You are on page 1of 17

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar
sepanjang rentang pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia.
Pada masa usia dini, semua potensi anak berkembang sangat cepat. Fakta
yang ditemukan oleh ahli-ahlineurologi, menyatakan bahwa sekitar 50%
kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun dan 80% telah
terjadi ketika berusia 8 tahun. Pertumbuhan fungsional sel-sel syaraf tersebut
membutuhkan berbagai situasi pendidikan yang mendukung, baik situasi
pendidikan keluarga, masyarakat maupun sekolah.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia dini, pemerintah


sudah mengembangkan Kurikulum PAUD dan perangkatnya yang dijadikan
acuan bagi penyelenggaraan PAUD. Kurikulum PAUD hendaknya disusun
berdasarkan landasan teoritik, yuridis, dan empiric. Hingga saat inibelum
ditetapkan Standar Nasional Pendidikan untuk PAUD sebagai acuan
penyusunan KTSP. Untuk itu perlu disusun naskah akademik kajian
kebijakan kurikulum PAUD.

Penyusunan naskah akademik kajian kebijakan kurikulum PAUD bertujuan


untuk memberikan landasan teoritik (keilmuan) dan empirik bagi perumus
kebijakan dan penyelenggara PAUD pada berbagai kelembagaan. Hasil
kajian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan secara konseptual
akademik dalam mengembangkan Standar Nasional Pendidikan (SNP)
terutama Standar Kompetensi Lulusan (untuk PAUD disebut Standar
Kompetensi Akhir Usia) dan Standar Isi Perkembangan (SIP).

Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD meliputi kajian dokumen dan kajian


pelaksanaan kurikulum PAUD serta permasalahannya. Selain itu juga
dilakukan kajian pustaka (kajian teoritis) berbagai landasan keilmuan yang
dapat mendasari atau menjadi pijakan PAUD. Peserta yang terlibat dalam
kajian ini terdiri atas ahli PAUD dari perguruan tinggi, Guru dan Kepala
Sekolah TPA/KB/TK/RA. Kajian ini dilakukan melalui serangkaian
kegiatan, meliputi: penyusunan desain, seminar, studi dokumen, workshop
dan presentasi. Dari hasil kajian dokumen dan kajian pelaksanaan kurikulum
PAUD ditemukan banyak masalah yang meliputi semua dokumen kurikulum
dan pelaksanaannya.
Dari hasil kajian dapat disimpulkan bahwa Standar Kompetensi TK/RA dan
Menu Pembel Generik belum sesuai dengan landasan teoritis (landasan
psikologis), terutama dalam hal penyusunan gradasi perkembangan dan
lingkup perkembangan. Kajian ini menghasilkan beberapa rekomendasi,
yaitu perlu dilakukan riset perkembangan anak usia dini Indonesia sebagai
acuan empirik dalam menyusun SKAU (Standar Kompetensi Akhir Usia)
dan SIP (Standar Isi Perkembangan), perlu disusun tahapan perkembangan
anak mulai dari lahir sampai usia delapan tahun sebagai dasar penentuan SK
dan KD sehingga ada kesinambungan kompetensi dari TB/KB, TK/RA,
hingga SD kelas awal; dan perlu dikembangkan Standar Nasional
Pendidikan untuk anak usia dini yang didasarkan pada naskah akademik.

Tujuan

Tujuan

Kajian kurikulum PAUD ini disusun untuk memberikan landasan keilmuan


dalam menyelenggarakan pendidikan anak usia dini pada berbagai
kelembagaan. Kajian ini juga dimaksudkan memberikan pemahaman tentang
pentingnya penguasaan konsep keilmuan yang membangun dan
mendukung penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Upaya ini sekaligus
dapat membangun kebiasaan berpikir dan bertindak praksis dalam
menjalankan profesi tenaga pendidik anak usia dini. Adapun tujuan khusus
kajian ini diarahkan pada :

1. Memberikan analisis konsep dasar filosofis dan keilmuan pendidikan serta


ilmu
bantu lainnya sebagai dasar pengembangan seluruh komponen kurikulum.

2. Memberikan acuan (guideline) secara konseptual akademik dalam menyusun


standar kompetensi lulusan (SKL) dan standar isi (SI) sebagai bagian
intergral kurikulum.

