Professional Documents
Culture Documents
METODOLOGI
Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTkRHL) disusun dengan satuan
unit wilayah pengelolaan DAS (SWP DAS), yang pada umumnya meliputi beberapa
wilayah kabupaten / kota bahkan lintas propinsi.
Oleh karena itu langkah awal dalam penyusunan RPRHL adalah menetapkan
wilayah penyusunan RPRHL sesuai dengan batas wilayah pemangkuan, yaitu
wilayah administrasi kabupaten / kota untuk RPRL dan wilayah pemangkuan hutan
untuk RPRH.
Pada dasarnya, pada peta Rencana Teknis RHL DAS (RTkRHL DAS) sudah terdapat
batas administrasi / fungsi hutan. Namun apabila belum terdapat batas sampai tingkat
desa maka untuk menetapkan wilayah penyusunan RPRH / RPRL ditempuh dengan
Hasil overlay peta akan diketahui wilayah sasaran penyusunan RPRHL dan
selanjutnya dituangkan dalam Tabel 1 (untuk RPRHL Hutan Produksi, Hutan
Lindung, dan Luar Kawasan) dan Tabel 2 (untuk RPRH Hutan Konservasi).
1 2 3 4 5
Satuan perencanaan RHL adalah suatu unit ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS),
karena tujuan RHL dalam jangka panjang adalah mengembalikan fungsi-fungsi hutan
dan lahan sehingga daya dukung DAS menjadi optimal. Dalam skala mikro, unit
Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RPRHL) 2
Kabupaten Muaro Jambi
Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi
Bappeda dan Penanaman Modal
pengelolaan RHL juga idealnya adalah suatu daerah tangkapan air mini (mini-
watershed). Dengan unit mini-watershed ini maka kegiatan RHL akan menghasilkan
suatu ekosistem-ekosistem hidrologis mini yang hasil RHL dan dampaknya dapat
diukur. Dengan alasan inilah maka unit terkecil pelaksanaan RHL juga dilaksanakan
pada hamparan lahan dalam satu satuan sistem hidrologi yang untuk selanjutnya
disebut dengan Unit Terkecil Pengelolaan Rehabilitasi Hutan (UTP RH) dan Unit
Terkecil Pengelolaan Rehabilitasi Lahan (UTP RL).
Secara manual untuk menentukan UTP-RH / UTP-RL tersebut dibuat dengan cara
mengoverlaykan peta LMU dengan peta topografi selanjutnya dilakukan deliniasi
dan memberikan batas hamparan pada peta yang berada pada satu satuan sistem
hidrologi / satu daerah tangkapan air (DTA) terkecil.
Dari peta mini-watershed dan dengan ID yang dibakukan secara nasional, setelah di
overlaykan dengan wilayah kerja, penyusun RP-RHL dapat mengidentifikasi dan
menginventarisasi unit-unit mini-watershed yang berada di wilayah kerja nya.
Wilayah kerja penyusunan RP-RHL akan terbagi habis oleh unit mini-watershed.
Unit mini-watershed yang akan ditetapkan sebagai UTP RH-UTP RL adalah unit
mini-watershed yang di dalamnya terdapat hamparan lahan kritis (LMU terpilih).
Dalam pembuatan UTP-RH / UTP-RL seperti diuraikan diatas, maka akan ditemui:
a. UTP RH/UTP RL bisa terdiri dari satu atau lebih LMU. Bila
satu UTP terdapat lebih satu (bagian) LMU maka dalam UTP tersebut akan
terdapat beberapa perlakuan/kegiatan RHL.
b. UTP RH/UTP RL bisa berada pada satu atau lebih wilayah
administratif desa, kecamatan atau kabupaten. Dalam kasus satu UTP terdiri
dari lebih satu desa maka UTP tersebut akan ditangani oleh dua desa atau lebih.
c. Pada daerah-daerah yang berbatasan dengan kawasan hutan,
UTP RH/UTP RL bisa memotong batas kawasan hutan, sehingga satu UTP
bisa sekaligus terdiri dari kegiatan reboisasi maupun penghijauan.
Satu UTP RH / UTP RL bisa merupakan gabungan beberapa LMU atau merupakan
bagian dari LMU dengan luas 200-300 Ha.
