Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Oleh:
FIRMANDINI ISLAMY
02110138
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah s.w.t kepada
Nabi Muhammad s.a.w sebagai mu’jizat dan salah satu rahmat yang tiada taranya
bagi alam semesta. Allah s.w.t. menurunkan KitabNya yang kekal Al Qur’an-agar
dibaca oleh lidah-lidah manusia, didengarkan oleh telinga mereka, ditadaburi oleh
akal mereka, dan menjadi ketenangan bagi hati mereka. 1 Selain itu Al Qur’an juga
ِ الص احِل
َّ ات
أن هلُ ْم ِ ْ ْإن ه ذا الق رآ َن يه ِدي
َّ
َ َّ لليت ه َي أق َو ُم ويُبَش ُر املُْؤم نيْ َن ال ذيْ َن َي ْعملوْ َن َْ
yang terjadi saat ini tidaklah demikian. Masih banyak kaum muslim baik dari
1
Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al Qur’an (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 175
2
Al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara, Penterjemah/Pentafsir Al
Qur’an, 1971) hlm. 425-426
3
kalangan anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua belum dapat membaca dan
menulis huruf Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Keadaan yang demikian inilah
perhatian dari masyarakat. Khususnya dalam hal ini adalah orang tua yang
putra-putrinya sejak dini, karena orang tua adalah komponen yang bersinggungan
langsung dengan anak. Selain adanya faktor eksternal tersebut, masih ada pula
faktor internal yang dapat menghambat atau menjadi masalah dalam usaha untuk
menciptakan generasi yang bebas dari buta huruf Al Qur’an. Yaitu tidak adanya
tekad, semangat (ghiroh) ataupun keinginan dari dalam diri untuk belajar
membaca dan menulis Al Qur’an. Padahal dalam aktifitas kita sehari-hari (ritual
dari segala mara bahaya, serta bacaan tahlil dan yasin. Oleh karena itu hendaknya
Agama Islam memberikan perhatian besar terhadap anak-anak pada periode ini
(umur 1-5 tahun) mengingat akibatnya yang besar dalam hidup kanak-kanak baik
dari segi pendidikan, bimbingan serta perkembangan jasmaniyah maupun
infialiyahnya dan pembentukan sikap serta prilaku mereka dimulai pada periode
4
ini dan bahkan pada umur 2 tahun mereka telah meletakkan suatu dasar untuk
perkembangan mereka selanjutnya”.3
Zakiah Daradjat juga menyatakan bahwa “perkembangan agama pada
anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama
pada masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) umur 0-12 tahun”. 4 Hal
Artinya: “Belajarlah (carilah ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai ke
liang lahat.” 5
Maksudnya, “semua apa saja yang dipelajari anak di waktu kecil mempunyai
kesan/pengaruh yang amat dalam baginya dan sulit untuk dihilangkan, kalaupun
ingin dihilangkan harus dengan melalui proses yang lama”.6
muslim yang belum dapat baca tulis Al Qur’an untuk belajar lebih giat lagi dalam
maupun yang tersirat. Misalnya dengan menggunakan metode serta tehnik belajar
3
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia (Jakarta:
Lantabora Press, 2004), hlm. 18
4
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan bintang, 1993), hlm. 58
5
Dudung Abd. Rahman, 350 Mutiara Hikmah dan Sya’ir Arab (Bandung: Media Qalbu,
2004), hlm. 14
6
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: C.V. Pustaka Setia, 1997), hlm. 99
5
Qiro’ati, metode Al Barqy, metode Tilawati, dan masih banyak lagi yang lainnya.
yang tepat agar peserta didik dapat lebih mudah untuk belajar baca tulis Al
Qur’an.
yang kemudian dipadukan dengan metode yang baru saja disosialisasikan yaitu
jilid yang ditambah dengan buku panduan ghorib dan musykilat (bacaan-bacaan
yang dianggap sulit). Maka dengan perpaduan dua metode tersebut diharapkan
tersebut.
metode yang sesuai dapat diterapkan secara konsekuen, diharapkan target dalam
memberantas buta huruf Al Qur’an dan serta menciptakan generasi Qur’ani dapat
terwujud. Maka dari pokok permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis
B. Rumusan Masalah
agar penelitian dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka dapat penulis
C. Tujuan Penelitian
pedoman dan tolak ukur dari suatu penelitian. Sehingga dalam penelitian ini juga
mempunyai tujuan yang berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan
Husna Lawang
D. Manfaat Penelitian
kepada masyarakat luas, khususnya bagi umat muslim yang masih belum bisa
baca tulis Al Qur’an (buta huruf Al Qur’an). Dan adapun manfaat dari penelitian
3. Bagi Peneliti
pendidikan
buta huruf Al Qur’an, serta sebagai bahan informasi yang bermanfaat guna
Sebagai media untuk mempererat jalinan tali kasih sayang berupa dukungan,
E. Batasan Penelitian
dengan tepat. Maka penulis membatasi obyek penelitian ini yang berkisar pada:
2. Pencarian informasi tentang persamaan dan perbedaan antara metode Iqra’ dan
metode Tilawati
F. Sistematika Pembahasan
metode Iqra’ serta tinjauan tentang metode Tilawati, dan perbandingan antara
Bab Ketiga, berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari pendekatan
dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur
penelitian.
Bab Keempat, berisi tentang hasil penelitian yang berisi tentang kajian
empiris yang menyajikan hasil penelitian lapangan; antara lain berisi tentang latar
Bab Kelima, berisi tentang temuan dan pembahasan yang menyajikan hasil
penelitian lapangan yang nantinya akan dipadukan dengan teori yang ada
10
penelitian dan saran yang berkaitan dengan realitas hasil penelitian, demi
BAB II
KAJIAN TEORI
Qur’an pula, mata manusia dapat terbuka lebar agar mereka meyakini jati diri dan
hakekat keberadaan mereka di muka bumi ini. Dan seiring dengan urgensi
lomba dalam menciptakan metode-metode baru yang mudah, cepat, efektif dan
dari dua suku kata yaitu ”metode” dan ”kontemporer”. Menurut Nur Uhbiyati,
Kata metode berasal dari bahasa latin ’meta’ yang berarti melalui, dan ’hodos’
yang berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab metode disebut
’tariqah’ artinya jalan, cara, sistem, atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu.
Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-
cita7
7
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: C.V. Pustaka Setia, 1997), hlm. 123
11
Istilah Pendidikan dan Umum menyebutkan bahwa metode adalah ”cara yang
telah diatur dan dipikirkan baik-baik untuk menyampaikan suatu maksud atau
tujuan”.8 Sama halnya dengan pengertian metode dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yang menyatakan bahwa metode adalah ”cara yang teratur dan terpikir
Selain itu ada beberapa definisi lagi yang dikemukakan oleh para ahli,
sebagai berikut:
”sewaktu; semasa; pada waktu/masa yang sama; pada masa kini; dewasa ini”. 11
Senada dengan pengertian kontemporer menurut Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono
8
M. Sastrapradja, Kamus Istilah dan Pendidikan Umum (Surabaya: Usaha
Nasional,1981), hlm. 318
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm. 580
10
Dr. Jalaluddin dan Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1994), hlm. 52-53
11
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1982), hlm. 521
12
Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono, Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum (Jakarta:
Rineka Cipta, 1994), hlm. 126
12
suatu cara yang ditempuh pada masa kini (modern) untuk mencapai suatu tujuan
dua suku kata, yaitu ”pembelajaran” dan ”Al Qur’an”. Pembelajaran berasal dari
kata ”belajar” yang mendapat awalan pem- dan akhiran –an. Dimana menurut
nominal yang bertalian dengan prefiks verbal meng-, yang mempunyai arti
proses”.13 Maka sesuai dengan pernyataan tersebut jika kata belajar mendapat
imbuhan serta akhiran (pem-.....-an) maka dapat diartikan sebagai proses belajar.
a. Dalam belajar ada tingkah laku yang timbul atau berubah, baik tingkah laku
jasmaniah maupun rohaniah
b. Perubahan itu terjadi karena pengalaman (menghadapi situasi baru) dan
latihan
c. Perubahan tingkah laku yang bukan karena latihan (pendidikan) tidak
digolongkan belajar
d. Belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisme sebagai hasil
pengalaman, hal ini berarti bahwa belajar membutuhkan waktu.14
yang dikemukakan oleh Dr. Subhi Al Shalih ”yang berasal dari kata qara’a dan
berarti bacaan”.15 Al Qur’an juga dapat didefinisikan sebagai ”kalam Allah s.w.t.
