You are on page 1of 10

PEMERIKSAAN RECTUM DAN ANUS

Latar belakang

Maksud dari pembuatan makalah ini adalah memberikan pemberitahuan terhadap semua
masyarakat tentang bahaya-bahaya akan penyakit yang menyerang pada rectum dan anus.
Dalam makalah ini juga disebutkan apa saja dampak dari penyakit pada rectum dan anus, dan
terletak pada bagian tubuh manakah rectum dan anus. Pada makalah ini disebutkan juga
definisi dari rectum dan anus. Dari makalah ini kita dapat mengetahui definisi, penyakit
akibat dan cara penanganan penyakit pada rectum dan anus.

Rectum dan anus adalah salah satu bagian dari organ pencernaan pada manusia. Dimana pada
bagian ini (rektum) sudah tidak terjadi lagi proses penyerapan sari makanan.

Tujuan

1. Mengetahui lebih awal penyebab penyakit pada rektum dan anus


2. Mengetahui cara penanganan penyakit pada rektum dan anus.
3. Penanganan lebih dini pada keluhan yang terjadi dibagian rektum dan anus
4. Dampak-dampak dari penyakit pada rektum dan anus

Manfaat

1. Dapat memahami penanganan penyakit pada rektum dan anus.


2. Dapat meminimalisir dampak penyakit yang lebih kronis pada rektum dan anus.
3. Dapat memelihara dan menjaga kesehatan rektum dan anus pada setiap induvidu.

INDIKASI

1. Konstipasi
Konstipasi berhubungan dengan jalur pembuangan yang kecil, kering, kotoran yang keras,
atau tidak lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi karena pergerakan feses
melalui usus besar lambat dimana reabsorbsi cairan terjadi di usus besar. Konstipasi
berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan
dari otot-otot volunter pada proses defekasi.

Ada banyak penyebab konstipasi :


1. Kebiasaan buang air besar (b.a.b) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan b.a.b yang
tidak teratur. Refleks defekasi yagn normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks ini
terkondisi menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi
hilang.
Anak pada masa bermain biasa mengabaikan refleks-refleks ini; orang dewasa
mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan
bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet
juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah
membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan.
2. Penggunaan laxative yang berlebihan
Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar.
Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan
keinginan b.a.b – refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna
laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek
yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).
3. Peningkatan stres psikologis
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik
usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan
usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan
konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan adanya
periode pertukaran antara diare dan konstipasi.
4. Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses menghasilkan produks ampas
sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat
seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya
asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut.
5. Obat-obatan
Banyak obat-obatan dengan efek samping berupa konstipasi. Beberapa di antaranya seperti ;
morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik,
melambatkan pergerakan kolon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Penyebab
lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada
mukosa usus menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat
menyebabkan diare pada sebagian orang.
6. Latihan yang tidak cukup
Pada klien dengan masa rawat inap yang lama, otot secara umum akan melemah, termasuk
otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Kurangnya
latihan secara tidak langsung dihubungkan dengan berkurangnya nafsu makan dan
kemungkinan kurangnya jumlah serat yang penting untuk merangsang refleks pada proses
defekasi.
7. Umur
Pada manula, otot-otot dan tonus spinkter semakin melemah turut berperan sebagai penyebab
punurunan kemampuan defekasi.
8. Proses penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya obstruksi
usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang
menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk buang air besar;
terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.
Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika b.a.b dapat menyebabkan stres pada
abdomen atau luka pada perineum (post operasi); Ruptur dapat terjadi jika tekanan saat
defekasi cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas.
Gerakan ini dapat menyebabkan masalah serius pada orang dengan sakit jantung, trauma
otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intra torakal
dan intrakranial. Pada kondisi tertentu, tekanan ini dapat dikurangi jika seseorang
mengeluarkan napas melalui mulut ketika mengejan/regangan terjadi. Bagaimanapun,
menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik.

2. Impaksi Feses (tertahannya feses)


Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang mengeras, feses
seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi yang lama dan akumulasi
dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yang gawat feses terkumpul dan ada di dalam colon
sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya diare dan kotoran yang tidak normal. Cairan
merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan
pemeriksaan digital pada rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat
dipalpasi.
Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada
keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda umum dari terjadinya
penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi tegang dan bisa juga terjadi muntah.
Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buang air besar yang jarang dan konstipasi.
Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. Barium digunakan pada pemeriksaan
radiologi pada saluran gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi faktor penyebab,
sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk memastikan pergerakan
barium.
Pada orang yang lebih tua, faktor-faktor yang beragam dapat menyebabkan impaksi; asupan
cairan yang kurang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas, melemahnya tonus otot.
Pemeriksaan digital harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati karena rangsangan pada
nervus vagus di dinding rektum dapat memperlambat kerja jantung pasien.

