You are on page 1of 45

Jumat, 23 Oktober 2009

ASPEK LEGAL DALAM KEPERAWATAN

MAKALAH ILMU KEPERAWATAN DASAR I


ASPEK LEGAL DALAM KEPERAWATAN

Oleh kelompok II :
1. Anik Achmani
2. Moch.Kharis S
3. Nining
4. Paulina
5. Fadlilatur
6. Karsim
7. Wiwin Pratiwi
8. Shera U. Ulhaq
9. Sarifudin

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2009
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan pjui syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya yang
telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan makalah ilmu keperawatan dasar I dengan
“ASPEK LEGAL DALAM KEPERAWATAN”

Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan, bimbingan serta arahan baik secara moriil aupun materiil. Untuk itu kami ucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya di sampaikan kepada :
1. Bpk. Kusnanto, S.Kp M.Kes selaku pengajar mata ajar Ilmu Keperawatan Dasar.
2. Tema-teman satu kelompok yang bekerjasama dalam membantu menyelesaikan masalah ini.

Dari pembuatan makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, sehingga dengan
hal tersebut sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca untuk penyusunan makalah
selanjutnya yang lebih baik sehingga dapat bermanfaat untuk kita semua.

Surabaya, 5 September 2009


Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN ASPEK LEGAL


2.2. DASAR HUKUM KEPERAWATAN
2.3. STANDART PRAKTIK KEPERAWATAN
2.4. PERBEDAAN PRAKTIK VOKASIONAL DAN PRAKTIK PROFESIONAL
2.5. PROFILE DAN KOMPETENSI NERS
2.6. TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT NERS

BAB III. PENUTUP


3.1. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampanyekan perubahan paradigma.
Pekerjaan perawat yang semula vokasional digeser menjadi pekerjaan profesional. Perawat
berfungsi sebagai perpanjangan tangan dokter, kini berupaya menjadi mitra sejajar dokter
sebagaimana para perawat di negara maju. Wacana tentang perubahan paradigma keperawatan
bermula dari Lokakarya Nasional Keperawatan I tahun 1983, dalam pertemuan itu disepakati
bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional. Mengikuti perkembangan keperawatan dunia,
perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Dulu membantu
pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka
menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan
keperawatan. Tuntutan perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk
hubungan perawat dengan manajemen organisasi tempat kerja. Jika praktik keperawatan dilihat
sebagai praktik profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan, ada kejelasan batasan, siapa
melakukan apa. Karena diberi kewenangan maka perawat bisa digugat, perawat harus
bertanggung jawab terhadap tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
Tuntutan perubahan paradigma tersebut tidak mencerminkan kondisi dilapangan yang
sebenarnya, hal ini dibuktikan banyak perawat di berbagai daerah mengeluhkan mengenai
semaraknya razia terhadap praktik perawat sejak pemberlakuan UU Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran. Pelayanan keperawatan diberbagai rumah sakit belum
mencerminkan praktik pelayanan profesional. Metoda pemberian asuhan keperawatan yang
dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan
lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas rutin seorang perawat (gizi-net.org. 2002)
Profesi nursing di Indonesia yang tergolong masih muda dibandingkan dengan di negara Barat
memang tertinggal jauh. Bahkan di antara negara-negara Asia sekalipun. Meskipun demikian,
geliat perubahan yang dimulai sejak tujuh tahun terakhir di tanah air merupakan upaya positif
yang sudah pasti memerlukan dukungan semua pihak. Tetapi yang lebih penting adalah
dukungan pemikiran-pemikiran kritis terutama dari nurses itu sendiri.
Pola pikir kritis ini merupakan tindakan yang mendasari evidence-based practice dunia nursing
yang memerlukan proses pembuktian sebagaimana proses riset ilmiah. Pola pikir tersebut bukan
berarti mengharuskan setiap individu menjadi peneliti/researcher.
Sebaliknya, sebagai landasan dalam praktek nursing sehari-hari.
Dengan demikian kemampuan merefleksikan kenyataan praktis lapangan dengan dasar ilmu
nursing ataupun disiplin ilmu lainnya, baik dalam nursing proses kepada pasien ataupun dalam
melaksanakan program pendidikan nursing, sudah seharusnya menyatu dalam intelektualitas
nurses.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN ASPEK LEGAL


Adalah Ilmu pengetahuan mengenai hak dan tanggung jawab legal yang terkait dengan praktik
keperawatan merupakan hal yang penting bagi perawat.

2.2. DASAR HUKUM KEPERAWATAN


a. Registrasi dan Praktik Keperawatan Sesuai KEPMENKES NO. 1239 TAHUN 2001
Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :
 Pasal 32 (ayat 4) : “Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran
dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.
 Pasal 153 (ayat 1 dan 2) : (ayat 1) : “ Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”. Sedangkan (ayat 2) : “tenaga
kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan
menghormati hak pasien.

Pada Kepmenkes No.1239 tahun 2001 (pasal 16), dalam melaksanakan kewenangannya perawat
berkewajiban untuk :
1. Menghormati hak pasien
2. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
3. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4. Memberikan informasi
5. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
6. Melakukan catatan perawatan dengan baik

Dalam Kepmenkes No. 1239 Tahun 2001 pasal 38, dijelaskan bahwa perawat yang sengaja :
1. Melakukan praktik keperawatan tanpa izin
2. Melakukan praktik keperawatan tanpa mendapat pengakuan / adaptasi
3. Melakukan praktik keperawatan tidak sesuai dengan ketentuan pasal 16
4. Tidak melaksanakan kewajiban sesuai pasal 17

Berdasarkan ketentuan pasal 86 Undang-Undang No. 23 Tahun 23 1992 tentang kesehatan,


barang siapa dengan sengaja:
1. Melakukan upaya kesehatan tanpa izin sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 ayat 1
2. Melakukan upaya kesehatan tanpa melakukanj adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
ayat 1
3. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1
4. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1
5. Dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

2.3. STANDART PRAKTIK KEPERAWATAN


Standar Adalah nilai atau acuan yang menentukan level praktek terhadap staf atau suatu kondisi
pada pasien atau sistem yang telah ditetapkan untuk dapat diterima sampai pada wewenang
tertentu (Schroeder, 1991).
Sebuah standar secara komprehensif menguraikan semua aspek profesionalisme, termasuk
sistem, praktisi dan pasien. Secara umum standar ini mencerminkan nilai profesi keperawatan
dan memperjelas apa yang diharapkan profesi keperawatan dari para anggotanya. Standar
diperlukan untuk :
1. Meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan publik
2. Mengajarkan teori dan praktek keperawatan
3. Melakukan konseling terhadap pasien dalam rangka perawatan kesehatan
4. Mengkoordianasi pelayanan kesehatan
5. Terbitan dalam administrasi, edukasi, konsultasi, pengajaran atau penelitian.
Dalam pembuatan standar praktek keperawatan dilandasi oleh sifat suatu profesi yaitu :
1. Profesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat kepada publik terhadap kerja mereka.
2. Praktek profesional didasarkan atas body of knowledge yang spesifik
3. Profesional dan kompeten menerapkan pengetahuannya
4. Profesional terikat oleh etik
5. Sebuah profesi menyediakan pelayanan kepada publik
6. Sebuah profesi mengatur diriya sendiri.
Tipe standar keperawatan :
1. Standar Praktek
Standar praktek meliputi kebijakan, uraian tugas dan standar kerja.
Fungsi standar praktek :
a. Tuntunan bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
b. Menetapkan level kinerja perawat
c. Gambaran definisi institusi tentang apa yang dilakukan perawat
d. Kebijakan menentukan sumber – sumber untuk memfasilitasi pemberian asuhan
2. Standar Asuhan
Standar asuhan ini meliputi prosedur, standar asuhan generik dan rencana asuhan.
Fungsi standar asuhan :
a. Kepastian keamanan dalam perawatan pasien
b. Memastikan hasil yang berasal dari pasien

2.4. PERBEDAAN PRAKTIK VOKASIONAL DAN PRAKTIK PROFESIONAL


Perawat vokasional adalah seseorang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik
dengan batasan tertentu dibawah supervisi langsung maupun tidak langsung oleh Perawat
Profesional dengan sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)
Perawat Profesional adalah tenaga profesional yang mandiri, bekerja secara otonom dan
berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi
keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan
sebutan Registered Nurse (RN)

2.5. PROFILE DAN KOMPETENSI NERS


2.5.1. Profile Sarjana Keperawatan dan Ners ini dibagi menjadi 6, antara lain :
1. Care Provider
Perawat memiliki kemampuan dalam mengarahkan, menginisiasi, dan melaksanakan rencana
asuhan keperawatan professional di klinik dan komunitas dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan dan etika profesi sebagai tuntunan dalam melakukan praktik professional.
2. Community Leader
Perawat memiliki kesempatan untuk mendidik individu dan kelompok di komunitas mengenai
pencegahan dan pemeliharaan kesehatan (Promosi kesehatan).
Peran perawat dalam promosi kesehatan, yaitu :
a. Menjadi panutan perilaku dan sikap gaya hidup sehat
b. Memfasilitasi keterlibatan klien dalam pengkajian, implementasi, dan evaluasi tujuan
kesehatan
c. Mengajarkan klien mengenai strategi perawatan diri untuk meningkatkan kebugaran,
memperbaiki nutrisi, mengatasi stress, dan meningkatkan hubungan
d. Membantu individu, keluarga, dan komunitas untuk meningkatkan derajat kesehatan mereka
e. Mendidik klien untuk menjadi konsumen perawatan kesehatan yang efektif
f. Membantu klien, keluarga, dan komunitas untuk mengembangkan dan memilih pilihan
promosi kesehatan
g. Memperkuat perilaku promosi kesehatan personal klien dan keluarga
h. Menganjurkan perubahan di komunitas yang meningkatkan lingkungan yang sehat
3. Educator
Perawat juga berpartisipasi dalam aktivitas pendidikan di komunitas.
Peran perawat-pendidik, antara lain :
1. Mengidentifikasi kebutuhan belajar
2. Menentukan materi pembelajaran sesuai dengan tingkat kebutuhan (formal dan non-formal)
3 Merancang metode pembelajaran
4. Merancang model evaluasi pembelajaran yang sesuai
5. Melaksanakan proses pembelajaran pada praktikan, praktisi dan klien sesuai dengan
karakteristik pembelajaran
6. Melakukan evaluasi sesuai dengan rancangan yang telah dibuat.
7. Mengorganisasikan pengelolaan pada tatanan pendidikan dan pelayanan

4. Manager
Sebagai seorang manager dan pemberi perawatan klien, perawat mengkoordinasikan berbagai
professional perawatan kesehatan dan layanan untuk membantu klien mencapai hasil akhir yang
diinginkan.
Sedangkan organisasi birokratik menggunakan kontrol melalui kebijakan, pekerjaan terstruktur,
dan tindakan pembagian kategori. Organisasi lain mendesentralisasikan kontrol dan menekankan
pengarahan diri dan disiplin diri anggotanya.
Fungsi manajerial, antara lain :
1. Perencanaan
a. Mengidentifikasi kesempatan di masa yang akan dating
b. Mengantisipasi dan menghindari masalah di masa yang akan dating
c. Menyusun strategi dan rangkaian tindakan
2. Pengorganisasian
a. Mengidentifikasi tugas tertentu dan menugaskannya pada individu atau tim yang telah
mendapatkan pelatihan dan memiliki keahlian untuk melaksanakannya.
b. Mengoordinasikan aktivitas untuk mencapai tujuan unit

5. Pemanduan (Leading) dan Pendelegasian


Fungsi pendelegasian adalah untuk memberikan perawatan dan seluk-beluk hubungan antarstaf,
klien, dan lingkungan.
Peran perawat manager, antara lain :
1. Melakukan kajian situasi pada tatanan pelayanan atau pendidikan keperawatan atau kesehatan
2. Membuat perencanaan baik strategis maupun operasional sesuai dengan kajian situasi pada
tatanan pelayanan/pendidikan
3. Mengorganisasikan pola pelayanan/pendidikan keperawatan/kesehatan sesuai dengan
lingkupnya
4. Melakukan pengelolaan staff sesuai dengan lingkupnya (rekrutmen sampai dengan penataan
jenjang karier)
5. Memberikan pengarahan baik pada tatanan pelayanan/pendidikan sesuai dengan prinsip-
prinsip kepemimpinan, motivasi, dsb
6. Melakukan proses kontrol sesuai dengan prinsip-prinsip mutu dan managemen resiko
6. Reseacher
Menurut Position Statement on Education for Participation in Nursing Research (1994) oleh
American Nurses Association (ANA), semua perawat berbagi komitmen untuk kemajuan ilmu
keperawatan. Praktik berbasis penelitian dipandang sebagai hal penting agar asuhan keperawatan
efektif dan efisien. Menurut Polit dan Hungler (1999), menetapkan empat alasan penelitian itu
penting dalam keperawatan, antara lain :
• Sebagai profesi, keperawatan memerlukan penelitian untuk mengembangkan dan memperluas
ilmu pengetahuan ilmiah yang unik dan terpisah dari disiplin lain
• Penelitian itu penting untuk mempertahankan tanggung gugat ilmiah keperawatan terhadap
klien, keluarga, dan masyarakat secara umum
• Perhatian saat ini mengenai ekonomi dan keefektifan perawatan kesehatan menuntut
keperawatan untuk mendokumentasikan melalui penelitian bagaimana layanan keperawatan
berperan pada pemberian perawatan kesehatan
• Saat intervensi multipel mungkin diberikan dalam situasi klien tertentu, penelitian keperawatan
penting untuk proses pengambilan keputusan klinis.
National Institute of Nursing Research (NINR) menetapkan tujuan, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan mendukung kesempatan penelitian yang akan mencapai perbedaan
ilmiah dan menghasilkan konstribusi yang signifikan untuk kesehatan
2. Mengidentifikasi dan mendukung area kesempatan di masa yang akan dating untuk
memajukan penelitian pada perawatan yang berkualitas tinggi dan hemat biaya, serta
berkonstribusi terhadap landasan ilmiah untuk praktik keperawatan
3. Mengkomunikasikan dan mendiseminasikan hasil penelitian yang didanai oleh NINR
4. Meningkatkan perkembangan perawat peneliti melalui pelatihan dan kesempatan
pengembangan karir
Peran perawat-peneliti, antara lain :
1. Menggunakan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu pelayanan/pendidikan
2. Mengindentifikasi kebutuhan dan masalah penelitian sesuai dengan lingkup garapnya
3. Membuat rancangan penelitian sesuai dengan permasalahan yang teridentifikasi
4. Mengorganisasikan pelaksanaan penelitian sesuai dengan rancangan dan seting
5. Mensosialisasikan hasil penelitian sesuai dengan level dan lingkup penelitian
6. Melakukan kritikal review terhadap hasil penelitian