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., hlm. 664
14
Drs. Muhaimin,MA. Dkk, Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV. Citra Media,
1996), hlm. 44-45
15
Al Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 15
16
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis, dan Mencintai Al Qur’an
(Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 16
13
Al Qur’an yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai
definisi dari metode kontemporer dalam pembelajaran Al Qur’an. Yaitu suatu cara
laku peserta didik dengan melalui suatu proses guna mengetahui, mengerti, serta
memahami isi kandungan kalam Ilahi (Al Qur’an). Atau bisa juga didefinisikan
sebagai suatu cara modern yang digunakan dalam rangka mengetahui, mengerti,
serta memahami mu’jizat Allah s.w.t. yang paling besar yaitu Al Qur’an.
guna mencapai tujuan akhir yang bahagia baik di dunia maupun setelah ia
Muhammad s.a.w. berupa wahyu yang telah dibukukan yaitu Al Qur’an, yang
berisi tentang petunjuk jalan yang lurus dan benar serta yang diridhoi oleh Allah
s.w.t.. Oleh karena itu agama Islam memerintahkan kepada semua umatnya untuk
sumber dari segala ajaran Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan
1. Al Qur’an
2. Keimanan
3. Ibadah
14
4. Perkawinan
5. Sains dan Teknologi
6. Kesehatan
7. Ekonomi
8. Kemasyrakatan / Kenegaraan
9. Budi Pekerti Luhur
10. Sejarah 17
Melihat betapa banyaknya kandungan serta pentingnya Al Qur’an bagi
lain”.18
dilaksanakan sejak usia dini. Pendidikan Agama Islam dalam hal ini pembelajaran
Al Qur’an bagi anak sangatlah penting dan menjadi tuntunan dan kebutuhan
Oleh karena itu, diperlukan bimbingan yang bijaksana dan baik dari orang tua
maupun dari para pendidik, agar ketika dewasa nanti anak tidak merasa canggung
(problem solving) terhadap kenakalan anak atau remaja salah satunya dengan cara
mengadakan pembinaan mental keagamaan. Selain itu juga sebagai suatau usaha
17
Drs. Tjiptohardjono, Analisis Bacaan Basmallah (Jakrta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 8
18
Ahmad Syarifuddin, op. cit., hlm. 62
15
kuratif (perbaikan) terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang
ada. Akan tetapi, bukan berarti selain anak-anak (remaja dan orang dewasa) tidak
diturunkan untuk semua golongan tanpa mengenal usia, status, dan jenis kelamin.
pada saat bumi mati Allah mengirimkan hujan yang lebat sehingga bumi menjadi
tumbuh dan subur serta Allah mengeluarkan apa-apa yang ada di perut bumi
pendalaman, dan tadabbur merupakan satu dari sekian banyak sebab kebahagiaan
dan kelapangan hati, sehingga Allah s.w.t. menyifati Kitab-Nya sebagai petunjuk,
cahaya, dan penawar atas semua yang ada di dalam dada serta sebagai rahmat”. 20
Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah s.w.t. Q.S. Yunus ayat 57, yang
berbunyi:
) : للمؤمننْي َ (يونس
ُ
19
Husain Mazhahiri, Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani (Jakarta: Lentera,
2000), hlm. 239
20
DR. ‘Aidh al-Qarni, Laa Tahzan (Jakarta: Qisthi Press, 2003), hlm. 236
16
manusia khususnya umat Islam, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Agama RI Nomor 128 Tahun 1982/44A secara
erat dengan ibadah-ibadah ritual kaum muslim, seperti; sholat, haji, dan kegiatan
berdo’a lainnya. Merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mampu dan
juga tugas bagi seorang hamba yang mengaku beriman kepada Kitab Allah untuk
tanggung jawab yang dibebankan kepada umat Islam yakni belajar serta mengajar
bahwa Al Qur’an merupakan Kitab Suci yang harus menjadi pedoman dalam
hidupnya, minimal dapat membaca Al Qur’an dengan baik dan benar serta
21
Al Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm, 315
22
Supardi, Jurnal Penelitian KeIslaman (Mataram: Lemlit STAIN Mataram, 2004),
hlm. 98
17
dibutuhkan suatu metode (cara) yang tepat agar peserta didik mengerti dan
agar memudahkan peserta didik dalam proses belajar, baik menulis, membaca,
serta memahami kalam Ilahi. Oleh karena itu kaum muslim (pakar Pendidikan
Islam) berlomba-lomba untuk menciptakan metode baru yang efektif dan efisien
Hafalan
huruf hijaiyah yang berjumlah 28 huruf dari alif ( ) اsampai ya’ ( )ي
Eja
18
Maksud dari eja yaitu, sebelum santri membaca per kalimat terlebih
dahulu membaca huruf secara eja, misalnya: alif fathah a ( ا ), ba’
fathah ba ( ب
َ ) dan seterusnya
Modul
Tidak Variatif
Pada metode ini tidak disusun menjadi beberapa jilid buku, melainkan
Metode ini meskipun kini sudah sangat jarang ditemui akan tetapi
lamanya metode ini sampai saat inipun masih belum diketahui secara jelas
23
Sa’id Ibn Nashir, Qa’idah Baghdadiyah
19
b. Metode Al Barqy
dipraktekkan pada tahun 1983. Pada metode ini juga tidak disusun atau
kata/kalimat yang tidak mengikuti bunyi mati (sukun), seperti kata Jalasa
dan Kataba.
