You are on page 1of 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan dunia bisnis yang semakin kompetitif menyebabkan
perubahan besar luar biasa dalam persaingan, produksi, pemasaran,
pengelolaan sumber daya manusia, dan penanganan transaksi antara
perusahaan dengan pelanggan dan perusahaan dengan perusahaan lain.
Persaingan yang bersifat global dan tajam menyebabkan terjadinya
penciutan laba yang diperoleh perusahaan-perusahaan yang memasuki
persaingan tingkat dunia. Hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki
keunggulan pada tingkat dunia yang mampu memuaskan atau memenuhi
kebutuhan konsumen, mampu menghasilkan produk yang bermutu, dan
cost effevtive.1
Dalam kajian manajemen strategik, pengukuran hasil (performace)
memegang peran sangat penting, karena ini tidak saja berkaitan dengan
penentuan keberhasilan akan tetapi menjadi ukuran apakah strategi
berhasil atau tidak. Artinya hasil akan dijadikan ukuran apakah strategi
berjalan baik atau tidak, bila organisasi tidak dapat mencapai hasil maka
diagnosa pertama menunjukkan bahwa strategi tidak berjalan. Dalam
ukuran yang dinilai tradisionil, menunjukkan bahwa ROI (Return On
Investment) mengandung berbagai kelemahan. Kelemahan ini
bagaimanapun memaksa praktisi memikirkan ukuran yang lebih
komprehensif yang dapat digunakan. Di Amerika, misalnya, dikenal
Malcolm Baldrige National Quality yang setiap tahunnya memberikan
penghargaan melalui acara yang sangat bergengsi. Bagaimanapun
program seperti di atas berpengaruh terhadap kinerja bisnis. Sejumlah
korporasi turut serta dalam penilaian dan hasil penilaian tim independen
dengan menggunakan prinsip Malcom Baldrige National Quality dimana
hasilnya tiap tahun diumumkan. Sepanjang ini program tersebut diyakini

1. Mulyadi, 1999, Strategic Management System Dengan Pendekatan Balanced


Scorecard (Bagian Pertama Dari Dua Tulisan), Usahawan, No 02, Tahun XXVIII,
Februari, Halaman 39-46.

1
telah meningkatkan daya saing bisnis Amerika di pasar global, karena
program ini telah meningkatkan kualitas bisnis.2
Sama halnya dengan itu, di Indonesia dikenal satu ukuran Program
Proper yang dikembangkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Ukuran
ini pada dasarnya fokus kepada evaluasi aktivitas nyata perusahaan
dalam menerapkan manajemen lingkungan. Setiap tahun perusahaan
yang tergabung dalam program dievaluasi dan diberi peringkat mulai dari
emas, hijau, biru, merah dan hitam. Masing-masing kriteria ini terkait
dengan penerapan manajemen lingkungan. Adapun publikasi dari Proper
menunjukkan seberapa pedulli satu perusahaan terhadap penerapan
manajemen lingkungan. Kriteria penerapan manajemen lingkungan
ternyata menjadi isu sentral dalam pengembangan bisnis modern
sehingga harus dinyatakan menjadi satu ukuran.3
Bagaimanapun bisnis ataupun organisasi semakin berkembang
maju, pesat sehingga ukuran ROI dinilai tidak saja cukup akan tetapi
dinilai tidak menggambarkan kondisi riil dan masa depan yang memadai
sebagai satu ukuran dari perusahaan yang menggunakannya. Untuk lebih
meningkatkan kemampuan daya saing perusahaan, perusahaan
menyadari bahwa dibutuhkan penerapan strategi yang tepat, kompetitif
dan komprehensif serta sejalan dengan visi dan misi perusahaan. Dalam
rangka menetapkan suatu strategi manajemen yang tepat, kompetitif dan
komprehensif maka hal yang pertama kali harus dilakukan perusahaan
adalah melakukan pengukuran terhadap kinerja perusahaan. Fitzgerald
menyatakan bahwa Pengukuran Kinerja memegang peranan penting
dalam memastikan keberhasilan strategi yang dijalankan perusahaan.
Agar dapat diperoleh strategi manajemen yang tepat dan sesuai dengan
visi dan misi perusahaan, metode pengukuran kinerja yang ada harus
mampu mengukur kinerja perusahaan dari segala aspek sehingga dapat
diketahui keadaan keseluruhan dari perusahaan dan penerapan Balanced

2. http://www.stie-stikubank.ac.id/webjurnal diakses tanggal 25 desember 2010


3. Anonim, 2005. Program Penilaian Kinerja Perusahaan, Kementrian
Lingkungan Hidup.

2
Sorecard sebagai alat pengukur kinerja merupakan solusi yang paling
tepat.
Pada dasarnya ada beberapa teori dalam menganalisis kinerja
pada perusahaan atau organisasi, antara lain yang akan diuraikan pada
pembahasan dalam makalah ini adalah teori pada Balanced Score Card,
dan teori analisis SWOT, karena menurut penulis dua hal ini bisa dijadikan
sebagai alternatif dalam mengukur kinerja suatu perusahaan ataupun
organisasi.

B. Rumusan Masalah
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor penunjang
keberhasilan suatu perusahaan, sehingga keberadaannya tidak dapat
diabaikan begitu saja. Dengan mengetahui kinerja perusahaan kita akan
mengetahui apakah tujuan atau target perusahaan dapat tercapai atau
belum, sehingga dapat dilakukan tindakan untuk perbaikan dimasa
datang. Pengukuran kinerja perusahaan umumnya menggunakan ukuran-
ukuran yang terfokus pada aspek keuangan. Namun pengukuran yang
hanya berfokus pada aspek keuangan saja dianggap belum cukup,
sehingga masih diperlukan suatu alat penilaian kinerja yang mampu
memberikan informasi yang lebih lengkap baik keuangan maupun non
keuangan. Untuk itu penggunaan Balanced scorecard dan Analisis SWOT
sebagai alternatif penilaian kinerja perusahaan layak untuk digunakan
mengingat bahwa Balanced Scorecard dan Analisis SWOT tidak hanya
melakukan penilaian kinerja dari aspek keuangan saja melainkan dari
aspek non keuangan.
Dari situ maka dapat diuraian suatu permasalahan yaitu :
Bagaimana Balanced Score Card dan Analisis SWOT dapat
menjadi Alternatif dalam mengukuran kinerja suatu organisasai ataupun
perusahaan ?

3
BAB II
ANALISIS LITERATUR

A. Pengertian Balance Score Card


Sesungguhnya ada perspektif non keuangan yang lebih penting
yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan. Kenyataan
inilah yang menjadi awal terciptanya konsep balanced scorecard. Sejarah
Balanced scorecard dimulai dan diperkenalkan pada awal tahun 1990 di
USA oleh David P Norton dan Robert Kaplan melalui suatu riset tentang
“pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan”. Istilah balanced
scorecard terdiri dari 2 kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard
(kartu skor). Kata berimbang (balanced) dapat diartikan dengan kinerja
yang diukur secara berimbang dari 2 sisi yaitu sisi keuangan dan non
keuangan, mencakup jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan
bagian internal dan eksternal, sedangkan pengertian kartu skor
(scorecard) adalah suatu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil
kinerja baik untuk kondisi sekarang ataupun untuk perencanaan di masa
yang akan datang.
a. Sejarah
Awal 1992, Robert Kaplan dan David Norton mempublikasikan
dalam Harvard Business Review metode pengukuran mereka: ‘The
Balanced Scorecard – Measures That Drive Performance’. BSC adalah
alat yang menyediakan pada para manajer pengukuran komprehensif
bagaimana organisasi mencapai kemajuan lewat sasaran-sasaran
strategisnya. Metode ini menjelaskan bagaimana aset intangible
dimobilisasi dan dikombinasikan dengan aset tangible untuk menciptakan
proposisi nilai pelanggan yang berbeda dan hasil finansial yang lebih
unggul. Norton dan Kaplan menempatkan BSC sebagai alat bagi
organisasi (termasuk yang berasal dari sektor publik dan non-profit) untuk
mengelola kebutuhan pemegang sahamnya. Lebih jauh mereka
menganjurkan BSC sebagai alat untuk memperbaiki aliran informasi dan
komunikasi antara top eksekutif dan manajemen menengah dalam

