You are on page 1of 121

1

IMPLEMENTASI METODE KONTEMPORER DALAM


PEMBELAJARAN AL QUR’AN

(Studi Komparatif Metode Iqra’ dengan Metode Tilawati)

SKRIPSI

Oleh:

FIRMANDINI ISLAMY
02110138

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
Desember, 2006
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al Qur’an merupakan Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah s.w.t kepada

Nabi Muhammad s.a.w sebagai mu’jizat dan salah satu rahmat yang tiada taranya

bagi alam semesta. Allah s.w.t. menurunkan KitabNya yang kekal Al Qur’an-agar

dibaca oleh lidah-lidah manusia, didengarkan oleh telinga mereka, ditadaburi oleh

akal mereka, dan menjadi ketenangan bagi hati mereka. 1 Selain itu Al Qur’an juga

merupakan petunjuk kepada jalan yang benar/lurus. Sebagaimana yang tertuang

dalam firman Allah Q.S. Al Isro’ ayat 9, yang berbunyi:

ِ ‫الص احِل‬
َّ ‫ات‬
‫أن هلُ ْم‬ ِ ْ ْ‫إن ه ذا الق رآ َن يه ِدي‬
َّ
َ َّ ‫لليت ه َي أق َو ُم ويُبَش ُر املُْؤم نيْ َن ال ذيْ َن َي ْعملوْ َن‬ َْ

) :‫أجًرا َكبيًْرا (اإلسراء‬


ْ

Artinya: “Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang


lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min
yang mengerjakan amal sholeh bahwa bagi mereka ada pahala yang
besar.” (Q.S Al Isro’: 9) 2

Mengingat demikian pentingnya peran Al Qur’an dalam membimbing dan

mengarahkan kehidupan manusia, maka belajar membaca, memahami dan

menghayati Al Qur’an untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari

merupakan kewajiban bagi setiap insan muslim. Namun sayangnya, fenomena

yang terjadi saat ini tidaklah demikian. Masih banyak kaum muslim baik dari
1
Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 175
2
Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/Pentafsir Al
Qur’an, 1971) hlm. 425-426
3

kalangan anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua belum dapat membaca dan

menulis huruf Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Keadaan yang demikian inilah

menimbulkan keprihatinan khususnya bagi muslimin di Indonesia.

Hal tersebut disebabkan bukan karena minimnya lembaga-lembaga

pendidikan Al Qur’an (TPA/TPQ), akan tetapi kurangnya peran serta maupun

perhatian dari masyarakat. Khususnya dalam hal ini adalah orang tua yang

seharusnya bertanggung jawab memberikan pembelajaran Al Qur’an kepada

putra-putrinya sejak dini, karena orang tua adalah komponen yang bersinggungan

langsung dengan anak. Selain adanya faktor eksternal tersebut, masih ada pula

faktor internal yang dapat menghambat atau menjadi masalah dalam usaha untuk

menciptakan generasi yang bebas dari buta huruf Al Qur’an. Yaitu tidak adanya

tekad, semangat (ghiroh) ataupun keinginan dari dalam diri untuk belajar

membaca dan menulis Al Qur’an. Padahal dalam aktifitas kita sehari-hari (ritual

keagamaan) tidak lepas dari bacaan-bacaan Al Qur’an, misalnya saja bacaan

sholat (surat-surat pendek), dzikir, bacaan-bacaan do’a untuk menghindarkan diri

dari segala mara bahaya, serta bacaan tahlil dan yasin. Oleh karena itu hendaknya

para orang tua menyisihkan waktunya untuk memantau perkembangan kegamaan

anak serta mendidik anak untuk mengenal agama sedini mungkin.

Sehubungan dengan hal tersebut Muhammad Tholhah Hasan mengutip

pernyataan dari Prof. Muhyi Hilal Sarhan, yang menyatakan bahwa:

Agama Islam memberikan perhatian besar terhadap anak-anak pada periode ini
(umur 1-5 tahun) mengingat akibatnya yang besar dalam hidup kanak-kanak baik
dari segi pendidikan, bimbingan serta perkembangan jasmaniyah maupun
infialiyahnya dan pembentukan sikap serta prilaku mereka dimulai pada periode
4

ini dan bahkan pada umur 2 tahun mereka telah meletakkan suatu dasar untuk
perkembangan mereka selanjutnya”.3
Zakiah Daradjat juga menyatakan bahwa “perkembangan agama pada

anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama

pada masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) umur 0-12 tahun”. 4 Hal

tersebut senada dengan sabda Nabi s.a.w.:

‫اطلب العلم من املهد اىل اللحد‬

Artinya: “Belajarlah (carilah ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai ke
liang lahat.” 5

Maksudnya, “semua apa saja yang dipelajari anak di waktu kecil mempunyai
kesan/pengaruh yang amat dalam baginya dan sulit untuk dihilangkan, kalaupun
ingin dihilangkan harus dengan melalui proses yang lama”.6

Untuk mengantisipasi ataupun meminimalisir buta huruf Al Qur’an, kita

sebagai umat Rasulullah s.a.w hendaknya dapat melakukan langkah-langkah

positif untuk mengembangkan pembelajaran Al Qur’an. Dan juga untuk

membangkitkan semangat (ghiroh) dan tekad saudara kita khususnya kaum

muslim yang belum dapat baca tulis Al Qur’an untuk belajar lebih giat lagi dalam

memahami serta mentadaburi kandungan-kandungan Al Qur’an baik yang tersurat

maupun yang tersirat. Misalnya dengan menggunakan metode serta tehnik belajar

baca tulis Al Qur’an yang sesuai, praktis, efektif dan efisien.

3
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia (Jakarta:
Lantabora Press, 2004), hlm. 18
4
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan bintang, 1993), hlm. 58
5
Dudung Abd. Rahman, 350 Mutiara Hikmah dan Sya’ir Arab (Bandung: Media Qalbu,
2004), hlm. 14
6
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: C.V. Pustaka Setia, 1997), hlm. 99
5

Dan seperti yang telah diketahui bahwasannya di Indonesia banyak

terdapat metode-metode yang digunakan dalam rangka pembelajaran Al Qur’an.

Misalnya; metode Qa’idah Baghdadiyah, metode Jibril, metode Iqra’, metode

Qiro’ati, metode Al Barqy, metode Tilawati, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Maka tugas seorang pendidik, guru, ustadz/ustdzah-lah untuk menentukan metode

yang tepat agar peserta didik dapat lebih mudah untuk belajar baca tulis Al

Qur’an.

Berkenaan dengan penggunaan metode-metode pembelajaran Al Qur’an

tersebut, pada awalnya Madrasah Diniyah Al Husna menggunakan metode Iqra’

yang kemudian dipadukan dengan metode yang baru saja disosialisasikan yaitu

metode Tilawati. Dimana masing-masing metode tersebut terdiri dari beberapa

jilid yang ditambah dengan buku panduan ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan

yang dianggap sulit). Maka dengan perpaduan dua metode tersebut diharapkan

dapat mengembangkan metode pembelajaran Al Qur’an, atau bahkan dapat

menemukan inovasi (pembaharuan) dengan cara membandingkan kedua metode

tersebut.

Dengan demikian apabila pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan

metode yang sesuai dapat diterapkan secara konsekuen, diharapkan target dalam

memberantas buta huruf Al Qur’an dan serta menciptakan generasi Qur’ani dapat

terwujud. Maka dari pokok permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis

terdorong untuk mengadakan penelitian mengenai ”Implementasi Metode

Kontemporer Dalam Pembelajaran Al Qur’an” (Studi Komparatif Metode Iqra’

dengan Metode Tilawati).


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, serta

agar penelitian dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka dapat penulis

rumuskan permasalahan pokok sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati dalam

pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

2. Apa persamaan serta perbedaan implementasi metode Iqra’ dan metode

Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

3. Apa faktor-faktor yang mendukung serta menghambat implementasi metode

Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

C. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian, tentunya memiliki tujuan yang digunakan sebagai

pedoman dan tolak ukur dari suatu penelitian. Sehingga dalam penelitian ini juga

mempunyai tujuan yang berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan

di atas. Adapun tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati dalam

pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

2. Untuk mengetahui persamaan serta perbedaan implementasi metode Iqra’ dan

metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang


7

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung serta menghambat

implementasi metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah Diniyah Al

Husna Lawang

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi (sumbangsih)

kepada masyarakat luas, khususnya bagi umat muslim yang masih belum bisa

baca tulis Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Dan adapun manfaat dari penelitian

ini antara lain yaitu:

1. Bagi Lembaga (Madrasah)

Memberikan kontribusi dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran Al

Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

2. Bagi Guru (ustadz/ustadzah)

Dapat menambah wawasan para ustadz/ustadzah dalam menggunakan

berbagai metode pembelajaran Al Qur’an, meningkatkan profesionalisme

dalam pembelajaran Al Qur’an serta kreatifitas dan inovatif dalam memilih

metode pembelajaran Al Qur’an

3. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam pengembangan metode

pembelajaran Al Qur’an yang variatif dan merupakan wujud aktualisasi dari

peneliti sebagai mahasiswa sebagai bentuk pengabdiannya terhadap lembaga

pendidikan

4. Bagi Khalayak Umum


8

Sebagai sarana da’wah/syi’ar kepada masyarakat dalam rangka memberantas

buta huruf Al Qur’an, serta sebagai bahan informasi yang bermanfaat guna

menuju jalan yang diridhoi Allah s.w.t.

5. Bagi Wali Santri (Orang Tua)

Sebagai media untuk mempererat jalinan tali kasih sayang berupa dukungan,

semangat dan perhatian orang tua kepada putra-putrinya guna mencetak

generasi yang shalih dan shalihah.

E. Batasan Penelitian

Dalam hal ini penulis membatasi obyek penelitiannya yang telah

disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga penyajian analisa dapat ditulis

dengan tepat. Maka penulis membatasi obyek penelitian ini yang berkisar pada:

1. Memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran Al Qur’an dengan

menggunakan metode Iqra’ dan metode Tilawati

2. Pencarian informasi tentang persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan

metode Tilawati

3. Pencarian informasi terhadap faktor-faktor yang dapat mendukung serta

menghambat pada implementasi pembelajaran Al Qur’an dengan

menggunakan metode Iqra’ dan metode Tilawati

F. Sistematika Pembahasan

Di dalam setiap penulisan skripsi tentunya disajikan sistematika

pembahasannya guna memberikan gambaran yang jelas mengenai isi penelitian,


9

demikian halnya dengan skripsi yang berjudul ”Implementasi Metode

Kontemporer Dalam Pembelajaran Al Qur’an” (Studi Komparatif Metode Iqra’

dengan Metode Tilawati). Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang berfungsi sebagai

pengantar informasi penelitian. Dalam pendahuluan ini penulis menguraikan latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua, berisi tentang kajian teoritis yang membahas tentang

pengertian metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an, tinjauan tentang

metode Iqra’ serta tinjauan tentang metode Tilawati, dan perbandingan antara

metode Iqra’ dan Tilawati.

Bab Ketiga, berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari pendekatan

dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur

pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, serta tahap-tahap

penelitian.

Bab Keempat, berisi tentang hasil penelitian yang berisi tentang kajian

empiris yang menyajikan hasil penelitian lapangan; antara lain berisi tentang latar

belakang obyek yang meliputi letak geografis, sejarah berdirinya, struktur

organisasi, keadaan ustadz/ ustadzah, keadaan santri, sarana prasarana, dan

kurikulum, serta penyajian dan analisis data.

Bab Kelima, berisi tentang temuan dan pembahasan yang menyajikan hasil

penelitian lapangan yang nantinya akan dipadukan dengan teori yang ada
10

Bab Keenam, adalah bab penutup yang mengemukakan kesimpulan hasil

penelitian dan saran yang berkaitan dengan realitas hasil penelitian, demi

pencapaian keberhasilan tujuan yang diharapkan

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an

1. Pengertian Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an

Tidak diragukan lagi bahwa Al Qur’an mempunyai peranan penting bagi

pendidikan seorang muslim agar menjadi generasi yang Qur’ani. Melalui Al

Qur’an pula, mata manusia dapat terbuka lebar agar mereka meyakini jati diri dan

hakekat keberadaan mereka di muka bumi ini. Dan seiring dengan urgensi

(pentingnya) peran Al Qur’an tersebut para tokoh pendidikan Islam berlomba-

lomba dalam menciptakan metode-metode baru yang mudah, cepat, efektif dan

efisien dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an.

Sebelum membahas tentang metode kontemporer dalam pembelajaran Al

Qur’an, terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian dari istilah tersebut.

Pertama-tama akan diuraikan tentang pengertian metode kontemporer, yang terdiri

dari dua suku kata yaitu ”metode” dan ”kontemporer”. Menurut Nur Uhbiyati,

Kata metode berasal dari bahasa latin ’meta’ yang berarti melalui, dan ’hodos’
yang berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab metode disebut
’tariqah’ artinya jalan, cara, sistem, atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu.
Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-
cita7
7
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: C.V. Pustaka Setia, 1997), hlm. 123
11

Selaras dengan pengertian metode tersebut, M. Sastrapradja dalam Kamus

Istilah Pendidikan dan Umum menyebutkan bahwa metode adalah ”cara yang

telah diatur dan dipikirkan baik-baik untuk menyampaikan suatu maksud atau

tujuan”.8 Sama halnya dengan pengertian metode dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, yang menyatakan bahwa metode adalah ”cara yang teratur dan terpikir

baik-baik untuk mencapai maksud”.9

Selain itu ada beberapa definisi lagi yang dikemukakan oleh para ahli,

sebagai berikut:

1. Mohammad Athiyah al-Abrasy mendefinisikan metode sebagai jalan yang kita


ikuti untuk memberi paham kepada murid-murid dalam segala macam
pelajaran, jadi metode adalah rencana yang kita buat untuk diri kita sebelum
kita memasuki kelas.
2. Prof. Abd. Al-Rahim Ghunaimah menyebut metode sebagai cara-cara yang
diikuti oleh guru untuk menyampaikan sesuatu kepada anak didik.
3. Edgar Bruce Wesley mendefinisikan metode sebagai kegiatan terarah bagi
guru yang menyebabkan terjadi proses belajar-mengajar, hingga pengajaran
menjadi berkesan.10

Sedangkan Kontemporer, menurut W.J.S. Poerwadarminta berarti

”sewaktu; semasa; pada waktu/masa yang sama; pada masa kini; dewasa ini”. 11

Senada dengan pengertian kontemporer menurut Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono

yang berarti ”masa kini”.12

8
M. Sastrapradja, Kamus Istilah dan Pendidikan Umum (Surabaya: Usaha
Nasional,1981), hlm. 318
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm. 580
10
Dr. Jalaluddin dan Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1994), hlm. 52-53
11
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1982), hlm. 521
12
Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono, Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum (Jakarta:
Rineka Cipta, 1994), hlm. 126
12

Dari uraian tersebut, yang dimaksud dengan metode kontemporer yaitu

suatu cara yang ditempuh pada masa kini (modern) untuk mencapai suatu tujuan

atau cita-cita yang diharapkan.

Selanjutnya tentang pengertian pembelajaran Al Qur’an, juga terdiri dari

dua suku kata, yaitu ”pembelajaran” dan ”Al Qur’an”. Pembelajaran berasal dari

kata ”belajar” yang mendapat awalan pem- dan akhiran –an. Dimana menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia ”keduanya (pem-.....-an) merupakan konfiks

nominal yang bertalian dengan prefiks verbal meng-, yang mempunyai arti

proses”.13 Maka sesuai dengan pernyataan tersebut jika kata belajar mendapat

imbuhan serta akhiran (pem-.....-an) maka dapat diartikan sebagai proses belajar.

Kemudian ada beberapa batasan mengenai pengertian belajar, antara lain:

a. Dalam belajar ada tingkah laku yang timbul atau berubah, baik tingkah laku
jasmaniah maupun rohaniah
b. Perubahan itu terjadi karena pengalaman (menghadapi situasi baru) dan
latihan
c. Perubahan tingkah laku yang bukan karena latihan (pendidikan) tidak
digolongkan belajar
d. Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme sebagai hasil
pengalaman, hal ini berarti bahwa belajar membutuhkan waktu.14

Sedangkan definisi Al Qur’an menurut pendapat yang paling kuat seperti

yang dikemukakan oleh Dr. Subhi Al Shalih ”yang berasal dari kata qara’a dan

berarti bacaan”.15 Al Qur’an juga dapat didefinisikan sebagai ”kalam Allah s.w.t.

yang ditrunkan (diwahyukan) secara mutawatir, yang ditulis di mushaf dan

membacanya adalah ibadah”.16

13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., hlm. 664
14
Drs. Muhaimin,MA. Dkk, Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV. Citra Media,
1996), hlm. 44-45
15
Al Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 15
16
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al Qur’an
(Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 16
13

Dari beberapa definisi tentang metode, kontemporer, pembelajaran serta

Al Qur’an yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai

definisi dari metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an. Yaitu suatu cara

masa kini (modern) yang digunakan/ditempuh dalam rangka perubahan tingkah

laku peserta didik dengan melalui suatu proses guna mengetahui, mengerti, serta

memahami isi kandungan kalam Ilahi (Al Qur’an). Atau bisa juga didefinisikan

sebagai suatu cara modern yang digunakan dalam rangka mengetahui, mengerti,

serta memahami mu’jizat Allah s.w.t. yang paling besar yaitu Al Qur’an.

2. Urgensi Pembelajaran Al Qur'an

Setiap insan di dunia membutuhkan pedoman (pegangan) dalam hidupnya

guna mencapai tujuan akhir yang bahagia baik di dunia maupun setelah ia

meninggalkan dunia. Dan Allah menurunkan mu’jizatNya kepada Nabi

Muhammad s.a.w. berupa wahyu yang telah dibukukan yaitu Al Qur’an, yang

berisi tentang petunjuk jalan yang lurus dan benar serta yang diridhoi oleh Allah

s.w.t.. Oleh karena itu agama Islam memerintahkan kepada semua umatnya untuk

mengajarkan dan mempelajari kitab suci Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah

sumber dari segala ajaran Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan

manusia, juga memberikan rahmat serta hidayah bagi umat manusia.

Dan bukti bahwa Al Qur’an mencakup berbagai aspek kehidupan manusia,

maka H. Oemar Bakry mengklasifikasikan kandungan pokok Al Qur’an menjadi

10 aspek, antara lain:

1. Al Qur’an
2. Keimanan
3. Ibadah
14

4. Perkawinan
5. Sains dan Teknologi
6. Kesehatan
7. Ekonomi
8. Kemasyrakatan / Kenegaraan
9. Budi Pekerti Luhur
10. Sejarah 17
Melihat betapa banyaknya kandungan serta pentingnya Al Qur’an bagi

kehidupan manusia, maka hendaknya pendidikan dan pembelajaran Al Qur’an

lebih diutamakan. Bahkan menurut pengungkapan Ibnu Khaldun, ”di daerah

Andalusia kurikulum pendidikan anak ditekankan pada aspek Al Qur’an, karena

Al Qur’an merupakan sumber ilmu, bahkan di negara-negara Afrika pun lebih

mementingkan pendidikan Al Qur’an dan menghafalnya daripada pelajaran yang

lain”.18

Dari paparan tersebut maka hendaknya pembelajaran Al Qur’an

dilaksanakan sejak usia dini. Pendidikan Agama Islam dalam hal ini pembelajaran

Al Qur’an bagi anak sangatlah penting dan menjadi tuntunan dan kebutuhan

mutlak yang harus dipenuhi untuk menyelamatkan mereka dari ancaman

modernisasi dan westernisasi yang penuh dengan kedholiman dan kemudhorotan.

Oleh karena itu, diperlukan bimbingan yang bijaksana dan baik dari orang tua

maupun dari para pendidik, agar ketika dewasa nanti anak tidak merasa canggung

dan ketakutan dalam mengarungi serta mengahadapi pengalaman-pengalaman

baru. Pentingnya pembinaan keagamaan tersebut adalah sebagai usaha yang

bersifat preventif (pencegahan), misalnya dengan upaya pemecahan masalah

(problem solving) terhadap kenakalan anak atau remaja salah satunya dengan cara

mengadakan pembinaan mental keagamaan. Selain itu juga sebagai suatau usaha
17
Drs. Tjiptohardjono, Analisis Bacaan Basmallah (Jakrta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 8
18
Ahmad Syarifuddin, op. cit., hlm. 62
15

kuratif (perbaikan) terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang

ada. Akan tetapi, bukan berarti selain anak-anak (remaja dan orang dewasa) tidak

membutuhkan pembelajaran Al Qur’an, karena Al Qur’an diwahyukan dan

diturunkan untuk semua golongan tanpa mengenal usia, status, dan jenis kelamin.

Melihat demikian pentingnya atau urgensi dari pembelajaran Al Qur’an

tersebut bagi kehidupan manusia, Rasulullah s.a.w. sampai mengumpakan antara

Al Qur’an dengan manusia adalah ”seperti perumpamaan bumi dengan hujan,

pada saat bumi mati Allah mengirimkan hujan yang lebat sehingga bumi menjadi

tumbuh dan subur serta Allah mengeluarkan apa-apa yang ada di perut bumi

berupa kebutuhan manusia maupun binatang-binatang ternak, demikian juga yang

dilakukan Al Qur’an kepada manusia”.19

Selain itu dengan membaca Al Qur’an ”yang disertai perenungan,

pendalaman, dan tadabbur merupakan satu dari sekian banyak sebab kebahagiaan

dan kelapangan hati, sehingga Allah s.w.t. menyifati Kitab-Nya sebagai petunjuk,

cahaya, dan penawar atas semua yang ada di dalam dada serta sebagai rahmat”. 20

Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah s.w.t. Q.S. Yunus ayat 57, yang

berbunyi:

‫وروه ًدى َّو َرمْح َة‬ ِ ِ


ُ ‫ىالص ُد‬
ّ ‫بكم وشفا ءٌ ملاَ ف‬
ْ ‫تكم َم ْوعظَة ّم ْن ر‬
ْ َ‫س ق ْد جاء‬
ُ ‫ياايها النا‬
َ

) : ‫للمؤمننْي َ (يونس‬
ُ

19
Husain Mazhahiri, Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani (Jakarta: Lentera,
2000), hlm. 239
20
DR. ‘Aidh al-Qarni, Laa Tahzan (Jakarta: Qisthi Press, 2003), hlm. 236
16

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari


Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”
(Q.S Yunus: 57) 21

Mengingat urgensi (pentingnya) pembelajaran Al Qur’an bagi umat

manusia khususnya umat Islam, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri

Dalam Negeri dan Menteri Agama RI Nomor 128 Tahun 1982/44A secara

eksplisit ditegaskan “bahwa umat Islam agar selalu berupaya meningkatkan

kemampuan baca tulis Al Qur’an dalam rangka peningkatan penghayatan dan

pengamalan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari”.22 Juga karena dari

pembelajaran Al Qur’an tersebut dapat diambil kandungan, hikmah serta ilmu

yang tiada bandingannya. Karena pembelajaran Al Qur’an memiliki keterkaitan

erat dengan ibadah-ibadah ritual kaum muslim, seperti; sholat, haji, dan kegiatan

berdo’a lainnya. Merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mampu dan

juga tugas bagi seorang hamba yang mengaku beriman kepada Kitab Allah untuk

belajar, dan bila ia mampu mengajarkan kepada saudara-saudaranya yang belum

bisa membaca, menulis, serta mempelajari Al Qur’an. Maka dengan adanya

tanggung jawab yang dibebankan kepada umat Islam yakni belajar serta mengajar

Al Qur’an tersebut, diharapkan kepada seluruh kaum muslimin yang merasa

bahwa Al Qur’an merupakan Kitab Suci yang harus menjadi pedoman dalam

hidupnya, minimal dapat membaca Al Qur’an dengan baik dan benar serta

maksimal dapat mencetak generasi yang Qur’ani.