guru hanya: tut wuri handayani dan murid (santri) dianggap telah memilki
Barqy ini menggunakan metode yang diberi nama metode lembaga (kata
kunci yang harus dihafal) dengan pendekatan global dan bersifat Analitik
A-DA-RA-JA
MA-HA-KA-YA
KA-TA-WA-NA
20
SA-MA-LA-BA
bagi anak SLTA keatas cukup 6 jam, sedangkan jika buku Al Barqy
lain:
1. Fase analitik, yaitu guru memberikan contoh bacaan yang berupa kata-
2. Fase sintetik, yaitu satu huruf (suku) digabung dengan yang lain,
ش
َ dengan pendekatan س
َ
6. Fase pengenalan mad, yaitu mengenalkan santri pada bacan-bacaan
panjang
9. Fase pengenalan huruf asli, yaitu mengenalkan santri pada huruf asli
Ba’ ب
Ta’ ت
10. Fase pengenalan huruf yang tidak dibaca, yaitu mengenalkan santri
pada huruf yang tidak mendapat tanda saksi (harokat) atau tidak
11. Fase pengenalan bacaan yang masykil, yaitu mengenalkan santri pada
dibaca pendek
22
13. Fase pengenalan tanda waqof, yaitu mengenalkan santri pada tanda-
c. Metode Iqra’
enam jilid sekaligus dan ada pula yang tercetak atau disusun menjadi
beberapa jilid (jilid 1-6). Di mana dalam setiap jilidnya terdapat petunjuk
Metode Iqra’ ini termasuk salah satu metode yang cukup dikenal di
24
Muhadjir Sulthon, Al Barqy (Surabaya: Sinar Wijaya, 1991), hlm. o-s
23
membacanya.25
d. Metode Qiro’ati
Metode Qiro’ati adalah metode yang telah baku yang tidak dapat
diubah lagi. Dan metode ini disususun oleh H. Dachlan Salim Zarkasyi, di
untuk anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun) dan untuk remaja serta orang
terlebih dahulu
25
HM. Budiyanto, Prinsip-prinsip Metodologi Buku IQRO’ (Yogyakarta: Team Tadarus
“AMM”, 1995), hlm. 23-24
24
menyimak santri yang masih belajar pada jilid yang lebih rendah
Variatif, artinya buku Qiro’ati ini terdiri dari beberapa jilid (6 jilid),
tertentu
tertentu dapat melanjutkan pada materi atau jilid yang lebih tinggi
3. Teliti
4. Waspada
5. Tegas
Santri dituntut untuk selalu aktif dan mandiri serta tidak tergantung
tepat dalam membaca, dan tidak keliru dalam membaca huruf, serta
e. Metode Tilawati
umat muslim yang belum bisa membaca dan menulis Al Qur’an (buta
26
H. Dachlan Salim Zarkasyi , Metodologi Pengajaran Qiro’ati (Malang: Koordinator
Pendidikan Al Qur’an Metode Qiro’ati), hlm. 1
26
huruf Al Qur’an). Oleh karena itu Drs. H. Hasan Sadzili, Drs. H.M. Thohir
Al Aly, M.Ag., KH. Masrur Masyhud serta Drs. H. Ali Muaffa bertekad
jilid, yaitu mulai jilid 1 sampai dengan jilid 5, ditambah jilid 6 yang berisi
Qur’an). Dan pada setiap jilidnya terdiri dari 44 halaman dengan desain
cover yang lux. Selain itu, pada setiap jilidnya juga dicantumkan syarat
metode Tilawati, serta pokok bahasan atau materi yang akan diajarkan
Eja Langsung, huruf-huruf yang ada langsung dibaca atau eja langsung
tanpa harus mengejanya satu persatu, misal; a, ba, ta, dan seterusnya
Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku yaitu jilid 1 sampai jilid
6 dengan desain cover yang lux, serta pada setiap bahasan atau bacaan
selanjutnya27
Iqra’ sebenarnya adalah judul sebuah buku yang berisi tuntunan belajar
membaca Al Qur’an dengan cara-cara baru yang berbeda dengan cara-cara lama,
bentuk lembaga baru dari pengajian anak-anak akhir-akhir ini, diseuruh tanah air
telah terjadi suasana dan gairah baru dalam mempelajari baca tulis Al Qur’an.
Metode Iqra’ ini pertama kali disusun oleh Ustadz As’ad Humam sekitar
tahun 1983-1988. Pada usia belia Ustadz As’ad Humam sudah aktif mengajar
itu beliau masih menggunakan metode Qa’idah Baghdadiyah atau dikenal dengan
istilah Turutan. Cara atau metode ini ternyata tidak memuaskan hati beliau, karena
yaitu setelah belajar selama 2-3 tahun. Ketidakpuasan hatinya itulah yang
kemudian mendorong beliau mencari dan terus mencoba berbagai sistem dan
pengajarannya hampir sama dengan tulisan Prof. Mahmud Yunus dan telah
Bersamaan dengan itu, beliau bertemu dengan sejumlah anak-anak muda yang
membaca Al Qur’an ini. Anak-anak muda tersebut dihimpun dalam suatu wadah
yang diberi nama “Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla
Yogyakarta” atau biasa disingkat dengan “Team Tadarus AMM”, dengan pusat
tersebut. Namun dari pengalaman memakai buku Qiro’ati ini, ternyata masih
beliau asuh serta dikuatkan oleh hasil studi banding ke berbagai lembaga
Dalam metode Iqra’ ini agar materi mudah dipahami oleh peserta didik
(santri) maka disusun/dicetak menjadi beberapa jilid yaitu mulai jilid 1 sampai
buku/jilidnya rata-rata terdiri dari 32 halaman, dan dikemas dengan warna sampul
28
H.M. Budiyanto, op.cit., hlm. 5-8
29
atau susunan.29 Maka sesuai dengan maksud tersebut struktur atau susunan dari
Iqra’ Jilid 1
berharokat fathah yang diawali dengan huruf a, ba, ta, tsa, sampai dengan ya
ت = تا ت
َ تا
َ ت
َ َت = ب
َ ب
َ
Pengenalan bacaan mad (bacaan panjang) namun tetap berharokat fathah,
seperti:
ا َد َم ا َم َن
Iqra’ Jilid 3
29
M. Sastrapradja, op.cit., hlm. 457
30
Iqra’ Jilid 4
حي ٌم
ْ َر اس ٍد
ِح
َ حسنا
Pengenalan pada huruf ya’ sukun yang jatuh setelah tanda fathah dan huruf
wawu sukun yang jatuh setelah tanda fathah , seperti:
ف
َ َس ْو َ َبنْي
اق
ْ اط ْاد اج
ْ
تق
ْ تك
ْ تع
ْ تأ
Iqra’ Jilid 5
والفجر احلمد
Cara baca akhir ayat atau tanda waqof, seperti:
O ُ نستَعنْي.............
Cara baca mad far’i, seperti:
على
Cara baca alif lam Syamsiyah, seperti:
والنهار
Pengenalan terhadap tajwid yaitu bacaan Idghom Bighunnah, seperti:
فم ْن مل
َ من ر هّب ْم
ْ
Pengenalan terhadap tanda baca tasydid, seperti:
صل
َ ا ْن ْيو اح ٍد
ِ ِمن َّو
ْ
ِم ْن َب ْع ِد
32
من ُج ْوع
ْ
Pengenalan tanda-tanda waqof, seperti:
طسم
ّ ص يس
Melalui pemaparan struktur dari metode Iqra’ tersebut di atas maka akan
memudahkan peserta didik dalam hal ini santri untuk mempelajari Al Qur’an.
Karena diperlihatkan tahapan-tahapan materi yang akan dilalui oleh peserta didik
(santri).30
diharapkan, maka seorang anak usia TK sekalipun akan bisa mempelajari buku
Iqra’ ini dengan pelan-pelan, bertahap, dan tanpa ada perasaan tertekan.