4
perusahaan. Pertimbangan sasaran finansial sebagian besar masih
serupa dengan sistem tradisional manajemen dan akuntansi. Satu
perbaikan penting dari BSC terletak pada fokusnya mendorong nilai bagi
profitabilitas masa depan perusahaan. Perspektif pasar bertujuan
mengidentifikasi segmen pelanggan yang berkontribusi pada sasaran
finansial. Dalam istilah manajemen berbasis pasar, dimensi ini membuat
perusahaan mampu mencapai proses dan produk internal yang sejalan
dengan keperluan pasar. Dalam dimensi internal processes, perusahaan
harus mengidentifikasi dan menstrukturkan secara efisien proses-proses
pendorong nilai internal yang vital terkait dengan sasaran pelanggan dan
pemegang saham. Perspektif organizational development akhirnya
mencoba menggambarkan semua aspek terkait dengan staf dan
organisasional yang vital pada proses reengineering organisasi. 4
Norton dan Kaplan merekomendasikan integrasi secara sistematis
BSC kedalam sistem manajemen perusahaan yang telah ada. Untuk itu
mereka menyarankan fase-fase penataan (set-up) dan implementasi
strategi. Agar BSC secara efektif menjadi alat mentransformasikan
strategi kedalam aksi pelaksanaan, Norton dan Kaplan menekankan
pentingnya pelatihan dan komunikasi secara teratur (seperti dengan
leaflet, majalah, intranet, dst), disertai pengukuran sasaran-sasaran yang
terdefinisi secara jelas diseluruh perusahaan. Akhirnya penerapan BSC
akan mampu memperbaiki system manajemen perusahaan yang ada saat
ini melalui: penetapan sasaran yang lebih maju, menetapkan definisi
pengukuran strategis, dan integrasi strategi jangka panjang kedalam
proses penganggaran tahunan. Asumsi dasar penerapan BSC adalah
bahwa organisasi pada intinya adalah institusi pencipta kekayaan. Karena
itu semua kegiatannya harus dapat menghasilkan tambahan kekayaan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.5

4. Andie, Tri, Purwanto, 2003, Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Indikator


Komprehensif Pengelolaan Sumber Daya Alam – Lingkungan Hidup, (Makalah dalam
Seminar Sistem Manajemen Pengelolaan Sumber Daya Alam – Lingkungan Hidup, Hotel
Borobudur Jakarta)
5 Kaplan, R. S. dan D. P. Norton. 1996. Balanced scorecard; Menerapkan
Strategi Menjadi aksi. Erlangga. Jakarta.Hal. 184

5
b. Pengertian Umum
Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu nilai
(scorecard) dan balanced (berimbang). Maksudnya adalah kartu nilai
untuk mengukur kinerja personil yang dapat dibandingkan dengan kinerja
yang direncanakan, serta dapat digunakan sebagai evaluasi. Serta
berimbang (balanced) artinya kinerja personil diukur secara berimbang
dari dua aspek: keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka
panjang, intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan
untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan,
personil tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara
pencapaian kinerja keuangan dan non-keuangan, kinerja jangka pendek
dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat internal dan kinerja
eksternal (fokus komprehensif). Pada awal perkembangannya, BSC
hanya ditujukan untuk memperbaiki system pengukuran kinerja eksekutif.
Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari
perspektif keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif
mengabaikan kinerja non keuangan seperti kepuasan pelanggan,
produktifitas, dan kefektifan proses yang digunakan untuk menghasilkan
produk dan jasa, dan pemberdayaan dan komitmen karyawan dalam
menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan pelanggan. 6
Pada awal perkembangan penerapan konsep balanced scorecard,
perusahan-perusahaan yang ikut sebagai “kelinci percobaan” mengalami
pelipatgandaan kinerja keuangan mereka. Keberhasilan ini membuka
cakrawala baru bagi eksekutif akan pentingnya perspektif non keuangan
yang berperan sebagai pemicu kinerja keuangan (measures that drive
performance).
Dari definisi tersebut pengertian sederhana dari balanced scorecard
adalah kartu skor yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan
memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan,
antara jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan faktor internal
dan eksternal. Dari hasil studi dan riset yang dilakukan disimpulkan bahwa

6 Ibid, Andie, Tri, Purwanto, 2003

6
untuk mengukur kinerja masa depan, diperlukan pengukuran yang
komprehensif yang mencakup 4 perspektif yaitu: keuangan, customer,
proses bisnis/intern, dan pembelajaran-pertumbuhan. Berdasarkan
konsep balanced scorecard ini kinerja keuangan sebenarnya merupakan
akibat atau hasil dari kinerja non keuangan (costumer, proses bisnis, dan
pembelajaran).
Di dalam sistem manajemen strategik (Strategik management
system) ada 2 tahapan penting yaitu tahapan perencanaan dan
implementasi. Posisi balanced scorecard awalnya berada pada tahap
implementasi saja yaitu sebagai alat ukur kinerja secara komprehensif
bagi para eksekutif dan memberikan feedback tentang kinerja
manajemen. Dampak dari keberhasilan penerapan balanced scorecard
memicu para eksekutif untuk menggunakan balanced scorecard pada
tahapan yang lebih tinggi yaitu perencanaan strategik.
Cerita suksesnya penerapan konsep balanced scorecard pada
berbagai perusahaan dilaporkan pada artikel Harvard Business Review
( 1996) yang berjudul “Using Balanced Scorecard as a strategik
management sistem”. Terobosan konsep balanced scorecard menyebar
dengan cepat melalui seminar, artikel manajemen, academic dan journal
ekonomi seluruh dunia.

B. Konsep Teoritis Balance Score Card


Dalam Discussion Paper yang diterbitkan oleh 2GC, sebuah
perusahaan konsultan, disebutkan bahwa definisi Balanced Scorecard
sebagai berikut:
“The Balanced Scorecard is an approach to performance
measurement that combines traditional financialmeasures with non-
financial measures to provide managers with richer and more
relevant information about activities they are managing.”7
Sedangkan Chow et al., menyebutkan definisi Balanced Scorecard

7 2GC Active Management, Combining EVA with the Balanced Scorecard to Improve Strategic
Focus and Alignment, Januari 2001, hal. 3.

7
sebagai berikut:
“Essentially, the BSC is a set of financial and nonfinancial
measures relating to company critical success factors. What is
innovative about that concept is that components of thescorecard
are designed in integrative fashion such they reinforce each other
in indicating boththe current and future prospects of the company.”8

Balanced Score card Theory Menerjemahkan visi dan strategi


perusahaan kedalam tujuan konkrit terorganisasi disepanjang jalur 4
perspektif yang berbeda: finansial, pelanggan, proses internal, dan
pembelajaran dan pertumbuhan. Prinsip dasarnya adalah memfokuskan
pada pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan
sekarang, perusahaan akan mengamankan posisi finansial masa
depannya. Mengenali keseimbangan antara pengukuran jangka pendek
dan menengah ini penting bagi perusahaan yang ingin cenderung
menginginkan kesuksesan finansial jangka pendek.
Balanced Scorecard Theory memiliki konsep penting antara lain :9
1. Menambahkan 3 perspektif tambahan pada perspektif finansial yang telah
ada.
2. Konsep penting kedua adalah penggunaan indikator leading dan lagging.
Indikator lagging adalah pengukuran yang menjelaskan sesuatu telah
terjadi, karena itu jika perusahaan bereaksi pada pengukuran itu akan
menjadi terlambat. Contohnya adalah ukuran finansial itu sendiri. Indikator
leading sebaliknya menceritakan sesuatu mengenai masa depan.
Contohnya jika perusahaan memperbaiki indeks kepuasan pelanggannya,
maka perusahaan akan dalam jalur yang benar mendapatkan penjualan
tahunan yang lebih baik.
3. Hubungan sebab-akibat. Jika kita memiliki sejumlah indikator yang terkait
dalam cara dimana kinerja sekarang satu indikator menjadi indikasi kinerja

8 Chee W. Chow, Kamal M. Haddad, and James E. Williamson, Applying the Balanced
Scorecard to
Small Companies, (IFAC, 1998), hal. 11.

