You are on page 1of 16

A .

LATAR BELAKANG MASALAH


Perkembangan sastra sekarang ini sangat pesat dan banyak bermunculan
teori-teori baru yang mengikutinya. Oleh karena itu dalam pembicaran ini dicoba
untuk menerapkan salah satu teori tersebut yaitu pendekatan psikologi sastra dalam
menganalisis novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini. Pendekatan psikologi
sastra saat ini merupakan salah satu teori sastra yang sering digunakan dalam
menganalisis sebuah karya sastra.
Sastra dapat dibahas menjadi dua hal, yaitu isi dan bentuk. Dari segi isi,
sastra membahas tentang hal yang terkandung di dalamnya, sedangkan bentuk sastra
membahas cara penyampaiannya. Ditinjau dari isinya, sastra merupakan karangan
fiksi dan non fiksi. Apabila dikaji melalui bentuk atau cara pengungkapannya, sastra
dapat dianalisis melalui gener sastra itu sendiri, yaitu puisi, novel dan drama. Karya
sastra juga digunakan pengarang untuk menyampaikan pikirannya tentang sesuatu
yang ada dalam realitas yang di hadapinya. Realitas itu merupakan salah satu faktor
penyebab pengarang menciptakan karya, disamping unsur imajinasi. Karya sastra
merupakan gambaran kehidupan rekaan seseorang yang sering kali karya sastra itu
menghadirkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap latar belakang dan keyakinan
pengarang. Novel sebagai salah satu produk sastra memegang peranan penting dalam
memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik imajinatif. Hal ini
dimungkinkan karena persoalan yang dibicarakan dalam novel adalah persoalan
tentang manusia dan kemanusiaan.
Tokoh atau penokohan merupakan salah satu unsur pembangun karya sastra.
Tokoh-tokoh yang ditampilkan oleh pengarang dalam cerita memilki berbagai
macam karakter. Secara umum tokoh terbagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan
tokoh tambahan. (Sudjiman 1991: 16) tokoh adalah sebagai pelaku yang mengalami
berbagai peristiwa dalam sebuah cerita, sehingga tokoh dalam sebuah novel
mempunyai peranan penting, karena tanpa kehadiran tokoh jalan cerita tidak akn
terjadi. Tokoh dan penokohan dalam novel akan mengalami konflik secara
psikologis. Berbagai persoalan timbul mengikuti perjalanan tokoh secara pribadi dan
interaksi antar tokoh. Konflik dalam novel secara psikologis dapat mempengaruhi
tingkah laku dan watak tokoh. Konflik batin yang dialami tokoh menyebabkan
gangguan psikis. Gangguan ini disebabkan oleh faktor secara eksternal dan internal.
Konflik sebagai salah satu unsur novel sebaiknya konflik yang terjadi antar
tokoh benar-benar dapat meyakinkan pembaca. Konflik yang dibangun dalam cerita
mengambarkan problem masyarakat pada saat cerita itu dibangun dan konflik yang
dihadirkan harus membuat pembaca menjadi tertarik dan alur menjadi menarik.
Persoalan yang diangkat dalam novel Pertemuan Dua Hati menceritakan
tentang seorang anak bernama Waskito ia adalah seorang murid yang nakal dan tidak
pernah berangkat sekolah, beruntung ada seorang guru bernama Bu Suci yang
dengan sabar menghadapi kenakalan Waskito dan merubah Waskito yang nakal
menjadi anak yang normal. Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan
segi-segi kejiwaan dan tingkah laku manusia oleh beberapa penulis disebut
psikologis sastra. Berdasarkan paparan di atas, penulis ingin mengkaji novel
Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini dengan analisis Psikologi Sastra.

B. PERUMUSAN MASLAH
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah kepribadian tokoh utama dalam novel
Pertemuan Dua Hati karya Nh.Dhini?
2. Bagaimanakah konflik psikologis tokoh utama yang terjadi
dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh.Dhini?
3. Bagaimanakah penokohan novel Pertemuan Dua Hati karya
Nh.Dhini?