kali dalam seminggu. Dan pada setiap pertemuan berlangsung selama 90 menit
30
As’ad Humam, Buku Iqra’ Jilid 6 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000)
33
Jadi dalam metode Iqra’ penyampaian materi dilakukan secara klasikal dan
persatu yang kemudian hasil dari bacaan tersebut ditulis ke dalam buku drill atau
buku prestasi bacaan. Selain ustadz/ustadzah teman sebaya yang sudah mencapai
jilid tertentu (lebih tinggi) dapat juga bertindak sebagai tutor., sistem ini dapat
Iqra’ Jilid 1
1. CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dalam hal ini guru (ustadz/ustadzah)
31
H.M. Budiyanto, dkk., Ringkasan Pedoman Pengelolaan, Pembinaan dan
Pengembangan Gerakan 5M (Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 2003), hlm. 25
34
dengan cara: eee…, awas, stop, dan sebagainya atau bisa juga memberi titian
ingatan seperti: bila ada titiknya dibaca Ro, bila tidak ada maka bacanya……
santri tidak boleh naik ke jilid selanjutnya, terutama pada huruf-hurf yang
ش
َ Lebih diarahkan ke bunyi sia daripada keliru س
َ
َق Lebih diarahkan ke bunyi ko daripada keliru خ
َ
Jadi, bisa naik ke pelajaran atau jilid 2 dengan “her” pada huruf-huruf tertentu
Iqra’ Jilid 2
1. Implementasi no. 1-5 pada Iqra’ Jilid 1 masih diterapkan pada Iqra’ Jilid 2
2. Mulai halaman 16 materi menginjak pada bab mad (bacaan panjang), dan
untuk sementara diperbolehkan santri yang belum bisa membaca lebih dari 2
harokat, yang penting harus tahu mana bacaan yang dibaca panjang dan mana
Iqra’ Jilid 3
35
1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 3 ini +
Iqra’ Jilid 4
THOQO
hamzah dan sukun santri diajak membaca dengan harokat fathah dulu dengan
Iqra’ Jilid 5
1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 5
4. Agar menghayati bacaan yang penting dan untuk membuat suasana semarak,
santri bisa diajak untuk membaca bersama-sama secara koor yaitu pada
Iqra’ Jilid 6
1. Peraturan no. 1-5 pada Iqra’ jilid 1 masih diterapkan pada jilid 6
5. Sebelum EBTA ada tambahan beberapa huruf yang biasa terdapat pada bagian
baik dari segi struktur maupun implementasinya. Hal tersebut terjadi karena
keterbatasan yang dimiliki oleh setiap manusia. Dari paparan data di atas, maka
dapat diklasifikasikan antara kelebihan serta kelemahan yang dimiliki oleh metode
32
As’ad Humam, loc.cit.
37
patutlah pengarang dan pencetus metode ini berbangga hati. Akan tetapi jika
dilihat dari kekurangan serta kelemahan yang ada, hendaknya hal tersebut dapat
dijadikan sebagai cambuk atau motivasi untuk menuju pembaharuan yang lebih
Dengan melihat data pada tahun 90-an dimana semakin hari jumlah umat
Islam yang tidak bisa membaca Al Qur’an semakin banyak dan belum lagi yang
belum paham akan makna serta kandungan Al Qur’an, maka para aktifis yang
Selain persoalan tersebut diatas, lahirnya metode Tilawati juga antara lain karena
secara maksimal
Fenomena yang terjadi TPA/TPQ tidak bisa berkembang karena tidak bisa
tenaga guru
Oleh karena itu para aktifis yang terdiri dari 4 orang yang sehari-hari
dengan meluncurkan metode baru yang diberi nama Tilawati, para aktifis tersebut
adalah : Drs. Hasan Sadzili, Drs. HM. Thohir Al Aly, M.Ag. , KH. Masrur
Masyhud, dan Drs. H. Ali Muaffa. Para penyusun metode Tilawati tersebut
Metode Tilawati ini dituangkan kedalam buku yang terdiri dari beberapa
jilid, yaitu jilid 1 sampai dengan jilid 5 ditambah jilid 6 yang berisi surat-surat
pendek, ayat-ayat pilihan, ghorib dan musykilat. Dengan desain cover lux dan
warna yang indah serta menarik perhatian, juga dengan tulisan standard dan
Struktur atau susunan pada metode Tilawati ini sebenarnya hampir sama
dengan struktur atau susunan pada metode Iqra’. Yaitu pada setiap jilidnya
membahas kurang lebih 4 pokok bahasan atau materi. Adapaun struktur Tilawati
Tilawati Jilid 1
contoh: ث
َ ت
َ ب
َ اdan seterusnya………….
contoh: ث
َ َث = بت
َ ت
َ ب
َ
Pengenalan dan pemahaman huruf hijaiyah asli, contoh:
33
Drs. H. Ali Muaffa, Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an, Makalah
disajikan pada Sosialisasi Lagu Tartil TKA / TPA, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya 21 Mei
2006
41
Ta' =ت
Tilawati Jilid 2
لك
ُ َو ِ و
لك لك
َ َو
َ
Kalimat berharokat fathahtain, kashrohtain, dan dhommahtain, contoh:
حي ٌم
ْ َر اس ٍد
ِح
َ َح َسنًا
احلسيب ا – ْال
Lam sukun berhadapan dengan hamzah bersyakal hidup, contoh:
42
والخر ة = ول اخر ة
Fathah diikuti wawu sukun, contoh:
سلم
َ سل
َّ = س ْل َل
َ
Tanda panjang (mad wajib dan mad jaiz), contoh:
ََماءَ = َماء
Bacaan nun dan mim tasydid, contoh:
ارق
ُ ارق = َو َّس
ُ الس
َّ َو
Bacaan Ikhfa’ Hakiki, contoh:
َ ِك = ا لئ
ك َ ِاولئ
Bacaan Idghom Bighunnah, contoh:
َ = ْق – ْط – بْ – جْ – ْد
يقر ُء ْو َن
Bacaan Idghom Bilaghunnah, contoh:
صد َق
َ ََو َم ْن ا ْن = ا ء خ ح ع غ هـatau ٌ ٍ ً
Cara membunyikan akhir kalimat ketika waqof, contoh:
yang bertujuan:
Selain itu teknik dalam penyampaian materi juga menggunakan teknik klasikal,
Namun teknik ini dapat bersifat fleksibel karena bisa disesuaikan dengan
Tabel 2.1
Alokasi Pembelajaran Metode Tilawati
34
H.Hasan Sadzili dkk, Tilawati Jilid 1-6 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah,
2004), hlm. iv
45
Sedangkan target belajar yang ingin dicapai oleh metode Tilawati ini,
adalah sebagai berikut:
Waktu : 75 menit/pertemuan
Jumlah santri / kelas : 15-20 santri
Masa belajar : 3 Bulan 4x pertemuan/minggu
Target : 80% santri naik jilid dengan bacaan standart35
berikut:
Tilawati Jilid 1
1. Ajarkan huruf-huruf hijaiyah asli secara bertahap hingga santri faham dan
hafal
4. Setiap pergantian materi selalu ditandai dengan tulisan atau tinta merah
Tilawati Jilid 2
yang belum diberi tanda baca, maka tugas santri untuk memberinya tanda
Tilawati Jilid 3
35
Drs. H. Ali Muaffa, Standar Nasional dan Metodologi Pengajaran Al Qur’an, Makalah
disajikan pada Sosialisasi Lagu Tartil TKA/TPA, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya 21 Mei
2006.