3. Macam-macam Metode Kontemporer dalam Pembelajaran Al Qur'an

21
Al Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm, 315
22
Supardi, Jurnal Penelitian KeIslaman (Mataram: Lemlit STAIN Mataram, 2004),
hlm. 98
17

Dalam rangka mentransfer sebuah ilmu yang dicita-citakan sangat

dibutuhkan suatu metode (cara) yang tepat agar peserta didik mengerti dan

memahami ilmu yang disampaikan tersebut. Demikian halnya dengan

pembelajaran Al Qur’an, juga memerlukan suatu metode yang dirancang khusus

agar memudahkan peserta didik dalam proses belajar, baik menulis, membaca,

serta memahami kalam Ilahi. Oleh karena itu kaum muslim (pakar Pendidikan

Islam) berlomba-lomba untuk menciptakan metode baru yang efektif dan efisien

serta mudah dipahami dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an.

Metode kontemporer (masa kini/modern) dalam pembelajaran Al Qur’an

secara umum yang berkembang di masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Metode Tradisional (Qa’idah Baghdadiyah)

Metode ini paling lama digunakan di kalangan umat Islam

(khususnya di Indonesia), dan metode pembelajaran yang diterapkan

dalam metode ini adalah:

 Hafalan

Sebelum santri diberi materi, terlebih dahulu harus menghafal huruf-

huruf hijaiyah yang berjumlah 28 huruf dari alif ( ‫ ) ا‬sampai ya’ ( ‫)ي‬

ditambah dengan huruf hamzah ( ‫ ) ء‬dan lam alif ( ‫)ال‬

 Eja
18

Maksud dari eja yaitu, sebelum santri membaca per kalimat terlebih

dahulu membaca huruf secara eja, misalnya: alif fathah a ( ‫ا‬ ), ba’

fathah ba ( ‫ب‬
َ ) dan seterusnya

 Modul

Siswa yang lebih dahulu menguasai materi, dapat melanjutkan kepada

materi/halaman berikutnya tanpa harus menunggu santri atau

temannya yang lain

 Tidak Variatif

Pada metode ini tidak disusun menjadi beberapa jilid buku, melainkan

hanya 1 jilid buku saja

 Pemberian contoh yang Absolut

Seorang ustadz/ustadzah dalam memberikan bimbingan, terlebih

dahulu memberikan contoh kemudian santri mengikutinya, sehingga

santri tidak diperlukan untuk bersikap aktif23

Metode ini meskipun kini sudah sangat jarang ditemui akan tetapi

metode ini merupakan salah satu pencetus lahirnya metode-metode yang

lain dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an. Dan karena

lamanya metode ini sampai saat inipun masih belum diketahui secara jelas

23
Sa’id Ibn Nashir, Qa’idah Baghdadiyah
19

siapa penemu/pencetus dari metode Qa’idah Baghdadiyah tersebut. Dilihat

dari sistem pembelajaran yang telah dikemukakan di atas metode ini

membutuhkan waktu yang cukup lama, karena harus menunggu santri

mengenal dan menghafal huruf-huruf hijaiyah. terlebih dahulu.

b. Metode Al Barqy

Metode ini ditemukan/dicetuskan oleh Drs. Muhadjir Sulthon, dan

disosialisasikan pertama kali sebelum tahun 1991, yang sebenarnya sudah

dipraktekkan pada tahun 1983. Pada metode ini juga tidak disusun atau

dicetak menjadi beberapa jilid melainkan sudah berbentuk buku. Dalam

pembelajaran Al Qur’an, metode ini lebih menekankan kepada pendekatan

global atau gestald psycology yang bersifat Struktural Analitik Sintetik

(SAS). Yang dimaksud dengan SAS ini adalah penggunaan struktur

kata/kalimat yang tidak mengikuti bunyi mati (sukun), seperti kata Jalasa

dan Kataba.

Metode ini sifatnya bukan mengajar, namun mendorong hingga

guru hanya: tut wuri handayani dan murid (santri) dianggap telah memilki

persiapan dengan pengetahuan tersedia. Dalam perkembangannya Al

Barqy ini menggunakan metode yang diberi nama metode lembaga (kata

kunci yang harus dihafal) dengan pendekatan global dan bersifat Analitik

Sintetik. Dan kata lembaga tersebut adalah:

 A-DA-RA-JA

 MA-HA-KA-YA

 KA-TA-WA-NA
20

 SA-MA-LA-BA

Secara teoritis, metode ini apabila diterapkan pada anak kelas IV

SD keatas hanya memerlukan waktu (memenuhi sistem) 8 jam, bahkan

bagi anak SLTA keatas cukup 6 jam, sedangkan jika buku Al Barqy

diterapkan pada anak TK dengan cara bermain, maka dapat memicu

kecerdasan.Adapun fase yang harus dilalui dalam metode Al Barqy, antara

lain:

1. Fase analitik, yaitu guru memberikan contoh bacaan yang berupa kata-

kata lembaga dan santri mengikutinya sampai hafal, dilanjutkan

dengan pemenggalan kata lembaga dan terakhir evaluasi yaitu dengan

cara guru menunjuk huruf secara acak dan santri membacanya

2. Fase sintetik, yaitu satu huruf (suku) digabung dengan yang lain,

hingga berupa suatu bacaan, misal : ‫ج‬


َ ‫ا َد َر‬

menjadi : ‫جا‬ ‫أَ َر‬

3. Fase penulisan, yaitu santri menebali tulisan yang berupa titik-titik

4. Fase pengenalan bunyi a-i-u, yaitu pengenalan terhadap tanda baca

fathah, kashroh, dan dhommah (‫ا‬ ‫)ا ا‬


5. Fase pemindahan, yaitu pengenalan terhadap bacaan atau bunyi Arab
yang sulit, maka didekatkan pada bunyi-bunyi Indonesia yang

berdekatan, misal: ‫ ذ‬dengan pendekatan ‫َد‬


21

‫ش‬
َ dengan pendekatan ‫س‬
َ
6. Fase pengenalan mad, yaitu mengenalkan santri pada bacan-bacaan

panjang

7. Fase pengenalan tanda sukun, yaitu mengenalkan santri pada bacaan-

bacaan yang bersukun

8. Fase pengenalan tanda syaddah, yaitu mengenalkan santri pada

bacaan-bacaan yang bersyaddah (berbunyi dobel)

9. Fase pengenalan huruf asli, yaitu mengenalkan santri pada huruf asli

(tanpa harokat), seperti; Alif ‫ا‬

Ba’ ‫ب‬

Ta’ ‫ت‬
10. Fase pengenalan huruf yang tidak dibaca, yaitu mengenalkan santri

pada huruf yang tidak mendapat tanda saksi (harokat) atau tidak

dibaca, misal: ‫والضحى‬

11. Fase pengenalan bacaan yang masykil, yaitu mengenalkan santri pada

huruf yang biasa dijumpai di Al Qur’an, misal: ‫انانذيرمبني‬

dibaca pendek
22

12. Fase pengenalan menyambung, yaitu mengenalkan santri pada huruf-

huruf yang disambung di awal, di tengah, dan di akhir

13. Fase pengenalan tanda waqof, yaitu mengenalkan santri pada tanda-

tanda baca seperti yang sering ditemui di Al Qur’an24

c. Metode Iqra’

Metode pembelajaran ini pertama kali disusun oleh H. As’ad

Humam, di Yogyakarta. Buku metode Iqra’ ini disusun/tercetak dalam

enam jilid sekaligus dan ada pula yang tercetak atau disusun menjadi

beberapa jilid (jilid 1-6). Di mana dalam setiap jilidnya terdapat petunjuk

mengajar dengan tujuan untuk memudahkan setiap peserta didik (santri)

yang akan menggunakannya, maupun ustadz/ustadzah yang akan

menerapkan metode tersebut kepada santrinya.

Metode Iqra’ ini termasuk salah satu metode yang cukup dikenal di

kalangan masyarakat, karena metode ini sudah umum penggunaannya.

Adapun metode ini dalam implementasinya tidak membutuhkan alat yang

bermacam-macam karena hanya ditekankan pada bacannya (membaca

huruf Al Qur’an dengan fasih), serta menggunakan sistem CBSA (Cara

Belajar Santri Aktif). Adapun proses pembelajaran metode Iqra’

berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut:

 Ath Thoriqoh Bil Muhaakah, yaitu ustadz/ustadzah memberikan

contoh bacaan yang benar dan santri menirukannya

24
Muhadjir Sulthon, Al Barqy (Surabaya: Sinar Wijaya, 1991), hlm. o-s
23

 Ath Thoriqoh Bil Musyaafahah, yaitu santri melihat gerak-gerik bibir

ustadz/ustadzah dan demikian pula sebaliknya ustadz/ustadzah melihat

gerak-gerik santri untuk mengajarkan makhrojul huruf serta

menghindari kesalahan dalam pelafalan huruf

 Ath Thoriqoh Bil Kalaamish Shoriih, yaitu ustadz/ustadzah harus

menggunakan ucapan yang jelas dan komunikatif

 Ath Thoriqoh Bis Sual Limaqoo Shidit Ta’liimi, yaitu ustadz/ustadzah

mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan santri menjawab atau

ustadz/ustadzah menunjuk bagian-bagian huruf tertentu dan santri

membacanya.25

d. Metode Qiro’ati

Metode Qiro’ati adalah metode yang telah baku yang tidak dapat

diubah lagi. Dan metode ini disususun oleh H. Dachlan Salim Zarkasyi, di

Semarang pada tanggal 1 Juli 1989 sebanyak 10 jilid yang kemudian

menjadi 6 jilid setelah dilakukan revisi dan ditambahkan materi yang

cocok. Dalam prakteknya metode Qiro’ati ini dibeda-bedakan, khusus

untuk anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun) dan untuk remaja serta orang

dewasa. Adapun sistem pembelajaran Qiro’ati ini adalah :

 Eja langsung, yaitu bacaan langsung dibaca tanpa harus mengejanya

terlebih dahulu

 Hafalan, santri sebelumnya diharuskan menghafalkan huruf hijaiyah

sebelum menginjak pada materi atau bahasan yang lebih tinggi

25
HM. Budiyanto, Prinsip-prinsip Metodologi Buku IQRO’ (Yogyakarta: Team Tadarus
“AMM”, 1995), hlm. 23-24
24

 Asistensi, santri yang sudah mampu pada jilid tertentu dapat

menyimak santri yang masih belajar pada jilid yang lebih rendah

 Variatif, artinya buku Qiro’ati ini terdiri dari beberapa jilid (6 jilid),

hal ini dimaksudkan untuk merangsang santri agar tidak mengalami

kejenuhan, dan mempunyai rasa bangga karena telah menamatkan jilid

tertentu

 Modul, maksudnya yaitu santri yang sudah menyelesaikan jilid

tertentu dapat melanjutkan pada materi atau jilid yang lebih tinggi

Sedangkan prinsip-prinsip dasar metode Qiro’ati antara lain:

A. Prinsip dasar bagi guru (ustadz/ustadzah)

1. Dak-Tun (Tidak boleh Menuntun)

Dalam mengajarkan Qiro’ati ustadz/ustadzah tidak diperbolehkan

menuntun, akan tetapi membimbing (memberi contoh bacaan yang

benar, mengingatkan/membenarkan bacaan yang salah)

2. Ti-Wa-Gas (Teliti Waspada Tegas)

Dalam mengajarkan ilmu baca Al Qur’an sangatlah dibutuhkan

ketelitian, kewaspadaan, dan ketegasan dari ustadz/ustadzah karena

akan sangat berpengaruh atas kefasihan dan kebenaran murid

dalam membaca ayat-ayat Al Qur’an

3. Teliti

Maksudnya, bahwa seorang ustadz/ustadzah harus meneliti

bacaannya apakah sudah benar atau belum dan harus memnberikan

contoh secara benar kepada santrinya


25

4. Waspada

Dalam menyimak Al Qur’an, ustadz/ustadzah harus teliti dan

waspada serta tidak boleh lengah

5. Tegas

Ustadz/ustadzah harus tegas dalam menentukan penilaian (evaluasi

kelancaran) bacaan murid jangan segan dan ragu-ragu

B. Prinsip dasar bagi murid (santri)

1. CBSA + M (Cara Belajar Santri Aktif dan Mandiri)

Santri dituntut untuk selalu aktif dan mandiri serta tidak tergantung

pada orang lain (ustadz/ustadzah)

2. LCTB (Lancar Cepat Tepat dan Benar)

Dalam hal ini santri diharapkan mampu cepat dalam membaca,

tepat dalam membaca, dan tidak keliru dalam membaca huruf, serta

benar ketika membaca hukum-hukum bacaan.26

e. Metode Tilawati

Metode Tilawati ini timbul karena keprihatinan para aktifis yang

sudah lama berkecimpung di TPA/TPQ karena masih banyak kalangan

umat muslim yang belum bisa membaca dan menulis Al Qur’an (buta

26
H. Dachlan Salim Zarkasyi , Metodologi Pengajaran Qiro’ati (Malang: Koordinator
Pendidikan Al Qur’an Metode Qiro’ati), hlm. 1
26

huruf Al Qur’an). Oleh karena itu Drs. H. Hasan Sadzili, Drs. H.M. Thohir

Al Aly, M.Ag., KH. Masrur Masyhud serta Drs. H. Ali Muaffa bertekad

untuk membuat suatu metode yang praktis, cepat, dan lancar.

Dalam metode Tilawati ini terdapat/tersusun menjadi beberapa

jilid, yaitu mulai jilid 1 sampai dengan jilid 5, ditambah jilid 6 yang berisi

tentang bacaan ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan yang sulit dalam Al

Qur’an). Dan pada setiap jilidnya terdiri dari 44 halaman dengan desain

cover yang lux. Selain itu, pada setiap jilidnya juga dicantumkan syarat

umum menjadi guru pembelajaran Al Qur’an dengan menggunakan

metode Tilawati, serta pokok bahasan atau materi yang akan diajarkan

pada setiap jilidnya. Adapun sistem pembelajaran metode Tilawati ini

adalah sebagai berikut:

 Eja Langsung, huruf-huruf yang ada langsung dibaca atau eja langsung

tanpa harus mengejanya satu persatu, misal; a, ba, ta, dan seterusnya

 Klasikal atau baca simak, setelah ustadz/ustadzah memberikan contoh

bacaan maka santri kemudian mengikuti atau membacanya secara

bersama-sama dengan melihat alat peraga yang tersedia

 Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku yaitu jilid 1 sampai jilid

6 dengan desain cover yang lux, serta pada setiap bahasan atau bacaan

huruf yang disampaikan selalu ditandai atau dibedakan dengan

menggunakan tinta merah


27

 Modul, santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan jilid

selanjutnya27

B. Tinjauan Tentang Metode Iqra'

1. Sejarah Metode Iqra'

Iqra’ sebenarnya adalah judul sebuah buku yang berisi tuntunan belajar

membaca Al Qur’an dengan cara-cara baru yang berbeda dengan cara-cara lama,

sebagaimana yang dituntunkan oleh metode Qa’idah Baghdadiyah. Dengan

ditemukannya metode Iqra’ ini yang kemudian dibarengi dengan gerakan TK Al

Qur’an dan Taman Pendidikan Al Qur’an (TKA-TPA) yang merupakan suatu

bentuk lembaga baru dari pengajian anak-anak akhir-akhir ini, diseuruh tanah air

telah terjadi suasana dan gairah baru dalam mempelajari baca tulis Al Qur’an.

Metode Iqra’ ini pertama kali disusun oleh Ustadz As’ad Humam sekitar

tahun 1983-1988. Pada usia belia Ustadz As’ad Humam sudah aktif mengajar

membaca Al Qur’an untuk anak-anak di lingkungan sekitarnya. Dan pada waktu

itu beliau masih menggunakan metode Qa’idah Baghdadiyah atau dikenal dengan

istilah Turutan. Cara atau metode ini ternyata tidak memuaskan hati beliau, karena

dinilainya terlalu lambat dalam mengantarkan anak bisa membaca Al Qur’an,

yaitu setelah belajar selama 2-3 tahun. Ketidakpuasan hatinya itulah yang

kemudian mendorong beliau mencari dan terus mencoba berbagai sistem dan

metode yang ada.

Barulah sekitar tahun 1970-an, beliau mendapatkan buku Qiro’ati yang

disusun oleh ustadz Dachlan Salim dari Semarang, yang prinsip-prinsip


27
H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 1-6 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah,
2004), hlm. i-iv
28

pengajarannya hampir sama dengan tulisan Prof. Mahmud Yunus dan telah

tersusun dalam tuntunan-tuntunan pengajaran yang lebih sistematis dan lengkap.

Bersamaan dengan itu, beliau bertemu dengan sejumlah anak-anak muda yang

mempunyai kekhawatiran yang sama dalam memikirkan problema pengajaran

membaca Al Qur’an ini. Anak-anak muda tersebut dihimpun dalam suatu wadah

yang diberi nama “Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla

Yogyakarta” atau biasa disingkat dengan “Team Tadarus AMM”, dengan pusat

kesekretariatannya di Musholla Baiturrahman Selokraman Kotagede Yogyakarta.

Demikianlah bersama Team Tadarus “AMM” ini beliau untuk beberapa

tahun menggerakkan pengajian anak-anak dengan menggunakan metode Qiro’ati

tersebut. Namun dari pengalaman memakai buku Qiro’ati ini, ternyata masih

banyak ditemui beberapa kelemahan mendasar yang perlu disempurnakan. Untuk

itu dengan didukung oleh masukan-masukan dari Team Tadarus”AMM” yang

beliau asuh serta dikuatkan oleh hasil studi banding ke berbagai lembaga

pengajaran/pesantren Al Qur’an yang ada, maka disusunlah buku Iqra’ ini.28

2. Struktur Metode Iqra'

Dalam metode Iqra’ ini agar materi mudah dipahami oleh peserta didik

(santri) maka disusun/dicetak menjadi beberapa jilid yaitu mulai jilid 1 sampai

dengan jilid 6, dengan bentuk buku-buku kecil ukuran ¼ folio. Masing-masing

buku/jilidnya rata-rata terdiri dari 32 halaman, dan dikemas dengan warna sampul

yang berbeda-beda agar menarik perhatian peserta didik (santri)

28
H.M. Budiyanto, op.cit., hlm. 5-8
29

Menurut M. Sastrapradja yang dimaksud dengan struktur adalah bentuk

atau susunan.29 Maka sesuai dengan maksud tersebut struktur atau susunan dari

metode Iqra’ adalah sebagai berikut:

Iqra’ Jilid 1

 Pada jilid ini seluruhnya berisi tentang pengenalan huruf-huruf tunggal

berharokat fathah yang diawali dengan huruf a, ba, ta, tsa, sampai dengan ya

 Pembedaan terhadap bunyi huruf-huruf yang memiliki makhroj berdekatan,

seperti: ‫س‬-‫ص‬ ‫س‬-‫ث‬ ‫غ‬-‫خ‬


 Pengenalan terhadap angka-angka Arab ( )
Iqra’ Jilid 2

 Pengenalan terhadap bunyi huruf-huruf bersambung berharokat fathah, baik


huruf sambung di awal, di tengah, maupun di akhir, seperti:

‫ت = تا ت‬
َ ‫تا‬
َ ‫ت‬
َ َ‫ت = ب‬
َ ‫ب‬
َ
 Pengenalan bacaan mad (bacaan panjang) namun tetap berharokat fathah,
seperti:

‫ا َد َم‬ ‫ا َم َن‬

 Pengenalan terhadap huruf alif (‫) ا‬

Iqra’ Jilid 3

 Pengenalan terhadap bacaan-bacaan selain harokat fathah yaitu kashroh dan


dhommah, seperti:

‫فعِ َل‬ ‫َع ِم َل‬

29
M. Sastrapradja, op.cit., hlm. 457
30

 Pengenalan terhadap bacaan panjang yang berharokat kashroh dan berharokat


dhommah yang diikuti dengan ya’ bertanda sukun dan wawu bertanda sukun
serta kashroh berdiri dan dhommah terbalik, seperti:

‫معه‬ ‫بطئه‬ ‫يكون‬ ‫َعز ْي ُز‬

 Pengenalan terhadap huruf ya’ ( ‫ ) ي‬dan wawu ( ‫) و‬

Iqra’ Jilid 4

 Pengenalan terhadap tanda baca fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain,


seperti:

‫حي ٌم‬
ْ ‫َر‬ ‫اس ٍد‬
ِ‫ح‬
َ ‫حسنا‬
 Pengenalan pada huruf ya’ sukun yang jatuh setelah tanda fathah dan huruf
wawu sukun yang jatuh setelah tanda fathah , seperti:

‫ف‬
َ ‫َس ْو‬ َ ‫َبنْي‬

 Pengenalan terhadap huruf mim sukun dan nun sukun, seperti:

‫ان هو‬ ‫اومل‬


 Pengenalan terhadap huruf Qolqolah, seperti:

‫اق‬
ْ ‫اط‬ ‫ْاد‬ ‫اج‬
ْ

 Pengenalan huruf-huruf bersukun yang memiliki makhroj yang berdekatan,


seperti:

‫تق‬
ْ ‫تك‬
ْ ‫تع‬
ْ ‫تأ‬
Iqra’ Jilid 5

 Pengenalan atau cara baca alif lam Qomariyah, seperti:


31

‫والفجر‬ ‫احلمد‬
 Cara baca akhir ayat atau tanda waqof, seperti:

O ُ ‫نستَعنْي‬.............
 Cara baca mad far’i, seperti:

‫على‬
 Cara baca alif lam Syamsiyah, seperti:

‫والنهار‬
 Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:

‫َخْيٌرالنساء‬ ‫ِم ْن َّم ٍاء‬


 Cara baca lam dalam lafadz Jalalah, seperti:
ِ
‫هلل‬ ُ‫َواهلل‬
 Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bilaghunnah, seperti:

‫فم ْن مل‬
َ ‫من ر هّب ْم‬
ْ
 Pengenalan terhadap tanda baca tasydid, seperti:

‫َع َّما‬ ‫اِ َّن‬


Iqra’ JIlid 6

 Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:

‫صل‬
َ ‫ا ْن ْيو‬ ‫اح ٍد‬
ِ ‫ِمن َّو‬
ْ

 Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Iqlab, seperti:

‫ِم ْن َب ْع ِد‬
32

 Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Ikhfa’, seperti:

‫من ُج ْوع‬
ْ
 Pengenalan tanda-tanda waqof, seperti:

Boleh waqof boleh terus ‫ج‬

Bukan tempat waqof ‫ال‬


 Cara baca waqof pada beberapa huruf atau kata musykilat, seperti:

‫َوالفتح – َوالفتح‬ َ‫ َما ء‬- ً‫َما ء‬

 Cara baca huruf-huruf dalam fawatihussuwar, seperti:

‫طسم‬
ّ ‫ص‬ ‫يس‬
Melalui pemaparan struktur dari metode Iqra’ tersebut di atas maka akan

memudahkan peserta didik dalam hal ini santri untuk mempelajari Al Qur’an.

