Professional Documents
Culture Documents
Anatomi
Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu
pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang
kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami decencus dan akhirnya
melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang
berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan
menghilang setelah dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap, atau terjadi
kelenjar disepanjang jalan ini, yaitu antara letak kelenjar yang seharusnya dengan
basis lidah. Dengan demikian sebagai kegagalan desensus atau menutupnya duktus
akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang abnormal , persistensi duktus
tiroglosus, tiroid lingual, tiroid servikal, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan
memberikan tiroid substernal. Branchial pouch keempat pun ikut membentuk bagian
kelenjar tiroid dan merupakan asal sel-sel parafolikuler atau sel C yang memproduksi
kalsitonin.
Jika sel-sel bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan bekerja lebih cepat. Untuk
menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan iodium yaitu elemen yang
terdapat di dalam makanan dan air. Iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan
lambung, dan kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid,
sedangkan sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Hormon tiroid dibentuk melalui
penyatuan satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut
tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin.
Kompleks yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian
menyatu untuk membentuk dua jenis hormon tiroid dalam darah yaitu :
1. Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, hanya
memiliki efek yang ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh.
2. Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif, yaitu
triiodotironin (T3).
T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung (tiga
untuk T3 dan empat untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke
dalam darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna. Baik T3 maupun T4
dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma.
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel
folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi
belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan
membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai
20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam
transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi
terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini
adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk
monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi).
Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin
tinggi kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat
sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga
pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.
3. Coupling
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di
dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan
dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini kemudian
akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida.
Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang
di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes
koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta
deiodinasi MIT dan DIT.
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian
ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid
Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4
total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP
kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total
menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein
pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi
suatu penyakit kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena
jumlah protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita
pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang
sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.
Hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan dibuat di hipotalamus.
TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).
TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di permukaan sel tiroid
(TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping,
peningkatan iodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon
meningkat.
Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat hipofisis. T3 selain
berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi
kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.
Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar hormon tiroid.
Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing Hormone, yang menyebabkan
kelenjar hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar
hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih sedikit, jika kadar hormon tiroid
dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan lebih banyak TSH.
• Hipertiroid (Tirotoksikosis)
Diagnosa utama :
Temuan klinik
Pemeriksaan laboratorium
Disini dilakukan pengukuran konsentrasi T3, T4, T3RU dan TSH RIA.
Sejarah pengobatan pada pasien sangat penting untuk diketahui karena banyak obat
dan campuran bahan organic lainnya yang dapat memberikan efek pada serangkaian
tes fungsi tiroid.
Diagnosa banding
Jika pada pendeita hipertiroid fatique dapat hilang pada saat istirahat, telapak
tangan hangat dan berkeringat, takikardia pada waktu tidur, dan tes fungsi tiroid
abnormal.
Terapi
Obat anti tiroid juga dapat digunakan sebagai terapi definitive atau sebagai
terapi persiapan menuju operasi atau terapi radio aktif iodine. Hasil akhir yang
diharapkan adalah membuat penderita sampai pada keadaan eutiroid state dan
hilangnya gejala remisi. Pasien dengan kelenjar tiroid yang kecil mempunyai
prognosis yang baik, gejala remisi yang memanjang sampai 18 bulan dari
pengobatan dapat sembuh pada 30% dari pasien yang ada. Beberapa pasien dapat
terjadi hipotiroidism karena terapi ini. Efek samping yang dapat terjadi adalah
rashes, demam dan agranulositosis. Pengobatan harus dihentikan jika terjadi sakit
tenggorokan dan demam.
dapat digunakan secara aman pada pasien yang sudah diterapi sebelumnya
dengan obat anti tiroid dan sudah pada keadaan eutiroid. Indikasi terapi ini adalah
untuk orang-orang yang sudah berusia 40 tahun keatas yang mempunyai resiko
pembedahan, dan pada pasien dengan recurrent hipertiroidism. Terapi ini lebih
murah dibandingkan dengan terapi dengan pembedahan. Terapi ini tidak boleh
dilakukan pada pasien dengan leukemia, kanker tiroid, kelainan congenital, tetapi
dapat disarankan untuk terapi tumor jinak tiroid.
c. Tindakan bedah.