46
benar agar santri terhindar dari bacaan Tawallud atau mental, missal: Al
dibaca Alle
Tilawati Jilid 4
tartil
dalam membaca
3. Pada jilid ini santri mulai diajarkan cara membaca akhir kalimat ketika waqof
Tilawati Jilid 5
Menggunakan metode CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), jadi bukan guru
Eja Langsung, dimana santri tidak perlu mengeja huruf dan tanda secara
satu persatu
Variatif, disusun menjadi beberapa jilid buku dengan dengan desain cover
jilid selanjutnya
Standar Nasional
konstan (terus-menerus)
Tilawati ini, jika diterapkan pada anak-anak khususnya usia pra sekolah
jilid saja
a) Menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), dalam hal ini yang
dituntut untuk aktif adalah, oleh karena itu ustadz/ustadzah dilarang untuk
b) Variatif, terdiri dari beberapa jilid buku dengan desain cover yang menarik
serta warna yang berbeda, untuk Iqra’ terdiri dari 6 jilid sedangkan Tilawati
d) Eja langsung, jadi santri tidak perlu mengeja huruf serta tanda baca secara satu
persatu
e) Berbentuk modul, yaitu bagi santri yang lulus serta membaca baik dan benar
f) Setelah khatam jilid akhir (Iqra’ jilid 6 atau Tilawati jilid 5) dapat dilanjutkan
Sedangkan perbedaan yang ada pada metode Iqra’ dan metode Tilawati
b) Menurut susunan bukunya pada metode Iqra’ terdiri dari 6 jilid plus buku
Ghorib dan Musykilat dan pada metode Tilawati hanya terdiri dari 5 jilid,
c) Pada jilid pertama dalam metode Iqra’ belum diajarkan huruf bersambung,
bersambung
dipaparkan pada jilid 2 dan itupun hanya terbatas 2 sampai 3 huruf saja,
sedangkan dalam metode Tilawati bacaan huruf asli sudah diberikan pada
jilid pertama mulai dari alif sampai ya’ ditambah dengan pengenalan
e) Pada metode Tilawati setiap pergantian pokok bahasan baru selalu ditandai
sedang dalam metode Iqra’ baik pokok bahasan baru atau lama tetap
Metode Tilawati
51
ت
َ ب
َ
ت
َ ب
َ تب
َ ت
َ ا
تا
َ ب
َ ت
َ ت
َ ت
َ
ب
َ ت
َ ت
َ ت
َ ب
َ ت
َ
ت
َ ب ا
َ ب
َ ت ا
َ
ت
َ ب
َ ا ب
َ ت
َ ا
Metode Iqra’
ت
َ ب
َ
تبا
َ تب
َ ا
ت
َ ب
َ ا ب
َ تا
َ
ب
َ ت
َ ا تا
َ ب
َ
ت
َ با
َ ت
َ تا
َ
تا
َ ت
َ ب
َ ت
َ ا
ش
َ Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru س
َ
َق Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru خ
َ
ض
َ Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ظ
ظ Lebih diarahkan ke bunyi ذ (dibaca dengan bibir agak maju)
½ halaman saja yang ditulis pada jilid akhir (6), sedangkan untuk Tilawati
(istiqomah)
BAB III
53
METODE PENELITIAN
Oleh karena itu sesuai dengan judul di atas, penulis menggunakan metode
dan Miller seperti yang dikutip oleh Moeloeng, yang menyatakan bahwa
peristilahannya”.36
hal ini peneliti menggunakan metode kualitatif karena ada beberapa pertimbangan
hubungan antara peneliti dengan responden, metode ini lebih reka dan dapat
36
Lexy J. Moeloeng, Metologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Offset, 2002), hlm. 3
37
Ibid,. hlm. 6
54
tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan
membandingkan satu faktor dengan yang lain”. 38 Oleh karena itu melalui
observasi, wawancara dan angket adalah teknik pengumpulan data yang akan
B. Kehadiran Peneliti
peneliti sendiri merupakan alat (instrumen) pengumpul data yang utama sehingga
dengan terjun langsung ke lapangan maka peneliti dapat melihat secara langsung
pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi hasil
alat penelitian ini sangat tepat, karena ia mempunyai peran yang sangat vital
sebagai peneliti oleh subyek atau informan, dengan terlebih dahulu mengajukan
surat izin penelitian ke lembaga yang terkait. Adapun peran peneliti dalam
penelitian adalah sebagai pengamat berperan serta yaitu peneliti tidak sepenuhnya
38
Winarno Surachmad, Dasar dan Tehnik Research (Bandung: CV. Tarsito, 1976), hlm.
135-136
39
Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 121
55
sebagai pemeran serta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan. Peneliti pada
serta data yang dibutuhkan. Misalnya saja dengan masuk ke ruang-ruang kelas
secara bergantian (mulai kelas IA sampai kelas VIB), dan mengikuti proses
dokumen yang berhubungan dengan latar belakang, visi, misi, serta kurikulum.
C. Lokasi Penelitian
Diniyah Al Husna Lawang, tepatnya terletak di Jalan Mayor Abdullah No. 248
56
Lawang.
dan tanah berada di kelas A dengan luas 343 m persegi, lingkungan sangat
mendukung untuk berkembang pesat karena akan sangat kompetitif dilihat dari
kalangan Islam maupun Nasrani. Dan berada tepat di depan instansi pemerintah
(dinas pertanian) di jalur menuju Agro Wisata Wonosari (perkebunan teh) serta
D. Sumber Data
“sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan
hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan,
sumber data tertulis, foto dan statistic”.40 Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dapat dimengerti bahwa yang dimaksud dengan sumber data adalah dari mana
disajikan oleh peneliti dari sumber utama, yang dapat berupa kata-kata
40
Ibid., hlm. 112
57
atau tindakan. Dalam hal ini yang akan menjadi sumber data primer/
1. Observasi
mengenai:
dan Tilawati.
41
Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 133
58
serta paham tentang metode Iqra’ dan Tilawati. Selain itu, guna
mengajar.
2. Interviu (Interview)
Husna
3. Dokumentasi
sumber data yang berupa laporan ataupun catatan tertulis, misalnya: buku-
43
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif dasar-dasar dan aplikasi (Malang: IKIP Malang,
1990), hlm. 81
60
f. Sarana prasarana
F. Analisis Data
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data”.44 Karena dalam penelitian ini tidak menggunakan angka, maka metode
penelitian secara detail/ menyeluruh sesuai data yang sudah diperoleh dan
sebagai berikut:
44
Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 103
45
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif-Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnnya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 155
61
1. Reduksi Data
memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian agar mudah
peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan serta
dengan menggunakan teks yang bersifat naratif, selain itu dapat berupa
alasan supaya peneliti dapat menguasai data dan tidak terpaku pada
selanjutnya.
46
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), hlm. 129
47
Ibid
62
untuk menghasilkan kesimpulan yang valid. Oleh karena itu, ada baiknya
Dalam penelitian, setiap hal temuan harus dicek keabsahannya, agar hasil
keabsahannya. Dan untuk pengecekan keabsahan temuan ini teknik yang dipakai
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.49 Dan pengecekan atau
H. Tahap-tahap Penelitian
jurusan)
penelitian
Pengolahan data dilakukan dengan cara data yang diperoleh dari hasil
ditentukan sebelumnya.
Dosen Pembimbing
BAB IV
65
HASIL PENELITIAN
penelitian, karena obyek penelitian adalah pusat informasi data yang akan diambil
oleh peneliti dalam menyempurnakan penelitiannya. Oleh karena itu, dalam latar
belakang obyek ini akan memaparkan profil obyek penelitian secara garis besar,
Diniyah Al Husna berada di tempat yang sangat strategis dan tanah berada
(perkebunan teh).
66
kaum Nasrani juga sebuah Gereja,di sebelah Utara dan Selatan terdapat
sekitarnya saja, bahkan banyak yang datang dari luar desa atau kecamatan
yang letaknya sangat jauh. Sehingga salah satu dari wali santri
Diniyah Al Husna), Ibu Lailil Qomariyah yang sejak kecil memang sudah
akrab dengan lingkungan pondok pesantren, dan dibantu oleh dua orang
maka dalam jangka waktu 3 bulan jumlah anak-anak bahkan ibu-ibu yang
67
mengaji bertambah menjadi tiga kali lipat. Karena jumlah anak-anak dan
yang lebih luas, maka pada awal tahun 2000 tepatnya pada bulan April,
Qur’an (TPA/ TPQ) yang unggul dari segi mutu, dan ingin menciptakan
ciri khas yang berbeda dari tempat-tempat mengaji lainnya. Oleh karena
itu diberi nama Madrasah Diniyah atau biasa diartikan sebagai sekolah
dewasa tidak hanya bisa membaca Al Qur’an saja. Hal tersebut disebabkan
dirasa sangat kurang, yaitu hanya 2 jam pelajaran dalam satu minggunya.
pembelajaran keagamaan.
