You are on page 1of 15

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK

DALAM PEMBELAJARAN VOKASIONAL


Heri Subowo 1

Abstrak: Ada sedemikian banyak teori belajar yang dapat diterapkan


dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan kontekstual dengan model
pembelajaran konstruktivistik dapat menjadi salah satu pilihan yang
cukup tepat untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran guru SMK
khususnya untuk pembelajaran vokasional. Siswa harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh
karena itu, dalam pembelajaran konstruktivime harus dikemas dalam
proses ”konstruksi” bukan ”menerima” pengetahuan.

Kata Kunci: teori belajar, konstekstual, konstruktivistik, vokasional

A. PENDAHULUAN
Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Peran
pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka ,
dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Dalam konteks pembaharuan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti,
yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektifitas metode
pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus komprehensif dan responsif terhadap
dinamika sosial, relevan tidak overload, dan mampu mengakomodasikan keberagaman
keperluan dan kemajuan teknologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk
meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Dan secara makro, harus ditemukan strategi atau
pendekatan pembelajaran yang efektif dikelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa.
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah.
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan
mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti
berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah yang terjadi dikelas-
kelas kita. Pendekatan konstekstual (contekstual learning and teaching) adalah suatu
pendekatan pengajaran yang karaktersitiknya memenuhi harapan itu.
Pembelajaran konstekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru
menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dam mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam

1
Heri Subowo adalah guru SMKN 3 Boyolangu Tulungagung, yang telah menyelesaikan tugas belajarnya
pada Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Kejuruan Universitas Negeri Malang. Artikel ini
dipublikasikan melalui website www.smkn3boy.sch.id

1
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa.
Ada tujuh komponen utama yang mendasari penerapan dalam pembelajaran
kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme,
(constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar
(learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian
sebenarnya (auntentic assesment). Akan tetapi dalam pembahasan makalah ini lebih
difokuskan pada komponen konstruktivisme.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual,
yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit-demi sedikit yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep
atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan
itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
konstruktivime harus dikemas dalam proses ”konstruksi” bukan ”menerima”
pengetahuan.
Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum
obyektivis dalam hal tujuan pembelajaran. Kaum obyektivis lebih menekankan pada hasil
pembelajaran yang berupa pengetahuan. Dalam pandangan konstruktivis, ”strategi
memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memproleh dan
mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru memfasilitasi proses tersebut dengan cara
(1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan
siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3) menyadarkan siswa agar
menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Menurut Jean Piaget, ada empat konsep belajar konstruktivisme yang dapat
diaplikasikan dalam pendidikan yaitu (1) skemata, (2) asimilasi, (3) akomodasi, (4)
keseimbangan (equilibrium). Secara sederhana skemata dapat dipandang sebagai
kumpulan konsep atau kategori yang di gunakan individu ketika ia berinteraksi dengan
lingkungan, sehingga skemata merupakan struktur kognitif yang selalu berkembang dan
berubah. Sedangkan asimilasi pada dasarnya tidak merubah skemata, tetapi
mempengaruhi atau memungkinkan pertumbuhan skemata. Dengan demikian, asimilasi
adalah proses kognitif individu dalam usahanya untuk mengadaptasikan diri dengan
lingkungannya.
Dalam pandangan Jean Piaget akomodasi adalah suatu proses struktur kognitif
yang berlangsung sesuai pengalaman baru. Proses kognitif tersebut menghasilkan
terbentuknya skemata baru dan berubahnya skemata lama. Dengan perkataan lain,
asimilasi bersama-sama akomodasi secara terkoordinasi dan terintegrasi menjadi
penyebab terjadinya adaptasi intelektual. Sedangkan keseimbangan (ekuilibrium)
merupakan proses adaptasi terhadap lingkungan yang selalu stabil, dalam artian terjadi
keseimbangan antara proses asimilasi dan proses akomodasi dengan adanya