9 http://magussudrajat.blogspot.com/2010/05/penerapan-balanced-scorecard,diakses
pada tanggal 27 Agustus 2010

8
yang baik di masa depan dari indikator yang lain, maka kita telah
membangun peta hubungan sebab-akibat.
4. Penerapan BSC secara berjenjang diseluruh organisasi. Umumnya
perusahaan multinasional dengan beberapa unit bisnis pertama-tama
akan menciptakan BSC bagitingkat perusahaan kemudian membangun
kartu nilai tingkat unit bisnis di tingkat anak perusahaan. SBU akan
mengambil sasaran (dan bahkan indikator) scorecard perusahaan sebagai
awal pertimbangan dan mengerti bagaimana mereka member sumbangan
pada target perusahaan.

C. Empat Perspektif Dalam Balance Score Card


Dalam Balanced Score Card Visi dan strategi diterjemahkan
kedalam 4 perspektif yang kemudian oleh masing-masing perspektif visi
dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai
oleh organisasi, ukuran (measures) dari tujuan, target yang diharapkan
dimasa yang akan datang serta inisiatif–inisiatif atau program yang harus
dilaksanakan untuk memenuhi tujuan-tujuan strategis seperti pada
gambar di bawah ini:

1. Perspektif Finansial

9
Perspektif Finansial dapat menunjukkan apakah implementasi
strategi perusahaan dalam pelaksanaannya memberikan peningkatan
atau perbaikan. Dalam perspektif finansial organisasi merumuskan tujuan
finansial yang ingin dicapai organisasi dimasa yang akan datang.
Selanjutnya tujuan finansial tersebut dijadikan dasar bagi ketiga perspektif
lainnya dalam menetapkan tujuan dan ukurannya. Tujuan finansial suatu
organisasi bisnis biasanya berhubungan dengan profitabilisas yang bisa
diukur berdasarkan laba operasi, return on asset (ROA), return on equity
(ROE), dan lainnya. Ukuran finansial menggambarkan apakah
implementasi strategi organisasi memberikan kontribusi atau tidak
terhadap keberhasilan finansial organisasi.
Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus
tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran
perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus
bisnis oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap berikut:10
a. Berkembang (Growth)
b. Bertahan (Sustain Stage)
c. Panen (Harvest)

2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, organisasi mengidentifikasikan
pelanggan dan segmen pasar dimana organisasi akan bersaing.
Perusahaan biasanya memilih dua kelompok ukuran untuk perspektif
pelanggan. Tujuan yang bisa ditetapkan dalam perspektif ini adalah
pemuasan kebutuhan pelanggan. Kelompok ukuran pertama merupakan
Ukuran-ukuran yang digunakan dalam perspektif ini antara lain retensi
pelanggan, kepuasan pelanggan, profitabilitas pelanggan, akuisisi
pelanggan baru, market share, dan lainnya. Dalam perspektif ini
organisasi menyusun strategi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan yang pada akhirnya memberikan keuntungan finansial bagi

10 Veithzal Rivai dkk, Performance Appraisal, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004

10
organisasi. Kelompok ukuran kedua merupakan faktor pendorong kinerja
– pembeda (differentiator) – hasil pelanggan. Semua ukuran ini memberi
jawaban atas pertanyaan apa yang harus diberikan perusahaan kepada
pelanggan agar tingkat kepuasan, retensi, akuisisi, dan pangsa pasar
yang tinggi dapat tercapai.

3. Perspektif Operasi Internal


Menurut Kaplan dan Norton, dalam proses bisnis internal, manajer
harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting di mana
perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal
tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat
memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham.
Perpektif proses Operasi internal mengidentifikasikan proses-proses yang
pentig bagi organisasi untuk melayani pelanggan (persepektif pelanggan)
dan pemilik organisasi (perpektif finansial). Komponen utama dalam
proses bisnis internal adalah: 1) proses inovasi, yang diukur dengan
banyaknya produk baru yang dihasilkan organisasi, waktu penyerahan
produk ke pasar, dan lainnya 2) proses operasional, yang diukur dengan
peningkatan kualitas produk, waktu proses produksi yang lebih pendek,
dan lainnya 3) proses pelayanan, yang diukur dengan pelayanan purna
jual, waktu yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada
pelanggan, dan lainnya.11

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk
menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Tujuan dalam perspektif ini
adalah menyediakan infrastruktur bagi perspektif finansial, pelanggan, dan
proses bisnis internal, agar tujuan dari perspektif-persepektif tersebut
tercapai. Perspektif ini bertujuan meningkatkan kemampuan karyawan,
meningkatkan kapabilitas sistem informasi, dan peningkatan keselarasan
dan motivasi. Ukuran yang bisa digunakan antara lain kepuasan

11 Veithzal Rivai dkk, Performance Appraisal, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta


2004

11
karyawan, retensi karyawan, banyaknya saran yang diberikan oleh
karyawan, dan lainnya. Setiap tujuan dan ukuran dari setiap perspektif
merupakan suatu hubungan sebab akibat, artinya jika tujuan dari
perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan
pertumbuhan tercapai, maka pada akhirnya adalah peningkatan kinerja
finansial organisasi. Hubungan sebab akibat merupakan komponen
penting dalam performance measurement model karena hubungan sebab
akibat dapat membantu memprediksi tujuan finansial yang akan tercapai,
dan dapat menciptakan proses pembelajaran, motivasi dan komunikasi
yang efektif.12

D. Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(strengths), dan peluang (opportunities), namum secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan (weakneses) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijaksanaan perusahaan.
Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planer) harus
menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada pada saat ini.
a. Teori Analisa SWOT
Analisa SWOT merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk merancang suatu strategi perusahaan. Dalam
analisa SWOT faktor internal (misal : manufaktur, keuangan,
pemasaran, dll) dan faktor eksternal (misal : teknologi, kompetisi,
politik, ekonomi, dll) perusahaan dipadukan untuk menciptakan
suatu matriks strategi. Dalam analisa SWOT perusahaan harus
mengidentifikasikan 4 buah elemen, yaitu:
• Strengths (kekuatan).

12 Malina, Mary, A. dan Selto, Frank, H. 2004,”Communicating and Controlling


Strategy: an Emperical Study of the Effectiveness of the Balanced Scorecard ”.

12
Di dalam elemen ini perusahaan harus mengidentifikasikan
kekuatan-kekuatan internal yang dimiliki, seperti kekuatan modal,
brand image, kekuatan teknologi, dll.
• Weaknesses (kelemahan).
Disini perusahaan harus berusaha untuk mengidentifikasikan
kelemahan yang dimilikinya. Identifikasi kelemahan ini tidak
hanya identifikasi dari sisi perusahaan saja tetapi yang lebih
penting untuk melihat kelemahan perusahaan dari pandangan
pelanggan, seperti : prosedur/operasi yang tidak efektif,
produktifitas karyawan, dll.
• Opportunities (peluang).
Faktor lain yang harus diperhatikan dan diidentifikasikan adalah
faktor peluang. Perusahaan harus mengidentifikasikan peluang-
peluang yang dapat membantu perusahaan untuk berkembang
seperti : trend baru, pangsa pasar, dll.
• Threats (ancaman).
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah perusahaan juga
harus mampu mengidentifikasikan ancaman-ancaman yang
ada/yang mungkin akan datang. Tidak ada yang menyukai
adanya ancaman, tetapi setiap perusahaan harus menyadari
bahwa ada hal-hal yang berada diluar kontrol dan perusahaan
harus bersiap menghadapinya. Contoh ancaman adalah :
perubahan permintaan, perkembangan teknologi, dll.