68
Setiap instansi atau lembaga baik formal maupun non formal, pasti
berikut:
Visi
Misi
berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu agar kerjasama
dan tanggung jawab dapat dijalankan secara maksimal, baik antara ustadz
dengan ustadzah, santri dengan santri, ustadz dengan santri, dan demikian
pula sebaliknya.
Penasehat
Tata Usaha
Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas
Asisten Asisten Asisten Asisten Asisten Asisten
Santri
Keterangan:
disebut juga dengan istilah ustadz/ ustadzah. Untuk melihat lebih lengkap
Tabel 4.1
Data Ustadz/ ustadzah serta staff Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Peserta didik dalam hal ini santri, merupakan salah satu dari sekian
banyak faktor yang mendukung dalam kegiatan belajar mengajar dan juga
merupakan salah faktor yang dominan. Dan murid (santri) sebagai obyek
Tabel 4.2
Data Santriwan/ santriwati Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
6B 13 - 13
Penjurusan 8 8 16
Jumlah Total 92 127 219
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
dasar (SD), meskipun ada pula beberapa santri yang masih TK atau
pembelajaran Al Qur’an selama ini. Adapun saran dan prasaran yang ada
berikut:
Tabel 4.3
Sarana Prasarana Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
7 Alat-alat peraga 11
8 Televisi/TV 1
9 VCD (Video Casette Disk) 1
10 Komputer 1
11 Papan Tulis 6
12 Almari Berkas 1
13 Rak Al Qur’an 2
14 Mading (Majalah Dinding) 2
15 Almari Perpustakaan 2
16 Puzzle Hijaiyah 4
17 Kartu-kartu Hijaiyah 6
18 Salon 4
19 Sound System 1
20 Bangku/Dampar 100
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
banyak lagi sarana prasarana yang dalam waktu dekat akan berusaha untuk
inap santri, serta pengembangan usaha seperti koperasi santri, kios bunga,
dan rental VCD Islami. Sarana dan prasarana yang telah dimiliki atau yang
telah tersedia dirawat dengan baik oleh ustadz/ ustadzah, karyawan, serta
sendiri.
Al Husna ini dapat berubah, mengingat usia santri yang selalu berubah
sampai SD, akan tetapi pada tahun 2005/2006 pada kelas I A dan I B
banyak santri yang berusia pra sekolah (Play Group atau usia KB/
hal ini dilakukan agar santri rajin dan bersemangat dalam menjalani proses
Tabel 4.4
Kurikulum Kelas I (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
76
Tabel 4.5
77
Tabel 4.6
78
metode dikte atau imla’ makan, keluar rumah, masuk dan keluar masjid
Sumber data: Dokumentasi Madrasah Diniyah Al Husna
Tabel 4.7
Kurikulum Kelas IV (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Tabel 4.8
Kurikulum Kelas V (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
Tabel 4.9
Kurikulum Kelas VI (A & B) di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
berlangsung selama 5 hari, yaitu mulai hari Senin sampai hari Jum’at. Dan
di bagi menjadi 2 waktu, untuk kelas I, II, & III masuk pada pukul 14.30-
16.00 wib., sedangkan untuk kelas IV, V, & VI masuk pada pukul 16.00-
17.30 wib.. Sedangkan untuk pengajian KIR (Karya Ilmiah Remaja) atau
setiap 2 hari dalam satu minggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Dan
karena mengkaji dari kitab-kitab yang telah ditentukan oleh ustadz (wali
Tabel 4.10
Jadwal Pelajaran di Madrasah Diniyah Al Husna Lawang
santri tidak merasa terbebani dan timbul semangatnya untuk terus belajar,
Hal tersebut dikarenakan pada waktu itu masih belum banyak sosialisasi
metode Iqra’ merupakan salah satu metode yang gencar atau aktif dalam
huruf Hijaiyah terlebih dahulu. Misalnya huruf alif yang berfathah bisa
langsung dibaca “a” bukan “alif fathah a”, seperti contoh bacaan yang
ب
َ ا أَ = ا
ب ا
َ ا ب
َ ب ا
َ
ب
َ ا ا ب ا ا
َ
ب
َ ب
َ ا با
َ ب
َ
ب ا
َ ا ب
َ ب ا
َ
ب
َ ب
َ ب
َ اا ا
86
ب
َ ا ب
َ ا ب
َ ا
perlu menghafal begitu banyak huruf juga tidak perlu mengeja huruf
Tilawati.
Hal tersebut terjadi karena pada waktu Ibu Lailil diundang untuk
Al Husna, tepatnya pada satu tahun yang lalu hingga sampai saat ini.
bukan semata-mata karena alasan bahwa metode Iqra’ dirasa sudah tidak
metode Iqra’ itu pula banyak anak-anak (santri) bahkan ibu-ibu yang dapat
itu untuk sementara metode Iqra’ tidak dihilangkan atau dihapus sebagai
Husna, metode Tilawati hanya digunakan oleh santri-santri baru saja atau
pada santri yang menggunakan metode Iqra’ jilid awal (jilid 1 atau jilid 2).
tidak mau berganti metode baru (metode Tilawati), maka pihak Madrasah
88
petunjuk mengajar metode Iqra’ yang terdapat pada tiap-tiap jilid buku
bacaannya ditulis pada buku prestasi santri (kartu drill) , apakah santri
selanjutnya. Dan apabila santri telah sampai pada halaman terakhir atau
tersebut di depan munaqis (dalam hal ini adalah Kepala Madrasah Diniyah
Al Husna), apabila santri melafalkan huruf atau bacaan dengan baik dan
benar serta memenuhi kriteria untuk lulus maka santri tersebut dapat
melanjutkan pada jilid selanjutnya atau jika sudah sampai pada Iqra’ jilid 6
“ini huruf a”. Atau biasa dikenal dengan metode CBSA (Cara Belajar
89
Santri Aktif), dimana yang dituntut untuk untuk aktif disini adalah santri.
Dengan tujuan agar potensi yang ada dalam dirinya dapat berkembang
secara maksimal dan santri dapat mandiri serta tidak bergantung kepada
orang lain.
Simak, yaitu ustadz/ ustadzah membaca pokok bahasan/ materi yang telah
ustadz/ ustadzah dengan menggunakan kartu drill. Selain itu pada metode
Tilawati ini juga menggunakan teknik Eja Langsung seperti teknik yang
ب
َ ا
ب
َ ا ب
َ ب
َ اا
با
َ ب
َ ا با
َ
با
َ ب
َ ب ا
َ ا
90
ب
َ ب
َ ا ب
َ ب
َ ا
ت
َ ب
َ
تبا
َ تب
َ ا
ت
َ ب
َ ا ب
َ تا
َ
ب
َ ت
َ ا تا
َ ب
َ
ت
َ با
َ ت
َ تا
َ
تا
َ ت
َ ب
َ ت
َ ا
ت
َ ب
َ ا ت
َ ب
َ ا
Karena metode Tilawati ini dirasa sangat menarik yaitu dengan
menggunakan lagu atau irama tartil yang diterapkan sejak jilid pertama,
menyampaikan metode Tilawati pada santri. Atau jika ada salah satu
pada metode Tilawati ini mempunyai ciri khas yaitu menggunakan lagu
melagukannya dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk Tutor atau
bacannya baik dan benar maka pada buku drill atau prestasi bacaan santri
lebih banyak dituntun dibenarkan bacaannya oleh ustadz/ ustadzah maka
harus ditulis Diulang atau C- (kurang).
