You are on page 1of 10

MAULID NABI MUHAMMAD SAW

A. Latar Belakang
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW telah dimulai sejak masa dinasti
Fatimiah di Mesir. Kerajaan Fatimah telah merayakan perayaan ini secara besar-
besaran. Bukan hanya pada saat kelahiran Nabi Muahammad saja, tetapi juga keluarga
Nabi seperti Zainab, Hassan, Hussain (ra) juga dirayakan. Bahkan mereka juga
merayakan kelahiran Nabi Isa as.
Lalu kemudian, semua perayaan ini dihentikan pada tahun 488 atas perintah
Perdana Menteri al-Afdal Shahindah yang ketika itu berpegang kuat pada sunnah seperti
tercatat dalam Kitab "Al-Kamil", karangan Ibnu Al-Athir. Masyarakat berhenti
merayakannya sampai kemudian Al-Ma'mun Al-Bataa'ni kembali memegang
kekuasaan. Beliau memui kembali perayaan yang telah dihentikan sebelumnya.
Apabila Kerajaan al-Ayubbiah merampas kuasa, semua perayaan telah dihentikan.
Namun begitu, masyarakat tetap merayakannya dikalangan keluarga mereka di dalam
rumah. Pada Abad ke 7, Putera Muzafar Al-Deen Abi Sa'd Kawakbri Ibn Zein Ed-Deen
`Ali-Ibn Tabakatikin telah mewartakan perayaan Maulid Nabi di kota Irbil. Beliau
merupakan seorang sunni. Muzafar mengambil berat akan perayaan ini sehingga
memerintahkan agar persediaan seperti mendirikan khemah, menghias khemah dan
pelbagai lagi dilaksanakan seawal dan sebaik mungkin. Setiap kali selepas solat Asar,
Muzafar akan menyaksikan perayaan ini di dalam khemah yang telah didirikan itu.
Perayaan diadakan pada 8 Rabiulawal dan kadang-kadang 12 Rabiulawal. Sambutannya
diisikan dengan pelbagai acara antaranya membaca sejarah Nabi (saw) sehinggalah
kepada menghias binatang ternakan untuk disembelih kemudian diadakan jamuan besar-
besaran.
Berkata Ibnu Haajj Abu Abdullah Al-Abdari, perayaan tersebut tersebar luas di
seluruh Mesir pada zaman pemerintahan Putera Muzafar ini. Beliau menentang akan
perayaan yang diadakan. Banyak buku telah ditulis mengenai perayan Maulidur Rasul
ini antara penulisnya ialah Ibn Dahya, meniggal dunia pada 633, Muhy Ed-Deen Ibn Al-
`Arabi, meniggal di Damascus pada 683, Ibn Taghrabik, meniggal di Mesir pada 670,
dan Ahmad Al-` Azli dan anaknya Muhammad, meniggal di Sebata pada 670.
Oleh kerana amalan bid'ah yang banyak ketika perayaan itu, ulama 'telah berbeda
pendapat akan kebolehan merayakan Maulid Nabi ini. Pendapat pertama membolehkan
perayaan ini manakala pendapat yang kedua mengatakan sebaliknya. Antara yang
membolehkan ialah As-Siyooti, Ibnu Hajar Al-`Asqalaani dan Ibnu Hajar Al-Haythmi.
Walaupun mereka setuju dengan perayaan ini, mereka tetap membangkang atur cara
ketika Maulid itu (pada zamannya).

B. Pembahasan
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi yang sudah kental
dan memasyarakat di kalangan kaum muslim. Bukan hanya di Indonesia, tradisi yang
jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam Hijriah itu, juga marak diperingati oleh umat
Islam berbagai dunia.
Di Indonesia, tradisi ini disahkan oleh negara, sehingga pada hari tersebut
dijadikan sebagai hari besar dan hari libur nasional. As-Suyuti dalam Kitab Husn Al-
Maqosid fi Amal Al-maulid menerangkan bahwa orang yang pertama kali
menyelenggarakan maulid Nabi adalah Malik Mudzofah Ibnu Batati, penguasa dari
negeri Ibbril yang terkenal loyal dan berdedikasi tinggi. Mudzorofah pernah
menghadiahkan sepuluh ribu dinar kepada Syekh Abu Al-Khotib Ibnu Dihyah yang
telah berhasil menyusun sebuah buku riwayat hidup dan risalah Rasulullah dengan judul
At-Tanwir fi maulid Al-Basyir Al-Nazir. Pada masa Abbasyiyah, sekitar abad kedua
belas masehi, perayaan maulid Nabi dilaksanakan secara resmi yang dibiayai dan
difasilitasi oleh khalifah dengan mengundang penguasa lokal. Acara itu diisi dengan
puji-pujian dan uraian maulid Nabi, serta dilangsungkan dengan pawai akbar
mengelilingi kota diiringi pasukan berkuda dan angkatan bersenjata.