2
keseimbangan ini maka efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkembangan
dengan lingkungannya dapat tercapai dan dapat terjamin.
Adapun penerapan filosofi konstruktivisme dalam pembelajaran, menurut Jean
Piaget ada lima langkah: 1) pengaktifan pengatahuan yang sudah ada (akfating
knowledge), 2) pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), 3) pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge), 4) penerapkan pengetahuan dan pengalaman
yang diperoleh (applying knowledge), 5) melakukan refleksi (reflecting on knowledge)
Sedangkan menurut Yager (1991) prosedur pembelajaran konstruktivistik ada
empat langkah: 1) bagaimana memulai pelajaran, 2) bagaimana melanjutkan pelajaran, 3)
bagaimana menjelaskan penjelasan dan solusi, 4) bagaimana kegiatan selanjutnya.
Dari berbagai pendapat yang melandasi pembelajaran konstruktivistik, rumusan
masalah yang akan dibahas adalah 1) Bagaimanakah prinsip implikasi konstruktivistik
pada pembelajaran? 2) Bagaimanakah peranan siswa dan guru dalam kelas
konstruktivistik? 3) Apa saja kelebihan pembelajaran secara konstruktivistik? 4) Apa
perbedaan situasi pembelajaran antara berdasarkan konstruktivistik dan tradisional? 5)
Apa perbedaan pandangan antara konstruktivistik dan behavioristik? 6) Bagaimanakah
perbandingan komponen strategi pembelajaran yang berorientasi behavioristik dengan
konstruktivistik? 7) Bagaimanakah aplikasi konstruktivistik dalam pembelajaran
vokasional? 8) Apa saja tantangan guru konstruktivistik dalam penerapannya pada
pembelajaran?

B. PEMBAHASAN
1. Prinsip Implikasi Konstruktivistik terhadap Pembelajaran
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan.
Proses konstruksi itu dilakukan secara pribadi dan sosial. Proses ini adalah proses aktif,
sedangkan mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan
suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.
Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat
makna, mencari kejelasan, dan bersikap kritis. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar
sendiri (Suparno,1997:64-65). Penggunaan pendekatan konstruktivistik dalam
pembelajaran akan membawa implikasi sebagi berikut:

a. Isi Pembelajaran
Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik, guru tidak
dapat menentukan secara spesifik isi atau bahan yang harus dipelajari oleh siswa, tetapi
hanya sebatas memberikan rambu-rambu bahan pembelajaran yang sifatnya
umum. Proses penyajian dimulai dari keseluruhan ke bagian-bagian, bukan sebaliknya.
Mengingat aliran konstruktivistik lebih mengutamakan pemahaman terhadap
konsep-konsep besar, maka konsep tersebut disajikan dalam konteksnya yang aktual

3
yang kadang-kadang kompleks. Siswa perlu didorong agar ia tidak takut pada hal-hal
yang komplek. Siswa perlu memahami bahwa hal-hal yang kompleks akan memberikan
tantangan untuk diketahui dan dipahami.
Dalam belajar secara konstruktivis, siswa harus membentuk pengertian dari
berbagai sudut pandang, maka dalam proses belajarnya tidak bisa dipisahkan dengan
dunia riil dan informasi dari berbagai sumber. Di kelas siswa harus dimotivasi untuk
mencari sudut pandang baru dan mempertimbangkan sumber data alternatif.

b. Tujuan Pembelajaran
Tugas guru dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik adalah
membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi,
pembentukan kembali, dan transformasi informasi yang telah diperolehnya menjadi
pengetahuan baru. Transformasi terjadi kalau ada pemahaman (understanding),
sedangkan pemahaman terjadi sebagai akibat terbentuknya struktur kognitif baru dalam
pikiran siswa. Pemahaman terjadi kalau terjadi proses akomodasi atau perubahan
paradigma dalam pikiran siswa (Ardhana,1997).
Berlandaskan teoritik, tujuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstruktivistik adalah membangun pemahaman. Pemahaman dinilai penting, karena
pemahaman akan memberikan makna kepada apa yang dipelajari. Karena itu tekanan
belajar bukanlah untuk memperoleh atau menemukan lebih banyak, akan tetapi yang
lebih penting adalah memberikan interpretasi melalui skema atau struktur kognitif yang
berbeda.