Khusus pada metode Tilawati, selain menggunakan sistem
Individual juga menggunakan sistem Klasikal. Yaitu membaca secara
bersama-sama setelah ustadz/ ustadzah memberikan contoh terlebih
dahulu. Kemudian untuk kelas I-VI (baik yang sudah sampai Al Qur’an
ataupun yang belum) sebelum memulai pelajaran dan Individual terlebih
dahulu diberikan Klasikal dengan menggunakan alat peraga Tilawati (Jilid
1-5) selama 15 menit.
masih banyak yang menggunakan metode Iqra’ dan sudah sampai pada
jilid 3-6, maka apabila santri dipaksa untuk mengganti dengan metode
baru (metode Tilawati) santri akan merasa kecewa dan putus asa.
masa percobaan (transisi) maka metode ini hanya diterapkan pada santri
baru (khususnya santri kelas 1 dan sebagian santri kelas 2) serta pada
santri yang menggunakan metode Iqra’ jilid 1 dan 2 yang mau atau
santri-santri tersebut juga dapat belajar metode Tilawati, karena pada jam
boleh melagukan bacaan secara murottal sebelum bacaan santri baik dan
benar.
efisien. Pada dasarnya semua metode dalam hal ini metode kontemporer
didik mudah dan cepat dalam membaca Al Qur’an dengan baik dan benar.
Oleh karena itu persamaan dan perbedaan yang terdapat antara metode
keberadaannya.
disebut dengan Eja Langsung. Hal tersebut sesuai dengan penuturan dari
“...Persamaan antara metode Iqra’ dan metode Tilawati terletak pada cara
membacanya yang tidak harus menghafal ke-29 huruf Hijaiyah terlebih
dahulu, karena hal tersebut dapat membebani santri. Selain itu pada kedua
metode tersebut tidak perlu mengeja huruf secara satu persatu seperti; alif
fathah a, ba’ fathah ba, jim fathah ja, dan seterusnya, akan tetapi dapat
dibaca secara langsung tanpa harus mengejanya misalnya; a, ba, ta, tsa, ja,
94
perlu mengeja huruf satu persatu serta dapat mempersingkat waktu. Selain
mengenai cover atau sampul yang berbeda warna dalam setiap jilid dari
kedua metode tersebut dapat merangsang santri untuk berpacu dan lebih
tinggi. Selain itu pada sistem yang ditawarkan oleh kedua metode tersebut,
اصد َق
َ َو َم ْن ْن = ا ء خ ح ع غ هـatau ٌ ٍ ً
Bacaan Ikhfa’ Hakiki:
96
ِ
َ ُمزعمنْي
ِ
َ ُمز رعنْي ُمز ِه ِـديْ َن
حب ْو َن
ُ يُص يُصربُ ْو َن يُصلِ ُح ْو َن
studi yaitu Tajwid, yang juga telah diformat kedalam kurikulum Madrasah
satu-persatu.
ustadz/ ustadzah di atas, antara metode Iqra’ dan Tilawati juga terdapat
dimulai secara individual atau privat, terlebih dahulu santri diajak untuk
ataupun sudah sampai Al Qur’an. Oleh karena itu, pada setiap kelas harus
belajar secara Klasikal tersebut. Maka pada setiap jam pelajaran Klasikal,
mulai dan dapat disesuaikan menurut rata-rata usia santri. Misalnya pada
santri kelas VI yang rata-rata sudah membaca Al Qur’an dengan baik dan
lancar dapat menggunakan alat peraga Tilawati jilid 4 atau jilid 5. Hal
pendekatan irama Rost. Jadi khusus pada metode Tilawati saja yang
bacaan tartil.
ش
َ Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru س
َ
َق Lebih diarahkan ke bunyi KO daripada keliru خ
َ
ض
َ Lebih diarahkan ke bunyi DHO (kendor) daripada keliru ظ
ظ Lebih diarahkan ke bunyi ذ (dibaca dengan bibir agak maju)
santri terhindar dari kesalahan pelafalan huruf sejak dini dan terbiasa
solusinya dapat ditemukan dapat menjadi jalan atau media untuk menuju
kesuksesan.
penghambat) tersebut.
Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: tersedianya alat-alat peraga Iqra’ dan
Tilawati. Akan tetapi untuk saat ini alat peraga yang sering dan selalu
digunakan adalah alat peraga Tilawati, hal ini dilakukan sebagai sarana
pada metode Iqra’ tidak diperkenankan memakai lagu (tartil) jika santri
berlangsung secara optimal dan maksimal, maka pada setiap kelas selain
diajar oleh ustadz/ ustadzah wali kelas, juga dibantu oleh asisten. Maka
101
asisten juga harus mengetahui bagaimana bentuk atau struktur serta cara
Jika asisten tidak pernah mengikuti diklat atau pelatihan kedua metode
tersebut dapt belajar secara autodidak, misalnya saja untuk metode Iqra’
dapat melihat panduan atau petunjuk mengajar Iqra’ yang tercantum pada
yang ditawarkan oleh metode tersebut terlalu sulit (rumit). Oleh karena itu,
makharijul huruf tersebut kedalam satu bidang studi yaitu Tajwid, yang
mengadakan kursus tartil gratis bagi para ustadz/ ustadzah. Kursus tartil
tutor atau ustadz yang berpengalaman serta mengetahui seluk beluk Irama
Tartil. Dan untuk metode Iqra’, apabila ustadz/ ustadzah tidak pernah
Misbahus Sholihah tersebut, maka pada metode Iqra’ dan metode Tilawati
salah factor penghambatnya yaitu terletak pada materi bacaan mad yang
tersebut terjadi karena santri merasa kebingungan atau lupa pada bacaan
mana yang harus dibaca panjang serta mana yang harus dibaca pendek.
antara mengingat atau menghafal lagu dengan materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
diklat atau pelatihan Tilawati belajar dengan Irama Rost melalui kaset,
“...Pada metode Iqra’ tidak disusun atau dicetak buku khusus untuk
panduan petunjuk membaca secara Klasikal. Selain itu pada metode Iqra’
santri tidak dikenalkan pada huruf-huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika
santri sampai pada Iqra’ jilid 6 dan bertemu dengan bacaan-bacaan
fawatihussuwar atau Muqhottho’ah, santri tidak dapat membacanya
dengan benar dan membutuhkan bimbingan serta contoh dari
ustadz/ustadzah.” (Wawancara dengan Ibu Lailil Qomariyah selaku
Kepala Madrasah Diniyah Al Husna, tgl. 10 Oktober 2006, pkl. 16.15
wib.)
membaca secara Klasikal. Selain itu, pada metode Iqra’ ini santri tidak
bantuan atau contoh dari ustadz/ ustadzah. Sehingga pada materi atau
BAB V
Al Qur’an. Yaitu dengan cara mengganti metode lama (Iqra’) dengan metode
baru (Tilawati) secara bertahap. Bukan berarti dengan berganti metode baru
Pada dasarnya sistem yang dimiliki oleh kedua metode tersebut sama,
Qur’an secara praktis. Selain menerapkan sistem Eja Langsung, dimana santri
tidak perlu mengeja huruf satu-persatu serta menghafal ke-29 huruf Hijaiyah
tuntunan atau informasi secara berlebihan kepada santri mengenai materi yang
kebutuhan santri. Hal tersebut dimaksudkan agar santri dapat mandiri dan
bahwa:
Prinsip CBSA (Cara Belajar Santri Aktif) atau prinsip ‘Biriyadlotuil Athfal’
adalah suatu prinsip dalam pengajaran yang ditandai oleh diutamkannya
‘belajar’ daripada ‘mengajar’, atau dengan perkataan lain CBSA adalah
suatu sistem belajra-mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik,
mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa
perpaduan antara matra kognitif, afektif, dan psikomotorik”.50
50
HM. Budiyanto, , op.cit., hlm. 19
107
bacaan santri tersebut ditulis atau dicatat dalam buku prestasi bacaan santri
atau biasa disebut dengan kartu drill. Jika santri mampu membaca dengan baik
dan benar, maka santri dapat melanjutkan ke halaman atau materi selanjutnya.