C. KAJIAN PUSTAKA
Sebuah analisis karya sastra perlu adanya tinjauan pustaka. Pengkajian
pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang permasalahan dalam karya
sastra yang akan dianalisis. Kajian terhadap hasil penelitian dan analisis ini akan
dipaparkan yang berkaitan dengan Novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini
sebagai berikut:
a) Landasan Teori
1. Teori Psikologi Sastra
Psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tentang
tingkah laku atau aktivitas-aktivitas manusia, tingkah laku serta aktivitas-aktivitas itu
merupakan manifestasi hidup kejiwaan (Walgito, 1997: 9).
Psikologi meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara
sistematis dengan metode-metode ilmiah yang dimufakati sarjana psikologi pada
zaman ini. Psikologi modern memandang bahwa jiwa dan raga manusia adalah satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, kegiatan jiwa tampak pada kegiatan raga
(Gerungan, 1996: 3). Gerungan (1996: 19) lebih lanjut mengemukakan bahwa
"Psikologi menguraikan dan menyelidiki kegiatan-kegiatan psikis pada umumnya
dari manusia dewasa dan normal, termasuk kegiatan-kegiatan pengamatan,
intelegensi, perasaan, kehendak, motif-motif, dan seterusnya."
Penelitian psikologi sastra dilakukan dengan dua cara. Pertama, melalui
pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya
sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu memutuskan sebuah karya sastra sebagai
objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap ditentukan
untuk melakukan analisis (Ratna, 2004: 344).
Tugas psikologi adalah menganalisis kesadaran kejiwaan manusia yang terdiri
dari unsur-unsur struktural yang sangat erat hubungannya dengan proses-proses
panca indera. Kaitannya dengan psikologi sastra, Wellek (1990: 41) mengemukakan
bahwa karakter dalam cerita novel-novel, ingkungan serta plot yang terbentuk sesuai
dengan kebenaran dalam psikologi sebab kadang-kadang ilmu jiwa dipakai oleh
pengarang untuk melukiskan tokoh-tokoh serta lingkungannya.
2. Hubungan Antara Psikologi dengan Sastra
Sastra dan psikologi mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Namun
antara sastra dengan psikologi juga ada perbedaannya, didalam psikologi gejala-
gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra gejala-gejala tersebut bersifat imajinatif.
Ada hubungan tak langsung yang fungsional antara psikologi dan sastra karena
manusia dan kebudayaan menjadi sumber dan struktur yang membangun solidaritas
antara psikologi dan sastra. Misal, ketika kearifan kejiwaan, tetapi juga makna
kehidupan seperti yang diungkapkan oleh sastra (Jatman, 1985: 165).
Kajian psikologi yang akan dilakukan yaitu mengungkap perilaku seksual
para tokohnya yang mendorong timbulnya perilaku seksual tersebut. Hubungan
antara psikologi dengan sastra adalah bahwa disatu pihak karya sastra dianggap
sebagai hasil aktivitas dan ekspresi manusia. Di pihak lain, psikologi sendiri dapat
membantu pengarang dalam mengentalkan kepekaan dan memberi kesempatan
untuk menjajaki pola-pola yang belum pernah terjamah sebelumnya. Hasil yang bisa
diperoleh adalah kebenaran yang mempunyai nilai-nilai artistik yang dapat
menambah koherensi dan kompleksitas karya sastra tersebut (Wellek dan Waren,
1955: 108).
Psikologi sastra memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan.
Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Begitu pula
pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lepas dari kejiwaan masing-
masing. Bahkan sebagai mana sosiologi refleksi, psikologi sastra pun mengenal
karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala
kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri imajiner ke dalam teks sastra
(Endrawarsono, 2003: 96).

b) Tujuan Penelitian Psikologi Sastra


Menurut Sachs (Hardjana, 1981: 66) psikologi sastra bertujuan untuk
memberikan pertolongan agar dapat membaca karya sastra tersebut dengan benar
dan bukan untuk meletakkan dasar-dasar penilaian. Penelitian psikologi sastra
bertujuan mengungkap gejala-gejala psikologis yang bersinggungan dengan karya
sastra. Gejala-gejala tersebut bisa terjadi dari pengarang saat berproses, tokoh dan
berbagai macam interaksinya, dan pembaca sastra. Arah penelitian ini berpijak dari
psikologi dan sastra yang mempelajari manusia. Penjelajahan kea lam batin untuk
mengetahui seluk beluk manusia yang unik. Sastra mempelajari manusia sehingga
ciptaan imajinasi pengarang. Manusia dalam sastra bersifat kreatif dan imajiner
(Semi, 1990: 76).