3. Memberikan guideline secara konseptual akademik dalam menyusun


standar
proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan (Developmentally
Appropriate) dan berbagaikebutuhan anak usia dini
BAB I

Landasan Yuridis Konsep Dasar Pendidikan


Anak Usia Dini

1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


Dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 ditegaskan beberapa hal
penting
sebagai berikut :

a. Pasal 4 mengungkapkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup,


tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diksriminasi.

b. Pasal 9 mengungkapkan dua hal pokok yaitu;

1). Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam


rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
minat dan bakatnya.

2). Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak
yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,
sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus.

2. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional.
Undang-Undang Nomor 20 telah memberikan payung hukum untuk
perlunya

diselenggarakan pendidikan anak usia dinipada ketiga jalur pendidikan. Pada


pasal 28 undang-undang nomor 20 tahun 2003 ditegaskan tentang
penyelenggaraan pendidikan anak usia dini pada jalur informal
(keluarga), jalur non formal (seperti Kelompok Bermain dan Taman
Penitipan Anak) dan jalur formal (Taman Kanak- kanak dan Raudhatul
Atfal).
BAB II

LANDASAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


A. Landasan Akademis (Teoritis)
1. Filosofis-Pedagogis

Filosofi pendidikan merupakan kerangka landasan yang sangat


fundamental bagi sistem pendidikan dan para pendidik. Kerangka filosofis
memberikan gambaran tentang cara pandang guru terhadap pendidikan itu
sendiri (termasuk didalamnya kurikulum, tujuan pendidikan dan isi
pendidikan), anak didik dan proses pembelajaran. Kerangka filosofis harus
menjadi kerangka berpikir guru ataumind set guru dalam menyelenggarakan
praksis pembelajaran.

Adapun landasan pedagogis memberikan sejumlah pemahaman


konseptual dan praktis tentang bagaimana proses pendidikan itu terjadi
dalam berbagai lingkungan, termasuk didalamnya adalah pola pengasuhan
anak, model pembelajaran, metode pembelajaran dan teknik pembelajaran,
penggunaan media dan sumber belajar, penyusunan langkah pembelajaran
dan penilaian yang mendidik.

Dari sudut filosofis pendidikan, banyak ragam konsep cara pandang


pelaksanaan pendidikan yang digagas oleh para filosof. Beberapa konsep
filosofis tersebut dapat dirangkum sebagai berikut :

a. Idealisme.

Idealisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa alam semesta


ini adalah perwujudan intelegensi dan kemauan, hal zat atau substansi yang
kekal dan abadi dalam dunia ini bersifat keijiwaan, spiritual atau rohaniah.
Dan hal-hal yang bersifat materil bersumber kepada hal-hal yang bersifat
kejiwaan. Tokoh aliran ini antara lain Plato, David Hume, dan Hegel.

Pandangannya tentang hakikat pengetahuan menyatakan bahwa


pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali.
Pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti, tidak lengkap, karena
dunia materi hanyalah tipuan belaka, sifatnya maya, dan menyimpang dari
keadaan lingkungan yang lebih sempurna. Kebenaran hanya mungkin dapat
dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran cemerlang, dan
sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat pendapat. Sehubungan
dengan teori pengetahuannya, intelek dan akal memegang peranan yang
sangat penting atau menentukan proses belajar mengajar, karena menurut
aliran ini manusia akan dapat memperoleh pengetahuan dan kebenaran
sejati. Dengan demikian pengetahuan yang diajarkan di sekolah harus
bersifat intelektual.

Hakikat nilai menurut pandangan idealisme bersifat absolut. Standar


tingkah laku manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari
kenyataan sebenarnya atau metafisik. Hanya satu kebenaran, yaitu
kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta. Pendidikan menurut idealisme
diartikan sebagai upaya terencana untuk mewujudkan manusia ideal yaitu
manusia yang dapat mencapai keselarasan individual yang terpadu dalam
keselarasan alam semesta. Upaya pendidikan harus ditujukan pada
pembentukan karakter, watak, menusia yang berbudi luhur, pengembangan
bakat insani dan kebajikan social.

Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD – Tahun 2007


11
2. Landasan Psikologis

Pendidikan anak usia dini pada berbagai kelembagaan sesungguhnya


merupakan proses interaksi antara pendidik dengan anak didik untuk
membantu anak mencapai tugas-tugas perkembangannya dan/atau
memperoleh optimalisasi berbagai ragam potensi perkembangan. Dalam
konteks interaksi edukatif, ragam pemahaman kondisi psikologis pendidik
dan anak didik menjadi konsep penting untuk memberikan acuan dalam
penyusunan dan pengembangan kurikulum. Kondisi psikologis pendidik dan
anak didik ini akan digambarkan dalam landasan psikologis. Landasan
psikologis merupakan acuan konseptual akademis yang berisi kajian konsep
psikologi yang memberikan pemahaman berbagai konsep tentang
perkembangan anak (psikologi perkembangan dan perkembangan anak).
Bagaimana cara anak belajar (psikologi belajar) dan faktor yang
mempengaruhi belajar anak (psikologi pendidikan).

Dalam konteks psikologi perkembangan dan perkembangan anak, setiap


anak didik memiliki karakteristik dan tahapan perkembangan normatif yang
relatif sama sesuai dengan usia kalender (cronological ages). Standar
normatif perkembangan ini akan menjadi kerangka acuan dalam menyusun
standar kompetensi perkembangan sesuai dengan usia kelender masing-
masing murid. Walaupun secara normatif anak memiliki standar
perkembangan yang relatif sama namun dalam proses pencapaiannya, setiap
anak memiliki keunikan, tempo dan irama perkembangan masing-masing.
Terdapat perbedaan kondisi psikologis (mental ages) yang telah dimiliki dan
dicapai setiap anak didik dibandingkan dengan standar perkembangan yang
sesuai dengan usia kalender (sesuai usia). Perbedaan tersebut dalam konsep
perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor heriditas (faktor bawaan),
pengalaman interaksi anak dalam keluarga (termasuk kondisi spiritual-
keagamaan, kondisi ekonomi, kondisi sosial-antropologi yang dimiliki
keluarga). Beberapa konsep generik psikologi perkembangan dan
perkembangan anak yang dijadikan landasan psikologis dalam naskah
akademik ini diantaranya seperti berikut ini:

Pemahaman tentang konsep perkembangan anak didik dapat diperoleh


melalui
studi perkembangan, baik yang bersifat longitudinal, cross sectional (cross
lateral), psikoanalitik, sosiologik maupun studi kasus. Studi longitudinal
telah

memperoleh sejumlah informasi tentang perkembangan individu melalui


pengamatan dan pengkajian perkembangan sepanjang masa perkembangan,
dari saat lahir sampai dengan dewasa, seperti yang pernah dilakukan oleh
Williard C. Olson. Metode cross sectional (cross lateral) melakukan
pengamatan dan pengkajian terhadap berbagai kelompok selama suatu
periode yang singkat. Hal ini pernah dilakukan oleh Arnold Gessel. Ia
mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri
fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan kemampuan serta perilaku
mereka. Studi psikoanalitik dilakukan oleh Sigmund Freud beserta para
pengikutnya. Studi ini lebih banyak diarahkan mempelajari perkembangan
anak pada masa-masa sebelumnya, terutama pada masa kanak-kanak
(balita). Menurut Freud, pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa
balita dapat mengganggu perkembangan pada masa- masa berikutnya.
Metode sosiologik digunakan oleh Robert Havighurst yang mempelajari
perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas yang harus
dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat. Tuntutan akan tugas-tugas
kehidupan masyarakat ini oleh Havighurst disebut sebagai tugas-tugas
perkembangan (developmental tasks). Ada seperangkat tugas-tugas
perkembangan yang harus dikuasai individu dalam setiap tahap
perkembangan. Metode studi kasus dilakukan dengan mempelajari
kasus-kasus tertentu, para ahli psikologi perkembangan menarik beberapa
kesimpulan tentang pola-pola perkembangan anak. Studi seperti ini pernah
dilakukan oleh Jean Piaget tentang perkembangan kognitif anak.

b. Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu


pendekatan pentahapan (stage approach), pendekatan diferensial (differential
approach) dan pendekatan ipsatif (ipsative approach). Menurut pendekatan
pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap
perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik
tertentu yang berbeda dengan tahap yang lainnya. Pendekatan diferensial
melihat bahwa individu memiliki kesamaan dan perbedaan.

