You are on page 1of 16

Ê Ê

   


‘ Ê  

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara

lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human

Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan

penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia

makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-

99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di

Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah

Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki

daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di

dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai

follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan

tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak

disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini

disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.

Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan

terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa

Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia

terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.

c
 ang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik

pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya

dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber

daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat

meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya

manusia di negara-negara lain.

Ê
‘     

Adapun yang menjadi tujuan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :

1.‘ Memahami yang dimaksud dengan pendidikan

2.‘ Mengetahui bagaimana pendidikan di Indonesia selama ini

3.‘ Mengetahui bagaimana pendidikan di Aceh

4.‘ Mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan di Indonesi

5.‘ Mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini.

6.‘ Mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Aceh

7.‘ Mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan

pendidikan di Aceh

a
Ê Ê

Ê   


‘    

Pendidikan berasal dari kata pedagogi (paedagogie, Bahasa Latin) yang berarti

pendidikan dan kata pedagogia (paedagogik) yang berarti ilmu pendidikan yang berasal dari

bahasa  unani. Pedagogia terdiri dari dua kata yaitu µPaedos¶ (anak, pen) dan µAgoge¶ yang

berarti saya membimbing, memimpin anak. Sedangkan paedagogos ialah seorang pelayan atau

bujang (pemuda, pen) pada zaman  unani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput

anak-anak (siswa, pen) ke dan dari sekolah.

Pendidikan berkaitan erat dengan segala sesuatu yang bertalian dengan perkembangan

manusia mulai perkembangan fisik, kesehatan keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial,

sampai kepada perkembangan Iman. Perkembangan ini mengacu kepada membuat manusia

menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dan kehidupan alamiah

menjadi berbudaya dan bermoral.

Sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, Rupert C. Lodge dalam bukunya Philosophy of

Education (New  ork : Harer & Brothers. 1974 : 23) menyatakan bahwa dalam pengertian yang

luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Namun faktanya bahwa tidak semua

pengalaman dapat dikatakan pendidikan. Mencuri, mencopet, korupsi dan membolos misalnya,

bagi orang yang pernah melakukannya tentunya memiliki sejumlah pengalaman, tetapi

pengalaman itu tidak dapat dikatakan pendidikan. Karena pendidikan itu memiliki tujuan yang

mulia, baik dihadapan manusia maupun dihadapan Tuhan.

r
Ê
‘   

Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan siswa dengan sebegitu

rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan terhadap segala jenis

pengetahuan, mereka dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam.

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan

yang berpedoman pada syariat Allah swt. Pendidikan Islam membawa manusia untuk

kebahagiaan dunia dan akhirat.

Masyarakat madani (civil society) adalah masyarakat yang kehidupannya diarahkan

untuk meneladani kehidupan masyarakat Madinah pada masa pemerintahan Rasulullah saw.

Struktur masyarakatnya dibangun atas pondasi ikatan iman dan akidah yang tentu lebih tinggi

dari solidaritas kesukuan maupun afiliasi lainnya, sehingga masyarakat Madinah dapat hidup

damai, tenteram dan sejahtera yang diliputi rasa cinta yang dalam dan saling tolong menolong.

Dari konsep masyarakat madani yang dicita-citakan ini penulis mencoba melihat kesesuaian

antara konsep pembentukan masyarakat madani dengan konsep-konsep pendidikan Islam, antara

lain: pertama, menciptakan masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT. Konsep ini sangat

relevan dengan konsep pendidikan Islam terutama tentang keimanan.

Tujuan umum pendidikan Islam adalah untuk mendidik individu agar tunduk, bertakwa

dan beribadah dengan baik kepada Allah SWT sehingga memperoleh kebahagiaan di dunia dan

akhirat. ³Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu´

(Q.S. Adz-Dzariyaat: 56)

Kedua, bersikap demokratis dan beradab yang menghargai adanya perbedaan pendapat.