c) Sasaran Psikologi Sastra


Menurut Semi (1990: 79) fokus penelitian psikologi sastra yaitu sabagai
berikut :
1. Pendekatan psikologi menekankan analisis terhadap keseluruhan karya sastra
baik segi intrinsik maupun segi ekstrinsik. Namun, tekanan diberikan kepada
segi intrinsik. Dari segi intrinsik yang ditekankan adalah penokohan atau
perwatakannya.
2. Segi ekstrinsik yang dipentingkan untuk dibahas adalah segi jiwa pengarang.
3. Disamping menganalisis penokohan dan perwatakan dilakukan pula analisis
yang lebih tajam tentang tema utama karya sastra, karena pada masalah
perwatakan dan tema ini pula pendekatan psikologi sangat tepat diterapkan.
4. Didalam analisis perwatakan harus dicari nalar tentang perilaku tokoh.
5. Konflik serta kaitannya dengan perwatakan dan alur cerita harus pula
mendapat kajian.
1. Konflik
Perjalanan cerita dalam fiksi sangat membutuhkan konflik. Cerita tanpa
adanya konflik akan mati rasa dan tidak menarik. Alur cerita dengan konflik
sangat berkaitan. Alur tanpa konflik tidak berarti, sementara konflik lahir
karena adanya alur. Sebuah cerita tanpa adanya konflik maka, cerita itu tidak
akan berkembang. Berbagai cerita baru akan berkembang karena adanya
konflik. Konflik merupakan gambaran ketidakstabilan jiwa yang kemudian
membentuk pola konflik menjadi klimaks. Konflik berawal dari kondisi labil
yang membahas dan berakhir pada pemecahan berupa klimaks (Sayuti, 200:
41). Konflik tokoh dari awal akan membentuk pusaran yang mengerucut.
Konflik tokoh yang meruncing akhirnya akan meledak pada titik yang
disebut klimaks. Konflik dapat terjadi antara manusia dengan manusia,
konflik manusia dengan alam sekitarnya, konflik manusia dengan
masyarakat, sesuatu ide dengan ide lain dan seseorang dengan kata hatinya.
Nurgiayantoro (2005: 122) menyatakan konflik yaitu kejadian yang tergolong
penting yang merupakan unsur esensial dalam perkembangan plot.
Pertentangan tokoh yang mengarah pada kejadian peristiwa cerita dan
berfungsi mengembangkan ide cerita ialah inti dari konflik. Penelitian ini
menggunakan teori dari Stanton untuk menelaah konflik. Inti teori Stanton
(Nurgiyantoro, 2005: 124) yaitu membagi konflik menjadi dua macam antara
lain:
a. Konflik Eksternal (external confict) merupakan konflik yang terjadi antara
seorang tokoh dengan sesuatu yang ada diluar dirinya, mungkin dengan
lingkungan alam atau lingkungan manusia itu sendiri. Konflik eksternal ini
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1) Konflik Fisik (physical confict) Konflik fisik atau konflik elemental adalah
konflik yang disebabkan oleh adanya benturan antara tokoh dengan
lingkungan alam.
2) Konflik Sosial (sosial confict) Konflik sosial merupakan konflik yang
terjadi karena adanya interaksi antar manusia. Berbagai masalah manusia
dalam hubungannya dengan manusia itu sendiri.
b. Konflik Internal (internal confict) Konflik internal disebut juga dengan
konflik kejiwaan. Konflik ini merupakan konflik yang terjadi karena
pertentangan hati atau jiwa seseorang tokoh dengan tokoh lain. Konflik batin
ini juga bisa terjadi dalam diri seorang tokoh itu sendiri. Konflik jiwa dialami
setelah ada pertentangan atau gangguan batin seorang tokoh. Konflik batin
yang terus menerus terjadi menyebabkan pribadi, watak dan pemikiran yang
menyimpang. Biasanya konflik jiwa lahir dari hubungan antar manusia atau
tokoh.
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau
drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
yang dilakukan dalam tindakan (Abiams dalam Nurgiyantro, 2005: 165).
Tokoh-tokoh dalam novel muncul akibat dari kalimat-kalimat yang
mengekspresikannya dari kata yang diletakkan dibibirnya oleh si pengarang.
Tokoh dan penokohan merupakan satu kesatuan yang berbeda. Istilah tokoh
akan merujuk pada pelaku atau orang yang terlibat dalam cerita. Sedangkan
penokohan mengacu pada penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh
(Sudjiman, 1988: 23). Dengan demikian istilah “penokohan” lebih luas
pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan”, sebab ia sekaligus
mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana
penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
Watak, perwatakan dan karater pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang
ditafsirkan pembaca lebih menunjukkan pada kualitas pribadi seorang tokoh.
Penokohan dan karateristik sering disama artikan dengan karater dan
perwatakan yang menunjuk pada penempatan tokoh tertentu dengan watak
tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2005: 165). Teknik penokohan
menurut Altenbernd dan Lewis (Nurgiyantoro, 2005: 194-210) terdiri dari
dua macam yaitu sebagai berikut:
1. Teknik Ekspositori (Telling Technical) Teknik langsung ini disebut juga
teknik analitis. Teknik ini merupakan pelukisa tokoh cerita dilakukan dengan
memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung.
2. Teknik Dramatik (Showing Technical) Teknik ini sering disebut teknik
tidak langsung. Artinya pengarang tidak tidak mendeskrepsikan secara
eksplisit sifat, sikap serta tingkah laku tokoh. Tokoh digambarkan secara
verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan juga peristiwa. Teknik ini
terdiri dari :
a. Teknik Cakapan
b. Teknik Tingkah Laku
c. Teknik Pikiran dan Perasaan
d. Teknik Arus Kesadaran
e. Teknik Reaksi Tokoh
f. Teknik Reaksi Tokoh Lain
g. Teknik Pelukisan Latar
h. Teknik Pelukisan Fisik