Resiko dari tindakan tiroidektomi untuk toxic goiter menjadi tidak berarti,sejak
ditemukan kombinasi praoperasi menggunakan kombinasi dari iodides dan obat
anti tiroid. PTU atau obat anti tiroid lainnya dapat digunakan untuk menekan
kadar hormon sehingga dalam keadaan eutiroid keadaan ini dipertahankan sampai
dilakukannya operasi. 2-5 potassium iodide atau lugol’s iodine dapat diberikan
10-15 hari sebelum pembedahan yang di gabungkan dengan PTU untuk
menurunkan vaskularisasi dari kelenjar tiroid,
thyroid storm atau krisis hipertiroid memerlukan penanganan yang segera pada
kasus trauma dan tindakan bedah. Maka jika terjadi keadaan ini adalah ;
mencegah keluarnya hormon tiroid dengan memberikan lugol iodine, atau ipodate
sodium. Berikan juga obat penghambat β adrenergik (propanolol) untuk melawan
keadaan yang diakibatkan oleh tirotoksikosis, atau menurunkan produksi hormon
tiroid dan perubahan extratiroid T3 dan T4 dengan memberikan PTU. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah mengkoreksi tanda-tanda vital, dengan pemberian
oksigen, sedatif, cairan IV, kortikosteroid, dan penghilang panas, tergantung dari
c. Subtotal tiroidektomi.
Angka kematian dari prosedur ini amatlah rendah, kurang dari 0,1%. Subtotal
tiroidektomi adalah cara teraman dan tercepat dalam mengkoreksi keadaan
tirotoksikosis, frekuensi timbulnya kembali hipertiroidism dan hipotiroidism
tergantung dari jumlah tiroid yang diambil. Pada pembedahan yang berhasil dan
persiapan preoperasi yang baik, cidera pada nervus laryngeal dan kel paratiroid
didapatkan kurang dari 2% kasus.
a. Tiroid nodulus.
Masalah yang dihadapi jika menemui pasien dengan tiroid nodular adalah
apakah lesi tersebut simptomatik ataukah merupakan suatu tumor baik jinak
ataupun ganas. Diagnosis bandingnya adalah goiter jinak, intrathyroideal cysts,
tiroiditis, atau tumor jinak dan ganas. Umur, jenis kelamin, tempat tinggal, riwayat
keluarga pasien harus jelas, riwayat terapi radiasi daerah leher juga harus
ditanyakan karena pada bayi dan anak-anak kejadian ca tiroid insidennya tinggi
yang terjadi sebagai akibat radiasi. Tiroid nodul ini lebih menyerupai ca pada pria
dari pada wanita, dan pada usia muda dari pada usia tua.
Pada pasien bayi dan anak-anak yang menderita tiroid nodul karena terpapar
radiasi pada daerah leher 40% dapat menjadi malignant, Ca tiroid terjadi hampir
50% pada anak yang menderita cold tiroid nodul, dan tiroidektomi di indikasikan
pada pasien ini.
• Curiga keganasan
• Gejala yang berat
• Hipertiroidism
• Terjadi substernal ekstensi
• Alasan kosmetik
pada solitary nodul tiroid yang terdiagnosa cold pada radioiodin, solid dengan
ultrasound atau dicurigai sebagai keganasan maka biopsy sitologi tidak diperlukan
lagi. Pengobatan nonoperasi diindikasikan pada pasien dengan multinoduler goiter
dan hashimoto tiroiditis kecuali terdapat kecurigaan pada pasien yang rentan
terkena radiasi dan pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga yang pernah
menderita medullary carcinoma.
Simple goiter dapat tejadi karena factor psikologis, dapat terjadi pada saat
pubertas, menstruasi, hamil, atau pada pasien yang tinggal pada daerah endemic
(poor iodine), pada orang-orang yang sering terekspose dengan goiter food and
drug juga dapat terjadi siple goiter. Goiter dapat terjadi karena congenital defek
pada produksi hormon tiroid.