C. Dasar Hukum
Berikut ini adalah dalil nash al-quran dan as-sunah sebagai dasar perayaan maulid
nabi Muhammad SAW:
1. Firman allah SWT dalam Q.S yunus ayat 58:”katakanlah:”dengan karunia Allah
dan Rahmat-Nya,hendaklah dengan itu mereka bergembira”.ayat ini
menganjurkan kita begembira bila mendapatkan karunia besar termasuk
bergembira atas karunia kelahiran panutan kita rasullulah SAW.allah telah
berfirman dalam surat Al-Anbiya” ayat 107:”dan tidaklah kami (allah)
mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.
2. Di dalam al quran,allah SWT menceritakan kisah-kisah kehidupan nabi-nabi
terdahulu untuk memantapkan hati2 rasullulah.seperti tertera dalam
firmannya:”dan semua dari kisah2 para rasul kami ceritakan kepadamu,yang
dengannya kami teguhkan hatimu,.(Q.S.Hud:120).Begitu pula dengan kita,kita
butuh kisah2 kehidupan rasullulah demi memantapkan keimanan dan rasa cinta
kita kepadarasullulah.untuk mengetahui kehidupan beliau ya kita harus membaca
kitab2 yang terdapat dalam kitab2 maulid nabi.
3. Perayaan maulid bisa mendorong seseorang untuk memperbanyak sholawat dan
salam kepada rasullulah.dan ini sejalan dengan perintah allah SWT dalam al-
qur”an:”sesungguhnya allah dan para malaikat bersholawat kepada nabi,wahai
orang2 yang beriman bacalah sholawat dan salam kepadanya.(Q.S.al-ahzab:56).
4. Ibnu taimiyah al-hambali berkata :maka muliakanlah maulid nabi dan jadikan
acara ini sebagai acara tahunan,semoga dengan niat baik dan tujuan untuk
memuliakannya kita yang mendapat pahala yang besar dari Allah SWT.amin
5. Imam abu syamsah as-syafi”I berkata:di antara yang baik dari hal2 yang baru pada
masa kita adalah yang kita lakukan di hari maulid nabi dengan cara mengeluarkan
sedekah,berbuat baik,menampakkan kegembiraan dan membahagiakan kaum
kafir.dengan perayaan maulid nabi hal ini bisa menumbuhkan rasa cinta dan
ta”dzim kepada baginda rasullulah.
6. Imam ibnu hajar al-haitami berkata:”bid’ah hasanah di sepakati untuk di
anjurkan,dan perayaan maulid nabi termasuk di dalamnya.
7. Imam a.suyuti berkata:perayaan maulid nabi termasuk bidah hasanah yang
memberikan pahala bagi yang melakukannya karena di dalamnya ada unsur
memuliakan nabi dan bergembira atas kelahiran nabi.

Oleh karena itu bagi kaum seluruh kaum muslimin yang merayakan maulid
nabi,jangan urusi orang2 yang mengkafir-kafirkan kita,biarkan mereka mempunyai
paham seperti itu,kita punya dasar kuat sebagai dalil perayaan maulid nabi,akhirnya
marilah kita bersama2 meneladani panutan umat seluruh alam,dan mudah-mudahan kita
besok akan mendapatkan syafaat dari beliau. Amin
D. Perbedaan Pendapat Ulama
Dilihat dari sudut pandang hukum syara’ ada dua pendapat yang bertentangan
dalam menangani masalah peringatan maulid Nabi.

 Pendapat Pertama
Pendapat pertama, yang menentang, mengatakan bahwa maulid Nabi merupakan
bid’ah mazmumah, menyesatkan. Pendapat pertama membangun argumentasinya
melalui pendekatan normatif tekstual. Perayaan maulid Nabi SAW itu tidak ditemukan
baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Al-Quran dan juga Al-Hadis. Syekh
Tajudiin Al-Iskandari, ulama besar berhaluan Malikiyah yang mewakili pendapat
pertama, menyatakan maulid Nabi adalah bid’ah mazmumah, menyesatkan. Penolakan
ini ditulisnya dalam Kitab Murid Al-Kalam Ala’amal Al-Maulid.