D. HIPOTESIS
Dalam penentuan Hipotesis ini, Penulis melihat dari rumusan masalah yang
telah disampaikan sebelumnya dan penulis memaparkan hipotesis sebagai berikut:
1. Kepribadian tokoh utama yaitu Waskito kurang baik dia adalah anak yang
nakal, dan perilaku buruknya itu terjadi karena kurang mendapat perhatian
dari orang tuanya.
2. Konflik Psikologis yang dialami oleh Waskito adalah tentang kurangnya
mendapat perhatian dari orang tuanya.
3. Penokohan yang ada dalam novel Pertemuan Dua Hati ini merupakan
gambaran dari dampak buruk seorang anak yang tidak mendapatkan
perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya.

E. PENGUMPULAN DATA
Sumber data yang dipakai dalam dalam penelitian ini adalah, Sumber data
primer dan sumber data skunder, sumber data primer merupakan sumber data utama
(Siswantoro, 2004: 140) Sumber data ini adalah novel Pertemuan Duan hati Karya
Nh. Dini yang diterbitkan oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Sumber sekunder merupakan sumber data kedua (Siswantoro, 2004: 140).
Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu data-data yang bersumber dari
beberapa sumber selain sumber data primer atau acuan yang berhubungan dengan
permasalahan yang menjadi objak penelitian. Adapun sumber data skunder dalam
penelitian ini diantaranya posted Pipiet dalam review novel Pertemuan Dua Hati
pada tanggal 20 Oktober 2010, (http://pipiet-piepiet.blogspot.com).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik
kepustakaan, yaitu studi tentang sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian
sejenis, dokumen yang digunakan untuk mencari data-data mengenai hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, majalah, gambar, dan data-data yang
bukan angka-angka (Moeleong, 2005: 11).

F. OLAH DATA
1. Hasil Penelitian:
Hasil penelitian yang diperoleh berupa deskripsi mengenai aspek psikologi
dalam Novel Pertemuan Dua Hati karya N.H. Dini. Aspek tersebut
digambarkan melalui:
1) Kepribadian tokoh utama.
2) Konflik psikologis tokoh utama.
Teknik penokohan yang digunakan pengarang dalam menampilkan tokoh
Waskito menggunakan 2 teknik. Yaitu, teknik analitik dan teknik dramatik.
Teknik analitik melukiskan tokoh cerita dengan memberikan deskripsi,
uraian, atau penjelasan secara langsung. Sedangkan teknik dramatik
digunakan pengarang untuk menampilkan tokoh secara tidak langsung
dengan sejumlah teknik. Teknik dramatik yang digunakan pengarang yaitu,
teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan dan teknik
reaksi tokoh. Dengan teknik-teknik itu dapat diketahui bahwa kepribadian
Waskito lebih dominan Introvert daripada kepribadian ekstrovert.
Kepribadian Waskito yang Introvert antara lain: Nakal, labil, sukar, sombong,
angkuh, terampil, keras kepala, tinggi hati, baik, dan cerdas. Kepribadian
Waskito yang Ekstrovert antara lain: pemarah, pemberontak, suka
mengamuk, jahat, terbuka, dan taat. Konflik-konflik yang dialami oleh
Waskito dapat dilihat pada table berikut:

No Data Wujud Konflik Penyebab Cara Mengatasi


Psikologi Terjadinya Konflik
Konflik
1 Konflik Menjadi anak Ingin diperhatikan Harus ada orang yang
internal yang nakal memberinya perhatian
dan kasih sayang
2 Konflik Suka berontak Ingin mendapatkan Diberi kebebasan
yang tanggung jawab
Internal kebebasan
3 Konflik Konflik Waskito Dipukul oleh orang Memberi hukuman
tidak selalu harus
eksternal dengan Orang tuanya
dengan kekerasan
tuanya
4 Konflik Konflik Waskito Terlalu Ikut Harus perlahan untuk
mengambil hatinya
eksternal dengan Ibu Suci campur dalam
hidupnya
5 Konflik Konflik Waskito Suka mengejek Harus saling
menghargai dan
eksternal dengan teman-
menghormati orang
teman lain

G. INTERPRETASI DAN ANALISIS


- SINOPSIS:
Bu Suci adalah seorang guru sekolah dasar yang selalu memiliki tanggung
jawab besar untuk menjalankan profesinya. Pada suatu hari, ia harus pindah
mengajar ke Semarang karena suaminya dipindahtugaskan ke kota tersebut. Dalam
hatinya telah terbayang masa penantian yang lama sebelum ia mendapatkan tempat
mengajar yang baru. Ia membanyangkan bahwa hari-harinya yang dilalui di kota itu
akan akan dirasakan sangat panjang dan menyikasa. Namun, semua yang
dibayangkan itu menjadi sirna ketika diterima disebuah sekolah dasar yang tidak
jauh dari tempat tinggalnya. Bahkan, ia dipercaya memegang dua kelas untuk
menggantikan salah seorang guru yang mengalami kecelakaan. Sejak saat itu bu Suci
resmi menjadi guru disekolah tersebut. Ia mendapat sambutan yang hangat dari
rekan-rekan sesame guru. Ia tidak mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan
lingkungannya yang baru sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pada hari keempat, Bu Suci baru menyadari bahwa salah seorang muridnya yang
bernama Waskito tidak pernah masuk sekolah tanpa ada keterangan yang pasti. Tak
ada satu muridpun yang mengetahui alasan ketidakhadiran Waskito. Ketika ia
menanyakan tentang murid tersebut kepada rekan guru, ia mendapat jawaban yang
tidak memuaskan hatinya. Bahkan, ia diminta untuk tidak memperdulikan
ketidakhadiran Waskito karena kedatangan anak itu disekolah hanya akan menambah
masalah bagi dirinya. Kenakalannya terkadang melewati batas. Tentu saja sebagai
seorang guru, hati Bu Suci terpanggil untuk melakukan pendekatan intensif
kepadanya. Menurutnya, anak semacam waskito perlu mendapatkan perhatian ekstra
darinya. Pada saat yang sama, anak bungsunya terserang penyakit ayan. Kedua hal
ini membebani pikirannya. Ia binggung untuk menentukan mana yang lebih dulu
ditanganinya. Ketika ia memilih anaknya, panggilan hatinya sebagai seorang guru
menyentak-nyentak hatinya. Ia mengharapkan semua muridnya menjadai anak yang
baik yang berguna bagi nusa dan bangsa. Sebaliknya, bila ia mengutamakan
muridnya, ia akan merasa berdosa jika si bungsu mengalami penderitaan panjang
karena kurang mendapat perhatian darinya sehingga masa depannya akan suram.
Diantara kebimbangan itulah, ia memutuskan untuk memilih keduanya. Ia tetap
memperhatikan anak bungsunya, namun ia juga berusaha melakukan pendekatan
dengan Waskito.
Setelah itu, Bu Suci mengirim surat kepada Nenek Waskito. Sore hari yang
telah ditentukan, Bu Suci mengunjungi rumah Nenek Waskito. Dari nenek Waskito,
dia memperoleh banyak informasi tentang Waskito. Waskito pernah dipukul oleh
ayahnya karena dia membolos. Selama berada di rumah orangtuanya, dia tidak
pernah ditegur dan diberi tahu mana yang baik dan buruk. Tetapi selama tinggal 1,5
tahun dirumah Neneknya, Waskito bersikap manis, sopan, sering mengerjakan tugas
rumah. Hasilnya Waskito menjadi murid yang normal. Rapotnya menunjukan
kemajuan. Namun, orang tuanya mengambilnya kembali. Setelah mendengar semua
informasi mengenai Waskito dari neneknya, Bu Suci jadi mengerti perasaan Waskito.
Pada mulanya usaha Bu Suci tidak sia-sia karena Waskito mulai rajin ke sekolah dan
tidak menampakkan kenakalannya. Namun, beberapa hari kemudian ia kembali pada
sifatnya semula. Bu Sucii mulai membenarkan pendapat rekan-rekan sesama guru
bahwa Waskito tidak akan pernah berubah menjadi murid yang baik karena ia telah
terbiasa dimanja dengan harta.
Kepala sekolah yang mengetahui masalah Waskito memberikan waktu satu
bulan kepada Bu Suci untuk melakukan pendekatan kepada anak itu. Dalam hati Bu
Suci muncul keyakinan bahwa ia harus mencari cara pendekatan yang tepat untuk
menghilangkan kenakalan anak itu. Usahanya tak sia-sia karena tak berapa lama
kemudian tingkah laku waskiti menunjukkan perubahan kearah yang positif. Ia
menjadi murid yang baik, bahkan ia berhasil naik kelas. Bu Suci merasa bangga
karena tujuannya tercapai. Kebahagiaan Bu Suci semakin bertambah ketika anak
bungsunya dinyatakan sembuh dari penyakitnya.
1. Tokoh Utama dan Penokohan dalam Novel Pertemuan Dua Hati karya N.H.
Dini.
a. Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam
berbagai peristiwa cerita. Ditinjau dari keterlibatannya dalam keseluruhan cerita,
tokoh fiksi dibedakan menjadi 2, yaitu, tokoh utama dan tokoh tambahan.
1. Tokoh utama
Tokoh utama dalam novel Pertemuan Dua Hati yaitu Waskito. Waskito adalah
seorang siswa yang tergolong sukar. Dalam artian bandel dan suka mengamuk.
Namun, disamping itu, sejatinya Waskito adalah siswa yang pandai. Tokoh
utamanya adalah Waskito karena tokoh tersebut dapat memenuhi kriteria sebagai
tokoh utama. Berikut ini beberapa kutipan yang menyebutkan bahwa Waskito
banyak berhubungan dengan tokoh lain. Berikut ini kutipan bahwa Waskito
banyak berhubungan dengan tokoh lain.
a. Waskito dengan Ibu Suci
b. “Kesantaianku menghadapi murid sukarku sampai pada pertanyaan mengenai
keluarganya. Apa kabar dengan nenek? Kutanyakan apakah dia sering
bertemu dengan nenek? Tidak, jawabnya.” (hlm. 75)
c. Waskito dengan kakek dan neneknya.
“Di rumah kakek dan nenek Waskito bersikap sopan dan manis, menolong
mengerjakan tugas yang ringan disamping masuk sekolah secara teratur.”
(hlm. 41)
d. Waskito dengan teman-temannya
“Waskito, Bu!” hanya itulah yang diucapkan Wahyudi. “Kenapa? Dia
mengamuk lagi?” Sahutku.” (hlm. 80)

