal dan proporsional. Dada dan pinggang beliau seimbang
ukurannya. Daerah di sekitar tulang belikat beliau cukup lebar, dan terpasang dengan
baik. Bagian-bagian tubuh beliau yang tidak tertutup bulu lebat satupun nampak bersih
dan bercahaya. Kecuali bulu-bulu halus yang tumbuh dari dada dan tumbuh sampai ke
pusar. Lengan dan dada bagian atas beliau berbulu. Pergelangan tangan beliau cukup
panjang, telapak tangan beliau agak lebar serta baik telapak tangan maupun kaki beliau
padat berisi, jari-jari tangan dan kaki beliau cukup langsing. Telapak kaki beliau cukup
lengkungannya dan atasnya halus serta bagus bentuknya, sehingga saat beliau
mencucinya, maka air akan meluncur dengan cepat ke bawah. Jika beliau berjalan, beliau
melangkah dengan posisi badan agak condong ke depan, tapi beliau melangkah dengan
anggun. Langkah beliau panjang dan cepat serta terlihat seperti turun (loncat) dari suatu
ketinggian. Jika beliau sedang berhadapan dengan seseorang, maka beliau memandang
orang itu dengan penuh perhatian. Pandangan beliau selalu ditundukkan sesuai aturan
(dalam Alquran), dan lebih sering melihat ke bawah dari pada ke atas. Beliau tidak
pernah memelototi seseorang, pandangan mata beliau selalu menyejukkan. Beliau juga
selalu berjalan agak di belakang, terutama saat melakukan perjalanan jauh dan beliau
selalu lebih dulu menyapa orang yang ditemuinya di jalan." (Hind bin Abi Halah (ra)
telah diceritakan oleh Hasan bin Ali).
21. ^ Rasulullah (saw) memiliki mulut yang agak lebar, di mata beliau terlihat juga garis-
garis merahnya. Dan tumit beliau langsing. Saya berkesempatan melihat Rasulullah (saw)
di bawah sinar rembulan, san (saya) perhatikan pula rembulan tersebut, bagi saya beliau
lebih indah dari rembulan tersebut." (Diriwayatkan Jabir bin Samurah)
22. ^ “Apakah rona wajah Rasulullah (saw) cemerlang seperti pedang yang mengkilap?” Ia
menjawab “Tidak! tapi lebih mirip dengan purnama yang cerah.” (Diriwayatkan oleh
Abu Ishaq dari Bara’a bin Aazib).
23. ^ Abu Hurairah (ra) mengemukakan: "Rasulullah begitu rupawan, seperti beliau dibentuk
dari perak. Rambut beliau cenderung berombak. Abu Hurairah (ra) juga meriwayatkan:
Saya belum pernah melihat orang yang lebih baik dan lebih tampan dari Rasulullah
(saw); roman mukanya secemerlang matahari, juga tidak pernah melihat orang yang
secepat beliau. Seolah-olah bumi ini digulung oleh langkah-langkah beliau ketika sedang
berjalan. Walaupun kami berusaha untuk mengimbangi jalan beliau, tapi beliau
tampaknya seperti berjalan santai saja." (Diriwayatkan oleh Abu Hurairah).
24. ^ Jabir bin Abdullah (ra) Rasulullah (saw) pernah bersabda: Aku menyaksikan
pemandangan (rohani) tentang para nabi. Diantaranya, Musa (as). Beliau (Musa as)
berperawakan langsing seperti orang-orang dari suku Shannah; dan aku menyaksikan Isa
ibnu Maryam (as) yang mirip dari antara orang yang pernah saya lihat, yaitu Urwah bin
Mas’ud (ra) dan aku melihat Ibrahim (as), beliau sangat mirip dengan sahabatmu ini
(maksudnya diri beliau sendiri), saya juga melihat malaikat Jibril yang mirip dengan
Dehya Kalbi.” (Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah).
25. ^ Said al Jahiri: “Sekarang ini tidak ada lagi yang tinggal (masih hidup) yang pernah
melihat diri Rasulullah, kecuali saya.” Maka saya (Said ra) berkata padanya:
“Gambarkanlah kepadaku.” Ia menjawab, “Rasulullah (saw) itu roman mukanya sangat
cerah dan perawakannya sangat baik. (Diriwayatkan oleh Said al Jahiri meriwayatkan
dari kisah Abu Taufik).
26. ^ Ibnu Abbas mengatakan: "Gigi depan Rasulullah (saw) agak renggang (tidak terlalu
rapat) dan jika beliau berbicara tampak putih berkilau." (Diriwaayatkan oleh Ibnu
Abbas).
27. ^ Wajah Rasulullah saw, Dr. Sir. M. Zafrullah Khan, arista, April 1996 hal. 1-5
28. ^ Esposito, John (1998). Islam: The Straight Path. Oxford University Press. ISBN 0-19-
511233-4. p.18
29. ^ Bullough, Vern; Brenda Shelton, Sarah Slavin (1998). The Subordinated Sex: A
History of Attitudes Toward Women. University of Georgia Press. ISBN 978-0-8203-
2369-5. p.119
30. ^ Reeves, Minou (2003). Muhammad in Europe: A Thousand Years of Western Myth-
Making. NYU Press. ISBN 978-0-8147-7564-6. p.46
31. ^ Watt, M. Aisha bint Abi Bakr. Article at Encyclopaedia of Islam Online. Ed. P.J.
Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel, W.P. Heinrichs. Brill Academic
Publishers. ISSN 1573-3912. pp. 16-18

Pranala luar

Bab I. Kelahiran & Kehidupan Nabi Posted on May 16th

Nabi Muhammad S.A.W muncul disaat yang kritis dalam kehidupan umat
manusia. Ia bagaikan sebuah lentera di langit malam, bagaikan bintang
yang cemerlang pada malam yang gelap gulita. Sinarnya yang terang
membuat malam menjadi terang benderang. Namun, beliau bukan bintang
yang biasa. Tapi maha bintang yang sangat luar biasa, yang cahayanya
mampu menembus lubuk hati manusia. Bahkan matahari di siang haripun
malu menampakkan sinarnya karena bintang ini adalah maha bintang yang
terlahirkan ke muka bumi, ialah cahaya dalam kegelapan, ia adalah cahaya
di dalam dada, ia dikenal dengan Nama Muhammad.
Menurut sejarawan, “Muhammad” yang artinya “dia yang terpuji” tepat
terlahir di kota Mekkah tanggal 12 Rabiul Awwal (17 Rabiul awwal menurut
mazhab Syiah) 570 M atau sering disebut tanggal 20 April 570 M dan
meninggal 8 Juni 632 M di Madinah. Namun, Cahaya Muhammad (Nur
Muhammad) sebagai penerang umat manusia tak pernah padam walaupun
14 abad telah berlalu. Riwayat hidupnya telah diceritakan dengan jutaan
kata-kata oleh para pemeluknya, maupun oleh para ahli sejarah non-muslim
(Orientalis). Baik kata-kata tertulis menjadi sebuah buku maupun tidak
tertulis.

jalur dagang dari Mediterania ke Nusantara

Dalam sejarah modern, seorang penulis Barat yaitu Michael H. Hart, dalam
bukunya “The 100” yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi
“100 tokoh yang mempengaruhi dunia”, menetapkan Nabi Muhammad
S.A.W sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia.
Menurut Michael H. Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang
berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal
duniawi. Dia memimpin suku-suku bangsa Arab yang awalnya terbelakang
dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup
mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran. Sedangkan,
kedudukan nomor 2 di buku Michael H. Hart ditempati oleh tokoh ilmuwan
legendaris, terkenal penemu rumus gravitasi, yaitu Sir Isaac Newton dari
Inggris.
Nabi Muhammad SAW memiliki silsilah yang berhubungan langsung dengan
jawara Tauhid yaitu Nabi Ibrahim a.s melalui anaknya Ismail a.s, yang
dilahirkan melalui rahim-rahim suci dan terpelihara dari perbuatan-
perbuatan mensekutukan Tuhan. Peristiwa kelahiran Sang Nabi yang
menjadi Rahmat bagi Semua Alam dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang
luarbiasa. Menurut beberapa riwayat, kelahiran Nabi Muhammad dimulai
dengan peristiwa padamnya api abadi di kerajaan Persia. Lantas, hancur
juga sesembahan batu berhala di sana. Di kota Mekkah, kota dimana Sang
Nabi dilahirkan, pasukan bergajah Abrahah yang berniat menghancurkan
Kabah mengalami kehancuran. Niatnya untuk memasuki dan menguasai
kota Mekkah mengalami kegagalan karena sebab-sebab yang seringkali
dikaitkan dengan adanya burung-burung pembawa batu api. Burung-burung
itu disebut burung Thoiron Ababil yang tiba-tiba muncul. Kemunculan
burung misterius itu seolah-olah balatentara Allah S.W.T yang
menghancurkan musuh-musuh-Nya. Tidak banyak orang yang tahu apa
sebenarnya burung Thoiron Ababil itu. Beberapa peneliti sejarah Arab
modern menyebutkannya sebagai munculnya penyakit menular yang sangat
mematikan semisal cacar atau influenza seperti flu burung atau H5N1.
Namun ada pula yang menganggapnya memang berupa burung yang
membawa batu api yang menghancurkan kawanan pasukan bergajah itu.
Yang jelas, Al Qur’an kemudian mengabadikan peristiwa tersebut dalam
surat Al Fiil (QS 105). Karena itu, tahun saat Nabi Muhammad S.A.W
dilahirkan kemudian sering disebut tahun Gajah. Kota Mekkah, tempat
dimana Ka’bah berada, kelak di kemudian hari menjadi kiblat bagi Umat
Muhammad sampai akhir zaman.

Ayah Nabi bernama Abdullah, Ibundanya Aminah, kakeknya bernama Abdul


Mutholib. Kedua orang tuanya berasal dari silsilah yang mulia yang
merupakan keturunan Nabi Ibrahim a.s. Abdullah lahir kedunia hanya untuk
membawa Nur Muhammad, Cahaya Terpuji dan meletakkannya ke dalam
rahim istrinya yaitu Aminah. Saat masa kelahiran Nabi, ayahanda Nabi
adalah seorang pedagang. Aminah saat itu mengandung (2 bulan) bayi yang
kelak menjadi manusia paling berpengaruh di dunia. Setelah lama kepergian
sang suami karena berdagang, Aminah sering merasakan kesepian yang
amat dalam. Meskipun begitu, Abdullah suaminya selalu berkirim surat.
Namun pada saat, tidak seperti biasanya tidak ada kabar dan surat dari
suaminya. Begitu riang hatinya ketika akhirnya ia mendengar kabar
rombongan dagang suaminya pulang. Tapi mendadak ia amat terkejut,
ketika rombongan kafilah dagang suaminya datang ia tidak melihat sosok
Abdullah diantara mereka. Kemudian, datanglah seseorang dari rombongan
tersebut yang menyampaikan berita duka kepada Aminah bahwa suaminya
telah meninggal. Mulutnya begitu berat untuk mengucapkan kata kata ini
kepada wanita ini. Ia tidak sanggup mengutarakannya. Namun akhirnya
terucap juga bahwa sang suami telah berpulang ke hadirat Allah Swt dan
dimakamkan di Abwa.

Aminah begitu goncang hatinnya mendengarkan hal ini. Ia tak sanggup


menahan tangisnya. Karena berduka, Aminah pun menangis meluapkan
kesedihannya dan tidak bernafsu makan selama beberapa hari. Seolah-olah
telah hilang sebagian semangatnya, belahan hatinya. Namun ia bermimpi,
dalam mimpinya seorang wanita datang dan berkata kepadanya agar ia
menjaga bayi dalam janinnya dengan baik baik. Ia berulang kali bermimpi
bertemu dengan wanita tersebut yang ternyata adalah Maryam binti Imran
(Ibu Isa a.s). Dalam mimpinya sang wanita mulia ini berkata :

“Kelak bayi yang ada didalam rahimmu akan menjadi manusia paling mulia
sejagat raya, maka jagalah ia baik baik hingga kelahirannya.”
Abdullah, ayahanda Nabi Muhammad S.A.W. wafat dalam usia 20 tahun
(riwayat lain ada yang mengatakannya 17 tahun). Nabi saat itu masih
berada dalam kandungan ibundanya. Beberapa tahun kemudian, setelah
usia Nabi yang waktu kecil diberi nama Ahmad menginjak 6 tahun, Aminah
ibunda Nabi Muhammad wafat juga menyusul suaminya dan dimakamkan di
Abwa juga. Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman dan diasuh oleh
kakeknya Abdul Mutholib. Tapi, belum lagi hilang duka setelah ditinggal
Sang Bunda, ia pun harus kehilangan kakeknya ketika umurnya belum lagi
menginjak delapan tahun. Setelah kepergian sang kakek, Nabi Muhammad
diasuh oleh pamannya – Abu Tholib.

Pemandu umat manusia selalu saja dipilihkan oleh Allah SWT untuk memiliki
pengalaman hidup sebagai seorang gembala. Nabi-nabi Bani Israel
umumnya juga berasal dari kalangan gembala. Melalui profesi sebagai
gembala inilah Nabi Muhammad SAW mengarungi beberapa waktu
kehidupannya untuk kelak menjadi gembala yang lebih besar yaitu menjadi
pembimbing Umat Manusia sedunia. Jadi, sejak kecil Nabi Muhammad
sebenarnya sudah dididik oleh Allah SWT untuk menjadi pemimpin manusia
yang memberikan rahmat. Ini merupakan keputusan Allah SWT baginya
yang telah memilihkan baginya sebuah jalan dimana hal ini penting bagi
orang yang akan berjuang melawan nafsunya sendiri, maupun orang-orang
yang berpikiran sempit dan picik sampai-sampai mereka menyembah aneka
batu dan pohon, bahkan tidak jarang mempertuhankan manusia. Allah SWT
mendidiknya dengan penuh rahmat sejak kecil sehingga menjadikannya
kuat menghadapi segala cobaan hidup dan tidak mudah menyerah kepada
apapun kecuali hanya berserah kepada keputusan Allah SWT saja setelah
daya upayanya dengan akal pikiran dan perbuatan dilakukan dengan cara
yang benar. Berserah diri setelah berjuang keras lahir dan batin kelak akan
menjadikan Nabi Muhammad SAW semakin harum namanya sebagai
penegak Islam (berasal dari kata Aslim dam QS 2:131, atau berserah diri,
atau seringkali juga diartikan sebagai jalan damai), pemurni ajaran Tauhid
Nabi Ibrahim a.s, Islam sebagai suatu adab di hadapan Allah SWT, sebagai
suatu gaya hidup (life style), maupun Islam sebagai suatu agama yang
mengikat manusia pada aturan-aturan suci yang dapat memuliakan
akhlaknya yang tercela menjadi mulia.

Ada penulis sirah (sejarah) yang mengutip kalimat Nabi berikut ini,

“Semua Nabi pernah menjadi gembala sebelum beroleh jabatan kerasulan.


Orang bertanya kepada Nabi Apakah Anda juga pernah menjadi gembala?
Beliau menjawab, Ya. Selama beberapa waktu saya menggembalakan
domba orang Mekah di daerah Qararit.”

Ahmad yang kelak menjadi Nabi Muhammad S.A.W. lahir bukan dari
kalangan orang yang kaya. Belum lagi ia dilahirkan sebagai seorang yatim,
yaitu telah kehilangan Ayah sebelum dilahirkan. Ibundanya, Aminah, sejak
kecil menjadi tempat bernaung. Sejak usia kanak-kanak, tanpa kedua orang
tua yang mengasuhnya, Nabi Muhammad tidak hidup dalam kemewahan.
Meskipun demikian, Muhammad terkenal dengan kemuliaan rohaninya,
keluhuran budi, keunggulan ahklaq dan dirinya dikenal di masyarakat
sebagai orang jujur (al-Amin). Ketika tumbuh dewasa, Ia menjadi salah
seorang kafilah dagang Khodijah yang terpercaya. Khodijah adalah seorang
janda dan sekaligus seorang saudagar wanita kota Mekkah yang disegani
karena kemuliaan akhlaknya. Kepada Nabi Muhammad S.A.W, Khodijah
memberikan upah (gaji) dua kali lipat dibandingkan yang diberikannya
kepada orang lain karena kesuksesan Muhamad sebagai pedagang yang
jujur dan penuh amanah. Kafilah Quraisy, termasuk barang dagangan
Khodijah, setiap berdagang di luar daerahnya umumnya mendapatkan laba
(untung). Namun, laba yang diperoleh Nabi lebih banyak ketimbang lain.

Selama menjadi pedagang, Muhammad mengadakan perjalanan-perjalanan


yang jauh. Banyak tempat yang ia kunjungi dan ia perhatikan dengan
seksama keadaan daerahnya maupun masyarakatnya. Suatu saat, ketika
kafilah dagang kembali ke kota Makkah. Dalam perjalanan, rombongan
dagang Nabi melewati negeri Ad dan Tsamud. Keheningan daerah hancur
karena bencana kematian itu mengundang perhatian Nabi Muhammad SAW.
Kelak di kemudian hari, Allah SWT sendiri yang mengabarkan kepada Nabi
Muhammad SAW tentang peristiwa apa yang terjadi pada kaum Ad dan
Tasmud itu.

Suatu saat, sewaktu mulai bekerja pada Khadijah, karena takjub dengan
keahlian dagang Nabi Muhammad, Maisarah salah satu pembantu Khadijah
berkata kepada Nabi supaya ketika memasuki kota Mekkah mendahului
kafilah dagangnya dan terlebih dulu mengabarkan kepada Khodijah tentang
perdagangan dan keuntungan besar yang telah didapat.

Nabi tiba di Mekah ketika Khodijah sedang duduk di kamar atasnya. Ia


berlari turun dan mengajak Nabi ke ruangannya. Nabi menyampaikan,
dengan menyenangkan, hal-hal menyangkut barang dagangan. Maisarah
yang menjadi akuntan Khadijah kemudian menceritakan tentang Kebesaran
jiwa Al-Amin selama perjalanan dan perdagangan. Maisarah kemudian
menceritakan suatu kisah yang menarik. Katanya, sewaktu di Busra, Al-
Amin duduk di bawah pohon untuk istirahat. Ketika itu, seorang pendeta
yang sedang duduk di biaranya kebetulan melihatnya. Ia datang seraya
menanyakan namanya kepada saya, kemudian ia berkata, Orang yang
duduk di bawah naungan pohon itu adalah nabi, yang tentangnya telah saya
baca banyak kabar gembira di dalam Taurat dan Injil. Kemudian Khodijah
menceritakan apa yang didengarnya dari Maisarah kepada pamannya yaitu
Waraqah bin Naufal, si hanif dari Arabia. Waraqah mengatakan, Orang yang
memiliki sifat-sifat itu adalah nabi berbangsa Arab.

Menjelang Kelahiran Nabi Muhammad saw


Juni 19, 2007 oleh ari2abdillah

Muhammad adalah keturunan Nabi Ismail -nabi dengan 12 putra yang


menjadi cikal bakal bangsa Arab. Para nenek moyang Muhammad adalah
penjaga Baitullah sekaligus pemimpin masyarakat di Mekah, tempat yang
menjadi tujuan bangsa Arab dari berbagai penjuru untuk berziarah setahun
sekali. Tradisi ziarah yang sekarang, di masa Islam, menjadi ibadah haji.
Salah seorang yang menonjol adalah Qusay yang hidup sekitar abad kelima
Masehi.

Tugas Qusay sebagai penjaga ka’bah adalah memegang kunci (‘hijabah’),


mengangkat panglima perang dengan memberikan bendera simbol yang
dipegangnya (‘liwa’), menerima tamu (‘wifadah’) serta menyediakan minum
bagi para peziarah (‘siqayah’).

Ketika lanjut usia, Qusay menyerahkan mandat terhormat itu pada pada
anak tertuanya, Abdud-Dar. Namun anak keduanya, Abdul Manaf, lebih
disegani warga. Anak Abdul Manaf adalah Muthalib, serta si kembar siam
Hasyim dan Abdu Syam yang harus dipisah dengan pisau. Darah tumpah
saat pemisahan mereka, diyakini orang Arab sebagai pertanda keturunan
mereka bakal berseteru.

Anak-anak Abdul Manaf mencoba merebut hak menjaga Baitullah dari anak-
anak Abdud-Dar yang kurang berwibawa di masyarakat. Pertikaian senjata
nyaris terjadi. Kompromi disepakati. Separuh hak, yakni menerima tamu dan
menyediakan minum, diberikan pada anak-anak Abdul Manaf. Hasyim yang
dipercaya memegang amanat tersebut.

Anak Abdu Syam, Umayah, mencoba merebut mandat itu. Hakim


memutuskan bahwa hak tersebut tetap pada Hasyim. Umayah, sesuai
perjanjian, dipaksa meninggalkan Makkah. Keturunan Umayah -seperti Abu
Sofyan maupun Muawiyah- kelak memang bermusuhan dengan keturunan
Hasyim.

Hasyim lalu menikahi Salma binti Amr dari Bani Khazraj -perempuan sangat
terhormat di Yatsrib atau Madinah. Mereka berputra Syaibah (yang berarti
uban) yang di masa tuanya dikenal sebagai Abdul Muthalib -kakek
Muhammad. Inilah ikatan kuat Muhammad dengan Madinah, kota yang
dipilihnya sebagai tempat hijrah saat dimusuhi warga Mekah. Syaibah tinggal
di Madinah sampai Muthalib -yang menggantikan Hasyim karena wafat-
menjemputnya untuk dibawa ke Mekah. Warga Mekah sempat menyangka
Syaibah sebagai budak Muthalib, maka ia dipanggil dengan sebutan Abdul
Muthalib.

Abdul Muthalib mewarisi kehormatan menjaga Baitullah dan memimpin


masyarakatnya. Namanya semakin menjulang setelah ia dan anaknya,
Harits, berhasil menggali dan menemukan kembali sumur Zamzam yang
telah lama hilang. Namun ia juga sempat berbuat fatal: berjanji akan
mengorbankan (menyembelih) seorang anaknya bila ia dikaruniai 10 anak.
Begitu mempunyai 10 anak, maka ia hendak melaksanakan janjinya. Nama
sepuluh anaknya dia undi (‘kidah’) di depan arca Hubal. Abdullah -ayah
Muhammad-yang terpilih.

Masyarakat menentang rencana Abdul Muthalib. Mereka menyarankannya


agar menghubungi perempuan ahli nujum. Ahli nujum tersebut mengatakan
bahwa pengorbanan itu boleh diganti dengan unta asalkan nama unta dan
Abdullah diundi. Mula-mula sepuluh unta yang dipertaruhkan. Namun tetap
Abdullah yang terpilih oleh undian. Jumlah unta terus ditambah sepuluh demi
sepuluh. Baru setelah seratus unta, untalah yang keluar dalam undian,
meskipun itu diulang tiga kali. Abdullah selamat.

Peristiwa besar yang terjadi di masa Abdul Muthalib adalah rencana


penghancuran Ka’bah. Seorang panglima perang Kerajaan Habsyi (kini
Ethiopia) yang beragama Nasrani, Abrahah, mengangkat diri sebagai
Gubernur Yaman setelah ia menghancurkan Kerajaan Yahudi di wilayah itu.
Ia terganggu dengan reputasi Mekah yang menjadi tempat ziarah orang-
orang Arab. Ia membangun Ka’bah baru dan megah di Yaman, serta akan
menghancurkan Ka’bah di Mekah. Abrahah mengerahkan pasukan gajahnya
untuk menyerbu Mekah.

Mendekati Mekah, Abrahah menugasi pembantunya -Hunata-untuk menemui


Abdul Muthalib. Hunata dan Abdul Muthalib menemui Abrahah yang berjanji
tak akan mengganggu warga bila mereka dibiarkan menghancurkan
Baitullah. Abdul Muthalib pasrah. Menjelang penghancuran Ka’bah terjadilah
petaka tersebut. Qur’an menyebut peristiwa yang menewaskan Abrahah dan
pasukannya dalam Surat Al-Fil. “Dan Dia mengirimkan kepada mereka
“Toiron Ababil”, yang melempari mereka dengan batu-batu cadas yang
terbakar, maka Dia jadikan mereka bagai daun dimakan ulat”.

Pendapat umum menyebut “Toiron Ababil” sebagai “Burung Ababil” atau


“Burung yang berbondong-bondong”. Buku “Sejarah Hidup Muhammad”
yang ditulis Muhammad Husain Haekal mengemukakannya sebagai wabah
kuman cacar (mungkin maksudnya wabah Sampar atau Anthrax -penyakit
serupa yang menewaskan sepertiga warga Eropa dan Timur Tengah di abad
14). Namun ada pula analisa yang menyebut pada tahun-tahun itu memang
terjadi hujan meteor -hujan batu panas yang berjatuhan atau ‘terbang’ dari
langit. Wallahua’lam. Yang pasti masa tersebut dikenal sebagai Tahun Gajah
yang juga merupakan tahun kelahiran Muhammad.