Teknik privat atau penyemakan ini biasa juga disebut dengan teknik
membaca halaman terakhir (EBTA) di depan munaqis, dalam hal ini yang
jika bacaan santri baik dan benar maka dapat melanjutkan pada tingkatan jilid
Diniyah Al Husna juga menggunakan teknik Klasikal. Dan untuk teknik ini
Lawang
persamaan yang dimiliki oleh metode Iqra’ dan metode Tilawati antara lain
108
Kemudian susunan buku atau jilidnya Variatif, karena kedua metode tersebut
disusun menjadi beberapa jilid yang disajikan menjadi beberapa buku dengan
sehingga melalui warna-warna cover atau sampul yang menarik tersebut dapat
tidak membutuhkan banyak waktu serta tidak harus menghafal ke-29 huruf
Hijaiyah terlebih dahulu. Dan agar santri terhindar dari kesalahan dalam
pelafalan makhraj maka sejak jilid pertama (awal), pada huruf yang agak sulit
ش
َ Lebih diarahkan ke bunyi SIA daripada keliru س
َ
109
ظ Lebih diarahkan ke bunyi ذ (dibaca dengan bibir agak maju)
mengingat usia santri yang masih sangat kecil atau santri memiliki
keterbatasan fisik. Maka secara bertahap santri tersebut harus juga dibiasakan
dan diarahkan untuk melafalkan huruf yang sempurna, agar kelak ketika ia
dewasa dapat melafalkan huruf dengan baik dan benar. Oleh karena itu, para
ustadz/ ustadzah harus tetap menanamkan kepada santri cara pelafalan huruf
yang baik dan benar sedini mugkin. Sebagaimana yang tercantum dalam buku
karangan Nur Uhbiyati, yang menyatakan bahwa “semua yang dipelajari anak
dan Tilawati pada Madrasah Diniyah Al Husna antara lain yaitu: untuk
Oleh karena itu, para ustadz/ustadzah harus bisa memberikan contoh bacaan
secara fasih di depan santri. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dipaparkan
dalam tehnik mengajar buku Tilawati pada jilid 4, yaitu “pada jilid 4 ini
merupakan kunci keberhasilan bacaan tartil, maka ustadz yang mengajar jilid
51
Nur Uhbiyati, loc. cit.
110
ini bacaannya harus benar-benar tartil/fasih dan telah mentashihkan diri pada
setempat”.52
diberikan sebelum santri khatam atau dapat melafalkan bacaan secara baik dan
berlagu walaupun dengan irama Murottal, dan untuk kaset Murottal yang
dikeluarkan oleh Team Tadrus ‘AMM’ dimaksudkan bagi yang sudah lancar
menggunakan 2 warna tinta yaitu tinta hitam dan tinta merah, tinta merah
sedangkan tinta hitam untuk materi yang pernah diberikan sebelumnya, seperti
ت
َ ب
َ
ت
َ ب
َ تب
َ ت
َ ا
تا
َ ب
َ ت
َ ت
َ ت
َ
ب
َ ت
َ ت
َ ت
َ ب
َ ت
َ
ت
َ ب ا
َ ب
َ ت ا
َ
52
H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 4 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah,
2004), hlm. iv
53
As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 6 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 2
111
ت
َ ب
َ ا ب
َ ت
َ ا
ت
َ ب
َ ب
َ ب
َ ت
َ ت
َ
54
menggunakan tinta hitam saja baik pada materi yang sudah diberikan
ت
َ ب
َ
تبا
َ تب
َ ا
ت
َ ب
َ ا ب
َ تا
َ
ب
َ ت
َ ا تا
َ ب
َ
ت
َ با
َ ت
َ تا
َ
تا
َ ت
َ ب
َ ت
َ ا
ت
َ ب
َ ا ت
َ ب
َ ا
55
Husna Lawang
54
H. Hasan Sadzili, dkk., Tilawati Jilid 1 (Surabaya: Pesantren Virtual Nurul Falah,
2004), hlm. 2
55
As’ad Humam, Buku Iqra’ jilid 1 (Yogyakarta: Team Tadarus “AMM”, 2000), hlm. 6
112
metode Iqra’ dan Tilawati antara lain yaitu: tersedianya alat-alat peraga Iqra’
dan Tilawati, yang juga didukung oleh kaset-kaset Murottal dengan beragam
yaitu dengan sarana atau media kaset-kaset Murottal tersebut yang diputar
pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan hal yang
Individual seorang wali kelas dibantu oleh seorang asisten. Sehingga prestasi
bacaan santri dapat dipantau secara maksimal, dan memiliki waktu belajar
pernah mengikuti diklat ataupun pelatihan metode ini dapat melihat atau
merujuk pada petunjuk mengajar yang tercantum pada tiap jilidnya, dimana
pada tiap jilid terdapat petunjuk yang berbeda-beda, seperti berikut ini:
56
Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 62
113
diantaranya yaitu: yaitu terletak pada materi bacaan mad yang seringkali
karena santri merasa kebingungan atau lupa pada bacaan mana yang harus
Salah satu penyebabnya yaitu karena santri merasa bingung antara mengingat
Selain itu, pada metode Iqra’ ini santri tidak dikenalkan pada huruf-
huruf Hijaiyah asli, sehingga ketika santri menginjak pada jilid 6 khususnya
materi atau bahasan ini santri cenderung mengulangnya sampai beberapa kali.
kontinyu atau berkelanjutan dari ustadz/ ustadzah, agar ketika santri membaca
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
58
Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 61
115
dan analisis data di atas, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
oleh seorang asisten sehingga prestasi bacaan santri dapat dipantau secara
maksimal dan santri memiliki banyak waktu belajar yang maksimal pula.
B. Saran
dan mengamalkan ajaran Al Qur’an supaya kelak menjadi insan shalih dan
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman, Dudung. 2004. 350 Mutiara Hikmah dan Sya’ir Arab. Bandung:
Media Qalbu.
Pentafsir Al Qur’an.
Tadarus “AMM”.
et. al.. 2004. Tilawati Jilid 1-5. Surabaya: Pesantren Virtual Al Falah.
IKIP Malang.
Hasan, Muhammad Tholhah. 2004. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia.
Humam, As’ad. 2000. Buku Iqra’ (Jilid 1-6). Yogyakarta: Team Tadarus
“AMM”.
Jakarta: Lentera
Muhaimin, H. Abd. Ghofir, dan Nur Ali Rahman.. 1996. Strategi Belajar
Pustaka.
Said, Usman dan Jalaluddin. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
Nasional.
Surachmad, Winarno. 1976. Dasar dan Tehnik Research. Bandung: CV. Tarsito.
Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: C.V. Pustaka Setia.