Didalam Matriks SWOT diuraikan berbagai kombinasi strategi untuk


berbagai keadaan (Strength-Opportunity, Strength-Threats, Weakness-
Opportunity dan Weakness-Threats). Analisis SWOT sendiri
membandingkan antara faktor eksternal dan faktor internal. Dengan
analisis ini akan dihasilkan empat kemungkinan strategi yang dapat
digunakan oleh perusahaan untuk semakin meningkatkan jumlah
nasabahnya Tujuan fundamental analisis SWOT untuk

13
mengidentifikasi trend, kekuatan dan kondisi yang memiliki dampak
potensial pada formulasi dan implementasi strategi perusahaan.
Ini merupakan langkah paling penting atas dasar dua alasan.
Pertama, setiap perubahan dalam lingkungan eksternal bisa
menimbulkan dampak serius pada perusahaan. Kedua, langkah ini
memberikan peluang untuk menyusun aspek-aspek terpenting untuk
dievaluasi.

Menurut Jatmiko, Analisis Lingkungan eksternal dipengaruhi


oleh beberapa fakfor yaitu: 13
1. Demografis, mencakup besarnya polusi, struktur usia, distribusi,
geografis, komposisi etnis, dan distribusi pendapatan.
2. Ekonomi, mencakup tingkat inflasi, tingkat bunga, defisit,
atau surplus neraca perdagangan, defisit atau surplus
anggaran, tingkat simpanan pribadi, tingkat simpanan
perusahaan dan produk domestik bruto.
3. Politik/hukum, mencakup hukum perpajakan, filosofi, hukum
pelatihan tenaga kerja, kebijakan dan filisofi pendidikan.
4. Sosial budaya mencakup wanita dalam angkatan kerja,
variasi dalam angkatan kerja, perilaku atas kualitas kerja,
pertimbangan mengenai lingkungan, pergeseran dalam
prepensi mengenai karakteristik-9 produk dan jasa.
5. Teknologi mencakup inovasi produk, inovasi proses, aplikasi
pegetahuan, fokus pada biaya penelitian pengembangan
yang didukung pemerintah maupun swasta, dan teknologi
komunikasi baru.
Analisis lingkungan internal meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Membentuk suatu komite yang melibatkan wakil-wakil
manejer dan karyawan dari seluruh bagian fungsional yang
ada di dalam organisasi/ perusahaan dan dilibatkan untuk

13 Jatmiko, Rahmat Dwi, 2003, manajemen stratejik, Edisi Pertama, Malang :


UMM Press. Hal. 30

14
melakukan analisis dan menentukan kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan organisasi/perusahaan.
2. Membandingkan dengan hasil analisis lingkungan
eksternal. Proses analisis lingkungan internal memberikan
lebih banyak peluang para anggota organisasi untuk
memahami bagaimana tentang pekerjaannya, departemennya
dalam organisasi secara keseluruhan.
3. Kesimpulan dan keputusan. Alat yang dipakai untuk
menyususun faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman) adalah Matriks SWOT.
Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan
dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya.
Aspek utama dari lingkungan perusahaan adalah
industri dimana perusahaan tersebut bersaing. Struktur industri
mempunyai p engaruh yang kuat dalam menetukan aturan
permainan persaingan selain juga strategi yang secara potensial
tersedia bagi perusahaan. Menurut Porter Keadaan persaingan
dalam suatu industri tergantung pada 5 kekuatan persaingan pokok
yaitu :14
1. Ancaman pendatang baru
Pendatang baru pada suatu industri membawa
kapasitas baru,k einginan untuk merebut bagian pasar.
Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri
tergantung pada rintangan masuk yang ada digabung
dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada yang dapat
diperkirakan oleh si pendatang baru. Rintangan masuk yaitu
skala ekonomis, diferensiasi, kebutuhan modal, akses saluran
industri dan kebijakan pemerintah.
2. Tekanan dari produk pengganti
14 Porter, Michael E, 2001, Strategi Bersaing, Teknik Analisis Industri Dan
Pesaing, Jakarta : Eirlangga, Hal. 33-35

15
Semua perusahaan dalam suatu industri bersaing
dalam arti yang luas dengan industri-industri yang
menghasilkan produk pengganti. Mengenali produk pengganti
adalah persoalan mencari produk lain yang dapat
menjalankan fungsi yang sama seperti produk industri. Produk
pengganti yang perlu mendapatkan perhatian adalah produk
yamg mempunyai kecendrugan utuk memiliki harga atau
prestasi yang baik ketimbang produk industri dan dihasilkan
oleh industri yang berlaba tinggi.
3. Kekuatan tawar- menawar pembeli
Pembeli bersaing dengan industri dengan cara
memaksa harga turun, tawar-menawar untuk mutu yang lebih
tinggi dan pelayanan yang lebih baik. Dalam hal ini pembeli
cenderung untuk mencari harga yang menguntungkan dan
menggunakan dananya untuk melakukan pembelian.
4. Kekuatan tawar –menawar pemasok
Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar-
menawar terhadap para peserta industri dengan mengancam
akan menaikan harga atu menurunkan mutu produk atau jasa
ynag akan dibeli. Kondisi yang menentukan kekuatan
pemasok tidak hanya dapat berubah melainkan juga sering
kali berada diluar kekuasaan perusahaan. Perushaan
dapat memperkuat ancamannya untuk melakukan integrasi
balik, mencoba menghilangkan daya pelatihan dan sebagainya.
5. Strategi bersaing yang efektif
meliputi tindakan defensif guna menciptakan posisi yang
aman terhadap kelima kekuatan pesaing.

b. Empat Kuadran

16
• Kuadran I (positif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan
berpeluang, Rekomendasi strategi yang diberikan adalah
Progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap
sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi,
memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara
maksimal.
• Kuadran II (positif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun
menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang
diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam
kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat
sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan
untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi
sebelumnya. Oleh karenya, organisasi disarankan untuk segera
memperbanyak ragam strategi taktisnya.
• Kuadran III (negatif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun
sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah

17
Ubah Strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah
strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit
untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki
kinerja organisasi.
• Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan
menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan
adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada
pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk
meenggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal
agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil
terus berupaya membenahi diri.
Keterangan kombinasi strategi dari Matrik SWOT adalah sebagai
berikut:
1) Strategi SO
Yaitu strategi dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2) Strategi ST
Yaitu strategi dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman.
3) Strategi WO
Strategi yang memanfaatkan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
4) Strategi WT
Yaitu strategi yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman.

c. Perspektif Dalam Analisis SWOT

18
•Pertama S, yaitu dengan mengetahui kekuatan organisasi –dalam
hal ini, kekuatan bisa diartikan sebagai kondisi yang
menguntungkan untuk organisasi- tersebut. Misalnya, pengurus
yang setia terhadap organisasi, atau kas organisasi yang banyak,
dll.

•Kedua W, yaitu dengan mengetahui kelemahan organisasi –dalam


hal ini, kelemahan bisa diartikan sebagai suatu kondisi yang
merugikan untuk organisasi- tersebut. Misalnya, kondisi anggota
yang tidak aktif, dana yang tak ada, dll.

•Ketiga O, yaitu dengan mengetahui kesempatan organisasi – dalam


hal ini bisa diartikan sebagai suatu hal yang bisa menguntungkan
jika dilakukan namun jika tidak diambil bisa merugikan, atau
sebaliknya. Misalnya, sumber dana ada bila diminta.

•Keempat T, yaitu dengan mengetahui ancaman organisasi – dalam


hal ini bisa diartikan sebagai suatu hal yang akan menghambat
atau mengancam selama perjalanan kepengurusan। Misalnya,
banyak pengurus dan anggota yang tidak aktif.