c. Strategi Pembelajaran
Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi
pengetahuannya sesuai dengan situasi konkrit, maka strategi pembelajaran yang
digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi siswa. Guru tidak dapat
memastikan strategi yang digunakan, yang dapat hanya sebatas tawaran dan saran. Dalam
hal ini teknik dan seni yang dimiliki guru ditantang untuk mengoptimalkan
pembelajaran.
Menurut Merril (1991), pendekatan konstruktivistik mementingkan
pengembangan lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian dari
perspektif ganda, dan informasi yang efektif atau kontrol eksternal yang teliti dari
peristiwa-peristiwa siswa yang ketat, dihindari sama sekali. Untuk maksud tersebut, guru
perlu melakukan hal-hal berikut: (1) menyajikan masalah-masalah aktual kepada siswa
dalam konteks yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, (2) pembelajaran
distrukturkan di sekitar konsep-konsep primer, (3) memberi dorongan kepada siswa
untuk mengajukan pertanyaan sendiri, (4) memberikan siswa untuk menemukan jawaban
dari pertanyaan sendiri, (5) memberanikan siswa mengemukakan pendapat dan

4
menghargai sudut pandangnya, (6) menantang siswa untuk mendapatkan pemahaman
yang mendalam, bukan sekedar menyelesaikan tugas, (7) menganjurkan siswa bekerja
dalam kelompok, (8) mendorong siswa untuk berani menerima tanggung jawab, dan (9)
menilai proses dan hasil belajar siswa dalam konteks pembelajaran.

d. Sumber Belajar
Sumber-sumber belajar yang dianjurkan melalui pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivistik adalah sumber belajar yang berupa: (1) data atau informasi
yang berasal dari sumber-sumber primer, (2) bahan-bahan yang dapat dimanipulasikan
sehingga siswa dapat mengadakan interaksi dengan bahan-bahan tersebut. Siswa
mencari, menemukan dan mendayagunakan sumber belajar itu sesuai dengan pilihan isi,
strategi dan waktu yang menjadi pilihannya sendiri. Sumber-sumber belajar yang dapat
ditemukan dapat berupa sumber belajar yang sengaja dirancang untuk kepentingan
pembelajaran (by desain) maupun sumber belajar yang tidak sengaja dirancang untuk
pembelajaran (by utilization).

e. Penataan Lingkungan Belajar


Penataan lingkungan belajar berdasar pendekatan konstruktivistik menurut
pandangan Wilson (1996) diidentifikasikan dengan alternatif sebagai berikut; (1)
menyediakan pengalaman belajar melalui proses pembentukan pengetahuan dalam mana
siswa ikut menentukan topik/sub topik yang mereka sikapi, metode pembelajaran berikut
strategi pembelajaran yang dipergunakan, (2) menyediakan pengalaman belajar yang
kaya akan alternatif seperti peninjauan masalah dari berbagai segi, (3) mengintegrasikan
proses belajar dengan konteks yang nyata dan relevan dengan harapan siswa dapat
menerapkan pengetahuan yang didapat dalam hidup sehari-hari, (4) memberikan
kesempatan pada siswa untuk menentukan isi dan arah belajar mereka dengan
menempatkan guru sebagai konsultan, (5) peningkatan interaksi antara guru dengan
siswa dan antar siswa sendiri, (6) meningkatkan penggunaan berbagai sumber belajar
disamping komunikasi tertulis dan lisan, (7) meningkatkan kesadaran siswa dalam proses
pembentukan pengetahuan mereka agar siswa mampu menjelaskan mengapa/bagaimana
mereka memecahkan masalah dengan cara tertentu.

f. Hubungan Guru-Siswa
Dalam aliran kostruktivisme, guru bukanlah seseorang yang mahatahu dan siswa
bukanlah yang belum tahu, karena itu harus diberi tahu. Dalam proses belajar, siswa aktif
mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar
pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa bersama-sama membangun
pengetahuan. Dalam hal ini hubungan guru dan siswa lebih sebagai mitra yang bersama-
sama membangun pengetahuan.