2.5.2. KOMPETENSI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas dibidang
pekerjaan tertentu. (Kep. Mendiknas/045/U/02)
A. Kompetensi Sarjana Keperawatan
Tujuan pendidikan tahap program akademik adalah mendidik mahasiswa melalui proses belajar
mengajar sehingga memiliki sikap dan kemampuan sebagai berikut:
1. Melaksanakan praktek keperawatan secara akuntabel, etik dan legal
2. Melaksanakan asuhan keperawatan dan manajemen keperawatan
3. Mengembangkan profesionalisme

B. Kompetensi Ners
Perumusan kompetensi diklasifikasikan berdasar pasal 2 dalam SK No. 045/U/202 yang
menyebutkan bahwa kompetensi hasil didik suatu program studi terdiri atas kompetensi utama,
kompetensi pendukung, dan kompetensi lainnya yang bersifat khusus dan gayut dengan
kompetensi utama. Kompetensi yang diharapkan akan dicapai mahasiswa setelah menyelesaikan
pendidikan Ners adalah sebagai berikut :
a. Kompetensi Utama :
1) Mampu melakukan praktek keperawatan individu, keluarga, kelompok , dan komunitas yang
berfokus pada keselamatan pasien berbasis pada bukti-bukti ilmiah (Nursing practice focused on
patient safety and evidence based)
2) Mampu menerapkan etik, moral, legal dan perilaku profesional (ethical judgement, moral
reasoning, and profesional behavior)
3) Mampu menjadi agen perubah, mengembangkan diri dan belajar sepanjang hayat (Change
agent life long lerarning and personal growth
4) Mampu berkomunikasi efektif, dengan memperhatikan unsur lintas budaya (effective
communication considering to transcultural approach)
5) Mampu bekerjasama dalam konteks pelayanan kesehatan (elderly, emergency disaster) (The
social dan community contexts of health care (elderly, emergency disaster)
6) Mampu berfikir kritis, memecahkan masalah dan melakukan penelitian (Critical thinking,
problem solving and reseach )

b. Kompetensi Pendukung :
1) Mampu menerapkan manajemen dan teknologi informasi dalam pelayanan keperawatan (IT
applied and management approach in nursing practice)
2) Kompetensi lainnya yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama:
3) Mampu mengembangkan semangat kewirausahaan di bidang kesehatan sesuai dengan situasi
dan budaya lokal. ( Health care enterpreunership according to local situation and local culture )

c. Kompetensi Dasar / Utama Ners professional (Lendburg, 1999)


Mampu Melakukan :
1. Pengkajian dan intervensi
2. berkomunikasi (terapeutik)
3. Berfikir kritis
4. mendidik orang lain (HE)
5. Hubungan antar manusia dengan sikap “caring”
6. manajemen (mengelola secara bertanggung jawab)
7. memperlihatkan sikap kepemimpinan
8. mengintegrasikan pengetahuan

d. Kompetensi Ners Abad 21 (valainis, 2000)


● praktik keperawatan yang independent dan menilai kinerja diri
● mengidentifikasi gap (celah) dalam pengetahuan dan merencanakan kegiatan pengembangan
profesional untuk mengatasi perubahan dan menyelesaikan masalah dalam praktik.
● Mengkaji kebutuhan klien sesuai pandangan klien dan memberdayakan klien dan keluarga
untuk secara aktif terlibat dalam asuhan sesuai kemampuan.
● Mengelola asuhan secara kontinyu dengan pelayanan berkesinambungan pada klien dan
keluarga dengan intervensi yang konsisten.
● Mensintesa pengetahuan dan ketrampilan keperawatan dengan pengetahuan kesehatan public
untuk meningkstksn kesehatan komunitas.
● Menjamin efektivitas biaya dan kualitas asuhan.
● Memberdayakan fungsi keperawatan dari disiplin professional dan non professional lain,
mengartikulasikan fungsi keperawatan secar jelas kepada orang lain dan melakukan praktik
kolaborasi.
● Memperlihatkan kepemimpinan untuk menjamin konstribusi unik keperawatan terhadap
pengembangan kebijakan diarea pencegahan dan penanggulangan penyakit, bekerjasama dengan
profesi lain dalam merencanakan kesehatan poitif dari semua jenjang (komunitas local sampai
internasional).
● Mendukung sejawat dalam meningkatkan ketrampilan keperawatan yang dimiliki dan
mengembangkan ketrmpilan keperawatan yang baru.

2.6. TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT

A. TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab (responsibilitas) adalah eksekusi terhadap tugas- tugas yang berhubungan
dengan peran tertentu dari perawat. Tanggung jawab perawat secara umum
1. Menghargai martabat setiap pasien dan keluarganya
2. Menghargai hak pasien untuk menolak pengobatan, proseur atau obat – obatan tertentu dan
melaporkan penolakan tersebut kepada dokterdan orang – orang yang tepat ditempat tersebut.
3. Menghargai hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi
4. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan – pertanyaan pasien dan memberikan
informasi biasanya diberikan oleh dokter
5. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal – hal penting kepada orang yang
tepat.

B. TANGGUNG GUGAT
Tanggung gugat (akuntabilitas) adalah mempertanggungjawabkan perilaku dan hasil – hasilnya
termasuk dlam lingkup peran profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan
pendidik secara tertulis tentang perilaku tersebut dan hasil – hasilnya. Terhdap dirinya sendiri,
pasien, profesi, sesama karyawan dan masyarakat.
Akuntabilitas bertujuan :
1. Mengevaluasi praktisi – praktisi profesional baru dan mengkaji ulang praktisi – praktisi yang
sudah ada
2. Mempertahankan standar perawatan kesehatan
3. Memberikan fasilitas refleksi profesional, memikirkan etis dan pertumbuhan pribadi sebagai
bagian yang profesional perawatan kesehatan.
4. Memberikan dasar untuk keputusan etis
Tanggung gugat dalam transaksi terapeutik :
1. Contractual Liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan
kontraktual yang sudah disepakati
2. Vicarious Liability
Tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam
tanggung jawabnya
3. Liability in Tort
Tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum
Tanggung gugat pada setiap proses keperawatan:
1. Tahap pengkajian
Perawat bertanggung gugat mengumpulkan data atau informasi, mendorong partisipasi pasien
dan penentuan keabsahan data yang dikumpulkan.
2. Tahap diagnosa keperawatan
Perawat bertanggung gugat terhadap keputusan yang dibuat tentang masalah – masalah
kesehatan pasien seperti pertanyaan diagnostik.
3. Tahap perencanaan
Perawat bertanggung guga untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga dipertimbangkan dalam
menetapkan prioritas asuhan.
4. Tahap implementasi
Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya dalam memberikan asuhan
keperawatan.
5. Tahap evaluasi
Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan keperawatan.

C. Penerapan Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat


1. Kontrak
Ada 2 jenis kontrak yang paling banyak dilakukan dalam keperawatan :
a. Kontrak antara perawat dengan pihak / insitusi
b. Kontrak antara perawat dengan pasien
Kontrak dinyatakan sah apabila memenuhi syarat :
a. Ada persetujua antara pihak – pihak yang membuat perjanjian
b. Ada kecakapan pihak – pihak untuk membuat perjanjian
c. Ada suatu hal tertentu dan ataua suatu sebab yang halal

2. Tanggung jawab hukum perawat dalam praktek


a. Menjalankan pesanan dokter dalam hal medis
4 hal yang harus ditanyakan perawat untuk melindungi mereka secara hukum :
1) Tanyakan setiap pesanan yang diberikan dokter
2) Tanyakan setiap pesanan bila kondisi pasien telah berubah
3) Tanyakan dan catat pesanan verbal untuk mencegah kesalahan komunikasi
4) Tanyakan pesanan terutama bila perawat tidak pengalaman
b. Melaksanakan intervensi keperawatan mandiri
1) Ketahui pembagian tugas mereka
2) Ikuti kebijaksanaan dan prosedur yang ditetapkan ditempat kerja
3) Selalu identifikasi pasien, terutama sebelum melaksanakan intervensi utama
4) Pastikan bahwa obat yang benar diberikan dengan dosis, waktu dan pasien yang benar
5) Lakukan setiap prosedur secara tepat
6) Catat semua pengkajian dan perawatan yang diberikan dengan tepat dan akurat
7) Catat semua kecelakaan mengenai pasien
8) Jalin dan pertahankan hubungan saling percaya yang baik dengan pasien
9) Pertahankan kompetensi praktek keperawatan
10) Mengetahui kekuatan dan kelemahan perawat
11) Sewaktu mendelegasikan tanggung jawab keperawatan pastikan orang yang diberikan
delegasi tugas mengetahui apa yang harus dikerjakan dan memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan
12) Selalu waspada saat melakukan intervensi keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

Agung, B. 2006.http//www.Kualitas Pelayanan Keperawatan. pdf. Google. htm/ or. id. page 2
Bachman, J. 1998. Developing a common nursing practice modern. Nursing manajemen. 2(5) :
26 – 27
Elizadiani, D. 2008. http//www. Standar untuk praktek untuk profesi keperaatan/htm.
Hadi, M. 2008. Google automatically generates html version of documens as crawl the web.
Page 1
Mas. 2008. http//www. Antisipasi mal praktik. Harian Media Sentoda/Praktek/Keperawatan.
htm.
Syaifoel Hardy & Nurhadi. 2007. Efektivitas Penggunaan Gelar Ners. http://inna-ppni.or.id/html
Tim Penyusun. 2008. Pedoman Pendidikan Universitas Airlangga 2008-2009. Surabaya.
Airlangga University Press
Kelompok Pendidikan & Komunitas. 2008. Undang - Undang Keperawatan.
http://tenreng.files.wordpress.com/2008/05/uud-keperawatan.pdf.
Kathleen koenig Blass. 2006. Praktik Keperawatan Profesional: Konsep dan Perspektif Edisi 4.
Jakarta : EGC
Tim Penyusun. 2008. Pedoman Pendidikan Universitas Airlangga 2008-2009. Surabaya.
Airlangga University Press
Kelompok Pendidikan & Komunitas. 2008. Undang - Undang Keperawatan.
http://tenreng.files.wordpress.com/2008/05/uud-keperawatan.pdf.

Kathleen koenig Blass. 2006. Praktik Keperawatan Profesional: Konsep dan Perspektif Edisi 4.
Jakarta : EGC
Diposkan oleh Info Kesehatan di 08.40 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google
Buzz

Kamis, 22 Oktober 2009


BERFIKIR KRITIS DALAM PROSES KEPERAWATAN

MAKALAH ILMU KEPERAWATAN DASAR I


BERFIKIR KRITIS DALAM PROSES KEPERAWATAN
Oleh kelompok II :
1. Anik ahmani
2. M. kharis shodiq
3. Nining puji A
4. Paulina
5. Fadilatur R
6. Karsim
7. Wiwin pratiwi
8. Shera u ulhaq
9. Sarifudin

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2009

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya
yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmu
keperawatan dasar I dengan judul “BERFIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN”

Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan, bimbingan serta arahan baik secara moriil maupun materiil. Untuk itu kami ucapkan
terimakasih kepada :

1. Bapak Kusnanto, S.Kp.M.Kes. selaku pengajar Ilmu Keperawatan Dasar I.


2. Tema-teman satu kelompok yang bekerjasama dalam membantu menyelesaikan masalah ini.

Dari pembuatan makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, sehingga dengan
hal tersebut sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyusunan makalah
selanjutnya yang lebih baik sehingga dapat bermanfaat untuk kita semua.