b. Penokohan
Watak tokoh utama di atas, disampaikan oleh pengarang menggunakan 2 macam
teknik penokohan, yaitu teknik analitik dan teknik dramatik. Teknik dramatik
yang digunakan pengarang yaitu teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik
pikiran dan perasaan dan teknik reaksi tokoh lain. Berikut ini adalah
pembahasannya.
1. Teknik Analitik. Teknik analitik yaitu menggambarkan watak tokoh yang
secara langsung dilukiskan pengarang.
Metode langsung menjelaskan bahwa Waskito merupakan orang yang labil.
“Waskito memang dianggap sebagai anak yang tidak tetap, atau labil.” (hlm.
31) Waskito juga merupakan orang yang pemarah dan pemberontak. “Maka
ia tumbuh menjadi anak yang pemarah dan pemberontak.” (hlm. 32)
Waskito juga merupakan orang yang sombong dan angkuh. “dalam keadaan
diam demikian, dia nampak sombong, angkuh.” (hlm. 52)
2. Teknik Dramatik (tidak langsung)
a.) Teknik Cakapan
Cakapan antar tokoh sering kali digunakan pengarang sebagai media
mengungkapkan jati diri tokoh. Percakapan pada teknik ini dapat dilakukan
oleh 2 orang/lebih. Cakapan di bawah ini menggambarkan tokoh Waskito
yang cerdas.“Tidak ada orang yang baik atau pandai dalam segala-galanya.
Kamu terampil dalam hal pertukangan, otakmu cerdas meskipun pelajaranmu
biasa-biasa saja.Bukankah itu sudah sangat mencukupi?” (hlm.84)
Waskito yang terampil dalam pertukangan menunjukkan bahwa Waskito
Cerdas.
b.) Teknik Tingkah laku
Tingkah laku tokoh dapat mencerminkan dirinya sendiri. Teknik secara fisik
menunjukkan siapa tokoh yang sebenarnya. Tokoh Waskito yang nakal
ditunjukkan dalam kutipan berikut ini. Setiap dia kambuh berubah menjadi
bengis, selalu berteriak-teriak dan memukul bahkan menendang kami.” (hlm.
30)
c.) Teknik pikiran dan perasaan
Penokohan pada teknik ini dimulai dari perdebatan pikiran dan perasaan.
Waskito adalah anak yang tinggi hati dan keras kepala. Watak ini
digambarkan dengan teknik pikiran dan perasaan yang ditunjukkan dalam
kutipan berikut ini: “ Mendadak satu perkiraan melintas di kepalaku. Anak
itu tinggi hati, tidak mudah mengalah dalam semua hal. Dia juga keras
kepala.” (hlm.82)
d.) Teknik reaksi tokoh
Reaksi tokoh ditimbulkan oleh adanya rangsangan dari luar diri. Teknik ini
merupakan respon terhadap kejadian, keadaan dan masalah dari luar tokoh.
Waskito sering mengamuk di kelas. Watak ini digambarkan dengan teknik
reaksi tokoh seperti terlihat dalam kutipan berikut ini:“Tiba-tiba keadaan
berubah. Guru-guru sedang beristirahat di kantor, menunggu lonceng masuk
kembali. Seorang muridku terengah-engah dating langsung berseru: “Bu
Suci! Waskito kambuh, Bu! Dia mengamuk! Dia mau membakar kelas!” .“
(hlm. 67)
2. Kepribadian Tokoh Utama (Waskito) dalam Novel Pertemuan Dua Hati
karya Nh.Dini Tipe kepribadian yang dimiliki tokoh utama berdasarkan
kepribadiannya yaitu ekstrovert dan introvert. Namun, yang lebih dominan
adalah kepribadian introvert. Kepribadian Waskito yang introvert meliputi:
Nakal, labil, sukar. Sombong, angkuh, terampil, keras kepala, tinggi hati,
baik, cerdas.
a. Kepribadian introvert
Manusia bertipe introvert adalah manusia yang dipengaruhi oleh dunia
subyektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama
tertuju dalam pikiran, perasaan, serta tindakan. Kepribadian introvert
tokoh utama adalah sebagai berikut:
“Biasanya, kalau ada anak nakal kelewat batas, namanya di dalam daftar
diberi tanda.” (hlm.30)
“dalam keadaan diam demikian, dia Nampak sombong, angkuh.”
(hlm.53)
b. Kepribadian ekstrovert
Tipe manusia yang ekstrovert adalah manusia yang dipengaruhi oleh
dunia objektif, yaitu dunia di luar dirinya. Pikiran, perasaan serta
tindakannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Kepribadian ekstrovert
tokoh Waskito adalah sebagai berikut:
“Kata si nenek, semua itu tidak pernah didapatkan Waskito di rumahnya.
Maka dia tumbuh menjadi anak yang bersifat pemarah dan
pemberontak.” (hlm. 32)
3. Konflik yang Dialami Tokoh Utama (Waskito) dalam Novel Pertemuan Dua
Hati Karya Nh. Dini.
Konflik dalam sebuah karya sastra terjadi dalam diri tokoh. Konflik yang
terjadi dalam hati atau jiwa seorang tokoh cerita dan merupakan
permasalahan intern dan konflik internal, sedangkan permasalahan yang
terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya baik
lingkungan maupun manusia adalah konflik eksternal. Konflik yang terjadi
dalam suatu karya sastra membuat suatu karya sastra menjadi lebih menarik.
Konflik yang dialami tokoh Waskito dalam novel Pertemuan Dua Hati yaitu
konflik eksternal dan internal.
a. Konflik eksternal yang dialami tokoh Waskito
Konflik eksternal merupakan permasalahan yang terjadi antara seorang
tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya. Waskito mempunyai
kepribadian Eksternal yang lebih dominan. Konflik yang dialami Waskito
yaitu: 1.) Konflik Waskito dengan orangtuanya, 2.) Konflik Waskito
dengan Ibu Suci, 3.) Konflik Waskito dengan teman-temannya,
Konflik antara Waskito dengan orangtuanya dapat dilihat dalam kutipan
berikut ini:
“Anak kami belum pernah menghukum, apalagi memukul Waskito!” kata
si nenek. “Barangkali inilah kesalahannya. Ada anak-anak yang
memerlukan perhatian, yang menganggap hukuman jasmaniah sebagai
ganti perhatian yang diinginkan.” (hlm. 37)
Konflik Waskito dengan Ibu Suci terlihat pada kutipan berikut ini:
“Aku tetap takut dan cemas pada suatu hari murid sukarku tidak masuk
karena membolos, atau sekonyong-konyong mengamuk sambil
menyabitkan sesuatu senjata! “ (hlm. 74)
Konflik Waskito dengan Teman-temannya:
“Bu Suci! Waskito kambuh, Bu! Dia mengamuk! Dia mau membakar
kelas!” (hlm. 67)
b. Konflik internal yang dialami tokoh Waskito
Konflik internal meerupakan permasalahan intern, terjadi dalam hati atau
jiwa tokoh. Konflik intern dalam pembahasan ini dideskripsikan sesuai
dengan kondisi jiwa atau perasaan tokoh. Konflik internal yang dialami
tokoh Waskito yaitu:
1.) Pergolakan hati Waskito karena ingin diperhatikan dan disayang.
2.) Tekanan batin Waskito karena ingin bebas dan berkembang.
Konflik tekanan batin Waskito karena ingin bebas dan berkembang
terdapat pada kutipan berikut ini:
“Entah Bu! Mereka kalau sudah berkata tidak boleh, ya tidak boleh! Dulu
saya selalu bertanya, mengapa saya tidak seperti kawan-kawan lain?
Orang tua mereka membiarkan mereka bersepedaan kemana-mana.”
(hlm. 77)