Karena diperlihatkan tahapan-tahapan materi yang akan dilalui oleh peserta didik

(santri).30

3. Implementasi Metode Iqra'

Untuk mencapai target atau tujuan pembelajaran Al Qur’an yang

diharapkan, maka seorang anak usia TK sekalipun akan bisa mempelajari buku

Iqra’ ini dengan pelan-pelan, bertahap, dan tanpa ada perasaan tertekan.

Sedangkan frekwensi pembelajaran Iqra’ sebaiknya diberikan tiga sampai enam

kali dalam seminggu. Dan pada setiap pertemuan berlangsung selama 90 menit

dengan perincian sebagai berikut:

30
As’ad Humam, Buku Iqra’ Jilid 6 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000)
33

 05 menit : pembukaan (persiapan, salam, do’a, dan lain-lain)


 10 menit : hafalan (surat-surat pendek, do’a-do’a harian, ayat-ayat
pilihan, dan lain-lain)
 45 menit : pengajaran Iqra’ secara klasikal (dengan alat peraga)
 15 menit : pendalaman Iqra’ secara individual bersama tutor teman
sebaya (dengan buku Iqra’)
 10 menit : materi-materi bersifat rekreasi (Bermain Cerita dan
Menyanyi/BCM)
 05 menit : penutup31

Jadi dalam metode Iqra’ penyampaian materi dilakukan secara klasikal dan

individual. Klasikal yaitu dengan cara ustadz/ustadzah memberikan contoh

terlabih dahulu kemudian santri mengikutinya secara bersama-sama. Sedangkan

Individual adalah dengan cara ustadz/ustadzah menyimak bacaan santri satu

persatu yang kemudian hasil dari bacaan tersebut ditulis ke dalam buku drill atau

buku prestasi bacaan. Selain ustadz/ustadzah teman sebaya yang sudah mencapai

jilid tertentu (lebih tinggi) dapat juga bertindak sebagai tutor., sistem ini dapat

disebut sebagai sistem baca simak.

Dalam implementasi (penyampaiannya) metode Iqra’ ini memiliki

perbedaan serta persamaan pada setiap jilid bukunya. Adapun implementasinya

adalah sebagai berikut:

Iqra’ Jilid 1

1. CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dalam hal ini guru (ustadz/ustadzah)

bertindak sebagai penyimak saja jangan sampai menuntun kecuali hanya

memberikan contoh pokok pelajaran

2. Mengenai judul-judul ustadz/ustadzah langsung memberi contoh bacaannya,

jadi tidak perlu banyak komentar

31
H.M. Budiyanto, dkk., Ringkasan Pedoman Pengelolaan, Pembinaan dan
Pengembangan Gerakan 5M (Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 2003), hlm. 25
34

3. Ustadz/ustadzah cukup membetulkan bacaan-bacaan santri yang keliru saja,

dengan cara: eee…, awas, stop, dan sebagainya atau bisa juga memberi titian

ingatan seperti: bila ada titiknya dibaca Ro, bila tidak ada maka bacanya……

4. Bagi santri yang betul-betul menguasai pelajaran sekiranya mampu berpacu

dalam menyelesaikan belajarnya maka membacanya boleh diloncat-loncatkan,

tidak harus utuh 1 halaman

5. Untuk EBTA sebaiknya ditentukan ustadz/ustadzahnya

6. Sebelum menguasai atau mengenal serta hafal terhadap huruf-huruf berfathah,

santri tidak boleh naik ke jilid selanjutnya, terutama pada huruf-hurf yang

susah pengucapan/pelafalannya, seperti:

‫ش‬
َ Lebih diarahkan ke bunyi sia daripada keliru ‫س‬
َ
‫َق‬ Lebih diarahkan ke bunyi ko daripada keliru ‫خ‬
َ
Jadi, bisa naik ke pelajaran atau jilid 2 dengan “her” pada huruf-huruf tertentu

Iqra’ Jilid 2

1. Implementasi no. 1-5 pada Iqra’ Jilid 1 masih diterapkan pada Iqra’ Jilid 2

2. Mulai halaman 16 materi menginjak pada bab mad (bacaan panjang), dan

untuk sementara diperbolehkan santri yang belum bisa membaca lebih dari 2

harokat, yang penting harus tahu mana bacaan yang dibaca panjang dan mana

bacaan yang harus dibaca pendek

3. Ustadz/ustadzah harus menegur santri yang memanjangkan bacaan pendek

ataupun memendekkan bacaan yang panjang,

Iqra’ Jilid 3
35

1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 3 ini +

peraturan/implementasi no. 3 pada Iqra’ jilid 2

2. Ustadz/ustadzah harus menegur santri yang selalu mengulang-ulang

bacaannya, misalnya bacaan wamaa dibaca berulang-ulang guru cukup

menegur “bacaan wamaa ada berapa?”

Iqra’ Jilid 4

1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan

pada jilid 4 ini

2. Bila santri keliru pada akhir kalimat, maka

ustadz/ustadzah hanya boleh membetulkan bacaan yang keliru saja

3. Untuk memudahkan ingatan santri terhadap huruf-

huruf Qolqolah maka boleh dengan menyingkatnya, seperti: BAJU DI

THOQO

4. Untuk menentukan bacaan yang betul pada bab

hamzah dan sukun santri diajak membaca dengan harokat fathah dulu dengan

berulang-ulang baru dimatikan

Iqra’ Jilid 5

1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 5

2. Pada halaman 23 terdapat potongan surat Al Mu’minun ayat 1-11, santri

dianjurkan untuk menghafalnya

3. Santri tidak diharuskan mengenal istilah-istilah tajwid, seperti Idghom

Bighunnah, Idghom Bilaghunnah, Idzhar, Iqlab, dan lain sebagainya yang

penting praktis dan betul bacaannya


36

4. Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membuat suasana semarak,

santri bisa diajak untuk membaca bersama-sama secara koor yaitu pada

halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari atas)

Iqra’ Jilid 6

1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 6

2. Materi EBTA dalam jilid 6 ini sebaiknya dihafalkan

3. Ustadz/ustadzah tidak diperkenankan untuk mengajari santri membaca dengan

menggunakan lagu/irama walaupun dengan irama murottal

4. Tanda waqof dibuat sesederhana mungkin yang terdapat/tertulis pada Iqra’

jilid 6 ini pada halaman 21

5. Sebelum EBTA ada tambahan beberapa huruf yang biasa terdapat pada bagian

awal surat (bacaan fawatihussuwar) serta bacaan-bacaan Muqhottho’ah32

4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Iqra'

Setiap metode pastilah seluruhnya akan memiliki keunggulan, karena

dibalik keunggulan/kelebihan tersebut pastilah terselip beberapa kelemahannya,

baik dari segi struktur maupun implementasinya. Hal tersebut terjadi karena

keterbatasan yang dimiliki oleh setiap manusia. Dari paparan data di atas, maka

dapat diklasifikasikan antara kelebihan serta kelemahan yang dimiliki oleh metode

Iqra’ ini, antara lain yaitu:

32
As’ad Humam, loc.cit.
37

a. Kelebihan Metode Iqra’

 Menggunakan metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), jadi bukan

guru atau ustadz/ustadzah-lah yang aktif disini melainkan santri yang

dituntut untuk aktif membaca

 Eja Langsung, dimana santri tidak perlu mengeja huruf dan

tanda secara satu persatu

 Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku dengan

dengan desain cover menarik dan warna yang berbeda

 Modul, yaitu santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat

melanjutkan jilid selanjutnya

 Menggunakan teknik Klasikal, dimana ustadz memberi

contoh dan santri mengikutinya bersama-sama, ataupun menggunakan

teknik Privat/Individual yaitu santri membaca secara perorangan di

depan ustadz/ustadzah dengan menggunakan kartu drill

 Pada huruf-huruf yang dianggap sulit pelafalannya dapat

digunakan pendekatan-pendekatan bunyi

 Pengenalan terhadap angka Arab (1-10)

 Bacaan mad (panjang) dikupas/dipaparkan dalam 2 jilid

(jilid 1 dan jilid 3)

 Setelah khatam Iqra’ (jilid 6) dapat dilanjutkan Al Qur’an

juz 1 bukan bacaan juz ’Amma


38

b. Kelemahan metode Iqra’

 Pada jilid-jilid awal tidak ada pengenalan terhadap huruf-

huruf Hijaiyah asli

 Pengenalan terhadap bacaan-bacaan tajwid, tetapi tanpa

harus mengenalkan istilah bacaan tajwid

 Tidak adanya media atau lembar kerja siswa atau panduan

untuk menulis huruf-huruf Arab

 Tidak dianjurkan untuk mengajarkan metode ini dengan

menggunakan irama murottal, kecuali santri sudah khatam jilid akhir

serta dapat membaca lancar

 Untuk bacaan-bacaan Muqhottho’ah hanya dipaparkan

pada 1 halaman saja

Dengan melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki metode Iqra’ ini maka

patutlah pengarang dan pencetus metode ini berbangga hati. Akan tetapi jika

dilihat dari kekurangan serta kelemahan yang ada, hendaknya hal tersebut dapat

dijadikan sebagai cambuk atau motivasi untuk menuju pembaharuan yang lebih

sempurna dan bermanfaat bagi kalangan umat Islam.

C. Tinjauan Tentang Metode Tilawati

1. Sejarah Metode Tilawati

Dengan melihat data pada tahun 90-an dimana semakin hari jumlah umat

Islam yang tidak bisa membaca Al Qur’an semakin banyak dan belum lagi yang

belum paham akan makna serta kandungan Al Qur’an, maka para aktifis yang

sudah lama berkecimpung dalam TPA/TPQ terdorong untuk membuat/merancang


39

suatu metode pembelajaran Al Qur’an yang diharapkan dapat mudah dipelajari.

Selain persoalan tersebut diatas, lahirnya metode Tilawati juga antara lain karena

seba-sebab dibawah ini:

 Bergesernya peran orangtua terhadap anak (yang semula sebagai

pendamping efektif bagi anak)

 Terhapusnya pelajaran Pegon (arab gundul) di sekolah

 Perkembangan zaman yang kurang kondusif bagi pendidikan Al Qur’an

 Guru kehilangan cara untuk mengajar Al Qur’an sehingga mutu

pendidikan kian merosot

 Metode pembelajaran Al Qur’an selama ini yang terjadi tidak dilakukan

secara maksimal

 Fenomena yang terjadi TPA/TPQ tidak bisa berkembang karena tidak bisa

merekrut tenaga guru ngaji karena kekurangan dana untuk membayar

tenaga guru

 Fenomena yang terjadi anak biasanya khatam metode pembelajaran Al

Qur’an dengan memakan waktu yang cukup lama

Oleh karena itu para aktifis yang terdiri dari 4 orang yang sehari-hari

berjibaku dengan pendidikan Al Qur’an memberikan solusi yang mudah yaitu

dengan meluncurkan metode baru yang diberi nama Tilawati, para aktifis tersebut

adalah : Drs. Hasan Sadzili, Drs. HM. Thohir Al Aly, M.Ag. , KH. Masrur

Masyhud, dan Drs. H. Ali Muaffa. Para penyusun metode Tilawati tersebut

menawarkan sebuah metode yang menurut mereka berbeda, karena melalui


40

metode ini diharapkan anak sudah dapat melafalkan huruf-huruf Al Qur’an

dengan tartil yaitu dengan pendekatan irama Rost.

Metode Tilawati ini dituangkan kedalam buku yang terdiri dari beberapa

jilid, yaitu jilid 1 sampai dengan jilid 5 ditambah jilid 6 yang berisi surat-surat

pendek, ayat-ayat pilihan, ghorib dan musykilat. Dengan desain cover lux dan

warna yang indah serta menarik perhatian, juga dengan tulisan standard dan

disertai alat peraga pada masing-masing jilidnya. 33

2. Struktur Metode Tilawati

Struktur atau susunan pada metode Tilawati ini sebenarnya hampir sama

dengan struktur atau susunan pada metode Iqra’. Yaitu pada setiap jilidnya

membahas kurang lebih 4 pokok bahasan atau materi. Adapaun struktur Tilawati

adalah sebagai berikut:

Tilawati Jilid 1

 Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah berharokat fathah tidak berangkai,

contoh: ‫ث‬
َ ‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ ا‬dan seterusnya………….

 Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah berharokat fathah berangkai,

contoh: ‫ث‬
َ َ‫ث = بت‬
َ ‫ت‬
َ ‫ب‬
َ
 Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah asli, contoh:

Alif =‫ا‬ Tsa' =‫ث‬

Ba' =‫ب‬ Jim =‫ج‬

33
Drs. H. Ali Muaffa, Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an, Makalah
disajikan pada Sosialisasi Lagu Tartil TKA / TPA, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya 21 Mei
2006
41

Ta' =‫ت‬

 Pengenalan angka-angka arab, contoh: ( )

Tilawati Jilid 2

 Kalimat berharokat fathah, kashroh, dan dhommah contoh :

‫لك‬
ُ ‫َو‬ ِ ‫و‬
‫لك‬ ‫لك‬
َ ‫َو‬
َ
 Kalimat berharokat fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain, contoh:

‫حي ٌم‬
ْ ‫َر‬ ‫اس ٍد‬
ِ‫ح‬
َ ‫َح َسنًا‬

 Bentuk-bentuk ta’, contoh: ‫ة=ت‬


 Kalimat / bacaan panjang satu alif, contoh:

‫ َجا‬- ‫َج‬ ‫ب – بَا‬


َ
 Fathah panjang, kashroh panjang, dhommah panjang, contoh:

‫َم َعه‬ ‫بَطَئِه‬ ‫ا َم َن‬


 Dhommah diikuti wawu sukun, ada alifnya atau tidak ada alifnya tetap dibaca

sama panjangnya, contoh: ‫قا ْلوا‬


Tilawati Jilid 3

 Membunyikan huruf yang disukun, contoh:

‫ زمهريرا‬- ‫ز‬ ‫ا – املهم‬


 Lam sukun dan didahului alif dan huruf yang berharokat, contoh:

‫احلسيب‬ ‫ا – ْال‬
 Lam sukun berhadapan dengan hamzah bersyakal hidup, contoh:
42

‫والخر ة = ول اخر ة‬
 Fathah diikuti wawu sukun, contoh:

‫َك ْو َكبًا‬ ‫ْقو ٌم‬

 Fathah diikuti ya’ sukun, contoh:

َ‫َش ْي ء‬ ‫ايْ َن‬


Tilawati Jilid 4

 Huruf-huruf bertasydid, contoh:

‫سلم‬
َ ‫سل‬
َّ = ‫س ْل َل‬
َ
 Tanda panjang (mad wajib dan mad jaiz), contoh:

َ‫َماءَ = َماء‬
 Bacaan nun dan mim tasydid, contoh:

‫َع َّما = َع ْم َما‬ ‫اِنا = اِ ْن نَا‬


 Cara mewaqofkan, contoh:

ْ ‫يَقنْيٌ – يَقنْي ُ – يَقنْي – يَقنْي – يَقنْي‬


 Lafdhul Jalalah, contoh:
ِ
‫هلل‬ ُ‫َواهلل‬
 Alif lam syamsiyah, contoh:

‫ارق‬
ُ ‫ارق = َو َّس‬
ُ ‫الس‬
َّ ‫َو‬
 Bacaan Ikhfa’ Hakiki, contoh:

‫َر ُسول كرمي‬ ‫ٌ = ْن‬ ٍ ً َ ‫اند ًادا – ِع‬


‫ند َها‬ َ – ‫ْن‬
43

 Wawu yang tidak ada sukunnya, contoh:

َ ِ‫ك = ا لئ‬
‫ك‬ َ ِ‫اولئ‬
 Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:

‫ِم ْن َّم ٍاء = ِم ْم َم ٍاء‬ ‫م‬atau ٌ ٍ ً


Tilawati Jilid 5

 Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:

‫ملو َن‬ ٍ ِ‫ل‬


ْ ‫قوم يَّ ْع‬
ْ ‫ ْن = ي‬atau ٌ ٍ ً
 Bacaan Iqlab, contoh:

‫ِم ْن َب ْع ِد ِه ْم‬ ‫ ْن = ب‬atau ٌ ٍ ً


 Bacaan Ikhfa’ Syafawi, contoh:

‫َبْيَن ُه ْم َّم ْوبقا‬ ‫ ب‬-‫م‬ bertemu dengan ‫ْم‬


 Bacaan Qolqolah, contoh:

َ = ‫ْق – ْط – بْ – جْ – ْد‬
‫يقر ُء ْو َن‬
 Bacaan Idghom Bilaghunnah, contoh:

‫اِ ْن مل يكن‬ ‫ ْن = ر ل‬atau ٌ ٍ ً


 Bacaan Idzhar Halqi, contoh:

‫صد َق‬
َ َ‫َو َم ْن ا‬ ‫ ْن = ا ء خ ح ع غ هـ‬atau ٌ ٍ ً
 Cara membunyikan akhir kalimat ketika waqof, contoh:

‫كل َي ْوم ُه َويِف ْ َشأ ْن‬


َّ - ‫كل َي ْوم ُه َويِف ْ َشأ ن‬
َّ
 Tanda-tanda waqof, contoh:

Boleh waqof boleh terus ‫ج‬


44

Bukan tempat waqof ‫ال‬34

3. Implementasi Metode Tilawati

Dalam metode Tilawati ini menawarkan model-model pengelolaan kelas

yang bertujuan:

1. efektifitas belajar, sehingga santri mudah menguasai materi

2. metodologi pengajaran Al Qur’an bisa berjalan dengan baik

3. efektifitas kelas, sehingga waktu yang tersedia tidak terbuang sia-sia

4. santri tertib di kelas

5. target kurikulum dapat tercapai tepat waktu

Selain itu teknik dalam penyampaian materi juga menggunakan teknik klasikal,

dimana guru membaca dan santri mendengarkan, menirukan serta membaca.

Namun teknik ini dapat bersifat fleksibel karena bisa disesuaikan dengan

kebutuhan kondisi kelas. Alokasi waktu pembelajaran yang ditawarkan oleh

metode Tilawati ini adalah:

Tabel 2.1
Alokasi Pembelajaran Metode Tilawati

Waktu Materi Teknik Keterangan


5 menit Do’a pembuka Klasikal Lagu Rost
15 menit Peraga Tilawati Klasikal Lagu Rost
30 menit Buku Tilawati Baca SImak Lagu Rost
20 menit Materi Penunjang Klasikal Lagu Rost
5 menit Do’a penutup Klasikal Lagu Rost

34
H.Hasan Sadzili dkk, Tilawati Jilid 1-6 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah,
2004), hlm. iv
45

Sedangkan target belajar yang ingin dicapai oleh metode Tilawati ini,
adalah sebagai berikut:
Waktu : 75 menit/pertemuan
Jumlah santri / kelas : 15-20 santri
Masa belajar : 3 Bulan 4x pertemuan/minggu
Target : 80% santri naik jilid dengan bacaan standart35

Adapun implementasi metode Tilawati pada setiap jilidnya adalah sebagai

berikut:

Tilawati Jilid 1

1. Ajarkan huruf-huruf hijaiyah asli secara bertahap hingga santri faham dan

hafal

2. Untuk memulai mengajarkan bunyi huruf, ustadz/ustadzah cukup memberi

contoh dengan bacaan dan hindarkan memberi keterangan

3. Mengajak santri untuk membaca klasikal

4. Setiap pergantian materi selalu ditandai dengan tulisan atau tinta merah

5. Pada halaman 33-44 sudah diajarkan pada huruf-huruf yang bersambung

Tilawati Jilid 2

1. Buku Tillawati 2 ini pada halaman-halaman tertentu terdapat bacaan-bacaan

yang belum diberi tanda baca, maka tugas santri untuk memberinya tanda

sesuaka hatinya dan kemudian membacanya

2. Ustadz/ustadzah dalam membaca huruf-huruf harus dengan fasih, agar santri

terhindar dari kesalahan pelafalan huruf

Tilawati Jilid 3

35
Drs. H. Ali Muaffa, Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an, Makalah
disajikan pada Sosialisasi Lagu Tartil TKA/TPA, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya 21 Mei
2006.
46

1. Pada bahasan Lam Sukun ustadz/ustadzah harus memberikan contoh yang

benar agar santri terhindar dari bacaan Tawallud atau mental, missal: Al

dibaca Alle

2. Seluruh potongan ayat atau kalimat dibaca berirama

3. Agar bacaannya benar, ustadz/ustadzah dalam mengajarkan membaca huruf-

huruf Muqhottho’ah dengan jelas dan perlahan

Tilawati Jilid 4

1. Ustadz/ustadzah pada halaman 12-selesai harus tetap mengajar dengan bacaan

tartil

2. Ustadz/ustadzah tetap harus memberikan contoh, tetapi tidak menuntun santri

dalam membaca

3. Pada jilid ini santri mulai diajarkan cara membaca akhir kalimat ketika waqof

Tilawati Jilid 5

1. Pada jilid 5 ini implementasi pembelajarannya sama dengan tilawati jilid 4

2. Pada tilawati jilid 5 ini ustadz/ustadzah diharapkan mengajarkan bacaan secara

berulang-ulang agar santri dapat menghafalnya

4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Tilawati

Dilihat dari struktur dan implementasinya, kelebihan dari metode Tilawati

ini antara lain adalah:

 Menggunakan metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), jadi bukan guru

atau ustadz/ustadzah-lah yang aktif disini melainkan santri yang dituntut

untuk aktif membaca


47

 Eja Langsung, dimana santri tidak perlu mengeja huruf dan tanda secara

satu persatu

 Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku dengan dengan desain cover

menarik dan warna yang berbeda

 Modul, yaitu santri yang sudah menamatkan jilidnya dapat melanjutkan

jilid selanjutnya

 Menggunakan teknik Klasikal, dimana ustadz memberi contoh dan santri

mengikutinya bersama-sama, ataupun menggunakan teknik

privat/individual yaitu santri membaca secara perorangan di depan

ustadz/ustadzah dengan menggunakan kartu drill

 Melagukan bacaan (mulai jilid 1-5) dengan menggunakan Irama Rost

Standar Nasional

 Pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli serta angka-angka Arab,

mulai dari satuan sampai ribuan

 Menggunakan khot standar dengan tinta berwarna merah (untuk materi

baru) dan tinta berwarna hitam (untuk materi lalu)

 Pengenalan terhadap bacaan-bacaan tajwid beserta istilah-istilahnya

 Pengenalan terhadap huruf-huruf bersambung pada jilid awal (1)

 Pengenalan terhadap huruf-huruf awal surat (fawatihussuwar) yang

Muqhottho’ah pada jilid 3 sampai dengan jilid 5, dan diberikan secara

konstan (terus-menerus)

 Setelah khatam Tilawati (jilid 5) dapat dilanjutkan Al Qur’an juz 1 bukan

bacaan juz ’Amma


48

Sedangkan kelemahan atau kekurangan yang dimiliki oleh metode

Tilawati ini adalah sebagai berikut:

 Bagi ustadz/ustadzah yang akan menggunakan metode ini harus mengikuti

pelatihan atau harus bisa membaca secara tartil

 Dengan pendekatan irama lagu rost yang digunakan dalam metode

Tilawati ini, jika diterapkan pada anak-anak khususnya usia pra sekolah

dikhawatirkan irama tersebut tidak dapat terjaga secara intensif

 Pada huruf-huruf yang pelafalannya agak sulit tidak diperbolehkan

menggunakan pendekatan, jadi sejak awal santri harus bisa melafalkan

huruf dengan baik, benar, serta fasih

 Untuk materi bacaan mad (panjang) hanya disajikan/dikupas pada satu

jilid saja

D. Perbandingan antara Metode Iqra' dengan Metode Tilawati

1. Persamaan antara Metode Iqra' dengan Metode Tilawati

Dilihat dari struktur serta penerapan atau implementasinya metode Iqra’

dan Tilawati memiliki beberapa persamaan, antara lain yaitu:

a) Menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dalam hal ini yang

dituntut untuk aktif adalah, oleh karena itu ustadz/ustadzah dilarang untuk

menuntun santri ketika membaca melainkan memberi contoh santri sehingga

santri tidak selalu menggantungkan diri kepada ustadz/ustadzah


49

b) Variatif, terdiri dari beberapa jilid buku dengan desain cover yang menarik

serta warna yang berbeda, untuk Iqra’ terdiri dari 6 jilid sedangkan Tilawati

terdiri dari 5 jilid buku

c) Menggunakan tehnik membaca secara Privat/Individual, dimana santri

membaca secara perorangan atau satu persatu didepan ustadz/ustadzah dengan

menggunakan buku drill (hasil prestasi bacaan santri)

d) Eja langsung, jadi santri tidak perlu mengeja huruf serta tanda baca secara satu

persatu

e) Berbentuk modul, yaitu bagi santri yang lulus serta membaca baik dan benar

dapat melanjutkan pada jilid yang lebih tinggi

f) Setelah khatam jilid akhir (Iqra’ jilid 6 atau Tilawati jilid 5) dapat dilanjutkan

Al Qur’an juz 1,bukan bacaan juz ’Amma

g) Pengenalan terhadap bacaan mad (panjang) dimulai pada jilid 2

2. Perbedaan antara Metode Iqra' dengan Metode Tilawati

Sedangkan perbedaan yang ada pada metode Iqra’ dan metode Tilawati

adalah sebagai berikut:

a) Pada metode Tilawati dalam pembacaannya menggunakan irama lagu

Rost, sedangkan pada Iqra’ dalam pembacaannya dilarang menggunakan

lagu sekalipun dengan menggunakan irama Murottal


50

b) Menurut susunan bukunya pada metode Iqra’ terdiri dari 6 jilid plus buku

Ghorib dan Musykilat dan pada metode Tilawati hanya terdiri dari 5 jilid,

sedangkan Ghorib dan Musykilat terdapat pada jilid 6

Metode Iqra’: Metode Tilawati:

jilid 1, berwarna = orange jilid 1, berwarna = hijau

jilid 1, berwarna = hijau jilid 2, berwarna = coklat

jilid 3, berwarna = biru jilid 3, berwarna = biru tua

jilid 4, berwarna = merah jilid 4, berwarna = ungu

jilid 5, berwarna = ungu jilid 5, berwarna = biru muda

jilid 6, berwarna = coklat

c) Pada jilid pertama dalam metode Iqra’ belum diajarkan huruf bersambung,

sedangkan dalam metode Tilawati sudah diajarkan huruf-huruf

bersambung

d) Pada metode Iqra’ pengenalan terhadap huruf-huruf Hijaiyah asli baru

dipaparkan pada jilid 2 dan itupun hanya terbatas 2 sampai 3 huruf saja,

sedangkan dalam metode Tilawati bacaan huruf asli sudah diberikan pada

jilid pertama mulai dari alif sampai ya’ ditambah dengan pengenalan

terhadap angka-angka arab mulai satuan sampai ribuan

e) Pada metode Tilawati setiap pergantian pokok bahasan baru selalu ditandai

dengan tinta merah sehingga memudahkan santri untuk mengingatnya,

sedang dalam metode Iqra’ baik pokok bahasan baru atau lama tetap

menggunakan tinta hitam

Metode Tilawati
51

‫ت‬
َ ‫ب‬
َ
‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫تب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬
‫تا‬
َ ‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ت‬
َ ‫ت‬
َ
‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ت‬
َ ‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ت‬
َ
‫ت‬
َ ‫ب ا‬
َ ‫ب‬
َ ‫ت ا‬
َ
‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬
Metode Iqra’

‫ت‬
َ ‫ب‬
َ
‫تبا‬
َ ‫تب‬
َ ‫ا‬
‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫تا‬
َ
‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬ ‫تا‬
َ ‫ب‬
َ
‫ت‬
َ ‫با‬
َ ‫ت‬
َ ‫تا‬
َ
‫تا‬
َ ‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬

f) Pada metode Iqra’ untuk huruf-huruf yang dianggap sulit dalam

pelafalannya menggunakan pendekatan bunyi, contohnya seperti;


52

‫ش‬
َ Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru ‫س‬
َ
‫َق‬ Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru ‫خ‬
َ
‫ض‬
َ Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ‫ظ‬

‫ظ‬ Lebih diarahkan ke bunyi ‫ذ‬ (dibaca dengan bibir agak maju)

sedangkan pada Tilawati ustadz/ustadzah harus mengenalkan huruf-huruf

sesuai dengan makhraj dengan baik dan benar

g) Untuk huruf-huruf Muqhottho’ah, pada Iqra’ hanya dipaparkan/disajikan

½ halaman saja yang ditulis pada jilid akhir (6), sedangkan untuk Tilawati

disajikan sejak jilid 3 sampai jilid akhir secara berkesinambungan

(istiqomah)

BAB III
53

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan teoritis dan empiris dalam penelitian sangatlah diperlukan.

Oleh karena itu sesuai dengan judul di atas, penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Sebagaimana pendapat Kirk

dan Miller seperti yang dikutip oleh Moeloeng, yang menyatakan bahwa

penelitian kualitatif ”berusaha mengungkapkan gejala suatu tradisi tertentu yang

secara fundamental tergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya

sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan

peristilahannya”.36

Sedangkan deskriptif menurut Moeloeng adalah ”laporan penelitian akan

berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan”. 37 Dalam

hal ini peneliti menggunakan metode kualitatif karena ada beberapa pertimbangan

lain, menjelaskan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan

kenyataan-kenyataan ganda. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat

hubungan antara peneliti dengan responden, metode ini lebih reka dan dapat

menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap

pola-pola nilai yang dihadapi.

Dalam pendekatan deskriptif terdapat beberapa jenis metode yang telah

lazim dilaksanakan. Dan sehubungan dengan hal tersebut peneliti menggunakan

pendekatan deskriptif dengan jenis studi komparatif. Yang berarti ”suatu

36
Lexy J. Moeloeng, Metologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Offset, 2002), hlm. 3
37
Ibid,. hlm. 6
54

penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari pemecahan melalui analisa tentang

perhubungan-perhubungan sebab akibat, yakni yang meneliti faktor-faktor

tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan

membandingkan satu faktor dengan yang lain”. 38 Oleh karena itu melalui

observasi, wawancara dan angket adalah teknik pengumpulan data yang akan

digunakan oleh peneliti yang juga akan ditambah dengan dokumentasi.

B. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif mutlak diperlukan, karena

peneliti sendiri merupakan alat (instrumen) pengumpul data yang utama sehingga

kehadiran peneliti mutlak diperlukan dalam menguraikan data nantinya. Karena

dengan terjun langsung ke lapangan maka peneliti dapat melihat secara langsung

fenomena di daerah lapangan seperti “kedudukan peneliti dalam penelitian

kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana

pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi hasil

pelapor dari hasil penelitiannya”.39 Kedudukan peneliti sebagai Instrumen atau

alat penelitian ini sangat tepat, karena ia mempunyai peran yang sangat vital

dalam proses penelitian.

Sedangkan kehadiran peneliti dalam penelitian ini diketahui statusnya

sebagai peneliti oleh subyek atau informan, dengan terlebih dahulu mengajukan

surat izin penelitian ke lembaga yang terkait. Adapun peran peneliti dalam

penelitian adalah sebagai pengamat berperan serta yaitu peneliti tidak sepenuhnya

38
Winarno Surachmad, Dasar dan Tehnik Research (Bandung: CV. Tarsito, 1976), hlm.
135-136
39
Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 121
55

sebagai pemeran serta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan. Peneliti pada

saat penelitian mengadakan pengamatan langsung, sehingga diketahui fenomena-

fenomena yang nampak. Secara umum kehadiran peneliti di lapangan dilakukan

melalui tiga tahap, yaitu:

1. Penelitian pendahuluan yang bertujuan mengenal lapangan penelitian

2. Pengumpulan data, dalam bagian ini peneliti secara khusus

mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam proses penelitian

3. Evaluasi data yang bertujuan menilai data yang diperoleh di lapangan

pnelitian dengan kenyataan yang ada

Dalam penelitian yang dilakukan selama kurang lebih 3 minggu, peneliti

hadir secara intensif di Madrasah Diniyah Al Husna guna memperoleh informasi

serta data yang dibutuhkan. Misalnya saja dengan masuk ke ruang-ruang kelas

secara bergantian (mulai kelas IA sampai kelas VIB), dan mengikuti proses

belajar-mengajar di kelas-kelas tersebut. Kemudian selebihnya peneliti melakukan

interview (wawancara) kepada Kepala Madrasah Diniyah Al Husna dan ustadz/

ustadzah serta mengumpulkan atau menyalin data yang berupa dokumen-

dokumen yang berhubungan dengan latar belakang, visi, misi, serta kurikulum.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah letak dimana penelitian akan dilakukan untuk

memperoleh data atau informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan

permasalahan penelitian. Adapun lokasi penelitian ini berada di Madrasah

Diniyah Al Husna Lawang, tepatnya terletak di Jalan Mayor Abdullah No. 248
56

Lawang – Malang, dan berdiri dibawah naungan Yayasan Ponpes. Al Husna

Lawang.

Lokasi Madrasah Diniyah Al Husna berada di tempat yang sangat strategis

dan tanah berada di kelas A dengan luas 343 m persegi, lingkungan sangat

mendukung untuk berkembang pesat karena akan sangat kompetitif dilihat dari

banyaknya tempat pendidikan yang lain di lingkungan tersebut, baik dalam

kalangan Islam maupun Nasrani. Dan berada tepat di depan instansi pemerintah

(dinas pertanian) di jalur menuju Agro Wisata Wonosari (perkebunan teh) serta

ada di belakang perkampungan padat penduduk.

D. Sumber Data

Menurut pernyataan Lofland dan Lofland yang dikutip oleh Moeloeng,

“sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan

hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan,

sumber data tertulis, foto dan statistic”.40 Berdasarkan pengertian tersebut dapat

dapat dimengerti bahwa yang dimaksud dengan sumber data adalah dari mana

peneliti akan mendapatkan dan menggali informasi berupa data-data dan

informasi yang diperlukan dalam penelitian. Adapun sumber data dalam

penelitian ini adalah:

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah, dan

disajikan oleh peneliti dari sumber utama, yang dapat berupa kata-kata

40
Ibid., hlm. 112
57

atau tindakan. Dalam hal ini yang akan menjadi sumber data primer/

utama adalah Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, ustadz/ ustadzah dan

para stafnya serta santriwan-santriwati Madrasah Diniyah Al Husna.

2. Sumber Data Skunder

Sumber data skunder merupakan sumber data pelengkap yang

berfungsi melengkapi data-data yang diperlukan oleh data primer/ data

utama. Yaitu dapat berupa buku-buku, makalah, arsip, dokumen pribadi

serta dokumen resmi.

E. Prosedur Pengumpulan Data

1. Observasi

Di dalam pengertian psikologik, “observasi atau yang disebut pula

dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap

sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra”.41

Dengan kata lain, metode observasi merupakan suatu teknik

pengumpulan data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap

fenomena (kejadian) yang diamati dan diselidiki untuk kemudian

dilakukan pencatatan. Melalui metode ini peneliti ingin memperoleh data

mengenai:

a. Penerapan pembelajaran Al Qur’an dengan menggunkan metode Iqra’

dan Tilawati.

b. Persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan metode Tilawati.

41
Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 133
58

c. Faktor-faktor yang mendukung serta menghambat bagi penerapan

metode Iqra’ dan Tilawati.

Sedangkan untuk proses observasinya yaitu, peneliti menggunakan

metode angket yang disebarkan kepada para ustadz/ ustadzah, melakukan

interview (wawancara) kepada beberapa ustadz/ ustadzah yang mengerti

serta paham tentang metode Iqra’ dan Tilawati. Selain itu, guna

memperoleh informasi lebih lengkap maka peneliti juga terjun langsung,

yaitu dengan masuk ke ruang-ruang kelas dan mengikuti proses belajar-

mengajar.

2. Interviu (Interview)

Interviu yang sering juga “disebut dengan wawancara atau

kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara

(interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara

(interviewer)”.42 Metode ini juga merupakan wawancara langsung dengan

responden sebagai pihak yang memberikan keterangan. Adapun data yang

ingin diperoleh oleh peneliti melalui metode/ tehnik ini adalah :

a. Mengetahui gambaran umum tentang Madrasah Diniyah Al Husna,

antara lain seabagai berikut:

a. Sejarah dan latar belakang Madrasah Diniyah Al Husna

b. Visi dan Misi Madrasah Diniyah Al Husna

c. Struktur organisasi Madrasah Diniyah Al Husna

d. Keadaan ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna

e. Keadaan santri Madrasah Diniyah Al Husna


42
Ibid, hlm. 132
59

f. Keadaan sarana prasarana Madrasah Diniyah Al Husna

b. Penggalian informasi tentang metode pembelajaran Al Qur’an di

Madrasah Diniyah Al Husna, diantaranya:

 Penerapan metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al

Husna

 Persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan Tilawati di

Madrasah Diniyah Al Husna

 Faktor pendukung dan penghambat bagi penerapan metode Iqra’

dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna

Adapun yang menjadi responden dalam metode Wawancara

(Interview) ini adalah Kepala Madrsah Diniyah Al Husna, ustadz/ ustadzah

serta para staf Madrasah Diniyah Al Husna.

3. Dokumentasi

Dokumentasi atau “dokumen (document) ialah semua jenis

rekaman/ catatan ‘skunder’ lainnya, seperti surat-surat, memo/ nota,

pidato-pidato, buku harian, poto-poto, kliping berita koran, hasil-hasil

penelitian, agenda kegiatan”.43 Tehnik/ metode ini biasa digunakan sebagai

sumber data yang berupa laporan ataupun catatan tertulis, misalnya: buku-

buku, makalah, catatan, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian,

agenda kegiatan, dan sebaginya. Hal tersebut dimaksudkan untuk

memperoleh data tentang:

a. Visi dan misi Madrasah Diniyah Al Husna

43
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif dasar-dasar dan aplikasi (Malang: IKIP Malang,
1990), hlm. 81
60

b. Struktur organisasi Madrasah Diniyah Al Husna

c. Kurikulum di Madrasah Diniyah Al Husna

d. Keadaan ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna

e. Keadaan santri Madrasah Diniyah Al Husna

f. Sarana prasarana

F. Analisis Data

Analisis data menurut Moeleong adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan

oleh data”.44 Karena dalam penelitian ini tidak menggunakan angka, maka metode

yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dimana dengan analisis deskriptif

berusaha menggambarkan, mempresentasikan serta menafsirkan tentang hasil

penelitian secara detail/ menyeluruh sesuai data yang sudah diperoleh dan

dikumpulkan dari hasil observasi, interview, dan dokumentasi.

Mendeskripsikan data kualitatif adalah “dengan cara menyusun dan

mengelompokkan data yang ada, sehingga memberikan gambaran nyata terhadap

responden. Metode penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan

logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik”.45

Proses analisa yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

44
Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 103
45
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif-Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnnya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 155
61

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan analisis yang menajamkan,

menggolongkan data dengan cara sedemikian rupa hingga dapat ditarik

kesimpulan final/ akhirnya (diverifikasi). Data yang diperoleh dari

lapangan langsung ditulis dengan rinci dan sistematis setiap selesai

mengumpulkan data. Laporan-laporan itu perlu direduksi, yaitu dengan

memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian agar mudah

untuk menyimpulkannya. Reduksi data dilakukan untuk mempermudah

peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan serta

membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.46

2. Display Data atau Penyajian Data

Display data menurut “yaitu mengumpulkan data atau informasi

secara tersususun, yang memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang sudah ada disusun

dengan menggunakan teks yang bersifat naratif, selain itu dapat berupa

matriks, grafik, networks, dan chart”.47 Hal tersebut dilakukan dengan

alasan supaya peneliti dapat menguasai data dan tidak terpaku pada

tumpukan data, serta memudahkan peneliti untuk merencanakan tindakan

selanjutnya.

3. Verifikasi atau menarik kesimpulan

46
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), hlm. 129
47
Ibid
62

Verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dan

analisis data puncak. Meskipun begitu, kesimpulan juga membutuhkan

verifikasi selama penelitian sedang berlangsung. Verifikasi dimaksudkan

untuk menghasilkan kesimpulan yang valid. Oleh karena itu, ada baiknya

sebuah kesimpulan ditinjau ulang dengan cara mem-verifikasi kembali

catatan-catatan selama penelitian dan mencari pola, tema, model,

hubungan dan persamaan untuk diambil sebuah kesimpulan.48

G. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian, setiap hal temuan harus dicek keabsahannya, agar hasil

penelitiannya dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan dapat dibuktikan

keabsahannya. Dan untuk pengecekan keabsahan temuan ini teknik yang dipakai

oleh peneliti adalah triangulasi.

Triangulasi menurut Moeloeng adalah “teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.49 Dan pengecekan atau

pemeriksaan yang dilakukan oleh peneliti antara lain yaitu:

1. Triangulasi Data, yaitu dengan cara membandingkan data hasil

pengamatan dengan hasil wawancara, data hasil wawancara dan data

hasil dengan dokumentasi. Hasil perbandingan ini diharapkan dapat

menyatukan persepsi atas data yang diperoleh.

2. Triangulasi Metode, yaitu dengan cara mencari data lain tentang

sebuah fenomena yang diperoleh dengan menggunakan metode yang


48
Ibid, hlm. 130
49
Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 178
63

berbeda yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kemudian hasil

yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dibandingkan dan

disimpulkan sehingga memperoleh data yang bisa dipercaya.

3. Triangulasi Sumber, yaitu dengan cara membandingkan kebenaran

suatu fenomena berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti, baik

dilihat dari dimensi waktu maupun sumber lainnya.

H. Tahap-tahap Penelitian

Selama melakukan penelitian dalam rangka penyelesaian tugas akhir ini,

peneliti melalui beberapa tahapan, antara lain:

1. Tahap Persiapan, meliputi;

a) Pengajuan judul dan proposal penelitian kepada pihak Kajur (kantor

jurusan)

b) Konsultasi proposal ke Dosen Pembimbing

c) Melakukan kegiatan kajian pustaka yang sesuai dengan judul

penelitian

d) Menyusun metode penelitian

e) Mengurus surat perizinan penelitian kepada fakultas untuk diserahkan

kepada Pimpinan/ Kepala Madrasah yang dijadikan obyek penelitian

f) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan yang akan diteliti

g) Memilih dan memanfaatkan informan

h) Menyiapkan perlengkapan penelitian

2. Tahap Pelaksanaan, meliputi;


64

Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data dan pengolahan data,

adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a) Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri

b) Mengadakan observasi langsung

c) Melakukan wawancara kepada subyek penelitian

d) Menggali data penunjang melalui dokumen-dokumen

Pengolahan data dilakukan dengan cara data yang diperoleh dari hasil

penelitian di analisis dengan tehnik atau metode analisis yang telah

ditentukan sebelumnya.

3. Tahap Penyelesaian, meliputi;

a) Menyusun kerangka laporan hasil penelitian

b) Menyusun laporan akhir penelitian dengan selalu berkonsultasi kepada

Dosen Pembimbing

c) Ujian pertanggung jawaban hasil penelitian di depan dewan penguji

d) Penggandaan dan penyampaian hasil laporan hasil penelitian kepada

pihak-pihak yang bersangkutan dan berkepentingan

BAB IV
65

HASIL PENELITIAN

A. Latar Belakang Obyek Penelitian

Dalam rangka mengadakan pembuktian terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan penulisan (skripsi ini), maka penulis mengadakan penelitian lapangan

(field research) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang. Dan latar belakang

obyek penelitian merupakan hal sangat penting untuk dikemukakan dalam

penelitian, karena obyek penelitian adalah pusat informasi data yang akan diambil

oleh peneliti dalam menyempurnakan penelitiannya. Oleh karena itu, dalam latar

belakang obyek ini akan memaparkan profil obyek penelitian secara garis besar,

yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. Letak Geografis Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Madrasah Diniyah Al Husna terletak di wilayah/ kota Lawang,

yang kurang lebih berjarak 25 km dari kota Malang. Tepatnya terletak di

Jalan Mayor Abdullah No. 248 Lawang-Malang, dan berdiri di bawah

naungan Yayasan Pondok Pesantren Al Husna Lawang. Lokasi Madrasah

Diniyah Al Husna berada di tempat yang sangat strategis dan tanah berada

di kelas A dengan ukuran luas 343 m persegi. Dengan lingkungan yang

sangat mendukung untuk berkembang, karena akan sangat kompetitif

dilihat dari banyaknya tempat pendidikan di sekitar lingkungan tersebut.

Baik di bawah naungan umat Muslim maupun di bawah naungan umat

Nasrani, serta merupakan jalur menuju Agro Wisata Wonosari

(perkebunan teh).
66

Adapun batas wilayah Madrasah Diniyah Al Husna adalah, di

sebelah Barat terletak/ berdiri sebuah instansi pemerintahan (Dinas

Pertanian), serta sebuah bangunan TK (Taman Kanak-kanak) dan KB

(Kelompok Bermain/ Play Group) yang juga berada di bawah naungan

Yayasan Pondok Pesantren Al Husna. Kemudian di sebelah Timur

terdapat beberapa lembaga pendidikan TK dan SD yang dikelola oleh

kaum Nasrani juga sebuah Gereja,di sebelah Utara dan Selatan terdapat

perkampungan dan perumahan padat penduduk.

Sesuai dengan letaknya yang strategis, maka santri Madrasah

Diniyah Al Husna tidak hanya berasal dari desa atau perkampungan

sekitarnya saja, bahkan banyak yang datang dari luar desa atau kecamatan

yang letaknya sangat jauh. Sehingga salah satu dari wali santri

menyediakan jasa antar jemput (abumen) bagi santri yang rumahnya

terletak agak jauh dari lokasi Madrasah Diniyah Al Husna.