5
Brooks (1993) mengidentifikasi sejumlah karakteristik hubungan guru-siswa
dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik berikut ini: (1) hubungan antara
guru dengan siswa diupayakan terjadi secara optimal, (2) pembelajaran perlu difokuskan
pada kemampuan siswa untuk menguasai konsep dan mengutarakan pandangannya, (3)
evaluasi siswa terintegrasi dalam proses belajar mengajar melalui observasi terhadap
siswa yang umumnya bekerja dalam kelompok, (4) aktivitas siswa lebih ditekankan pada
pengembangan generalisasi dan demonstrasi, (5) aktivitas pembelajaran relatif tergantung
pada isi yang menyebabkan siswa berpikir.

g. Evaluasi Belajar
Belajar secara konstruktivis, evaluasi lebih ditekankan pada proses belajarnya
siswa. yang perlu dikerjakan guru adalah menunjukkan bahwa yang mereka pikirkan itu
tidak cocok atau tidak sesuai untuk persoalan yang dihadapi. Guru konstruktivis, tidak
menekankan kebenaran, tetapi berhasilnya suatu operasi. Tidak ada gunanya mengatakan
siswa itu salah karena hanya merendahkan motivasi belajar (Ardhana,1997).
Guru perlu menentukan tujuan pembelajaran, apakah ingin memperkembangkan
kemampuan berpikir atau sekedar dapat menangani prosedur standart dan memberikan
jawaban terbatas, guru perlu memberikan persoalan kepada siswa yang belum pernah
ditemui sebelumnya dan belum ada pemecahannya yang baku, amati bagaimana mereka
mengkonseptualisasikannya, dan teliti bagaimana mereka menyelesaikan tersebut.
Pendekatan siswa terhadap persoalan itu lebih penting daripada jawaban akhir yang
diberikannya.
Instrumen evaluasi yang dipergunakan antara lain adalah berupa: (1) observasi
terhadap kegiatan yang dilakukan oleh siswa, (2) pameran hasil karya siswa, (3)
portofolio atau kumpulan dokumen tentang kegiatan siswa, (4) performasi siswa dalam
menyajikan hasil-hasil belajarnya.

2. Peranan Siswa dan Guru dalam Kelas Konstruktivistik

Apabila pembelajaran secara konstruktivistik dilaksanakan di dalam kelas,


peranan siswa dan guru akan berubah. Terdapat beberapa perubahan khususnya tentang
peranan siswa dan guru serta keadaan yang mungkin dihadapi oleh mereka dalam
pembelajaran secara konstruktivistik.

a. Peranan Siswa

 Siswa mengambil inisiatif mengemukakan soal-soal dan isu, kemudian secara


individu mereka membuat analisis dan menjawab soal-soal itu. Mereka
bertanggungjawab terhadap pembelajaran mereka sendiri dan boleh
menyelesaikan masalah.

6
 Siswa selalu berdiskusi dengan guru dan sesama mereka. Diskusi itu akan
membantu siswa mengubah atau mengukuhkan ide-ide mereka. Jika siswa itu
berpeluang mengemukakan pendapat mereka dan mendengar ide orang lain, siswa
tersebut dapat menyusun pengetahuan yang mereka fahami.
 Siswa menganalisa hipotesis yang telah dibuat dan didorong berdiskusi untuk
membuat rencana. Siswa diberi banyak ruang dan peluang untuk menguji
hipotesis mereka, terutamanya melalui diskusi dalam kelompok.
 Siswa menggunakan data dan bahan-bahan, manipulatif atau interaktif untuk
menolong mereka menemukan ide dan pengetahuan.

b. Peranan Guru

 Mendorong siswa menerangkan ide mereka serta menghargai pandangan


mereka.
 Menstruktur pengertian untuk memperdayakan persepsi siswa.
 Membantu siswa menyadari keterkaitan kurikulum dengan kehidupan mereka.
 Merencanakan pembelajaran melalui aktivitas harian di kelas, bukan hanya
dalam bentuk ujian bertulis.
 Mendorong siswa membuat tugas yang berbentuk penyelesaian, menganalisis,
meramal, memperkirakan dan membuat hipotesis.
 Mendorong siswa menerangkan lebih lanjut jawaban mereka.
 Mendorong penemuan oleh siswa melalui pertanyaan soal dan mendorong siswa
bertanya kepada siswa yang lain.
 Memberi waktu secukupnya pada siswa untuk menjawab soal setelah soal
dikemukakan.
 Memberi waktu secukupnya kepada siswa untuk membuat hubungan antara ide-
ide yang telah diterima.
 Mendorong pembelajaran kooperatif dalam menjalankan tugas tertentu.
 Membimbing siswa mendapatkan jawaban yang tepat.