Pada masa itu, Abdullah putra Abdul Muthalib telah menikahi Aminah. Ia
kemudian pergi berbisnis ke Syria. Dalam perjalanan pulang, Abdullah jatuh
sakit dan meninggal di Madinah. Muhammad lahir setelah ayahnya
meninggal. Hari kelahirannya dipertentangkan orang. Namun, pendapat Ibn
Ishaq dan kawan-kawan yang paling banyak diyakini masyarakat: yakni
bahwa Muhammad dilahirkan pada 12 Rabiul Awal. Orientalis Caussin de
Perceval dalam ‘Essai sur L’Histoire des Arabes’ yang dikutip Haekal
menyebut masa kelahiran Muhammad adalah Agustus 570 Masehi. Ia
dilahirkan di rumah kakeknya -tempat yang kini tak jauh dari Masjidil Haram.

Bayi itu dibawa Abdul Muthalib ke depan Ka’bah dan diberi nama
Muhammad yang berarti “terpuji”. Suatu nama yang tak lazim pada masa
itu. Konon, Abdul Muthalib sempat hendak memberi nama bayi itu Qustam
-serupa nama anaknya yang telah meninggal. Namun Aminah -berdasarkan
ilham-mengusulkan nama Muhammad itu.

sumber : www.pesantren.net

Kisah Pernikahan Rasulullah S.A.W. dengan Siti Khadijah

Kisah Pernikahan Rasulullah dengan Siti Khadijah


Contributed by raudhat_aljannat on Tuesday, December 23 @ 00:00:00 MYT

Bermimpi Matahari Turun Ke Rumahnya.


Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan, hartawan, cantik dan budiman. Ia
disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan bangsa Arab pada umumnya. Sebagai seorang
pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan modal kepada pedagang-pedagang atau melantik
orang-orang untuk mewakili urusan-urusan perniagaannya ke luar negeri.

Banyak pemuka Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas kawin berapa pun
yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan halus kerana tak ada yang berkenan di
hatinya. Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit,masuk ke dalam
rumahnya serta memancarkan sinarnya ke semua tempat sehingga tiada sebuah rumah di kota
Makkah yang luput dari sinarnya. Mimpi itu diceritakan kepada anak bapak saudaranya yang
bernama Waraqah bin Naufal. Dia seorang lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan
mimpi dan ahli tentang sejarah bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan
luas dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.
Waraqah berkata: "Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak dengan
seorang Nabi akhir zaman."
"Nabi itu berasal dari negeri mana?" tanya Khadijah bersungguh-sungguh.
"Dari kota Makkah ini!" ujar Waraqah singkat.
"Dari suku mana?"
"Dari suku Quraisy juga.
"Khadijah bertanya lebih jauh: "Dari keluarga mana?"
"Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat," kata Waraqah dengan nada menghibur.
Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan pertanyaan terakhir:
"Siapakah nama bakal orang agung itu, hai anak bapa saudaraku?"Orang tua itu mempertegas:
"Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal suamimu!"

Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya. Belum pernah ia
merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah sentiasa bersikap
menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang pemimpin itu.

Nabi Muhammad Berniaga

Muhammad, bakal suami wanita hartawan itu, adalah seorang yatim piatu yang miskin sejak
kecilnya,dipelihara oleh bapa saudaranya, Abu Thalib, yang hidupnya pun serba kekurangan.
Meskipun demikian, bapa saudaranya amat sayang kepadanya, menganggapnya seperti anak
kandung sendiri, mendidik dan mengasuhnya sebaik-baiknya dengan adab, tingkah laku dan budi
pekerti yang terpuji.

Pada suatu ketika, Abu Thalib berbincang-bincang dengan saudara perempuannya bernama
'Atiqah mengenai diri Muhammad.
Beliau berkata: "Muhammad sudah pemuda dua puluh empat tahun. Semestinyalah sudah
kahwin.Tapi kita tak mampu mengadakan perbelanjaan, dan tidak tahu apa yang harus diperbuat.
"Setelah memikirkan segala ikhtiar, 'Atiqah pun berkata: "Saudaraku, saya mendengar berita
bahwa Khadijah akan memberangkatkan kafilah niaga ke negeri Syam dalam waktu dekat ini.
Siapa yang berhubungan dengannya biasanya rezekinya bagus, diberkati Allah SWT.
Bagaimana kalau kita pekerjakan Muhammad kepadanya? Saya kira inilah jalan untuk
memperolehi nafkah, kemudian dicarikan isterinya.
"Abu Thalib menyetujui saranan saudara perempuannya. Dirundingkan dengan Muhammad, ia
pun tidak keberatan.
'Atiqah mendatangi wanita hartawan itu, melamar pekerjaan bagi Muhammad, agar kiranya
dapat diikut sertakan dalam kafilah niaga ke negeri Syam .
Khadijah, tatkala mendengar nama "Muhammad", ia berfikir dalam hatinya: "Oh... inilah takbir
mimpiku sebagaimana yang diramalkan oleh Waraqah bin Naufal,bahwa ia dari suku Quraisy
dan dari keluarga Bani Hasyim, dan namanya Muhammad, orang terpuji, berbudi pekerti tinggi
dan nabi akhir zaman." Seketika itu juga timbullah hasrat di dalam hatinya untuk bersuamikan
Muhammad, tetapi tidak dilahirkannya karena khuatir akan fitnah.
"Baiklah," ujar Khadijah kepada 'Atiqah, "Saya terima Muhammad dan saya berterima kasih atas
kesediaannya. Semoga Allah SWT melimpahkan berkatnya atas kita bersama.".
Wajah Khadijah cerah, tersenyum sopan, menyembunyikan apa yang tersudut di kalbunya.
Kemudian ia meneruskan: "Wahai 'Atiqah, saya tempatkan setiap orang dalam rombongan niaga
dengan penghasilan tinggi, dan bagi Muhammad SAW akan diberikan lebih tinggi dari biasanya.
"Atiqah berterima kasih, ia pulang dengan perasaan gembira menemui saudaranya, menceritakan
kepadanya hasil perundingannya dengan wanita hartawan dan budiman itu. Abu Thalib
menyambutnya dengan gembira. Kedua bersaudara itu memanggil Muhammad SAW seraya
berkata:
"Pergilah anakanda kepada Khadijah r.a, ia menerima engkau sebagai pekerjanya. Kerjakanlah
tugasmu sebaik-baiknya."
Muhammad SAW menuju ke rumah wanita pengusaha itu. Sementara akan keluar dari
pekarangan rumah bapa saudaranya, tiba-tibalah ia mencucurkan air mata kesedihan mengenang
nasibnya. Tiada yang menyaksikannya dan menyertainya dalam kesedihan hati itu selain para
malaikat langit dan bumi.

Kesaksian Seorang Rahib

Tatkala kafilah niaga itu siap akan berangkat,


berkatalah Maisarah, kepala rombongan: "Hai Muhammad, pakailah baju bulu itu, dan
peganglah bendera kafilah. Engkau berjalan di depan, menuju ke negeri Syam!
"Muhammad SAW melaksanakan perintah. Setelah iring- iringan keluar dari halaman memasuki
jalan raya, tanpa sedar Muhammad SAW menangis kembali, tiada yang melihatnya kecuali Allah
dan para malaikat-Nya.
Dari mulutnya terucap suara kecil: "Aduh hai nasib! Mana gerangan ayahku Abdullah, mana
gerangan ibuku Aminah. Kiranyalah mereka menyaksikan nasib anakandanya yang miskin yatim
piatu ini, yang justeru lantaran ketiadaannyalah sehingga terbawa jadi buruh upahan ke negeri
jauh. Aku tidak tahu apakah aku masih akan kembali lagi ke negeri ini, tanah tumpah darahku.
"Jeritan batin itu membuat para malaikat langit bersedih. Mereka memintakan rahmat baginya.
Maisarah memperlakukan Muhammad SAW dengan agak istimewa, sesuai dengan wasiat
Khadijah. Diberinya pakaian terhormat, kenderaan unta yang tangkas dengan segala
perlengkapannya.
Perjalanan mengambil waktu beberapa hari. Terik matahari begitu panas sekali. Tetapi
Muhammad SAW berjalan sentiasa dipayungi awan yang menaunginya hingga mereka berhenti
di sebuah peristirehatan dekat rumah seorang Rahib Nasrani.
Muhammad SAW turun dari untanya, pergi berangin-angin melepaskan lelah di bawah pohon
yang teduh. Rahib keluar dari tempat pertapaannya. Ia hairan melihat gumpalan awan menaungi
kafilah dari Makkah, padahal tak pernah terjadi selama ini. Ia tahu apa erti tanda itu karena
pernah dibacanya didalam Kitab Taurat.
Rahib menyiapkan suatu perjamuan bagi kafilah itu dengan maksud untuk menyiasat siapa
pemilik karamah dari kalangan mereka. Semua anggota rombongan hadir dalam majlis
perjamuan itu, kecuali Muhammad SAW seorang diri yang tinggal untuk menjaga barang-
barang dan kenderaan.

Ketika Rahib melihat awan itu tidak bergerak, tetap di atas kafilah, bertanyalah beliau: "Apakah
di antara kalian masih ada yang tidak hadir di sini? "
Maisarah menjawab:"Hanya seorang yang tinggal untuk menjaga barang-barang."
Rahib pergi menjemput Muhammad SAW dan terus menjabat tangannya, membawanya ke
majlis perjamuan.

Ketika Muhammad SAW. bergerak, Rahib memperhatikan awan itu turut bergerak pula
mengikuti arah ke mana Muhammad SAW berjalan. Dan di saat Muhammad SAW masuk ke
ruangan perjamuan, Rahib keluar kembali menyaksikan awan itu, dan dilihatnya awan itu tetap
di atas, tidak bergerak sedikit pun walaupun dihembus angin. Maka mengertilah ia siapa
gerangan yang memiliki karamah dan keutamaan itu.

Rahib masuk kembali dan mendekati Muhammad SAW,bertanya: "Hai pemuda, dari negeri
mana asalmu?"
"Dari Makkah".
"Dari qabilah mana?" tanya sang Rahib.
"Dari Quraisy, tuan!"
"Dari keluarga siapa?""Keluarga Bani Hasyim."
''Siapa namamu?""Namaku, Muhammad.
"Serta merta ketika mendengar nama itu, Rahib berdiri dan terus memeluk Muhammad SAW
serta menciumnya di antara kedua alisnya seraya mengucapkan:
"Laa IlaahaIllallaah, Muhammadar Rasulullah."
Ia menatap wajah Muhammad SAW dengan perasaan takjub, seraya bertanya:
"Sudikah engkau memperlihatkan tanda di badanmu agar jiwaku tenteram dan keyakinanku lebih
mantap?"
"Tanda apakah yang tuan maksudkan?" tanya Muhammad SAW.
"Silakan buka bajumu supaya ku lihat tanda akhir kenabian di antara kedua bahumu!"
Muhammad SAW. memperkenankannya, dimana Rahib tua itu melihat dengan jelas ciri-ciri
yang dimaksudkan.
"Ya....ya....tertolong, tertolong!" seru Rahib."
Pergilah ke mana hendak pergi. Engkau terus ditolong!"
Rahib itu mengusap wajah Muhammad SAW, sambil menambahkan:
"Hai hiasan di hari kemudian, hai pemberi syafa'at di akhirat, hai peribadi yang mulia, hai
pembawa nikmat, hai nabi rahmat bagi seluruh alam!"Dengan pengakuan demikian,
Rahib dari Ahlil-Kitab itu telah menjadi seorang muslim sebelum Muhammad SAW. dengan
rasmi menerima wahyu kerasulan dari langit.

Paderi-paderi Yahudi Gemetar Ketakutan


Pasar dibuka beberapa hari lamanya. Semua jualan laris dengan keuntungan berlipat ganda,
mengatasi pengalaman yang sudah-sudah.Kebetulan pada saat itu bertepatan dengan hari Yahudi,
yang dimeriahkan dengan upacara besar-besaran. Muhammad SAW, Abu Bakar dan Maisarah
keluar menonton keramaian itu. Tatkala Muhammad SAW memasuki tempat upacara untuk
menyaksikan cara mereka beribadat, maka tiba-tiba berjatuhanlah semua lilin-lilin menyala yang
bergantungan pada tali di sekitar ruangan, yang menyebabkan paderi-paderi Yahudi gemetar
ketakutan. Seorang di antara mereka bertanya:
"Alamat apakah ini?" Semuanya hairan, cemas dan ketakutan.
"Ini bererti ada orang asing yang hadir di sini," jawab pengerusi upacara.
"Kita baca dalam Taurat bahwa alamat ini akan muncul bilamana seorang lelaki bernama
Muhammad SAW, Nabi akhir zaman, mendatangi hari raya agama Yahudi.
"Mungkinlah sekarang orang itu berada di ruangan kita ini. Carilah lelaki itu, dan kalau bertemu,
segeralah tangkap!"
Abu Bakar r.a, sahabat Muhammad SAW sejak dari kecil,dan Maisarah, yang mendengar berita
itu segera mendekati Muhammad SAW yang berdiri agak terpisah, dan mengajaknya keluar
perlahan-lahan di tengah-tengah kesibukan orang yang berdesak-desakan keluar masuk ruangan.

Tanpa menunda waktu lagi, Maisarah segera memerintahkan kafilah berangkat pulang ke
Makkah. Dengan demikian tertolonglah Muhammad SAW dari kejahatan orang- orang Yahudi.

Nabi Muhammad Pulang Ke Makkah.

Biasanya dalam perjalanan pulang, kira-kira jarak tujuh hari lagi mendekati Makkah, Maisarah
mengirim seorang utusan kepada Khadijah r.a, memberitahukan bakal kedatangan kafilah serta
perkara- perkara lain yang menyangkut perjalanan.

Maisarah menawarkan kepada Muhammad SAW: "Apakah engkau bersedia diutus membawa
berita ke Makkah?"
Muhammad SAW berkata: "Ya, saya bersedia apabila ditugaskan".
Pemimpin rombongan mempersiapkan unta yang cepat untuk dinaiki oleh utusan yang akan
berangkat terlebih dahulu ke kota Makkah. Ia pun menulis sepucuk surat memberikan kepada
majikannya bahwa perniagaan kafilah yang disertai Muhammad SAW mendapat hasil laba yang
sangat memuaskan, dan menceritakan pula tentang pengalaman- pengalaman aneh yang
berkaitan dengan diri Muhammad SAW.

Tatkala Muhammad SAW menuntun untanya dan sudah hilang dari pandangan mata, maka Allah
SWT menyampaikan wahyu kepada malaikat Jibril a.s .:
"Hai Jibril, singkatkanlah bumi di bawah kaki-kaki unta Muhammad SAW! Hai Israfil, jagalah ia
dari sebelah kanannya! Hai Mikail, jagalah ia dari sebelah kirinya! Hai awan, teduhilah ia di atas
kepalanya!"Kemudian Allah SWT mendatangkan ngantuk kepadanya sehingga baginda SAW
tertidur nyenyak dan tiba-tiba telah sampai di Makkah dalam tempo yang cukup singkat.
Saat terbangun, ia hairan mendapati dirinya telah berada di pintu masuk kota kelahirannya.
Baginda SAW sedar bahwa ini adalah mukjizat Tuhan kepadanya, lalu bersyukur memuji Zat
Yang Maha Kuasa. Sementara baginda SAW mengarahkan untanya menuju ke tempat Khadijah
r.a, secara kebetulan Khadijah r.a pada saat itu sedang duduk sambil kepalanya keluar jendela
memandangi jalan ke arah Syam, tiba-tiba dilihatnya Muhammad SAW di atas untanya dari arah
bertentangan di bawah naungan awan yang bergerak perlahan-lahan di atas kepalanya.

Khadijah r.a menajamkan matanya, bimbang kalau-kalau tertipu oleh penglihatannya, sebab
yang dilihatnya hanyalah Muhammad SAW sendirian tanpa rombongan,padahal telah
dipesannya kepada Maisarah agar menjaganya sebaik-baik. Ia bertanya kepada wanita-wanita
sahayanya yang duduk di sekitarnya:
"Apakah kamu mengenali siapa pengendara yang datang itu?" sambil tangannya menunjuk ke
arah jalan.
Seorang di antara mereka menjawab:"Seolah-olah Muhammad Al-Amiin, ya sayyidati!"
Kegembiraan Khadijah r.a terlukis dalam ucapannya:
"Kalau benar Muhammad Al-Amiin, maka kamu akan ku merdekakan bilamana ia telah
sampai!"

Tak lama kemudian muncullah Muhammad SAW di depan pintu rumah wanita hartawan itu,
yang langsung menyambutnya dengan tutur sapa tulus ikhlas:
"Ku berikan anda unta pilihan, tunggangan khusus dengan apa yang ada di atasnya."
Muhammad SAW mengucapkan terima kasih, kemudian menyerahkan surat dari ketua
rombongan. Ia minta izin pulang ke rumah bapa saudaranya setelah melaporkan tentang
perniagaan mereka ke luar negeri.

Khadijah Menawarkan Diri

Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah. Wanita usahawan itu berkata:


"Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu! "
Suaranya ramah, bernada dermawan. Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu diharga dirinya,
Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi pasti. katanya:
"Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bahagianku dalam rombongan niaga. Keluarga kami
amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi anak saudaranya yang yatim piatu".
Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh ketakjuban.
"Oh, itukah....! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa- apa bagimu untuk
menutupi keperluan yang engkau maksudkan,"
kata Khadijah r.a."Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan calon isteri bagimu".
Ia berhenti sejenak, meneliti. Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan
mengandungi isyarat:
"Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan Arab. Orangnya baik, kaya,
diingini oleh banyak raja-raja dan pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi ditolaknya.
Kepadanyalah aku hendak membawamu".
Khadijah tertunduk lalu melanjutkan:"Tetapi sayang, ada aibnya...! Dia dahulu sudah pernah
bersuami. Kalau engkau mahu, maka dia akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi kepadamu".

Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama terpaku dalam
pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawapan, yang lainnya tak tahu apa mahu
dijawab. Khadijah r.a tak dapat mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu,
pemuda yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al- Amiin itupun mungkin
belum mengetahui siapa kira-kira calon yang dimaksud oleh Khadijah r.a. Ia minta izin untuk
pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan.
Ia menceritakan kepada bapa saudaranya:"Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah
r.a. Seolah-olah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu "anu dan anu...."Ia
mengulangi apa yang dikatakan oleh perempuan kaya itu.

Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang cepat naik darah kalau
pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani Hasyim.
Katanya: "Muhammad, kalau benar demikian, aku akan mendatanginya".
Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya:"Khadijah, kalau kamu mempunyai
harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan kebangsawanan.
Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad?"
Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata- katanya itu akan dianggap
penghinaan.
Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan hati Atiqah: "Siapakah yang sanggup menghina
keturunanmu dan sukumu? Terus terang saja ku katakan kepadamu bahwa dirikulah yang ku
maksudkan kepada Muhammad SAW. Kalau ia mahu, aku bersedia menikah dengannya; kalau
tidak, aku pun berjanji tak akan bersuami hingga mati".
Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat 'Atiqah terdiam. Kedua wanita bangsawan itu
sama-sama cerah.
Percakapan menjadi serius."Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah dimaklumi oleh anak
bapa saudaramu Waraqah bin Naufah?"
tanya 'Atiqah sambil meneruskan:"Kalau belum cubalah meminta persetujuannya."
"Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan
sederhana. Jamuan minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah diadakan lamaran",

Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin Waraqah takkan keberatan
kerana dialah yang menafsirkan mimpinya akan bersuamikan seorang Nabi akhir zaman.
'Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera menyampaikan
berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas dan Hamzah.
Semua riang menyambut hasil pertemuan 'Atiqah dengan Khadijah r.a.
"Itu bagus sekali", kata Abu Thalib,
"Tapi kita harus bermesyuarat dengan Muhammad SAW lebih dahulu".

Janda Cantik Bermata Jeli.

Sebelum dijemput oleh bapa saudaranya, maka terlebih dahulu ia pun telah menerima seorang
perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang untuk menjalin hubungan
kekeluargaan.
Utusan peribadi Khadijah itu bertanya:
"Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari isteri?"
Muhammad SAW menjawab:
"Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada."
"Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau mendapat
seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah engkau
akan menolaknya?"
"Siapakah dia?" tanya Muhammad SAW.
"Khadijah!" Nafisah berterus terang.
"Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!"Usaha
Nafisah berjaya.
Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan langsung menemui Khadijah r.a, menceritakan
kesediaan Muhammad SAW. Setelah Muhammad SAW menerima pemberitahuan dari saudara-
saudaranya tentang hasil pertemuan dengan Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan
mendapatkan seorang janda yang usianya lima belas tahun lebih tua daripadanya. Betapa tidak
setuju, apakah yang kurang pada Khadijah? Ia wanita bangsawan, cantik, hartawan, budiman.
Dan utamanya pula karena hatinya telah dibukakan Tuhan untuk mencintainya, telah ditakdirkan
akan dijodohkan dengannya. Kalau dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur empat
puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh ramping, berkulit putih dan bermata jeli.

Maka diadakanlah acara yang penuh keindahan itu. Hadir sama Waraqah bin Naufal dan
beberapa orang-orang terkemuka Arab yang sengaja dijemput. Abu Thalib dengan rasmi
meminang Khadijah r.a kepada saudara sepupunya. Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia
meminta tempoh untuk berunding dengan wanita berkenaan.

Pernikahan Muhammad dengan Khadijah

Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepadaWaraqah:


"Hai anak bapa saudaraku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat
amanah, memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula
pertalian kekeluargaannya luas".
"Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta", ujar Waraqah.
"Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki. Ku wakilkan
kepadamu untuk menikahkan aku dengannya," demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya.

Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa dari pihak keluarga
perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal pernikahan kedua mempelai. Lamaran
diterima dengan persetujuan mas kahwin lima ratus dirham.
Abu Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan "Ash-Shiddiq" sahabat akrab Muhammad SAW.
sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang melambangkan
kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat istiadat pernikahan
agung, apalagi karena yang akan dinikahi adalah seorang hartawan dan bangsawan pula.
Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada hari Jumaat, dua
bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam.

Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah bapa saudaranya bernama 'Amir bin Asad, sedang
Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu Thalib
sebagai berikut:
"Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim,
benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma'ad, dari keturunan Mudhar."
Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah
Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama
manusia."Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang
dengan laki-laki manapun juga, niscayalah ia lebih berat dari mereka sekalian. Walaupun ia tidak
berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan
cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah sama mengenalinya siapa dia.
Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas kahwin lima ratus
dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.
"Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa sesudah ini,
yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta
pengalaman- pengalaman hebat.Semoga Allah memberkati pernikahan ini".

Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai
perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di
sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada
mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para tamu dan pengiring.

Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada suaminya dengan
ucapan:
"Hai Al-Amiin, bergembiralah!Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak mahupun yang
tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah,barang- barang dagangan,
hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana
yang engkau redhai !"

Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud:"Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai
seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan". (Adh-Dhuhaa: Alangkah bahagianya
kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu, sehaluan, serasi dan secita-
cita.

Dijamin Masuk Syurga.

Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam tahun, yakni enam belas
tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh tahun sesudah masa kenabian. Ia isteri
tunggal, tak ada duanya, bercerai karena kematian. Tahun wafatnya disebut "Tahun Kesedihan"
('Aamul Huzni). Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman kepada Rasulullah SAW.
ketika wahyu pertama turun dari langit. Tidak ada yang mendahuluinya.

Ketika Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu pertama
yang dihantar Jibril 'alaihissalam, dimana beliau merasa ketakutan dan menggigil menyaksikan
bentuk Jibril a.s dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti makna
peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata:
"Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang menguasai diri Khadijah r.a,
engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh Allah bagi umat kita."
Allah SWT tidak akan mengecewakanmu.
Bukankah engkau orang yang sentiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan?
Bukankah engkau selalu berkata benar?
Bukankah engkau sentiasa menyantuni anak yatim piatu, menghormati tetamu dan
menghulurkan bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan dan musibah?"Khadijah
r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam menegakkan kalimah tauhid, serta
selalu menghiburnya dalam duka derita yang dialaminya dari gangguan kaumnya yang masih
ingkar terhadap kebenaran agama Islam, menangkis segala serangan caci maki yang dilancarkan
oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan Quraisy.