2. Sejarah Berdirinya Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Pada awal berdirinya (sebelum resmi menyandang nama Madrasah

Diniyah Al Husna), Ibu Lailil Qomariyah yang sejak kecil memang sudah

akrab dengan lingkungan pondok pesantren, dan dibantu oleh dua orang

adiknya mengajar anak-anak kampung di sekitar rumahnya agar bisa

membaca dan menulis huruf Al Qur’an Semula jumlah anak-anak yang

mengajihanya 50 orang, akan tetapi sejalan dengan tingginya animo serta

kesadaran masyarakat sekitar akan agama dan pentingnya Al Qur’an,

maka dalam jangka waktu 3 bulan jumlah anak-anak bahkan ibu-ibu yang
67

mengaji bertambah menjadi tiga kali lipat. Karena jumlah anak-anak dan

ibu-ibu yang mengaji bertambah banyak sehingga membutuhkan tempat

yang lebih luas, maka pada awal tahun 2000 tepatnya pada bulan April,

Ibu Lailil Qomariyah mendirikan tempat belajar Al Qur’an atau biasa

disebut dengan TPA/TPQ (Taman Pendidikan Al Qur’an). Dan

berdasarkan atas saran serta hasil musyawarah ustadz-ustadz dan ulama’

se-Lawang maka Madrasah Diniyah Al Husna resmi dibuka untuk umum.

Sedangkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh Madrasah

Diniyah Al Husna yaitu menjadi salah satu sarana/ tempat pendidikan Al

Qur’an (TPA/ TPQ) yang unggul dari segi mutu, dan ingin menciptakan

ciri khas yang berbeda dari tempat-tempat mengaji lainnya. Oleh karena

itu diberi nama Madrasah Diniyah atau biasa diartikan sebagai sekolah

agama, dimana didalamnya anak-anak dibekali dengan pengetahuan

mengenai dasar-dasar agama. Sehingga mereka (santri) nantinya ketika

dewasa tidak hanya bisa membaca Al Qur’an saja. Hal tersebut disebabkan

karena di sekolah-sekolah umum kebanyakan materi pelajaran agama

dirasa sangat kurang, yaitu hanya 2 jam pelajaran dalam satu minggunya.

Maka sangat mendesak dibutuhkan keberadaan suatu lembaga yang

khusus menangani pendidikan agama anak-anak sejak usia dini. Dan

Madrasah Diniyah Al Husna berusaha menjawab permasalahan tersebut

dengan cara menyediakan sarana yang representatif dalam rangka

pembelajaran keagamaan.
68

Setiap instansi atau lembaga baik formal maupun non formal, pasti

memiliki visi dan misi guna mencapai tujuan yang dicita-citakan,

begitupun dengan Madrasah Diniyah Al Husna. Adapun Visi dan Misi

yang ingin dicapai oleh Madrasah Diniyah Al Husna adalah sebagai

berikut:

Visi

Mencetak generasi Qur’ani, yang mempunyai komitmen pada agama

Islam, bertaqwa, berprestasi, ber-akhlaqul karimah, shaleh, dan bermanfaat

bagi keluarga, bangsa dan agama.

Misi

 Menumbuhkan kecintaan anak/ santri pada Allah, Rasul-Nya, Agama-

Nya, dan Kitab Suci-Nya

 Menyiapkan santri untuk dapat membaca Al Qur’an dengan tartil,

fasih, dan lancar serta dapat memahami maknanya, sehingga kelak

dapat mengamalkan ajaran-Nya

 Mengetahui dasar-dasar agama Islam untuk bekal dalam menghadapi

perubahan zaman dan membentengi diri dari pengaruh-pengaruh luar

yang merusak moral dan aqidah anak/ santri

 Memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk

mengembangkan bakat, minat dan potensinya agar tersalurkan secara

wajar dan seimbang sehingga dapat berprestasi

3. Struktur Organisasi Madrasah Diniyah Al Husna Lawang


69

Struktur organisasi merupakan kerangka atau susunan yang

menunjang hubungan antara komponen yang satu dengan komponen yang

lainnya, sehingga jelas antara wewenang dan tanggung jawab masing-

masing dalam kebulatan yang teratur. Pengorganisasian adalah menyusun

hubungan perilaku yang efektif antar personalia, sehingga mereka dapat

bekerjasama secara efisien dan memperoleh kepuasan pribadi dalam

melaksanakan beberapa tugas dan dalam situasi lingkungan yang ada

disekitarnya guna mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Oleh

karena itu Madrasah Diniyah Al Husna sebagai suatu lembaga pendidikan

dimana didalamnya terdapat penasehat, kepala Madrasah, Waka. Bid.

Kurikulum, Waka. Bid. Kesantrian, Waka Bid. Sarana Prasarana, ustadz/

ustadzah, karyawan/ security, staff tata usaha, santriwan/ santriwati dan

sebagainya memerlukan pengorganisasian yang baik. Hal ini bertujuan

agar program serta kurikulum yang sudah dibentuk (ditentukan) dapat

berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu agar kerjasama

dan tanggung jawab dapat dijalankan secara maksimal, baik antara ustadz

dengan ustadzah, santri dengan santri, ustadz dengan santri, dan demikian

pula sebaliknya.

Adapun struktur organisasi pada Madrasah Diniyah Al Husna

adalah sebagai berikut:

STRUKTUR ORGANISASI MADRASAH DINIYAH AL HUSNA


70

Penasehat

Kepala Madrasah Diniyah

Waka. Bidang Waka. Bidang Kesantrian Waka. Bidang


Kurikulum (Pengembangan SDM) Sarana Prasarana

Tata Usaha

Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas
Asisten Asisten Asisten Asisten Asisten Asisten

Santri

Keterangan:

Penasehat : Ustadz H. Anis Shahab

H. Soepra’i Ahmad Rifa’i

H. Abdul Mu’in Effendi

Kepala Madrasah : Ustadzah Lailil Qomariyah

Waka Bid. Kurikulum : Ustadz M. Mukhlisin, S.Pd.

Waka Bid. Kesantrian : Ustadzah Misbahus Sholihah

Waka Bid. Sarana Prasarana : Ustadz Heri Utomo


71

Staff Tata Usaha : Ibu Endah Rahayu Listyarini

Ibu Zuliatul Masruroh

4. Keadaan Ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Guru atau pendidik merupakan salah satu komponen pendidikan

yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena keberadaannya

sangat mempengaruhi hal tersebut dan sekaligus merupakan faktor

penentu menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Dan dalam lingkungan

pembelajaran Al Qur’an (TPA/ TPQ), istilah guru atau pendidik sering

disebut juga dengan istilah ustadz/ ustadzah. Untuk melihat lebih lengkap

mengenaai data guru (ustadz/ ustadzah) dan para staff/karyawan Madrasah

Diniyah Al Husna dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1
Data Ustadz/ ustadzah serta staff Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

No. Nama ustadz/ ustadzah Pendidikan Jabatan


dan staff terakhir
1 Ustdz. Lailil Qomariyah SMU Kepala madrasah
2 Ust. Abdul Bari, SH. M.HUM S2 Wali kls.6B
3 Ust. Heri Utomo MA Wali kls.1A+ass. kls.6B
4 Ustdz. Misbahus Sholihah SMU Wali kls.3A+ass. kls.6A
5 Ust. M. Mukhlisin, S.Pd. S1 Wali kls.2A+5B
6 Ust. Ahmad Hanafi MA Wali kls. penjurusan
7 Ust. M. Ali Chusni MA Ass. penjurusan
8 Ustdz. Siti Nur Azizah PGTK Wali kls.4A+ass. Kls.1B
9 Ustdz. Anisatul Maghfiroh SMU Wali kls.2B+4B
10 Ustdz. Siti Latifatul Hidayah D3 Wali kls.3A+ass. kls.6A
11 Ustdz. Reny Fitria SMU Wali kls.3A+ass. kls.6A
12 Ustdz. Siti Aminah SMU Asss. kls.4A
13 Ustdz. Firmandini Islamy SMU Wali kls.3A+ass. kls.6A
14 Ustdz. Luluk Muthoifah SMU Asss. kls.2B+4B
15 Ust. Muhammad Imam, S.Pd.I S1 Wali kls.3A+ass. kls.6A
16 Ust. Ainun Hakim SMU Ass. kls.2A+4A
17 Ust. Thoha Luqoni, S.Sos. S1 Guru ekstra kurikuler
jurnalistik
72

18 Ust. Mujib MA Guru ekstra kurikuler


tartil
19 Bpk Sony SMU Guru ekstra kurikuler
menggambar
20 Ibu Endah Rahayu Listyarini SMU Staff TU
21 Ibu Zuliatul Masruroh SMK Staff TU
22 Bpk. Rahmad Jatmiko SMU Security
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna

5. Keadaan Santri Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Peserta didik dalam hal ini santri, merupakan salah satu dari sekian

banyak faktor yang mendukung dalam kegiatan belajar mengajar dan juga

merupakan salah faktor yang dominan. Dan murid (santri) sebagai obyek

pendidikan tentunya mempunyai peranan yang sangat penting dalam

mensukseskan proses pembelajaran Al Qur’an, meskipun hal ini tidak

dapat dilepaskan hubungannnya dengan pendidik atau ustadz/ ustadzah.

Secara garis besar jumlah santriwan/ santriwati Madrasah Diniyah

Al Husna dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.2
Data Santriwan/ santriwati Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Kelas Santriwan Santriwati Jumlah


1A 5 18 23
1B 11 10 21
2A 7 14 21
2B 11 13 24
3A 10 5 15
3B 9 5 14
4A - 10 10
4B 13 - 13
5A - 24 24
5B 5 - 5
6A - 20 20
73

6B 13 - 13
Penjurusan 8 8 16
Jumlah Total 92 127 219
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna

Dari penyajian data di atas dapat dilihat bahwasannya jumlah

santriwati lebih dominan (lebih banyak) daripada jumlah santriwan. Dan

dari jumlah tersebut, sebagian besar santri Madrasah Diniyah Al Husna

berasal dari daerah sekitar (wilayah Kecamatan Lawang sendiri).

Seedangkan usia santri, rata-rata masih duduk pada tingkatan sekolah

dasar (SD), meskipun ada pula beberapa santri yang masih TK atau

bahkan pra-sekolah (Play Group).

6. Sarana dan Prasarana Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Dalam suatu lembaga, sarana prasarana merupakan suatu alat atau

media keberhasilan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan. Apalagi

suatu lembaga pendidikan seperti Madrasah Diniyah Al Husna, sarana

prasarana merupakan alat penunjang keberhasilan bagi kelancaran proses

pembelajaran Al Qur’an selama ini. Adapun saran dan prasaran yang ada

di Madrasah Diniyah Al Husna secara rinci dapat dilihat dalam tabel

berikut:

Tabel 4.3
Sarana Prasarana Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

No. Nama Jumlah


1 Ruang kelas 6
2 Musholla 1
3 Ruang guru/kantor 1
4 KM/WC 4
5 Koperasi santri 1
6 Ruang Audio Visual 1
74

7 Alat-alat peraga 11
8 Televisi/TV 1
9 VCD (Video Casette Disk) 1
10 Komputer 1
11 Papan Tulis 6
12 Almari Berkas 1
13 Rak Al Qur’an 2
14 Mading (Majalah Dinding) 2
15 Almari Perpustakaan 2
16 Puzzle Hijaiyah 4
17 Kartu-kartu Hijaiyah 6
18 Salon 4
19 Sound System 1
20 Bangku/Dampar 100
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna

Selain sarana prasarana yang telah disebutkan di atas, masih

banyak lagi sarana prasarana yang dalam waktu dekat akan berusaha untuk

dipenuhi serta dibangun oleh Madrasah Diniyah Al Husna. Misalnya saja

seperti: penambahan bangku-bangku santri/ dampar, pembangunan kamar

inap santri, serta pengembangan usaha seperti koperasi santri, kios bunga,

dan rental VCD Islami. Sarana dan prasarana yang telah dimiliki atau yang

telah tersedia dirawat dengan baik oleh ustadz/ ustadzah, karyawan, serta

santriwan/santriwati Madrasah Diniyah Al Husna.

7. Kurikulum Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Eksistensi kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan

mempunyai peranan yang sangat penting, karena merupakan

operasionalisasi yang dicita-citakan, bahkan tujuan pendidikan tidak akan

tercapai tanpa kurikulum pendidikan. Oleh karena itu Madrasah Diniyah

Al Husna menggunakan Modifikasi Kurikulum Depag. (Departemen

Agama), LPTQ Nasional/ LPPTKA (Lembaga Pembinaan dan


75

Pengembangan Taman Kanak-kanak Al Qur’an), BKPRMI (Badan

Komunikasi Remaja Masjid Indonesia) dan Madrasah Diniyah Al Husna

sendiri.

Akan tetapi pada setiap tahunnya kurikulum di Madrasah Diniyah

Al Husna ini dapat berubah, mengingat usia santri yang selalu berubah

pada setiap tahunnya (menyesuaikan) berdasarkan kelas. Misalnya pada

tahun 2004/2005 di kelas I A dan I B rata-rata usia santri adalah TK

sampai SD, akan tetapi pada tahun 2005/2006 pada kelas I A dan I B

banyak santri yang berusia pra sekolah (Play Group atau usia KB/

Kelompok Bermain) sampai TK, sehingga apabila diterapkan kurikulum

yang sama (dengan tahun sebelumnya) akan membebani santri-santri

tersebut. Maka Kepala Madrasah Diniyah Al Husna mengambil kebijakan

dengan cara mengurangi materi atau mengubah kurikulum kelas I tersebut,

hal ini dilakukan agar santri rajin dan bersemangat dalam menjalani proses

transferisasi ilmu. Jadi sifat dari kurikulum Madrasah Diniyah Al Husan

adalah fleksibel, karena dapat berubah sewaktu-waktu atau menyesuaikan

dengan kondisi santri pada saat itu.

Adapun kurikulum yang digunakan pada tahun 2005/2006 oleh

Madrasah Diniyah Al Husna adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4
Kurikulum Kelas I (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
76

Bidang Tujuan Umum Target Pemahaman dan Kemampuan


Studi Pembelajaran Santri
(2 semester)
Santri mampu menghafal do’a- Menghafal do’a-do’a: sebelum & sesudah
do’a dan mempraktekkan makan, sebelum & bangun tidur, masuk &
Hafalan dalam kehidupan sehari-hari keluar wc/km, belajar, keluar rumah, masuk
Do’a & keluar masjid, kebaikan dunia akhirat,
naik kendaraan, mohon pertolongan, dan
mensyukuri ni’mat
Santri mengetahui dan mampu Niat wudhu, gerakan-gerakan wudhu,
melaksanakan tata cara bersuci praktek wudhu, niat tayamum, sebab-sebab
seperti; wudhu dan tayamum tayamum, praktek sholat subuh dan maghrib
juga mempraktekkan sholat berjama’ah, menghafal serta
Praktek subuh dan maghrib secara mempraktekkan bacaan-bacaan adzan dan
Ibadah berjama’ah, serta dapat iqomat
melafalkan lafadz adzan dan
iqomat dengan baik dan benar
Santri mengetahui nama-nama Menulis 29 huruf hijaiyah (untuk setiap
huruf Hijaiyah dan mampu minggu/pertemuan menulis 3 huruf) diikuti
Khot / menulis dengan baik, rapi dan dengan tanda-tanda fathah, kashroh, dan
Imla’ benar yang diikuti dengan dhommah
tanda fathah, kashroh, dan
dhommah
Santri mengenal nama-nama Membaca Ta’awudz serta Basmallah yang
surat pendek dan baik danbenar, menghafal surat Al Fatihah
Hafalan menghafalkannya dengan fasih (pada minggu ke-1 membaca ayat 1-4,
Surat dan tartil minggu ke-2 membaca ayat 5-7), menghafal
Pendek surat-surat pendek seperti; An Naas, Al
Ikhlas, Al ’Ashr, Al Kautsar, Al Lahab, An
Nashr, dan Al Maa’un
Santri mengetahui dasar-dasar Tepuk Anak Sholeh, Mewarnai ”Al Qur’an
Aqidah aqidah (Rukun Iman), Kitabku”, Menyanyi Lagu ”Satu-Satu Aku
Akhlaq memahami kekuasaan dan Cinta Allah”, Cerita Tentang Nabi-Nabi
dengan sifat-sifat Allah, mengenal Seperti; Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi
metode Nabi-nabi melalui kisah- Nuh, Nabi Yusuf, dan Nabi Muhammad,
BCM kisahnya, dan berakhlaq tepuk Rukun Iman, melihat VCD tentang
(Bermain terpuji. kekuasaan Allah, tepuk ”kalau kau suka
Cerita dan (Semuanya dijelaskan atau ngaji”, menyanyi ”mari kita sembahyang”,
Menyanyi) disampaikan dengan mewarnai ”pergi ke masjid”, tepuk rukun
menggunakan metode Islam, serta mewarnai ”Nuri menyayangi si
BCM/Bermain Cerita dan Meong”
Menyanyi)
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna

Tabel 4.5
77

Kurikulum Kelas II (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Tujuan Umum Target Pemahaman dan Kemampuan Santri


Studi Pembelajaran (2 semester)

Santri mampu menulis Menulis 29 huruf Hijaiyah (setiap minggu 3


huruf-huruf Hijaiyah huruf), dengan harokat fathah, kashroh, dan
Khot / dengan baik dan benar, dhommah, pengenalan terhadap harokat
Imla’ mengenal tanda baca dalam fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain,
Al Qur’an, serta mampu dikte/imla’ (guru membaca santri menulis),
menulis huruf Hijaiyah pengenalan terhadap tanda baca tasydid dan
yang bersambung sukun serta menyambung 2, 3, atau 4 huruf
Santri mampu Adab tidur, mandi, buang hajat, makan, minum,
membiasakan bersikap berpakaian, belajar, terahadap orang tua, di
terpuji terhadap orang tua, rumah, kepada guru, berjumpa dan berpisah
Aqidah guru, teman, dan dengan teman di jalan, menyayangi binatang,
/ lingkungan sekitar, bersin, menguap, meludah, bertamu, serta cerita
Akhlaq mengetahui cerita Nabi- tentang Nabi Adam, Nabi Nuh, dan Nabi Hud
nabi untuk diambil hikmah
dan diteladani, serta hafal
dan mengerti tentang
Rukun Iman
Santri hafal do’a sehari- Mengahafal do’a sehari-hari, seperti; akan belajar,
Hafalan hari, dan hafal surat-suratuntuk kedua orang tua, kebaikan dunia dan
Do’a pendek untuk dibaca pada akhirat, mohon pertolongan, mensyukuri ni’mat,
dan waktu sholat sesudah wudhu, sesudah adzan, serta do’a naik
Surat kendaraan, dan menghafal surat-surat pendek
Pendek seperti; Al Kautsar, Al Lahab, An Nashr, Al
Maa’un, Al Falaq, dan Al Quraisy
Santri hafal dan mengerti Melafalkan Syahadatain beserta artinya,
Rukun Islam, mengetahui menghafalkanRukun Islam, mengetahui dan
manfaat hidup bersih, mengerti tentang; kebersihan, macam-macam
Fiqih mengetahui macam-macam najis dan cara mensucikannya, macam-macam air,
najis, dan cara perbedaan wudhu dan tayamum, syarat-syarat
mensucikannya, serta wudhu, rukun, serta sunnahwudhu, sebab dan
mengerti tata cara wudhu syarat tayamum, praktek wudhu dan tayamum
dan tayamum
Santri mampu melakukan Praktek sholat subuh berjama’ah, menghafal
Praktek gerakan-gerakan serta bacaan-bacaan pada setiap gerakan sholat,
Ibadah mampu melafalkan bacaan- praktek sholat dzuhur, ashar, maghrib, dan isya’,
bacaan sholat wajib dengan serta praktek adzan dan iqomat
baik dan benar
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna

Tabel 4.6
78

Kurikulum Kelas III (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Tujuan Umum Target Pemahaman dan Kemampuan Santri


Studi Pembelajaran (2 semester)

Santri mengetahui adab Mengetahui dan mengerti mengenai macam-


terhadap lingkungannya, macam adab seperti; bertetangga, terhadap alam,
mengenal sifat-sifat Allah cara memelihara kelestarian alam dan
untuk memumbuhkan manfaatnya, cara beriman kepada Allah,
Aqidah keimanan kepada Allah, mengetahui sifat-sifat Allah seperti; Maha
Akhlaq memiliki sifat-sifat terpuji Mengetahui, Maha Mendengar, Maha Pemaaf,
dan meneladani kisah para Maha Pemurah, tanda-tanda orang yang beriman
Nabi kepada Allah, taat kepada Rasul, menjadi orang
yang sabar, jujur, sederhana, amanah, ikhlas,
optimis, rendah hati, kisah Nabi Ibrahim, Nabi
Ismail, Nabi Yusuf, dan Nabi Musa
Santri mengerti tentang Waktu-waktu sholat fardhu, jawaban ketika
waktu-waktu sholat, cara mendengar adzan, bacaan iqomat, syarat wajib
menjawab adazn, dan sah sholat, yang membatalkan sholat, cara
mengetahui syarat, rukun, sholat berjama’ah, syarat sah menjadi ma’mum,
Fiqih serta hal-hal yang ma’mum masbuq, keutamaan sholat berjama’ah,
membatalkan sholat, sholat tahjud, sholat bagi orang sakit, sholat
mengerti tata cara sholat sunnah rowatib dan keutamaannya, sholat witiw,
berjama’ah, sholatnya sholat jama’ dan qoshor, praktek sujud sahwi dan
orang sakit, sholat-sholat sujud syukur
sunnah, sholat jama’ dan
qoshor, sujud sahwi dan
sujud syukur
Hafalan Santri hafal do’a sehari- Menghafal do’a: setelah adzan, sesudah wudhu,
Do’a hari dan hafal surat-surat mohon pertolongan, mensyukuri ni’mat,
dan pendek untuk bacaan bercermin, serta bacaan dzikir setelah (ba’da)
Surat dalam sholat dan dzikir sholat, dan menghafal surat: Al Maa’un, Al
Pendek ba’da sholat Quraisy, Al Fiil, Al Humazah, dan At Takatsur
Santri mengetahui dan Niat wudhu dan tayamum, praktek sholat: subuh,
dapat mempraktekkan dzuhur, ashar, maghrib, isya’, jum’at, dhuha,
sholat-sholat sunnah, sholat tahajud, witir, jenazah, ketika sakit, qobliyah,
Praktek berjama’ah, menjadi ba’diyah, jama’, qoshor, serta sujud sahwi dan
Ibadah ma’mum masbuq, sholat sujud syukur
ketika sakit, sholat jama’
dan qoshor, sujud sahwi
dan sujud syukur
Santri dapat menulis huruf Menulis 4 huruf dengan disambung (bergandeng),
Hijaiyah bersambung, serta menulis kalimat-kalimat Thoyyibah seperti:
Khot / dapat menulis kalimat- salam, sholawat, hamdalah, basmalah, tahmid,
Imla’ kalimat Thoyyibah dan takbir, istighfar, serta ta’awudz, dan menulis atau
ayat-ayat pendek dengan menyalin tulisan do’a: sebelum dan sesudah
79

metode dikte atau imla’ makan, keluar rumah, masuk dan keluar masjid
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna

Tabel 4.7
Kurikulum Kelas IV (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Studi Tujuan Umum Target Pemahaman dan Kemampuan