3. Kelebihan Pembelajaran Secara Konstruktivistik

a. Berfikir
Dalam proses menyusun pengetahuan baru, siswa akan berfikir untuk
menyelesaikan masalah, memunculkan ide, dan membuat keputusan yang bijak dalam
menghadapi berbagai kemungkinan dan tantangan. Sebagai contoh, ini boleh dicapai
melalui aktivitas penelitian dan strategi seperti mengenal pasti masalah, mengumpul
informasi, memproses data, membuat interpretasi dan membuat kesimpulan.

b. Memahami
Pemahaman siswa tentang sesuatu konsep dan ide lebih jelas apabila mereka
terlibat secara langsung dalam penyusunan pengetahuan baru. Seorang siswa yang

7
memahami apa yang dipelajari akan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang baru
dalam kehidupan dan situasi baru.

c. Mengingat
Setelah memahami sesuatu konsep, siswa akan dapat mengingat lebih lama
konsep tersebut karena mereka terlibat secara aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang
diterima dengan pengetahuan yang sudah ada untuk membina pengetahuan baru.

d. Yakin
Siswa yang belajar secara konstruktivistik diberi peluang untuk menyusun sendiri
kefahaman mereka tentang sesuatu. Ini menjadikan mereka lebih yakin kepada diri
sendiri dan berani menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

e. Mandiri
Dalam pembelajaran secara konstruktivistik, siswa membina sendiri pengetahuan,
konsep dan ide secara aktif. Ini menjadikan mereka lebih jelas, lebih yakin dan lebih
mandiri untuk terus belajar sepanjang hayat walaupun menghadapi berbagai
kemungkinan dan tantangan.

f. Kemahiran Sosial
Siswa yang mempunyai kecerdasan sosial bekerjasama dengan orang lain dalam
menghadapi berbagai masalah. Kemahiran sosial ini diperoleh apabila siswa berinteraksi
dengan rekan-rekan dan guru dalam membina pengetahuan mereka.

4. Perbedaan Situasi Pembelajaran antara Berdasarkan Konstruktivistik dan


Tradisional

Menurut Brooks & Brooks (1993), perbedaan situasi pembelajaran dalam kelas
berdasarkan konstruktivistik dan tradisional adalah:
Pembelajaran Tradisional Pembelajaran Konstruktivistik
Ruang pembelajaran disajikan secara terpisah, Ruang lingkup pembelajaran disajikan secara
bagian per bagian, dengan penekanan pada utuh dengan penjelasan tentang keterkaitan
pencapaian keterampilan dasar antarbagian, dengan penekanan pada konsep-
konsep utama
Kurikulum harus diikuti sampai habis Pertanyaan siswa dan konstruksi jawaban
siswa adalah penting
Kegiatan pembelajaran hanya berdasarkan Kegiatan pebelajaran berlandaskan beragam
buku teks yang sudah ditentukan sumber informasi primer dan materi-materi
yang dapat dimanipulasi langsung oleh siswa
Siswa dilihat sebagai ember kosong tempat Siswa dilihat sebagai pemikir yang mampu
ditumpahkan semua pengetahuan dari guru menghasilkan teori-teori tentang dunia dan
kehidupan
Guru mengajar dan menyebarkan informasi Guru bersikap interaktif dalam
keilmuan kepada siswa pembelajaran,menjadi fasilitator dan mediator
dari lingkungan bagi siswa dalam proses
belajar

8
Guru selalu mencari jawaban yang benar untuk Guru mencoba mengerti persepsi siswa agar
memvalidasi proses belajar siswa dapat melihat pola pikir siswa dan apa yang
sudah diperoleh siswa untuk pembelajaran
selanjutnya
Penilaian terhadap proses belajar siswa Penilaian terhadap proses belajar siswa
merupakan bagian terpisah dari pembelajaran merupakan bagian integral dalam
dan dilakukan hampir selalu dalam bentuk pembelajaran dilakukan melalui observasi guru
tes/ujian terhadap hasil kerja siswa melalui pameran
karya siswa dan portofolio.
Siswa harus selalu bekerja sendiri Lebih banyak siswa belajar dalam kelompok

5. Perbedaan Pandangan antara Teori Belajar Konstruktivistik dengan Teori


Belajar Behavioristik

Perbedaan pandangan antara teori belajar behavioristik dengan konstruktivistik


ini terbagai atas perbedaan pada belajar dan pembelajaran, penataan lingkungan belajar,
tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran, evaluasi.