Surabaya, Oktober 2009


Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………….. 1
KATA PENGANTAR………………………………………………… 2
DAFTAR ISI………………………………………………………….. 3
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………. 4
BAB II. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian…………………………………………………….. 5
2.2 Teknik berpikir……………………………………………….. 5
2.3 Proses berpikir……………………………………………….. 7
2.4 Berpikir kritis………………………………………………… 8
2.5 Aspek perilaku berpikir kritis…………………………………. 8
2.6 Model berpikir kritis………………………………………….. 9
2.7 Tingkatan berpikir kritis……………………………………….. 10
BAB III PEMBAHASAN…………………………………………….. 12
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan…………………………………………………… 15
4.2 Saran………………………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 16

BAB I
PENDAHULUAN

Berfikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi
dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Sedangkan berfikir kritis merupakan konsep dasar
yang terdiri dari konsep berfikir yang berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri
berbagai sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen berfikir kritis dalam
keperawatan yang di dalamnya dipelajari karakteristik, sikap dan standar berfikir kritis, analisis
pertanyaan kritis, hubungan pemecahan masalah, pengambilan keputusaan dan kreatifitas dalam
berfikir kritis serta factor-faktor yang mempengaruhi berfikir kritis.
Perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan kesehatan, yaitu memberi asuhan keperawatan
dengan menggunakan proses keperawatan akan selalu dituntut untuk berfikir kritis dalam
berbagai situasi. Penerapan berfikir kritis dalam proses keperawatan dengan kasus nyata yang
akan memberi gambaran kepada perawat tentang pemberian asuhan keperawatan yang
komprehensif dan bermutu. Seorang yang berfikir dengan cara kreatif akan melihat setiap
masalah dengan sudut yang selalu berbeda meskipun obyeknya sama, sehingga dapat dikatakan,
dengan tersedianya pengetahuan baru, seorang profesional harus selalu melakukan sesuatu dan
mencari apa yang paling efektif dan ilmiah dan memberikan hasil yang lebih baik untuk
kesejahteraan diri maupun orang lain.
Proses berfikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman
baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki kita menjadi lebih mampu untuk membetuk
asumsi, ide-ide dan menbuat simpulan yang valid. Semua proses tersebut tidak terlepas dari
sebuah proses berfikir dan belajar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PENGERTIAN
Berfikir adalah aktivitas yang sifatnya mencari idea tau gagasan dengan menggunakan berbagai
ringkasan yang masuk akal. Tri Rusmi dalam Perilaku Manusia (1996), mengatakan berpikir
adalah suatu proses sensasi, persepsi, dan memori/ ingatan, berpikir mengunakan lambang
(visual atau gambar), serta adanya suatu penarikan kesimpulan yang disertai proses pemecahan
masalah.

TEKNIK BERPIKIR
Berpikir memiliki berbagai macam taknik, antara lain; berpikir austik, berpikir realistic, berpikir
kreatif dan berpikir evaluative.
1. Berpikir austik
Pada saat melamun seseorang menghayal dan sering berfantasi memikirkan sesuatu yang
terkadang tidak sesuai dengan keadaan. Setiap orang pernah terlibat dengan cara ini, namun
harus selalu terkendali. Oleh karena itu, berpikir austik sering diidentikkan dengan melamun.
Misalnya, seseorang yang berhayal ingin mempunyai pesawat terbang.
2. Berpikir realistic
Berpikir realistic dilakukan oleh seseorang saat menyesuaikan diri dengan situasi yang nyata.
Pada berpikir realistic, seseorang melihat situasi nyata yang ada, kemudian langsung menarik
suatu kesimpulan, selanjutnya direalisasikan pada penaglaman nyata. Hal ini disebut berpikir
realistic induktif. Misalnya, pada kondisi bangun kesiangan saat masuk kuliah pagi, seseorang
akan memikirkan alternative untuk tidak bangun kesiangan. Selanjutnya, jika seseorang berpikir
dengan melihat pengalaman sebelumnya, kemudian menarik suatu kesimpulan dari situasi yang
ada, disebut berpikir realistis deduktif.

3. Berpikir kreatif
Berpikir kreatif dilakukan untuk menemukan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif memerlukan
stimulus atau rangsangan dari lingkungan yang dapat memicu seseorang berkreativitas.
Seseorang baru dikatakan berpikir kreatif jika ada perubahan atau menciptakan sesuatu yang
baru. Berpikir kreatif dilakukan berdasarkan manfaat atau tujuan yang pasti, menyelesaikan
dengan baik suatu masalah, dan mengahsilkan ide yang baru atau menata kembali ide lama
dalam bentuk baru. Factor yang memengaruhi seseorang untuk berpikir kreatif adalah:
a. Kemampuan kognitif, yaitu kemampuan untuk mencerna, memahami menguraikan,
menerapkan, mensintesis dan mengevaluasi. Contoh: memaksimalkan potensi yagn ada, “berat
sama dipikul ringan sama dijinjing”.
b. Sikap yang terbuka. Contoh: menerima usulan yang baik dan menerima kelebihan orang lain.
c. Otonomi. Contoh: berani mengambil keputusan.
d. Percaya pada diri sendiri. Contoh: yakin dan percaya pada kemempuan diri unutk melakukan
suatu aktivitas.
4. Berpikir evaluative
Pada saat seseorang berpikir evaluative, berarti ia mempelajari dan menilai baik buruknya suatu
keadaan, tepat tidaknya suatu gagasan, serta perlu tidaknya perubahan suatu gagasan. Misalnya,
ketika seseorang merencanakan membeli jas baru, keuntungan dan kerugianya, serta apakah
tepat jika membeli jika kondisi tidak memungkinkan.
PROSES BERPIKIR
Proses berpikir merupakan suatu jalan pikiran atau logika. Langkah-langkah proses berpikir
terdiri dari:
1. Pembentukan Pengertian/Konsep
Seseorang memperlajari keadaan yang ada kemudian diterjemahkan sesuai dengan pengalaman
ataupun teori-teori yang dia ketahui sebelumnya. Contoh: Hepatitis termasuk penyakit menular
atau tidak menular?
2. Pembentukan Pendapat
Tahap berikutnya; seseorang membentuk pendapatnya sesuai dengan pengertian yang ia buat
dari keadaan atau situasi yang ada. Contoh: mulai berpendapat bahwa ciri-ciri penyakit menular
adalah diakibatkan oleh virus (misal; Hepatitis) dan protozoa (misal; malaria), sedangkan ciri-ciri
penyakit tidak menular adalah dapat diakibatkan oleh gaya hidup seperti stroke dan lingkungan
(misal; kanker).
3. Penarikan Kesimpulan
Proses berpikir diakhiri dengan adanya suatu kesimpulan berdasarkan pembentukan pendapat
pada tahap sebelumnya. Contoh: setelah mengetahui karakteristik masing-masing dan
mencocokkan dengan karakteristik penyakit Hepatitis, kemudian menarik kesimpulan bahwa
Hepatitis adalah termasuk penyakit menular yang diakibatkan oleh virus.

BERPIKIR KRITIS
Berfikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau
keputusan berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. ( Pery &
Potter,2005). Menurut Bandman dan Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara
rasional terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan
tindakan. Menurut Strader (1992), bepikir kritis adalah suatu proses pengujian yang
menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan
menginterprestasikannya serta mengevaluasi pandapat-pandapat tersebut untuk mendapatkan
suatu kesimpulan tentang adanya perspektif/ pandangan baru.
ASPEK PERILAKU BERPIKIR KRITIS
Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari beberapa perilaku
selama proses berpikir kritis itu berlangsung. Perilaku berpikir kritis seseorang dapat dilihat dari
beberapa aspek:
1. Relevance
Relevansi (keterkaitan) dari pernyataan yang dikemukakan.
2. Importance
Penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukakan.
3. Novelty
Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru maupun dalam sikap
menerima adanya ide-ide baru orang lain.
4. Outside material
Menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari perkuliahan
(refrence).
5. Ambiguity clarified
Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak jelasan.
6. Linking ideas
Senantiasa menghubungkan fakta, idea tau pandangan serta mencari data baru dari informasi
yang berhasil dikumpulkan.
7. Justification
Member bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan yang
diambilnya. Termasuk di dalalmnya senantiasa member penjelasan mengenai keuntungan
(kelebihan) dan kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi.
8. Critical assessment
Melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi/ masukan yang dating dari dalam dirinya maupun
dari orang lain.
9. Practical utility
Ide-ide baru yang dikemukakan selalu dilihat pula dari sudut keperaktisan/ kegunaanya dalam
penerapan.
10. Width of understanding
Diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat muluaskan isi atau materi diskusi.
Secara garis besar, perilaku berpikir kritis diatas dapat dibedakan dalam beberapa kegiatan:
a. Berpusat pada pertanyaan (focus on question)
b. Analisa argument (analysis arguments)
c. Bertanya dan menjawab pertanyaan untuk klarifikasi (ask and answer questions of clarification
and/or challenge)
d. Evaluasi kebenaran dari sumber informasi (evaluating the credibility sources of information)

MODEL BERPIKIR KRITIS


Kataoka-Yahiro dan Saylor (1994) telah mengembangkan sebuah model berpikir kritis bagi
penilaian keperawatan. Model ini mendefinisikan hasil dari perpikir kritis sebagai penilaian
keperawatan yang relevan atau sesuai dengan masalah-masalah keperawatan dalam kondisi yang
bervariasi. Model ini dirancang untuk peniaian keperawatan ditingkat pelayanan, pengelolaan
dan pendidikan. Ketika seorang perawat berada di pelayanan, model ini mengemukakan 5
komponen berpikir kritis yang mengarahkan perawat untuk membuat rencana tindakan agar
asuahan keperawatan aman dan efektif.
TINGKATAN BERPIKIR KRITIS
Kataoka-Yahiro dan Saylor (1994) mengidentifikasi tiga tingkatan berpikir kritis dalam
keperawatan yaitu tingkat dasar, kompleks dan komitmen.
Pada tingkat dasar seseorang mempunyai kewenangan untuk menjawab setiap masalah dengan
benar. Pemikiran ini harus berdasarkan pada kenyataan yang terjadi dengan berpegang pada
berbagai aturan atau prinsip yang berlaku. Ini adalah langkah awal dalam kemampuan
perkembangan member alasan (kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994). Ketika perawat sebagai orang
baru yang belum berpengalaman di pelayanan, berpikir kritisnya dalam melakukan asuhan
keperawatan sangat terbatas. Oleh karena itu, ia harus mau belajar dari perawat lain dan
menerima berbagai pendapat dari orang lain.
Pada tingkat kompleks, seseorang akan lebih mengakui banyaknya perbedaan pandangan dan
persepsi. Pengalaman dapat membantu seseorang menambah kemampuannya untuk melepaskan
ego/ kekuasaanya untuk menerima pendapat orang lain kemudian menganalisis dan menguji
alternative secara mandiri dan sistematis. Untuk melihat bagaimana tindakan keperawatan
mempunyai keuntungan bagi klien, perawat dapat mulai mencoba berbagai alternative yang ada
dengan membuat rentang yang lebih luas untuk pencapaiannya. Hal ini membutuhkan lebih dari
satu pemecahan masalah untuk setiap masalah yang ditemukan. Di sini perawat belajar berbagai
pendekatan yang berbeda-beda untuk jenis penyakti yang sama.
Pada tingkat komitmen, perawat sudah memilih tindakan apa yang akan dilakukan berdasarkan
hasil identifikasi dari berbagai alternative pada tingkat kompleks. Perawat dapat mengantisipasi
kebutuhan kelien untuk membuat pilihan-pilihan kritis sesudah menganalisis berbagai manfaat
dari alternative yang ada. Kematangan seorang perawat akan tampak dalam memberikan
pelayanan dengan baik, lebih inovatif dan lebih tepat guna bagi perawatan klien.
BAB III
PEMBAHASAN

Berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan dalam mengevaluasi
atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat-tidaknya ataupun layak-tidaknya seatu
gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir (kognitif) yang mencakup penilaian dan
analisa secara rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat dan ide yang ada, kemudian
merumuskan kesimpulan dan mengambil suatu keputusan.
Bahwa untuk mendapatkan suatu hasil berpikir yang kritis, seseoarang harus melakukan suatu
kegiatan (proses) berpikir yang mempunyai tujuan (purposeful thinking), bukan “asal” berpikir
yang tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Artinya, walau dalam
kehidupan sehari-hari seseorang sering melakukan proses berpikir yang terjadi secara “otomatis”
(misal; dalam menjawap pertanyaan “siapa namamu?”). banyak pula situasi yang memaksa
seseorang untuk melakukan kegiatan berpikir yang memang di “rencanakan” ditinjau dari sudut
“apa” (what), “bagaimana” (how), dan “mengapa” (why). Hal ini dilakukan jika berhadapan
dengan situasi (masalah) yang sulit atau baru.
Isi suatu kualitas dari kegiatan berpikir harus mengandung unsur-unsur seperti dibawah ini:
1. Sistematik dan senantiasa menggunakan criteria yagn tinggi (terbaik) dari sudut intelektual
untuk hasil berpikir yang ingin dicapai.
2. Individu bertanggung jawab sepenuhnya atas proses kegiatan berpikir.
3. Selalu mengunakan criteria berdasar standart yang telah ditentukan dalam memantau proses
berpikir.
4. Melakukan evaluasi terhadap efektivitas kegiatan berpikir yang ditinjau dari pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.

Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses berpikir kritis setidaknya faham dan tahu dari
komponen berpikir kritis itu sendiri dan komponen berpikir kritis meliputi; pengetahuan dasar
spesifik, pengalaman, kompetensi sikap dan standar.
1 Pengetahuan dasar spesifik
Komponen pertama berpikir kritis adalah pengetahuan dasar perawat yang spesifik dalam
keperawatn. Pengetahuan dasar ini meliputi teori dan informasi dari ilmu-ilmu pengetahuan,
kemanusiaan, dan ilmu-ilmu keperawatan dasar.
2 Pengalaman
Komponen kedua dari berpikir kritis adalah pengalaman. Pengalaman perawat dalam peraktik
klinik akan mempercepat proses berpikir kritis karena ia akan berhubungan dengan kliennya,
melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan membuat keputusan untuk melakukan
perawatan terhadap masalah kesehatan.
Pengalaman adalah hasil interaksi antara individu melalui alat indranya dan stimulus yang
berasal dari beberapa sumber belajar. Menurut Rowntree pada proses belajar ada lima jenis
stimulus/ rangsangan yagn berasal dari sumber belajar.
a. Interaksi manusia (verbal dan nonverbal), adalah interaksi antara manusia baik verbal maupun
nonverbal.
b. Realita (benda nyata, orang dan kejadian), adalah rangsangan yang meliputi benda-benda
nyata, peristiwa nyata, binatang nyata, dan sebagainya.
c. Pictorial representation, adalah jenis rangsangan gambar yang mewakli suatu objek dan
peristiwa nyata.
d. Written symbols, adalah lambang tertulis yang dapat disajikan dalam berbagai macam media.
e. Recorded sound, adalah rangsangan dengan suara rekaman yang membantu mengontrol
realitas mengingat bahwa suara senantiasa berlangsung atau jalan terus.
3 Kompetensi
Kompetensi berpikir kritis merupakan proses kognitif yang digunakan untuk membantu penilaian
keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi, yaitu:
a. Berfifir kritis umum, meliputi pengetahuan tentang metode ilmiah, penyelesaian masalah, dan
pembuatan keputusan.
b. Berpikir kritis secara sepesifik dalam praktik klinik meliputi alasan mengngkat diagnose dan
membuat keputusan untuk perencanaan tindakan selanjutnya.
c. Berpikir kritis yang sepesifik dalam keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan
(pengkajian sampai evaluasi).
4 Sikap dalam berpikir kritis
Sikap dalam berpikir kritis merupakan sikap yang diperoleh dari proses berpikir kritis dan sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akanv tetapi adalah merupakan predisposisi
tindakan/ kesiapan untuk bereaksi terhadap setimulus atau objek menurut Newcomb dalam
notoatmodjo (1993), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak
5 Standart/ karakteristik berpikir kritis
Dalam standart berpikir kritis trerdapat dua komponen:
a. Standar intelktual
Dalam standar intelektual untuk menghasilkan proses berpikir perlu di perhatikan tentang;
rasional dan memiliki alasan yang tepat, reflektif, menyelidik, otonomi berpikir, kreatif, terbuka
dan mengevaluasi.
b. Standar profesional
Pada standar profesioanl keperawatan memiliki kode etik keperawatan dan standart praktek
asuhan keperawatan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Berfikir kritis merupakan suatu proses bepikir yang di dalamnya memuat tentang pengetahuan
dasar yang khusus, memiliki pengalaman, kompetensi, sikap dan standart. Supaya bisa berfikir
secara kritis melibatkan suatu rangkaian yang terintegrasi tentang kemampuan dan sikap berfikir,
berfikir secara aktif dengan menggunakan intelegensia, pengetahuan, dan ketrampilan diri untuk
menjawab pertanyaan, dengan cermat menggali situasi dengan cara mengajukan pertanyaan dan
menjawab dengan relevan, berfikir untuk memperoleh hasil yang maksimal dan secara cermat
menelaah berbagai ide dan mencapai kesimpulan yang berguna.

4.2 SARAN
Untuk dapat melakukan proses bepikir yang kritis dalam melakukan proses keperawatan kita
harus belajar, karena belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku sebagai akibat dari
pengalaman, latihan, atau proses pembiasaan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.psb-psma.org/content/blog/proses-berpikir
Maryam Siti R. dkk (2007) Buku Ajar Proses Berpikir Kritis dalam Proses Keperawatan, Jakarta:
EGC
Diposkan oleh Info Kesehatan di 12.29 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google
Buzz

BERBASIS KOMUNITAS DAN BERKELNJUTAN

BAB 1
PENDAHULUAN

Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah telah dijalankan selama ini masih
memperlihatkan adanya ketidak sesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan
masyarakkat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat dan partisipasi
masyarakat yang diharapkan. Mekipun didalam undang-undang No.23 tahun 1992 tentang
kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya
adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatanya. Oleh
karena itu pemerintahan maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap
pembangunan kesehatan masyarakat termasuk perawat spesialis komunitas perlu mencoba
terobosan yang kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan
berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah
kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat.
Padahal membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan
salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program
pengembangan kesehatan masyarakat (kahan & goodstadt, 2001). Pada bagian lain (Ervin 2002)
menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk
membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan
bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber
daya yang perlu dioptimalkan (community as resource), dimana perawat spesialis komunitas
harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam
menciptakan perubahan di masyarakat.
Menurut penulis model kewirausahaan memiliki pengaruh yang strategi pada pengembangan
model praktik keperawatan komunitas dan model kemitraan dalam pengorganisasian
pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Praktik keperawatan mandiri atau kelompok
hubungan dengan anggota masyarakat dapat di pandang sebagai sebuah institusi yang memiliki
dua misi sekaligus yaitu sebagai institusi ekonomi dan institusi yang dapat memberikan
pembelaan pada kepentingan masyarakat terutama berkaitan dengan azas pemerataan bidang
kesehatan. Oleh karenanya prktek keperawatan sebagai institusi sangat terpengaruh dengan
dinamika perkembangan masyarakat (William, 2004: Korsching & allen,2004), dan
perkembangan masyarakat tentunya juga akan mempengaruhi bentuk dan konteks kemitraan
yang berpeluang dikembangkan (Robins,2005) sesuai dengan slogan national Council for
Voluntary Organization (NCVO) yang berbunyi : “ New Times, New Challenges” (Batsler dan
radall, 1992).
Pada bagian lain, saat ini mulai terlihat kecenderungan adanya perubahan pola permintaan
pelayanan kesehatan pada golongan masyarakat tertentu dari pelayanan kesehatan tradisional di
rumah sakit beralih kepelayanan keperawatan dirumah disebabkan karena terjadinya peningkatan
pembiayaan kesehatan yang cukup besar disbanding sebelumnya (Depkes RI, 2004: Sharkey,
2000; Mc Adam, 2000).sedangkan secara filosofi,saat ini telah terjadi perubahan “paradigma
sakit” yang menitikberatkan pada upaya kuratif ke arah “paradigm sehat” yang melihat penyakit
dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996). Sehingga situasi
tersebut dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan praktik keperawatan komunitas beserta
pendekatan kemitraan yang sesuai di Indonesia.

BAB 2
PELAYANAN KEPERAWATAN BERBASIS KOMUNITAS

Pengertian

Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yang dapat mempengaruhi perubahan, penyimpangan atau tidak berfungsinya
secara optimal setiap unit yang terdapat dalam sistem hayati tubuh manusia, balk secara individu,
keluarga, ataupun masyarakat dan ekosistem.
Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih sering dibandingkan
dengan manusia lain yang berada diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi
keperluan barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Menurut WHO (1959), keperawatan komunitas adalah bidang perawatan khusus yang
merupakan gabungan ketrampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan
sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guns
meningkatkan kesehatan, penyempumaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi,
pence-gahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang
mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.
Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa dari praktik
kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan
masyarakat. Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menyeluruh dengan tidak
membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu, berkelanjutan dan
melibatkan masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan komunitas adalah
suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara keperawatan dan
kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif
dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses
keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal.

PARADIGMA KEPERAWATAN KOMUNITAS


Paradigma keperawatan komunitas terdiri dari empat komponen pokok, yaitu manusia,
keperawatan, kesehatan dan lingkungan (Logan & Dawkins, 1987). Sebagai sasaran praktik
keperawatan klien dapat dibedakan menjadi individu, keluarga dan masyarakat.
Individu sebagai Klien
Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi, psikologi,
social dan spiritual. Peran perawat pada individu sebagai klien, pada dasarnya memenuhi
kebutuhan dasarnya yang mencakup kebutuhan biologi, sosial, psikologi dan spiritual karena
adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, kurangnya kemauan menuju
kemandirian pasien/klien.
Keluarga Sebagai Klien
Keluarga merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus menerus dan
terjadi interaksi satu sama lain baik secara perorangan maupun secara bersama-sama, di dalam
lingkungannya sendiri atau masyarakat secara keseluruhan. Keluarga dalam fungsinya
mempengaruhi dan lingkup kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman dan
nyaman, dicintai dan Mencintai,harga diri dan aktualisasi diri.
Beberapa alasan yang menyebabkan keluarga merupakan salah satu fokus pelayanan
keperawatan yaitu :
1. Keluarga adalah unit utama dalam masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut
kehidupan masyarakat.
2. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah, memperbaiki ataupun
mengabaikan masalah kesehatan didalam kelompoknya sendiri.
3. Masalah kesehatan didalam keluarga saling berkaitan. Penyakit yang diderita salah satu
anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga tersebut.

Masyarakat Sebagai Klien


Masyarakat memiliki cirri-ciri adanya interaksi antar warga, diatur oleh adat istiadat, norma,
hukum dan peraturan yang khas dan memiliki identitas yang kuat mengikat semua warga.
Kesehatan dalam keperawatan kesehatan komunitas didefenisikan sebagai kemampuan
melaksanakan peran dan fungsi dengan efektif. Kesehatan adalah proses yang berlangsung
mengarah kepada kreatifitas, konstruktif dan produktif. Menurut Hendrik L. Blum ada empat
faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan
keturunan. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik
yaitu lingkungan yang berkaitan dengan fisik seperti air, udara, sampah, tanah, iklim, dan
perumahan.

Keturunan merupakan faktor yang telah ada pada diri manusia yang dibawanya sejak lahir,
misalnya penyakit asma. Keempat faktor tersebut saling berkaitan dan saling menunjang satu
dengan yang lainnya dalam menentukan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Keperawatan dalam keperawatan kesehatan komunitas dipandang sebagai bentuk pelayanan
esensial yang diberikan oleh perawat kepada individu, keluarga, dan kelompok dan masyarakat
yang mempunyai masalah kesehatan meliputi promotif, preventif, kuratif, rehabilitative dan
resosialitative dengan menggunakan proses keperawatan untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral
pelayanan kesehatan dalam bentuk pelayanan biologi, psikologi, sosial dan spiritual secara
komprehensif yang ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit
mencakup siklus hidup manusia.
Lingkungan dalam paradigm keperawatan berfokus pada lingkungan masyarakat, dimana
lingkungan dapat mempengaruhi status kesehatan manusia. Lingkungan disini meliputi
lingkungan fisik, psikologis, sosial dan budaya dan lingkungan spiritual.

TUJUAN KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS


Keperawatan komunitas merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang dilakukan sebagai
upaya dalam pencegahan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan
keperawatan langsung (direction) terhadap individu, keluarga dan kelompok didalam konteks
komunitas serta perhatian lagsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat dan
mempertimbangkan masalah atau isu kesehatan masyarakat yang dapat mempengaruhi individu,
keluarga serta masyarakat.
1. Tujuan Umum
Meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan masyarakat secara meyeluruh dalam
memelihara kesehatannya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal secara mandiri.
2. Tujuan khusus
a. Dipahaminya pengertian sehat dan sakit oleh masyarakat.
b. Meningkatnya kemampuan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk melaksanakan
upaya perawatan dasar dalam rangka mengatasi masalah keperawatan.
c. Tertanganinya kelompok keluarga rawan yang memerlu¬kan pembinaan dan asuhan
keperawatan.
d. Tertanganinya kelompok masyarakat khusus/rawan yang memerlukan pembinaan dan asuhan
keperawatan di rumah, di panti dan di masyarakat.
e. Tertanganinya kasus-kasus yang memerlukan penanganan tindaklanjut dan asuhan
keperawatan di rumah.
f. Terlayaninya kasus-kasus tertentu yang termasuk kelompok resiko tinggi yang memerlukan
penanganan dan asuhan keperawatan di rumah dan di Puskesmas.
g. Teratasi dan terkendalinya keadaan lingkungan fisik dan sosial untuk menuju keadaan sehat
optimal.