Layaklah kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh wanita-
wanita lain iaitu, menerima ucapan salam dari Allah SWT. yang dihantar oleh malaikat Jibril a.s
kepada Rasulullah SAW. disertai salam dari Jibril a.s peribadi untuk disampaikan kepada
Khadijah radiallahu 'anha serta dihiburnya dengan syurga. Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh
kecintaan Nabi SAW kepadanya tanpa terbatas. Nabi SAW pernah berkata: "Wanita yang utama
dan yang pertama akan masuk Syurga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad
SAW., Maryam binti 'Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri Fir'aun".

Wanita TerbaikSanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW terhadap peribadi
Khadijah r.a ialah:"Dia adalah seorang wanita yang terbaik, karena dia telah percaya dan
beriman kepadaku di saat orang lain masih dalam bimbang keingkaran; dia telah membenarkan
aku di saat orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan semua harta bendanya ketika
orang lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan dia telah melahirkan bagiku beberapa
putera-puteri yang tidak ku dapatkan dari isteri-isteri yang lain".Putera-puteri Rasulullah SAW
dari Khadijah r.a sebanyak tujuh orang: tiga lelaki (kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan
empat wanita. Salah satu dari puterinya bernama Fatimah, dinikahkan dengan Ali bin Abu
Thalib, sama-sama sesuku Bani Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan inilah yang
dibangsakan sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW.

Keajaiban Dunia Ketika Kelahiran Rasulullah Sayyidina Muhammad

Published on February 15, 2010 in Bulan Mawlid /


Rabiul Awal, Mencintai Rasullullah dan Ahlul Bait,
Artikel Islam and Habib.

Kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. pada 12 Rabiulawal,


Tahun Gajah di Mekah al-Mukarramah sebagai
pembuka rahmat di pelosok alam semesta.

Kelahiran baginda menjadi seribu satu tanda bahwa


baginda akan menjadi utusan terakhir dalam
menyampaikan risalah Islam. Ia merupakan peristiwa
utama dalam sejarah Islam.

Baginda mempunyai kelebihan luar biasa, bukan saja


dilihat dalam konteks sebelum kelahirannya tetapi dalam
konteks semasa dan selepas dilahirkan. Peristiwa luar
biasa ini disebut sebagai Irhas.
Irhas bermaksud satu kejadian luar biasa bagi manusia yang normal dan hanya diberikan kepada
seorang nabi

Sehubungan itu, masih ramai masyarakat Islam yang sebenarnya tidak mengetahui peristiwa di
sebalik kelahiran baginda. Ini karena masih banyak lagi rahasia yang belum terungkap.

Sebenarnya banyak keajaiban yang berlaku sebelum kelahiran Nabi Muhammad s.a.w.

Pertama, semasa Rasulullah s.a.w. berada di dalam kandungan bundanya, Aminah, beliau tidak
merasa susah sebagaimana dialami oleh ibu-ibu yang hamil.

Kehamilannya disadari melalui berita dari malaikat yang datang kepadanya ketika beliau sedang
tidur. Malaikat mengatakan bahawa beliau telah mengandungkan seorang Nabi dan Penghulu
kepada seluruh umat manusia.

Selain itu kehamilannya ditandai dengan haidnya terputus dan berpindahnya cahaya daripada
wajah Abdullah ke wajahnya.

Kedua, ketika Nur Muhammad masuk ke dalam rahim


Aminah, Allah memerintahkan malaikat supaya
membukakan pintu syurga Firdaus dan memberitahu semua
penghuni langit dan bumi.

Tanah-tanah disekitaran kawasan tersebut yang kering


menjadi subur, pohon-pohon kayu rimbun dan berbuah lebat.
Begitu juga hewan-hewan di darat dan di laut sibuk
membincangkannya.

Ketiga, peperangan tentara bergajah yang disebut di dalam


al-Quran surah al-Fil, datang menyerang kota Mekah. Ia
diketuai oleh tentara bergajah dengan menunggang seekor
gajah besar bernama Mahmudi.

Apabila mereka hampir sampai ke tempat tersebut, gajah-


gajah itu berhenti dan berundur dengan izin Allah.

Namun demikian, sekumpulan burung Ababil datang


menyerang dan menghancurkan mereka sebagaimana yang
disebut di dalam al-Quran. Peristiwa ini amat menakjubkan dan diriwayatkan dalam kitab-kitab
sejarah.

Keempat, Aminah turut mengalami mimpi yang menakjubkan. Beliau menadah tangan ke langit
dan melihat sendiri malaikat turun dari langit. Ia diumpamakan kapas putih yang terapung di
angkasa.
Kemudian malaikat tersebut berdiri di hadapannya. Ia berkata “Khabar bahagia untuk saudara,
wahai ibu daripada seorang nabi. Putera saudara itu menjadi penolong dan pembebas manusia.
Namakan dia Ahmad.”

Semasa kelahiran Nabi Muhammad s.a.w., Aminah ditemani Asiah


dan Maryam. Dalam hal ini ia merupakan satu isyarat bahawa Nabi
Muhammad lebih tinggi derajatnya daripada Nabi Isa dan Musa.

Keadaan ini diterangkan dalam kitab Taurat dan Injil bahawa akan
datang seorang nabi pada akhir zaman.

Semasa baginda dilahirkan, bundanya menyaksikan nur atau cahaya


keluar dari tubuh badan baginda. Cahaya tersebut menyinari
sehingga ke Istana Busra di Syria.

Ia dilihat seolah-olah seperti anak panah bagaikan pelangi sehingga dari jauh kota-kota tersebut
dapat dilihat.

Ada juga yang berpendapat bahawa cahaya itu datang dan menerangi seluruh dunia. Ini dapat
dijelaskan oleh sumber-sumber Arab yang paling awal yang menyatakan bahawa suatu cahaya
terpancar dari rahim Aminah apabila baginda dilahirkan.

Aminah sendiri melihat baginda dalam keadaan terbaring dengan kedua tangannya mengangkat
ke langit seperti seorang yang sedang berdoa.

Kemudian bundanya melihat awan turun menyelimuti dirinya sehingga beliau mendengar sebuah
seruan “Pimpinlah dia mengelilingi bumi Timur dan Barat, supaya mereka tahu dan dialah yang
akan menghapuskan segala perkara syirik”.

Selepas itu awan tersebut lenyap daripada pandangan Aminah. Setengah riwayat menyatakan
nabi dilahirkan dalam keadaan memandang ke arah langit sambil meletakkan tangannya ke tanah
sebagai tanda ketinggian martabatnya daripada semua makhluk.

Dikatakan juga pada malam kelahiran baginda,


berhala-berhala yang terdapat di situ mengalami
kerusakan dan kemusnahan.

Menurut riwayat daripada Abdul Mutalib, “Ketika


aku sedang berada di Kaabah, tiba-tiba berhala jatuh
dari tempatnya dan sujud kepada Allah. Lalu aku
mendengar suara dari dinding Kaabah berkata,
“telah lahir nabi pilihan yang akan membinasakan
orang kafir dan mensucikanku daripada berhala-
berhala ini dan akan memerintahkan penyembahan
Yang Maha Mengetahui.”
Selain itu di tempat yang lain pula satu goncangan berlaku di mahligai Kisra dan menyebabkan
mahligai tersebut retak, manakala empat belas tiang serinya runtuh. Keadaan ini merupakan di
antara tanda -tanda keruntuhan kerajaan tersebut.

Namun, api di negara Parsi yang tidak pernah padam hampir selama seribu tahun telah padam
dengan sendirinya. Api tersebut merupakan api sembahan orang-orang Majusi yang dianggap
sebagai tuhan. Peristiwa itu amat mengejutkan orang Parsi.

Dalam waktu yang sama, pada malam kelahiran baginda, Tasik Sava yang dianggap suci
tenggelam ke dalam tanah.

Setelah baginda lahir, tembakan bintang menjadi kerap sebagai tanda bahawa pengetahuan
syaitan dan jin mengenai perkara ghaib sudah tamat.

Berdasarkan peristiwa tersebut jelaslah kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. mempunyai


keistimewaan tersendiri. Ini kerana baginda adalah khatamun nubuwwah, penutup segala nabi.

Perkara -perkara luar biasa ini telah membuktikan kepada kita kemuliaan baginda di sisi Allah,
sekali gus sebagai bukti kerasulannya.

Di samping itu, bukti -bukti tersebut juga dijelaskan di dalam kitab kitab terdahulu seperti kitab
Taurat, Zabur dan Injil sebagai rasul yang terakhir.

Sumber http://muscom.iluvislam.com/?p=494

Kisah Cinta Khadijah r.a dan Rasulullah SAW

Siapakah khadijah?

Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan, hartawan, cantik dan
budiman. Ia disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan bangsa Arab pada
umumnya. Sebagai seorang pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan modal kepada
pedagang-pedagang atau melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan
perniagaannya ke luar negeri.

Banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas kawin
berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan halus kerana tak ada
yang berkenan di hatinya.

Bermimpi melihat matahari turun kerumahnya


Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit, masuk ke dalam
rumahnya serta memancarkan sinarnya merata kesemua tempat sehingga tiada sebuah
rumah di kota Makkah yang luput dari sinarnya.

Mimpi itu diceritakan kepada sepupunya yang bernama Waraqah bin Naufal. Dia seorang
lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan mimpi dan ahli tentang sejarah
bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas dalam agama yang
dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.

Waraqah berkata: “Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak
dengan seorang Nabi akhir zaman.” “Nabi itu berasal dari negeri mana?” tanya Khadijah
bersungguh-sungguh. “Dari kota Makkah ini!” ujar Waraqah singkat. “Dari suku mana?”
“Dari suku Quraisy juga.” Khadijah bertanya lebih jauh: “Dari keluarga mana?” “Dari
keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat,” kata Waraqah dengan nada menghibur.
Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan pertanyaan terakhir:
“Siapakah nama bakal orang agung itu, hai sepupuku?” Orang tua itu mempertegas:
“Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal suamimu!”

Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya. Belum
pernah ia merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah
senantiasa bersikap menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang pemimpin
itu.

Lamaran dari khadijah kepada Rasulullah s.a.w

Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah. Wanita usahawan itu berkata

Khadijah: “Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu!” (Suaranya ramah, bernada


dermawan. Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu harga dirinya)

Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi pasti.
Muhammad SAW: “Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bagianku dalam
rombongan niaga. Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi
anak saudaranya yang yatim piatu”

(Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh


ketakjuban)
Khadijah: “Oh, itukah….! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa-apa
bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan,”. “Tetapi biarlah, nanti saya
sendiri yang mencarikan calon isteri bagimu”.(Ia berhenti sejenak, meneliti).

Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandung isyarat


Khadijah: “Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan Arab.
Orangnya baik, kaya, diinginkan oleh banyak raja-raja dan pembesar-pembesar Arab dan
asing, tetapi ditolaknya. Kepadanyalah aku hendak membawamu”.
khadijah (Khadijah tertunduk lalu melanjutkan): “Tetapi sayang, ada aibnya…! Dia
dahulu sudah pernah bersuami. Kalau engkau mau, maka dia akan menjadi pengkhidmat
dan pengabdi kepadamu”.

Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama terpaku


dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawapan, yang lainnya tak
tahu apa yang mau dijawab. Khadijah r.a tak dapat mengetahui apa yang terpendam di
hati pemuda Bani Hasyim itu, pemuda yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur).
Pemuda Al-Amiin itupun mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon yang
dimaksud oleh Khadijah r.a.

Rasulullah SAW minta izin untuk pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan. Ia
menceritakan kepada Pamannya.

Rasulullah SAW: “Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah r.a. Seolah-olah
dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu “anu dan anu….” Ia mengulangi apa
yang dikatakan oleh perempuan kaya itu.

‘Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang cepat naik darah
kalau pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani Hasyim. Katanya:
“Muhammad, kalau benar demikian, aku akan mendatanginya”.

‘Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya: “Khadijah, kalau kamu
mempunyai harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan
kebangsawanan. Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad?”

Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata-katanya itu akan
dianggap penghinaan. Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan hati ‘Atiqah:

Khadijah : “Siapakah yang sanggup menghina keturunanmu dan sukumu? Terus terang
saja kukatakan kepadamu bahwa dirikulah yang kumaksudkan kepada Muhammad
SAW. Kalau ia mau, aku bersedia menikah dengannya; kalau tidak,aku pun berjanji tak
akan bersuami hingga mati”.

Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat ‘Atiqah terdiam. Kedua wanita
bangsawan itu sama-sama cerah. Percakapan menjadi serius. “Tapi Khadijah, apakah
suara hatimu sudah diketahui oleh sepupumu Waraqah bin Naufal?” tanya ‘Atiqah sambil
meneruskan: “Kalau belum cobalah meminta persetujuannya.” “Ia belum tahu, tapi
katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan sederhana.
Jamuan minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah diadakan majlis lamaran”,
Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin Waraqah takkan
keberatan karena dialah yang menafsirkan mimpinya akan bersuamikan seorang Nabi
akhir zaman.

‘Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera
menyampaikan berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu Lahab,
Abbas dan Hamzah. Semua riang menyambut hasil pertemuan ‘Atiqah dengan Khadijah
“Itu bagus sekali”, kata Abu Thalib, “tapi kita harus bermusyawarah dengan Muhammad
SAW lebih dulu.”

Khadijah yang cantik

Sebelum diajak bermusyawarah, maka terlebih dahulu ia pun telah menerima seorang
perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang untuk menjalin hubungan
kekeluargaan. Utusan peribadi Khadijah itu bertanya:

Nafisah : “Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari isteri?”


Muhammad SAW menjawab: “Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada.”

Nafisah “Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu
engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu pula
denganmu, apakah engkau akan menolaknya?”

Rasulullah SAW: “Siapakah dia?” tanya Muhammad SAW.

Nafisah : “Khadijah!” Nafisah berterus terang. “Asalkan engkau bersedia, sempurnalah


segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!”

Usaha Nafisah berhasil. Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan langsung
menemui Khadijah r.a, menceritakan kesediaan Muhammad SAW. Setelah Muhammad
SAW menerimapemberitahuan dari saudara-saudaranya tentang hasil pertemuan dengan
Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan mendapatkan seorang janda yang usianya
lima belas tahun lebih tua daripadanya.

Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada Khadijah? Ia wanita bangsawan, cantik,
hartawan, budiman. Dan yang utama karena hatinya telah dibukakan Tuhan untuk
mencintainya, telah ditakdirkan akan dijodohkan dengannya. Kalau dikatakan janda,
biarlah! Ia memang janda umur empat puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh
ramping, berkulit putih dan bermata jeli. Maka diadakanlah majlis yang penuh keindahan
itu.

Hadir Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang sengaja
dijemput. Abu Thalib dengan resmi meminang Khadijah r.a kepada saudara sepupunya.
Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia meminta tempoh untuk berunding dengan
wanita yang berkenaan.

Pernikahan Muhammad dengan Khadijah

Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepada Waraqah: “Hai anak
sepupuku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat amanah,
memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula
pertalian kekeluargaannya luas”. “Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta”,
ujar Waraqah. “Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan
harta lelaki. Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya,” demikian
Khadijah r.a menyerahkan urusannya.

Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa dari pihak
keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal pernikahan kedua
mempelai. Lamaran diterima dengan persetujuan mas kawin lima ratus dirham. Abu
Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan “Ash-Shiddiq”, sahabat akrab Muhammad SAW.
sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang
melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara
adat istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang akan dinikahi adalah seorang
hartawan dan bangsawan pula.

Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada hari
Jum’at, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam. Bertindak
sebagai wali Khadijah r.a ialah pamannya bernama ‘Amir bin Asad.

Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu
Thalib sebagai berikut: “Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita
keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma’ad, dari keturunan
Mudhar. “Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya,
pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap
sesama manusia.
“Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang
dengan laki-laki manapun juga, niscaya ia lebih berat dari mereka sekalian. Walaupun ia
tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan
sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah
mengenalinya siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan
memberikan mas kawin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari
hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.

“Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa sesudah
ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta
pengalaman-pengalaman hebat. “Semoga Allah memberkati pernikahan ini”.
Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat meriah di rumah
mempelai perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu
sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam
marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para tamu
dan pengiring.

Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada suaminya
dengan ucapan: “Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta kekayaan ini baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-
rumah, barang-barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau
bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau redhai !”
Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud: “Dan Dia (Allah) mendapatimu
sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan”. (Adh-Dhuhaa:

Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu,
sehaluan, serasi dan secita-cita.

Dijamin Masuk Syurga

Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam tahun, yakni enam
belas tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh tahun sesudah masa kenabian. Ia
isteri tunggal, tak ada duanya, bercerai karena kematian. Tahun wafatnya disebut “Tahun
Kesedihan” (‘Aamul Huzni).

Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman kepada Rasulullah SAW. ketika wahyu
pertama turun dari langit. Tidak ada yang mendahuluinya. Ketika Rasulullah SAW
menceritakan pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu pertama yang disampaikan
Jibril ‘alaihissalam, dimana beliau merasa ketakutan dan menggigil menyaksikan bentuk
Jibril a.s dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti makna
peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata:

“Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang menguasai diri
Khadijah r.a, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh Allah bagi umat kita.
“Allah SWT tidak akan mengecewakanmu. Bukankah engkau orang yang senantiasa
berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan? Bukankah engkau selalu berkata
benar? Bukankah engkau senantiasa menyantuni anak yatim piatu, menghormati tamu
dan mengulurkan bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan dan musibah?”

Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam menegakkan kalimah
tauhid, serta selalu menghiburnya dalam duka derita yang dialaminya dari gangguan
kaumnya yang masih ingkar terhadap kebenaran agama Islam, menangkis segala serangan
caci maki yang dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan Quraisy. Layaklah
kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita
lain yaitu, menerima ucapan salam dari Allah SWT. yang disampaikan oleh malaikat
Jibril a.s kepada Rasulullah SAW. disertai salam dari Jibril a.s peribadi untuk
disampaikan kepada Khadijah radiallahu ‘anha serta dihiburnya dengan syurga.

Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan Nabi SAW kepadanya tanpa terbatas.
Nabi SAW pernah berkata: “Wanita yang utama dan yang pertama akan masuk Syurga
ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW., Maryam binti ‘Imran
dan Asyiah binti Muzaahim, isteri Fir’aun”.

Wanita Terbaik

Sanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW. terhadap peribadi Khadijah
r.a ialah: “Dia adalah seorang wanita yang terbaik, karena dia telah percaya dan beriman
kepadaku di saat orang lain masih dalam kebimbanga, dia telah membenarkan aku di saat
orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan semua harta bendanya ketika orang
lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan dia telah melahirkan bagiku beberapa
putera-puteri yang tidak ku dapatkan dari isteri-isteri yang lain”.

Putera-puteri Rasulullah SAW. dari Khadijah r.a sebanyak tujuh orang: tiga lelaki
(kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan empat wanita. Salah satu dari puterinya
bernama Fatimah, dinikahkan dengan Ali bin Abu Thalib, sama-sama sesuku Bani
Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan inilah yang dianggap sebagai keturunan
langsung dari Rasulullah SAW.

Perjuangan Khadijah

Tatkala Nabi SAW mengalami rintangan dan gangguan dari kaum lelaki Quraisy, maka di
sampingnya berdiri dua orang wanita. Kedua wanita itu berdiri di belakang da’wah
Islamiah, mendukung dan bekerja keras mengabdi kepada pemimpinnya, Muhammad
SAW : Khadijah bin Khuwailid dan Fatimah binti Asad. Oleh karena itu Khadijah berhak
menjadi wanita terbaik di dunia. Bagaimana tidak menjadi seperti itu, dia adalah Ummul
Mu’minin, sebaik-baik isteri dan teladan yang baik bagi mereka yang mengikuti
teladannya.

Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman bagi Nabi SAW sebelum beliau
diangkat menjadi Nabi dan membantunya ketika merenung di Gua Hira’. Khadijah
adalah wanita pertama yang beriman kepadanya ketika Nabi SAW berdoa (memohon)
kepada Tuhannya. Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang menolongnya dengan jiwa,
harta dan keluarga. Peri hidupnya harum, kehidupannya penuh dengan kebajikan dan
jiwanya sarat dengan kebaikan.

Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia
membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan dan dia menolongku dengan
hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa.”

Kenapa kita bersusah payah mencari teladan di sana-sini, padahal di hadapan kita ada
“wanita terbaik di dunia,” Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mu’minin yang setia dan
taat, yang bergaul secara baik dengan suami dan membantunya di waktu berkhalwat
sebelum diangkat menjadi Nabi dan meneguhkan serta membenarkannya.

Khadijah mendahului semua orang dalam beriman kepada risalahnya, dan membantu
beliau serta kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan keluarga. Maka Allah SWT membalas
jasanya terhadap agama dan Nabi-Nya dengan sebaik-baik balasan dan memberinya
kesenangan dan kenikmatan di dalam istananya, sebagaimana yang diceritakan Nabi
SAW, kepadanya pada masa hidupnya.

Ketika Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW, dia berkata :”Wahai, Rasulullah, inilah
Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman.
Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan aku, dan
beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara yang tiada
keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.” [HR. Bukhari dalam "Fadhaail
Ashhaabin Nabi SAW. Imam Adz-Dzahabi berkata:"Keshahihannya telah disepakati."]

Bukankah istana ini lebih baik daripada istana-istana di dunia, hai, orang-orang yang
terpedaya oleh dunia ? Sayidah Khadijah r.a. adalah wanita pertama yang bergabung
dengan rombongan orang Mu’min yang orang pertama yang beriman kepada Allah di
bumi sesudah Nabi SAW. Khadijah r.a. membawa panji bersama Rasulullah SAW sejak
saat pertama, berjihad dan bekerja keras. Dia habiskan kekayaannya dan memusuhi
kaumnya. Dia berdiri di belakang suami dan Nabinya hingga nafas terakhir, dan patut
menjadi teladan tertinggi bagi para wanita.

Betapa tidak, karena Khadijah r.a. adalah pendukung Nabi SAW sejak awal kenabian. Ar-
Ruuhul Amiin telah turun kepadanya pertama kali di sebuah gua di dalam gunung, lalu
menyuruhnya membaca ayat-ayat Kitab yang mulia, sesuai yang dikehendaki Allah SWT.
Kemudian dia menampakkan diri di jalannya, antara langit dan bumi. Dia tidak menoleh
ke kanan maupun ke kiri sehingga Nabi SAW melihatnya, lalu dia berhenti, tidak maju
dan tidak mundur. Semua itu terjadi ketika Nabi SAW berada di antara jalan-jalan
gunung dalam keadaan kesepian, tiada penghibur, teman, pembantu maupun penolong.

Nabi SAW tetap dalam sikap yang demikian itu hingga malaikat meninggalkannya.
Kemudian, beliau pergi kepada Khadijah dalam keadaan takut akibat yang didengar dan
dilihatnya. Ketika melihatnya, Khadijah berkata :”Dari mana engkau, wahai, Abal
Qasim ? Demi Allah, aku telah mengirim beberapa utusan untuk mencarimu hingga
mereka tiba di Mekkah, kemudian kembali kepadaku.” Maka Rasulullah SAW
menceritakan kisahnya kepada Khadijah r.a.

Khadijah r.a. berkata :”Gembiralah dan teguhlah, wahai, putera pamanku. Demi Allah
yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi umat ini.” Nabi
SAW tidak mendapatkan darinya, kecuali pe neguhan bagi hatinya, penggembiraan bagi
dirinya dan dukungan bagi urusannya. Nabi SAW tidak pernah mendapatkan darinya
sesuatu yang menyedihkan, baik berupa penolakan, pendustaan, ejekan terhadapnya atau
penghindaran darinya. Akan tetapi Khadijah melapangkan dadanya, melenyapkan
kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan urusannya. Demikian hendaknya wanita
ideal.

Itulah dia, Khadijah r.a., yang Allah SWT telah mengirim salam kepadanya. Maka
turunlah Jibril A.S. menyampaikan salam itu kepada Rasul SAW seraya berkata
kepadanya :”Sampaikan kepada Khadijah salam dari Tuhannya. Kemudian Rasulullah
SAW bersabda :”Wahai Khadijah, ini Jibril menyampaikan salam kepadamu dari
Tuhanmu.” Maka Khadijah r.a. menjawab :”Allah yang menurunkan salam
(kesejahteraan), dari-Nya berasal salam (kesejahteraan), dan kepada Jibril semoga
diberikan salam (kesejahteraan).”