Pembelajaran Santri
(2 semester)
Santri memahami Pengertian puasa, syarat dan rukun puasa,
ketentuan-ketentuan dan amalan-amalan puasa, hal-hal yang
tata cara melaksanakan membatalkan puasa, orang yang boleh tidak
puasa, serta terbiasa berpuasa dan cara menggantinya, cara
melaksanakannya dan menyambut bulan puasa, cara berbuka puasa
Fiqih memahami hukum Islam dan sahur yang benar, do’a buka puasa,
khususnya mengenai zakat sikap taat kepada Allah, Qiyamul Lail,
memperbanyak infaq dan shodaqoh,
keutamaan menghafal Al Qur’an, hari-hari
yang disunnahkan dan diharamkan untuk
berpuasa, pengertian dan hukum zakat,
macam-macam zakat, nishab zakat, orang-
orang yang berhak menerima zakat
Santri memahami dan Menyebutkan alasan (logika) sederhana
meyakini bahwa Allah bahwa Allah Maha Dahulu, dalil aqli dan
Maha Dahulu, berbeda naqli bahwa Allah Maha Dahulu,
dengan makhluk-Nya, menyebutkan alasan sederhana serta dalil
Aqidah Maha Pemelihara, serta naqli bahwa Allah berbeda dengan
Akhlaq mengimani kitab-kitab makhluk-Nya, menyebutkan kitab-kitab
Allah dan meneladani Allah, bercerita tentang kisah Nabi Yunus
kisah-kisah para Rasul juga dan Nabi Daud serta mengambil hikmah
mengerti sikap-sikap dari kisah tersebut, pengertian syukur, adil,
terpuji dan kebiasaan- ikhlas, tama’, dan boros
kebiasaan baik
Santri mengenal huruf- Pengenalan terhadap huruf-huruf yang
huruf Hijaiyah, tanda baca, disambung dari depan, tengah dan belakang,
Qur’an cara menyambung huruf, pengenalan tanda baca seperti: fathah,
Hadits serta mampu membaca kashroh, dhommah, fathahtain, kashrohtain,
huruf sesuai dengan sifat dhommahtain, sukun, tasydid, mad alif, alif
dan makhrojnya lam syamsiyah, alif lam qomariyah, serta
praktek membacanya
Santri mengerti dan Masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam
SKI memahami sejarah Nabi dilihat dari segi/keadaan alam, sosial,
(Sejarah Muhammad s.a.w. dan ekonomi, adat-istiadat, serta kepercayaan,
Kebudayaan meneladani sifat dan kisah teladan tentang keimanan seorang
Islam) sikapnya Raja, kelahiran Nabi Muhammmad s.a.w.,
penyerangan pasukan gajah, waktu dan
80

tempat kelahiran Nabi Muhammmad s.a.w.,


masa-kanak-kanak hingga masa remaja
Nabi Muhammmad s.a.w.
Santri mengenal beberapa Untuk materi pelajaran bahasa arab,
kata tanya dalam bahasa disesuaikan dengan sub-sub bahasan yang
arab, kata benda dan ada pada kitab/buku panduan yang telah
Bahasa Arab warna-warna, serta dapat ditetapkan oleh Madrasah Diniyah Al
menterjemahkan kalimat- Husna, misalnya untuk kelas IV pelajaran 1-
kalimat sederhana ke 18 maka pada setiap pertemuan dibahas 1
dalam bahasa arab pelajaran dan apabila santri belum paham
akan materi tersebut dapat diulang kembali
pada pertemuan selanjutnya
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna

Tabel 4.8
Kurikulum Kelas V (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Studi Tujuan Umum Target Pemahaman dan Kemampuan


Pembelajaran Santri
(2 semester)
Santri mampu membaca, Menghafal dengan fasih surat: Al Qodar,
Qur’an menyalin dan menghafal Al ’Adiyat, Al Zalzalah, Al ’Alaq, serta
Hadits surat-surat pendek pada juz menyalin / menulis dengan baik dan rapi
’amma, memahami pokok- serta melafalkan, menghafal,
pokok isi kandungan hadits menyebutkan isi / kandungan dari hadits:
menghormati orang tua, dan tentang
ukhuwah Islamiyah (persaudaraan)
Santri mengetahui sejarah Perjalanan Rasulullah ke Syam,
Nabi Muhammad s.a.w. Rasulullah bertemu Bukhairo, Rasulullah
sejak masa remaja hingga berdagang, kebijakan Rasulullah dalam
SKI masa kerasulan peletakan Hajar Aswad, awan yang
(Sejarah menaungi Rasulullah, pengangkatan Nabi
Kebudayaan Muhammmad sebagai Rasul, Rasulullah
Islam) di Gua Hiro’, nasehat Waroqoh bin
Naufal, bukti-bukti ke Rasulan Nabi
Muhammmad s.a.w., Da’wah Sirr dan
Jahr, kisah teladan Arif dan Bijaksana,
Assabiquna Awwalun, siksaan kaum kafir
terhadap pengikut Rasulullah, pengucilan
kaum Muslimin
Santri mampu melafalkan Untuk materi pelajaran bahasa arab kelas
bacaan / kalimat berbahasa V melanjutkan pelajaran kelas IV (tahun
arab dengan fasih, hafal lalu) dengan menggunakan buku/kitab
Bahasa Arab beberapa kalimat tanya, kata yang sama dan telah ditentukan oleh
benda, dan bisa Madrasah Diniyah Al Husna
mempraktekkan percakapan
81

dengan menggunakan bahasa


arab
Santri mengetahui hukum- Mad wajib muttashil, mad jaiz munfashil,
hukum bacaan Al Qur’an, mad aridl lissukun, mad badal, mad len,
macam-macam mad, dan mad shilah, mad iwadh, mad farqi, mad
Tajwid ghoroibul kalimat lazim kilmi musaqqol, mad lazim
mukhoffaf, mad lazim harfi musaqqol,
mad lazim harfi mukhoffaf, tanda-tanda
waqof dan ghoroibul kalimat
Santri mengerti perbedaan Ketentuan infaq dan shodaqoh, makanan
infaq dan shodaqoh, dan minuman halal, makanan dan
makanan serta minuman minuman haram, binatang halal, binatang
Fiqih yang halal dan haram, haram, menyembelih binatang, pengertian
binatang yang halal dan qurban, hukum qurban, pengertian aqiqah
haram, mengerti dan faham dan jumlahnya, ketentuan dan manfaat
akan pengertian; qurban, aqiqah, pengertian dan hukum khitan,
aqiqah, dan khitan waktu pelaksanaan dan manfaat khitan
Santri mengetahui cara Taat kepada Allah, sopan santun
mentaati Allah, beriman beribadah kepada Allah, Iman kepada hari
kepada Hari Akhir, beriman kiamat, tanda-tanda hari kiamat, arti
Qodlo’ dan Qodar, Qodlo’ dan Qodar, pengertian Qona’ah,
Aqidah berperilaku terpuji, serta persaudaraan dan persatuan, sesama
Akhlaq menjauhi perbuatan yang mu’min bersaudara, bertanggung jawab,
tercela berani menegakkkan kebenaran, menjauhi
perilaku marah, dusta, malas, boros, kikir,
ingkar janji, acuh tak acuh, tinggi hati,
dengki, dendam, fitnah, adu domba,
mencari kesalahan orang lain, tamak dan
dzalim
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna

Tabel 4.9
Kurikulum Kelas VI (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Bidang Studi Tujuan Umum Target Pemahaman dan Kemampuan Santri


Pembelajaran (2 semester)

Santri mengerti tujuan Pengenalan huruf pego, latihan membaca dan


Aqidah mencari ilmu, niat yang cara membuka kitab (Ta’limul Muta’allim)
Akhlaq benar dalam mencari dengan contoh dari ustadz, membaca dan
ilmu, dengan membaca memepelajari kitab sesuai dengan urutan
kitab berbahasa arab babnya
Santri mengerti Pengenalan huruf pego serta latihan membaca
kewajiban Mukallaf, dan membuka kitab (Sulamut Taufiq) dengan
Fiqih makna syahadatain, bantuan dab arahan dari ustadz/ustadzah, serta
kewajiban orang Islam, mempelajari kitab sesuai dengan urutan babnya
82

dengan media kitab


yang berbahasa arab
Santri mengerti Pengenalan huruf pego dan tashrif, pembagian
Nahwu pembagian kalam kalimat, isim mufrod mudzakkar, isim mufrod
Shorof muannas, jama’ mudzakkkar salim, jama’
muannas salim, isim tasniyah, jam’ ta’tsir, isim
dhomir, isim isyaroh, membuat contoh-contoh
kalimat, isim mausul, fi’il madhi, fi’il
mudhore’, fi’il ’amr, huruf jer, huruf nashob,
huruf jazm
Santri hafal ayat-ayat Menghafalkan ayat Qursy dan terjemahnya per
Terjemah pilihan beserta artinya kata (per mufrodat), serta surat Al Baqarah ayat
Lafdziyah perkata 284-286, surat Al Isra’ ayat 23-27, surat Al
Luqman ayat 12-19, dan surat Al Jumu’ah ayat
9-11
Santri mengerti dan Hadits tentang: kewajiban seorang muslim,
memahami hadts-hadits berbakti kepada orang tua, larangan bersumpah,
tentang kasih sayang berdusta, mendo’akan orang yang bersin,
Hadits serta kewajiban istighfar, adab duduk, berlindung dari godaan
seorang muslim syetan, menyuruh berbuat baik, kasih sayang
kepada sesama, keutamaan mandi pada hari
Jum’at
Santri mengetahui dan Pengertian Khulafaur Rasyidin dan
mengerti tentang periodesasinya, masa kepemerintahan Khalifah
SKI periodesasi Khulafaur Abu Bakar Ash Shiddiq, masa kepemerintahan
(Sejarah Rasyidin serta Khalifah Umar bin Khattab, masa
Kebudayaan perkembangan dan kepemerintahan Khalifah Utsman bin Affan,
Islam) keadaan Islam pada masa kepemerintahan Khalifah Ali bin Abi
masa Khulafaur Thalib, serta keadaan bangsa arab pada periode
Rasyidin Khulafaur Rasyidin
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna

Proses belajar mengajar di Madrasah Diniyah Al Husana

berlangsung selama 5 hari, yaitu mulai hari Senin sampai hari Jum’at. Dan

di bagi menjadi 2 waktu, untuk kelas I, II, & III masuk pada pukul 14.30-

16.00 wib., sedangkan untuk kelas IV, V, & VI masuk pada pukul 16.00-

17.30 wib.. Sedangkan untuk pengajian KIR (Karya Ilmiah Remaja) atau

pengajian bagi santri remaja/ dewasa dimulai pada pukul 18.00-19.30

wib.. Khusus untuk pengajian santri remaja/ dewasa hanya dilaksanakan


83

setiap 2 hari dalam satu minggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Dan

untuk pengajian remaja/ dewasa ini kurikulum juga bersifat fleksibel

karena mengkaji dari kitab-kitab yang telah ditentukan oleh ustadz (wali

kelas). Selain kurikulum yang telah disampaikan di atas, untuk setiap

harinya santri mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal pelajaran, adapun

susunan jadwal pelajaran (kls I-KIR) adalah sebagai berikut:

Tabel 4.10
Jadwal Pelajaran di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna


84

Dari kurikulum serta jadwal pelajaran yang telah dipaparkan maka

dapat dilihat bahwasannya Madrasah Diniyah Al Husna tidak hanya

menawarkan atau ingin menjadikan santrinya agar bisa mengaji Al Qur’an

saja, melainkan santri juga dibekali dengan ilmu-ilmu keagamaan lainnya.

Seperti praktek ibadah, menulis huruf-huruf Al Qur’an (Khot), menghafal

do’a sehari-hari dan surat-surat pendek, fiqih, aqidah akhlaq, hadits,

bahkan santri dikenalkan pada kitab-kitab yang tidak berharokat (pego).

Khusus santri yang masih berumur TK ataupun Play Group, dalam

pemberian materinya lebih banyak menggunakan metode BCM atau

Bermain, Cerita dan Menyanyi, dengan tujuan untuk menumbuhkan

kecintaan anak terhadap pendidikan keagamaan.

Oleh karena itu kurikulum di Madrasah Diniyah Al Husna bersifat

lentur atau fleksibel, karena materi pelajarannya dapat dikurangi, ditambah

maupun dimodifikasi sedemikian rupa. Hal tersebut dimaksudkan agar

santri tidak merasa terbebani dan timbul semangatnya untuk terus belajar,

dalam hal ini berkaitan dengan ilmu agama.

B. Penyajian dan Analisis Data

1. Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam

Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Sebelum Madrasah Diniyah Al Husna dibuka secara resmi, yaitu

pada waktu proses pembelajaran Al Qur’an masih berlangsung atau

dilaksanakan di kediaman pribadi Ibu Lailil Qomariyah, metode

pembelajaran Al Qur’an yang pertama kali digunakan adalah metode Iqra’.


85

Hal tersebut dikarenakan pada waktu itu masih belum banyak sosialisasi

mengenai metode-metode pembelajaran Al Qur’an seperti sekarang, dan

metode Iqra’ merupakan salah satu metode yang gencar atau aktif dalam

pensosialisasian tentang cara mudah belajar membaca Al Qur’an. Selain

itu metode Iqra’ dirasa lebih mudah jika dibandingkan metode

pembelajaran Al Qur’an yang telah lazim digunakan oleh masyarakat

(metode Baghdadiyah), karena memiliki sistem yang runtut dan

menggunakan teknik Eja Langsung dan tanpa harus menghafalkan ke-29

huruf Hijaiyah terlebih dahulu. Misalnya huruf alif yang berfathah bisa

langsung dibaca “a” bukan “alif fathah a”, seperti contoh bacaan yang

terdapat pada Iqra’ jilid 1 (halaman pertama) berikut:

‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫أَ = ا‬

‫ب ا‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫ب ا‬
َ

‫ب‬
َ ‫ا ا‬ ‫ب ا ا‬
َ

‫ب‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫با‬
َ ‫ب‬
َ

‫ب ا‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫ب ا‬
َ

‫ب‬
َ ‫ب‬
َ ‫ب‬
َ ‫اا ا‬
86

‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫ا‬

Dan ternyata dengan penggunaan metode Iqra’ tersebut respect

atau tanggapan masyarakat yang mengikuti pengajian (pembelajaran Al

Qur’an) di kediaman Ibu Lailil sangat bagus. Karena dengan

menggunakan metode ini peserta didik (anak-anak atau ibu-ibu) tidak

perlu menghafal begitu banyak huruf juga tidak perlu mengeja huruf

dengan satu persatu, sehingga tidak membutuhkan waktu yang

panjang/lama. Setelah hampir (kurang lebih) 5 tahun menggunakan

metode Iqra’ tersebut, Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala Madrasah,

ingin melakukan inovasi (pembaruan) terhadap metode pembelajaran Al

Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna, yaitu dengan memilih metode

Tilawati.

Hal tersebut terjadi karena pada waktu Ibu Lailil diundang untuk

mengikuti sosialisasi/pelatihan metode Tilawati merasa tertarik dan ingin

mencoba menerapkan metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna.

Pada akhirnya metode baru ini (Tilawati) digunakan di Madrasah Diniyah

Al Husna, tepatnya pada satu tahun yang lalu hingga sampai saat ini.

Selain sebagai inovasi (pembaruan), metode Tilawati digunakan

bukan semata-mata karena alasan bahwa metode Iqra’ dirasa sudah tidak

efektif dan efisien serta banyak memiliki kekurangan/kelemahan.

Melainkan untuk lebih mempermudah tercapainya target jenjang yang


87

diharapkan oleh Madrasah Diniyah Al Husna, sebagaimana penuturan dari

Ibu Lailil berikut:

“...Sebenarnya dengan metode Iqra’ untuk bacaan jika diukur dari


kelancaran dapat dicapai, kemudian untuk makhraj anak-anak diberi waktu
kira-kira 2 tahun agar lancar dulu, baru setelah itu tajwidnya yang
dijadikan perhatian, dan setelah target makhroj dan tajwid dapat
dicapai/dijalankan maka jenjang atau target terakhir adalah tartil atau lagu.
Karena dirasa tahapan (jenjang/target) tersebut terlalu lama dan
membutuhkan banyak waktu, maka setelah metode Tilawati hadir dan
menawarkan tahapan makhraj, tajwid, dan lagu/tartil yang dikemas
menjadi satu paket, saya tertarik untuk mencoba metode tersebut di
Madrasah Diniyah Al Husna dengan harapan ketiga target dapat dicapai
dalam waktu yang relatif singkat.” (Wawancara dengan Ibu Lailil
Qomariyah selaku Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober
2006, pkl. 15.30 wib.)

Meskipun menggunakan metode baru (metode Tilawati), Madrasah

Diniyah Al Husna tidak secara langsung mengganti atau menghapus

metode Iqra’ yang sudah hampir 5 tahun digunakan. Karena melalui

metode Iqra’ itu pula banyak anak-anak (santri) bahkan ibu-ibu yang dapat

membaca atau melafalkan huruf-huruf Al Qur’an dengan baik dan benar

bahkan adapula diantaranya yang sudah khatam Al Qur’an. Oleh karena

itu untuk sementara metode Iqra’ tidak dihilangkan atau dihapus sebagai

metode pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna.

Pada implementasi atau penerapannya di Madrasah Diniyah Al

Husna, metode Tilawati hanya digunakan oleh santri-santri baru saja atau

pada santri yang menggunakan metode Iqra’ jilid awal (jilid 1 atau jilid 2).

Akan tetapi apabila santri yang menggunakan metode Iqra’ tersebut

keberatan karena menurutnya lebih mudah penggunaan metode Iqra’ dan

tidak mau berganti metode baru (metode Tilawati), maka pihak Madrasah
88

Diniyah Al Husna tidak akan memaksa serta membebaskan santri tersebut

untuk memilih. Karena pada dasarnya semua metode pembelajaran Al

Qur’an itu tujuannya adalah sama, yaitu memudahkan seseorang (peserta

didik) untuk belajar membaca Al Qur’an dengan baik dan benar.

Dan ustadz/ustadzah yang akan mengajarkan metode Iqra’ tidak

harus lulus dengan bersyahadah, cukup dengan melihat aturan atau

petunjuk mengajar metode Iqra’ yang terdapat pada tiap-tiap jilid buku

Iqra’. Sedangkan implementasi metode Iqra’ di Madrasah Diniyah Al

Husna dilaksanakan dengan menggunakan teknik privat atau individual,

yaitu santri membaca di hadapan ustadz/ustadzah yang kemudian hasil dari

bacaannya ditulis pada buku prestasi santri (kartu drill) , apakah santri

harus mengulang bacaannya atau bisa melanjutkan ke halaman

selanjutnya. Dan apabila santri telah sampai pada halaman terakhir atau

halaman EBTA, maka santri yang bersangkutan harus membaca halaman

tersebut di depan munaqis (dalam hal ini adalah Kepala Madrasah Diniyah

Al Husna), apabila santri melafalkan huruf atau bacaan dengan baik dan

benar serta memenuhi kriteria untuk lulus maka santri tersebut dapat

melanjutkan pada jilid selanjutnya atau jika sudah sampai pada Iqra’ jilid 6

dan dinyatakan lulus dapat melanjutkan membaca Al Qur’an juz 1.

Dalam implementasi metode Iqra’ dan Tilawati ustadz/ ustadzah

tidak diperbolehkan untuk menuntun santri, akan tetapi ustadz/ ustadzah

hanya boleh memberi arahan tentang pokok bahasannya saja, misalnya

“ini huruf a”. Atau biasa dikenal dengan metode CBSA (Cara Belajar
89

Santri Aktif), dimana yang dituntut untuk untuk aktif disini adalah santri.

Dengan tujuan agar potensi yang ada dalam dirinya dapat berkembang

secara maksimal dan santri dapat mandiri serta tidak bergantung kepada

orang lain.

Kemudian untuk implementasi/ penerapan metode Tilawati di

Madrasah Diniyah Al Husna, selain menggunakan teknik membaca secara

Individual juga dilakukan dengan menggunakan teknik Klasikal Baca

Simak, yaitu ustadz/ ustadzah membaca pokok bahasan/ materi yang telah

ditentukan dengan menggunakan alat peraga di depan kelas, dan santri

menyimak bacaan ustadz/ ustadzah yang kemudian menirukannya secara

bersama-sama ataupun secara perorangan (bergiliran) yang ditunjuk oleh

ustadz/ ustadzah. Setelah mengaji secara Klasikal, santri kemudian

membaca secara individual, yaitu membaca satu-persatu di hadapan

ustadz/ ustadzah dengan menggunakan kartu drill. Selain itu pada metode

Tilawati ini juga menggunakan teknik Eja Langsung seperti teknik yang

terdapat pada metode Iqra’, misalnya seperti contoh berikut ini:

Tilawati jilid 1 halaman 1

‫ب‬
َ ‫ا‬
‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫ب‬
َ ‫اا‬

‫با‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫با‬
َ
‫با‬
َ ‫ب‬
َ ‫ب ا‬
َ ‫ا‬
90

‫ب‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬

Iqra’ jilid 1 halaman 4

‫ت‬
َ ‫ب‬
َ
‫تبا‬
َ ‫تب‬
َ ‫ا‬
‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫تا‬
َ
‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬ ‫تا‬
َ ‫ب‬
َ
‫ت‬
َ ‫با‬
َ ‫ت‬
َ ‫تا‬
َ
‫تا‬
َ ‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬
‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬
Karena metode Tilawati ini dirasa sangat menarik yaitu dengan

menggunakan lagu atau irama tartil yang diterapkan sejak jilid pertama,

maka Kepala Madrasah Diniyah Al Husna meng-instruksikan kepada

ustadz/ustadzah yang pernah mengikuti pelatihan metode ini untuk meng-

implementasikannya pada setiap kelas. Maka pada setiap jam pelajaran

Klasikal, selain diisi Klasikal surat-surat pendek juga diisi Klasikal


91

Tilawati dengan menggunakan alat peraga mulai kelas I sampai kelas VI

tanpa terkecuali, meskipun pada kelas VI kebanyakan santri sudah dapat

membaca Al Qur’an dengan baik dan lancar. Hal tersebut dilakukan

dengan harapan agar santri mengetahui dan dapat mempraktekkan

membaca Al Qur’an dengan cara melagukannya (menggunakan irama

Rost Standar Nasional).

Untuk dapat menerapkan metode Tilawati ini secara maksimal,

maka seorang ustadz atau ustadzah dituntut untuk mengikuti pelatihan

metode Tilawati ini (bersyahadah) minimal mengetahui teknik atau cara

menyampaikan metode Tilawati pada santri. Atau jika ada salah satu

ustadz/ ustadzah yang belum pernah mengikuti pelatihan Tilawati dapat

mendengarkan arahan atau cara melagukan bacaan melalui kaset. Karena

pada metode Tilawati ini mempunyai ciri khas yaitu menggunakan lagu

tartil berirama Rost Standar Nasional, maka ustadz/ ustadzah harus

mengetahui dan bisa mempraktekkan irama tartil tersebut serta

melagukannya dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk Tutor atau

kaset (cara membaca dalam metode Tilawati) yang telah tersedia.

Dari hasil observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh peneliti


menghasilkan beberapa data sebagai berikut: yaitu bahwa di Madrasah
Diniyah Al Husna pada kedua metode tersebut (Iqra’ dan Tilawati)
menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif). Maksudnya, yaitu
guru atau ustadz/ ustadzah tidak dianjurkan untuk menuntun atau memberi
contoh secara intensif dan juga tidak dianjurkan untuk memberi informasi
yang berlebihan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu santri agar
mandiri, aktif, dan kreatif serta tidak selalu mengandalkan bantuan dari
orang lain (ustadz/ ustadzah).
Selain itu, pada penerapan pembacaannya metode Iqra’ dan
Tilawati menggunakan sistem Individual. Yaitu membaca secara
perorangan (satu persatu) di depan wali kelas atau asisten. Apabila
92

bacannya baik dan benar maka pada buku drill atau prestasi bacaan santri
lebih banyak dituntun dibenarkan bacaannya oleh ustadz/ ustadzah maka
harus ditulis Diulang atau C- (kurang).
Khusus pada metode Tilawati, selain menggunakan sistem
Individual juga menggunakan sistem Klasikal. Yaitu membaca secara
bersama-sama setelah ustadz/ ustadzah memberikan contoh terlebih
dahulu. Kemudian untuk kelas I-VI (baik yang sudah sampai Al Qur’an
ataupun yang belum) sebelum memulai pelajaran dan Individual terlebih
dahulu diberikan Klasikal dengan menggunakan alat peraga Tilawati (Jilid
1-5) selama 15 menit.