Dalam pendidikan Islam, perbedaan pendapat bukanlah suatu yang harus dipertentangkan,

namun Islam mengajarkan untuk bermusyawarah apabila hal ini terjadi guna menghindari

u
perselisihan. ³Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil

amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka

kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar

beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih

baik akibatnya.´ (Q.S. An-Nisaa¶ : 59)

Ketiga, mengakui hak-hak asasi manusia. Dalam pendidikan Islam hak asasi manusia

sangat dihargai dan dihormati terutama sekali hak hidup. Allah SWT menetapkan hukuman yang

sangat berat bagi manusia yang menghilangkan nyawa orang lain. Demikian pula pengakuan dan

perlindungan terhadap pribadi, hak mendapatkan kesejahteraan hidup, hak hidup damai dan

tenteram, semuanya berakar kuat dalam pendidikan Islam. Dari Jabir, katanya, ³Saya dengar

Rasulullah SAW bersabda : tidak (dinilai) bersih suatu masyarakat dimana hak orang yang lemah

diambil oleh yang kuat.´ (H.R. Ibnu Hiban).

Keempat, tertib dan sadar hukum. Ihsan merupakan salah satu nilai dalam pendidikan

Islam yang mengajarkan kepada manusia bahwa ia harus memiliki kesadaran yang sedalam-

dalamnya bahwa Allah SWT senantiasa hadir atau berada bersama-Nya dimanapun ia berada.

Kelima, percaya pada diri sendiri, memiliki kemandirian dan kreatif terhadap pemecahan

masalah yang dihadapi serta memiliki orientasi yang kuat pada penguasaan ilmu dan teknologi.

Pendidikan Islam selalu mengajarkan dan membangkitkan semangat untuk mencari dan

menggali ilmu pengetahuan terutama sekali yang bermanfaat bagi kehidupan.

Keenam, menjunjung persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain dan semangat

kemanusiaan secara universal. Pendidikan Islam sangat menghargai nilai persaudaraan baik

dengan sesama penganut Islam sendiri maupun dengan sesama manusia lainnya tanpa membeda-

bedakan warna kulit, suku, bahasa dan sebagainya. Toleransi dengan pemeluk agama lain juga

Ñ
diajarkan dalam pendidikan Islam. ³Bagimu adalah agamamu dan bagiku adalah agamaku.´

(Q.S. Al-Kafirun:6).

Ketujuh, berbudi pekerti luhur. Bagian terbesar dari isi pendidikan Islam adalah

penanaman nilai-nilai budi pekerti luhur atau Akhlakul Karimah. Kedelapan, masyarakat belajar

yang tumbuh dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dalam hal menuntut ilmu

Islam menganut prinsip pendidikan seumur hidup (long life educatin). ³Tuntutlah ilmu sejak dari

buaian hingga liang lahat´.

Pendidikan harus mencakup unsur jasmani, rohani, dan kalbu, agar menghasilkan lulusan

dengan nilai kemanusiaan yang tinggi. Dengan demikian terwujudlah masyarakat Aceh yang

beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berilmu amaliah dan beramal ilmiah, percaya diri,

sehat jasmani dan rohani serta mampu menempatkan dirinya dalam suatu tatanan kehidupan

yang Islami.


‘   

Pendidikan Indonesia masih dipenuhi dengan berbagai kemunafikan.  ang dikejar hanya

gelar dan angka. Orientasi pendidikan hanya sebagai sarana mencari kerja, mereka yang

dianggap sukses dalam pendidikan adalah yang dengan sertifikat kelulusannya berhasil

menduduki posisi pekerjaan yang menjanjikan penghasilan tinggi, sementara nilai-nilai akhlak

dan budi pekerti diabaikan begitu saja.

Ada dua hal mendasar yang mengakibatkan gagalnya pendidikan di Indonesia, yaitu

terjadinya sekulerisasi dan dikotomisasi dalam pengelolaan pendidikan. Sekulerisasi terlihat dari

adanya pemisahan pendidikan umum dari pendidikan agama yang sarat dengan pesan-pesan

moral. Orientasi belajar hanya diarahkan untuk mengejar kesuksesan secara fisikal dan material,

seperti karir, jabatan, kekuasaan, dan uang.

º
Fenomena dikotomisasi ditandai dengan adanya ´pendidikan umum´ di bawah naungan

Departemen Pendidikan dan ´pendidikan agama´ di bawah naungan Departemen Agama. Jalur

pendidikan agama sedikit dari muatan sains dan teknologi, sementara jalur pendidikan umum

berjalan tanpa kendali nilai-nilai keagamaan. Ilmu pengetahuan umum diberikan kepada siswa

tanpa pernah dikaitkan dengan ilmu agama, bahkan dalam proses belajar mengajar seolah

ditanamkan pengertian bahwa ilmu umum sama sekali tidak berhubungan dengan ilmu agama.