SASARAN KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS


Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk individu, keluarga, dan
kelompok yang beresiko tinggi seperti keluarga penduduk di daerah kumuh, daerah terisolasi dan
daerah yang tidak terjangkau termasuk kelompok bayi, balita dan ibu hamil.
Menurut Anderson (1988) sasaran keperawatan komunitas terdiri dari tiga tingkat yaitu :
1. Tingkat Individu.
Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada individu yang mempunyai masalah kesehatan
tertentu (misalnya TBC, ibu hamil d1l) yang dijumpai di poliklinik, Puskesmas dengan sasaran
dan pusat perhatian pada masalah kesehatan dan pemecahan masalah kesehatan individu.
2. Tingkat Keluarga.
Sasaran kegiatan adalah keluarga dimana anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan
dirawat sebagai bagian dari keluarga dengan mengukur sejauh mana terpenuhinya tugas
kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk mengatasi
masalah kesehatan, memberikan perawatan kepada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
yang sehat dan memanfaatkan sumber daya dalam masyarakat untuk meningkatkan kesehatan
keluarga.
Prioritas pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat difo¬kuskan pada keluarga rawan yaitu :
a. Keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan, yaitu keluarga dengan: ibu hamil yang
belum ANC, ibu nifas yang persalinannya ditolong oleh dukun dan neo¬natusnya, balita tertentu,
penyakit kronis menular yang tidak bisa diintervensi oleh program, penyakit endemis, penyakit
kronis tidak menular atau keluarga dengan kecacatan tertentu (mental atau fisik).
b. Keluarga dengan resiko tinggi, yaitu keluarga dengan ibu hamil yang memiliki masalah gizi,
seperti anemia gizi be-rat (HB kurang dari 8 gr%) ataupun Kurang Energi Kronis (KEK),
keluarga dengan ibu hamil resiko tinggi seperti perdarahan, infeksi, hipertensi, keluarga dengan
balita dengan BGM, keluarga dengan neonates BBLR, keluarga dengan usia lanjut jompo atau
keluarga dengan kasus percobaan bunuh diri.
c. Keluarga dengan tindak lanjut perawatan
3. Tingkat Komunitas
Dilihat sebagai suatu kesatuan dalam komunitas sebagai klien.
a.Pembinaan kelompok khusus
b.Pembinaan desa atau masyarakat bermasalah
RUANG LINGKUP KEPERAWATAN KOMUNITAS
Keperawatan komunitas mencakup berbagai bentuk upaya pelayanan kesehatan baik upaya
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, maupun resosialitatif. Upaya promotif dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan melakukan
kegiatan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perorangan,
pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga teratur, rekreasi dan pendidikan seks.
Upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu,
keluarga kelompok dan masyarakat melalui kegiatan imunisasi, pemeriksaan kesehatan berkala
melalui posyandu, puskesmas dan kunjungan rumah, pemberian vitamin A, iodium, ataupun
pemeriksaan dan peme¬liharaan kehamilan, nifas dan menyusui.
Upaya kuratif bertujuan untuk mengobati anggota keluarga yang sakit atau masalah kesehatan
melalui kegiatan perawatan orang sakit dirumah, perawatan orang sakit sebagai tindaklanjut dari
Pukesmas atau rumah sakit, perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis, perawatan buah dada,
ataupun perawatan tali pusat bayi baru lahir
Upaya rehabilitatif atau pemulihan terhadap pasien yang dira¬wat dirumah atau kelompok-
kelompok yang menderita penyakit tertentu seperti TBC, kusta dan cacat fisik lainnya melalui
kegiatan latihan fisik pada penderita kusta, patch tulang dan lain sebagai¬nya, kegiatan
fisioterapi pada penderita stroke, batuk efektif pada penderita TBC, dll.
Upaya resosialitatif adalah upaya untuk mengembalikan pen¬derita ke masyarakat yang karena
penyakitnya dikucilkan oleh masyarakat seperti, penderita AIDS, kusta dan wanita tuna susila.
FALSAFAH
Falsafah adalah keyakinan terhadap nilai - nilai yang menjadi pedoman untuk mencapai suatu
tujuan atau sebagai pandangan hidup. Falsafah keperawatan memandang keperawatan sebagai
pekerjaan yang luhur dan manusiawi.
Penerapan falsafah dalam keperawatan kesehatan komunitas, yaitu:
1. Pelayanan keperawatan kesehatan komunitas merupakan bagian integral dari upaya kesehatan
yang harus ada dan terjangkau serta dapat di terima oleh semua orang.
2. Upaya promotif dan preventif adalah upaya pokok tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif.
3. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien berlangsung secara berkelanjutan.
4. Perawat sebagai provider dan klien sebagai konsumer pelayanan kesehatan, menjalin
suatu.hubungan yang saling mendukung dan mempengaruhi perubahan dalam kebijaksanaan dan
pelayanan kesehatan.
5. Pengembangan tenaga keperawatan kesehatan masyarakat direncanakan berkesinambungan.
6. Individu dalam suatu masyarakat ikut bertanggungjawab atas kesehatannya. la harus ikut
mendorong, medidik, dan berpartisipasi secara aktif dalam pelayanan kesehatan mereka sendiri
ASUMSI KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS
Asumsi mengenai keperawatan kesehatan komunitas yang dikemukakan ANA (1980) yaitu
keperawatan kesehatan komunitas merupakan system pelayanan kesehatan yang kompleks,
keperawatan kesehatan komunitas merupakan subsistem pelayanan kesehatan. Penentuan
kebijakan kesehatan seharusnya melibatkan penerima pelayanan, perawat dan klien membentuk
hubungan kerja sama yang menunjang pelayanan kesehatan, lingkungan mempunyai pengaruh
terhadap kesehatan klien, serta kesehatan menjadi tanggung jawab setiap individu.

KARAKTERISTIK KEPERAWATAN KOMUNITAS


Keperawatan komunitas memiliki beberapa karakteristik, yaitu pelayanan keperawatan yang
diberikan berorientasi kepada pelayanan kelompok, fokus pelayanan utama adalah peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit, asuhan keperawatan dibe¬rikan secara komprehensif dan
berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi klien/masyarakat, klien memiliki otonomi yang
tinggi, fokus perhatian dalam pelayanan keperawatan lebih kearah pelayanan pada kondisi sehat,
pelayanan memerlukan kolaborasi interdisiplin, perawat secara langsung dapat meng¬kaji dan
mengintervensi klien dan lingkungannya dan pelayanan didasarkan pada kewaspadaan
epidemiologi.

PRINSIP PEMBERIAN PELAYANAN KESEHATAN KOMUNITAS

Pada saat memberikan pelayanan kesehatan, perawat komunitas harus rnempertimbangkan


beberapa prinsip, yaitu kemanfaatan dimana semua tindakan dalam asuhan keperawatan harus
memberikan manfaat yang besar bagi komunitas, pelayanan keperawatan kesehatan komunitas
dilakukan bekerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat berkelanjutan serta
melakukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral, asuhan keperawatan diberikan secara
langsung mengkaji dan intervensi, klien dan, lingkungannya termasuk lingkungan sosial,
ekonomi serta fisik mempunyai tujuan utama peningkatan kesehatan, pelayanan keperawatan
komunitas juga harus memperhatikan prinsip keadilan dimana tindakan yang dilakukan
disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas dari komunitas itu. sendiri, prinsip yang lanilla
yaitu otonomi dimana klien atau komunitas diberi kebebasan dalam memilih atau melaksanakan
beberapa alternatif terbaik dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada.

Prinsip dasar lainnya dalam keperawatan kesehatan komunitas, yaitu :


1. Keluarga adalah unit utama dalam pelayanan kesehatan masyarakat
2. Sasaran terdiri dari, individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
3. Perawat kesehatan bekerja dengan masyarakat bukan bekerja untuk masyarakat
4. Pelayanan keperawatan yang diberikan lebih menekankan pada upaya promotif dan preventif
dengan tidak melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif.
5. Dasar utama dalam pelayanan perawatan kesehatan masyarakat adalah menggunakan
pendekatan pemecahan masalah yang dituangkan dalam proses keperawatan.
6. Kegiatan utama perawatan kesehatan komunitas adalah dimasyarakat dan
bukan di rumah sakit.
Klien adalah masyarakat secara keseluruhan bark yang sakit maupun yang sehat.
Perawatan kesehatan masyarakat ditekankan kepada pem¬binaan perilaku hidup sehat
masyarakat
Tujuan perawatan kesehatan komunitas adalah meningkat¬kan fungsi kehidupan sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan seoptimal mungkin.
Perawat kesehatan komunitas tidak bekerja secara sendiri tetapi bekerja secara tim.
Sebagian besar waktu dari seorang perawat kesehatan ko¬munitas digunakan untuk kegiatan
meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit, melayani masyarakat yang sehat atau yang sakit,
penduduk sakit yang tidak berobat ke puskesmas, pasien yang baru kembali dari rumah sakit.
Kunjungan rumah sangat penting.
Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan utama.
Pelayanan perawatan kesehatan komunitas harus mengacu pada sistem pelayanan kesehatan yang
ada.
Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan di institusi pelayanan kesehatan yaitu puskesmas,
institusi seperti sekolah, panti, dan lainnya dimana keluarga sebagai unit pelayanan.

TANGGUNG JAWAB PERAWAT KOMUNITAS


Claudia M.Smith & Frances A Mauren (1995) menjelaskan bahwa tanggung jawab perawat
komunitas adalah menyediakan pela¬yanan bagi orang sakit atau orang cacat di rumah
mencakup pengajaran terhadap pengasuhnya, mempertahankan lingkungan yang sehat,
mengajarkan upaya-upaya peningkatkan kesehatan, pencegahan, penyakit dan injuri, identifikasi
standar kehidupan yang tidak adekuat atau mengancam penyakit/injuri serta me¬lakukan
rujukan, mencegah dan melaporkan adanya kelalaian atau penyalahgunaan (neglect & abuse),
memberikan pembelaan untuk mendapatkan kehidupan dan pelayanan kesehatan yang sesuai
standart, kolaborasi dalam mengembangkan pelayanan kesehatan yang dapat diterima, sesuai dan
adekuat, melaksanakan pelayanan mandiri serta berpartisipasi dalam mengembangkan pelayanan
profesional, serta menjamin pelayanan keperawatan yang berkualitas dan melaksanakan riset
keperawatan.

PERAN PERAWAT KOMUNITAS


Pendidik (Educator)
Perawat memiliki peran untuk dapat memberikan informasi yang memungkinkan klien membuat
pilihan dan mempertahankan autonominya. Perawat selalu mengkaji dan memotivasi belajar
klien
Advokat
Perawat memberi pembelaan kepada klien yang tidak dapat bicara untuk dirinya.
Manajemen Kasus
Perawat memberikan pelayanan kesehatan yang bertujuan menyediakan pelayanan kesehatan
yang berkualitas, mengurangi fragmentasi, serta meningkatkan kualitas hidup klien.
Kolaborator
Perawat komunitas juga harus bekerjasama dengan pelayanan rumah sakit atau anggota tim
kesehatan lain untuk mencapai tahap kesehatan yang optimal.
Panutan (Role Model)
Perawat kesehatan komunitas seharusnya dapat menjadi panutan bagi setiap individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat sesuai dengan peran yang diharapkan. Perawat dituntut berperilaku
sehat jasmani dan rohani dalam kehidupan sehari-hari

Peneliti
Penelitian dalam asuhan keperawatan dapat membantu mengidentifikasi serta mengembangkan
teori-teori keperawatan yang merupakan dasar dari praktik keperawatan

Pembaharu
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan sebagai agen pembaharu terhadap individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat terutama dalam merubah perilaku dan pola hidup yang erat
kaitannya dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.

TATANAN PRAKTIK DALAM KEPERAWATAN KESEHATAN


KOMUNITAS
Perawat kesehatan komunitas melakukan pekerjaan pada berbagai posisi dengan fokus utama
klien individu, keluarga, dan komunitas. (Archer, 1976). Tatanan praktik dalam keperawatan
kesehatan komunitas sangat luas, karena pada semua tatanan perawat komunitas dapat
memberikan pelayanan dengan penekanan tingkat pencegahan primer, sekunder dan tertier.
Perawat yang bekerja di komunitas dapat bekerja sebagai perawat keluarga, perawat sekolah,
perawat kesehatan kerja atau pegawai gerontology.

Perawat Keluarga
Keperawatan kesehatan keluarga adalah tingkat keperawatan tingkat kesehatan masyarakat yang
dipusatkan pada keluarga sebagai satu kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuan
pelayanan dan perawatan sebagai upaya (Bailon dan Maglaya, 1978)
Perawat keluarga adalah perawat terregistrasi dan telah lulus dalam bidang keperawatan yang
dipersiapkan untuk praktik memberikan pelayanan individu dan keluarga disepanjang rentang
sehat sakit.
Peran yang dilakukan perawat keluarga adalah melaksanakan asuhan keperawatan keluarga,
berpartisipasi dan menggunakan hasil riset, mengembangkan dan melaksanakan kebijakan
dibidang kesehatan, kepemimpinan, pendidikan, case management dan konsultasi.

Perawat Kesehatan Sekolah


Keperawatan sekolah adalah keperawatan yang difokuskan pada anak ditatanan pendidikan guna
memenuhi kebutuhan anak dengan mengikut sertakan keluarga maupun masyarakat sekolah
dalam perencanaan pelayanan (Logan, BB, 1986). Fokus utama perawat kesehatan sekolah
adalah siswa dan lingkungannya dan sasaran penunjang adalah guru dan kader.

Perawat Kesehatan Kerja


Perawatan kesehatan kerja adalah penerapan prinsip-prinsip keperawatan dalam memelihara
kelestarian kesehatan tenaga kerja dalam segala bidang pekerjaan. Perawat kesehatan kerja
mengaplikasikan praktik keperawatan dalam upaya memenuhi kebutuhan unik individu,
kelompok dan masyarakat ditatanan industri, pabrik, tempat kerja, tempat konstruksi, universitas
dan lain-lain.
Perawat Gerontologi
Perawatan gerontologi atau gerontik adalah ilmu yang mempelajari dan memberikan pelayanan
kepada orang lanjut usia yang dapat terjadi diberbagai tatanan dan membantu orang lanjut usia
tersebut untuk mencapai dan mempertahankan fungsi yang optimal.
Lingkup praktik keperawatan gerontologi adalah memberikan asuhan keperawatan,
melaksanakan advokasi dan bekerja untuk memaksimalkan kemampuan atau kemandirian lanjut
usia, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan, mencegah dan meminimalkan kecacatan
dan menunjang proses kematian yang bermartabat.