Atas dasar persamaan dan perbedaan tersebut, individu dikatagorikan atas


kelompok-kelompok yang berbeda, seperti kelompok individu berdasarkan
jenis kelamin, ras, agama, status sosial-ekonomi dan sebagainya. Selain itu,
pendekatan ipsatif adalah suatu pendekatan yang berusaha melihat individu
berdasarkan karakteristiknya. Dari ketiga pendekatan itu yang banyak dianut
oleh para ahli psikologi perkembangan adalah pendekatan pentahapan.
Pendekatan ini lebih disenangi karena lebih jelas menggambarkan proses
urutan perkembangan dan kemajuan individu. Dalam pendekatan
pentahapan yang bersifat khusus, dikenal pentahapan dari Piaget, Erikson,
dan sebagainya. Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap perkem- bangan
dari kemampuan kognitif anak. Dalam perkembangan kognitif menurut
Piaget, yang terpenting adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep.
Melalui penguasaan konsep-konsep itu, anak mengenal lingkungan dan
memecahkan berbagai problema yang dihadapi dalam kehidupannya. Ada
empat tahap perkembangan kognitif anak menurut konsep Piaget, yaitu
sebagai berikut.

♦ Tahap sensorimotor, usia 0-2 tahun;


♦ Tahap praoperasional, usia 2-4 tahun;
♦ Tahap konkret operasional, usia 7-11 tahun;
♦ Tahap formal operasional, usia 11-15 tahun.

Tahap sensorimotor disebut juga sebagai masadescrim ina ting andla b el


ing. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks,
bahasa awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja. Masa
praoperasional atau masa prakonseptual disebut juga sebagai masa intuitif
dengan kemampuan menerima perangsang yang terbatas. Anak mulai
berkembang kemampuan bahasanya, walaupun pemikirannya masih statis
dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas.
Masa konkret operasional disebut juga masa

performing operation. Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan


tugas-
tugas menggabungkan, memisahkan, meyusun, menderetkan, melipat dan
membagi. Masa formal operasional disebut juga sebagai masaproportional
thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi. Mereka
sudah
mampu berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, menyintesis,
mampu
berpikir abstrak dan berpikir reflektif serta memecahkan berbagai persoalan

Perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat diamati, dilihat.


Teori S-R Bond bersumber dari psikologi koneksionisme atau teori asosiasi
dan merupakan teori pertama dari rumpun behaviorisme. Menurut teori ini,
kehidupan ini tunduk kepada hokum stimulus respon atau aksi-reaksi.
Setangkai mawar merah dapat merupakan suatu stimulus dan direspon oleh
mata dengan cara meliriknya. Kesan indah yang diterima individu dapat
merupakan stimulus yang mengakibatkan terespon memetik bunga tersebut.
Demikian halnya dengan belajar, terdiri atas rentetan hubungan stumulus
respons. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus respons
sebanyak-banyaknya.