UTP-RHL tersebut harus terpetakan dalam peta rencana RHL 5 tahun dan masing-
masing UTP RH / UTP RL harus ditentukan koordinatnya.
Untuk menentukan kodifikasi UTP RH/ UTP RL terdiri dari tiga bagian yaitu:
- Menunjuk kode / ID mini watershed yang sudah ada;
- Kode kegiatan RHL (vegetatif maupun sipil teknis). Pada kasus UTP di
perbatasan kawasan hutan ( UTP memotong batas kawasan hutan ) atau pada
beberapa LMU maka kode kegiatan RHL bisa lebih dari satu;
- Wilayah administratif terkecil yaitu desa untuk UTP RL dan blok untuk UTP
RH. Pada kasus UTP di perbatasan kawasan hutan maka wilayah administratif
desa dan blok kawasan hutan bisa dua-dua nya disebut.
Contoh kodifikasi UTP RHL adalah seperti pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3 : Contoh Kodifikasi UTP RHL
Posisi UTP RHL Contoh Keterangan
05672 / R- HuHK / ID mini watershed 05672 /
Reboisasi - pada DAS Bagian
Cihanjuang
Hulu – Hutan Konservasi / Lokasi
Dalam Kawasan Blok Cihanjuang
00346 / R- Tg HL / DPn / ID mini watershed 00346 /
Hutan
Reboisasi dan Dam Penahan –
Lengkop
pada DAS Bagian Tengah –
Hutan Lindung / Lokasi Blok
Lengkop
00476 / R – Hi HP / ID mini watershed 00476 /
Reboisasi – pada DAS Bagian
Tenjolaya
Hilir – Hutan Produksi / Lokasi
Blok Tenjolaya
Pada Wilayah 00576 / R – Hu HL / P – ID mini watershed 00576 /
Reboisasi – pada DAS Bagian
Perbatasan Kawasan Hu KL / Pasir Muncang
Hulu – Hutan Lindung /
Hutan/ Perifer – Sirna Galih Penghijauan pada DAS Hulu
Kawsan Lindung / Lokasi Blok
Pasir Muncang dan desa Sirna
Galih
07562 / P – Tg KL / ID mini watershed 07562 /
Penghijauan – pada DAS Bagian
Sukaresmi
Tengah – Kawasan Lindung /
Lokasi Desa Sukaresmi
05743 / P – Hi KB / Dpi / ID mini watershed 05743 /
Luar Kawasan
Penghijauan dan Dam Pengendali
Kandangsapi
Hutan – pada DAS Bagian Hilir –
Kawasan Budidaya / Lokasi Desa
Kandangsapi
04310 / P – Hu KL / ID mini watershed 04310 /
Penghijauan – pada DAS Bagian
Sukamanah-Nagrok
Hulu – Kawasan Lindung / Lokasi
Desa Sukamanah dan Nagrok
Kodifikasi jenis kegiatan dan lokasi UTP RH / UTP RL disajikan pada tabel 4 dan 5
sebagai berikut.
2. Kawasan Budidaya
a. Kawasan Budidaya di DAS Hulu HuKB
b. Kawasan Budidaya di DAS Tengah TgKB
c. Kawasan Budidaya di DAS Hilir HiKB
Hasil penyusunan UTP RHL selanjutnya disajikan dengan tabel seperti berikut ini.
Pembuatan Unit Terkecil Pengelolaan RHL yang diuraikan diatas adalah hanya
berlaku pada wilayah yang secara geomorfologis dapat dibedakan punggung-lembah
dengan nyata di lapangan. Sistem UTP RHL ini tidak dapat diidentifikasi pada
wilayah hilir DAS, kawasan ekosistem mangrove – rawa – gambut. Untuk kawasan
ini unit pengelolaan RHL adalah menggunakan Land Mapping Unit (LMU) dalam
RTk-RHL DAS yang dioverlaykan dengan batas-batas administratif/satuan
pengelolaan hutan yang ada.