KESIMPULAN
Karya sastra dapat lebih dipahami melalui kerja analisis. Bagian yang
dianalisis biasanya meliputi aspek bentuk maupun aspek isi. Menyangkut sejumlah
unsur secara sekaligus maupun salah satu unsur tertentu, pengkajian karya sastra
tersebut dapat dilakukan pada sebuah karya sastra tertentu, atau beberapa karya
sastra tertentu dalam periode tertentu pula. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
batin seseorang merupakan pantulan hubungan dengan orang lain atau masyarakat
sering digunakan bahan sastra. Sebuah karya sastra pada dasarnya merupakan reaksi
terhadap suatu keadaan. Dengan demikian mempelajari karya sastra berarti karya
yang berupa inspirasi, pandangan hidup serta karakter pengarang. Dalam menarik
kesimpulan ini, penulis akan berpegang pada rumusan masalah di atas, sehingga
kesimpulan akan menjadi jelas. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Ada beberapa konflik eksternal yang dialami tokoh utama:
• Konflik Waskito dengan orangtuanya
• Konflik Waskito dengan Ibu Suci
• Konflik Waskito dengan teman-temannya
Ada beberapa konflik internal yang dialami tokoh utama:
• Pergolakan hati Waskito karena ingin diperhatikan dan disayang.
• Tekanan batin Waskito karena ingin bebas dan berkembang.
Jadi, kesimpulan dari penelitian ini sejalan dengan hipotesis yang telah
dipaparkan bahwa seorang anak sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang
dari orang tua, teman-teman, dan semua orang yang ada di sekitarnya untuk
membentuk kepribadian yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
• Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta
• Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: Muhammadiyah
University
• Press Austin & Wellek. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

You might also like