Hakikat Anak Usia Dini


a. Keunikan Anak Usia Dini

Setiap anak bersifat unik, tidak ada dua anak yang sama sekalipun
kembar siam. Setiap anak terlahir dengan potensi yang berbeda-beda;
memiliki kelebihan, bakat dan minat sendiri. Ada anak yang berbakat
menyanyi, ada pula yang berbakat menari, matematika, bahasa, dan adapula
yang berbakat olah raga. Kenyataan menunjukkan bahwa setiap anak tidak
sama, ada yang sangat cerdas, ada yang biasa saja, dan ada yang kurang
cerdas. Perilaku anak juga beragam, demikian pula langgam belajarnya.
Oleh karena itu para pendidik anak usia dini perlu mengenal pembelajaran
untuk anak yang berkebutuhan khusus. Dengan memahami kebutuhan
khusus setiap anak diharapkan para guru mampu mengembangkan potensi
anak dengan baik. Ki Hadjar Dewantara(1957) merangkum semua potensi
anak menjadi cipta, rasa, dan karsa. Teori Multiple Intelligencies
(Kecerdasan Ganda) dari Gardner (1998) menyatakan ada delapan tipe
kecerdasan. Biasanya seorang anak memiliki satu atau lebih kecerdasan,
tetapi amat jarang yang memiliki secara sempurna delapan kecerdasan
tersebut. PAUD bertujuan membimbing dan mengembangkan potensi setiap
anak agar dapat berkembang secara optimal sesuai tipe kecerdasannya. Oleh
karena itu guru harus memahami kebutuhan khusus dan kebutuhan
individual anak. Memang disadari ada faktor-faktor pembatas, yaitu faktor-
faktor yang sulit atau tidak dapat diubah dalam diri anak yaitu faktor genetis.
Oleh karenanya PAUD diarahkan untuk memfasilitasi setiap anak dengan
lingkungan belajar dan bimbingan belajar yang tepat agar anak dapat
berkembang sesuai kapasitas genetisnya.

Anak usia dini sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik
fisik maupun mental yang paling pesat. Pertumbuhan dan perkembangan
telah dimulai sejak prenatal, yaitu sejak dalam kandungan. Pembentukan sel
syaraf otak, sebagai modal pembentukan kecerdasan, terjadi saat anak dalam
kandungan. Setelah lahir tidak terjadi lagi pembentukan sel syaraf otak,
tetapi hubungan antar sel syaraf otak (sinap) terus berkembang. Begitu
pentingnya usia dini, sampai ada teori yang menyatakan bahwa pada usia
empat tahun 50% kecerdasan telah tercapai, dan 80% pada usia delapan
tahun. Anak usia dini juga sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan baik fisik maupun mental yang sangat pesat. Sel-sel tubuh
anak tumbuh dan berkembang amat cepat. Tahap awal perkembangan janin
sangat penting untuk pengembangan sel-sel otak, bahkan pada saat lahir
jumlah sel otak tidak bertambah lagi. Selanjutnya setelah lahir terjadi proses
mielinasi dari sel-sel syaraf dan pembentukan hubungan antar sel syaraf, dua
hal yang sangat penting dalam pembentukan kecerdasan. Makanan bergizi
dan seimbang serta stimulai pikiran sangat diperlukan untuk mendukung
proses tersebut. Selain pertumbuhan dan perkembangan fisik dan motorik,
perkembangan moral (termasuk kepribadian, watak, dan akhlak), sosial,
emosional, intelektual, dan bahasa juga berlangsung amat pesat. Oleh karena
itu usia dini (usia 0-8 tahun) juga disebut tahun emas atau

golden age. Oleh karena itu jika ingin mengembangkan bangsa yang cerdas,

beriman dan bertaqwa, serta berbudi luhur hendaklah dimulai dari PAUD.
Itulah sebabnya negara-negara maju amat serius mengembangkan PAUD,
tidak dianggap sebagai pelengkap, tetapi sama pentingnya dengan
pendidikan SD atau sekolah menengah.
Cara Belajar Anak Usia Dini

Anak usia dini belajar dengan caranya sendiri. Bermain erupakan cara
belajar yang sangat penting bagi anak usia dini. Sering guru dan orangtua
mengajarkan anak sesuai dengan jalan pikiran orang dewasa, seperti
melarang anak untuk bermain. Akibatnya apa yang diajarkan orangtua sulit
diterima anak dan banyak hal yang disukai oleh anak dilarang oleh orangtua;
sebaliknya banyak hal yang disukai orangtua tidak disukai anak. Untuk itu
orangtua dan guru anak usia dini perlu memahami hakikat perkembangan
anak dan hakikat PAUD agar dapat memberi pendidikan yang sesuai dengan
jalan pikiran anak.

Berbagai teori belajar pada anak seperti teori Piaget, Vygotsky,


Montessori, Bandura, Case, Bruner, dan Smilansky menjelaskan cara belajar
anak dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu teori belajar
tersebut perlu dipilih dan disesuaikan dengan karakteristk anak serta materi
ajarnya. Modalitas belajar anak juga berbeda-beda, sehingga cara anak
belajar berbeda pula. Anak tipe auditif, misalnya, berbeda cara belajarnya
dengan tipe visual dan kinestetik. Untuk itu guru dan orangtua perlu
memahami karakteristik anak agar dapat memberi bantuan belajar yang
paling tepat.

Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Ilmu Pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi; salah


satunya ialah PAUD yang membahas pendidikan untuk anak usia 0-8 tahun.
Anak usia tersebut dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dengan
anak usia di atasnya sehingga pendidikan untuk anak usia tersebut
dipandang perlu untuk dikhususkan. PAUD telah berkembang dengan pesat
dan mendapat perhatian yang luar biasa terutama di negara- negara maju
karena mengembangkan sumberdaya manusia lebih mudah jika dilakukan
sejak usia dini.

PAUD adalah ilmu multi dan interdisipliner, artinya tersusun oleh


banyak disiplin ilmu yang saling terkait. Ilmu Psikologi perkembangan, ilmu
Pendidikan, Neurosains, ilmu Bahasa, ilm Seni, ilmu Gizi, ilmu Biologi
perkembangan anak, dan ilmu-ilmu terkait lainnya saling erintegrasi untuk
membahas setiap persoaan PAUD. Untuk mengembangkan kemampan
intelektual anak, diperlukan berbagai kegiatan yang dilandasi dengan ilmu
psikologi, ilmu pendidikan, ilmu matematika untuk anak, sains.
Kurikulum PAUD
Kurikulum PAUD bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak
(the
whole child) agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh seuai
kultur,

budaya, dan falsafah suatu bangsa. Anak dapat dipandang sebagai individu
yang baru mulai mengenal dunia. Ia belum mengetahui tatakrama, sopan-
santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal tentang dunia. Ia juga sedang
belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar memahami orang lain.
Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal tentang dunia
dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam
dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk
hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan dengan orang lain
diperlukan untuk belajar agar anak mampu mengembangkan kepribadian,
watak, dan akhlak yang mulia. Usia dini merupakan saat yang amat berharga
untuk menenamkan nilai-nilai nasionalisme, kebangsaan, agama, etika,
moral, dan sosial yang berguna untuk kehidupannya dan strategis bagi
pengembangan suatu bangsa.

Pembelajaran PAUD

Pembelajaran bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran


mengembangkan semua aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai-
nilai agama, (2) sosial- emosional, (3) kognitif (intelektual), (4) bahasa, (5)
Fisik-motorik, (6) Seni. Pembelajaran bersifat terpadu yaitu tidak
mengajarkan bidang studi secara terpisah. Satu kegiatan dapat menjadi
wahana belajar berbagai hal bagi anak. Bermain sambil belajar, dimana
esensi bermain menjiwai setiap kegiatan pembelajaran amat penting bagi
PAUD. Esensi bermain meliputi perasaan senang, demokratis, aktif, tidak
terpaksa, dan merdeka menjadi jiwa setiap kegiatan. Pembelajaran
hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga menyenangkan, membuat
anak tertarik untuk ikut serta, dan tidak terpaksa. Guru memasukkan unsur-
unsur edukatif dalam kegiatan bermain tersebut, sehingga anak secara tidak
sadar telah belajar berbagai hal.

Materi pembelajaran PAUD juga amat variatif. Ada pendapat yang


menyatakan bahwa PAUD hanya mengembangkan logika berpikir,
berperilaku, dan berkreasi. Adapula yang menyatakan bahwa PAUD juga
mempersiapkan anak untuk siap belajar (ready to learn); yaitu siap belajar
berhitung, membaca, menulis. Ada pula yang menyatakan bahwa materi
pembelajaran bebas, yang penting PAUD mengembangkan aspek moral-
agama, emosional, sosial, fisik-motorik, kemampuan berbahasa, seni, dan
intelektual. PAUD membimbing anak yangpremora l agar berkembang ke
arahm oral

realismd an moral relativism. Pembelajaran membimbing anak dari yang


bersifat

egosentris-individual, ke arah prososial, dan sosial-komunal. Pembelajaran


juga melatih anak menganal jati dirinya (self identity), menghargai dirinya
(self esteem), dan kemampuan akan dirinya (self efficacy). Banyak
pertanyaan dari guru dan orangtua tentang bolehkan mengajarkan anak
berhitung, membaca, dan menulis. Bukannya tidak boleh mengajarkan
semua itu, tetapi yang penting ialah anak sudah siap dan guru menggunakan
cara-cara yang sesuai untuk belajar anak.