BAB III
ANALISIS KINERJA

19
A. Pengertian Kinerja

Kata kinerja merupakan kata yang sering mendapat perhatian


khusus oleh setiap individu, kelompok maupun organisasi perusahaan.
Kata ini sering disandingkan dengan kata lain, seperti kinerja individu,
kinerja kelompok, maupun kinerja organisasi.
kinerja menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti “suatu
yang dicapai” atau prestasi yang dicapai atau diperlihatkan sehingga
kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kinerja oleh individu
perusahaan.
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas
perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi
yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam
memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki.15
Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan
untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi
pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-
biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi,
pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya.
Adapun kinerja menurut Mulyadi adalah penentuan secara periodik
efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi
personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi
standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga
membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi.16

B. Komponen Kinerja
Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu:

15 Veithzal Rivai dkk, Performance Appraisal, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004
16 Mulyadi dan Johny Setyawan, 1999, Sistem Perencanaan Dan Pengendalian
Manajemen, Yogyakarta: Aditya Media.

20
1. Kompetensi, berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan
untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.

2. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan


kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk
mencapai hasil kinerja (out-come).

Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja


menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau
apa yang keluar (out-come). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi
dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang
mengolah in-put menjadi out-put (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci
untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang
diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang
jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi
dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat
kemampuan individu dalam pencapaiannya.
a. Faktor Kinerja
Menurut Gibson ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
seseorang antara lain :17
• Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.

• Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan


kepuasan kerja

• Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan,


kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).

b. Tujuan Kinerja
 Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu
maupun dalam kelompok setinggi tingginya.

17 http://subektiheru.blogspot.com/2008/03/indikator-kinerja.html diakses pada


tanggal 26 Desember 2010

21
Peningkatan prestasi kerja perorangan pada
gilirannya akan mendorong kinerja staf.
 Merangsang minat dalam pengembangan pribadi
dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi
pribadi.

• Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan


perasaannya tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi
dua arah antara pimpinan dan staf.18

C. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja menurut (Donelly Gibson dan Irnacevich: 1994)
adalah suatu tingkatan keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta
kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kinerja itu
sendiri dapat dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan
dapat tercapai dengan baik.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dapat dilakukan
terhadap berbagai aktifitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan.
Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik
yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu
rencana dan titik di mana perusahaan memerlukan penyesuaian atas
aktivitas perencanaan dan pengendalian tersebut
Pngukuran kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang
tidak semstinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang
semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya
serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun
ekstrinsik.
Dengan adanya pengukuran kinerja, manajer puncak dapat
memperoleh dasar yang obyektif untuk memberikan kompensasi sesuai
dengan prestasi yang disumbangkan masing-masing pusat

18 Ibid

22
pertanggungjawaban kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini
diharapkan dapat membentuk motivasi dan rangsangan pada masing-
masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
Elemen pokok suatu pengukuran kinerja antara lain:
1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin
dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah
dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas.
Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk
mencapai tujuan dan sasaran
2. Merumuskan indicator dan ukuran kinerja.
Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung
yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja.
Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung.
3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran
organisasi.
Jika kita sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas,
maka pengukuran kinerja bias diimplementasikan. Mengukur tingkat
ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan
hasil actual dengan indicator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan.
4. Evaluasi kinerja.
Evaluasi kinerja akan mmberikan gambaran kepada penerima
informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi.
Informasi capaian kinerja dapat dijadikan:
a. Feedback
Hasil pengukuran terhadap capaian kinerjaa dijadikan dasar bagi
manajemen atau pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja pada
periode berikutnya. Bisa dijadikan landasan pemberian reward and
punishment terhadap manajer dana anggota organisasi.
b. penilaian kemajuan organisasi

23
Pengukuran kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu
sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan yang elah dicapai
organisasi.
c. meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas
Pengukuran kinerja menghasilkan informasi yang sangat
bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen
maupun stakeholders.19
Adapun ukuran penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk
manilai kinerja secara kuantitatif : 20
1. Ukuran Kinerja unggul.
Adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran
penilaian. Dengan digunakannya hanya satu ukuran kinerja, karyawan
dan manajemen akan cenderung untuk memusatkan usahanya pdada
kriteria tersebut dan mengabaikan kriteria yang lainnya, yang mungkin
sama pentingnya dalam menentukan sukses tidaknya perusahaan
atau bagian tertentu.
2. Ukuran kinerja beragam.
Adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran
untuk menilai kinerja. Ukuran kinerja beragam merupakan cara untuk
mengatasi kelemahan kriteria kinerja tunggal. Berbagai aspek kinerja
manajer dicari ukuran kriterianya sehingga manajer diukur kinerjanya
dengan berbagai kriteria.
3. Ukuran kinerja gabungan.
Dengan adanya kesadaran beberapa kriteria lebih penting bagi
perusahaan secara keseluruah dibandingkan dengan tujuan lain, maka
perusahaan melakukan pembobotan terhadap ukuran kinerjanya.
Misalnya manajer pemasaran diukur kinerjanya dengan menggunakan

19 .http://liamanalu.blogspot.com/2010/02/definisi-kinerja-dan-pengukuran-kinerja.
diakses pada tanggal 26 Desember 2010
20 Mulyadi, 1999, Strategic Management System Dengan Pendekatan Balanced
Scorecard (Bagian Akhir Dari Dua Tulisan), Usahawan, No 03, Tahun XXVIII, Maret, Hal.
36-41

24
dua unsur, yaitu provitabilitas dan pangsa pasar dengan pembobotan
masing-masing 5 dan 4. Dengan cara ini manajer pemasaran mengerti
yang harus ditekankan agar tercapai sasaran yang dituju manajer
puncak.

Dalam manajemen tradisional, ukuran kinerja yang biasa


digunakan adalah ukuran keuangan, karena ukuran keuangan inilah yang
dengan mudah dilakukan pengukurannya. Maka kinerja personil yang
diukur adalah hanya yang berkaitan dengan keuangan, hal-hal yang sulit
diukur diabaikan atau diberi nilai kuantitatif yang tidak seimbang.
Ukuran-ukuran keuangan tidak memberikan gambaran yang riil
mengenai keadaan perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena adanya
beberapa metode pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan yang
diakui dalam akuntansi, misalnya depresiasi, pengakuan kas, metode
penentuan laba, dan sebagainya.

25
BAB IV
SISTEM KERJA APLIKASI BALANCE SCORE CARD DAN SISTEM
KERJA ANALISIS SWOT DALAM PENGUKURAN KINERJA

Ada berbagai metode penilaian kinerja yang digunakan selama ini,


sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu mencari laba, maka hampir
semua perusahaan mengukur kinerjanya dengan ukuran keuangan. Disini
pihak manejemen perusahaan cendrung hanya ingin memuaskan
shareholders, dan kurang memperhatikan ukuran kinerja yang lebih luas
yaitu kepentingan stakeholders. Atkinson, et. Al. (1995) menyatakan
pengukuran kinerja sebagai berikut:
“Performance measurement is perhaps the most important, most
misunderstood, and most difficult task in management accounting.
Aneffective system of performance measurement containts critical
performance indicator (performance measures) that (1) consider each
activity and the organization it self from the customer’s perspective, (2)
evaluate each activity using customer –validated measure of performance,
(3) consider all facets of activity performance that affect customers and,
therefore, are comprehensive, and (4) provide feed-back to help
organization members identity problems and opportunities for
improvement”. 21
Pernyataan diatas mengandung makna bahwa penilaian kinerja
sangat penting, kemungkinan memiliki salah pengertian, dan merupakan
tugas yang paling sulit dalam akuntansi manajemen. Sistem penilaian
kinerja yang efektif sebaiknya mengandung indikator kinerja, yaitu: (1)
memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan pada
21 Anthony, Atkinson, et al. (1995), Management Accounting, International
Edition, New Jersey, Englewood Cliffs: Prantice-Hall International Inc.