Tabel 1 Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang belajar dan pembelajaran.


Konstruktivistik Behavioristik
Pengetahuan adalah non-obyektif, bersifat Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap ,
temporer, selalu berubah dan tidak menentu. tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari Belajar adalah perolehan pengetahuan,
pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan sedangkan mengajar adalah memindahkan
refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah pengetahuan ke orang yang belajar.
menata lingkungan agar siswa termotivasi
dalam menggali makna serta menghargai
ketidakmenentuan.
Siswa akan memiliki pemahaman yang Siswa akan memiliki pemahaman yang sama
berbeda terhadap pengetahuan tergantung terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya,
pada pengalamannya, dan perspektif yang apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang
dipakai dalam menginterpretasikannya. harus dipahami oleh siswa.
Pikiran berfungsi sebagai alat untuk Fungsi pikiran adalah menjiplak struktur
menginterpretasi peristiwa, objek, atau pengetahuan melalui proses berpikir yang
perspektif yang ada dalam dunia nyata dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna
sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
dan individualistik. ditentukan oleh karakteristik struktur
pengetahuan.

Table 2 Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang Penataan Lingkungan


Belajar
Konstruktivistik Behavioristik
Ketidakteraturan, ketidakpastian, Keteraturan, kepastian, ketertiban
kesemrawutan,
Siswa harus bebas. Kebebasan menjadi unsur Siswa harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang esensial dalam lingkungan belajar. yang jelas dan ditetapkan lebih dahulu secara
ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan
dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
atau ketidakmampuan dilihat sebagai penambahan pengetahuan dikategorikan
interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai. sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan

9
keberhasilan atau kemampuan dikategorikan
sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah.

Kebebasan dipandang sebagai penentu Ketaatan pada aturan dipandang sebagai


keberhasilan belajar. siswa adalah subjek yang penentu keberhasilan belajar. siswa adalah
harus mempu menggunakan kebebasan untuk objek yang harus berperilaku sesuai dengan
melakukan pengaturan diri dalam belajar. aturan.
Control belajar dipegang oleh siswa. Control belajar dipegang oleh system yang
berada di luar diri siswa.

Table 4 Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang Tujuan Pembelajaran

Konstruktivistik Behavioristik
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar Tujuan belajar ditekankan pada penambahan
bagaimana belajar (learn how to learn) pengetahuan.

Tabel 5 Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang strategi pembelajaran


Konstruktivistik Behavioristik
Penyajian isi menekankan pada penggunaan Penyajian isi menekankan pada keterampilan
pengetahuan secara bermakna mengikuti yang terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti
urutan dari keseluruhan ke bagian. urutan dari bagian ke keseluruhan.

Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum


meladeni pertanyaan atau pandangan si secara ketat.
belajar.

Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada
data primer dan bahan manipulatif dengan buku teks dengan penekanan pada
penekanan pada keterampilan berpikir kritis. keterampilan mengungkapkan kembali isi buku
teks.

Pembelajaran menekankan pada proses. Pembelajaran menekankan pada hasil

Tabel 6 Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang evaluasi

Konstruktivistik Behavioristik
Evaluasi menekankan pada penyusunan makna Evaluasi menekankan pada respon pasif,
secara aktif yang melibatkan keterampilan keterampilan secara terpisah, dan biasanya
terintegrasi, dengan menggunakan masalah menggunakan ‘paper and pencil test’
dalam konteks nyata.

Evaluasi yang menggali munculnya berpikir Evaluasi yang menuntun satu jawaban benar.
divergent, pemecahan ganda, bukan hanya Jawaban benar menunjukkan bahwa si-belajar
satu jawaban benar telah menyelesaikan tugas belajar.

Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian
dengan cara memberikan tugas-tugas yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta biasanya dilakukan setelah kegiatan belajar
menerapkan apa yang disiswai dalam konteks dengan penekanan pada evaluasi individual.
nyata. Evaluasi menekankan pada keterampilan
proses dalam kelompok.