KONSEP MODEL KEPERAWATAN


KOMUNITAS
Keperawatan komunitas memberikan perhatian terhadap pengaruh faktor lingkungan meliputi
fisik, biologis, psikologis, sosial dan cultural serta spiritual, terhadap kesehatan masyarakat dan
memberi prioritas pada strategi pencegahan, peningkatan, dan pemeliharaan kesehatan dalam
upaya mencapai tujuan.

MODEL SISTEM IMOGENE M. KING (1971)


Komunitas merupakan suatu system dari subsistem keluarga dan supra sistemnya adalah system
sosial yang lebih luas. Adanya gangguan atau stressor pada salah satu subsistem akan
mempengaruhi komunitas, misalnya adanya gangguan pada salah satu subsistem pendidikan,
dimana masyarakat akan kehilangan informasi atau ketidaktahuan.

MODEL ADAPTASI C. ROY (1976)


Aplikasi dari model adaptasi pada keperawatan komunikasi tujuannya adalah untuk
mempertahankan perilaku adaptif dan merubah perilaku maladaptive pada komunitas.
Adapun upaya pelayanan keperawatan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan kesehatan
dengan cara mempertahankan perilaku adaptif.

MODEL “SELF CARE” D.E OREM (1971)


Model ini tepat digunakan untuk keperawatan keluarga karena tujuan akhir dari keperawatan
keluarga adalah kemandirian keluarga dalam melakukan upaya kesehatan yang terkait dengan
lima tugas kesehatan keluarga yaitu : Mengenal masalah, Mengambil keputusan untuk mengatasi
masalah, Merawat anggota keluarga yang mengalamai gangguan kesehatan, Memodifikasi
lingkungan yang dapat menunjang kesehatan, dan Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
secara tepat.

Pengertian
Keperawatan mandiri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam menjaga fungsi tubuh
dan kehidupan yang harus dimilikinya. Menurut Orem, keperawatan mandiri adalah pelaksanaan
kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan
guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan sesuai keadaan sehat sakit
(Orem, 1980).
Individu : Integrasi keseluruhan fisik, mental, psikologis dan sosial dengan berbagai variasi
tingkat kemampuan keperawatan mandiri.
“Self Care” : referensi untuk mengkaji kebutuhan dan pilihan yang teliti bagaimana untuk
memenuhi kebutuhan.
Keperawatan : pelayanan terhadap manusia, proses interpersonal dan teknikal merupakan
tindakan khusus. Tindakan keperawatan untuk meningkatkan keperawatan mandiri dan
kemampuan perawatan mandiri yang terapeutik. Asuhan keperawatan mandiri dapat digunakan
dalam praktik keperawatan keluarga.

Sasaran
1. Menolong klien atau keluarga untuk keperawatan mandiri secara teraupetik
2. Menolong klien bergerak kearah tindakan asuhan mandiri
3. Membantu anggota keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan

Fokus Asuhan Keperawatan


1. Aspek interpersonal : hubungan di dalam keluarga
2. Aspek sosial: hubungan keluarga dengan masyarakat yang berada disekitarnya.
3. Aspek procedural: melatih keterampilan dasar keluarga sehingga mampu mengantisipasi
perubahan yang terjadi
4. Aspek teknis: mengajarkan keluarga teknik-teknik dasar yang mampu dilakukan keluarga di
rumah misalnya : mengompres dengan baik dan benar.
System keperawatan adalah membantu klien dalam meningkatkan atau melakukan keperawatan
mandiri. System keperawatan mandiri dibagi tiga kategori bantuan sebagai berikut :
a. Wholly comphensatory, bantuan secara keseluruhan dibutuhkan untuk klien yang tidak
mampu mengontrol dan memantau lingkungan dan tidak berespon terhadap rangsangan.
b. Partially compensantory, bantuan sebagian dibutuhkan oleh klien yang mengalami
keterbatasan gerak karena sakit, misalnya kecelakaan.
c. Supportive-educative, dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang membutuhkan
bantuan untuk mempelajari agar melakukan keperawatan mandiri.

MODEL “HEALTH CARE SYSTEM” BETTY NEUMAN


Asumsi yang dikemukakan Neuman tentang empat konsep utama dari paradigm keperawatan
yang terkait keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
1. Manusia Merupakan suatu sistem terbuka, yang selalu mencari keseimbangan dari harmoni
dan merupakan satu kesatuan dari variable-variabel: fisiologis, psikologis, sosiokultural,
perkembangan dan spiritual.
2.Lingkungan
3.Sehat
4.Keperawatan
Sehat menurut model Neuman adalah suatu keseimbangan biopsiko – sosio – cultural dan
spiritual pada tiga garis pertahanan klien yaitu fleksibel, normal dan resisten. Keperawatan
ditujukan untuk mempertahankan keseimbangan tersebut dengan berfokus pada empat intervensi
yaitu : intervensi yang bersifat promosi dilakukan apabila gangguan yang terjadi pada garis
pertahanan normal yang terganggu. Sedangkan intervensi yang bersifat kurasi atau rehabilitasi
dilakukan apabila garis pertahanan resisten yang terganggu.
Keperawatan sebagai ilmu dan kiat, mempelajari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar klien
(individu, keluarga, kelompok, dan komunitas) yang berhubngan dengan ketidakseimbangan
yang terjadi pada ketiga garis pertahanan yaitu fleksibel, normal dan resisten serta berupaya
membantu mempertahankan keseimbangan untuk sehat.
Intervensi yang dilakukan terhadap klien ditujukan pada garis pertahanan yang mengalami
gangguan :
1. Intervensi bersifat promosi untuk gangguan pada garis pertahanan fleksibel
2. Intervensi bersifat prevensi untuk gangguan pada garis pertahanan normal
3. Intervensi bersifat kurasi dan rehabilitasi untuk gangguan pada garis pertahanan resisten

Aplikasi Model Neuman pada Komunitas


Sesuai dengan teori Neuman, kelompok atau komunitas dilihat sebagai klien dipengaruhi oleh
dua faktor utama yaitu komunitas yang merupakan klien dan penggunaan proses keperawatan
sebagai pendekatan, yang terdiri dari 5 tahapan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
KOMUNITAS

PENDAHULUAN
Praktik keperawatan komunitas didasarkan atas sintesa dari praktik kesehatan komunitas dan
praktik kesehatan komunitas, bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan
masyarakat dengan menekankan pada peningkatan peran serta masyarakat dalam melakukan
upaya-upaya pencegahan, peningkatan dan mempertahankan kesehatan.
Dalam konteks ini, keperawatan komunitas merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan dimana sifat asuhan yang diberikan adalah umum dan menyeluruh, lebih
banyak tidak langsung dan diberikan secara terus menerus melalui kerja sama.
Pendekatan yang digunakan dalam asuhan keperawatan komunitas adalah pendekatan keluarga
binaan dan kelompok kerja komunitas. Strategi yang digunakan untuk pemecahan masalah
adalah melalui pendidikan kesehatan, teknologi tepat guna serta memanfaatkan kebijaksanaan
pemerintah.

PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS


Setelah klien (individu, keluarga, masyarakat) kontak dengan pelayanan kesehatan (di rumah, di
Puskesmas), perawat melakukan praktik keperawatan dengan cara menggunakan proses
keperawatan komunitas.
Sesuai dengan teori Neuman, kelompok atau komunitas dilihat sebagai klien dipengaruhi oleh
dua faktor utama yaitu komunitas yang merupakan klien dan penggunaan proses keperawatan
sebagai pendekatan, yang terdiri dari lima tahapan:
1.Pengkajian
Pada tahap pengkajian, perawat melakukan pengumpulan data yang bertujuan mengidentifikasi
data yang penting mengenai klien.
Yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :
a. Core atau inti: data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri: umur, pendidikan, jenis
kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok atau
komunitas.
b. Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas (Betty Neuman) :
• Perumahan: Rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan, sirkulasi dan kepadatan.
• Pendidikan: Apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan.
• Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal: Apakah tidak menimbulkan stress.
• Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan: Apakah cukup menunjang sehingga
memudahkan komunitas mendapat pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan.
• Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan atau merawat atau
memantau apabila gangguan sudah terjadi.
• System komunikasi: Sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas
tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan nutrisi misalnya televisi,
radio, Koran atau leaflet yang diberikan kepada komunitas.
• Ekonomi: Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah sesuai dengan UMR
(Upah Minimum Regional), dibawah UMR atau diatas UMR sehingga upaya pelayanan
kesehatan yang diberikan dapat terjangkau, misalnya anjuran untuk konsumsi jenis makanan
sesuai status ekonomi tersebut.
• Rekreasi: Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan apakah biayanya terjangkau oleh
komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stress.
c. Status kesehatan komunitas
Status kesehatan komunitas dapat dilihat dari biostatistik dan vital statistic, antara lain angka
mortalitas, angka morbiditas, IMR, MMR, serta cakupan imunisasi.
2. Diagnosa keperawatan komunitas atau kelompok dan analisa data
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari, maka kemudian
dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang mengancam masyarakat dan seberapa
berat reaksi yang timbul pada masyarakat tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disusun
diagnose keperawatan komunitas dimana terdiri dari: Masalah kesehatan, Karakteristik populasi,
karakteristik lingkungan.
3.Perencanaan(intervensi)
Tahap kedua dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang harus dilakukan
untuk membantu sasaran dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Langkah
pertama dalam tahap perencanaan adalah menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk
mengatasi masalah yang telah ditetapkan sesuai dengan diagnosis keperawatan. Dalam
menentukan tahap berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan maka ada dua faktor yang
mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu sifat masalah dan
sumber/potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga yang tersedia.
Dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
a)Tahap persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan cara untuk berhubungan
dengan masyarakat, mempelajari dan bekerjasama dengan masyarakat.
b) Tahap pengorganisasian
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk menumbuhkan kepedulian
terhadap kesehatan dalam masyarakat. Kelompok kerja kesehatan (Pokjakes) adalah suatu wadah
kegiatan yang dibentuk oleh masyarakat secara bergotong royong untuk menolong diri mereka
sendiri dalam mengenal dan memecahkan masalah atau kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan,
meningkatkan kemampuan masyarakat berperanserta dalam pembangunan kesehatan di
wilayahnya.
c) Tahap pendidikan dan latihan
• Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
• Melakukan pengkajian
• Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose keperawatan
• Melatih kader
• Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga dan masyarakat
d) Tahap formasi kepemimpinan
e) Tahap koordinasi intersektoral
f) Tahap akhir
Dengan melakukan supervisi atau kunjungan bertahap untuk mengevaluasi serta memberikan
umpan balik untuk perbaikan kegiatan kelompok kerja kesehatan lebih lanjut.
Untuk lebih singkatnya perencanaan dapat diperoleh dengan tahapan sebagai berikut:
•Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi
•Demonstrasi pengolahan dan pemilihan makanan yang baik
• Melakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan kurang gizi melalui pemeriksaan fisik dan
laboratorium
• Bekerjasama dengan aparat Pemda setempat untuk mengamankan lingkungan atau komunitas
bila stressor dari lingkungan
•Rujukan ke rumah sakit bila diperlukan
4.Pelaksanaan(Implementasi)
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah direncanakan yang
sifatnya:
a) Bantuan dalam upaya mengatasi masalah-masalah kurang nutrisi, mempertahankan kondisi
seimbang atau sehat dan meningkatkan kesehatan.
b) Mendidik komunitasi tentang perilaku sehat untuk mencegah kurang gizi.
c) Sebagai advokat komunitas, untuk sekaligus menfasilitasi terpenuhinya kebutuhan komunitas.

Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada tingkat pencegahan, yaitu :
a) Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada populasi sehat,
mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum serta perlindungan khusus terhadap penyakit,
contoh: imunisasi, penyuluhan gizi, simulasi dan bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.
b) Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan derajat
kesehatan masyarakat clan ditemukan masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan
pada diagnosa dini dan tindakan untuk mnghambat proses penyakit, Contoh: Mengkaji
keter¬belakangan tumbuh kembang anak, memotivasi keluarga untuk melakukan penieriksaan
kesehatan seperti mata, gigi, telinga, dll.
c) Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian individu pada tingkat
berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga, Contoh: Membantu keluarga yang
mempunyai anak dengan resiko gangguan kurang gizi untuk melakukan pemeriksaan secara
teratur ke Posyandu.
5.Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan
tujuan semula dan dijadikan dasar untuk memodifikasi rencana berikutnya. Evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Sedangkan fokus dari evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas adalah
:
a. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan target pelaksanaan
b. Perkembangan atau kemajuan proses: kesesuaian dengan perencanaan, peran staf atau
pelaksana tindakan, fasilitas dan jumlah peserta.
c. Efisiensi biaya. Bagaimanakah pencarian sumber dana dan penggunaannya serta keuntungan
program.
d. Efektifitas kerja. Apakah tujuan tercapai dan apakah klien atau masyarakat puas terhadap
tindakan yang dilaksanakan.
e. Dampak. Apakah status kesehatan meningkat setelah dilaksanakan tindakan, apa perubahan
yang terjadi dalam 6 bulan atau 1 tahun.