Sesungguhnya ia adalah kedudukan yang tidak diperoleh seorang pun di antara para
shahabat yang terdahulu dan pertama masuk Islam serta khulafaur rasyidin. Hal itu
disebabkan sikap Khadijah r.a. pada saat pertama lebih agung dan lebih besar daripada
semua sikap yang mendukung da’wah itu sesudahnya. Sesungguhnya Khadijah r.a.
merupakan nikmat Allah yang besar bagi Rasulullah SAW. Khadijah mendampingi Nabi
SAW selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah,
menolongnya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam menyampaikan risalahnya,
ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad dan menolong- nya dengan
jiwa dan hartanya.

Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang


mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia
memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah
mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia.” [HR.
Imam Ahmad dalam "Musnad"-nya, 6/118]

Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :”Jibril datang
kepada Nabi SAW, lalu berkata :”Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa
sebuah wadah berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu,
sampaikan kepadanya salam dari Tuhan-nya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah
rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada
kepayahan.” [Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi SAW dengan Khadijah dan
Keutamaannya, 1/539]

Sep 16, '07 1:06 AM


Nasab Kelahiran dan Penyusuan Nabi Muhammad SAW.
for everyone

Category: Other
[Disalin dari buku Sirah Nabawiyah karangan Dr. Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy, alih
bahasa (penerjemah): Aunur Rafiq Shaleh, terbitan Robbani Press.]
Bagian Kedua: Sejak Kelahiran Hingga Kenabian

Nasab Kelahiran dan Penyusuan Nabi

Nasabnya ialah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib ( namanya Syaibatu al-Hamid)
bin Hisyam bin Abdi Manaf ( namanya al-Mughirah) bin Quraisy (namanya Zaid) bin Kilab bin
Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nazar bin
Mu’iddu bin Adnan.

Itulah nasab Rasulullah saw yang telah disepakati. Selebihnya dari yang telah disebutkan di atas
masih diperselisihkan. Tetapi hal yang sudah tidak diperselisihkan lagi ialah, bahwa Adnan
termasuk anak Isma’il, Nabi Allah,
bin Ibrahim, kekasih Allah. Dan bahwa Allah telah memilihnya (Nabi saw) dari
kabilah yang paling bersih, keturunan yang paling suci dan utama. Tak
sedikitpun dari karat-karat jahiliyah yang menyusup ke dalam nasabnya.

Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Rasulullah saw, beliau bersabda :


"Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari anak Isma’il dan memilih
Quraisy dari Kinanah, kemudian memilih Hasyim dari Quraisy dan memilihku
dari Bani Hasyim."

Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tahun gajah, yakni tahun dimana Abraham
al-Asyram berusaha menyerang Mekkah dan menghancurkan Ka’bah. Lalu Allah
menggagalkan dengan mu’jizat yang mengagumkan, sebagaimana diceritakan di
dalam al-Qur’an. Menurut riwayt yang paling kuat jatuh pada hari senin malam
12 Rabi’ulawal.

Ia dilahirkan dalam keadaan yatim. Bapaknya Abdullah meninggal ketika ibunya


mengandungnya dua bulan. Lalu ia diasuh oleh kakeknya Abdul Muththalib, dan
disusukannya sebagaimana tradisi Arab waktu itu kepada seorang wanita Bani
Sa’d bin Bakar, bernama Halimah binti Dzu’aib.

Para perawi Sirah telah sepakat bahwa pedalaman Bani Sa’d pada waktu itu
sedang mengalami musim kemarau yang menyebabkan keringnya ladang peternakan dan
pertanian. Tidak lama setelah Muhammad berada di rumah Halimah, tinggal di kamarnya dan
menyusu darinya, menghijaulah kembali tanaman-tanaman di sekitar rumahnya, sehingga
kambing-kambingnya pulang kandang dengan perut kenyang dan sarat air susu.

Selama keberadaan Nabi saw dipedalaman Bani Sa’d terjadilah peristiwa


pembelahan dada sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim kemudian ia
dikembalikan kepada ibunya setelah genap berumur lima tahun.

Ketika sudah berumur enam tahun, ibunya Aminah meninggal dunia. Kemudian
berada dalam asuhan kakeknya, Abdul Muththalib. Tetapi setelah genap berusia
delapan tahun, ia ditinggal oleh kakeknya. Setelah itu dia diasuh oleh
pamannya Abu Thalib.

Beberapa Ibrah :

Dari bagian Sirah Nabi saw di atas dapat diambil beberapa prisip dan pelajaran yang penting
antara lain :

1.Di dalam nasab Nabi saw yang mulia tersebut terdapat beberapa dalil yang
jelas, bahwa Allah mengutamakan bangsa Arab dari semua manusia, dan
mengutamakan Quraisy dari semua kabilah yang lain. Hal ini dengan jelas
dapat kita baca pula di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim. Juga
terdapat hadits-hadits lain yang semakna, di antaranya hadits yang
diriwayatkan oleh Tirmidzi, bahwa nabi Muhammad saw pernah berdiri di atas
mimbar kemudian bersabda : "Siapakah aku ? Para sahabat menjawab,“Engkau
adalah Rasul Allah, semoga keselamatan atasmu." Nabi saw bersabda : "Aku
adalah Muhammad bin Adullah bin Abdul Muththalib. Sesungguhnya Allah
menciptakan makhluk (manusia) kemudian Dia menjadikan mereka dua kelompok, lalu
menjadikan aku di dalam kelompok yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa
kabilah, dan menjadikan aku di dalam kabilah yang terbaik, kemudian Dia menjadikan mereka
beberapa rumah, dan menjadikan aku di dalam rumah yang terbaik dan paling baik jiwanya.“

Ketahuilah , bahwa di antara konsekuensi mencintai Rasulullah saw ialah


mencintai kaum dan kabilah di mana Rasulullah saw lahir, bukan dari segi
individu dan jenis, tetapi dari segi hakekat semata. Ini karena hakekat Arab
Quraisy telah mendapatkan kehormatan dengan bernasabkan Rasulullah saw
kepada kabilah tersebut.

Hal ini tidaklah bertentangan dengan adanya orang-orang Arab atau Quraisy
yang menyimpnag dari jalan Allah, dan merosot tingkat kehormatan Islamnya.
Karena penyimpangan atau kemerosotan ini secara otomatis akan memutuskan dan
menghapuskan kaitan nisbat antara mereka dan Rasulullah saw.

2. Bukan suatu kebetulan jika Rasulullah saw dilahirkan dalam keadaan yatim,
kemudian tidak lama kehilangan kakeknya juga, sehingga pertumbuhan pertama
kehidupannya jauh dari asuhan bapak dan tidak mendapat kasih sayang dari
ibunya.

Allah telah memilihkan pertumbuhan ini untuk Nabi-Nya karena beberapa


hikmah. Di antaranya agar musuh Islam tidak mendapatkan jalan untuk
memasukkan keraguan ke dalam hati, atau menuduh bahwa Muhammad saw telah mereguk susu
dakwah dan risalahnya semenjak kecilnya, dengan bimbingan dan arahan bapak dan kakeknya.
Sebab kakek Abdul Muththalib adalah seorang tokoh di antara kaumnya. Kepadanyalah
tanggung jawab memberikan jamuan makan dan minum para hujjaj diserahkan. Adalah wajar
bila seorang kakek atau bapak membimbing dan mengarahkan cucu atau anaknya kepada
warisan yang dimilikinya.
Hikmah Allah telah menghendaki agar musuh-musuh Islam tidak menemukan jalan kepada
keraguan seperti itu, sehingga Rasul-Nya tumbuh dan berkembang jauh dari tarbiyah (asuhan)
bapak, ibu, dan kakeknya. Bahkan masa kanak-kanaknya yang pertama, sesuai dengan kehendak
Allah swt, harus dijalani di pedalaman

Bani Sa’d jauhd ari seluruh keluarganya. Ketika kakeknya meninggal, ia


berpindah kepada asuhan pamannya, Abu Thalib, yang hidup sampai tiga tahun
sebelum hijrah. Sampai akhir kehidupannya, pamannya tidak pernah menyatakan dirinya masuk
Islam. Ini juga termasuk hikmah lain, agar tidak muncul tuduhan bahwa pamannya memiliki
saham, di dalam dakwahnya, dan bahwa persoalannya adalah persoalan kabilah, keluarga
kepemimpinan dan kedudukan.

Demikianlah Allah menghendaki agar Rasulullah saw tmbuh sebagai yatim, dipelihara oleh
inayah Allah semata, jauh dari tangan-tangan yang memanjakannya, dan harta yang akan
membuatnya hidup dalam kemegahan, agar jiwanya tidak cenderung kepada kemewahan dan
kedudukan. Bahkan agar tidak terpengaruh oleh arti kepemimpinan dan ketokohan yang
mengintainya, sehingga orang-orang akan mencampur-adukkan kesucian nubuwah dengan
kemegahan dunia, dan agar orang-orang tidak menuduhkan telah mendakwahkan nubuwwah
demi mencapai kemegahan dunia.

3. Para perawi Sirah nabawiyah telah sepakat bahwa ladang-ladang Halimah as-Sa’diyah
kembali menghijau setelah sebelumnya mengalami kekeringan. Bahkan kantong susu untanya
ynag sudah tua dan telah berhenti meneteskan air susu, kembali memproduksi air susu lagi.
Kejadian ini menunjukkan ketinggian derajat dan martabat Rasulullah saw di sisi Allah swt.
Bahkan semenjak kecilnya, di antara bentuk kemuliaan Allah kepadanya yang paling menonjol
adalah pemuliaan Allah kepada rumah Halimah as-Sa’diyah lantaran keberadaannya dan
penyusuannya di rumah itu. Hal ini tidak aneh, sebab syariat Islam juga mengajarkan kepada kita
agar, pada waktu terjadi kemarau, meminta hujan (kepada Allah) dengan parantaraan orang-
orang shaleh dan keluarga rumah Rasulullah saw karena mengharapkan terkabulnya do’a kita.

Kehadiran dan keberadaan Rasulullah saw di tempat ini menjadi sebab utama bagi datangnya
berkah dan pemuliaan Ilahi. Ini karena Rasulullah saw
merupakan rahmat bagi manusia, sebagaimana ditegaskan oleh Allah di dalam
firmannya : "Dan kami tidak mengutus kamu kecuali sebagai rahmat bagi
segenap alam."

4. Peristiwa pembelahan dada yang dialami oleh Rasulullah saw ketika berada di pedalaman
Bani Sa’d dianggap sebagai salah satu pertanda kenabian dan isyarat pemilihan Allah kepadanya
untuk suatu perkara besar dan mulia.

Peristiwa ini telah diriwayatkan dengan beberapa riwayat yang shahih, dan dari banyak sahabat.
Di antaranya adalah Anas bin Malik dalam suatu riwayatnya yang dikeluarkan oleh Muslim :
Bahwa Rasulullah saw didatangi oleh Jibril ketika beliau sedang bermain-main dengan anak-
anak sebayanya.

Kemudian Jibril mengambilnya dan menelentangkannya. Lalu Jibril membelah


hati (dada)-nya dan mengeluarkannya. Kemudian (Jibril) mengeluarkan suatu
gumpalan (‘alaqah) darinya, lantas berkata.“Ini adalah bagian setan yang ada
padamu.“ Kemudian (Jibril) mencucinya di dalam bejana emas dengan air
zam-zam, lalu mengembalikannya ke tampatnya semula. Melihat peristiwa ini
anak-anak yang sedang bermain dengannya lari menuju ibu susunya secara
berseru,"Muhammad telah dibunuh" Maka mereka mendatangi dengan penuh cemas.

Tujuan peristiwa ini Wallahu A’lam, bukan untuk mencabut kelenjar kejahatan di dalam jasab
Rasulullah saw sebab jika kejahatan itu sumbernya terletak pada kelenjar yang ada di dalam
jasad, atau pada gumpalan yang ada pada salah satu bagiannya, niscaya orang jahat bisa menjadi
baik bila melakukan operasi bedah. Tetapi nampaknya tujuannya dari peristiwa itu adalah
sebagai pengumumam terhadap suatu perkara Rasulullah saw, persiapan untuk mendapatkan
pemeliharaan (‘ishmah) dan wahyu semenjak kecilnya dengan sarana-sarana material. Ini agar
manusia lebih mudah mengimani Rasulullah saw dan membenarkan risalahnya. Dengan
demikian peristiwa tersebut merupakan
"operasi pembersihan spiritual" tetapi melalui proses fisik empirik sebagai
pengumumam ilahi kepada manusia.

Apapun hikmahnya peristiwa tersebut kita tidak boleh, karena keshahihan riwayatnya, berusaha
mencari jalan keluar untuk mengeluarkan hadits tersebut dari makna hakiki dan lahiriah dengan
takwil-takwil yang jauh dan dibuat-buat. Hanya orang yang lemah iman saja yang akan
melakukannya.

Kita harus mengetahui kriteria penerimaan kita terhadap suatu khabar (hadits) adalah kebenaran
dan keshahihan riwayat, bila telah terbukti keshahihannya, maka tidak ada pilihan lain kecuali
harus menerimanya dengan jelas secara bulat. Selanjutnya kriteria kita untuk memahaminya
adalah penunjukkan (dalalah) bahasa dan hukumnya. Dalam pada itu asal setiap perkataan adalah
hakekat. Seandainya boleh bagi setiap pembaa dan pembahas untuk memalingkan setiap
perkataan dari hakikatnya kepada berbagai dalalah majaziyah (penunjukkan di luar arti hakekkat)
niscaya ia akan memilih dengan seenaknya arti yang disukainya, di samping akan
menghilangkan nilai bahasa dan penunjukkannya. Akibatnya terjadilah berbagai pemahaman
yang membingungkan orang.

Kemudian mengapa kita harus mencari takwil dan berusaha mengingkari hakekat?
Sesungguhnya sikap ini hanya akan dilakukan oleh orang yang imannya kepada Allah dan
keyakinannya kepada kenabian Muhammad saw sangat lemah. Jika tidak, betapa mudahnya
meyakini setiap riwayat yang shahih, baik diketahui hikmahnya atau tidak.

Menyusuri Jejak Pernikahan Nabi dengan Khadijjah


Posted on 17/07/2008 by Arman

Putra Mekkah yang sejak kecil bergelar Al-Amin dan sekaligus menyandang predikat Rasul
Allah serta Khatamun Nabiyyin, Muhammad Saw sebelum mencapai usia 25 tahun telah menjadi
seorang saudagar kafilah terbesar di Tanah Arab. Pada usianya yang ke-25 tahun, Muhammad
menikah dengan seorang wanita saudagar terhormat dan merupakan orang terkaya waktu itu
diantara penduduk Mekkah, namanya Siti Khadijjah binti Khuwailid Bin Abdul Uzza Bin Qushai
ditahun 596 M.

Riwayat populer dimasyarakat menyebutkan bahwa Muhammad menikah dengan Khadijjah


antara umur 23 sampai 25 tahun dan Khadijjah sendiri berumur 40 tahun. Dari istrinya ini Rasul
memiliki dua orang anak laki-laki yaitu Qasim dan Abdullah at-Tahir, keduanya meninggal
sewaktu kecil, selain itu Nabi juga memperoleh empat orang anak perempuan yaitu Zainab,
Ummu Kalsum, Ruqayyah dan Fatimah. Karena itu juga maka Khadijjah digelari “Al-Wadud Al-
Walud” yang berarti wanita sejati dan punya banyak anak. Dari ilmu biologi kita ketahui bahwa
usia 40 tahun bagi seorang wanita merupakan masa-masa berhentinya menstruasi alias
menopause atau mendekatinya. Dimana Menopause adalah suatu masa transisi dari usia
reproduktif menjadi usia lanjut. Masa ini ditandai dengan terhentinya haid karena hormon
estrogen sudah tidak berproduksi lagi. Lalu bagaimana mungkin seorang Khadijjah dalam
usianya yang 40 tahun itu dapat melahirkan 6 orang anak dalam jarak yang cukup berjauhan ?
Benarkah usia beliau saat menikah dengan Rasul adalah 40 tahun ?

Penulis sejarah kontroversial bernama Ibnu Ishaq (Lihat


http://www.scribd.com/doc/221338/Sirat-Rasoul-Allah), dalam hal ini justru meriwayatkan bila
usia Khadijjah ketika itu bukan 40 tahun melainkan 28 tahun. Memang tidak ada riwayat yang
benar-benar shahih sekaitan usia Khadijjah ketika menikah dengan Nabi, akan tetapi dengan
sedikit berpikir terbuka tentang jumlah anak yang dilahirkan beliau, maka kita akan mudah
menilai bila riwayat populer menyangkut usia Khadijjah 40 tahun perlu dipertanyakan !
Bagaimanapun usia 28 tahun lebih masuk akal dan bisa diterima secara wajar. Setiap wanita
memang memiliki usia menopause yang berbeda-beda. Ada yang terlalu awal dan ada pula yang
terlambat. Dikatakan awal bila menopause sudah muncul pada rentang usia 20-40 tahun. Usia
menopause terlambat biasanya terjadi di atas usia 51 tahun. (Lihat : Pusat Data & Informasi
PERSI, http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=966&tbl=biaswanita)

Belum lagi adanya resiko untuk mendapat anak yang cacat lebih tinggi sekitar 4 kali lipat bila
hamil pada usia 40 tahunan yang sampai saat ini belum dapat dilakukan pencegahannya (Lihat :
Kumpulan Konsultasi kesehatan, http://konsultasikesehatan.epajak.org/kehamilan/sudah-
menopause-bisa-hamil-25)

Kalaupun kita mau mengambil persamaan dengan cerita Nabi Ibrahim atau Nabi Zakariya yang
bisa mendapatkan keturunan diusia senja mereka (khususnya dalam kasus Nabi Ibrahim dimana
istrinya yang bernama Sarah saat itu sudah sangat tua) juga tidaklah tepat. Hal tersebut karena
baik dalam kelahiran Ishaq bagi Ibrahim atau kelahiran Yahya bagi Zakariya hanya terjadi satu
kali (sesudah Ishaq atau Yahya lahir istri Ibrahim maupun istri Zakariya tidak lagi melahirkan
anak yang lain), sementara dalam kejadian Khadijjah dan Nabi Muhammad peristiwa kelahiran
telah disebutkan sampai enam kali (sesuai jumlah anak-anak mereka).
Putri Nabi Muhammad yang tertua dari pernikahannya dengan Khadijjah, bernama Zainab
menikah dengan Abul ‘Ash Bin At Rabi’ Bin Abdi Syams, ibu dari Abul ‘Ash ini adalah saudara
perempuan dari Khadijjah dan dari perkawinannya itu Zainab mendapatkan dua orang anak,
yang perempuan bernama Umamah dan yang laki-laki bernama Ali. Ketika ayahnya,
Muhammad, diangkat menjadi Nabi dan Rasul, Zainab pun mengajak suaminya itu untuk ikut
memeluk Islam, tapi ditolak olehnya, sementara Zainab sendiri telah beriman mengikuti sang
ayah dan terpaksa berpisah dengan suaminya itu. Ketika terjadi peperangan Badar, 17 Ramadhan
tahun 2 atau 13 Maret 624 Masehi. Abul ‘Ash bersama-sama kaum Musyrikin Mekkah
mengangkat pedang, mengobarkan perlawanan terhadap Nabi Muhammad Saw dan umat Islam.
Namun tidak lama setelah itu, Abul ‘Ash memeluk Islam hingga akhir hayatnya pada masa
pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan kembali melangsungkan pernikahannya dengan Zainab
secara Islam. Putri Muhammad yang kedua yaitu Ruqayah menikah dengan ‘Utbah Bin Abu
Lahab, begitu pula dengan putrinya ketiga, Ummu Kalsum, menikah dengan ‘Utaibah Bin Abu
Lahab, saudara ‘Utbah hanya selang beberapa waktu sebelum Muhammad mendapat wahyu.
Kelak dikemudian hari, dimana Muhammad telah diangkat menjadi Nabi dan Rasul serta
bertugas menyampaikan dakwahnya kepada manusia, kedua putrinya ini bercerai dengan
masing-masing putra Abu Lahab itu dan menikah dengan Usman Bin Affan yang didahului oleh
Ruqayah, meninggal setelah peperangan Badar usai, dan digantikan oleh Ummu Kalsum, putri
Nabi yang ketiga, sehingga karenanya Usman Bin Affan digelari “Zun Nuraini”, yaitu yang
memiliki dua cahaya. Fatimah sendiri waktu itu masih kecil dan belum menikah. Ia dilahirkan
pada tahun 606 M atau tahun ke-10 perkawinan Nabi dengan Khadijjah. Dia ikut merasakan
pahit getirnya dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh ayahnya, ia menyaksikan sejak awal
betapa duka derita yang dialami oleh Nabi Muhammad. Fatimah juga yang pergi kemasjid untuk
membersihkan kotoran-kotoran hewan yang dicampakkan oleh orang-orang kafir kepada Nabi,
dan ia juga yang membersihkan darah yang mengalir dari wajah ayahnya ketika terluka dalam
perang Uhud yang juga menewaskan paman Nabi, Hamzah Bin Abdul Muthalib ditangan
Wahsyi dan Hindun dari dinasti Umayyah. Selain daripada itu, Muhammad juga mengambil
seorang anak angkat laki-laki bernama Zaid Bin Haritsah, seorang anak dari Bani Al-Kalby yang
dijual oleh sekawanan perampok kepasar Ukazd dan dibeli oleh Khadijjah untuk menjadi hamba
sahayanya namun dibebaskan oleh Muhammad dan diangkat sebagai seorang anak.

Pada tahun 616 hingga 617 Masehi telah terjadi pemboikotan terhadap Nabi Muhammad dan
kaum Muslimin semuanya termasuk keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Segala
perhubungan putus sama sekali, dan pihak Quraisy mengancam keras terhadap siapa-siapa yang
berani melakukan hubungan dengan mereka. Akibat pemboikotan itu, Nabi dan kaum Muslimin
beserta keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib, yaitu dua keluarga yang masih ada hubungan
darah dengan Rasulullah dan selama ini menjadi pembela Nabi, terpaksa menyingkir, mencari
perlindungan di Syi’ib, suatu tempat perbukitan diluar kota. Pada bulan Desember 619 M, tidak
lama setelah pemboikotan dihapuskan, istri Rasulullah Saw yang terkasih, Khadijjah meninggal
dunia, kembali kerahmatullah dalam keadaan beriman. Khadijjah, merupakan orang yang paling
dekat dengan Nabi, karena tidak saja ia sebagai seorang istri, tetapi pendamping setia Rasulullah
dalam suka dan duka. Masa mudanya ia habiskan dalam membina karir perdagangannya.
Namun kemudian ia mempersembahkan semua yang dimilikinya untuk perjuangan suaminya
-menegakkan ajaran Islam. Selama bertahun-tahun Khadijjah mendampingi Muhammad SAW,
membina keluarga yang penuh ketentraman dan kebahagiaan. Ketika Rasulullah Saw mendapat
tugas yang berat -mengemban risalah Ilahiah- Khadijjah meneguhkan hatinya dan menambah
kepercayaan dirinya.

Ketika Nabi didustakan kaumnya, Khadijjah meyakininya dengan tulus.

Khadijjah adalah orang yang pertama percaya akan kenabian Muhammad sekaligus wanita
pertama yang memeluk Islam. Ketika masyarakatnya menyembah berhala, dibelakang Khatamul
Anbiya, dia bersujud menyembah Allah Yang Maha Esa. Pada waktu orang-orang Quraisy
mengucilkan keluarga Rasulullah dipadang yang gersang, Khadijjah meninggalkan rumahnya
yang megah. Dia tidur dalam kemah yang sederhana. Setiap hari dia bekerja keras membagikan
makanan yang sedikit kepada para pengikut Rasulullah Saw, tidak jarang dia dan suaminya tidak
kebagian makanan. Lebih jauh lagi, Khadijjah adalah ibu dari anak-anaknya yang penuh kasih
dan sayang.

“Khadijjah beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika
orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak
memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari
selain dia.” (HR. Ahmad)

Imam Muslim sedikitnya meriwayatkan dari tiga berita dari ‘Aisyah sehubungan dengan
keutamaan Khadijjah :

“Saya tidak merasa cemburu terhadap perempuan (manapun) sebagaimana cemburu saya kepada
Khadijjah. Sesungguhnya dia telah meninggal dunia tiga tahun sebelum Nabi menikaho saya,
disebabkan saya mendengar beliau biasa menyebutnya. Sesungguhnya Tuhan telah menyuruh
beliau menyampaikan berita gembira kepada Khadijjah, memperoleh rumah yang terbuat dari
bambu didalam surga. Sesungguhnya beliau pernah menyembelih kambing, kemudian
dihadiahkan kepada teman-teman Khadijjah.”