Akibatnya proses pendidikan selama ini telah menghasilkan kepribadian yang tidak utuh (split

personality). Padahal, kita sudah diingatkan adagium klasik, ilmu berjalan tanpa agama akan

buta, sementara agama berjalan tanpa ilmu akan lumpuh.1


‘      

Banyaknya persoalan dalam sektor pendidikan di Aceh. Bahkan, beberapa waktu lalu

citra pendidikan sempat anjlok, mulai soal ³menukangi´ nilai ujian nasional (UN) hingga

terlibatnya sejumlah pejabat tras instansi tingkat provinsi dalam beberapa kasus korupsi dana

pendidikan.

Plt Kadis Pendidikan Aceh, Drs, H Bakhtiar Ishak yang ditemui Kontras, mengakui

memang banyak hal perlu diperbaiki dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Aceh.

Selain mutu yang belum sepenuhnya maksimal, terutama di wilayah pelosok Aceh juga

sumberdaya guru yang masih belum memadai, termasuk buruknya manajemen. ³Fasilitas

sekolah seperti akses, kontruksi dan perlengkapan laboratorium yang masih memprihatinkan,´

katanya.

Ke depan, jelas Bakhtiar, sesuai regulasi yang dianjurkan pemerintah pusat, Pemerintah

Aceh telah menganggarkan sekira 20 persen dana APBA untuk pendidikan. Untuk tahun 2010

c

 

^
dianggarkan sebesar Rp 1,098 Triliun. ³Dana itu lebih difokuskan untuk pembangunan mutu

pendidikan,´ tegasnya.

Dari jumlah dana yang dialokasi, sebut Plt Kadis Pendidikan Aceh itu, sekitar Rp 500

miliar akn diplotkan langsung ke semua Dinas Pendidikan di kabupaten/kota. Dana ini

dikosenrasikan ke pembangunan fisik, seperti kontruksi sekolah maupun perlengkapan

laboratorium dan sebagainya. Sisanya akan diprogramkan untuk peningkatan mutu di provinsi

yang dituangkan ke sejumlah program, termasuk menyelesaikan program tahun sebelumnya

yang belum rampung.

Dana anggaran pendidikan juga diplotkan untuk pembayaran insentif guru honor,

pembayaran untuk guru kontrak pusat yang belum mencukupi, guru pengajian dan pembayaran

bantuan untuk siswa yatim. ³Untuk siswa yatim dianggarkan sekira 1,5 juta perorang, jumlah

siswa sekira 115 ribu anak. Sedangkan mengenai beasiswa lainnya sudah dialihkan ke Komisi

Beasiswa yang telah dibentuk Pemerintah Aceh. Demikian juga dana untuk pesanteren/dayah

akan diurus langsung oleh Badan Dayah,´ papar Bakhtir Ishak.


‘ !          

Pemerintah Aceh memberi perhatian penuh bagi peningkatan pendidikan, sehingga pada

program tahun 2010, telah menetapkan rencana strategi (renstra) yang fokus utama untuk

peningkatan mutu. Sedangkan pembangunan fisik disesuaikan dengan kebutuhan, terutama di

sejumlah kabupaten/kota. ³Kita juga akan mengevaluasi secara merata, lalu dana itu benar-benar

dialokasi sesuai kebutuhan, dan benar-benar untuk peningkatan mutu pendidikan´ ujarnya.

Untuk peningkatan mutu, Dinas Pendidikan Aceh akan menyiasatinya lewat sejumlah

program, di antanya melatih para guru menyusul telah dibentuknya Pusat Pelatihan Mutu Guru

(PPMG) di Aceh yang membuka delapan lokasi. Artinya, adanya penyebaran wilayah, maka

è
rogram pelatihan guru tidak harus diadakan di Banda Aceh seperti selama ini. Ini selain efektif

karena guru tidak terlalu lama meninggalkan tugas mengajar juga hemat dari segi biaya.

Untuk melatih guru, maka dilakukan pelatihan para tutor atau TOT (trainer of traning)

yang nantinya akan menjadi instruktur bagi guru-guru lainnya di seluruh kabupaten/kota.

³Sekarang sejumlah guru sedang dilatih di Australia. Juga sedang kita kirim ke Singapura. Misi

ini juga akan didukung sejumlah program nasional,´ katanya.