Sikap Ahlussunnah Wal Jamaah Terhadap Bid'ah Maulid


Ulama Salafussoleh sepakat bahwa perayaan Maulid Nabi dan perayaan-perayaan lain
tidak sesuai dengan syari'at. Ia merupakan perkara yang diada-adakan, yang
disusupkan ke dalam agama ini. Tidak ada contoh dari Nabi, para sahabatnya, Tabî'ut
Tâbi'în, tidak pula ulama terkemuka dari imam yang empat atau selain mereka.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:


"Adapun mengadakan perayaan selain perayaan yang telah disyari'atkan, seperti
malam Rabiulawal, disebut juga malam maulid, malam-malam di bulan Rajab, 8
Zulhijah, Jumat pertama Rajab dan 8 Syawal yang dinamakan dengan Idul Abror
merupakan bid'ah yang tidak disukai oleh salaf (generasi awal) dan tidak pernah
mereka lakukan. Wallahu ta'ala a'lam

Ibnu Taimiyah juga menyebutkan di dalam kitabnya Iqtidhô as-Shirâtal Mustaqim:


"Pasal: Yang termasuk kemungkaran dalam bab ini adalah: seluruh perayaan-
perayaan dan musim yang diada-adakan. Ia termasuk kemungkaran yang makruh
(dibenci). Sama saja apakah kemakruhannya sampai ke derajat haram atau belum.
Perayaan ahli kitab dan a'jam (orang asing) terlarang karena dua sebab:
Pertama: unsur tasyabuh (menyerupai) orang-orang kafir.
Kedua: ia merupakan bid'ah dalam agama. Segala perayaan dan musim yang diada-
adakan adalah mungkar sekalipun tidak menyerupai ahli kitab.
Beliau –rahimahullah- menyebutkan penjelasan hal itu dengan ungkapannya:
"Yang demikian masuk kategori bid'ah dan muhdatsah (ajaran yang diada-adakan).
Masuk dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam sahihnya dari Jabir, dia
berkata, "Rasulullah jika berkhotbah matanya memerah, meninggi suara dan
temperamennya, bahkan seakan tengah mengomando pasukan perang, dengan
mengatakan sobâhakum wa masâ akum (waspadalah setiap saat!) seraya berkata:

)) ِ ‫اعةَ َك َهاَتنْي‬ َّ ‫ت أَنَا َو‬ ِ


َ ‫الس‬ ُ ْ‫ (( بُعث‬:  ‫قال رسول اهلل‬
"Jarak antara pengutusanku dan hari kiamat seperti ini” –beliaupun merapatkan jari
telunjuk dan tengahnya- lalu melanjutkan:

‫اب اللَّ ِه َو َخْي ُر اهْلُ َدى ُه َدى حُمَ َّم ٍد َو َش ُّر‬ ِ ِ ِ


ُ َ‫(( أ ََّما َب ْع ُد فَ ِإ َّن َخْي َر احْلَ ديث كت‬
ٍ
َ ‫األ ُُمو ِر حُمْ َدثَا ُت َها َو ُك ُّل بِ ْد َعة‬
)) ٌ‫ضالَلَة‬
"Adapun selanjutnya: sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah firman Allah dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Sedangkan perkara yang paling
buruk adalah bid'ah (sesuatu yang dibuat-buat dalam agama) dan setiap bid'ah
(yang dibuat-buat dalam agama) adalah sesat." Dalam hadits riwayat an-Nasai:

)) ‫ضالَلٍَة ىِف النَّا ِر‬


َ ‫(( َو ُك َّل‬
"Dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka."
Beliaupun menjelaskan bahwa waktu terbagi menjadi tiga, termasuk di antaranya
perayaan terkait suatu tempat dan aktivitas:
Pertama: hari yang tidak di agungkan sama sekali oleh syari'at Islam dan tidak
disinggung oleh generasi salaf, tidak pula ada sesuatu yang mengharuskan untuk
mengagungkannya, seperti Kamis dan Jumat pertama bulan Rajab, yang dinamakan
dengan ar-Raqôib.
Kedua: berlangsungnya suatu peristiwa yang peristiwa itu juga berlangsung pada
waktu yang lain, tanpa ada hal apapun yang mewajibkannya untuk dirayakan dan
generasi salaf tidak ada yang mengagungkannya, seperti hari ke-18 Zulhijah, saat
Rasulullah berkhotbah di tempat yang bernama Ghadir kham sepulang dari haji
wada'.
Termasuk juga segala yang dibuat-buat oleh sebagian orang; bisa dalam bentuk
menyaingi kaum Nasrani dalam memperingati hari kelahiran Nabi Isa –alaihi salam-
atau karena kecintaan kepada Nabi .
Allah membenarkan kecintaan mereka, tetapi tidak dengan bid'ah yang dilakukan.
Siapa yang menjadikan hari kelahiran Nabi sebagai hari perayaan, maka perbuatannya
itu tidak pernah dilakukan oleh generasi salaf (generasi awal) meskipun mereka juga
mencintai Nabi dan tidak ada penghalang untuk juga melakukannya jika itu memang
baik. Jika perayaan maulid murni kebaikan atau rajih (asumsi kuat) tentunya generasi
salaf lebih berhak merayakannya dari pada kita. Jika kesangatan para sahabat dalam
mencintai dan mengagungkan Rasulullah melebihi kita,tentu mereka lebih peduli jika
ada kebaikan. Akan tetapi ternyata kesempurnaan cinta dan pengagungan kepada Nabi
adalah dengan meneladani, menaati, menjalankan perintahnya, menghidupkan sunah-
sunahnya baik yang lahiriah maupun batiniah, menyebarkan ajarannya dengan
berjihad menggunakan hati, tangan (kekuasaan) dan lisan. Demikianlah toriqoh (jalan)
sabikin al-awalin (generasi pendahulu) dari kaum Muhajirin dan Anshar serta orang-
orang yang mengikuti jejak mereka.

Kebanyakan engkau dapati mereka yang peduli dengan bid'ah-bid'ah seperti ini lemah
dalam menjalankan ajaran Rasulullah yang telah diperintahkan untuk
melaksanakannya. Mereka hanya sebatas menghias masjid tetapi tidak shalat di
dalamnya atau jarang sekali. Sebatas orang yang menenteng-nenteng tasbih dan
sajadah yang berhias. Hiasan-hiasan semacam ini menjadi konsentrasi, disertai riya
(mengharap pujian), kibr (kesombongan) dan menyibukannya dari perkara-perkara
yang memang disyaratkan sehingga merusak keadaan pelakunya.

 Pendapat Kedua
Pendapat kedua, yang telah menerima dan mendukung tersebut, beralasan bahwa
maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah, inovasi yang baik, dan tidak bertentangan
dengan syariat. Pendapat kedua diwakili oleh Ibnu Hajar Al-Atsqolani dan As-Suyuti.
Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah.
Yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, tetapi keberadaannya tidak
bertentang dengan ajaran Islam. Bagi As-Suyuti, keabsahan maulid Nabi Muhammad
SAW bisa dianalogikan dengan diamnya Rasulullah ketika mendapatkan orang-orang
Yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas
keselamatan Nabi Musa dari kejaran Fir’aun. maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah
ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW ke muka bumi. Penuturan ini
dapat dilihat dalam Kitab Al-Ni’mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld
Adam.
Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau
perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang
baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang
pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain:
berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab
Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’izhah hasanah pada acara temanten dan
Muludan.
Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: "Siapa
menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa'at kepadanya di Hari Kiamat."
Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati
hari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”
Perayaan Maulid merupakan ekspresi kebahagiaan dan kegembiraan dengan
diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan hal ini termasuk perkara yang
diharuskan karena Al-Qur’an memerintahkannya sebagaimana yang terdapat di
dalam firman Allah Ta’ala:
“Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka
bergembira.” (Qs. Yunus; 58)
Ayat ini memerintahkan kita untuk bergembira disebabkan rahmat-Nya,
sedangkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah rahmat Allah yang
paling agung, Allah Ta’ala berfirman:
“Dan tidaklah kami utus kamu melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (Qs. Al
Anbiya’; 107)
Sanggahannya:
Bergembira dengan beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam, kelahirannya, syariat-
syariatnya pada umumnya adalah wajib. Dan penerapannya di setiap situasi, waktu dan
tempat, bukan pada malam-malam tertentu.
Kedua, pengambilan dalil surat Yunus ayat ke 58 untuk melegalkan acara Maulid nyata
sangat dipaksakan. Karena para ahli tafsir seperti Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Al Baghawi,
Al Qurthubi dan Ibnul Arabi serta yang lainnya tidak seorangpun dari mereka yang
menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan kata rahmat pada ayat tersebut adalah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, namun yang dimaksud dengan rahmat adalah
Al Qur’an. Seperti yang diterangkan dalam ayat sebelumnya.
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabb kalian
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Yunus; 57)
Ibnu Katsir menerangkan; “Firman Allah Ta’ala “rahmat dan petunjuk bagi orang-
orang yang beriman” maksudnya dengan Al-Qur’an, petunjuk dan rahmat bisa
didapatkan dari Allah Ta’ala. Ini hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang beriman
dengan Al-Qur’an dan membenarkannya serta meyakini kandungannya. Hal ini senada
dengan firman Allah Ta’ala;
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman.” (Qs. Al Israa’; 82)