26
perspektif pelanggan, (2) menilai setiap aktivitas dengan menggunakan
alat ukur kinerja yang mengesahkan pelanggan, (3) memperhatikan
semua aspek aktivitas kinerja secara komprehensif yang mempengaruhi
pelanggan, dan (4) menyediakan informasi berupa umpan balik untuk
membantu anggota organisasi mengenali permasalahan dan peluang
untuk melakukan perbaikan. Lebih jauh Atkinson, Banker, Kaplan dan
Young (1995) mengatakan bahwa the role of performance assessment in
helping organization members to manage the value chain.
Merujuk pada konsep tersebut, maka penilaian kinerja
mengandung tugas-tugas untuk mengukur berbagai aktivitas tingkat
organisasi sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk
melakukan perbaikan organisasi. Perbaikan organisasi mengandung
makna perbaikan manajemen organisasi yang meliputi: (a) perbaikan
perencanaan, (b) perbaikan proses, dan (c) perbaikan evaluasi. Hasil
evaluasi selanjutnya merupakan informasi untuk perbaikan “perencanaan-
proses-evaluasi” selanjutnya. Proses “perencanaan proses - evaluasi”
harus dilakukan secara terus-menerus (continuous process improvement)
agar faktor strategik (keunggulan bersaing) dapat tercapai.
Dalam analisis SWOT Lingkungan perusahaan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu lingkungan internal yang terdiri dari variabel kekuatan
dan kelemahan dalam control manajemen perusahaan serta lingkungan
ekternal yang meliputi variable peluang dan ancaman di luar kontrol
manajemen perusahaan. Perusahaan harus dapat mencapai kesesuaian
antara kekuatan-kekuatan internal dan kekuatan-kekuatan eksternal suatu
pasar untuk dapat mengembangkan strateginya. Untuk mencapi tujuan ini,
perusahaan harus melakukan analisis lingkungan pemasaran yang
kegiatannya meliputi pengamatan secara hati-hati pada persaingan,
peraturan, tingkat inflasi, siklus bisnis, keinginan dan harapan konsumen,
serta faktor-faktor lain yang dapat mengidentifikasi peluang dan acaman.
1) Analisis Lingkungan Internal
Menurut Pearce dan Robinson analisis lingkungan internal adalah
analisis yang dilakukan terhadap situasi dalam perusahaan. Lingkungan

27
internal perusahaan menggambarkan kuantitas dan kualitas sumberdaya
manusia, fisik, finansial perusahaan dan juga dapat memperkirakan
kelemahan dan kekuatan struktur organisasi.
2) Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis lingkungan eksternal berkaitan dengan peluang dan
ancaman. Dalam hal ini peluang dan ancaman diidentifikasikan sebagai
acuan dalam perumusan pengembangan perusahaan. Analisis lingkungan
eksternal menganalisis lingkungan mikro, lingkungan makro dan
lingkungan industri.
Dari perkembangan awal dapat digaris bawahi bahwa peran BSC
dan analisis SWOT adalah sebagai alat ukur hasil, dimaksudkan untuk
evaluasi, jauh dari posisi strategis. Akan tetapi dari seri buku-buku dan
riset yang ditawarkan oleh Kaplan dan Norton akhirnya diakui bahwa
permasalahan BSC bukan pada level evaluasi semata, akan tetapi harus
dimulai dari penyusunan strategi. Karena dalam series buku dan
eksperimen yang dikeluarkan oleh Kaplan dan Norton, permasalahan BSC
harus menjadi kesepakatan (komitmen) manajemen puncak sejak dari
awal.
Dalam penerapan BSC, ada premis yang secara implisit didapat
yaitu bahwa BSC adalah strategi. Memperhatikan BSC sebagai
pengukuran kinerja mungkin itu adalah hal yang paling mudah diketahui,
karena masing-masing perspektif yang kemudian diturunkan mnejadi
sasaran fungsinya adalah pengukuran kinerja. Akan tetapi, bila
diperhatikan bagaimana hubungan antara visi, misi dan strategi sebagai
awal daripada penetapan perspektif, dapat terlihat bahwa kaitan masing-
masing perspektif dengan strategi sangat kuat. Hal ini dapat terlihat pada
Gambar 1. berikut.
Kaplan dan Norton (1992) menjelaskan bahwa The balanced
scorecard puts strategy – not control – at the center. Maknanya adalah
bahwa esensi penerapan BSC bukanlah adanya pengendalian terhadap
devisi, akan tetapi setiap devisi satu korporasi sedemikian rupa akan
berinisiasi, menentukan ukuran kinerja dan mengkaitkannya dengan visi,

28
misi dan strategi korporasi. Dalam hal ini keunggulan BSC adalah
teridentifikasinya struktur ataupun kerangka yang ada di korporasi guna
mencapai – merealisasikan visi dan misi korporasi. Penjelasan demikian
menegaskan bahwa sebelum BSC dikenalkan telah banyak dikenal
berbagai program pengukuran yang mengarah kepada perbaikan:
integrasi antar fungsi, skala global, perbaikan terus-menerus, tanggung
jawab team yang menggantikan peran individu. Kaplan sendiri menuliskan
bahwa penerapan BSC sejalan dengan prinsip semua itu. Akan tetapi
yang membedakan BSC dengan berbagai konsep tersebut adalah bahwa
pada BSC manajer memahami, setidaknya secara implisit kaitan antar
fungsi. Lebih dari penjelasan itu, BSC juga mengarahkan manajer ke
depan daripada melihat ke belakang. Hal ini mudah dipahami karena 4
perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan yang oleh Kaplan digambarkan sebagai
perspektif yang berkaitan satu dengan lainnya. Bahkan dirangkum dalam
satu hubungan “cause and effect relationship”. Adapun kaitan masing-
masing perspektif dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Perspektif Keuangan
Balanced Scorecard menggunakan perspektif keuangan karena
penilaian kinerja merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomis yang
telah dilakukan. Penilaian kinerja keuangan dapat dijadikan indikator
apakah strategi perusahaan, implementasi dan keputusannya sudah
memberikan perbaikan yang pengukuran keseluruhannya melalui
prosentase rata-rata pertumbuhan pendapatan, dan rata-rata
pertumbuhan penjualan dalam target market.
Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan
dari siklus kehidupan bisnis yaitu :22
1) Bertumbuh (growth)

22 Ahmad, Falah, Rusdianto, Analisis Kinerja Dengan Pendekatan Balanced


Scorecard Pada PDAM Kabupaten Semarang, (Skripsi Universitas Diponegoro
Semarang), hal.24-25

29
Perusahaan yang sedang bertumbuh berada pada awal siklus
hidup perusahaan. Mereka menghasilkan produk dan jasa yang
memiliki potensi pertumbuhan. Untuk memanfaatkan potensi ini,
mereka harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak
untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan
jasa baru, membangun dan memperluas fasilitas produksi,
membangun kemampuan operasi, infrastruktur dan jaringan
distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global
dan memelihara serta mengembangkan hubungan yang erat
dengan pelanggan. Tujuan finansial keseluruhan perusahaan
dalam tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat
pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan
di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan dan wilayah.
2) Tahap Bertahan (Sustain)
Setelah melalui tahap pertumbuhan, perusahaan akan berada
dalam tahap bertahan, situasi dimana unit bisnis masih memiliki
daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi
diharapkan mampu menghasilkan pengembalian modal yang
cukup tinggi. Kebanyakan unit bisnis di tahap bertahan akan
menetapkan tujuan finansial yang terkait dengan profitabilitas.
Ukuran ini menganggap investasi modal di dalam unit bisnis
sudah tetap (givens /exogenous).
Ukuran yang digunakan untuk unit bisnis seperti ini
menyelaraskan laba akuntansi dengan tingkat investasi yang
ditanamkan, ukuran seperti pengembalian investasi, return on
capital employed dan nilai tambah ekonomis yang digunakan
untuk mengevaluasi kinerja unit bisnis tahap ini.
3) Tahap Penuaian ( harvest )
Dalam tahap kedewasaan dalam siklus hidupnya, tahap dimana
perusahaan ingin “menuai” investasi yang dibuat pada dua tahap
berikutnya. Bisnis tidak lagi membutuhkan investasi yang besar cukup
untuk pemeliharaan peralatan dan kapabilitas, bukan perluasan atau

30
pembangunan berbagai kapabilitas baru. Setiap proyek investasi harus
memiliki periode pengembalian investasi yang definitif dan singkat.
Tujuan utamanya adalah memaksimalkan arus kas kembali ke
korporasi. Tujuan finansial keseluruhan untuk bisnis pada tahap
menuai adalah arus kas operasi (sebelum depresiasi ) dan
penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.