Plt Kadis Pendidikan Aceh itu mengaku telah melakukan review mengenai situasi

pendukung pendidikan di Aceh. Hasilnya, untuk pembangunan fisik, dapat dikatakan sudah 90

persen. Ke depan lebih difokuskan pada peningkatan kapasatias atau kompetensi guru.

Menurutnya, selama ini banyak guru di Aceh dinilai masih rendah dalam kompetensi. Antara

lain akibat manajemen sekolah dan guru yang masih lemah. ³Saya baru saja ditempatkan di

dinas. Banyak yang harus dibenahi, dan kita akan coba mengubah manajemen pendidikan,

termasuk memaksimalkan manajemen sekolah dan guru,´ ujarnya.

Ketua Majelis Pendidikan Aceh (MPD) Dr. Warul Walidin MA, menilai harus adanya

kesungguhan pihak pengelola pendidikan agar menjadi kebutuhan sehingga lembaga pendidikan

menjadi investasi.

Dikatakan pembangunan pendidikan Aceh sebagaimana tertuang dalam RPJM Aceh

2007-2012, ada empat aspek untuk semua tingkat pendidikan, mencakup pemerataan dan

perluasan akses pendidikan peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing perbaikan tata kelola,

akuntabilitas, dan pencitraan publik penerapan sistem pendidikan bernuansa Islami. Ini yang

harus ditangani secara komprehensif dan konkrit. Dengan begitu, mutu pendidikan mencapai

standar maksimum.

£
Strategi yang dilakukan, kata Ketua MPD Aceh itu, memperkuat sistem perencanaan,

pengawasan, monitoring dan evaluasi, meningkatkan sistem manajemen kelembagaan dan

sekolah, meningkatkan tata kelola yang akuntabel dan transparan. ³Renstra itu menjadi pedoman

bagi semua pelaku pelayanan pendidikan di Aceh,´ tegasnya.

Pasal 6, Qanun Pendidikan No 5 Tahun2008 mengamanahkan bahwa penyelenggaraan

pendidikan didasarkan pada Renstra Pendidikan Aceh. Namun ada kesan tidak dijadikan rujukan

oleh institusi pendidikan. Maka dikhawatirkan tidak terdapat sinergi untuk mencapai sasaran

pendidikan dalam RPJM Aceh.

Sebenarnya, pendidikan Aceh akan lebih berjaya dengan sumber keuangan yang

significan juga kewenangan provinsi yang lebih besar. Sayangnya kesempatan ini belum

disinergikan. Maka sangat diperlukan suatu upaya koordinasi yang terstruktur dan formal agar

masa depan pendidikan Aceh lebih baik dari apa yang telah dicapai sekarang.

Dibentuknya Tim Koordinasi Pembangunan Pendidikan Aceh (TK-PPA) pada 28 Jauari

2010 lalu, menurut ketua MPD Aceh itu, peluang bagi upaya untuk menghasilkan suatu

mekanisme koordinasi pembangunan pendidikan Aceh yang efektif.

Artinya, kinerja pendidikan Aceh secara menyeluruh menjadi lebih optimal dari pada apa

yang sudah dicapai selama ini. Seperti bagaimana mengintegrasikan program pembangunan

pendidikan yang berbasis rencana strategis pendidikan Aceh, dan merangkum semua rencana

lintas pelaku ke dalam suatu rencana konseptual pembangunan pendidikan yang komprehensif;

menyusun rencana kegiatan dan anggaran bidang pendidikan yang terintegrasi, terutama dalam

pemanfaatan dana Otonomi Khusus dan Tambahan Dana Bagi Hasil Migas. ³Ini penting

koordinasi,´ imbuhnya.

c
Dikatakan, perlunya regulasi untuk mendukung kebijakan dan implementasi Renstra

Pendidikan Aceh, seperti menyiapkan rancangan regulasi, juknis, dan model-model

implementasi melalui Kelompok Kerja antara lain bidang peningkatan mutu dan manajemen

mutu Guru lewat regulasi tentang rekrutmen. Begitu juga pendanaan pendidikan, penguatan

Kelembagaan dan Tata Kelola Pendidikan, dan menyusun rencana kerja dan jadwal Pokja.