E. Kesimpulan
Terlepas dari polemik di atas, pelaksanaan maulid Nabi adalah perbuatan Bid'ah
walaupun disinyalir mendatangkan dan memberikan manfaat kehidupan beragama kaum
muslimin secara filosofis, peringatan maulid Nabi dapat menumbuhkan rasa cinta
kepada Rasulullah yang kemudian ditunjukkan dengan mengikuti segala sunahnya dan
menumbuhkan kesadaran akan beragama menuju kesempurnaan takwa, tapi tetap
didahului dengan perbuatan Bid'ah. Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan
manusia di abad ini, dengan kecenderungan bergaya hidup konsumeristik, hidonistik,
dan materialistik, punya andil cukup besar terhadap penurunan tingkat kesadaran
seseorang, maka peringatan maulid Nabi menjadi tuntutan religius yang penting.
Demikianlah hukum mengenai sambutan maulid Nabi Muhammad Sallallahu
alaihi wa Sallam. Janganlah hendaknya kalian memperbesar-besarkan hari kelahiran
Nabi padaha dalam waktu yang sama sunnah Nabi kalian tinggalkan. Yang lebih utama
dan sewajibnya diambil oleh kalian adalah apa jua yang dibawa oleh Rasulullah kepada
kalian berupa perkataan, perbuatan dan taqrir (pembenaran) baginda. Inilah sunnah Nabi
Sallallahu alaihi wa Sallam yang wajib kalian ikuti. Rasulullah bukan sahaja seorang
ahli ibadah, malah baginda adalah juga seorang suami, seorang ayah, seorang Nabi yang
agung dan seorang ahli pemimpin umat yang adil. Rasulullah adalah seorang
pendakwah, pembawa risalah Allah, penyebar Islam dan pembawa rahmat ke seluruh
alam. Rasulullah tidak pernah berhenti berdakwah sejak baginda di angkat oleh Allah
menjadi RasulNya, Rasulullah berdakwah dalam rangka untuk meninggikan kalimah
Allah dan menerapkan segala hukum-hukum Allah di muka bumi, tidak keberatan 
(untuk dakwah) dan tidak mengenal penat dan lelah, menghadapi segala cabaran dan
penderitaan. Inilah sunnah Rasul Sallallahu alaihi wa Sallam yang wajib diteladani oleh
umat Islam, bukan hanya sekadar mengingati dan menyambut tarikh kelahiran baginda,
namun berdiam diri dari semua yang lain.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari Peringatan maulid Nabi saw. antara lain :
a. Menambah wawasan tentang kisah hidup Nabi Muhammad saw.
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah
yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.” (Q.S. Hud (11): 120)
b. Dapat mempererat ukhwwah Islamiyyah antar ummat. Hal ini terjadi akibat
berkumpulnya ummat Islam didaerah sekitar pelaksanaan.
c. Menambah gairah keislaman serta mengingatkan ummat agar teguh menjalankan
ajaran Islam.
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu
bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Dan tetaplah memberi peringatan,
karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang
beriman.” (Q.S. Al-Dzariyat (51) : 55)
d. Menyemarakkan syiar Islam.
e. Menambah wawasan kemasyarakatan dan keislaman.

F. Daftar Pustaka

Kitab Lathâif al-Ma'ârif fî mâ Li Mawâsimil Âm Minal Wadzâif, Ibnu Rajab.


Kitab al-Bida' al-Hauliah, Abdullah ibn Abdul Aziz at-Tuwaijiri.
Artikel 'The Milaad-A Caution against Innovation' oleh Sheikh `Abdul` Aziz
bin`Abdullaah bin Baaz
http://kanal3.wordpress.com/2010/03/01/%E2%80%9Cbagaimana-hukum-
merayakan-maulid-nabi-dalam-perspektif-islam%E2%80%9D/
www.islam-qa.com
www.islamonline.com
http://www.surau.ladang.net/
http://islam.tc/ask-imam/index.php
www.bicaramuslim.com
http://bdmalhikmah.com/index.php/Risalah-Hikmah/hukum-menyambut-maulid-
nabi-muhammad-saw.html

You might also like