2. Perspektif Pelanggan
Suatu produk atau jasa dikatakan mempunyai nilai bagi
pelanggannya jika manfaat yang diterimanya relatif lebih tinggi daripada
pengorbanan yang dikeluarkan oleh pelanggan tersebut untuk
mendapatkan produk atau jasa itu. Dan suatu produk atau jasa semakin
bernilai apabila manfaatnya mendekati atau bahkan melebihi dari apa
yang diharapkan pelanggan.
Oleh Kaplan dan Norton perusahaan diharapkan membuat suatu
segmentasi pasar dan ditentukan target pasarnya yang paling mungkin
untuk dijadikan sasaran sesuai dengan kemampuan, sumber daya dan
rencana jangka panjang perusahaan.
Dalam Balanced Scorecard terdapat dua kelompok pengukuran
dalam perspektif konsumen yaitu : 23
1) Kelompok Pengukuran Inti Konsumen
a. Pangsa Pasar
Mengukur pangsa pasar dapat segera dilakukan bila
kelompok pelanggan sasaran atau segmen pasar sudah
ditentukan. Ukuran pangsa pasar keseluruhan yang
didasarkan atas hubungan bisnis dengan perusahaan –
perusahaan ini ditentukan jumlah bisnis keseluruhan yang
telah di berikan oleh perusahaanperusahaan ini di dalam
periode tertentu. Maksudnya, pangsa bisnis dengan
pelanggan sasaran ini dapat menurun, jikalau pelanggan
memberikan bisnis lebih sedikit kepada pemasok.

23 Kaplan Robert S dan Norton David P, 2001. Balanced Scorecard:


Menerapkan Strategi Menjadi Aksi; Penerbit Erlangga, Jakarta.

31
b. Kemampuan meraih konsumen baru.
Secara umum perusahaan yang ingin menumbuhkan bisnis
menetapkan sebuah tujuan berupa peningkatan basis
pelanggan dalam segmen sasaran. Akuisisi pelanggan dapat
diukur dengan banyaknya jumlah pelanggan baru atau
jumlah penjualan kepada pelanggan baru di segmen yang
ada.
c. Kemampuan mempertahankan pelanggan
Untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar
dalam segmen pelanggan sasaran diawali dengan
mempertahankan pelanggan yang ada di segmen tersebut.
Penemuan riset pada rantai keuntungan jasa telah
menunjukkan pentingnya retensi pelanggan. Selain
mempertahankan pelanggan, banyak perusahaan
menginginkan dapat mengukur loyalitas pelanggan melalui
persentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada
pada saat ini.
d. Tingkat Kepuasan konsumen
Retensi dan akuisisi pelanggan ditentukan oleh usaha
perusahaan untuk dapat memuaskan berbagai kebutuhan
pelanggan. Ukuran kepuasan pelanggan memberikan
umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan
melakukan bisnis. Jika pelanggan menilai pengalaman
pembeliannya sebagai pengalaman yang memuaskan
barulah perusahaan dapat mengharapkan para pelanggan
melakukan pembelian ulang.
e. Tingkat Profitabilitas pelanggan
Ukuran profitabilitas pelanggan dapat mengungkapkan
pelanggan sasaran tertentu yang tidak memberikan
keuntungan . Hal ini terutama mungkin terjadi dengan
pelanggan baru, dimana berbagai usaha akuisisi masih

32
harus dikurangkan dari marjin yang didapat dari penjualan
produk dan jasa kepada pelanggan baru.
2) Kelompok Pengukuran Diluar Kelompok Utama
Atribut ini di bagi dalam tiga kategori yaitu :
a. Atribut Produk / Jasa
Atribut produk dan jasa mencakup fungsionalitas produk
atau jasa, harga dan mutu. Dua segmen pelanggan antara
pelanggan yang menginginkan produsen berharga rendah
yang terpercaya dengan pelanggan yang menginginkan
pemasok yang menerapkan produk, bentuk dan jasa yang
khusus.
b. Hubungan Pelanggan
Dimensi hubungan konsumen mencakup penyampaian
produk jasa kepada pelanggan, yang meliputi dimensi waktu
tanggap dan penyerahan, serta bagaimana perasaan
pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan
yang bersangkutan.
c. Citra dan Reputasi
Dimensi citra dan reputasi menggambarkan faktor-faktor tak
berwujud yang membuat pelanggan tertarik kepada suatu
perusahaan. Sebagian perusahaan melalui pengiklanan dan
mutu produk serta jasa yang diberikan, mampu
menghasilkan loyalitas pelanggan jauh melampaui berbagai
aspek produk dan jasa yang berwujud.

3. Perspektif Proses Internal Bisnis


Dalam perspektif proses internal bisnis, perusahaan harus
mengidentifikasikan proses internal yang penting dimana perusahaan
harus melakukannya dengan sebaik-baiknya, karena proses internal
tersebut memiliki nilai-nilai yang diinginkan pelanggan dan akan
memberikan pengembalian yang diharapkan oleh pemegang saham.

33
Para manajer harus memfokuskan perhatiannya pada proses bisnis
internal yang menjadi penentu kepuasan pelanggan. Kinerja perusahaan
dari perspektif tersebut diperoleh dari proses bisnis internal yang
diselenggarakan perusahaan. Perusahaan harus memilih proses dari
kompetensi yang menjadi unggulannya dan menentukan ukuranukuran
untuk menilai kinerja proses dan kompetensi tersebut.
Berdasarkan identifikasi kebutuhan konsumen, perusahaan
mendesain kemudian mengembangkan apa yang dibutuhkan oleh
konsumen (fase ini termasuk fase untuk pasar) setelah itu perusahaan
mulai memproduksi kemudian memasarkan dan melakukan pelayanan
purna jual (fase nilai penawaran). Hal ini guna memenuhi kepuasan
pelanggan.
Masing-masing perusahaan memiliki seperangkat proses
penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum Kaplan dan
Norton (2001) membaginya menjadi 3 prinsip dasar yaitu : 24
1) Inovasi
Inovasi sebagai gelombang panjang penciptaan nilai di mana
perusahaan pertama kali menemukan dan mengembangkan pasar
baru, pelanggan baru, serta kebutuhan yang sedang berkembang dan
yang tersembunyi dari pelanggan yang ada saat ini. Kemudian dengan
melanjutkan gelombang panjang penciptaan dan pertumbuhan nilai,
perusahaan merancang dan mengembangkan produk dan jasa baru
yang memungkinkan menjangkau pasar dan pelanggan baru dan
memuaskan kebutuhan pelanggan yang baru teridentifikasi.
2) Operasi
Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai di
dalam perusahaan. Dimulai dengan diterimanya pesanan pelanggan
dan diakhiri dengan penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan.
Proses ini menitikberatkan kepada penyampaian produk dan jasa
kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu.
3) Layanan purna jual

24 Kaplan Robert S dan Norton David P, 2001. Balanced Scorecard: Ibid

34
Layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas
perbaikan, penggantian produk yang rusak dan yang dikembalikan
serta proses pembayaran. Dalam proses inovasi, unit binis meneliti
kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau yang masih
bersembunyi, dan kemudian menciptakan produk atau jasa yang akan
memenuhi kebutuhan tersebut. Proses operasi , langkah utama kedua
dalam rantai nilai internal generik, adalah tempat dimana produk dan
jasa diproduksi dan disampaikan kepada pelanggan. Proses ini secara
historis telah menjadi focus sebagian besar sistem pengukuran kinerja
perusahaan.
Pelaksanaan operasi yang baik dan penghematan biaya dalam
berbagai proses manufaktur dan layanan jasa tetap merupakan tujuan
yang penting. Tetapi rantai nilai generik menunjukkan bahwa
kehebatan operasional mungkin hanya salah satu komponen, dan
barangkali bukanlah yang paling
menentukan dari upaya perusahaan mencapai tujuan finansial dan
pelanggan.