Jadi, di Madrasah Diniyah Al Husna untuk saat ini masih

menggunakan 2 metode pembelajaran Al Qur’an,yaitu metode Iqra’ dan

metode Tilawati. Hal tersebut dilakukan karena adanya beberapa faktor

yang mempengaruhi, yaitu karena santri Madrasah Diniyah Al Husna

masih banyak yang menggunakan metode Iqra’ dan sudah sampai pada

jilid 3-6, maka apabila santri dipaksa untuk mengganti dengan metode

baru (metode Tilawati) santri akan merasa kecewa dan putus asa.

Kemudian faktor selanjutnya yaitu, karena metode Tilawati masih dalam

masa percobaan (transisi) maka metode ini hanya diterapkan pada santri

baru (khususnya santri kelas 1 dan sebagian santri kelas 2) serta pada

santri yang menggunakan metode Iqra’ jilid 1 dan 2 yang mau atau

bersedia untuk mengganti metodenya. Akan tetapi meskipun banyak

diantara santri yang masih menggunakan metode Iqra’, secara otomatis

santri-santri tersebut juga dapat belajar metode Tilawati, karena pada jam

pelajaran Klasikal selain pembacaan surat-surat pendek secara Klasikal,

ustadz/ ustadzah juga akan mengajarkan metode Tilawati secara Klasikal.

Sehingga santri mengetahui serta dapat melafalkan bacaan-bacaan dengan

menggunakan irama/ tartil, meskipun dalam metode Iqra’ santri tidak


93

boleh melagukan bacaan secara murottal sebelum bacaan santri baik dan

benar.

2. Persamaan dan Perbedaan Implementasi Metode Iqra’ dan Metode

Tilawati Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Metode merupakan suatu sarana atau cara yang digunakan agar

tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal, efektif, dan

efisien. Pada dasarnya semua metode dalam hal ini metode kontemporer

dalam pembelajaran Al Qur’an menginginkan/ mengharapkan agar peserta

didik mudah dan cepat dalam membaca Al Qur’an dengan baik dan benar.

Oleh karena itu persamaan dan perbedaan yang terdapat antara metode

satu dengan metode yang lainnya lazim (sudah umum) ditemukan

keberadaannya.

Menurut kepala Madrasah serta ustadz/ ustadzah yang mengajar di

Madrasah Diniyah Al Husna antara metode Iqra’ dan metode Tilawati

memiliki beberapa persamaan, yaitu sama-sama merupakan suatu metode

pembelajaran Al Qur’an dengan cara yang cepat tanpa harus mengeja

huruf secara satu-persatu serta menghafal terlebih dahulu atau biasa

disebut dengan Eja Langsung. Hal tersebut sesuai dengan penuturan dari

Ibu Lailil Qomariyah berikut:

“...Persamaan antara metode Iqra’ dan metode Tilawati terletak pada cara
membacanya yang tidak harus menghafal ke-29 huruf Hijaiyah terlebih
dahulu, karena hal tersebut dapat membebani santri. Selain itu pada kedua
metode tersebut tidak perlu mengeja huruf secara satu persatu seperti; alif
fathah a, ba’ fathah ba, jim fathah ja, dan seterusnya, akan tetapi dapat
dibaca secara langsung tanpa harus mengejanya misalnya; a, ba, ta, tsa, ja,
94

dan seterusnya.” (Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku Kepala


Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 16.00 wib.)

Maka dari pernyataan tersebut salah satu alasan atau faktor

penggunaan kedua metode tersebut di Madrasah Diniyah Al Husna yaitu

karena keduanya menggunakan sistem Eja Langsung, jadi santri tidak

perlu mengeja huruf satu persatu serta dapat mempersingkat waktu. Selain

persamaan yang telah dituturkan oleh Kepala Madrasah Diniyah Al Husna

tersebut di atas, menurut deskripsi salah satu ustadz yang menyatakan:

“...Metode Iqra’ dan metode Tilawati mempunyai persamaan struktur,


yaitu keduanya disajikan dalam bentuk yang bervariasi atau dalam bentuk
yang berjilid-jilid, dimana setiap satu jilid disusun dalam 1 buku dengan
warna sampul yang berbeda, sehingga santri dapat terpacu untuk segera
menyelesaikan jilidnya dan menuju jilid selanjutnya. Sedangkan secara
implementasi/ penerapannya, dalam kedua metode tersebut santri
dikelompokkan menurut tingkatan jilidnya masing-masing dan ustadz/
ustadzah hanya memberi contoh/ arahan serta tidak diperbolehkan
menuntun. Karena pada kedua metode ini menerapkan sistem CBSA (Cara
Belajar Santri Aktif), sehingga santri dapat mandiri tanpa harus selalu
mengharapkan bantuan dari ustadz/ ustadzah.” (Wawancara dengan
Ustadz M. Mukhlisin selaku Waka Bid. Kurikulum, tgl. 11 Oktober 2006,
pkl. 15.15 wib.)

Dari deskripsi tersebut juga terlihat pada implementasi kedua

metode yang diterapkan di Madrasah Diniyah Al Husna. Misalnya

mengenai cover atau sampul yang berbeda warna dalam setiap jilid dari

kedua metode tersebut dapat merangsang santri untuk berpacu dan lebih

meningkatkan belajarnya agar cepat menuju ke tingkatan jilid yang lebih

tinggi. Selain itu pada sistem yang ditawarkan oleh kedua metode tersebut,

yaitu sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif) Madrasah Diniyah Al

Husna juga menerapkannya. Hal itu terbukti pada saat proses

pembelajaran Al Qur’an secara individual atau privat, yaitu ketika santri


95

maju satu-persatu, ustadz/ ustadzah hanya berfungsi sebagai pemerhati

(penyemak) serta memberikan peringatan kepada santri bahwa bacaannya

salah, dan ustadz/ ustadzah dilarang untuk memberikan keterangan

ataupun informasi lainnya agar santri dapat konsentrasi dan mengetahui

mengapa bacaannya salah. Pernyataan yang telah disampaikan oleh Ustadz

Mukhlisin di atas, diperkuat oleh informasi yang disampaikan oleh

Ustadzah Misbahus Sholihah seperti dalam petikan deskripsi berikut ini:

“...Setiap metode pembelajaran Al Qur’an sebenarnya menginginkan


tujuan yang sama, yaitu ingin menerapkan suatu cara yang cepat dan
mudah untuk membaca Al Qur’an dimana didalamnya juga terdapat
petunjuk tajwid dan makhraj yang baik dan benar.” (Wawancara dengan
Ustadzah Misbahus Sholihah selaku Waka Bid. Kesantrian, tgl. 12
Oktober 2006, pkl. 15.30 wib.)

Senada dengan deskripsi tersebut, pada metode Iqra’ dan metode

Tilawati juga disajikan mengenai tajwid serta makharijul huruf seperti

contoh bacaan tajwid berikut:

 Bacaan Idghom Bighunnah:

‫ملو َن‬ ٍ ِ‫ل‬


ْ ‫قوم يَّ ْع‬
ْ ‫ ْن = ي‬atau ٌ ٍ ً
 Bacaan Idghom Bilaghunnah:

‫اِ ْن مل يكن‬ ‫ ْن = ر ل‬atau ٌ ٍ ً


 Bacaan Iqlab:

‫ِم ْن َب ْع ِد ِه ْم‬ ‫ ْن = ب‬atau ٌ ٍ ً


 Bacaan Idzhar Halqi:

‫اصد َق‬
َ ‫َو َم ْن‬ ‫ ْن = ا ء خ ح ع غ هـ‬atau ٌ ٍ ً
 Bacaan Ikhfa’ Hakiki:
96

‫َر ُسول كرمي‬ ‫ٌ = ْن‬ ٍ ً َ ‫اند ًادا – ِع‬


‫ند َها‬ َ – ‫ْن‬

Serta contoh makharijul huruf sebagai berikut:

‫ص‬ - ‫ز‬ - ‫غ‬

‫ بص‬: ‫ص‬ َ ‫ بز‬: ‫ بغ َز ِز ُز‬: ‫غ غ غ‬


ُ ‫صص‬

‫يَغ ِس ْلو َن‬ ‫يَغلُِب ْو َن‬ ‫يَغ ِف ُر ْو َن‬

ِ
َ ‫ُمزعمنْي‬
ِ
َ ‫ُمز رعنْي‬ ‫ُمز ِه ِـديْ َن‬

‫حب ْو َن‬
ُ ‫يُص‬ ‫يُصربُ ْو َن‬ ‫يُصلِ ُح ْو َن‬

Akan tetapi di Madrasah Diniyah Al Husna juga mengemas/

memasukkan masalah tajwid dan makharijul huruf kedalam satu bidang

studi yaitu Tajwid, yang juga telah diformat kedalam kurikulum Madrasah

Diniyah Al Husna, sehingga informasi mengenai makharijul huruf serta

tajwid dapat diketahui secara mendalam. Maka apabila santri masih

bingung akan keterangan yang dipaparkan dalam buku Iqra’ maupun

Tilawati, santri dapat memperhatikan serta menanyakan secara langsung

hal-hal mengenai tajwid kepada ustadz/ ustadzah.

Kemudian untuk pemakaian sistem atau cara penerapan

pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna, pada kedua

metode tersebut (Iqra’ dan Tilawati) diterapkan melalui sistem privat/


97

individual, yaitu santri membaca di depan ustadz/ ustadzah yang kemudian

hasil bacaannya tersebut ditulis ke dalam kartu drill. Sehingga ustadz/

ustadzah secara langsung dapat memantau perkembangan bacaan santri

satu-persatu.

Selain persamaan yang telah dipaparkan serta dituturkan oleh

ustadz/ ustadzah di atas, antara metode Iqra’ dan Tilawati juga terdapat

perbedaan yang menonjol pada implementasinya di Madrasah Diniyah Al

Husna, sebagaimana pernyataan dari Ustadz Heri Utomo berikut:

“...Perbedaan yang sangat menonjol antara metode Iqra’ dan metode


Tilawati yaitu terletak pada lagu. Untuk metode Iqra’ pelaguan terhadap
bacaan bisa diberikan apabila santri sudah khatam dan lancar, baik dan
benar dalam pelafalan makhraj dan tajwidnya (jika sudah khatam Iqra’
jilid 6). Sedangkan untuk metode Tilawati pelaguan pada bacaan (tartil)
sudah diterapkan sejak Tilawati jilid 1 sampai jilid 5.” (Wawancara
dengan Ustadz Heri Utomo selaku Waka Bid. Sarana Prasarana, tgl. 13
Oktober 2006, pkl. 15.45 wib.)

Setelah selesai membaca do’a dan sebelum proses pembelajaran

dimulai secara individual atau privat, terlebih dahulu santri diajak untuk

membaca secara Klasikal. Dan untuk teknik membaca Klasikal ini

digunakan alat peraga Tilawati, dengan harapan santri mengetahui dan

bisa melafalkan bacaan dengan menggunakan lagu seperti pada metode

Tilawati, meskipun santri tersebut masih menggunakan metode Iqra’

ataupun sudah sampai Al Qur’an. Oleh karena itu, pada setiap kelas harus

tersedia peraga Tilawati sebagai media untuk mempermudah proses

belajar secara Klasikal tersebut. Maka pada setiap jam pelajaran Klasikal,

selain membaca surat-surat pendek dengan cara bersama-sama (Klasikal),

juga membaca Tilawati secara Klasikal dengan menggunakan alat peraga


98

mulai dan dapat disesuaikan menurut rata-rata usia santri. Misalnya pada

santri kelas VI yang rata-rata sudah membaca Al Qur’an dengan baik dan

lancar dapat menggunakan alat peraga Tilawati jilid 4 atau jilid 5. Hal

tersebut dilakukan dengan harapan agar santri mengetahui dan dapat

mempraktekkan membaca Al Qur’an dengan cara melagukannya melalui

pendekatan irama Rost. Jadi khusus pada metode Tilawati saja yang

menggunakan teknik membaca Klasikal sebagai media sosialisasi terhadap

bacaan tartil.

Selain perbedaan tersebut di atas, pada metode Iqra’ untuk huruf-

huruf yang sulit atau rumit dalam pelafalannya menggunakan pendekatan

bunyi, misalnya seperti:

‫ش‬
َ Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru ‫س‬
َ
‫َق‬ Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru ‫خ‬
َ
‫ض‬
َ Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ‫ظ‬

‫ظ‬ Lebih diarahkan ke bunyi ‫ذ‬ (dibaca dengan bibir agak maju)

Sedangkan pada metode Tilawati untuk huruf-huruf yang dalam

pelafalannya rumit, disarankan untuk tetap melafalkannya secara baik dan

benar sesuai dengan makharijul hurufnya. Hal tersebut dimaksudkan agar

santri terhindar dari kesalahan pelafalan huruf sejak dini dan terbiasa

melafalkan huruf secara baik dan benar.


99

Maka, dari penjelasan di atas perbedaan antara metode Iqra’

dan Tilawati dapat dikategorikan sebagai berikut:

Metode Iqra’ Metode Tilawati


 Tidak diperbolehkan untuk melagukan  Menggunakan lagu dengan irama Rost
bacaan Standart Nasional
 Menggunakan pendekatan bunyi pada  Makharijul huruf harus dilafalkan
makharijul huruf dengan baik dan benar
 Menggunakan khot standart dengan  Menggunakan khot standart dengan
tinta hitam tinta hitam dan merah untuk
 Dalam pembacaannya menggunakan membedakan materi
sistem Individual  Dalam pembacaannya menggunakan
sistem Individual dan Klasikal

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Metode Iqra’ dan

Metode Tilawati Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Penerapan suatu metode tentunya tidak akan terlepas dari faktor

pendukung serta faktor penghambat yang dapat menjadi kesuksesan serta

kendala dalam pelaksanaan metode tersebut. Begitu pula dengan

penerapan (implementasi) metode Iqra’ dan metode Tilawati di Madrasah

Diniyah Al Husna Lawang. Dengan adanya faktor pendukung saja tidak

mungkin suatu metode atau harapan yang diinginkan dapat tercapai,

karena dibalik faktor tersebut terdapat hambatan-hambatan yang apabila


100

solusinya dapat ditemukan dapat menjadi jalan atau media untuk menuju

kesuksesan.

Hambatan (faktor penghambat) ini mungkin terjadi karena metode

merupakan salah satu unsur pendidikan yang sangat kompleks, karena

bersangkutan atau berkaitan dengan unsur-unsur pendidikan lainnya.

Sehingga untuk mencapai tujuan pembelajaran Al Qur’an secara maksimal

dan optimal bukanlah suatu hal yang mudah. Kesemuanya membutuhkan

suatu proses dan solusi untuk meminimalisir hambatan (faktor-faktor

penghambat) tersebut.

Adapun faktor-faktor yang mendukung bagi implementasi metode

Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: tersedianya alat-alat peraga Iqra’ dan

Tilawati. Akan tetapi untuk saat ini alat peraga yang sering dan selalu

digunakan adalah alat peraga Tilawati, hal ini dilakukan sebagai sarana

untuk mensosialisasikan metode baru (Tilawati) kepada santri yang masih

menggunakan metode Iqra’. Selain itu juga tersedianya kaset-kaset

Murottal dengan beragam irama dalam pelaguan bacaan Al Qur’an. Jadi

meskipun santri yang dulunya menggunakan metode Iqra’ dapat belajar

tartil atau melagukan bacaan surat-surat pendek secara Klasikal, karena

pada metode Iqra’ tidak diperkenankan memakai lagu (tartil) jika santri

belum khatam Iqra’.

Agar proses pembelajaran Al Qur’an secara Individual dapat

berlangsung secara optimal dan maksimal, maka pada setiap kelas selain

diajar oleh ustadz/ ustadzah wali kelas, juga dibantu oleh asisten. Maka
101

asisten juga harus mengetahui bagaimana bentuk atau struktur serta cara

penerapan kedua metode yang digunakan di Madrasah Diniyah Al Husna.

Jika asisten tidak pernah mengikuti diklat atau pelatihan kedua metode

tersebut dapt belajar secara autodidak, misalnya saja untuk metode Iqra’

dapat melihat panduan atau petunjuk mengajar Iqra’ yang tercantum pada

halaman-halaman awal di setiap jilid Iqra’. Kemudian untuk metode

Tilawati dapat mendengarkan kaset yang telah tersedia.

Pada semua metode pembelajaran selalu dipaparkan informasi

mengenai tajwid dan makharijul huruf. Dan seringkali pada pembahasan

tentang materi tersebut santri selalu merasa bingung karena penjelasan

yang ditawarkan oleh metode tersebut terlalu sulit (rumit). Oleh karena itu,

Madrasah Diniyah Al Husna mengemas/ memasukkan masalah tajwid dan

makharijul huruf tersebut kedalam satu bidang studi yaitu Tajwid, yang

juga telah diformat kedalam kurikulum Madrasah Diniyah Al Husna,

sehingga informasi mengenai makharijul huruf serta tajwid dapat diketahui

secara mendalam, dan dapat medapatkan informasi serta menanyakan

secara langsung hal-hal mengenai tajwid kepada ustadz/ ustadzah.

Selain kaset-kaset Murottal yang telah tersedia di Madrasah

Diniyah Al Husna, agar ustadz/ ustadzah dapat menerapkan metode

Tilawati; dimana cara membacanya harus dengan menggunakan irama

Rost (Standar Nasional), maka pihak Madrasah Diniyah Al Husna

mengadakan kursus tartil gratis bagi para ustadz/ ustadzah. Kursus tartil

ini dilaksanakan 1 kali dalam setiap minggunya dengan mendatangkan


102

tutor atau ustadz yang berpengalaman serta mengetahui seluk beluk Irama

Tartil. Dan untuk metode Iqra’, apabila ustadz/ ustadzah tidak pernah

mengikuti diklat atau pelatihan metode tersebut dapat merujuk atau

mengikuti petunjuk mengajar yang tertera pada setiap jilidnya, seperti

petunjuk mengajar Iqra’ jilid 5 berikut;

Petunjuk mengajar jilid 5

1. Petunjuk mengajar jilid 1 nomor 1,2,3,5,7,8, jilid 2 nomor 6, jilid 3

nomor 3, dan jilid 4 nomor 3 masih berlaku untuk jilid 5 ini.

2. Halaman 23 adalah surat Al Mu’minun ayat 1-11 sebaiknya santri

dianjurkan menghafalkan, syukur dengan artinya.

3. Bila ada beberapa santri yang sama tingkat pelajarannya boleh

menggunakan sistem tadarus, secara bergiliran membaca sekitar 2

baris, sedang lainnya menyimak.

4. Santri tidak harus mengenal istilah-istilah tajwid, seperti idghom,

ikhfa’ dan sebagainya, yang penting secara praktis betul bacaannya.

5. Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membikin suasana

semarak, baik andaikata santri diajak membaca bersama-sama/ koor

yaitu halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari atas).

Kemudian untuk faktor penghambat bagi implementasi kedua

metode tersebut, Ustadzah Misbahus Sholihah menyatakan argumennya

dalam deskripsi wawancara berikut:

“...Untuk santri yang menggunakan metode Iqra’ maupun metode


Tilawati, apabila sudah sampai pada bab atau materi yang membahas
tentang bacaan mad (panjang) sering terjadi pengulangan pada bab
tersebut. Dan untuk metode Tilawati apabila penguasaan lagu, santri
103

kurang bisa memahami dan mempraktekkannya, maka santri cenderung


tidak dapat mempertahankan lagu atau irama tersebut.” (Wawancara
dengan Ustadzah Misbahus Sholihah selaku Waka Bid. Kesantrian, tgl. 12
Oktober 2006, pkl. 16.00 wib.)

Dari deskripsi wawancara yang diutarakan oleh Ustadzah

Misbahus Sholihah tersebut, maka pada metode Iqra’ dan metode Tilawati

salah factor penghambatnya yaitu terletak pada materi bacaan mad yang

seringkali terjadi pengulangan pada halaman-halaman tertentu. Hal

tersebut terjadi karena santri merasa kebingungan atau lupa pada bacaan

mana yang harus dibaca panjang serta mana yang harus dibaca pendek.

Selain itu pada implementasi metode Tilawati, apabila santri telah

menginjak jilid 3 keatas, cenderung tidak dapat mempertahankan irama

lagunya. Salah satu penyebabnya yaitu karena santri merasa bingung

antara mengingat atau menghafal lagu dengan materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

Selanjutnya untuk faktor penghambat bagi implementasi metode

Tilawati, Ustadzah Siti Aminah menambahkan:

“...Apabila ustadz/ustadzah kurang menguasai cara atau teknik


penyampaian metode Tilawati pada santri, maka cara membaca (dengan
menggunakan irama) santri-pun akan beraneka ragam dan tidak sesuai
dengan kaidah atau tata cara membaca Tilawati dengan menggunakan
irama Rost (Standar Nasional).” (Wawancara dengan Ustadzah Siti
Aminah, tgl. 14 Oktober 2006, pkl. 15.30 wib.)

Maka meskipun ustadz/ ustadzah yang belum pernah mengikuti

diklat atau pelatihan Tilawati belajar dengan Irama Rost melalui kaset,

tidak menjamin ustadz/ ustadzah tersebut akan berhasil mengajarkan

metode Tilawati tersebut secara maksimal dan optimal.


104

Sedangkan faktor lainnya yang dapat menghambat implementasi

metode Iqra’ adalah sebagaimana yang dituturkan oleh Kepala Madrsah

Diniyah Al Husna berikut:

“...Pada metode Iqra’ tidak disusun atau dicetak buku khusus untuk
panduan petunjuk membaca secara Klasikal. Selain itu pada metode Iqra’
santri tidak dikenalkan pada huruf-huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika
santri sampai pada Iqra’ jilid 6 dan bertemu dengan bacaan-bacaan
fawatihussuwar atau Muqhottho’ah, santri tidak dapat membacanya
dengan benar dan membutuhkan bimbingan serta contoh dari
ustadz/ustadzah.” (Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku
Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 16.15
wib.)

Dari deskripsi tersebut di atas menyatakan bahwa implementasi

metode Iqra’ di Madrasah Diniyah Al Husna kurang berjalan secara

maksimal karena tidak tersedianya buku khusus sebagai panduan dalam

membaca secara Klasikal. Selain itu, pada metode Iqra’ ini santri tidak

dikenalkan pada huruf-huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri

menginjak pada jilid 6 khususnya pada halaman 28 yang membahas

mengenai materi bacaan-bacaan fawatihussuwar atau Muqhottho’ah,

contohnya seperti berikut di bawah ini:

‫ا مل‬ ‫عسق‬ ‫ن‬ ‫طسم‬


ّ ‫ص‬ ‫يس‬

‫طس‬ ‫ا لر‬ ‫كهيعص‬ ‫حم‬ ‫ا ملر‬ ‫ا ل مص‬


santri tidak dapat melafalkan dengan baik dan benar, dan membutuhkan

bantuan atau contoh dari ustadz/ ustadzah. Sehingga pada materi atau

bahasan ini santri cenderung mengulangnya sampai beberapa kali.