BAB III
PENUTUP
Fokus praktek keperawatan komunitas adalah individu, keluarga, kelompok khusus dan
masyarakat. Pengorgnisasian komponen masyarakat yang dilakukan oleh perawat spesialis
komunitas dalam upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan masyarakat
dapat menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat (community development).
Intervensi keperawatan komunitas yang paling penting adalah membangun kolaborasi dan
kemitraan bersama anggota masyarakat dan komponen masyarakat lainnya, karena dengan
terbentuknya kemitraan yang saling menguntungkan dapat mempercepat terciptannya
masyarakat yang sehat.
“model keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat” merupakan
paradigma perawat spesialis komunitas yang relevan dengan situasi dan kondisi perawat di
Indonesia. Model ini memiliki ideologi kewirausahaan memiliki yang memiliki dua prinsip
penting, yaitu kewirausahaan dan advokasi pada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan asas keadilan social dan asas pemerataan.
Perawatan kesehatan menurut Ruth B. Freeman (1961) adalah sebagai suatu lapangan khusus di
bidang kesehatan, ketrampilan hubungan antar manusia dan ketrampilan organisasi diterapkan
dalam hubungan yang serasi kepada ketrampilan anggota profesi kesehatan lain dan kepada
tenaga kesehatan social demi untuk memelihara kesehatan masyarakat. Keperawatan komunitas
perlu dikembangkan ditatanan pelayanan kesehatan dasar yang melibatkan komunitas secara
aktif, sesuai keyakinan keperawatan komunitas.
Tujuan akhir praktek komunitas adalah kemandirian keluarga dan masyarakat yang terkait
dengan lima tugas kesehatan yaitu :mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan tindakan
kesehatan, merawat anggota keluarga, menciptakan lingkungan yang dapat mendukung upaya
peningkatan kesehatan keluarga serta memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia,
sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pemecahan masalah keperawatan yaitu melalui
proses keperawatan.
MAKALAH ILMU KEPERAWATAN DASAR I
BERBASIS KOMUNITAS DAN BERKELNJUTAN

Oleh kelompok II :
1. Anik ahmani
2. M. kharis shodiq
3. Nining puji a
4. Paulina
5. Fadilatur r
6. Karsim
7. Wiwin pratiwi
8. Shera u ulhaq
9. Sarifudin

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2009

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya
yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmu
keperawatan dasar I “ Berbasis komunitas dan berkelanjutan”

Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan, bimbingan serta arahan baik secara moriil maupun materiil. Untuk itu kami ucapkan
terimakasih kepada :

1. Ibu Purwaningsih, S.Kep., MARS selaku pengajar Keperawatan Dasar I.


2. Teman-teman satu kelompok yang bekerjasama dalam membantu menyelesaikan masalah ini.

Dari pembuatan makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, sehingga dengan
hal tersebut sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyusunan makalah
selanjutnya yang lebih baik sehingga dapat bermanfaat untuk kita semua.

Surabaya, September 2009


Penyusun
Diposkan oleh Info Kesehatan di 12.27 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google
Buzz

STEM CELL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Teknologi stem cell kini semakin menjadi tren yang dianggap bisa membantu pengobatan dalam
bidang medis. Di Indonesia pengembangan terapi stem cell diarahkan kepada penyakit
degeneratif dan keturunan yang banyak terdapat di masyarakat. Pengembangannya perlu dikawal
psikososial keagamaan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi disegala bidang, peningkatan taraf hidup masyarakat,
peningkatan perhatian terhadap pemenuhan hak asasi manusia serta peningkatan kesadaran
masyarakat akan pentingnya hidup sehat menyebabkan peningkatan tuntutan masyarakat akan
pelayanan kesehatan yang berkwalitas.
Teknologi stem cell perlu dikembangkan sebagai alternatif terapi penyakit untuk kepentingan
pasien dan terjangkau masyarakat. sel induk memiliki potensi yang besar dalam dunia
kedokteran untuk dimanfaatkan sebagai terapi sel bagi berbagai penyakit degeneratif dan kanker
yang sulit disembuhkan,di antaranya diabetes, infark jantung, stroke, parkinson, dan
osteoarthritis. Meski demikian, metode pengobatan stem cell saat ini relatif masih mahal. Untuk
itulah, saat ini diupayakan pengembangan metode yang terjangkau masyarakat.
Dengan demikian maka diperlukan pengawasan yang sangat ketat terhadap pemakaian dan
penyalahgunaan stem cell ini. Hal ini juga menjadi masalah pada sumber stem cell tersebut
apakah dari tali pusat, sumsum tulang atau dari embrio. Maka diperlukan kebijakan, pedoman,
SOP dan regulasi oleh pemerintah untuk menghindari masalah etik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mengetahui definisi stem cell ?
2. Bagaimana mengetahui jenis jenis stem cell ?
3. Bagaimana peran stem cell dalam riset ?
4. Bagaimana terapi berdasarkan sel ?
1.3 TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Untuk mempelajari bagaimana stem cell digunakan dalam pengobatan dilihat dari sudut aspek
etik dan legal.
2. TUJUAN KHUSUS
a. Agar mampu mengetahui definisi stem cell
b. Agar mampu mengetahui jenis – jenis stem cell
c. Agar mampu mengetahui peran stem cell dalam riset
d. Agar mapu mengetahui terapi berdasarkan sel

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI STEM CELL
Stem cell adalah sel yang tidak/ belum terspesialisasi yang mempunyai 2 sifat:
1 Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate). Dalam hal ini stem cell
mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel
otot rangka, sel pankreas, dan lain-lain.
2 Kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri (self-regenerate/ self-
renew). Dalam hal ini stem cell dapat membuat salinan sel yang persis sama dengan dirinya
melalui pembelahan sel.

2.2 JENIS STEM CELL


A. Berdasarkan kemampuan berdiferensiasi, stem cell dibagi menjadi:
1. Totipotent.
Dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel.Yang termasuk dalam stem cell totipotent adalah
Zigot (telur yang telah dibuahi).
2. Pluripotent.
Dapat berdiferensiasi menjadi 3 lapisan germinal: ektoderm, mesoderm, dan endoderm, tapi
tidak dapat menjadi jaringan ekstraembryonik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk
stem cell pluripotent adalah embryonic stem cells.

3. Multipotent.
Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel. Misalnya: hematopoietic stem cells.
4. Unipotent.
Hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel. Tapi berbeda dengan non-stem cell, stem cell unipoten
mempunyai sifat dapat memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/ self-renew)

B. Stem cell ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh.


Berdasarkan sumbernya, stem cell dibagi menjadi:
1. Zygote.
Yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu dengan sel telur
2. Embryonic stem cell.
Diambil dari inner cell mass dari suatu blastocyst. Embryonic stem cell biasanya didapatkan dari
sisa embrio yang tidak dipakai pada IVF (in vitro fertilization). Tapi saat ini telah dikembangkan
teknik pengambilan embryonic stem cell yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga
dapat terus hidup dan bertumbuh. Untuk masa depan hal ini mungkin dapat mengurangi
kontroversi etis terhadap embryonic stem cell.
3. Fetus.
Fetus dapat diperoleh dari klinik aborsi.
4. Stem cell darah tali pusat.
Diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera setelah bayi lahir. Stem cell dari darah tali pusat
merupakan jenis hematopoietic stem cell, dan ada yang menggolongkan jenis stem cell ini ke
dalam adult stem cell. (Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006)
5. Adult stem cell.
Adult stem cell mempunyai sifat plastis, artinya selain berdiferensiasi menjadi sel yang sesuai
dengan jaringan asalnya, adult stem cell juga dapat berdiferensiasi menjadi sel
jaringan lain. Misalnya: neural stem cell dapat berubah menjadi sel darah, atau stromal stem cell
dari sumsum tulang dapat berubah menjadi sel otot jantung, dan sebagainya. Diambil dari
jaringan dewasa, antara lain dari:
a. Sumsum tulang.
Ada 2 jenis stem cell dari sumsum tulang:
 Hematopoietic stem cell. Selain dari darah tali pusatdan dari sumsum tulang, hematopoietic
stem cell dapat diperoleh juga dari darah tepi.
 Stromal stem cell atau disebut juga mesenchymal stem cell.
b. Jaringan lain pada dewasa seperti pada:
 Susunan saraf pusat
 Adiposit (jaringan lemak)
 Otot rangka
 Pancreas

2.3 PERAN STEM CELL DALAM RISET


1. Terapi gen.
Stem cell (dalam hal ini hematopoietic stem cell) digunakan sebagai alat pembawa transgen ke
dalam tubuh pasien, dan selanjutnya dapat dilacak jejaknya apakah
stem cell ini berhasil mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh pasien. Dan karena stem cell
mempunyai sifat self- renewing, maka pemberian pada terapi gen tidak perlu dilakukan
berulang-ulang, selain itu hematopoietic stem cell juga dapat berdiferensiasi menjadi bermacam-
macamsel, sehingga transgen tersebut dapat menetap di berbagai
macam sel.
2. Mengetahui proses biologis,
yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker. Melalui stem cell dapat dipelajari
nasib sel, baik sel normal maupun sel kanker.
3. Penemuan dan pengembangan obat baru,
Yaitu untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan
4. Terapi sel
Berupa replacement therapy. Oleh karena stem cell dapat hidup di luar organ tubuh manusia
misalnya di cawan petri, maka dapat dilakukan manipulasi terhadap stem cell itu tanpa
mengganggu organ tubuh manusia. Stem cell yang telah dimanipulasi tersebut dapat
ditransplantasi kembali masuk ke dalam organ tubuh untuk menangani penyakit-penyakit
tertentu.

2.4 ADA 3 GOLONGAN PENYAKIT YANG DAPAT DIATASI OLEH STEM CELL
a. Penyakit autoimun.
Misalnya pada lupus, artritis rheumatoid dan diabetes tipe 1. Setelah diinduksi oleh growth factor
agar hematopoietic stem cell banyak dilepaskan dari sumsum tulang ke darah tepi, hematopoietic
stem cell dikeluarkan dari dalam tubuh untuk dimurnikan dari sel imun matur. Lalu tubuh diberi
agen sitotoksik atau terapi radiasi untuk membunuh sel-sel imun matur yang tidak mengenal self
antigen (dianggap sebagai foreign antigen).
Setelah itu hematopoietic stem cell dimasukkan kembali ke tubuh, bersirkulasi dan bermigrasi ke
sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi sel imun matur sehingga system imun tubuh
kembali seperti semula.
b. Penyakit degeneratif.
Pada penyakit degeneratif seperti stroke, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, terdapat
beberapa kerusakan atau kematian sel-sel tertentu sehingga bermanifestasi klinis sebagai suatu
penyakit. Pada keadaan ini stem cell setelah dimanipulasi dapat ditransplantasi ke dalam tubuh
pasien agar stem cell tersebut dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel organ tertentu yang
menggantikan sel-sel yang telah rusak atau mati akibat penyakit degeneratif.
c. Penyakit keganasan.
Prinsip terapi stem cell pada keganasan sama dengan penyakit autoimun. Hematopoietic stem
cell yang diperoleh baik dari sumsum tulang atau darah tali pusat telah lama dipakai dalam terapi
leukemia dan penyakit darah lainnya.

Ada beberapa alasan mengapa stem cell merupakan calon yang bagus dalam cell-based therapy:
1. Artinya transplantasi dapat bersifat autolog sehingga menghindari potensi rejeksi. Berbeda
dengan transplantasi organ yang membutuhkan organ donor yang sesuai (match), transplantasi
stem cell dapat dilakukan tanpa organ donor yang sesuai.
2. Mempunyai kapasitas proliferasi yang besar sehingga dapat diperoleh sel dalam jumlah besar
dari sumber yang terbatas. Misalnya pada luka bakar luas, jaringan kulit yang tersisa tidak cukup
untuk menutupi lesi luka bakar yang luas. Dalam hal ini terapi stem cell sangat berguna.
3. Mudah dimanipulasi untuk mengganti gen yang sudah tidak berfungsi lagi melalui metode
transfer gen. Hal ini telah dijelaskan dalam penjelasan mengenai terapi gen di atas.
4. Dapat bermigrasi ke jaringan target dan dapat berintegrasi ke dalam jaringan dan berinteraksi
dengan jaringan sekitarnya.

2.5 THERAPEUTIC CLONING


Therapeutic cloning atau yang lebih panjangnya disebut SCNT (Somatic Cell Nuclear Transfer)
adalah suatu teknik yang bertujuan untuk menghindari risiko penolakan/rejeksi. Pada therapeutic
cloning, inti sel telur donor dikeluarkan dan diganti dengan inti sel resipien misalnya diambil
dari sel mukosa pipi. Lalu sel ini akan membelah diri dan setelah menjadi blastocyst, maka inner
cell masalnya akan diambil sebagai embryonic stem cell dan setelah dimasukkan kembali ke
dalam tubuh resipien maka stem cell tersebut akan berdiferensiasi menjadi sel organ yang
diinginkan (misalnya sel beta pankreas, sel otot jantung, dan lain lain), tanpa reaksi penolakan
karena sel tersebut mengandung materi genetic resipien.
Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006

2.6 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN MEMAKAI JENIS STEM CELL TERTENTU


DALAM CELL-BASED THERAPY
Keuntungan embryonic stem cell:
1 Mudah didapat dari klinik fertilitas.
2 Bersifat pluripoten sehingga dapat berdiferensiasi menjadi segala jenis sel dalam tubuh.
3 Immortal. Berumur panjang, dapat berproliferasi berates - ratus kali lipat pada kultur.
4 Reaksi penolakan rendah.