“Saya tiada cemburu kepada istri-istri Nabi SAW melainkan kepada Khadijjah, sedang saya
tidak menemuinya. Pernah Rasulullah SAW menyembelih kambing, beliau mengatakan :
“Kirimkanlah itu kepada teman-teman Khadijjah!”. Pada suatu hari saya marah kepada beliau
lalu mengucapkan “Khadijjah ?” Beliau menjawab : “Sesungguhnya aku telah dikaruniai
mencintainya”

“Saya tidak cemburu kepada Nabi SAW berkenaan istri beliau serupa cemburu saya kepada
Khadijjah, karena beliau seringkali menyebutnya. Sementara saya belum pernah melihatnya
sekalipun.”

Dihadis lainnya, Imam Muslim juga meriwayatkan sebagai berikut :

Dari Abdullah bin Ja’far r.a katanya : Saya mendengar Ali mengucapkan di Kufah katanya :
Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Perempuan dunia yang paling baik ialah Maryam
binti Imran dan perempuan dunia yang paling baik ialah Khadijjah binti Khuwailid.”
“Allah tidak memberi kepadaku pengganti isteri yang lebih baik dari dia (Khadijah). Ia beriman
dikala semua orang mengingkari kenabianku. Ia membenarkan kenabianku di kala semua orang
mendustakan diriku. Ia menyantuni diriku dengan hartanya dikala semua orang tidak mau
menolongku. Melalui dia Allah menganugerahi anak kepadaku, tidak dari isteri yang lain.” (HR.
Ibn Abdil Barr)

SEJARAH RINGKAS

a. Kota Mekah. (sambungan)

Mengenai keagamaan, sejak Qushai berhasil menggulingkan kekuasaan orang-orang


Khuza'ah, dialah yang memegang pimpinan agama. Bangsa Arab mengakui bahwa hak
pemeliharaan atas Ka’abah dalam kota Mekah itu hanya pada keturunan Nabi lsmail as.
Kerana itu tindakan Qushai mengambil alih kekuasaan atas Ka’abah dari orang-orang
Khuza’ah segera dibenarkan dan (diakui oleh bangsa-bangsa Arab, kerana Qushai adalah
keturunan Nabi lsmail as. Dengan demikian hanya dialah yang berhak menjaga, membuka
dan menutup pintu Ka'abah serta memimpin upacara keagamaan di rumah suci itu.
Setelah Qushai meninggal, pimpinan dilanjutkan oleh keturunannya.

b. Kelahiran Nabi Muhammad saw.

1) di kala umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke
dunia dari keluarga yang sederhana, di kota Mekah, seorang bayi yang kelak membawa
perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia. Bayi itu yatim, bapaknya yang bernama
Abdullah meninggal 7 bulan sebelum dia lahir. Kehadiran bayi itu disambut oleh datuknya
Abdul Muththalib dengan penuh kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawanya ke kaki
Ka'abah. Di tempat suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad, suatu nama yang belum
pernah ada sebelumnya. Menurut penanggalan para ahli, kelahiran Muhammad itu pada
tanggal 12 Rabiulawal tahun Gajah atau tanggal 20 April tahun 571 M.

Adapun sebab dinamakan tahun kelahiran Nabi itu dengan tahun Gajah, kerana pada
tahun itu, kota Mekah diserang oleh suatu pasukan tentera orang Nasrani yang kuat di
bawah pimpinan Abrahah, gabenor dari kerajaan Nasrani Abessinia yang memerintah di
Yaman, dan mereka bermaksud menghancurkan Ka'abah. Pada waktu itu Abrahah
berkenderaan gajah. Belum lagi maksud mereka tercapai, mereka sudah dihancurkan oleh
Allah s.w.t. dengan mengirimkan burung ababil. Oleh kerana pasukan itu
mempergunakan gajah, rnaka orang Arab menamakan bala tentera itu pasukan bergajah,
sedang tahun terjadinya peristiwa ini disebut Tahun Gajah.

Nabi Muhammad saw. adalah keturunan dari Qushai pahlawan suku Quraisy yang
berhasil menggulingkan kekuasaan Khuza’ah atas kota Mekah. Ayahnya bernama
Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hashim bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin
Murr’ah dari golongan Arab Bani IsmaiL Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin
Abdul Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah, di sinilah silsilah keturunan ayah dan ibu
Nabi Muhammad saw. bertemu. Baik keluarga dari pihak bapak maupun dari ibu
keduanya termasuk golongan bangsawan dan terhormat dalam kalangan kabilah-kabilah
Arab.

Sudah menjadi kebiasaan pada orang-orang Arab kota Mekah, terutama pada orang-
orang yang tergolong bangsawan, menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada
wanita badiyah (dusun di padang pasir) agar bayi-bayi itu dapat menghirup hawa yang
bersih, terhindar dari penyakit-penyakit kota dan supaya bayi-bayi itu dapat berbicara
dengan bahasa yang murni dan fasih. Demikianlah halnya Nabi Muhammad s.a.w. beliau
diserahkan oleh ibunya kepada seorang perempuan yang baik, Halimah Sa’diyah dari
Bani Sa’ad kabilah Hawazin, tempatnya tidak jauh dari kota Mekah. Di perkampungan
Bani Sa’ad inilah Nabi Muhammad s.a.w. diasuh dan dibesarkan sampai berusia lima
tahun.

c. Kematian Ibu dan datuk

Sesudah berusia lima tahun, Muhammad s.a.w. dihantarkannya ke Mekah kembali kepada
ibunya, Situ Aminah. Setahun kemudian, iaitu sesudah ia berusia kira-kira enam tahun,
beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah, bersama-sama dengan Ummu Aiman, sahaya
peninggalan ayahnya. Maksud membawa Nabi ke Madinah, pertama untuk
memperkenalkannya kepada keluarga neneknya Bani Najjar dan kedua untuk menziarahi
makam ayahnya. Maka di situ diperlihatkan kepadanya rumah tempat ayahnya dirawat di
waktu sakit sampai meninggal, dan pusara tempat ayahnya dimakamkan. Agaknya
mengharukan juga cerita Aminah kepada anaknya tentang ayahnya itu; demlkian
terharunya, sehingga sampai sesudah ia diangkat menjadi Rasul dan sesudah Ia berhijrah
ke Madinah, peristiwa itu sering disebut-sebutnya.

Mereka tinggal di situ kira-kira satu bulan, kemudian pulang kembali ke Mekah. Dalam
perjalanan mereka pulang, pada suatu tempat, Abwa’ namanya tiba-tiba Aminah jatuh
sakit sehingga meninggal dan dimakamkan di situ juga. (Abwa’ ialah nama sebuah desa
yang terletak antara Madinah dan Juhfah, kira-kira sejauh 23 mil di sebelah selatan kota
Madinah).

Dapatlah dibayangkan betapa sedih dan bingungnya Muhammad saw. menghadapi


bencana kemalangan atas kematian ibunya itu. Baru beberapa hari saja ia mendengar
cerita ibunya atas kematian ayahnya yang telah meninggalkannya ketika Muhammad saw.
dalam kandungan. Sekarang ibunya telah meninggal pula di hadapan matanya sendiri,
sehingga ia sudah tinggal sebatang kara, menjadi seorang yatim-piatu, tiada berayah dan
tiada beribu.

Setelah selesai pemakaman ibundanya, Nabi Muhammad s.a.w segera meninggalkan


kampung Abwa’ kembali ke Mekah dan tinggal bersama-sama dengan datuknya Abdul
Muththalib.
Di sinilah Nabi Muhammad sa.w. diasuh sendiri oleh datuknya dengan penuh kecintaan.
Usia Abdul Muththalib pada waktu itu mendekati 80 tahun. Dia adalah seorang pemuka
Quraisy yang disegani dan dihormati oleh segenap kaum Quraisy pada umumnya, dan
penduduk kota Mekah pada khususnya. Demikian penghormatan bagi kedudukannya
yang tinggi dan mulia itu, sampai anak-anaknya sendiri tidak ada yang berani mendahului
menduduki tikar yang disediakan khusus baginya di sisi Ka’abah.

Disebabkan kasih sayang datuknya, Abdul Muththalib, Muhammad s.a.w. dapat hiburan
dan dapat melupakan kemalangan nasibnya kerana kematian ibunya. Tetapi, keadaan ini
tidak lama berjalan, sebab baru saja berselang dua tahun ia merasa terhibur di bawah
asuhan datuknya, orang tua yang baik hati itu meninggal pula, dalam usia delapan puluh
tahun. Muhammad sa.w. ketika itu baru berusia delapan tahun.

Meninggalnya Abdul Muththaiib itu, bukan saja merupakan kemalangsn besar bagi
Muhammad saw. tetapi juga merupakan kemalangan dan kerugian bagi segenap
penduduk Mekah. Dengan meninggalnya Abdul Muththalib itu, penduduk Mekah
kehilangan seorang pembesar dan pemimpin yang cerdas, bijaksana, berani dan perwira
yang tidak mudah mencari gantinya.

Sesuai dengan wasiat Abdul Muththalib, maka Nabi Muhammad saw. diasuh oleh pak
ciknya Abu Thalib. Kesungguhan dia mengasuh Nabi serta kasih sayang yang dicurahkan
kepada anak saudaranya ini tidaklah kurang dari apa yang diberikannya kepada anaknya
sendiri. Selama dalam asuhan datuk dan pak ciknya, Nabi Muhammad menunjukkan
sikap yang terpuji dan selalu membantu meringankan kehidupan mereka.

[b]d. Pengalaman-pengalaman penting Nabi Muhammad s.a. w.

Ketika berumur 12 tahun. Nabi Muhammad saw. mengikuti pak ciknya Abu Thalib
membawa barang dagangan ke Syam. Sebelum tiba di kota Syam, baru sampai ke Bushra,
bertemulah kafilah Abu Thalib dengan seorang pendeta Nasrani yang alim, “Buhaira”
namanya. Pendita itu melihat ada tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad saw. Maka
dinasihatilah Abu Thalib agar segera membawa anak saudaranya itu pulang ke Mekah,
sebab dia khuatir kalau-kalau Muhammad saw. ditemukan oleh orang Yahudi yang pasti
akan menganiayanya. Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke
Mekah.

Nabi Muhammad saw., sebagaimana biasanya pada masa kanak-kanak itu, dia kembali
kepekerjaannya mengembala kambing- kambing keluarga dan kambing penduduk Mekah
yang lain yang diamanahkan kepadanya. Pekerjaan rnengembala kambing ini
membuahkan didikan yang amat baik pada diri Nabi, kerana pekerjaan ini memerlukan
keuletan, kesabaran dan ketenangan serta ketrampilan dalam tindakan.

Di waktu Nabi Muhammad saw. berumur 15 tahun terjadilah peristiwa yang bersejarah
bagi penduduk Mekah, iaitu kejadian peperangsn antara suku Quraisy dan Kinanah di
satu pihak, dengan suku Qais ‘Ailan di lain pihak. Nabi Muhammad s.a.w. ikut aktif dalam
peperangan ini memberikan bantuan kepada pak cik-pak ciknya dengan menyediakan
keperluan peperangan.

Peperangan ini terjadi di daerah suci pada bulan-bulan suci pula yaitu pada bulan Zulqaedah.
Menurut pandangan bangsa Arab peristiwa itu adalah pelanggaran terhadap kesucian, kerana
melanggar kesucian bulan Zulqaedah, sebenarnya dilarang berkelahi, berperang menumpahkan
darah oleh kerana demikian perang tersebut dinamakan Harbul Fijar yang artinya perang yang
memecahkan kesucian.

Semenjak wafatnya Abdul Muththalib, kota Mekah mengalami kemerosotan. Ketertiban kota
Mekah tidak terjaga. Keamanan harta benda, diri peribadi tidak mendapat jaminan. Orang-orang
asing rnenderita segala macam pemerasan terang-terangan. Kadang-kadang mereka dirampok
bukan saja barang dan harta bendanya, akan tetapi juga isteri dan anak perempuannya.
Perbuatan-perbuatan yang demikian membawa suasana Mekah kacau dan genting. Jika hal itu
dibiarkan berlarut-larut akan merugikan penduduk Mekah sendiri (Quraisy). Akhirnya timbullah
keinsafan di kalangan pemimpin-pemimpin Quraisy untuk rnemulihkan kembali ketertiban kota
Mekah itu. Maka berrkumpullah pemukapemuka dari Bani Hasyim, Bani Muththalib. Bani Asad
bin 'Uzza, Bani Zuhrah bin Kilab dan Bani Tamim bin Murrah. Dalam pertemuan ini pemimpin-
pemimpin Quraisy mengangkat sumpah; bahawa tidak seorang pun yang akan teraniaya lagi di
kota Mekah baik oleh penduduknya sendiri ataupun orang lain. Barang siapa yang teraniaya, dia
harus dibela bersama-sama. Demikianlah isi dari sumpah itu yang dalam sejarah disebut Halful
fuddhul. Nabi Muhammad s.a.w sendiri mengatakan sesudah rnenjadi Rasul bahwa dia
menyaksikan pertemuan paman-paman beliau itu di rumah Abdullah bin Juda’an, di waktu
berusia belasan tahun.

Hasil pertemuan pemuka-pemuka Quraisy itu membawa perubahan yang baik bagi kota Mekah
hingga kota ini kembali aman dan selanjutnya memegang peranan penting dalam sejarah
perkembangan bangsa Arab.

Meningkat masa dewasa, Nabi Muhammad saw. mulai berusaha sendiri dalam penghidupannya.
Kerana dia terkenal orang yang jujur, maka seorang janda kaya bernama Siti Khadijah
mempercayai beliau untuk membawa barang dagangan ke Syam. Dalam perjalanan ke Syam
beliau ditemani oleh seorang pembantu Siti Khadijah yang bernama Maisarah. Setelah selesai
menjual belikan barang dagangan di Syam, dengan memperoleh untung yang banyak, mereka
pun kembali ke Mekah.

atas

Sesudah Nabi Muhammad Saw. pulang dari perjalanan ke Syam itu, datanglah lamaran dari
pihak Siti Khadijah kepada beliau, lalu beliau menyampaikan hal itu kepada pamannya. Setelah
tercapai kata sepakat, perniikahan pun dilangsungkan. Pada waktu itu umur Nabi lebih kurang 25
tahun sedang Siti Khadijah lebih kurang 40 tahun.

Perkahwinan itu telah memberi Muhammad saw. ketenangan dan ketenteraman. Muhammad
saw. memperolehi clnta kasih yang tulus dari seorang perempuan yang kemudian hari
merupakan orang yang pertama mengakui kerasulannya dan sentiasa siap sedia menyertai dia
dalam segala penderitaan dan kesusahan dengan pengorbanan harta sekalipun.

Nama Nabi Muhammad saw. bertambah popular di kalangan penduduk Mekah, sesudah beliau
rnendamaikan pemuka-pemuka Quraisy dalam sengketa mereka memperbarui bentuk Ka’abah.
Pada permulaannya mereka nampak bersatu dan bergotong-royong mengerjakan pembaharuan
Ka’abah itu. Tetapi ketika sampai kepada peletakan Batu Hitam (Al Hajarul Aswad) ke tempat
asalnya, terjadilah perselisihan sengit antara pemuka-pemuka Quraisy. Mereka masing-masing
merasa berhak untuk mengembalikan batu suci itu ke tempat asalnya semula. Akhirnya
disepakati yang akan menjadi hakim adalah orang yang pertama datang dan pada saat yang kritis
ini, datanglah Muhammad saw. yang disambut dan segera disetujui mereka. Maka diambilnyalah
sehelai kain, lalu dihamparkannya dan Al Hajarul Aswad diletakkannya di tengah-tengah kain
itu. Kemudian disuruhnya tiap-tiap pemuka golongan Quraisy bersama-sama mengangkat tepi
kain ke tempat asal Al Hajarul Aswad itu. Ketika sampai ke tempatnya, maka batu hitam itu
diletakkan dengan tangannya sendiri ke tempatnya.

Dengan demikian selesailah persengketaan itu dengan membawa kepuasan pada masing-masing
golongan. Pada waktu kejadian ini usia Nabi sudah 35 tahun dan dikenal dengan nama “Al-
Amin’ atau yang dipercayai. [/b]

umur siti aisah ketika menikah dengan rosulullah SAW 17-


18 tahun bukan 9-12 tahun!
Ipinapakita ang nag-iisang post.

Aang

Selain menikah dengan Khadijjah, yaitu dimasa setelah wafatnya


sang istri tercinta, Nabi Muhammad juga telah melangsungkan
pernikahan secara berturut-turut dengan Saudah binti Zam’ah,
‘Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Khuzaimah, Hafshah binti Umar
bin Khattab, Ummu Salamah, Juwairiyah binti al-Harits, Zainab binti
Jahsy, Saffiyah binti Huyai bin Khattab, Ummu Habibah alias Ramlah
binti Abu Sofyan, Mariatul Qibthiyyah dari Mesir dan terakhir dengan
Maimunah binti al-Harits al-Hilaliyyah alias Barrah sekitar tahun
ketujuh Hijriyah (629 Masehi).

Dari berbagai pernikahannya itu, Rasulullah SAW tidak mendapatkan


keturunan kecuali dari Mariatul Qibthiyyah yang merupakan hadiah
dari seorang Gubernur Mesir Maukakis. Ummul Mukminin Maria
melahirkan seorang putera yang oleh Rasul diberinya nama Ibrahim.
Sayang usianya tidak lama, beliau hanya hidup selama 18 bulan
sebelum akhirnya wafat.

Pernikahan Nabi dengan ‘Aisyah termasuk peristiwa yang


kontroversial, tidak hanya bagi kalangan orientalis dan musuh-
musuh Islam dari berbagai kalangan tetapi juga oleh para ahli
sejarah Islam sendiri.

Pernikahan Nabi dengan ‘Aisyah termasuk peristiwa yang


kontroversial, tidak hanya bagi kalangan orientalis dan musuh-
musuh Islam dari berbagai kalangan tetapi juga oleh para ahli
sejarah Islam sendiri. Seperti tertuang dalam banyak riwayat bahwa
usia beliau ketika dinikahi oleh Nabi adalah antara 7 sampai 9
tahunan saat dimana putri Abu Bakar tersebut masih asyik bermain
dengan bonekanya. Imam Bukhari sendiri mencatat perkataan dari
‘Aisyah, “Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa Arab)
ketika surah Al-Qamar diturunkan” (lihat: Lihat Sahih Bukhari,
kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu
adha’ wa amarr).

Sementara surah AL-Qamar (yaitu surah ke-54 dari Al-Quran)


diturunkan kepada Nabi pada tahun ke delapan sebelum hijriyah
atau pada tahun 614 M (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985).
jika ‘Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9
tahun (yaitu antara rentang tahun 623 M atau 624 Masehi), maka
pada saat Surah Al-Qamar diturunkan ‘Aisyah tentunya masih bayi
yang baru lahir (sibyah dalam bahasa Arab). Sedangkan menurut
riwayat Bukhari sebelumnya, ‘Aisyah saat itu justru sudah sebagai
seorang gadis muda, bukan bayi yang baru lahir. Jariyah berarti
gadis muda yang masih suka bermain-main. Jadi, ‘Aisyah, telah
menjadi Jariyah bukan sibyah (bayi), dengan demikian usianya
bukan dalam rentang 6 hingga 13 tahun pada saat turunnya surah
Al-Qamar, melainkan antara usia 14 sampai 21 tahunan. Salah satu
harian Inggris, Daily Telegraph, dalam salah satu edisinya memuat
sebuah artikel yang ditulis oleh Charles Moore tentang Nabi
Muhammad SAW dan ajaran Islam (Lihat :
http://swaramuslim.net/more.php?id=A223_0_1_0_M).

Diantara isinya adalah menggugat cerita pernikahan Nabi dengan


‘Aisyah . Misalnya Moore berkata, “Apakah Nabi Muhammad adalah
seorang pengidap paedophile ? Paedophile berasal dari bahasa
Yunani Paidophilia, Pais artinya anak kecil dan philia berarti cinta
atau teman dekat. Paedophile secara umum dimaknai sebagai
penyakit kelainan seksual yang melanda orang dewasa dimana
mereka merasa puas melakukan hubungan intim dengan anak-anak
kecil. Lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Pedophile.htm

Pertanyaan ini terkadang sering diajukan mengingat salah satu


istrinya, ‘Aisyah, adalah seorang anak kecil ketika dinikahinya.”

Ket. Gambar : Isi tulisan Charles Moore yang menghujat Islam yang
dimuat oleh
harian Inggris Daily Telegraph (gambar diatas diambil dari edisi
onlinenya di Internet : Charles Moore, Is it only Mr Bean who resistes
this new religious intolerance?
http://www.telegraph.co.uk/opinion/main.jhtml?xml=%2Fopinion
%2F2004%2F12%2F11%2Fdo1101.xml&sSheet=%2Fportal
%2F2004%2F12%2F11%2Fixportal.html)

Mantan Presiden organisasi Islamic Society of North America (ISNA)


dan Direktur Islamic Society of Orange County, Garden Grove,
California, Dr. Muzammil H. Siddiqi menyatakan bila sampai saat ini
belum ada yang bisa memastikan, berapa sebenarnya umur ‘Aisyah
saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW. Beliau mengatakan,
“Dalam sejarah, tidak ada yang memastikan bahwa ia berusia 9
tahun ketika menjadi istri Nabi. Informasi yang ada hanya
menyebutkan antara 9 sampai 24 tahun. Tapi kedewasaan ‘Aisyah,
tingkat pengetahuannya dan kontribusinya selama hidup Nabi
Muhammad dan setelah wafatnya, mengindikasikan bahwa ‘Aisyah
bukan gadis berusia 9 tahun yang biasa, dan seharusnya usianya
lebih dari itu.” Selanjutnya sang Profesor juga mengungkapkan
bahwa pada saat itu, Nabi Muhammad bukanlah pria pertama yang
melamar ‘Aisyah binti Abu Bakar. Sebelumnya, seseorang yang
bernama Jubair bin Mut’am yang menurut Imam Thabarani, Jubair
bin Mut’am adalah tunangan ‘Aisyah sebelum Abu Bakar memeluk
Islam, pertunangan itu diputuskan sepihak oleh Jubair karena dia
tidak suka dengan keislaman Abu Bakar. Peristiwa tersebut terjadi
ketika Abu Bakar hendak berhijrah ke Habsyah pada tahun 615
Masehi atau 7 tahun sebelum peristiwa Hijrah ke Madinah pada
tahun 622 Masehi. (Lihat :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_Muhammad)

Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya yang bernama Kitabu’l-


maghazi (lihat: Kitabu’l-maghazi, Bab ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-
ahza’b) manakala perang Uhud meletus, Nabi Muhammad melarang
Ibnu Umar untuk turut serta dalam peperangan dengan alasan
bahwa usianya ketika itu baru empat belas tahun. Ibnu Umar baru
diperbolehkan oleh Nabi untuk ikut berperang ketika pecah perang
Khandaq sebab saat itu usianya sudah lima belas tahun. Sedangkan
Ummul Mukminin ‘Aisyah justru telah mengikuti pertempuran Badar
dan Uhud bersama Nabi sehingga kesimpulan sementara yang bisa
diperoleh adalah usia ‘Aisyah kala itu pasti diatas empat belas
tahun. Ibnu Katsir mengatakan didalam kitabnya Al-Bidayah wa’l-
nihayah, Vol 8, hal 372 bila Asma adalah kakak Aisyah (lihat: Asma
lahir dari pernikahan Abu Bakar dengan Qutailah binti Abd al-Uzza
bin Abd bin As’ad dimasa jahiliah sedangkan ‘Aisyah terlahir dari
hasil pernikahan Abu Bakar dengan Ummu Ruman binti Amir bin
Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari Kinanah).

Asma wafat dalam tahun 73 Hijriah (695 Masehi) saat berusia 100
tahun, perbedaan usia Asma dengan ‘Aisyah adalah 10 tahun.
Beranjak dari usia Asma tersebut maka pada tahun 622 Masehi atau
tahun 1 Hijriah usia Asma tentu 27 tahun dan ‘Aisyah berusia 17
tahun. Ketika ‘Aisyah serumah dengan Rasul pada tahun 623 Masehi
atau tahun ke-2 Hijriah berarti usia ‘Aisyah sudah 18 tahun.
Bagaimanapun persoalannya yang digugat oleh musuh-musuh Islam,
termasuk soal usia ‘Aisyah ketika menikah dengan Nabi SAW
tersebut, satu hal penting yang perlu menjadi catatan tersendiri
adalah bila pernikahan antara ‘Aisyah dan Nabi Muhammad SAW
tidak pernah diperdebatkan oleh sahabat atau para musuh Nabi
sendiri yang hidup pada jamannya.