4. Perspektif Pembelajaran dan Bertumbuh


Proses belajar dan bertumbuh suatu organisasi bersumber dari 3
prinsip yaitu : people, system, dan organizational procedure.
a. People
Tenaga kerja pada perusahaan dewasa ini lebih dituntut untuk dapat
berpikir kritis dan melakukan evaluasi terhadap proses dan lingkungan
untuk dapat memberikan usulan perbaikan. Oleh sebab itu, dalam
pengukuran strategi perusahaan, salah satunya harus berkaitan
secara spesifik dengan kemampuan pegawai, apakah perusahaan
telah mencanangkan peningkatan kemampuan sumber daya yang
dimiliki.
Dalam kaitan dengan sumber daya manusia ada tiga hal yang perlu
ditinjau dalam menerapkan Balanced Scorecard yaitu :
1) Tingkat Kepuasan Karyawan

35
Kepuasan karyawan merupakan suatu prakondisi untuk
meningkatkan produktivitas, kualitas pelayanan kepada konsumen,
dan kecepatan bereaksi. Kepuasan karyawan menjadi hal yang
penting khususnya bagi perusahaan jasa.
2) Tingkat Perputaran Karyawan (Retensi Karyawan).
Retensi karyawan adalah kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan pekerja-pekerja terbaiknya untuk terus berada
dalam organisasinya. Perusahaan yang telah melakukan investasi
dalam sumber daya manusia akan sia-sia apabila tidak
mempertahankan karyawannya untuk terus berada dalam
perusahaannya.
3) Produktivitas Karyawan
Produktivitas merupakan hasil dari pengaruh rata-rata peningkatan
keahlian dan semangat, inovasi, perbaikan proses internal, dan
tingkat kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah menghubungkan
output yang dihasilkan para pekerja terhadap jumlah keseluruhan
pekerja.
b. System
Motivasi dan ketrampilan karyawan saja tidak cukup untuk menunjang
pencapaian tujuan proses pembelajaran dan bertumbuh apabila
mereka tidak memiliki informasi yang memadai. Karyawan di bidang
operasional memerlukan informasi yang cepat, tepat waktu, dan akurat
sebagai umpan balik. Oleh sebab itulah karyawan membutuhkan suatu
sistem informasi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
c. Organizational Procedure
Prosedur yang dilakukan suatu organisasi perlu diperhatikan untuk
mencapai suatu kinerja yang handal. Prosedur dan perbaikan rutinitas
harus diluruskan
karena karyawan yang sempurna dengan informasi yang melimpah tidak
akan

36
memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak
dimotivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau apabila
mereka tidak diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan bertindak.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan berbagai pembahasan, maka untuk menjawab


rumusan masalah diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Dalam menilai kinerja suatu perusahaan, ukuran-ukuran keuangan
saja dinilai kurang mewakili. Hal ini disebabkan karena ukuran-ukuran
keuangan memiliki beberapa kelemahan yaitu : 1) bersifat historis
sehingga hanya mampu memberikan indikator dari kinerja manajemen
dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan kearah yang lebih
baik. 2) Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional
bukan kepada manajemen strategis. Tidak mampu mempresentasikan
kinerja yang merupakan bagian struktur perusahaan.
Balanced scorecard dan analisis SWOT dapat digunakan sebagai
alternatif pengukuran kinerja perusahaan yang lebih komprehensif dan
tidak hanya bertumpu pada pengukuran atas dasar perspektif keuangan
saja. Hal ini terbukti dengan adanya manfaat-manfaat yang dirasakan oleh
perusahaan-perusahaan yang menerapkannya.
B. Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh, saran-


saran yang diajukan adalah :
1. Manajemen hendaknya mulai mempertimbangkan aspek kinerja
non keuangan.

37
2. Manajemen hendaknya harus memperhatikan ROI, kondisi fisik
perusahaan, serta tingkat retensi pelanggan, mengingat angka
prosentase yang semakin menurun.
3. Balanced Score Card dan Analisis SWOT seharusnya bukan hanya
dijadikan sebagai alternative saja, melainkan sebagai pondasi awal
dalam hal mengukur knerja suatu manajemen perusahaan ataupun
organisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Falah, Rusdianto, Analisis Kinerja Dengan Pendekatan


Balanced Scorecard Pada PDAM Kabupaten Semarang, (Skripsi
Universitas Diponegoro Semarang),
Andie, Tri, Purwanto, 2003, Penerapan Balanced Scorecard Sebagai
Indikator Komprehensif Pengelolaan Sumber Daya Alam –
Lingkungan Hidup, (Makalah dalam Seminar Sistem Manajemen
Pengelolaan Sumber Daya Alam – Lingkungan Hidup, Hotel
Borobudur Jakarta)
Anonim, 2005. Program Penilaian Kinerja Perusahaan, Kementrian
Lingkungan Hidup.
Anthony, Atkinson, et al. (1995), Management Accounting, International
Edition, New Jersey, Englewood Cliffs: Prantice-Hall International
Inc.
Helfert, Erich. A, 1996, Teknik Analisis Keuangan (Petunjuk Praktis
Untuk Mengelola dan Mengukur Kinerja Perusahaan), Edisi 8,
Erlangga : Jakarta.
Jatmiko, Rahmat Dwi, 2003, manajemen stratejik, Edisi Pertama, Malang
: UMM Press.
Kaplan, R. S. dan D. P. Norton. 1996. Balanced scorecard; Menerapkan
Strategi Menjadi aksi. Erlangga.
Kaplan Robert S dan Norton David P, 2001. Balanced Scorecard:
Menerapkan Strategi Menjadi Aksi; Penerbit Erlangga, Jakarta.

38
Malina, Mary, A. dan Selto, Frank, H. 2004,”Communicating and
Controlling Strategy: an Emperical Study of the Effectiveness
of the Balanced Scorecard ”.
Mulyadi, 1999, Strategic Management System Dengan Pendekatan
Balanced Scorecard (Bagian Pertama Dari Dua Tulisan),
Usahawan, No 02, Tahun XXVIII, Februari.
----------, 1999, Strategic Management System Dengan Pendekatan
Balanced Scorecard (Bagian Akhir Dari Dua Tulisan), Usahawan,
No 03, Tahun XXVIII,
Mulyadi dan Johny Setyawan, 1999, Sistem Perencanaan Dan
Pengendalian Manajemen, Yogyakarta: Aditya Media.
Porter, Michael E, 2001, Strategi Bersaing, Teknik Analisis Industri
Dan Pesaing, Jakarta : Eirlangga.
http://www.stie-stikubank.ac.id/webjurnal diakses tanggal 25 desember
2010
http://magussudrajat.blogspot.com/penerapan-balancedscorecard,
diakses pada tanggal 27 Agustus 2010
http://subektiheru.blogspot.com/2008/03/indikator-kinerja.html diakses
pada tanggal 26 Desember 2010

http://liamanalu.blogspot.com/2010/02/definisi-kinerja-dan-pengukuran-
kinerja. diakses pada tanggal 26 Desember 2010

39

You might also like