Kerugian embryonic stem cell:


1 Dapat bersifat tumorigenik. Artinya setiap kontaminasi dengan sel yang tak berdiferensiasi
dapat menimbulkan kanker.
2 Selalu bersifat allogenik sehingga berpotensi menimbulkan penolakan.
3 Secara etis sangat kontroversial.
Keuntungan umbilical cord blood stem cell (stem cell dari darah tali pusat):
1. Mudah didapat (tersedia banyak bank darah tali pusat).
2. Siap pakai, karena telah melalui tahap prescreening, testing dan pembekuan.
3. Kontaminasi virus minimal dibandingkan dengan stem cell dari sumsum tulang.
4. Cara pengambilan mudah, tidak berisiko atau menyakiti donor.
5. Risiko GVHD (graft-versus-host disease) lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan
stem cell dari sumsum tulang, dan transplantasi tetap dapat dilakukan walaupun HLA matching
tidak sempurna atau dengan kata lain toleransi terhadap ketidaksesuaian HLA matching lebih
besar dibandingkan dengan stem cell dari sumsum tulang.
Kerugian umbilical cord blood stem cell:
1. Kemungkinan terkena penyakit genetik.
Ada beberapa penyakit genetik yang tidak terdeteksi saat lahir sehingga diperlukan follow up
setelah donor beranjak dewasa.
2. Jumlah stem cell relatif terbatas sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah stem cell yang
diperlukan resipien dengan yang tersedia dari donor, karena jumlah sel yang dibutuhkan
berbanding lurus dengan usia, berat badan dan status penyakit.

Keuntungan adult stem cell:


1. Dapat diambil dari sel pasien sendiri sehingga menghindari penolakan imun.
2. Sudah terspesialisasi sehingga induksi menjadi lebih sederhana.
3. Secara etis tidak ada masalah.
Kerugian adult stem cell:
1 Jumlahnya sedikit, sangat jarang ditemukan pada jaringan matur sehingga sulit mendapatkan
adult stem cell dalam jumlah banyak.
2 Masa hidupnya tidak selama embryonic stem cell.
3 Bersifat multipoten, sehingga diferensiasi tidak seluas embryonic stem cell yang bersifat
pluripoten.

2.7 TERAPI BERDASARKAN SEL (CELL-BASED THERAPY)


a. Stem Cell untuk Diabetes
Pada diabetes, terjadi kekurangan insulin atau kurangnya kepekaan terhadap insulin. Dalam hal
ini transplantasi sel pulau Langerhans diharapkan dapat memenuhi kebutuhan insulin. Pada
awalnya, kira-kira 10 tahun yang lalu, hanya 8%transplantasi sel pulau Langerhans yang
berhasil. Hal ini terjadi karena reaksi penolakannya besar sehingga diperlukan sejumlah besar
steroid; padahal makin besar steroid yang dibutuhkan, makin besar pula kebutuhan metabolik
pada sel penghasil insulin. Namun, baru-baru ini penelitian yang dilakukan oleh James Shapiro
dkk. di Kanada, berhasil membuat protokol transplantasi sel pulau Langerhans dalam jumlah
banyak dengan metode imunosupresi yang berbeda dengan yang sebelumnya. Pada penelitian
tersebut, 100% pasien yang diterapi transplantasi sel pulau Langerhans.
Pankreas tidak memerlukan injeksi insulin lagi dan gula darahnya tetap normal setahun setelah
transplantasi. Penelitian- penelitian yang sudah dilakukan untuk diabetes ini mengambil sumber
stem cell dari kadaver, fetus, dan dari embryonic stem cell. Selanjutnya, masih dibutuhkan
penelitian untuk menemukan cara membuat kondisi yang optimal dalam produksi insulin,
sehingga dapat menggantikan injeksi insulin secara permanen.
b. Stem Cell untuk Skin Replacement
Dengan bertambahnya pengetahuan mengenai stem cell, maka peneliti telah dapat membuat
epidermis dari keratinosit yang diperoleh dari folikel rambut yang dicabut. Hal ini
memungkinkan transplantasi epidermis autolog, sehingga menghindari masalah penolakan.
Pemakaian skin replacement ini bermanfaat dalam terapi ulkus vena ataupun luka bakar.

c. Stem Cell untuk Penyakit Parkinson


Pada penyakit Parkinson, didapatkan kematian neuron-neuron nigra-striatal, yang merupakan
neuron dopaminergik. Dopamin merupakan neurotransmiter yang berperan dalam gerakan tubuh
yang halus. Dengan berkurangnya dopamin, maka pada penyakit Parkinson terjadi gejala-gejala
gangguan gerakan halus. Dalam hal ini transplantasi neuron dopamine diharapkan dapat
memperbaiki gejala penyakit Parkinson.
Tahun 2001, dilakukan penelitian dengan menggunakan jaringan mesensefalik embrio manusia
yang mengandung neuron-neuron dopamin. Jaringan tersebut ditransplantasikan ke dalam otak
penderita Parkinson berat dan dipantau dengan alat PET (Positron Emission Tomography).
Hasilnya setelah transplantasi terdapat perbaikan dalam uji-uji standar untuk menilai penyakit
Parkinson, peningkatan fungsi neuron dopamin yang tampak pada pemeriksaan PET; perbaikan
bermakna ini tampak pada penderita yang lebih muda. Namun setelah 1 tahun, 15% dari pasien
yang ditransplantasi ini kambuh setelah dosis levodopa dikurangi atau dihentikan.
(Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006)

d. Stem Cell untuk Stroke


Dahulu dianggap bahwa sekali terjadi kematian sel pada stroke, maka akan menimbulkan
kecacatan tetap karena sel otak tidak mempunyai kemampuan regenerasi. Tapi anggapan berubah
setelah para pakar mengetahui adanya plastisitas pada sel-sel otak dan pengetahuan mengenai
stem cell yang berkembang pesat belakangan ini.
Beberapa penelitian dengan menggunakan stem cell dari darah tali pusat manusia yang diberikan
intravena kepada tikus yang arteri serebri medianya dioklusi menunjukkan hasil yang
menggembirakan. Ada pengurangan volume lesi sebanyak 40% dan adanya kemampuan kembali
ke 70% fungsi normal. Terdapat pemulihan fungsional pada kelompok yang ditransplantasi stem
cell dari darah tali pusat dibandingkan dengan kelompok kontrol dan tampak stem cell dari darah
tali pusat bermigrasi masuk ke otak. Penelitian dengan menggunakan mesenchymal stem cell
(MSC) dari sumsum tulang autolog yang diberikan intravena pada 30 penderita stroke juga
memperbaiki outcome yang dinilai dari parameter

e. Stem Cell untuk Penyakit Jantung


Penelitian terkini memberikan bukti awal bahwa adult stem cells dan embryonic stem cell dapat
menggantikan sel otot jantung yang rusak dan memberikan pembuluh darah baru. Strauer dkk.
mencangkok mono nuclear bone marrow cell autolog ke dalam arteri yang menimbulkan infark
pada saat PTCA 6 hari setelah infark miokard akut. Sepuluh pasien yang diberi stem cell area
infarknya menjadi lebih kecil dan indeks volume stroke, left ventricular end-systolic volume,
kontraktilitas area infark, dan perfusi miokard menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
Perin dkk. memberikan transplantasi bone marrow mononuclear cells autolog yang diinjeksikan
pada miokard yang lemah dengan panduan electromechanicalmapping pada 14 pasien gagal
jantung iskemik kronik berat.
Single-photon emission computed tomography myocardial perfusion scintigraphy menunjukkan
penurunan defek yang signifikan dan perbaikan fungsi sistolik ventrikel kiri global pada pasien
yang diterapi.
Yang menjadi masalah adalah sumber stem cell tersebut. Hal itu meninmbulkan masalah etik
seperti :
1. Apakah penelitihan embrio manusia secara moral dapat dipertanggungjawabkan ?
2. Apakah penelitihan embrio manusia yang menyebabkan kematian embrio itu akan mendorong
pelanggaran hak azasi manusia (HAM) dan merupakan tindakan yang menunjukan berkurangnya
penghormatan terhadap mahluk hidup?
3. Apakah penyalahgunaan dapat diketahui dan dikendalikan ?
4. Apakah secara moral dapat dibedakan antara penelitian yang menggunakan embrio sisa proses
bayi tabung dan penelitihan khusus membuat embrio untuk digunakan, sehingga yang pertama
diperbolehkan tetapi yang kedua dilarang ?
5. apakah yang disebut embrio ?
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Stem cell digunakan sebagai alat pembawa transgen ke dalam tubuh manusia. Selain itu
hematopoetik stem cell juga dapat berdefrensiasi menjadi bermacam-macam sel, yang dapat
bermanfaat dalam duania kedokteran seperti: perkembangan sel kanker, penemuan dan
penembangan obat baru serta terapi cell untuk menangani penyakit penyakit tertentu. Ada 3
golongan penyakit yang dapat diatasi oleh stem cell yaitu: penyakit auto imun, penyakit
degenerative, penyakit keganasan. Stem cell merupakan calon yang bagus dalam cell based
therapy, karena brsifat autolog, mempunyai proliferasi yang besar, mudah dimanipulasi untuk
mengganti cell yang sudah tidak berfungsi, dapat bermigrasi ke jaringan target serta dapat
berintegrasi ke dalam jaringan dan beraksi dengan jaringan sekitarnya. Dengan demikian stem
cell sangat bermanfaat dalam mengatasi berbagai penyakit pada manusia seperti: mengatasi
diabetes dengan cara transplantasi pulau langerhans, terapi ulkus vena atau luka bakar dengan
cara transplantasi epidermis aulog pada folikel rambut yang dicabut, mengatasi penyakit
parkinson dengan cara transplantasi neuron dopamine, mengatasi stroke dengan cara
mesenchymal stem cell dari sum – sum tulang aulog, mengatasi penyakit penyakit jantung
dengan mencangkok mono nuclear bone marrow cell aulog dalam arteri.
Metode stem cell memang sangat bermanfaat dalam proses penyembuhan pasien untuk
mengatasi berbagai penyakit yang telah ada, pelaksanaan stem cell erat kaitanya dengan etika,
moral dan hukum. Etika, moral dan hukum adalah pengawal bagi kemanusiaan. Etika, moral dan
hukum, pada dasarnya mempunyai tugas dan kewenagnan untuk memanusiakan manusia, untuk
memperadab manusia. Manusia yang beradab adalah mereka yang berada dalam kebebasan
berfikir, manusia yang berada dalam kebebasan untuk saling mencintai, saling menghormati,
manusia yang keakhlakan, kemartabatan, manusia yang tunduk pada hukum keberadaban,
manusia yang beragama dalam keberadaban.

3.2 SARAN
Dalam metode stem cell bila obyek penelitian adalah manusia, maka hal itu dirasa tidak etis
karena melanggar hak asasi manusia itu sendiri dan melanggar norma agama.
Saran kami, obyek penelitian itu jangan menggunakan manusia tapi gunakanlah hewan
percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006


http://www.csa.com/discoveryguides/stemcell/overview.php
http://www.reeve.uci.edu/anatomy/stemcells.php
redaksi@medicastore
Stem Cell Wikipedia-http://en.wikipedia.org/wiki/stem_cell

MAKALAH ILMU KEPERAWATAN DASAR I


STEM CELL

Oleh kelompok II :
1. Anik ahmani 130915171
2. M. kharis shodiq 130915194
3. Nining puji a 130915187
4. Paulina 130915224
5. Fadilatur r 130915165
6. Karsim 130915166
7. Wiwin pratiwi 130915201
8. Shera u ulhaq 130915223
9. Sarifudin 130915214

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2009
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya
yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu
Keperawatan Dasar I dengan judul “STEM CELL”

Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan
dukungan, bimbingan serta arahan baik secara moriil maupun materiil. Untuk itu kami ucapkan
terimakasih kepada :

1. Bapak DR. NURSALAM, M.Nurs (Hons) selaku pengajar Ilmu Keperawatan Dasar I.
2. Tema-teman satu kelompok yang bekerjasama dalam membantu menyelesaikan masalah ini.

Dari pembuatan makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, sehingga dengan
hal tersebut sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyusunan makalah
selanjutnya yang lebih baik sehingga dapat bermanfaat untuk kita semua.
Surabaya, September 2009
Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………… i
KATA PENGANTAR………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………. iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………...... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………..... 2
1.3 TUJUAN……………………………………………………….. 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI STEM CELL………………………………………... 3
2.2 JENIS STEM CELL…………………………………………….. 3
2.3 PERAN STEM CELL DALAM RISET……………………….. 6
2.4 GOLONGAN PENYAKIT YANG DAPAT DIATASI
OLEH STEM CELL……………………………………………. 7
2.5 THERAPEUTIC CLONING……………………………………. 8
2.6 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGUNAAN STEM
CELL…………………………………………………………… 9
2.7 TERAPI BERDASARKAN SEL………………………………. 11
BAB III. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN…………………………………………………. 16
3.2 SARAN………………………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 18
Diposkan oleh Info Kesehatan di 12.23 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google
Buzz

You might also like