Seting Lingkungan Belajar

Untuk membelajarkan anak, lingkungan perlu ditata agar kondusif untuk


belajar.
Penataan lingkungan belajar dan fasilitas belajar untuk anak usia dini amat
pentinguntuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. Di rumah,
anak-anak memerlukan mainan yang tidak perlu mahal tetapi baik dan aman
untuk belajar anak. Di sekolah anak-anak juga perlu mainan yang aman dan
baik untuk belajar. Berbagai alat permainan dan fungsinya bagi PAUD perlu
dipahami dan digunakan dengan cara yang benar.

Kerjasama Sekolah-Masyarakat
Institusi dan Guru PAUD tidak bias bekerja sendiri, tetapi harus menjalin
kerjasama yang baik dengan berbagai elemen, baik dengan kelompok
profesional PAUD, dengan orangtua anak, dengan doketer atau Puskesmas,
Posyandu, dan dengan masyarakat. Sekolah amat terbatas dalam
memberikan layanan pendidikan kepada anak. Peranan orangtua dan
masyarakat di sekitar sekolah maupun secara luas amat diperlukan. Untuk
itu kerjasama antar guru di dalam satu sekolah, dalam profesi, dan kerjasama
dengan orangtua dan masyarakat sangat diperlukan. Berbagai fasilitas yang
ada di masyarakat, seperti kebun, perikanan, pertanian, bengkel,
perpustakaan, bank, stasiun kereta api, dan instansi lainnya sangat penting
untuk PAUD. PAUD sebaiknya memberi kaya pengalaman belajar pada
anak dengan multikonteks seperti tersebut. Trilogi pendidikan dari Ki Hadjar
Dewantara menyatakan bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab
bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu
kerjasama yang baik ketiga unsur tersebut dalam PAUD sangat diperlukan

KESIMPULAN
Pada ketiga dokumen, yaitu Kurikulum 2004 Standar Kompetensi TK/RA
versi Puskur dan versi Direktorat TK/SD serta Menu Pembelajaran Generik
terdapat 6 (enam) aspek perkembangan yang sama substansinya, yaitu Moral
dan Nilai-nilai Agama; Sosial, Emosional dan Kemandirian; Berbahasa;
Kognitif; Fisik/ motorik; dan Seni. Namun ada sedikit perbedaan pada
pengelompokan aspek perkembangan.

Aspek perkembangan dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pada


dokumen

versi Puskur, aspek perkembangan Moral dan Nilai-nilai Agama; Sosial,


Emosional dan Kemandirian dikelompokkan ke dalam Pembentukan
Perilaku dan Pembiasaan. Sedangkan versi Direktorat TK/SD kedua aspek
perkembangan tersebut dikelompokkan ke dalam Bidang Pengembangan
Pembiasaan. Aspek perkembangan berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan
seni pada kedua dokumen (versi Puskur dan Direktorat) dikelompokkan ke
dalam Kemampuan Dasar.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bodrova, E. & Leong, L. J. (1996). Tools of the Mind: A Vygotskian
approach to early
childhood education. Englewood Cliffs, NJ: Merrill Publishing Company.
2. Black, J. et all. (1995). The Young child: Development from Birth
through Age Eight. New
York: Merrill Publishing CO
3. Departeman Pendidikan Nasional (2004). Kurikulum 2004: Standar
Kompetensi
4. Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak-Kanak Dan Raudhatul Athfal.
Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional
5. Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (2002).
6. Pendidikan Anak Dini Usia. Jakarta: Diektorat Jenderal Pendidikan Luar
Sekolah dan pemuda.

DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR
i
ABSTRAK
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Landasan Yuridis
2
C. Tujuan
3
BAB II
LANDASAN PAUD
A. Landasan Akademik (Teoritis)
4
B. Landasan Yuridis
26
C. Landasan Empirik
28
BAB III TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Dokumen
30
B. Kajian Lapangan
33
C. Pembahasan
36
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDAS

KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

You might also like