PETA RENCANA
PETA WILAYAH
TEKNIS RTkRHL- HUTAN
DAS
Overlay
RTk RHL DAS
Jumlah
Dalam rangka menetapkan proyeksi rencana kegiatan untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun ke depan yang semi definitif perlu adanya penajaman kajian/analisis terhadap
rencana yang tertuang dalam tabel 6 sebelumnya (yang sifatnya masih indikatif)
berdasarkan data/peta/ketentuan sebagai berikut :
b. Peta KPH
Apabila sudah ditetapkan, peta Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) diperlukan
untuk mengetahui batas wilayah suatu KPH sesuai dengan fungsi kawasannya.
c. Perambahan Hutan
Informasi/data perambahan hutan suatu kawasan hutan sangat diperlukan untuk
menentukan perlakuan yang akan diterapkan pada kawasan hutan yang memiliki
potensi atau telah terjadi perambahan di dalamnya.
Informasi / data yang diperlukan antara lain meliputi penggunaan kawasan yang
dirambah, luas hutan yang dirambah, siapa yang merambah, sudah berapa lama
dan sebagainya.
Pemilihan lokasi lebih diprioritaskan pada kawasan – kawasan yang tidak ada
perambahan (clear and clean)
e. Jenis Vegetasi
Peta/informasi untuk jenis vegetasi baik di dalam maupun di luar kawasan hutan
diperlukan untuk menentukan jenis-jenis tanaman yang cocok tumbuh di suatu
wilayah tertentu. Jenis tanaman yang direkomendasikan dalam RTkRHL masih
alternatif dan pemilihannya baru didasarkan pada ketentuan teknis utamanya
agroklimat. Oleh karena itu pemilihan jenis tanaman dalam RPRHL perlu
pengkajian lebih dalam lagi dengan memperhatikan :
Sosial Ekonomi Dan Budaya Masyarakat
Kebutuhan pasar (untuk hutan produksi dan hutan rakyat), dengan tetap
mendasarkan pada fungsi hutan / fungsi kawasan dan tujuan RHL
f. Kegiatan RHL
Peta/data tentang kegiatan RHL yang pernah dilakukan, diperlukan untuk
menghindari terjadinya tumpang tindih lokasi RHL yang akan direncanakan
dengan yang pernah dilaksanakan.
Pemetaan / pendataan kegiatan RHL yang pernah dilaksanakan sedapat mungkin
termasuk sumber dana yang digunakan. Kejelasan lokasi tersebut sangat
diperlukan apabila pada lokasi tersebut akan dilaksanakan kegiatan lagi, yaitu
didahului dengan pembuatan Berita Acara Tanaman Gagal terlebih dahulu.
g. Penutupan Lahan
Penetapan sasaran lokasi berdasarkan penutupan lahan untuk wilayah di luar
kawasan hutan diprioritaskan pada lahan usaha tani yang tidak / kurang
produktif. Sedangkan di dalam kawasan hutan adalah HP dan HL yang tanahnya
miskin / kritis yang tidak dibebani hak atau tidak dalam proses perijinan /
pencadangan areal HTI / HTR / HKm/ Hutan Desa/ Pertambangan, dan lain-lain,
serta HK (kecuali Cagar Alam dan Zona Inti Taman Nasional).
Metode yang digunakan adalah metode jalur. Pada setiap jalur di letakan petak
contoh berukuran 20 m x 20 m sepanjang 200 m dengan jumlah jalur sebanyak
10 jalur. Penentuan banyaknya petak contoh dilakukan dengan menentukan
intensitas sampling di masing-masing tipe vegetasi berbeda, intensitas sempling
yang digunakan adalah 10 % atau (0,1). Metode yang digunakan untuk
menentukan titik pengamatan yaitu metode Sistematik With Random Start.
D
C
B
A
B
Arah rintisan
D
Gambar Petak Contoh Analisis Vegetasi
Pada setiap petak ukur dilakukan pengukuran terhadap semua tingkat tumbuhan,
yaitu :
1. Petak 20 m x 20 m, dilakukan pengukuran dan pencatatan terhadap
tingkat pohon, liana, epifit dan parasit serta pohon inang.
2. Petak 10 m x 10 m, dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk
tingkat tiang.
3. Pétak 5 m x 5 m, dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk
tingkat pancang.
4. Petak 2 m x 2 m, dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk
tingkat semai dan tumbuhan bawah.
lndeks Nilai Penting (INP) untuk pohon dan tiang adalah KR + FR + DR,
sedangkan; untuk tingkat semai, pancang dan tumbuhan bawah, liana, epifit dan
parasit adalah KR + FR.