3. Persiapan pre operasi

Biasanya pada semua tindakan operasi sebelumnya di lakukan enema. Anastesia umum (GA)
dalam pembedahan bisa diberikan melalui enema dengan tujuan untuk mengurangi efek
muntah selama dan setelah operasi, juga mencegah terjadinya aspirasi.

4. Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi seperti colonoscopy, endoscopy, dll.

Pengkajian

Pengkajian pasien dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif melalui
interview dan pemeriksaan fisik terutama yang berkaitan dengan saluran cerna, pemeriksaan
laboratorium dan radiology
Rektum dan anus
Pada pemeriksaan anorektal klien biasanya dianjurkan dalam posisi sims/miring ke kiri atau
genupectoral. Klien wanita juga disarankan dalam posisi litotomi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan berasal dari pengkajian data yang konkrit dari perawat.

Contoh – contoh diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan alternatif b.a.b :

1. Konstipasi yang berhubungan dengan barium.

2. Konstipasi yang berhubungan dengan immobilitas

3. Konstipasi yang berhubungan dengan trauma pada sumsum tulang belakang

Perencanaan

Tujuan utama klien dalam perencanaan/intervensi adalah :

1. mengerti tentang eleminasi yang normal

2. mengerti akan makanan dan cairan yang dibutuhkan secara wajar

3. memelihara integritas kulit

4. mengikuti program latihan secara teratur

5. memelihara kestabilan dalam pengeluaran BAB

6. mengerti tentang pengukuran untuk menghilangkan stress

Prosedur pemberian pemeriksaan rectum dan anus

Persiapan pasien

a. Mengucapkan salam terapeutik

b. Memperkenalkan diri

c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang

d. Prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.


e. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

f. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.

g. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi

h. Menjaga privasi klien.

i. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek


selama berkomunikasi dan melakukan tindakan

j. Pasien disiapkan dalam posisi yang sesuai

Peralatan

1. sarung tangan

2. selimut mandi untuk menutupi klien

3. bedpan.

Intervensi

1. Tutup pintu/pasang sampiran (screen).

Rasional: memberikan privasi pada klien.

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

Rasional: pencegahan terjadinya transmisi bakteri.

3. Kaji kondisi anal dan deformitas.

Rasional: pengkajian merupakan tahap awal setiap prosedur yang akan memberikan
informasi suatu tindakan dapat dilaksanakan atau tidak.

4. memberikan informasi dapat meningkatkan kesiapan dan kerjasama pasien selama proses
tindakan enema berlangsung.

5. Bantu klien orang dewasa atau usia toddle untuk mengambil posisi lateral kiri, dengan
kali kanan fleksi dan beri selimut mandi.

6. Pencatatan merupakan aspek legal sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat.
EVALUASI

Klien akan :

· Menetapkan waktu yang teratur untuk defekasi

· Berpartisipasi dalam program latihan yang teratur

· Memakan makanan sesuai dengan diet yang ditentukan

· B.A.B dengan nyaman dan lancar

· Minum + 2000 ml cairan / hari

· Tidak terjadi defekasi pada saat dilakukan tindakan operasi

· Sukses pada pemeriksaan diagnostic radiologi

DAFTAR PUSTAKA
Carol Taylor Et All, 1997, Fundamental Of Nursing, Lippincott Raven
Washington.

Chen TS, Chen PS (1989). “Intestinal autointoxication: a medical


leitmotif”. Journal of Clinical Gastroenterology.

www.google.com

www.msn.com

PEMERIKSAAN REKTUM DAN ANUS


Disusun oleh :
1. Nurtin ( 33 )

2. Ovi Nindya Putri ( 34 )

3. Putu Citra Adi Antara ( 35 )

4. Rahayu Isti Suryani ( 36 )

5. Ratna Astuti ( 37 )

6. Ratna Suciati ( 38 )

7. Refana Indra Kusuma ( 39 )

8. Rifqi Achmad Danu K ( 40 )

9. Rini Tri Astuti ( 42 )

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2010

You might also like