Ada beberapa asumsi bahwa nontoxic goiter timbul akibat kompensasi dari
produksi hormon tiroid yang inadekuat, nontoxic diffuse goiter biasanya merespon
administrasi hormon tiroid, jika tidak di obati maka dapat berubah menjadi multi
nodular goiter dengan atau tidak bersifat racun (toxic) pada beberapa tahun
kemudian.
T4, T3, T3RU dan TSH biasanya dalam jumlah yang normal, sedangkan
radioiodin uptake meningkat, tindakan bedah di indikasikan bila terjadi tekanan
yang berlebihan pada daerah sekitar karena pembesaran tiroid, pemeriksaan
biopsy sangat dianjurkan untuk mengetahui terjadi atau tidaknya keganasan.
Jarang sekali terjadi, mempunyai gejala sakit leher sebagian dengan onset
yang tiba-tiba, diikuti dengan disfagia, demam, menggigil, dan biasanya diikuti
dengan ISPA yang diterapi dengan drainase, mikro organisme yang sering ditemukan
adalah streptococcus, staphylococcus, pneumococcus, coliform.
Hashimoto’s thyroiditis.
Merupakan jenis tiroiditis yang paling sering terjadi, biasanya ditandai dengan
pembesaran tiroid tidak atau dengan nyeri dan nyeri lepas. Pada umunya lebih sering
terjadi pada wanita dan terkadang menyebabkan disfagia.
Jika tiroid membesar tidak simetris dan gagal untuk mengecil pada pemberian
hormon tiroid eksogen, atau mengandung nodul discrete , maka tiroidektomi dapat di
rekomendasika, needle biopsy dapat juga membantu dalam menegakan diagnosa.
Kiedel’s thyroiditis
Kondisi yang jarang sekali terjadi, tiroid mengeras seprti kayu dengan fibrosis,
dan inflamasi yang kronik di dalam dan disekitar kelenjar. Proses inflamasi
menginfiltrasi otot dan menyebabkan gejala kompresi pada trachea, hipotiroidism
biasanya timbul dan tindakan bedah diperlukan untuk mengurangi obstruksi pada
trachea atau esophagus.
Papillary adenokarsinoma.
Papillary adenokarsinoma terjadi 85% dari seluruh Ca tiroid, tumor ini timbul
pada awal masa remaja sebagai solitary nodul, kemudian menyebar melalui kelenjar
limfa dari kelenjar tiroid menuju ke subscapular dan periscapular limfonodulus, 80%
anak-anak dan 20% orang dewasa didapat pembesaran limfonodulus.
Follicular adenokarsinoma.
Undifferentiated Karsinoma
Tumor yang dapat cepat tumbuh ini sering terjadi pada wanita dengan usia
muda dan angka kejadiannya 3% dari semua Ca tiroid. Lesi ini terjadi dari papillary
atau follicular neoplasm. Mempunyai sifat solid, sepat membesar, keras, masa yang
difus irregular melibatkan kelenjar dan menginfasi trachea, otot, dan neurovaskular.
dapat menyebabkan laringeal atau esophageal obstruksi.
Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat 3 jenis sel yang khas yaitu; giant cell,
spindle cell, dan small cell. Mitosis sering terjadi pada metastase di paru-paru dan
cervical lymphadenopathy, dapat timbul kembali pasca operasi. Terapi eksternal
radiasi dan kemoterapi bisa dijadikan terapi palliatif pada beberapa pasien, radioiodin
tidak effektif untuk dijadikan terapi, prognosisnya buruk.
• Hipotiroid
Definisi
• Hashimoto’s thyroiditis
• Lymphocytic thyroiditis (yang mungkin terjadi setelah hipertiroid)
• Penghancuran tiroid (dari yodium ber-radioaktif atau operasi)
• Penyakit pituitari atau hypothalamus
• Obat-obatan : methimazole (Tapazole) dan propylthiouracil (PTU), lithium
(Eskalith, Lithobid), amiodarone (Cordarone), potassium iodide (SSKI, Pima),
dan Lugol’s solution
• Kekurangan yodium yang berat
Gejala
Gejala hipotiroid seringkali tak kentara, dan tidak spesifik (yang berarti
mereka dapat meniru gejala-gejala dari banyak kondisi-kondisi lain) dan seringkali
dihubungkan pada penuaan. Pasien-pasien dengan hipotiroid ringan mungkin tidak
mempunyai tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala umumnya menjadi lebih nyata
ketika kondisinya memburuk dan mayoritas dari keluhan-keluhan ini berhubungan
dengan suatu perlambatan metabolisme tubuh.