Di samping data banjir dan kekeringan, data / informasi daerah longsor juga
sangat diperlukan untuk menentukan prioritas RHL yang akan dilaksanakan.
Dalam hal ini, Kesepakatan Bersama antara Menteri Kehutanan, Menteri
Pekerjaan Umum dan Menteri Pertanian Nomor PKS.10/Menhut-V/2007,
Nomor : 06/PKS/M/2007 dan Nomor : 100/TU.210/M/5/2007 tanggal 9 Mei
2007 dapat dijadikan acuan.
j. Bangunan Vital
Peta dan data bangunan vital berupa dam / bendungan / waduk / danau meliputi
lokasi, jenis bangunan, debit air, manfaat, sedimentasi yang terjadi, luas daerah
tangkapan air dan kondisinya. Data lokasi bangunan vital diperlukan untuk
menentukan kegiatan RHL di daerah tangkapan air bangunan tersebut yang
bertujuan untuk melindungi / bangunan tersebut agar dapat berfungsi dalam
waktu yang lama.
k. Mata Air
Keberadaan mata air merupakan salah satu indikator tingkat kerusakan hutan /
lahan pada suatu wilayah. Hal ini berkaitan erat dengan kegiatan RHL yang akan
dilakukan dalam rangka perlindungan sumber mata air. Data / informasi mata air
meliputi jumlah, kinerja (hidup / mati), dan pemanfaatannya.
l. Aksesbilitas
Sarana / prasarana jalan sangat penting dalam menunjang kegiatan ekonomi,
termasuk dalam kegiatan RHL. Keberadaan jalan tersebut (baik jalan negara,
provinsi, kabupaten/ kota, maupun jalan desa) diperlukan sebagai salah satu
kriteria penentuan lokasi kegiatan RHL, baik dalam pelaksanaan maupun
sebagai penunjang kegiatan pemasaran hasil RHL terutama yang bertujuan
produksi di masa yang akan datang. Sumber peta dimaksud berasal dari Dinas
PU setempat.
m. Iklim
Kesesuaian musim adalah salah satu faktor utama keberhasilan pelaksanaan
kegiatan RHL. Dari data curah hujan yang ada, dapat diketahui / dihitung
besarnya rata-rata curah hujan bulanan, rata-rata curah hujan tahunan, jumlah
bulan basah, bulan lembab dan bulan kering. Data dan informasi mulai dan
berakhirnya musim hujan sangat diperlukan untuk awal dan akhir penanaman
dan penentuan waktu pelaksanaan pembangunan bangunan sipil teknis.
n. Kependudukan
Kependudukan, terdiri dari : Jumlah penduduk/KK, pertambahan penduduk,
kepadatan penduduk, jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan, jumlah
penduduk menurut jenis kelamin dan mata pencaharian, sangat diperlukan dalam
penyusunan RPRHL.
Tenaga kerja atau angkatan kerja yang dimaksud adalah setiap penduduk yang
berusia antara 16-55 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Klasifikasi umur
tersebut dikategorikan sebagai angkatan kerja produktif. Sedang yang berumur
di bawah 16 tahun dan di atas 55 tahun dikategorikan sebagai angkatan kerja
tidak produktif.
Karena keadaan tersebut berada dalam satu wilayah, maka tenaga kerja tidak
produktif secara konsumtif menjadi beban tanggungan tenaga kerja produktif
untuk menopang kehidupannya.
Upah, harga barang dan bahan setempat sangat diperlukan dalam perhitungan
pembiayaan kegiatan. Besarnya biaya tersebut menggunakan HSPK yang
berlaku di masing-masing daerah atau yang telah ditetapkan oleh Bupati /
Walikota.
t. Industri perkayuan
Data/informasi industri perkayuan yang perlu dihimpun adalah menyangkut
nama perusahaan, lokasi perusahaan, produk akhir, jenis kayu yang diperlukan,
kebutuhan bahan baku, kecukupan bahan baku, asal bahan baku dan sebagainya.
Data / informasi tersebut di atas agar ditampilkan dalam bentuk tabel pada Buku
RPRHL yang disusun.