Sejarah Nabi, Pelajaran Agama yang Paling Dasar.


OPINI | 04 June 2010 | 00:14 292 6

2 dari 4 Kompasianer menilai Menarik


ilustrasi

Bahwa kita semua sesungguhnya diberikan akal dan pikiran oleh Allah untuk digunakan dalam
kita menghadapi kehidupan sehari2 baik untuk bertahan hidup, hidup berdampingan sesamanya
maupun pemikiran tentang ketuhanan. Norma diciptakan oleh manusia sebagai buah pikiran
agar manusia dapat hidup berdampingan secara damai. Melalui keyakinan agama dan persamaan
pendapat adalah benteng kerukunan antar sesamanya. Namun manusia tetap berkelompok,
kelompok yang berkembang sesuai pola pikir dan keyakinan yang sangat dipengaruhi
lingkungannya. Kelompok2 manusia yang pada awalnya terpisah2 sehingga mempunyai
kebiasaan dan norma tersendiri. Sejarah perkembangan umat manusia baik kelompok maupun
perorangan tercatat dalam otak maupun literatur yang dapat didengar atau dibaca termasuk
sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW.

Memahami silsilah Nabi Muhammad SAW dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin
Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin
Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin
Adnan.[8] Dimana Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu
keturunan Sam bin Nuh.[9] Muhammad lahir di hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 571 Masehi
(lebih dikenal sebagai Tahun Gajah). Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya
sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Mekkah, di
bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang
di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah,
meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia
meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama
Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.

Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib
(Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam
perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa’
yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal,
Muhammad dijaga oleh kakeknya, ‘Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga
oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya
disekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam
(Suriah, Libanon dan Palestina).

Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiulawal,
kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi’ah, sesuai dengan arahan
para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada
hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12
Rabiulawal atau (2 Agustus 570M).

Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia
mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah
keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan
dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad menemani pamannya
berdagang ke arah Utara dan secepatnya tentang kejujuran dan sifat dapat dipercaya Muhammad
dalam membawa bisnis perdagangan telah meluas, membuatnya dipercaya sebagai agen penjual
perantara barang dagangan penduduk Mekkah.

Seseorang yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah
seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku
Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah
Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat Khadijah memintanya
untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan
olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya
Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.

Akhirnya, Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah kemudian mereka menikah. Pada saat itu
Muhammad berusia 25 tahun sedangkan Khadijah mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih
memiliki kecantikan yang menawan. Perbedaan umur yang sangat jauh dan status janda yang
dimiliki oleh Khadijah, tidak menjadi halangan bagi mereka, karena pada saat itu suku Quraisy
memiliki adat dan budaya yang lebih menekankan perkawinan dengan gadis ketimbang janda.
Walaupun harta kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap sebagai orang yang
memiliki gaya hidup sederhana, ia lebih memilih untuk mendistribusikan keuangannya kepada
hal-hal yang lebih penting.

Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia bersatu dengan orang-orang Quraisy dalam perbaikan
Ka’bah. Ia pula yang memberi keputusan di antara mereka tentang peletakan Hajar al-Aswad di
tempatnya. Saat itu ia sangat masyhur di antara kaumnya dengan sifat-sifatnya yang terpuji.
Kaumnya sangat mencintai beliau, hingga akhirnya beliau memperoleh gelar Al-Amin yang
artinya Orang yang dapat Dipercaya.

Diriwayatkan pula bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan ke-Esaan Tuhan. Ia hidup
dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi
orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha
menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab
pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain,
sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang memiliki arti Yang Benar.
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan
dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira’ sebuah
gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An
Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah disana dan sikapnya itu dianggap sangat
bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut dan di sinilah ia sering berpikir
dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.

Pada suatu malam sekitar tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611, ketika Muhammad sedang
bertafakur di Gua Hira’, Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan
menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, “Saya tidak bisa
membaca”. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya
tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan
perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Al-Alaq 96: 1-5)

Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun 6
bulan 8 hari menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39
tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari).
Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tersebut, dengan rasa ketakutan dan cemas
Muhammad pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah untuk menyelimutinya, karena ia
merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian. Setelah hal itu lewat, ia
menceritakan pengalamannya kepada sang istri.

Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara
sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari
kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun
berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah
menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya
akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.

Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut
telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab
bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al- Qurʾān (bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya
mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan
ayat-ayat yang lain. Sebagian ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri
melalui percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-
Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi “mereka
yang menyerahkan diri kepada Allah”, yaitu penganut agama Islam.

Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-
teman dekat dan kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran
Muhammad adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam, antara lain
Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad
mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu
Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits,
Amr bin Nufail masuk Islam dan bergabung membela Muhammad. Kesemua pemeluk Islam
pertama itu disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun.

Akibat halangan dari masyarakat jahiliyyah di Mekkah, sebagian orang Islam disiksa, dianiaya,
disingkirkan dan diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pengikutnya membuat
lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Habsyah. Negus, raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang
Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah.
Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320
km) di sebelah Utara Mekkah.

Di Mekkah terdapat Ka’bah yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim. Masyarakat jahiliyah Arab
dari berbagai suku berziarah ke Ka’bah dalam suatu kegiatan tahunan, dan mereka menjalankan
berbagai tradisi keagamaan mereka dalam kunjungan tersebut. Muhammad mengambil peluang
ini untuk menyebarkan Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan seruannya ialah
sekumpulan orang dari Yathrib (dikemudian hari berganti nama menjadi Madinah). Mereka
menemui Muhammad dan beberapa orang Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah
secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi
Islam, Rasulullah (Muhammad) dan orang-orang Islam Mekkah.

Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yathrib datang lagi ke Mekkah. Mereka
menemui Muhammad di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu
pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka
mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yathrib. Muhammad akhirnya setuju
untuk berhijrah ke kota itu.

Mengetahui bahwa banyak masyarakat Islam berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat


jahiliyah Mekkah berusaha menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila dibiarkan
berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama
mereka ke daerah-daerah yang lain. Setelah berlangsung selama kurang lebih dua bulan,
masyarakat Islam dari Mekkah pada akhirnya berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang
kemudian dikenal sebagai Madinah atau “Madinatun Nabi” (kota Nabi).

Di Madinah, pemerintahan (kalifah) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat


Islam bebas beribadah (shalat) dan bermasyarakat di Madinah. Quraish Makkah yang
mengetahui hal ini kemudian melancarkan beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya
dapat diatasi oleh umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian dibuat dengan pihak Quraish.
Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak Quraish dengan cara
menyerang sekutu umat Islam.

Pada tahun ke-8 setelah berhijrah ke Madinah, Muhammad berangkat kembali ke Makkah
dengan pasukan Islam sebanyak 10.000 orang. Penduduk Makkah yang khawatir kemudian
setuju untuk menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan syarat Muhammad kembali
pada tahun berikutnya. Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ia kembali
maka ia menaklukkan Mekkah secara damai. Muhammad memimpin umat Islam menunaikan
ibadah haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling Ka’bah, dan kemudian
memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan agama Islam di kota Mekkah.

Seperti nabi dan rasul sebelumnya, Muhammad pun diberikan mukjizat sebelum masa kenabian
dan selama kenabian. Dalam syariat Islam, mukjizat terbesar Muhammad adalah Al-Qur’an.
Selain itu, Muhammad juga diyakini oleh umat Islam pernah membelah bulan pada masa
penyebaran Islam di Mekkah dan melakukan Isra dan Mi’raj dalam waktu tidak sampai satu hari.
Kemampuan lain yang dimiliki Muhammad adalah kecerdasannya mengenai ilmu ketauhidan.

Aisyah dan Ali bin Abi Thalib telah merincikan ciri-ciri fisik dan penampilan keseharian
Muhammad, diantaranya adalah rambut ikal berwarna sedikit kemerahan, terurai hingga bahu.
Kulitnya putih kemerah-merahan, wajahnya cenderung bulat dengan sepasang matanya hitam
dan bulu mata yang panjang. Tidak berkumis dan berjanggut sepanjang sekepalan telapak
tangannya.

Tulang kepala besar dan bahunya lebar. Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu
pendek, berpostur kekar sangat indah dan pas dikalangan kaumnya. Bulu badannya halus
memanjang dari pusar hingga dada. Jemari tangan dan kaki tebal dan lentik memanjang.

Apabila berjalan cenderung cepat dan tidak pernah menancapkan kedua telapak kakinya, beliau
melangkah dengan cepat dan pasti. Apabila menoleh, ia menolehkan wajah dan badannya secara
bersamaan. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian dan memang ia adalah penutup
para nabi. Ia adalah orang yang paling dermawan, paling berlapang dada, paling jujur ucapannya,
paling bertanggung jawab dan paling baik pergaulannya. Siapa saja yang bergaul dengannya
pasti akan menyukainya.

Setiap orang yang bertemu Muhammad pasti akan berkata, “Aku tidak pernah melihat orang
yang sepertinya, baik sebelum maupun sesudahnya.” Begitulah Muhammad di mata khalayak,
sebab ia berakhlak sangat mulia seperti yang digambarkan Al-Qur’an,“Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Al-Qalam: 4). Dalam hadits riwayat Bukhari,
Muhammad digambarkan sebagai orang yang berkulit putih dan berjenggot hitam dengan uban.

Pada awal artikel ini saya sebutkan bahwa manusia diciptkan oleh Allah dengan otak yang
mempunyai kemampuan berpikir, menyangkut tentang sejarah Nabi Muhammad SAW
sesungguhnya kita harus menggunakan kemampuan berpikir dan keimanan secara berimbang.
Dalam sejarah Nabi Muhammad SAW, Muhammad adalah manusia seperti umumnya, bekerja,
menikah dan memungkinkan mempunyai keturunan. Namun pernikahan dengan Khadijah,
seorang janda yang berusia sudah 40 tahun itu, dipandang dari sudut ilmu pengetahuan yang
universal bahwa wanita dalam usia 40 tahun akan sulit memperoleh keturunan. Logika kita akan
mengatakan bahwa tidak ada keturunan dari perkawinannya dengan Khadijah disebabkan faktor
usia. Sebagaimana dicirikan perawakan Muhammad oleh Aisyah dan Ali Bin Thalib itu,
sesungguhnya kita dapat membayangkan bagaimana perawakan Nabi Muhammad tetapi tentang
Mukzizat kenabian dan Wahyu yang diterima dari Allah adalah keyakinan.

Dari cerita tentang sejarah nabi Muhammad SAW tersebut diatas, sesungguhnya kita dapat
membayangkan sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri, yang selanjutnya sang
suami mendapat mukzizat dan wahyu dari Allah yang merupakan keyakinan. Dalam sejarah nabi
Muhammad SAW disebutkan ciri perawakan nabi, namun ketika ada pihak yang melukis dengan
dasar ciri tersebut, kita menjadi marah dan menganggap tindakan itu adalah penghinaan.
Benarkah tindakan melukiskan nabi Muhammad SAW adalah sebagai sebuah penghinaan
terhadap ajaran Islam ?. Hal ini akan kembali kepada pemahaman penganut ajaran Islam itu
sendiri. Sebab, sejarah nabi adalah sangat logik, dia dilahirkan, tumbuh dewasa dan berkeluarga
yang merupakan sebuah siklus kehidupan manusia dan yang menjadi keyakinan kita adalah
mukzizat kenabiannya itu. Artinya, harus ada perimbangan antara penggunaan akal pikiran yang
memang diberikan oleh Allah SWT dengan keyakinan atau keimanan. Perimbangan antara
keimanan dan akal membuat kita dapat berpikir jernih, tidak mudah terhasut untuk larut dalam
kemarahan.

Catatan : Sejarah Nabi Muhammad SAW dari Koran Anak Indonesia.

Teladan 37 - Peristiwa turunnya wahyu pertama

Nabi Muhammad saw mengorbankan sebagian besar waktunya dengan bermeditasi di dalam
kesunyian Gua Hira. Pada suatu hari, ketika beliau sedang tekun bermeditasi, beliau menerima
wahyu yang pertama. Malaikat Jibril mewahyukan kepadanya firman Tuhan yang pertama, yang
termaktub dalam Qur’an melalui surah Iqra’.

Nabi Muhammad menjadi sangat gelisah mendapatkan pengalaman baru itu, dan sampai di
rumah beliau menggigil ketakutan, lalu berbaring di tempat tidur dengan suhu badannya sangat
tinggi.

Isterinya, Khadijah, menjadi sangat khuatir dengan keadaan yang luar biasa itu. Kemudian, Nabi
dirawat dan ditanya sebab kegelisahan itu. Nabi Muhammad saw menceritakan seluruh kejadian
tentang pengalamannya dengan wahyu pertama yang aneh itu. Dengan sangat gembira Khadijah
memberikan ucapan selamat kerana suaminya telah diangkat ke tingkat yang tertinggi, menjadi
utusan Tuhan.

Dia berkata, “Bergembiralah, kerana Tuhan tidak akan meninggalkanmu.”


Khadijah kemudian menjadi orang yang pertama memeluk Islam.
SEBAB QUR'AN DISEBUT MUKJIZAT TERBESAR & SEPANJANG MASA

‫ ل إله إل ّ الله‬- ‫حيم‬


ِ ‫ن الّر‬
ِ ‫م‬
َ ‫ح‬
ْ ‫ســــم ِ ا ِﷲالّر‬
ْ ِ ‫ ب‬-‫السلم عليكم‬
‫ الحمد لله رب العا لمين‬- ‫محمد رسو ل الله‬
‫ اما بعد‬- ‫الصلة و السلم على رسو ل الله‬

Sebelum menjadi Rasul, Nabi Muhammad SAW telah diberi gelar AL-AMIN, yang artinya
terpercaya, tiada pernah berdusta / bohong. Dan yang memberi gelar ini adalah pemuka &
bangsawan yaitu Abu Jahal, paman Rasulullah Muhammad SAW sendiri. Gelar Al-Amin ini pun
di akui oleh seluruh masyarakat bahwa memang Muhammad (sebelum menjadi Rasulullah
SAW) sedari kecil tidak pernah berdusta sedikit pun.

Rasulullah Muhammad SAW pun banyak mempunyai mukjizat nyata dengan izin ALLAH.
Mukjizat ini terjadi baik selama Rasulullah Muhammad SAW masih dalam kandungan, saat
kelahiran, semasa masih kecil, semasa belum jadi Rasulullah dan setelah menjadi Rasulullah
SAW.

Adapun setelah menjadi Rasulullah SAW, beberapa mukjizat dari 300-an lebih kisah Mukjizat
yaitu:

Mengerti bahasa binatang seperti Nabi Sulaiman


Memerintah bumi & pohon seperti Nabi Musa
Diberi mukjizat seperti Nabi Ibrahim
Anak yang meninggal bangkit hidup kembali

Menyembuhkan orang buta sejak lahir


Menyembuhkan orang lumpuh sejak lahir
Menyembuhkan orang cacat sejak lahir
Mengetahui isi hati disekitarnya

Memberi makan beribu orang dengan sedikit makanan


Memberi minum beribu orang dengan setetes air
Mengeluarkan air ditengah padang gurun
Mengeluarkan air dari sela jari untuk wudhu puluhan ribu orang
Menyembuhkan putri raja yang cacat tanpa tangan & kaki

Membelah bulan menjadi 2 bagian


Dan ini telah dibuktikan oleh para astronot yang menghabiskan dana ratusan juta dollar Amiriki

Dengan izin Allah ... Bi Idznillah ...


Mengetahui apa yang telah terjadi
Mengetahui apa yang sedang terjadi
Mengetahui apa yang akan terjadi
Tentu saja tidak semua kejadian ...
Melihat yang dibelakang punggungnya seperti dari depan
Musuh bergetar tak mampu membunuh
Bumi memakan orang yang hendak membunuh beliau
Musuh tak dapat melihat beliau
Menidurkan puluhan musuh
Musuh bergetar kaku tak dapat menebaskan pedang
Tidak dapat dibunuh musuh

Rombongan berkuda para sahabat dapat menyebrang laut dengan berkuda tanpa basah dan tanpa
menyentuh air saat mengejar gerombolan musuh yang melarikan diri dengan kapal layar

Terkadang ada muslim yang tak percaya mukjizat ini karena ia belum pernah membaca hadist
shahih bukhori & Shahih Muslim ataupun Shahih Achmad yang "LENGKAP" bukan ringkasan
hadist.

Untuk sekedar reference, silahkan lihat klik disini:


http://id.wikipedia.org/wiki/Mukjizat_Muhammad

Ada orang berkata jika website tak dapat digunakan sebagai reference untuk sebuah karya tulis
ilmiah, itu ialah benar, tapi bagaimana saya menunjukan kitab Hadits original setebal itu &
sebanyak 7-9 jilid tebal sedangkan kita terpisah diseberang samudra & pulau-pulau?

Tentu cara yang mudah ialah saya tunjukkan website address sebagai reference, jika ingin yakin,
maka harus lihat kitab hadist yang lengkap & bukan cuma ringkasan.

Abu Bakar RA bertanya: Ya Rasulullah, adakah zaman dimana muslim kemudian memiliki iman
yang lebih dibanding kami?

Rasulullah Muhammad SAW bersabda: Wahai Abu Bakar, apa yang menghalangimu untuk
percaya padaku sedangkan wahyu masih turun & aku masih berada ditengah-tengah kalian
sementara kalian semua menyaksikan sendiri mukjizat-mukjizat yang diberikan kepadaku?
Tetapi di akhir zaman, ada segolongan ummatku yang mereka sama sekali tidak pernah
melihatku, mereka tak pernah hidup disampingku dan mereka hanya mendengar cerita tentangku
tapi mereka percaya kepadaku, merindukanku, mencintai Allah, mencintaiku, beriman pada
Allah dan beriman pada kerasulanku! Iman merekalah yang lebih utama dibanding kalian
semua!"

Padahal mukjizat dalam website di atas cuma sedikit saja dari Hadist Shohih Bukhori & Shahih
Muslim yang sebenarnya. Jumlahnya cukup banyak mencapai sekitar lebih dari 300 kisah
mukjizat lainnya

Tapi...
Semua itu telah beralu...
Semua itu tinggal cerita saja...
Semua itu hanya dapat kita dengar saja..
Semua itu tidak dapat kita lihat sendiri...
Akan tetapi...Qur'an...
Sebuah buku yang banyak mengandung keajaiban ayat yang baru dapat dibuktikan secara nyata
oleh ilmu pengetahuan dan bahkan alat modern tercanggih abad terakhir, telah dinyatakan Qur'an
1400 Tahun yang lalu...

Qur'an...
Ialah mukjizat sepanjang masa...
Di masa sastra,diakui Qur'an ialah sastra terindah..
Keindahan bahasa & hikmah didalamnya sangat tajam..

Di masa keajaiban, Qur'an ialah keajaiban dari keajaiban


Dari segi matematika, Qur'an ialah keajaiban matematika
Di segi Kimia, Qur'an telah mendahului
Di segi Astronomi, banyak ayat belum dibuktikan teknologi
Di masa perang dunia 2,Qur'an telah menulisrumus nuklir

Di masa Ilmu pengetahuan, tak satupun dari ayat Qur'an yang bertentangan dengan ilmu
pengetahuan, malah ayat Qur'an menyatakannya secara rinci

Bahasa Arab ialah bahasa paling sulit di dunia, karena 1 kata mempunyai banyak arti, bahkan
dalam 1 kata gender dapat berarti pria pada salah satu suku arab, tapi dapat pula bermakna
wanita pada suku lain.

Tak seperti kitab lain yang telah kehilangan bahasa aslinya, Naskah tertua dari Alkitab Kristen
Perjanjian Baru ialah dalam bahasa Greece / Yunani, padahal Nabi Isa a.s. menggunakan bahasa
Ibrani.

Bahasa tersulit ke 2 ialah bahasa China.

Telah terbukti, tak satupun dari ayat Qur'an yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan, bahkan
ayat Qur'an menyatakannya secara rinci...

BAHKAN, MASIH BANYAK AYAT QUR'AN YANG BELUM DAPAT DI BUKTIKAN


OLEH PENEMUAN TEKHNOLOGI MODERN.

Semua ini masih dapat kita lihat di hadapan kita sendiri...


Sebagai Mukjizat yang tetap hidup SELAMANYA...

Sebuah Kitab yang mengaku dari ALLAH, harus berani dihadapkan dengan segala macam
permasalahan, segala zaman, segala segi, segala sisi, dari sudut manapun & harus sepanjang
zaman.

Qs.41 Fushshilat:42. Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun
dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Tidak ada kebatilan dimasa lalu maupun masa kemudian, tidak dari sisi manapun!
Dari segi Sastra, matematika, astronomi, psikology, sains, tata negara, muamalat, ekonomi,
Kode-kode angka, jumlah surah, jumlah ayat, jumlah kalimat, jumlah huruf, biologi, astronomi,
fisika, kimia, geologi, geografi, segala ilmu, segala abad, sejak penciptaan alam semesta, masa
lalu, masa kini, masa depan, sehingga masa kiamat & kehidupan setelah kiamat sekalipun.

Dan zaman ini ialah zaman ilmu pengetahuan, apakah Qur'an & Alkitab Kristen dapat mengikuti
perkembangan zaman???

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi
Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. 4 An-Nisaa':82)

Itulah sebabnya banyak muslim tak tahu mukjizat nyata menyembuhkan orang lumpuh dan
lainnya dari Rasulullah Muhammad SAW karena banyak kita terlena dunia dan tidak membaca
hadist secara lengkap.

Dan lagi, itulah mengapa Qur'an disebut sebagai mukjizat terbesar dari Rasulullah Muhammad
SAW & Mukjizat sepanjang masa, karena banyak ayat Qur'an yang baru dapat dibuktikan oleh
peralatan modern abad terahir. Mulai dari Astronomi, Geology, Biology, Math, chemistry,
Oceanography dan segala bidang.

Banyak orang kafir bertanya: Mengapa mukjizat hanya berupa buku dari orang buta huruf dari
tengah padang gurun di zaman jahiliyyah?

Sebuah Mukjizat terbesar berupa sebuah buku yang diturunkan melalui seorang Al-Amin (tak
pernah berbohong) yang tak dapat membaca dizaman kuno kepada ummat terakhir yang pintar
dan selalu membaca buku di zaman modern dan baru dapat dibuktikan oleh peralatan akhir
zaman. Siapa lagi yang mewahyukan jika bukan PENCIPTA ALAM SEMESTA?

Qs. 17 Israa':81. Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap".
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.

Sesungguhnya, masih banyak BUKTI ayat pembahasan ini, tapi BUKTI diatas cukuplah bagi
orang berfikir. Dan dalam berfikir pun harus menggunakan AKAL. Banyak pendeta / paderi
bilang jika iman itu percaya dahulu, tapi Nabi Isa a.s. pun menyuruh agar mengutamakan &
mengedepankan AKAL dalam menyembah ALLAH.

Markus 12:30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap HATIMU dan dengan segenap
JIWAMU dan dengan segenap AKAL budimu dan dengan segenap kekuatanmu.

Matius 22:37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap HATIMU
dan dengan segenap JIWAMU dan dengan segenap AKAL budimu.

Lukas 10:27 Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap HATIMU dan
dengan segenap JIWAMU dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap AKAL budimu,
dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Jadi,,, banyak bukti sudah... ISLAM TERBUKTI BENAR....

Qs.3 Ali Imran:85 Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka SEKALI-KALI
TIDAK AKAN DITERIMA daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi

Qs.3 Ali Imran:19 Sesungguhnya agama disisi Allah HANYALAH Islam. Tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya

Jul 22, '08 8:37


“NABI MUHAMMAD SAW SEBAGAI NABI DAN RASUL
AM
TERAKHIR ”
for everyone
Artikel : Religius
Edisi : Istimewa

Oleh : H. Sunaryo A. Y.

Saudaraku Sidang Pembaca, salah satu dari rukun iman adalah iman kepada Rasul-rasul. Rukun
iman ini merupakan rukun iman yang keempat. Iman kepada Rasul mempunyai fungsi yang
sangat besar dalam kehidupan manusia, yaitu dapat menjadikan manusia tidak hanya mengikuti
kemauan nafsu didalam hidupnya. Dengan iman kepada Rasul, hidup manusia akan terarah dan
bahagia. Sedangkan tanpa iman manusia akan berbuat semaunya sendiri. Mereka akan membuat
kerusakan di muka bumi dan hidup mereka tidak akan bahagia. Pokok pembahasan materi kita
kali ini adalah : Iman kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir. Nabi Muhammad
SAW sebagai Rasul akhir zaman, adalah Nabi pembawa risalah Islam, rasul terakhir penutup
rangkaian Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah SWT dimuka bumi. Beliau termasuk salah seorang
Rasul yang mendapat gelar Ulul Azmi (yang mempunyai keteguhan hati). Keempat rasul lainnya
adalah Nabi Ibrahim As, Musa As, Isa As dan Nabi Nuh As.

Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Makkah pada hari senen tanggal 12 Robiul Awwal tahun
Gajah yang bertepatan dengan tanggal 20 April tahun 571 M. Tahun kelahiran beliau ini lebih
dikenal dengan nama Tahun Gajah, karena pada waktu itu terjadi suatu peristiwa besar, yaitu
datangnya pasukan bergajah menyerbu Mekkah dengan tujuan menghancurkan Ka’bah. Pasukan
gajah itu dipimpin oleh Abrahah. Gubernur Kerajaan Habsyi di Yaman. Tetapi pasukan besar itu
akhirnya hancur binasa karena diserang oleh beribu-ribu burung Ababil yang menjatuhkan batu
panas di atas mereka. Beberapa bulan setelah sebuah tentara gajah itulah, Nabi Muhammad
SAW dilahirkan.

Nabi Muhammad dilahirkan dalam keadaan Yatim karena ayahnya, Abdullah meninggal dunia
kira-kira 7 bulan sebelum beliau lahir. Ketika beliau lahir, kakeknya yaitu Abdul Muthalib
memberi nama Qustam : Namun ibunya, Aminah, berkata kepada Abdul Muthalib : ”Dalam
mimpiku aku diperintahkan untuk memberi nama Muhammad.” maka Abdul Muthalib pun
mengumumkan nama cucunya itu dengan nama Muhammad. Masyarakat Arab Quraisy merasa
heran karena nama itu tidak lazim dikalangan masyarakat Arab ketika itu. Ketika di tanya
tentang hal itu, Abdul Muthalib menjawab : ”Aku berharap agar ia dipuji Tuhan di langit dan
dipuji manusia di bumi”. (Dalam bahasa Arab, Muhammad artinya orang yang terpuji (dipuji)).

Menurut kebiasaan orang-orang Arab, anak yang baru lahir itu disusui dan diasuh oleh wanita
kampung dengan maksud agar mendapat udara segar, udara desa yang bersih serta pergaulan
masyarakat desa yang sangat baik bagi pertumbuhan anak-anak. Selain itu agar dapat berbicara
bahasa Arab dengan fasih, karena bahasa arab yang digunakan dikalangan masyarakat desa
masih murni. Nabi Muhammad yang masih bayi pun diserahkan perawatannya kepada Halimah
binti Abi Dhu’aib (Halimatus Sa’diah) seorang ibu susu yang berasal dari Bani Sa’ad. Halimah
merupakan satu-satunya wanita (ibu susu) yang bersedia membawa Muhammad, ibu-ibu susu
yang lain tidak mau membawanya karena ia anak yatim, dianggap tidak mempunyai ayah yang
dapat diharapkan uangnya.Halimah mau membawa Muhammad dengan harapan medapatkan
berkah dari Allah karena ia menolong anak yatim. Dan benar saja, berbagai keajaiban
ditemuinya setelah Muhammad bersamanya. Misalnya : Air susu Halimah yang tadinya sudah
kering menjadi deras, keledai yang lemah berubah menjadi kuat dan unta yang sudah tua dan
kurus ternyata mampu memberikan banyak susu. Nabi Muhammad tinggal dilingkungan Bani
Sa’ad selama 5 tahun. Setelah itu Halimah menyerahkannya kembali kepada ibunya.

Kemudian, ketika Muhammad berusia 6 tahun, ibunya mengajak ke Madinah untuk


diperkenalkan dengan sanak saudaranya. Sesampainya di Madinah, ibunya mengajak berziarah
ke makam ayahnya. Tetapi ketika sampai di desa Abwa, ibunya jatuh sakit dan kemudian
meninggal dunia. Kemudian beliau (Muhammad) dibawa pulang ke Mekkah oleh Ummu Aiman,
budak yang dengan setia menemani dan turut mengasuh Muhammad. Setelah itu Nabi
Muhammad berada dibawah pengasuhan kakeknya selama 2 tahun. Kakeknya meninggal dunia
ketika beliau berusia 8 tahun. Kemudian pengasuhan beliau beralih kepada pamannya, Abu
Thalib. Ketika diasuh oleh Abu Thalib itulah Nabi Muhammad terbiasa bekerja keras seperti
mengembala kambing, sebab pamannya itu termasuk golongan ekonomi pas-pasan.

Sejak masih bayi, Nabi Muhammad sudah memperlihatkan keistimewaan-keistimewaan yang


tidak dimiliki oleh bayi-bayi lain. Keistimewaan-keistimewaan itu merupakan sebagian dari
tanda-tanda kenabian Muhammad. Tanda-tanda kenabian itu antara lain sebagai berikut :

1. Keajaiban - keajaiban yang menimpa Halimah ketika membawanya untuk disusui dan
diasuh.

2. Pertumbuhan badan yang sangat cepat, yaitu pada usia 5 bulan Muhammad sudah pandai
berjalan, usia 9 bulan sudah pandai berbicara dan pada usia 2 tahun ia sudah bisa dilepas
bersama anak-anak Halimah mengembala kambing.

3. Anak-anak Halimah sering mendengar suara-suara yang memberikan salam kepada


Muhammad SAW dengan ucapan : ”Assalamualika ya Muhammad”, padahal mereka tidak
melihat seorangpun.

4. Anak Halimah, yaitu Dimrah, pernah melihat Muhammad didatangi dua orang (Malaikat)
yang kemudian membelah dadanya dan mencucinya dengan air yang mereka bawa.

5. Ketika berusia 12 tahun, Abu Thalib mengajak Muhammad berdagang ke Negeri Syam
(Suriah). Kafilah (rombongan) mereka selalu dinaungi oleh awan, sehingga terhindar dari terik
matahari yang menyengat. Awan itu menarik perhatian seorang pendeta kristen bernama bahira
(Buhaira) yang kemudian setelah bertamu, ia meyakini Muhammad sebagai calon Rasul terakhir
dan berpesan kepada Abu Thalib agar hati-hati menjaganya.

Ketika Muhammad berusia 12 tahun, terjadi peperangan besar antar suku Arab yang dikenal
dengan perang Fijar. Beliau ikut dalam perang tersebut sebagai pengumpul mata panah yang
dilemparkan oleh musuh, kemudian menyerahkannya kepada pamannya. Pada perang itulah
beliau menyaksikan banyak korban berjatuhan, sehingga muncul inisiatif dalam dirinya untuk
membentuk komite perdamaian. Maka, ketika beliau berusia 20 tahun beliau memperkasai
berdirinya komite perdamaian yang dinamakan Hilful Fudhul,

Melalui Hilful Fudhul ini, sifat kepemimpinannya mulai tampak dan namanya makin harum
dikalangan masyarakat Mekkah. Beliau kemudian terkenal sebagai orang yang terpercaya karena
kejujurannya, sehingga beliau mendapat gelar Al-Amin (orang yang terpercaya) Nabi
Muhammad menikah dengan Khadijah seorang janda kaya pada usia 25 tahun, sementara
Khadijah berusia 40 tahun. Kemudian menjelang usianya yang ke 40 tahun, Nabi SAW sering
berkhalwat (menyepi) di goa Hira yang terletak disebuah bukit bernama Jabal Nur (sekitar 6 km
di sebelah timur laut kota Makkah). Beliau melakukan ini karena merasa sangat prihatin dengan
keadaan masyarakat Arab yang menyembah berhala. Pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 611
M) ketika Nabi SAW sedang berkhalwat di Goa Hira, datanglah malaikat Jibril membawa wahyu
dari Allah SWT. Wahyu yang pertama kali turun ini adalah Qur’an surat Al-Alaq ayat 1-5 yang
menandai pengangkatan Muhammad sebagai Rasul (utusan) Allah.

· Adapun surat AL-Alaq ayat 1-5 sebagai berikut :

”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia)
dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS.
Al-Alaq : 1-5)

Dibandingkan dengan para Nabi dan Rasul pendahulunya, Nabi Muhammad SAW
memiliki beberapa keistimewaan yang tidak mereka miliki. Adapun keistimewaan –
keistimewaan tersebut sebagai berikut :

1. Nabi Muhammad SAW disebut dalam Al-Qur’an sebagai Khatamun Nabiyyin atau Nabi
Penutup. Ini artinya, tidak akan ada lagi sesudah beliau (Nabi Muhammad SAW) seorang Rasul
(Nabi) pun. Tepatnya, tidak ada lagi Nabi dan Rasul sesudah Nabi Muhammad SAW karena
beliau adalah Nabi dan Rasul terakhir.

· Perhatikan Firman Allah SWT :

”Muhammad itu bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu tetapi ia adalah Rasul
Allah dan Penutup para Nabi... ”(QS. AL-Ahzab : 40)

· Hadist Nabi SAW :

”Akan muncul dari tengah umatku 30 pendusta semuanya mengaku menjadi Nabi, padahal aku
adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi (baru) sesudahku. Dan akan senantiasa ada
sekelompok dalam umatku yang berada diatas kebenaran.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

· Dan hadist Nabi dari Abu Hudzaifah berikut ini, bersabda Rasulullah SAW :
”Dalam umatku ada 27 pendusta dan pembohong, 4 diantara mereka adalah perempuan. Dan
sesungguhnya aku adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi sesudah ku.” (HR. Thahawi)

Jadi, kalau ada orang-orang, kelompok, golongan yang ngotot mengatakan bahwa Mirza Ghulam
Ahmad adalah seorang Nabi. Dan Ahmad Musaddaq al Khadzdzab adalah seorang Nabi, apakah
mereka tidak pernah membaca Qur’an khususnya surat AL-Ahzab ayat empat puluh? Dan Hadist
– hadist Nabi tersebut diatas yang cukup populer yang diriwayatkan oleh Imam – imam ahli
hadist yang keshahihan hadistnya tidak diragukan yaitu Imam Abu Daud, Imam Ahmad dan
Imam Thahawi? Sungguh, penulis tidak habis mengerti dengan jalan pikiran orang-orang itu.
Pinter, kebelinger, pendusta !
Tetapi justru dengan munculnya para Nabi palsu adalah merupakan suatu bukti akan
kebenaran Nabi Muhammad SAW dan adalah suatu bukti kedustaan Nabi-nabi palsu tersebut.

· Perhatikan Hadist Nabi SAW berikut ini :

”Tidak akan terjadi kiamat hingga muncul para pendusta dan pembohong sekitar 30 orang,
semuanya mengaku bahwa dirinya adalah utusan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diantara Nabi –nabi palsu tersebut adalah : Musailamah al Kadzdzab dari Yamamah yang
dibunuh oleh pasukan Abu Bakar r.a. Al-Aswad al Ansi di Yaman yang juga dibunuh oleh para
Sahabat r.a. Thulaihah Ibnu Khuwailid yang kemudian rujuk kembali kepangkuan Islam. Sajjah
seorang dukun wanita yang dinikah oleh Musailamah dan bertobat setelah terbunuhnya
Musailamah. Di zaman Tabi’in muncul al-Mukhtar al Tsaqafi. Kemudian di zaman akhir muncul
di Iran Mirza Abbas yang mati tahun 1309 H. Di India Mirza Ghulam Ahmad yang mati
mengenaskan setelah mubahalah dengan seorang ulama ahlu sunnah. Di Indonesia muncul hia
Eden dan Ahmad Musaddeq. (Nama-nama Nabi palsu tersebut di kutip dari majalah Islam
Qiblati, edisi 03 tahun III 12-2007 (11-1428 H) halaman 12.)

2. Ajarannya bersifat universal. Artinya, ajaran yang beliau (Nabi SAW) bawa
berlaku sepanjang masa dan tidak terbatas untuk kaum atau bangsa tertentu seperti Rasul-rasul
yang lain.

· Firman Allah SWT :

”Katakanlah hai Muhammad, ”Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua.....” (QS. Al-A’raf : 158)

· Dan Firman-Nya :

”Tidaklah Aku (Allah) mengutus (Muhammad) kecuali untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.” (QS. Al-Anbiya : 107)

3. Nabi Muhammad SAW mendapat mu’jizat terbesar, yaitu Kitab suci Al-Qur’an.

4. Selain itu beliau juga memiliki beberapa mu’jizat lain, antara lain sebagai berikut :
a. Dapat memanggil pohon sehingga pohon itu berjalan mendekat.

b. Dapat membelah bulan

c. Dapat mengeluarkan air dari jari jemarinya.

d. Dapat memberi makan orang banyak dengan makanan yang sedikit.

(Untuk beberapa mu’jizat Nabi SAW penulis sedang menyusun tulisan tersendiri dan Insya Allah
dalam waktu yang tidak terlalu lama sudah dapat beredar kehadapan sidang pembaca)

Saudaraku, sidang pembaca. Sebelum saya akhiri tulisan ini ingin saya menyampaikan sebuah
Hadist Nabi SAW setentang dzikir yang diwasiatkan oleh Rasulullah SAW kepada Sayyidina Ali
Bin Abi Thalib r.a. seperti berikut ini :

”Hai Ali, barangsiapa yang tiap-tiap hari membaca : Allahumma baarikli fil mauti wa fiimaa
ba’dal mauti, artinya : ”Wahai Allah berikanlah berkah kepada saya pada waktu mati dan
didalam sesuatu sesudah mati.” Maka Allah tidak akan menghisab (memperhitungkan) apa-apa
yang ia kerjakan di dunia. Dan barangsiapa yang membaca takbir seratus kali sebelum matahari
terbit dan seratus kali sebelum terbenam, maka Allah menulis baginya pahala seperti seratus
orang yang beribadah dan seratus orang yang berjuang di jalan Allah. Dan barangsiapa membaca
shalawat untuk aku tiap-tiap hari dan tiap-tiap malam seratus kali maka wajib (pasti) baginya
syafaat dari kami dan banyak istighfar itu bagaikan benteng bagi orang-orang taubat dari Neraka.
(Dikutip dari Buku : Wasiat Rasulullah SAW kepada Ali Bin Abi Thalib r.a. Alih bahasa :
Abdullah Shonhadji hal. 36 dan 37.)

Sampai disini saya sudahi dakwah saya (lewat tulisan) jangan lupa, bentengi Iman kita dengan
aqidah, usahakan hadir di Majlis Taklim – majlis taklim. Orang yang mengaji, insya Allah
selamat dari para dajjal, selamat dari fitnah maraknya aliran sesat, faham sesat dan kelompok
sesat yang akhir-akhir ini tambah subur di Negeri kita. Insya Allah! Wallahul Musta’an.

Terima kasih atas segala perhatian serta mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Wa’afwa
minkum Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
* Bahan-bahan (materi) diambil dan dikutip dari buku : Islam Agamaku Oleh : Tim Penyusun
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta dan Majalah Islam Qiblati Edisi 03 Tahun III
12-2007 (11-1428 H) *

•••

* Tulisan (artikel) Religius ini dapat anda temukan pada website H. Sunaryo A.Y. dengan
alamat : http://hajisunaryo.co.nr

Sejarah Kehidupan Rasulullah Saw, Sejak Kelahiran


Hingga Perang Uhud
Rabu, 12 Januari 2011 12:15 | | |

Bangsa Arab di zaman dahulu memiliki kebiasaan menjadikan


kejadian besar yang ada sebagai patokan penanggalan.
Peristiwa penyerangan pasukan Gajah pimpinan Abrahah yang
berniat menghancurkan Kabah di kota Mekah, dianggap
sebagai sebuah peristiwa besar yang layak dijadikan patokan
penanggalan. Di tahun pertama penanggalan Gajah ini, di
kota Mekah dan di tengah keluarga Abdul Mutthalib, lahir
seorang bayi yang kelak akan mengubah perjalanan sejalah manusia. Dialah
Muhammad putra Abdullah bin Abdul Mutthalib.

Kelahiran bayi ini disambut dengan suka cita oleh keluarga bani Hasyim. Di negeri
Persia, kelahiran Muhammad bin Abdillah memadamkan api keramat yang selama
seribu tahun tidak padam. Kelahiran Muhammad juga menggoyahkan sendi-sendi
istana kaisar Romawi. Muhammad lahir dengan membawa janji risalah terakhir dari
Allah untuk umat manusia.

Masa sebelum kenabian lazim disebut nama jahiliyyah. Kata jahiliyyah diambil dari
kata jahl yang berarti bodoh. Dengan demikian, zaman jahiliyyah berarti zaman
kebodohan. Memang, bangsa Arab di zaman itu layak mendapat sebutan ini. Karena
selain memang tidak mengenal baca tulis, bangsa yang hidup di jazirah Arabia ini
juga memiliki kebiasaan dan perilaku bodoh.

Menjadikan berhala-berhala buatan sendiri sebagai tuhan untuk disembah dan


dipuja, mengubur anak perempuan hidup-hidup dan bertawaf mengelilingi Kabah
dengan cara bertelanjang, merupakan salah satu contoh dari perbuatan bodoh
bangsa ini di zaman itu. Muhammad lahir untuk mengikis kebodohan bangsa Arab
dan umat manusia secara umum dengan cahaya iman dan ilmu.

Sejak lahir, Muhammad telah menunjukkan kelebihan yang khusus. Kehidupannya


yang dimulai dengan keyatiman karena ayahnya telah meninggal dunia sebelum
beliau lahir, penuh dengan kesusahan. Kesusahan inilah yang menempa diri
Muhammad dan mempersiapkannya untuk menjadi manusia besar dan pemuka
bagi seluruh umat sepanjang zaman. Empat tahun, Muhammad hidup terpisah dari
sang ibu, Aminah binti Wahb dan tinggal di tengah keluarga Halimah as-Sa'diyah.
Setelah berumur empat tahun dengan berat hati, Halimah melepas Muhammad dan
mengembalikannya kepada sang ibu.

Yatim Piatu

Dua tahun kemudian, Aminah wafat, dan Muhammad diasuh oleh kakeknya, Abdul
Muththalib yang amat menyintai dan menghormatinya. Abdul Mutthalib yang juga
pemuka kaum Quresy telah meramalkan bahwa cucunya ini kelak akan menjadi
pemimpin besar bagi umat manusia. Karena itulah, kakek tua yang amat berwibawa
ini menghormati dan menyintai Muhammad lebih dari cucu-cucunya yang lain.

Diriwayatkan bahwa suatu hari Muhammad duduk di tempat yang dikhususkan


untuk Abdul Mutthalib. Orang-orang bangkit untuk melarangnya, tetapi Abdul
Mutthalib mengatakan bahwa Muhammad sangat layak untuk duduk di tempat itu.

Namun keteduhan payung Abdul Mutthalib tidak berumur panjang. Menginjak usia
delapan tahun, Muhammad harus merelakan kepergian kakeknya itu. Akhirnya
Muhammad tinggl dan diasuh oleh Abu Thalib pamannya yang menyintainya lebih
dari anak-anak sendiri. Di rumah Abu Thalib inilah, beliau tumbuh hingga menginjak
usia remaja remaja.

Saat berusia 12 tahun, Muhammad ikut menyertai pamannya, pergi ke Syam untuk
berniaga. Sudah menjadi kebiasaan kafilah dagang dari Mekah untuk singgah
beristirahat di tempat pendeta Buhaira. Kafilah Abu Thalib pun singgah di sana.
Pendeta Buhaira menyambut kedatangan kafilah itu dengan tangan terbuka.
Namun sang pendeta merasa ada keanehan. Kepada Abu Thalib dia mengatakan
bahwa dirinya menyaksikan sesuatu yang menakjubkan di kafilah ini.

Abu Thalib yang tidak mengetahui apa maksud sang pendeta menyatakan bahwa
dirinya tidak merasakan adanya keanehan. Hanya saja dia meninggalkan
kemenakannya yang bernama Muhammad di dalam kemah.

Mendengar hal itu, Buhaira meminta Abu Thailb untuk membawa Muhammad
masuk ke rumahnya. Melihat remaja tampan dan sopan itu, Buhaira meminta izin
Abu Thalib untuk mengajaknya berbicara secara khusus. Sang pendeta membawa
Muhammad ke tempatnya. Gerak-gerik, tutur kata dan jengkal demi jengkal tubuh
Muhammad diperhatikannya. Selanjutnya Buhaira memanggil Abu Thalib dan
berkata, "Wahai Abu Thalib, kelak kemenakanmu ini akan diangkat menjadi nabi.
Dialah nabi yang dinanti-nantikan kedatangannya. Karena itu, bawalah dia kembali
ke Mekah dan jangan biarkan kaum Yahudi di negeri Syam menyakitinya."
Sesuai dengan anjuran pendeta Buhaira, Abu Thalib membawa Muhammad kembali
ke Mekah.

Gelar al-Amin

Muhammad tumbuh besar menjadi pemuda yang dikenal dengan kejujuran,


sehingga beliau mendapat gelar Al-Amin yang berarti orang yang terpercaya. Bagi
masyarakat kota Mekah, tidak ada orang yang bisa dipercaya lebih dari Muhammad
al-Amin. Karena itu, ketika Abu Thalib mengusulkan kepada Khadijah binti Khuwailid
untuk menjadikan Muhammad sebagai kepercayaan dalam perniagaannya, usulan
itu disambut dengan merta merta. Pada usia 25 tahun, Muhammad melakukan
perjalanan niaga ke Syam dengan membawa barang dagangan milik Khadijah,
wanita kaya di kota Mekah yang amat disegani.

Untuk memudahkan pekerjaan, Khadijah mengirimkan suruhannya bernama


Maisarah untuk menyertai dan membantu Muhammad. Kesopanan pemuda
bergelar al-Amin ini, kejujuran dan kepiawaiannya dalam berdagang menarik
perhatian Maisarah. Perniagaan ini, membawa keuntungan yang banyak meski
dalam berdagang, Muhammad sangat memperhatikan masalah kejujuran. Seluruh
kisah perjalanan ini diceritakan oleh Maisarah kepada Khadijah.

Menikah Dengan Siti Khadijah as

Dengan usul Abu Thalib dan sambutan Khadijah, Muhammad datang meminang
wanita mulia ini. Perkawinan antara Muhammad Al-Amin dan Khadijah, disaksikan
oleh para malaikat di langit dan bumi. Dari dua manusia mulia ini, kelak akan lahir
seorang putri yang menjadi penghulu wanita seluruh jagat, yaitu Fatimah Az-Zahra.

Masa Muda Al-Amin dan Risalah Ilahiyah

Sejak kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa, Muhammad dikenal oleh


masyarakat sebagai seorang yang memiliki kepribadian agung, jujur, penyantun,
gemar menolong mereka yang memerlukan dan berhati besar. Ketinggian akhlak
beliau membuat kagum bangsa Arab khususnya suku Quresy di Mekah. Berbeda
dengan para pemuda dan masyarakat di zaman itu, Muhammad tidak tertarik
kepada kehidupan yang hanya mengejar kesenangan duniawi.

Pemuda putra Abdullah bin Abdul Mutthalib ini gemar menyendiri di lereng-lereng
gunung atau di gua Hira untuk menghindari kehidupan syirik dan menyibukkan diri
dengan beribadah dan bermunajat kepada Allah. Muhammad biasanya pergi ke gua
Hira dengan membawa bekal dan akan turun ke kota jika perbekalan habis. Pergi ke
gua Hira, menyendiri dan bermunajat di tempat yang sepi itu seorang diri akhirnya
menjadi kegiatan rutin pemuda bergelar al-Amin ini.

Di Hira, Muhammad menemukan ketenangan tersendiri yang tidak ia dapatkan di


Mekah. Akhirnya, pada suatu hari ketika usianya menginjak 40 tahun, saat berada
di dalam gua hira, Muhammad mendengar suara yang mengajaknya untuk
membaca. Untuk pertama kalinya, Muhammad menerima ayat yang turun dari Allah
Swt. Iqra bismi rabbikalladzi khalaq, Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
menciptakan. Ayat ini adalah yang pertama kalinya turun kepada Muhammad yang
menandai kenabiannya.

Tidak sedikit orang yang mempersoalkan mengenai agama Nabi Muhammad Saw
sebelum menerima risalah kenabian. Permasalahan mengusik hati ketika
menyaksikan bahwa di zaman jahiliyyah, bangsa Arab khususnya di kota Mekah,
tempat Rasulullah Saw menjalani kehidupannya, adalah bangsa penyembah
berhala. Masing-masing kelompok dan kabilah memiliki berhala tersendiri yang
diletakkan di dalam ka'bah atau di komplek masjidul haram. Sementara masing-
masing orang memiliki berhala yang khusus yang disimpan di rumah masing-
masing atau di kantong khusus agar bisa dibawa ke mana-mana.