105

Dari hasil deskripsi di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan

mengenai faktor-faktor pendukung serta penghambat bagi penerapan

metode Iqra’ dan Tilawati, dan dapat dikategorikan seperti berikut:

Faktor Pendukung Faktor Penghambat


 Tersedianya alat-alat peraga Iqra’  Pada materi bacaan mad (panjang),
dan Tilawati cenderung bacaan selalu diulang-
 Untuk metode Iqra’ ustadz/ ulang
ustadzah tidak perlu harus  Untuk metode Tilawati ustadz/
bersyahadah atau mengikuti diklat, ustadzah harus mengikuti diklat
karena sudah ada panduan terlebih dahulu
mengajarnya  Pada santri yang usianya masih
 Agar proses belajar (khususnya kecil untuk metode Tilawati setelah
membaca secara Individual) dapat menginjak jilid 2 keatas lagunya
terlaksana secara maksimal, wali cenderung hilang
kelas dibantu oleh seorang asisten

BAB V

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Metode Iqra’ dan Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al

Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwasannya

Madrasah Diniyah Al Husna untuk saat ini menggunakan 2 metode

pembelajaran Al Qur’an. Hal ini terjadi karena Madrasah Diniyah Al Husna


106

ingin mengadakan pembaharuan atau inovasi terhadap metode pembelajaran

Al Qur’an. Yaitu dengan cara mengganti metode lama (Iqra’) dengan metode

baru (Tilawati) secara bertahap. Bukan berarti dengan berganti metode baru

Madrasah Diniyah Al Husna menganggap remeh terhadap metode yang lama,

akan tetapi semata-mata ingin lebih meningkatkan implementasi metode

pembelajaran Al Qur’an secara efektif dan efisien.

Pada dasarnya sistem yang dimiliki oleh kedua metode tersebut sama,

yaitu memudahkan peserta didik dalam rangka belajar membaca menulis Al

Qur’an secara praktis. Selain menerapkan sistem Eja Langsung, dimana santri

tidak perlu mengeja huruf satu-persatu serta menghafal ke-29 huruf Hijaiyah

terlebih dahulu, pada kedua metode yang diterapkan (diimplementasikan) pada

Madrasah Diniyah Al Husna tersebut juga menggunakan prinsip CBSA (Cara

Belajar Santri Aktif). Yang berarti ustadz/ustadzah tidak boleh memberikan

tuntunan atau informasi secara berlebihan kepada santri mengenai materi yang

ia baca, cukup dengan memberikan contoh atau arahan sesuai dengan

kebutuhan santri. Hal tersebut dimaksudkan agar santri dapat mandiri dan

tidak selalu menggantungkan pada bantuan ustadz/ustadzah.

Sebagaimana pernyataan Drs. HM. Budiyanto, yang menyatakan

bahwa:

Prinsip CBSA (Cara Belajar Santri Aktif) atau prinsip ‘Biriyadlotuil Athfal’
adalah suatu prinsip dalam pengajaran yang ditandai oleh diutamkannya
‘belajar’ daripada ‘mengajar’, atau dengan perkataan lain CBSA adalah
suatu sistem belajra-mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik,
mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa
perpaduan antara matra kognitif, afektif, dan psikomotorik”.50
50
HM. Budiyanto, , op.cit., hlm. 19
107

Pada implementasi kedua metode tersebut (Iqra’ dan Tilawati)

dilakukan dengan menggunakan teknik privat atau penyimakan. Dimana santri

membaca secara satu-persatu di depan ustadz/ustadzah, yang kemudian hasil

bacaan santri tersebut ditulis atau dicatat dalam buku prestasi bacaan santri

atau biasa disebut dengan kartu drill. Jika santri mampu membaca dengan baik

dan benar, maka santri dapat melanjutkan ke halaman atau materi selanjutnya.

Teknik privat atau penyemakan ini biasa juga disebut dengan teknik

Individual. Sedangkan untuk santri yang akan khatam diwajibkan untuk

membaca halaman terakhir (EBTA) di depan munaqis, dalam hal ini yang

bertindak sebagai munaqis adalah Kepala Madrasah Diniyah Al Husna. Dan

jika bacaan santri baik dan benar maka dapat melanjutkan pada tingkatan jilid

selanjutnya atau dapat melanjutkan ke tahap membaca Al Qur’an 1.

Selain teknik Individual yang telah dijelaskan diatas, pada Madrasah

Diniyah Al Husna juga menggunakan teknik Klasikal. Dan untuk teknik ini

hanya dikhususkan pada penggunaan metode Tilawati saja. Dimana seorang

ustadz/ustadzah memberikan contoh bacaan atau materi terlebih dahulu,

kemudian santri mengikutinya secara bersama-sama.

B. Persamaan dan Perbedaan Implementasi Metode Iqra’ dan Metode

Tilawati dalam Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al Husna

Lawang

Antara metode yang satu dengan lainnya pastilah memiliki persamaan

serta perbedaan, baik secara stuktur maupun dalam implementasinya. Adapun

persamaan yang dimiliki oleh metode Iqra’ dan metode Tilawati antara lain
108

sebagai berikut: sama-sama menggunakan prinsip CBSA (Cara Belajar Santri

Aktif), sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bahasan sebelumnya.

Kemudian susunan buku atau jilidnya Variatif, karena kedua metode tersebut

disusun menjadi beberapa jilid yang disajikan menjadi beberapa buku dengan

cover menarik dan warna yang berbeda misalnya:

Metode Iqra’: Metode Tilawati:

jilid 1, berwarna = orange jilid 1, berwarna = hijau

jilid 1, berwarna = hijau jilid 2, berwarna = coklat

jilid 3, berwarna = biru jilid 3, berwarna = biru tua

jilid 4, berwarna = merah jilid 4, berwarna = ungu

jilid 5, berwarna = ungu jilid 5, berwarna = biru muda

jilid 6, berwarna = coklat

sehingga melalui warna-warna cover atau sampul yang menarik tersebut dapat

merangsang santri untuk segera menuju ke tingkatan jilid selanjutnya.

Selain itu, pada implementasi kedua metode tersebut menggunakan

sistem Eja Langsung atau membaca langsung tanpa terputus-putus, sehingga

tidak membutuhkan banyak waktu serta tidak harus menghafal ke-29 huruf

Hijaiyah terlebih dahulu. Dan agar santri terhindar dari kesalahan dalam

pelafalan makhraj maka sejak jilid pertama (awal), pada huruf yang agak sulit

dalam pelafalannya ustazd/ustadzah membantu santri untuk bagaimana cara

membaca huruf tersebut serta cara pendekatannya, misalnya:

‫ش‬
َ Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru ‫س‬
َ
109

‫َق‬ Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru ‫خ‬


َ
‫ض‬
َ Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ‫ظ‬

‫ظ‬ Lebih diarahkan ke bunyi ‫ذ‬ (dibaca dengan bibir agak maju)

Akan tetapi cara pendekatan tersebut hanya bersifat sementara,

mengingat usia santri yang masih sangat kecil atau santri memiliki

keterbatasan fisik. Maka secara bertahap santri tersebut harus juga dibiasakan

dan diarahkan untuk melafalkan huruf yang sempurna, agar kelak ketika ia

dewasa dapat melafalkan huruf dengan baik dan benar. Oleh karena itu, para

ustadz/ ustadzah harus tetap menanamkan kepada santri cara pelafalan huruf

yang baik dan benar sedini mugkin. Sebagaimana yang tercantum dalam buku

karangan Nur Uhbiyati, yang menyatakan bahwa “semua yang dipelajari anak

di waktu kecil mempunyai pengaruh atau kesan yang sangat mendalam,

sehingga sulit untuk dihilangkan, dan kalaupun ingin dihilangkan harus

menempuh proses yang sangat lama”.51

Sedangkan perbedaan implementasi yang dimiliki oleh metode Iqra’

dan Tilawati pada Madrasah Diniyah Al Husna antara lain yaitu: untuk

metode Tilawati menggunakan lagu dengan irama Rost Standar Nasional.

Oleh karena itu, para ustadz/ustadzah harus bisa memberikan contoh bacaan

secara fasih di depan santri. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dipaparkan

dalam tehnik mengajar buku Tilawati pada jilid 4, yaitu “pada jilid 4 ini

merupakan kunci keberhasilan bacaan tartil, maka ustadz yang mengajar jilid

51
Nur Uhbiyati, loc. cit.
110

ini bacaannya harus benar-benar tartil/fasih dan telah mentashihkan diri pada

para ahli Al Qur’an setempat serta mengikuti pembinaan di daerah

setempat”.52

Sedangkan untuk metode Iqra’ pelaguan terhadap bacaan tidak boleh

diberikan sebelum santri khatam atau dapat melafalkan bacaan secara baik dan

benar. Sebagaimana yang tercantum dalam petunjuk mengajar Iqra’ jilid 6

yang menyatakan “santri tidak diperbolehkan untuk diajari dengan bacaan

berlagu walaupun dengan irama Murottal, dan untuk kaset Murottal yang

dikeluarkan oleh Team Tadrus ‘AMM’ dimaksudkan bagi yang sudah lancar

dalam bertadarrus Al Qur’an”.53

Sedangkan untuk penulisan huruf (khot) pada metode Tilawati

menggunakan 2 warna tinta yaitu tinta hitam dan tinta merah, tinta merah

berfungsi untuk memberi tanda pada materi/pokok bahasan yang baru

sedangkan tinta hitam untuk materi yang pernah diberikan sebelumnya, seperti

pada contoh materi jilid 1 berikut:

‫ت‬
َ ‫ب‬
َ
‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫تب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬
‫تا‬
َ ‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ت‬
َ ‫ت‬
َ
‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ت‬
َ ‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ت‬
َ
‫ت‬
َ ‫ب ا‬
َ ‫ب‬
َ ‫ت ا‬
َ
52
H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 4 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah,
2004), hlm. iv
53
As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 6 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 2
111

‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬
‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ب‬
َ ‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ت‬
َ
54

Akan tetapi pada metode Iqra’ penulisan huruf (khot) hanya

menggunakan tinta hitam saja baik pada materi yang sudah diberikan

sebelumnya maupun pada materi baru, sebagaimana contoh berikut:

‫ت‬
َ ‫ب‬
َ
‫تبا‬
َ ‫تب‬
َ ‫ا‬
‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ب‬
َ ‫تا‬
َ
‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬ ‫تا‬
َ ‫ب‬
َ
‫ت‬
َ ‫با‬
َ ‫ت‬
َ ‫تا‬
َ
‫تا‬
َ ‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ت‬
َ ‫ا‬
‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬ ‫ت‬
َ ‫ب‬
َ ‫ا‬
55

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Metode Iqra’ dan

Metode Tilawati dalam Pembelajaran Al Qur’an di Madrasah Diniyah Al

Husna Lawang

Dalam penerapan (implementasi) metode Iqra’ dan metode Tilawati di

Madrasah Diniyah Al Husna Lawang, memiliki faktor pendukung dan faktor

54
H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 1 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah,
2004), hlm. 2
55
As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 1 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 6
112

penghambat. Adapun faktor-faktor yang mendukung bagi implementasi

metode Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: tersedianya alat-alat peraga Iqra’

dan Tilawati, yang juga didukung oleh kaset-kaset Murottal dengan beragam

irama dalam pelaguan bacaan Al Qur’an.

Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan proses belajar santri,

yaitu dengan sarana atau media kaset-kaset Murottal tersebut yang diputar

selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Sehingga santri dapat menyimak

serta mengingat-ingat irama tartil, yang kemudian dapat dipraktekkan ketika

santri membaca Al Qur’an. Dan melalui latihan serta kebiasaan mendengarkan

tersebut, diharapkan santri dapat meningkatkan prestasi membaca Al

Qur’annya. Sebagaimana pernyataan Zakiah Daradjat “untuk membina anak

agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan penjelasan

pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan hal yang

baik, karena dengan kebiasaan dan latihan tersebutyang membuat dia

cenderung kepada melakukan yang baik.”56

Dan untuk mempersingkat waktu selama proses pembelajaran secara

Individual seorang wali kelas dibantu oleh seorang asisten. Sehingga prestasi

bacaan santri dapat dipantau secara maksimal, dan memiliki waktu belajar

yang maksimal pula.

Kemudian untuk metode Iqra’, bagi ustadz/ustadzah yang belum

pernah mengikuti diklat ataupun pelatihan metode ini dapat melihat atau

merujuk pada petunjuk mengajar yang tercantum pada tiap jilidnya, dimana

pada tiap jilid terdapat petunjuk yang berbeda-beda, seperti berikut ini:
56
Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 62
113

Petunjuk mengajar jilid 5


1. Petunjuk mengajar jilid 1 nomor 1,2,3,5,7,8, jilid 2 nomor 6, jilid 3 nomor
3, dan jilid 4 nomor 3 masih berlaku untuk jilid 5 ini.
2. Halaman 23 adalah surat Al Mu’minun ayat 1-11 sebaiknya santri
dianjurkan menghafalkan, syukur dengan artinya.
3. Bila ada beberapa santri yang sama tingkat pelajarannya boleh
menggunakan system tadarus, secara bergiliran membaca sekitar 2 baris,
sedang lainnya menyimak.
4. Santri tidak harus mengenal istilah-istilah tajwid, seperti idghom, ikhfa’
dan sebagainya, yang penting secara praktis betul bacaannya.
5. Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membikin suasana
semarak, baik andaikata santri diajak membaca bersama-sama / koor yaitu
halaman 16 sampai dengan 19 (3 baris dari atas).
Demikian, semoga sukses. Amin.57

Untuk faktor penghambat bagi implementasi kedua metode tersebut,

diantaranya yaitu: yaitu terletak pada materi bacaan mad yang seringkali

terjadi pengulangan pada halaman-halaman tertentu. Hal tersebut terjadi

karena santri merasa kebingungan atau lupa pada bacaan mana yang harus

dibaca panjang serta mana yang harus dibaca pendek.

Selain itu pada implementasi metode Tilawati, apabila santri telah

menginjak jilid 3 keatas, cenderung tidak dapat mempertahankan irama tartil

Salah satu penyebabnya yaitu karena santri merasa bingung antara mengingat

atau menghafal lagu dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Selain itu, pada metode Iqra’ ini santri tidak dikenalkan pada huruf-

huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri menginjak pada jilid 6 khususnya

pada halaman 28 yang membahas mengenai materi bacaan-bacaan

fawatihussuwar yang Muqhottho’ah, santri tidak dapat melafalkannya dengan

baik dan benar. Sebagaimana contoh berikut ini:

‫ا مل‬ ‫عسق‬ ‫ن‬ ‫طسم‬


ّ ‫ص‬ ‫يس‬
57
As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 5 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 2
114

‫طس‬ ‫ا لر‬ ‫كهيعص‬ ‫حم‬ ‫ا ملص ا ملر‬

Sehingga dalam penerapan/ implementasinya santri selalu menunggu

ustadz/ ustadzah untuk memberi contoh secara berulang-ulang. Sehingga pada

materi atau bahasan ini santri cenderung mengulangnya sampai beberapa kali.

Oleh karena itu, dibutuhkan pembiasaan berupa latihan-latihan secara

kontinyu atau berkelanjutan dari ustadz/ ustadzah, agar ketika santri membaca

Al Qur’an tidak selalu menunggua ustadz/ ustadzah memberikan contoh

bacaan terlebih dahulu. Menginagt pembiasaan dan latihan memiliki peranan

yang penting dalam pendidikan, maka Zakiah Daradjat dalam bukunya

menyatakan “hendaknya setiap pendidik menyadari bahwa pembinaan pribadi

anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang

cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya.”58

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

58
Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 61
115

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan penulis pada penyajian

dan analisis data di atas, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1 Implementasi metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna

diantaranya yaitu: penggunaan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif);

penggunaan teknik membaca Eja Langsung serta Individual (membaca

secara perorangan di depan ustadz/ ustadzah).

2 Persamaan implementasi antara metode Iqra’ dan Tilawati antara lain

yaitu: penggunaan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), penggunaan

teknik Eja Langsung dalam pembacaannya, penggunaan teknik Individual

(membaca secara perorangan didepan ustadz/ ustadzah), serta disusun/

dicetak dengan bentuk yang Variatif. Sedangkan untuk perbedaan pada

implementasi metode Iqra’ dan Tilawati adalah: untuk metode Tilawati

menggunakan lagu Irama Rost Standar Nasional, sedangkan untuk metode

Iqra’ tidak diperbolehkan menggunakan lagu meski Irama Murottal

sekalipun; pada metode Iqra’ menggunakan pendekatan bunyi untuk

huruf-huruf yang sulit dalam pelafalannya, sedangkan pada metode

Tilawati ditekankan untuk melafalkan huruf sesuai dengan makhraj yang

benar; selain menggunakan teknik membaca secara Individual pada

metode Tilawati juga menggunakan teknik Klasikal, sedangkan pada

metode Iqra’ hanya menggunakan teknik Individual saja.

3 Faktor-faktor yang mendukung dalam implementasi metode Iqra’ dan

Tilawati di Madrasah Diniyah Al Husna, yaitu: telah tersedianya alat-alat


116

peraga serta kaset-kaset Murottal (dengan beberapa jenis irama lagu);

untuk mempersingkat waktu, selama Individual ustadz/ ustadzah dibantu

oleh seorang asisten sehingga prestasi bacaan santri dapat dipantau secara

maksimal dan santri memiliki banyak waktu belajar yang maksimal pula.

Untuk metode Iqra’ meskipun ustadz/ ustadzah tidak mengikuti diklat/

pelatihan dapat secara langsung mengajarkan metode Iqra’ ini karena

terdapat petunjuk mengajar pada setiap jilidnya. Dan untuk perbedaan

pada implementasinya adalah: jika ustadz/ ustadzah tidak mengikuti

pelatihan atau diklat metode pembelajaran Al Qur’an, maka akan kesulitan

dalam menerapkan metode tersebut kepada santri; santri yang

menggunakan metode Tilawati jika sampai pada jilid 3 ke atas, cenderung

tidak mampu mempertahankan irama lagunya, untuk metode Iqra’ materi

bacaan Muqhottho’ah yang dipaparkan terlalu sedikit (½ halaman).

B. Saran

Dari kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, perlu kiranya penulis

memberikan sumbangan pemikiran berupa saran-saran bagi semua pihak

terhadap implementasi metode Iqra’ dan Tilawati di Madrasah Diniyah Al

Husna Lawang dalam hubungannya dengan pembelajaran Al Qur’an. Adapun

saran-sarannya adalah sebagai berikut:

1. Kepada Lembaga (Madrasah Diniyah Al Husna)

Madrasah Diniyah Al Husna dapat merealisasikan tujuan serta sasaran

yang ingin dicapai, yaitu berusaha terus meningkatkan mutu pendidikan


117

keagamaan khususnya yang berhubungan dengan metode pembelajaran Al

Qur’an dengan cara peningkatan SDM secara berkala.

2. Kepada Kepala Madrasah Diniyah Al Husna

Memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas SDM dalam rangka

pencapaian tujuan pembelajaran Al Qur’an yang efektif, efisien dan

maksimal. Serta memberikan motivasi kepada para ustadz/ ustadzah untuk

berkreasi dan inovatif dalam menyampaikan metode sebagai wujud

peningkatan efektifitas pembelajran Al Qur’an.

3. Kepada Ustadz/ ustadzah Madrasah Diniyah Al Husna

Berusaha untuk terus meningkatkan kinerjanya (profesionalisme) melalui

penyampaian metode yang tepat dalam hubungannya dengan pembelajaran

Al Qur’an, agar tercipta generasi qur’ani yang bertaqwa, berprestasi,

shalih, dan berakhlaqul karimah.

4. Kepada Santri Madrasah Diniyah Al Husna

Rajin belajar serta sabar dalam mengarungi samudera ilmu, memahami

dan mengamalkan ajaran Al Qur’an supaya kelak menjadi insan shalih dan

bermanfaat bagi keluarga, bangsa, dan agama serta menuju kebahagiaan

dunia dan akhirat.

5. Kepada Wali Santri (Orang Tua)


118

Memberi dukungan, semangat dan perhatian kepada putra-putrinya dalam

mengarungi samudera ilmu agar terpenuhi harapan untuk menjadikan anak

yang shalih dan shalihah.


119

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahman, Dudung. 2004. 350 Mutiara Hikmah dan Sya’ir Arab. Bandung:

Media Qalbu.

al-Qarni, ‘Aidh. 2003. Laa Tahzan. Jakarta: Qisthi Press.

Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/

Pentafsir Al Qur’an.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Budiyanto. 1995. Prinsip-prinsip Metodologi Buku IQRO’. Yogyakarta: Team

Tadarus “AMM”.

Budiyanto. 2003. Ringkasan Pedoman Pengelolaan, Pembinaan dan

Pengembangan Gerakan 5M. Yogyakarta: Team Tadarus AMM.

Daradjat, Zakiah. 1993. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

et. al.. 2004. Tilawati Jilid 1-5. Surabaya: Pesantren Virtual Al Falah.

Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif dasar-dasar dan aplikasi. Malang:

IKIP Malang.

Hasan, Muhammad Tholhah. 2004. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia.

Jakarta: Lantabora Press.

Humam, As’ad. 2000. Buku Iqra’ (Jilid 1-6). Yogyakarta: Team Tadarus

“AMM”.

Ibnu Nashir, Sa’id. Qaidah Baghdadiyah.


120

Mazhahiri, Husain. 2000. Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani .

Jakarta: Lentera

Muaffa, Ali. Makalah Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an.

Surabaya: IAIN Sunan Ampel.

Mulyana, Dedy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif-Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moeloeng, Lexy J.. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosda Karya Offset.

Muhaimin, H. Abd. Ghofir, dan Nur Ali Rahman.. 1996. Strategi Belajar

Mengajar. Surabaya: CV. Citra Media.

Nasution. 1988. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Poerwadarminta, W.J.S.. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Qardhawi, Yusuf. 1998. Berinteraksi dengan Al Qur’an. Bandung: Mizan.

Sudarsono, dan Saliman. 1994. Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum.

Jakarta: Rineka Cipta.

Said, Usman dan Jalaluddin. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja

Grafindo.

Salim Zarkasyi , Dachlan. Metodologi Pengajaran Qiro’ati. Malang: Koordinator

Pendidikan Al Qur’an Metode Qiro’ati.

Sastrapradja. 1981. Kamus Istilah dan Pendidikan Umum. Surabaya: Usaha

Nasional.

Sulthon, Muhadjir. 1991. Al Barqy. Surabaya: Sinar Wijaya.


121

Supardi. 2004. Jurnal Penelitian KeIslaman. Mataram: Lemlit STAIN Mataram.

Surachmad, Winarno. 1976. Dasar dan Tehnik Research. Bandung: CV. Tarsito.

Syarifuddin, Ahmad. 2004. Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al

Qur’an. Jakarta: Gema Insani.

Tjiptohardjono. 1994. Analisis Bacaan Basmallah. Jakarta: Kalam Mulia.

Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: C.V. Pustaka Setia.

You might also like