3.4.1 Pilih UTP-RH/UTP-RL pada DAS/Sub DAS Prioritas dengan urutan dimulai
dari urutan prioritas tertinggi (I, II, III dst), sesuai dengan kodifikasi yang
tercantum dalam setiap UTP-RH/UTP-RL.
Pada wilayah administrasi kota / kabupaten, apabila tidak terdapat LMU terpilih
dalam RTkRHL DAS dikarenakan tidak adanya lahan kritis di wilayah tersebut,
maka penentuan RP RHL-nya tetap harus dilakukan. Jenis kegiatan RHL (vegetatif
maupun sipil teknis) yang akan dilaksanakan ditentukan berdasarkan hasil
pengecekan lapangan / ground check dan hasil pendalaman analisis data / informasi
yang ada pada wilayah tersebut atau memperhatikan kondisi dan urgensinya. Jenis
kegiatan yang direncanakan berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.70/Menhut-II/2008.
3.4.2 Penetapan teknik RHL yang akan dilaksanakan didasarkan pada potensi
anggaran, potensi SDM, kebijakan umum pembangunan daerah, serta hasil
pendalaman analisis tersebut di atas.
Untuk rencana kegiatan sipil teknis (Dam Pengendali, dam Penahan, Sumur Resapan,
Embung, Pengendali Jurang) yang direkomendasikan RTk-RHL belum sampai pada
“titik lokasi”, sehingga dalam penyusunan RP-RHL ini perlu ditentukan titik / site
lokasinya dengan mempedomani Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.
70/Menhut-II/2008.
Ketentuan lain yang harus diperhatikan untuk menentukan calon lokasi kegiatan
RHL di luar kawasan hutan adalah sebagai berikut :
a. terletak pada wilayah/areal sebagaimana ditunjukkan dalam peta RTk-RHL-
DAS.
b. Lahan kering yang berada dalam satu hamparan usahatani.
c. Penyuluhan usahatani dan atau konservasi tanah di lahan kering telah berjalan
dengan baik.
d. Lokasi diusahakan tanah milik, tanah garapan (bukan tanah negara) yang
statusnya dikuasai oleh petani yang bersangkutan.
e. Lokasi tidak dalam sengketa dan status tanah jelas.
f. Lokasi tersebut tidak sedang menjadi sasaran kegiatan/proyek dan sumber dana
lain yang belum dinyatakan selesai.
g. Lahan yang dipilih menjadi lokasi tidak diperjualbelikan / dipindahtangankan
selama kegiatan masih didanai oleh pemerintah.
Jenis tanaman hutan rakyat pada kawasan lindung agar dipilih jenis yang berdaur
panjang, perakaran dalam dan lebih dominan dengan jenis-jenis MPTS, dengan pola
tanam searah/mengikuti kontur.
c. Adanya lokasi dan potensi biofisik dan ekonomi hutan rakyat yang merupakan
kesatuan pengelolaan termasuk industrinya.
Hutan rakyat pada lahan-lahan tertentu (misalnya tegalan) apabila sudah terdapat
tanaman kayu-kayuan maupun MPTS dapat dilakukan dengan pengkayaan tanaman,
dengan jumlah tanaman pengkayaan / sisipan maksimal 200 batang / ha.
Sedangkan calon lokasi RHL di dalam kawasan hutan yang berupa kegiatan reboisasi
yaitu areal yang kondisi kerapatan tegakannya < 500 batang / Ha (untuk kegiatan
penanaman) dan 500-700 batang/Ha (untuk kegiatan pengkayaan).
3.4.4 Rencana RHL untuk jangka waktu 5 tahun yang sudah ditetapkan dirinci
setiap tahun dan dikelompokkan ke dalam :
Upaya pengendalian tata air DAS dan konservasi air pada prinsipnya adalah
memperkecil aliran permukaan (surface run off) dan memperbesar infiltrasi air
hujan dengan kegiatan pembuatan embung, sumur resapan air dan lubang
biopori. Di samping itu dapat dilakukan perlindungan dan pelestarian mata air
dengan penanganan di daerah tangkapannya pada radius 200 meter di sekeliling
mata air.
Rencana RHL tersebut selanjutnya disajikan dengan menggunakan format tabel
7 dan 8.