• Kelelahan
• Depresi
• Kenaikkan berat badan yang sedang
• Ketidaktoleranan dingin
• Ngantuk yang berlebihan
• Rambut yang kering dan kasar
• Sembelit
• Kulit kering
• Kejang-kejang otot
• Tingkat-tingkat kolesterol yang meningkat
• Konsentrasi menurun
• Sakit dan nyeri yang samar-samar
Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium :
• TSH
• TRH : dapat membantu membedakan apakah penyakitnya disebabkan oleh
suatu kerusakkan di pituitari atau di hipothalamus. Tes ini memerlukan
suntikan hormon TRH dan dilakukan oleh seorang endocrinologist (spesialis
hormon).
• Thyroid scan dapat membantu mendiagnosis persoalan yang mendasari tiroid
yang lebih jelas.
Terapi
Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk menggunakan ekstrak tiroid yang
dikeringkan. Dengan ketentuan sebagai berikut :
Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi
terbuka dari disintegrasi inti radionuklida buatan (radiofarmaka) untuk tujuan diagnostik,
terapi (kuratif: untuk kanker tiroid, nodul tiroid, hipertioid (dengan NaI-131), haemangioma
rubra, rekuren pleuritis (dengan P-32), osteoartritis (dengan Re-186) kanker hati (dengan Y-
90), paliatif (dengan Sr-89, P-32, Sm-153) berdasarkan perubahan fisiologi, anatomi,
biokimia, metabolisme dan molekuler dari suatu organ atau sistem dalam tubuh.
Pada kedokteran nuklir, penunjang diagnostik dibagi atas in-vivo (non- imaging dan imaging)
dan in-vitro menggunakan radioisotop tertentu sebagai perunut (tracer).
A. PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. In Vitro
a) Radioimmunoassay (RIA)
2. In Vivo
• Up Take Thyroid
• Thyroid Scintigraphy
1. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat
diperoleh dengan bantuan peralatan yang disebut kamera gamma
ataupun kamera positron (teknik imaging)
2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh
tertentu dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop
dalam organ atau bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar
yang diperoleh dengan kamera gamma atau kamera positron.
3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine
dsb) yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang
dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).
• I – 131
• Tc – 99m
• Waktu paruhnya pendek (6,02 jam) sehingga beban radiasi terhadap pasien
rendah.
• Energi gamma 140 keV, sangat efisien dideteksi oleh kristal skintilasi
ukuran 3/8 – ½ inchi.
• Bentuk molekulnya sama dengan Iodium, sehingga dapat diserap oleh
kelenjar thyroid namun mudah dilepas kembali.
• I – 123
C. INDIKASI
• Evaluasi nodul thyroid
• Evaluasi pembesaran kelenjar thyroid tanpa nodul yang jelas
• Evaluasi jaringan thyroid ektropik atau sisa pasca operasi
• Evaluasi fungsi thyroid
D. RADIOFARMAKA
E. PERALATAN
• Kamera gamma kolimator pinhole atau kolimator LEHR untuk Tc-99m pertechnetate dan
energi medium untuk I – 131.
• Pemilihan kolimator tergantung pada energi radiasi gamma utama dari radionuklida yang
digunakan
F. PERSIAPAN PASIEN
G. PERSIAPAN PEMERIKSAAN
H. TATALAKSANA
• Radionuklida yang paling ideal untuk evaluasi kelenjar tiroid adalah NaI-131,
karena energinya tidak terlalu tinggi (159 keV) dengan waktu paruh pendek (13,2
jam). Sayangnya Nal-131 saat ini belum ada di Indonesia.
• Obat-obat tertentu, terutama yang mengandung iodium dan hormon tiroid akan
mengganggu.