Berkait pilar pencitraan publik penerapan sistem pendidikan bernuansa Islami di Aceh,

perlunya muatan lokal pendidikan pendidikan Aceh yang bernuansa Islami. Sesungguhnya ini

ruang bagi reformasi menyeluruh terhadap pendidikan, yaitu merekontruksi kembali pendidikan

Aceh yang berorientasi masa depan namun tetap kontekstual dengan kebutuhan potensi daerah,

kultur dan karakteristik Aceh.

Jadi, sebenarnya upaya mendongkrak mutu tidaklah begitu sulit. Tentu, apabila semua

stake holder memiliki visi dan misi seragam; bila saja dana pendidikan itu dikelola dan

digunakan sesuai porsinya. Tidaklah sulit dengan modal SDM Aceh yang ada, meskipun

sumberdaya alam (SDA) khusunya minyak dan gas terus mengalami kehabisan,´ timpal Drs.

Anas M Adam, wakil ketua MPD Aceh yang menurutnya, jika potensi yang ada dapat

dioptimalkan.

[
‘    

Terus merosotnya mutu pendidikan di Provinsi Aceh saat ini meskipun memiliki dana

yang berlimpah serta sarana dan fasilitas yang sangat memadai, membuat Pemerintah Aceh

merasa prihatin.

Gubernur Irwandi  usuf bahkan menyatakan pendidikan di Aceh saat ini berada dalam

masalah besar akibat salah urus.

cc
³Pasti ada sesuatu yang salah dalam penanganan pendidikan di Aceh, kalau tidak kenapa

mutunya sampai hari ini kita masih tertinggal jauh dengan provinsi lain meski telah dialokasikan

dana triliunan rupiah, gedung sekolah yang megah dimana-mana dan berbagai fasilitas

pendidikan yang cukup,´ ujar Irwandi  usuf.

Gubernur menyatakan hal itu dalam sambutannya yang dibacakan Sekretaruis Daerah

(Sekda) Aceh, Husni Bahri TOB ketika melantik Kepala Dinas Pendidikan Aceh yang baru, Drs

Bakhtiar Ishak, Senin (7/6) siang di Aula Serba Guna Kantor Gubernur Aceh.

Dikatakan, rasanya tidak ada lagi alasan bagi untuk tidak merasa malu dengan mutu

pendidikan di Aceh saat ini. Konflik sudah tidak ada lagi, dana pun tidak lagi menjadi kendala,

tetapi pendidikan tetap saja belum mampu menunjukkan kualitas memuaskan.

³Perlu kita ingat bersama, bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat, sudah

menyatakan semangatnya untuk menjadikan Aceh sebagai salah satu lokasi pusat pendidikan di

Indonesia. Semangat saja tentu tidak cukup, harus diikuti dengan penataan sistem dan

peningkatan kualitas yang lebih baik. Karenanya, mari kita menjadikan semua masalah ini

sebagai autokritik kepada Pemerintah Aceh,´ jelasnya.

Untuk mengukur kualitas pendidikan di suatu daerah, banyak parameter yang bisa

dijadikan ukuran, mulai dari sarana pendidikan, jumlah sekolah, kebijakan penerapan kurikulum,

kualitas dan ketersediaan guru, serta tingkat kelulusan para pelajar.

Jika paramater itu yang digunakan di Aceh, seharusnya tidak ada alasan untuk mengatakan

bahwa kualitas pendidikan di Aceh belum membaik.

Setiap tahun, rata-rata anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan di Aceh mencapai

20 persen dari APBA. Dana itu semakin bertambah lagi dengan adanya tambahan dari Dana

ca
Otonomi Khusus (Otsus), Migas dan sebagainya. Berbagai LSM/NGO pun ikut berkontribusi

bagi kepentingan pendidikan di Aceh, utamanya pascatsunami.

´
‘    

Citra pendidikan Aceh dianggap belum meningkat. Ini bukan hanya soal guru atau

komitmen pemerintah, akan tetapi apresiasi masyarakat atas pendidikan juga ikut memberi andil

merosotnya mutu secara umum. Kesan selama ini ramai-ramai bangun gedung sekolah, perlu

aplikasi lapangan yang berimbang dengan pengembangan dan pembinaan mutu belajar. Sebab

meskipun ada kebijakan mengirim sejumlah guru ke luar negeri, tidak bisa menjadi jaminan

meningkatkan mutu pendidikan. Apalagi sebenarnya, potensi daerah masih bisa dioptimalkan,

jika sekedar untuk melatih para guru.