Masalah inilah yang lantas melahirkan pertanyaan mengenai agama yang dianut
oleh Rasulullah SAW sebelum diangkat menjadi nabi. Masalah kondisi di zaman
jahiliyah dan penyembahan berhala yang dianut oleh bangsa Arab secara umum,
adalah fakta sejarah yang tidak mungkin ditolak. Namun harus diingat bahwa di
jazirah Arabia juga ada agama lain semisal agama Nasrani, Yahudi dan agama
Ibrahimi.

Penduduk Najran rata-rata beragama nasrani, sementara di kota Yasrib, nama lain
kota madinah, terdapat beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi. Selain dua
agama itu, tidak sedikit pula yang menganut ajaran Nabi Ibrahim as. Agama
Ibrahimi ini dianut oleh sebagian besar bani Hasyim. Bukankah ketika Abdul-
Muththalib menamakan anaknya dengan nama Abdullah yang berarti hamba Allah,
menunjukkan bahwa tuhan yang sebenarnya di mata Abdul Mutthalib adalah Allah,
bukan selain-Nya.

Ketika Allah mengangkatnya menjadi nabi dan utusan-Nya, Muhammad


mengatakan kepada umat bahwa dia membawa ajaran Ibrahim. Seruan ini
dikarenakan umat mengenal akan keberadaan ajaran yang demikian. Amalan
ibadah seperti haji, umrah dan semisalnya yang juga dianut oleh bangsa Arab
Jahiliyyah merupakan sisa-sisa ajaran Ibrahim as yang terus dijalankan meski
dengan cara yang berbeda dengan ajaran sebenarnya. Semua ini menunjukkan
bahwa tidak semua orang Arab di zaman itu menyembah berhala. Jika hal ini bisa
diterima, muncul pertanyaan;

Masuk akalkah, orang yang bakal membawa ajaran agama ilahi yang paling
sempurna, tetapi tidak mengikuti ajaran Ibrahim dan terjerumus ke dalam
kesyirikan penyembahan berhala?

Jika Muhammad pernah menyembah berhala, tentunya, saat beliau menyeru kaum
Quresy dan bangsa Arab untuk meninggalkan berhala, mereka akan mengingatkan
bahwa dia sendiri pernah menyembah berhala. Dalam sebuah riwayat disebutkan
bahwa Imam Ali bin Abi Thalib pernah bertanya kepada Rasulullah, "Ya rasulullah,
apakah engkau pernah menyembah berhala?"

Beliau menjawab, "Sama sekali tidak."

"Apakah engkau pernah meminum khamar?"


Beliau juga menjawab, "Sama sekali tidak pernah."

Dengan turunnya firman ilahi kepadanya dan turunnya perintah untuk mengajak
kaumnya kepada penyembahan tuhan yang maha esa, Nabi Muhammad Saw
menyampaikan misi mulia dan agung ini kepada sanak keluarganya. Orang yang
pertama-tama menerima ajakan ini adalah Khadijah istri setia Rasulullah dan Ali bin
Abi Thalib yang hidup dalam bimbingan dan asuhan beliau. Ajakan dan seruan Nabi
ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan kepada keluarga dekatnya.

Proses dakwah secara sembunyi-sembunyi ini berlangsung selama tiga tahun,


sampai akhirnya Allah Swt menurunkan ayat yang berisi perintah untuk secara
terbuka menyampaikan risalah ilahi ini kepada umat.

Dengan berdiri di atas sebuah bukit, Rasulullah Saw bertanya kepada kaumnya,
"Wahai sekalian suku Quresy, jika akan katakan bahwa di belakang bukit ini ada
pasukan musuh yang datang menyerang, apakah kalian akan mempercayai kata-
kataku?"

Mereka menjawab, "Ya, pasti, sebab engkau adalah orang yang paling jujur."

Rasulullah berkata lagi, "Jika demikian, ketahuilah bahwa aku membawa risalah dan
ajaran dari Tuhan untuk kalian semua." Rasulullah menjelaskan risalah yang beliau
pikul kepada kaum Quresy. Akan tetapi berbeda dengan pernyataan awal mengenai
kejujuran Muhammad Al-Amin, kali ini kaum Quresy yang dimotori oleh para
pemukanya yang kafir semisal Abu Sufyan, Abu Jahal dan lainnya menuduh putra
Abdullah ini telah membuat kebohongan besar.

Sejak saat itulah, dakwah kepada agama Islam dilakukan secara terbuka. Seiring
dengan sambutan orang-orang yang berhati bersih kepada ajaran ini, sikap
penentangan dan permusuhan kaum kafir terhadap ajaran ilahi ini juga semakin
meningkat. Para pemuka Quresy yang merasa posisi dan kedudukan mereka
terancam dengan adanya ajaran ilahi ini, serta merta megambil sikap frontal
terhadap Muhammad, para pengikut dan ajarannya. Dengan memanfaatkan
kedudukan, uang dan kekuatan, kaum kafir melakukan penyiksaan terhadap para
pengikut ajaran islam.

Bilal bin Rabbah bekas budak Umayyah bin Khalaf, juga Yasir, istrinya Sumayyah
dan anaknya Ammar adalah contoh dari kaum muslimin lemah yang menjadi korban
penyiksaan. Bahkan Sumayyah dan Yasir gugur syahid setelah menjalani
penyiksaan kaum kafir Quresy yang tidak mengenal batas kemanusiaan. Sementara
Ammar terpaksa mengeluarkan kata-kata syirik dari mulutnya meski hatinya tetap
memegang teguh keimanan.

Gangguan kaum kafir Quresy tidak hanya ditujukan kepada kaum muslimin, tetapi
juga kepada pemimpin dan nabi pembawa risalah, Muhammad bin Abdillah Saw.
Hanya saja, gangguan itu seberapa karena sikap Abu Thalib yang mati-matian
membela Muhammad dan ajarannya. Bagaimanapun juga, Abu Thalib adalah figur
yang sangat dihormati oleh kaum Quresy di Mekah. Berkali-kali para pembesar
Quresy mendatangi Abu Thalib agar menghentikan aktifitas dakwah Muhammad
yang menistakan berhala dan mengajak masyarakat kepada Tuhan yang esa. Meski
demikian, Abu Thalib tetap pada pendiriannya untuk membela Muhammad dan
ajarannya. Sikap Abu Thalib ini telah menyulut kemarahan para pembesar Quresy
yang lantas memutuskan untuk memboikot Bani Hasyim dan para pengikut ajaran
Islam.

Hijrah ke Habasyah

Pada pembahasan yang lalu telah disinggung bahwa kaum muslimin di kota Mekah,
khususnya mereka yang berasal dari kalangan budak atau orang-orang yang
memiliki kedudukan sosial rendah, mendapat perlakuan buruk dari kaum kafir
Quresy. Tidak sedikit dari mereka yang disiksa dan ada pula yang dibunuh. Kondisi
ini sangat menyulitkan umat Islam. Akhirnya, untuk melepaskan diri dari
penderitaan dan untuk menjaga agar umat yang baru terbentuk tidak bisa
dihancurkan, Rasulullah Saw memerintahkan sekelompok umatnya untuk berhijrah
ke negeri Habasyah yang saat itu dipimpin oleh raja Najasyi.

Kelompok muhajirin ke Habasyah dipimpin oleh Ja'far putra Abu Thalib. Kepergian
Ja'far dan rombongannya yang berjumlah kurang lebih delapan puluh orang ke
Habasyah membuat berang kaum kafir Mekah. Merekapun mengirimkan utusan
kepada raja Najasyi untuk menolak kehadiran kaum muslimin di negerinya.
Permintaan Quresy tidak langsung dikabulkan oleh Najasyi. Raja yang beragama
nasrani ini lantas memanggil Ja'far dan rombongannya ke istana.

Di tempat inilah dan di hadapan raja beserta para penasehat agamanya, Ja'far
menjelaskan maksud kedatangannya ke Habasyah. Putra Abu Thalib ini dengan
tegas mengatakan bahwa dia dan rombongannya, bukanlah budak yang lari dari
tuannya atau pembunuh yang lari dari tebusan darah. Mereka lari dari Mekah hanya
untuk menyelamatkan diri dari penyiksaan dan tekanan yang dilakukan para
pemuka Quresy terhadap mereka. Mereka dianggap layak mendapat perlakuan
buruk karena telah menyembah Tuhan yang Esa dan menolak sujud kepada
berhala.

Penjelasan Ja'far bin Abi Thalib berhasil mematahkan makar utusan Quresy. Raja
Najasyi memerintahkan untuk mengembalikan semua hadiah yang dikirim Quresy
kepadanya. Utusan Mekah-pun meninggalkan negeri Habasyah. Untuk kaum
muhajirin ini, Najasyi memberikan izin tinggal di negerinya dengan aman dan damai
sampai kapanpun juga.

Pemboikotan Terhadap Bani Hasyim

Di Mekah, kaum kafir Quresy semakin kalap, kala menyaksikan jumlah mereka yang
masuk agama Islam semakin bertambah. Pembesar-pembesar Mekah semisal
Hamzah bin Abdul Mutthalib juga telah mengumumkan keislamannya. Hal ini
membuat para pemuka Quresy berpikir untuk membunuh Nabi Muhammad SAW.
Akan tetapi membunuh Muhammad tidaklah mudah. Sebab, bagaimanapun juga,
bani Hasyim yang termasuk kelompok bangsawan Quresy tidak akan setuju.
Quresy membujuk Abu Thalib yang dipandang sebagai pelindung utama Rasulullah
agar bersedia menerima uang tebusan dua kali lipat dari tebusan biasa, dan
membiarkan Muhammad dibunuh. Pembunuhnya akan dipilih dari orang di luar
Quresy. Dengan demikian, pembunuhan atas diri Muhammad tidak akan berbuntut
pada perang saudara di Mekah. Usulan tersebut dipandang Abu Thalib sebagai
tanda keseriusan Quresy untuk membunuh Nabi. Akhirnya Abu Thalib memanggil
seluruh anggota keluarga bani Hasyim agar berkumpul di lembah Abu Thalib untuk
melindungi Muhammad dari upaya teror yang direncanakan Quresy terhadapnya.

Bulan Muharram tahun ke-7 kenabian, kaum kafir Quresy menyusun sebuah
perjanjian yang berisi pemboikotan terhadap bani Hasyim. Berdasarkan perjanjian
ini, segala bentuk jual beli, pernikahan dan hubungan dengan bani Hasyim dilarang.
Pemboikotan ini telah menyebabkan bani Hasyim yang berada di lembah atau syi'b
Abu Thalib kesulitan mendapatkan bahan pangan dan keperluan hidup lainnya.

Pemboikotan ini dimaksudkan untuk memaksa bani Hasyim khususnya Abu Thalib,
agar bersedia menyerahkan Muhammad kepada Quresy untuk dibunuh. Tekad
mereka untuk menghabisi nabi terakhir ini, sedemikian kuat sehingga Abu Thalib
memperkuat penjagaan atas diri Rasulullah. Di malam hari, Abu Thalib
memerintahkan salah seorang dari bani Hasyim untuk tidur di pembaringan
Rasulullah, demi menjaga keselamatan Nabi bergelar Al-Amin ini.

Kondisi serba sulit ini berlangsung selama tiga tahun. Selama itulah, mereka yang
berada di dalam syi'b bergelut dengan rasa lapar dan keterasingan. Pekik tangis
anak-anak bayi dari keluarga bani Hasyim yang kelaparan terkadang terdengar
sampai ke luar lembah itu. Bagi sebagian orang Quresy, keadaan ini sungguh
menyiksa batin mereka. Karena itu, mereka sepakat untuk mencabut boikot atas
bani Hasyim.

Tahun Kesedihan ('Amul Huzn )

Tahun sepuluh kenabian, setelah bani Hasyim keluar dari syib Abu Thalib dan
terlepas dari pemboikotan, Abu Thalib dan Khadijah binti Khuwailid, paman dan istri
Nabi yang selama ini menjadi pelindung dan pembela risalah kenabian, meninggal
dunia. Wafatnya kedua manusia agung ini menjadi pukulan berat bagi Nabi. Betapa
tidak, di saat kaum Quresy berniat membunuh beliau, Abu Thalib siap berkorban
untuk melindungi Rasulullah. Di saat kaum kafir memboikot Nabi secara ekonomi,
Khadijah menginfakkan seluruh hartanya untuk perjuangan Islam. Tahun 10
kenabian disebut oleh Rasulullah sebagai ‘amul huzn yang berarti tahun kesedihan
karena kepergian dua insan pembela risalah kenabian.

Setelah Abu Thalib dan Khadijah wafat, dan setelah menyaksikan penentangan
kaum Quresy, Nabi Saw pergi ke kota Thaif untuk mengajak warga di kota itu
kepada agama Islam. Tetapi warga Thaif menyambut Nabi dengan lemparan batu
dan cacian. Akibat kekurangajaran warga Thaif, malaikat Jibril mendatangi
Rasulullah dan meminta izin untuk menghukum mereka. Tetapi nabi yang oleh Allah
disebut sebagai orang yang penyayang ini menolak sambial mengatakan, "Ya Allah
ampunilah kaumnya, karena mereka tidak mengetahui kebenaran yang aku bawa."
Keislaman Aus dan Khazraj

Setelah kembali ke kota Mekah, Nabi memfokuskan dakwahnya kepada suku-suku


Arab lainnya yang berdatangan ke kota itu untuk melaksanakan ibadah haji. Dari
situlah, beliau berkenalan dengan orang-orang Aus dan Khazraj, penduduk kota
Yatsrib yang kemudian berubah nama menjadi Madinah. Di Yatsrib, suku Aus dan
Khazraj merupakan musuh bebuyutan yang sejak lama terlibat perang saudara. Di
kota itu, hidup pula suku-suku beragama Yahudi yang sering mengabarkan kepada
mereka akan kedatangan Nabi di akhir zaman.

Setelah berkenalan dengan Nabi Muhammad Saw dan ajara yang dibawanya, orang-
orang dari Aus dan Khazraj menyatakan ikrar keimanan kepada beliau. Mereka
bahkan mengingat janji dan baiat dengan Nabi. Orang-orang Aus dan Khazraj yang
telah menemukan seorang pemimpin yang dapat mengakhiri permusuhan di antara
mereka, menawarkan kepada Rasulullah Saw agar beliau bersedia berhijrah ke kota
mereka.

Sesuai dengan tawaran itu, dan dengan perintah Allah Swt, Rasul Saw
memerintahkan kaum muslimin Mekah untuk berhijrah ke Madinah. Rombongan
demi rombongan kaum muslimin Mekah bergerak ke arah Yastrib. Gelombang hijrah
ini terus berlanjut dan berpuncak pada hijrah Nabi ke kota itu.

Hijrah ke Madinah

Hijrah yang berarti perpindahan dianggap sebagai salah satu ibadah dengan nilai
pahala yang tinggi. Dalam banyak ayat al-Quran Allah Swt menjelaskan kemuliaan
ibadah ini dan menjanjikan ganjaran yang berlipat ganda kepada mereka yang
berhijrah. Sebab, selain kesulitan yang dihadapi seorang muhajir baik kesulitan
karena meninggalkan negeri asal, kesulitan di negara baru dan banyak hal lain,
hijrah juga dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara agama dan risalah ilahi
yang terakhir ini.

Di negeri yang baru, langkah pertama yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah
membangun masjid yang merupakan pusat kegiatan Islam dan pemersatu umat.
Masjid pertama yang dibangun di Madinah adalah masjid Quba' yang oleh Allah
disebut sebagai masjid yang dibangun di atas pondasi ketaqwaan. Pembangunan
masjid ini dilakukan oleh seluruh umat Islam baik penduduk asli maupun
pendatang. Rasul-pun ikut ambil bagian dalam membangun masjid Quba'.

Pemerintahan Nabawi

Langkah berikutnya yang dilakukan Nabi adalah memupuk persaudaraan di antara


kaum muslimin. Beliau memerintahkan masing-masing sahabat untuk memilih
orang yang akan dijadikan sebagai saudara. Sementara beliau sendiri memilih Ali
bin Abi Thalib sebagai saudaranya. Dengan demikian, terciptalah suasana
persaudaraan yang kuat di tengah umat Islam pada hari-hari pertama kehadiran
Rasulullah Saw di Madinah.
Berikutnya untuk melindungi Madinah dari ancaman yang mungkin datang dari
umat lain, Rasulullah Saw mengadakan perjanjian damai dengan umat Yahudi yang
berada di sekitar kota Madinah. Sebagaimana yang telah disinggung, suku Aus dan
Khazraj sering mendengar janji kedatangan Nabi akhir zaman dari umat Yahudi
yang hidup di dekat mereka. Ada tiga kabilah besar Yahudi di Madinah, yaitu, Bani
Nadhir, Bani Qainuqa dan Bani Quraidhah. Dengan ketiga kelompok ini, Rasulullah
Saw mengikat perjanjian untuk tidak saling mengganggu.

Setelah langka-langkah awal diambil Rasulullah Saw menyibukkan diri dengan


membimbing umat kepada ajaran yang diterimanya dari Allah Swt. Di kota inilah,
beliau mendapatkan wahyu-wahyu yang menjelaskan hukum-hukum syariat secara
lebih luas. Wahyu inilah yang kemudian diajarkan Nabi Saw kepada umatnya.

Perang Badr

Sementara itu, dengan kepergian Nabi ke Madinah, permusuhan kaum kafir Quresy
kepada umat Islam masih belum reda. Penyiksaan dan gangguan mereka kepada
kaum muslimin yang masih berada di Mekah dan tidak dapat keluar dari kota itu
semakin menjadi. Di lain pihak harta benda yang ditinggalkan oleh mereka yang
telah berhijrah ke Madinah dirampas oleh Quresy. Hal inilah yang mendasari
perintah Rasulullah SAW untuk mencegat kafilah dagang Quresy yang melintas
dekat

Madinah dalam perjalanan perniagaan menuju Syam atau dari Syam menuju
Mekah.
Tahun kedua hijriyah, Rasulullah Saw bersama 313 sahabatnya bergerak menuju
Badr untuk mencegat kafilah Quresy yang membawa harta berlimpah hasil dari
perniagaan di Syam. Setelah mendengar berita itu, Abu Sufyan, yang memimpin
kafilah ini, mengirimkan utusannya ke Mekah untuk meminta bantuan tentara
Quresy dalam menghadapi ancaman ini.

Bagi Quresy, pencegatan kafilahnya oleh kaum muslimin tidak hanya berarti
kerugian harta tetap juga kehormatan suku besar di Mekah ini. Untuk itu, Abu Jahl
yang merupakan salah satu bangsawan terkemuka Quresy bersama seribu orang
lengkap dengan peralatan perang meninggalkan kota Mekah dan bergerak menuju
Badr. Sementara kafilah pimpinan Abu Sufyan dengan melintasi jalan alternatif
berhasil lolos dari sergapan kaum muslimin. Abu Sufyan mengirimakn kurirnya
untuk meminta Abu Jahl kembali kep mekah karena bahaya telah berlalu. Namun
pesan itu ditolaknya. Abu Jahl bersikeras untuk berhadapan dan terlibat perang
dengan pasukan Madinah. Ia berpikir, dengan demikian, umat Islam akan jera atau
bahkan terhabisi.

Di Badr, pasukan muslimin yang dipimpin langsung oleh Rasulullah Saw telah
bersiap siaga. Pasukan kecil berjumlah 313 orang dan peralatan yang ala kadarnya,
siap menghadapi seribu orang di barisan Quresy yang bersenjata lengkap. Namun
keimanan yang dimiliki oleh umat Islam lah yang menjadi mesin pendorong mereka
untuk tegar dan siap menanti kematian di jalan Allah yang basalannya adalah
surga.
Tanggal 17 Ramadhan tahun kedua hijriyah, perang di Badr berkecamuk setelah
diawali dengan duel satu lawan satu antara tiga jawara dari dua barisan. Satu demi
satu korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Darah bersimbah di sana sini. Tak
lama, berita tersebar bahwa Abu Jahl yang oleh Rasul disebut sebagai Firaun di
tengah umat ini tewas di tangan pasukan muslimin. Terbunuhnya Abu Jahal dan
beberapa pemuka Quresy di medan perang Badr menjadi pukulan berat bagi
pasukan Mekah yang akhirnya memilih untuk melarikan diri.

Dalam perang Badr, pasukan Quresy menderita kerugian tujuh puluh tewas dan
tujuh lainnya tertawan. Sementara barang rampasan perang yang ditinggalkan
tidak sedikit. Diperkirakan sekitar 150 unta, sepuluh kuda, sejumlah kulit dan kain,
serta peralatan perang ditinggalkan oleh pasukan Mekah yang lari tunggang
langgang menyelamatkan diri.

Perang Uhud

Kekalahan Quresy dalam perang Badr menjadi pukulan berat bagi mereka. Betapa
tidak, Muhammad dan pengikutnya yang belum lama ini menjadi bulan-bulanan
tekanan dan penyiksaan kini telah memiliki kekuatan yang dapat melumpuhkan
pasukan Quresy. Untuk itu, para pemuka Mekah merencanakan tindakan balas
dendam. Akhirnya diputuskan, bahwa Quresy akan menyerang kaum muslimin di
Madinah dengan segenap kekuatan yang ada. Maka dibuatlah persiapan yang
matang. Setiap keluarga dari Quresy khususnya, mereka yang salah satu
anggoatanya terbunuh di perang Badr dikenai kewajiban untuk mendanai perang
besar ini.

Setelah segala sesuatunya dirasa matang, pasukan Quresy yang berjumlah 3.000
orang dengan senjata lengkap bergerak ke arah Madinah. Berita bergeraknya
pasukan Quresy ke arah Madinah sampai ke telinga Rasul. Beliau lantas
mengumpulkan para sahabatnya dan bermusyawarah dengan mereka. Beliau
menanyakan pendapat mereka, apakah kaum kafir akan dihadapi di dalam Madinah
atau di luar Madinah? Mereka yang lebih muda dan tidak hadir di perang Badr
mengusulkan untuk menghadang pasukan Mekah di luar Madinah. Pendapat inilah
yang lantas disahkan.

Kaum muslimin yang berjumah sekitar 1000 orang bergerak ke luar kota Madinah.
Namun di tengah jalan sebanyak 300 orang termakan oleh tipu daya si munafik
Abdullah bin Ubay, dan berpisah dari barisan Rasulullah. Sesampainya di kawasan
gunung Uhud, Rasul memerintahkan 50 orang sahabtanya untuk mengambil posisi
di bukit Ainain yang kemudian berubah nama menajdi Jabal Rumath atau gunung
pemanah. Kepada mereka, beliau berpesan untuk tidak meninggalkan bukit itu,
menang atau kalah.

Perang berkecamuk. Pada awalnya, pasukan muslimin berhasil memukul mundur


tentara Mekah. Di saat tentara kafir meningggalkan medan, para pemanah turun
dari bukit untuk mengumpulkan rampasan perang. Imbauan Abdullah bin Jubair
yang menjadi komandan para pemanah kepada anak buahnya untuk kembali ke
posisi asal mereka tidak digubris. Kekosongan ini dimanfaatkan pasukan berkuda
Quresy untuk menyerang di balik bukit. Melihat keadaan ini pasukan kafir yang
asalnya melarikan diri, kembali ke medan perang. Dengan demikian, posisi kaum
muslimin terjepit.

Barisan yang asalnya teratur dan mengendalikan jalannya pertempuran kini


tercabik-cabik. Tidak sedikit pejuang muslim yang lari menuju Madinah, setelah isu
terbunuhnya Nabi tersebar di tengah medan. Hanya sekelompok kecil yang terus
bertahan dan bertarung habis-habisan. Ketangkasan Ali dan keberaniannya dipuji
oleh para malaikat. Terdengar suara yang memuji Ali dan pedangnya yang bernama
Dzul fiqar, ‘La Fata Illa Ali La Saifa illa Dzulfiqar', tidak ada yang jantan seperti Ali
dan tidak ada pedang seperti Dzul Fiqar.

Sebanyak tujuh puluh orang dari barisan muslimin termasuk paman Nabi, Hamzah
bin Abdul Mutthalib, gugur syahid dalam perang ini. Nabi sendiri mengalami luka
yang cukup serius. Namun berkat kepemimpinan putra Abdullah ini, kaum muslimin
kembali berhasil memegang kendali peperangan setelah merapikan barisan.
Menyaksikan hal itu, Abu Sufyan memerintahkan kepada pasukan kafir Quresy
untuk menghentikan perang dan kembali ke Mekah. Dengan demikian berakhirlah
perang Uhud.[IRIB]

You might also like