Kabupaten/Kota/Wilayah Hutan :
Propinsi :
No Rencana DAS/Sub DAS Kecamatan/Desa Jenis Kegiatan Volume Keterangan
1 2 3 4 5 6 7
Dalam hal ini perlu dirumuskan kebijakan yang telah dan akan diambil berkaitan
dengan rehabilitasi hutan dan lahan yang meliputi kebijakan pembangunan
bidang RHL, kebijakan pendanaan, kebijakan operasional dan lain-lain.
Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan dan sasaran. Manfaat strategi adalah
untuk mengoptimalkan sumberdaya unggulan dalam memaksimalkan
pencapaian sasaran. Dalam konsep manajemen, cara terbaik untuk mencapai
tujuan, sasaran kinerja adalah dengan memberdayakan secara efektif dan efisien.
b. Pembiayaan
Besarnya anggaran RHL lima tahun terakhir (dari berbagai sumber anggaran)
beserta realisasinya merupakan salah satu masukan dalam merencanakan
jumlah anggaran yang disiapkan untuk lima tahun berikutnya. Dengan melihat
jumlah serta realisasi penyerapan dana, maka dapat diketahui kemampuan
suatu instansi / satker dalam melaksanakan suatu kegiatan. Sehingga dalam
merencanakan anggaran lebih realistis sesuai dengan kemampuan penyerapan
pada tahun-tahun sebelumnya.
Rencana biaya pada dasarnya merupakan terjemahan dari input menjadi unit
uang dengan menggunakan satuan biaya (unit cost) yang berlaku serta asumsi-
asumsi tertentu. Satuan biaya yang digunakan sejauh mungkin didasarkan pada
hasil studi lapangan pada waktu dan tempat tertentu dan / atau ketetapan
instansi-instansi yang berwenang.
Selain itu pembiayaan kegiatan RHL juga bisa berasal dari APBN, DBH DR,
DAK Bidang Kehutanan, dan lain-lain termasuk pembiayaan RHL secara
swadaya masyarakat maupun kemitraan.
c. Pengembangan Kelembagaan
d. Kegiatan Pendukung
Selain kegiatan utama berupa kegiatan fisik rehabilitasi hutan dan lahan, pada
pelaksanaannya diperlukan juga kegiatan pendukung. Dalam hal ini kegiatan
pendukung dimaksud bertujuan untuk lebih memperkuat kondisi organisasi
pelaksana kegiatan (baik instansi pelaksana maupun stakeholder lainnya).
Apabila unsur-unsur yang nantinya akan terlibat dalam kegiatan RHL dirasakan
memiliki kualitas pengetahuan dan keterampilan yang kurang, maka harus
dirumuskan rencana peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang ditujukan
kepada semua unsur tersebut.
- Pendampingan
- Penyuluhan
Alternatif Sumber
Biaya Pelaksanaan (x Rp 1,000,00) Jumlah
No. Kegiatan Dana
Thn Thn Thn Thn Thn (Rp)
A. Pemulihan Hutan dan Lahan I II*) III*) IV V
1.
dst
B. Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
1. SSedimentasiSedimentasi
dst
C. Pengembangan Sumberdaya Air
1.
dst
D. Pengembangan Kelembagaan
1.
dst
E. Kegiatan Pendukung
1.
dst
F. Monitoring dan Evaluasi
Jumlah
e. Analisis Finansial
Bila nilai
NPV < 1 dan positif berarti proyek dapat dilaksanakan, karena akan
memberikan manfaat.
NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar biaya (cost)
yang dilakukan,
NPV < 0 maka proyek tidak akan memberikan manfaat sehingga tidak layak
untuk dilaksanakan.
n Bt - Ct
NPV = Σ -------------- = 0
t-i ( 1 + IRR ) t
Bila nilai IRR > sosial discount rate, maka program/proyek layak dilaksanakan
dan bila nilai IRR < sosial discount rate, maka program / kegiatan tidak layak
dilaksanakan.
Evaluasi merupakan suatu proses untuk menilai hasil akhir kegiatan dengan
tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta untuk memberikan
masukan dalam penyempurnaan rencana kegiatan di masa mendatang.
Evaluasi untuk setiap kegiatan dilakukan oleh Tim Evaluasi dengan sasaran
kegiatan tahun berjalan, pemeliharaan dan pasca proyek. Kegiatan yang
dievaluasi meliputi :