Mencari solusi atas pernak-pernik pendidikan Aceh, bukan hanya soal profesional para

pengelola teknis tapi juga bagaimana menjadi pendidikan memberi penyediaan lingkungan yang

kondusif untuk belajar.

Semestinya sekolah harus dipahami bukan tempat untuk sekadar mentransfer ilmu dari

guru kepada murid, tetapi merupakan masyarakat belajar, sehingga semua event, proses, dan

komponen lingkungan menjadi sumber belajar. Murid harus aktif mencari dan membentuk

dirinya sendiri, bukan semata-mata disiapkan orang lain.

System kurikulum yang sarat muatan--disadari atau tidak-- tidak hanya menjadi beban

murid, tetapi juga membuat guru stres. Guru memberi banyak materi dan tugas kepada murid

karena adanya tuntutan harus menyelesaikan kurikulum yang diwajibkan.

Memperbaiki citra pendidikan Aceh harus lewat komitmen yang jelas dan ikhlas.

Komitmen pemerintah berbuat lebih baik dengan menghentikan penyimpangan-penyimpangan

dan praktik yang salah. Pemerintah harus serius tanpa ada kesan keraguan. Apalagi sektor

cr
pendidikan sebagai lembaga investasi manusia. Di sini dibutuhkan konsep dan visi yang jelas,

prinsip dasar dan skala prioritas. Di sinilah perlunya formula. Misal, melihat kualitas materi ajar

yang bisa ditakar lewat materi UAN setiap akhir tahun ajaran.Maka kurikulum sekolah

hendaknya harus bisa menjawab masalah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

cu
Ê Ê




‘  

1.‘ Pembangunan pendidikan harus memiliki grand design yang konsisten dan mampu

menyongsong masa depan yang dicita-citakan. Selama ini pendidikan dinilai gagal

karena tidak memiliki sebuah grand design yang jelas.

2.‘ Pendidikan harus mencakup unsur jasmani, rohani, dan kalbu, agar menghasilkan lulusan

dengan nilai kemanusiaan yang tinggi. Dengan demikian terwujudlah masyarakat Aceh

yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berilmu amaliah dan beramal ilmiah,

percaya diri, sehat jasmani dan rohani serta mampu menempatkan dirinya dalam suatu

tatanan kehidupan yang Islami.

3.‘ Pernak-pernik pendidikan Aceh hingga kini masih belum membanggakan. Merombak

paradigma untuk mengusung tekad pendidikan Aceh bermutu, masih sebatas tataran

wacana. Komitmen mencetak output yang life skill dan ³siap saing´ belum berkorelasi di

tataran aksi. Banyak hal telah membuat realitas pendidikan di Aceh berada pada rating

terendah secara nasional. Mulai mutu belajar dan mutu guru, minimnya sarana, dana

pendidikan yang diselewengkan, manajemen tanpa visi, hingga political will pemerintah

yang belum memihak. Bahkan orientasi sektor pendidikan masih berkisar pada proyek

bukan profit. Karenanya Kontras kali ini menurunkan sebagai laporan utama.

4.‘ Pada hakikatnya mutu pendidikan akan baik sangat tergantung pada kebijakan juga niat

pengelola bidang pendidikan. Salah satunya meningkatkan kompetensi guru, terutama

membangun citra kaum guru yang selama ini mengalami degradasi.


Ê
‘  

Pemerintah juga perlu memahami fenomena yang terjadi di beberapa daerah, terutama di

Abdya dengan nilai UN sangat memprihatinkan, di antaranya perlu melakukan evaluasi tentang

kelemahan yang terjadi dan menyusun strategi perbaikan yang relevan dengan masalah yang

dihadapi. Dalam kontek itu, pentingnya kejujuran dalam dunia pendidikan ditegakkan apa pun

resikonya. Sebab inilah sebenarnya sumber dari persoalan pendidikan Aceh yang selama ini

rumit dan telah mewabah secara nasional saat ini.


‘  "   

1.‘ http://www1.harian-aceh.com/opini/85-opini/882-menata-pendidikan-aceh-.html

2.‘ Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. ¦    


   . Jakarta: PT Rineka

Cipta.

3.‘ sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia

4.‘ http://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalah-pendidikan-di-

indonesia/

5.‘ http://www.serambinews.com/news/view/29966/pernik-pendidikan-aceh

You might also like