10
6. Perbandingan Komponen Strategi Pembelajaran yang Berorientasi
Behavioristik dengan Konstruktivistik

Tabel 7 Perbandingan Komponen Strategi Pembelajaran yang Berorientasi Behavioristik


dengan Konstruktivistik

Komponen Strategi pembelajaran Strategi pembelajaran berorientasi


berorientasi behavioristik konstruktivistik
Aktivitas pra Memotivasi siswa Menyusun konteks pembelajaran yang
pembelajaran (mendapatkan dan bermakna dan berguna yang mencakup
memelihara perhatian) semua strategi pembelajaran.
Menyatakan tujuan umum dan Menginisialisasi orientasi aktivitas yang
khusus tujuannya secara personal melaksanakan
pembelajaran yang telah disusun
Merangsang ingatan prasyarat Interaksi awal dalam konteks pembelajaran
(misal prates prasyarat yang harus memfasilitasi latar tujuan personal
diperlukan yang relatif untuk menghasilkan pengalaman
pembelajaran mendatang.

Penyajian Menyajikan informasi dalam Menyajikan gambar besar yang


informasi urutan yang cocok dengan memfokuskan perhatian pada konsepsi,
jenis ketrampilan yang intelektual, dan konteks sosial yang lebih
difasilitasi besar dimana tujuan pembelajaran saat ini
ada

Menyajikan contoh dan bukan Mengimplementasikan strategi untuk


contoh yang jelas membantu siswa mengidentifikasi dalam
beberapa cara dimana skill, knowledge,
attitude siap diperlukan untuk menghasilkan
lingkungan belajar baru.
Partisipasi Menyediakan praktek tentang Menyusun kelompok kooperatif dan
siswa ketrampilan eksak yang mengkomunikasikan tanggung jawab tugas,
ditunjukkan dengan tujuan dan peran siswa yang diterima secara jelas.
dengan pemberian umpan
balik tepat waktu Menyusun peran siswa yang diterima secara
jelas dan mekanisme dukungan siswa.

Mengidentifikasi secara jelas akses untuk


memberikan panduan belajar, khususnya
panduan prosedural (panduan bagaimana
menggunakan sumberdaya dan alat, lembar
kerja, tutor dan contoh)

Panduan belajar tambahan- konseptual,


metakognitive, strategi- harus ada ketika
dibutuhkan ( ini mungkin mencakup
pendekatan behavioris yang didesain untuk
memfasilitasi ketrampilan khusus.

Menyediakan kesempatan untuk


mengekplorasi keseluruhan lingkungan
belajar dengan panduan dan intervensi guru
yang minimal, tetapi membuat panduan
tersedia ke siswa seperti halnya mereka
menerapkan informasi yang diperlukan ke
SKA (skill, knowledge,attitude) yang sedang
difasilitasi

11
Prates dan pasca tes untuk Pasca tes secara umum ialah penyelesaian
Testing mendapatkan ketrampilan proyek yang sukses, dengan rubrik analisis
yang ditunjukkan dengan yang disediakan melalui pengalaman untuk
tujuan yang diimplementasi memandu siswa mencapai keberhasilan

Aktivitas remidi
Aktivitas pengayaan
Tindak lanjut Memorisasi dan job aids Menyediakan kesempatan untuk meringkas
dengan menggunakan latihan-latihan kunci ide muncul dari pengalaman belajar. Ini
aktivitas mungkin mencakup penyusunan konsep atau
peta pikiran
Transfer belajar dengan Menyediakan kesempatan ke siswa untuk
menerapkan ketrampilan merefleksikan dan mengartikulasikan apa
dalam situasi baru yang mereka siswai dan bagaimana mereka
secara personal memsiswainya. Ini mungkin
melibatkan penilaian proyek final mereka
menggunakan rubrik analisis atau historis
Menyediakan kesempatan bagi siswa untuk
mengidentifikasi bagaimana ketrampilan
mereka diperoleh secara baru, pengetahuan
dan sikap cocok dengan gambar besar ketika
menentukan pada awal pengalaman

7. Aplikasi Konstruktivistik dalam Pembelajaran Vokasional


Alat/sarana yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah
indranya. Seseorang berinteraksi dengan obyek dan lingkungan dengan cara melihat,
mendengar, menjamah, mencium dan merasakannya. Dari sentuhan inderawi itu,
seseorang mengkonstruksi gambaran dunianya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan
ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang
harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-
pengalaman mereka atau konstruksi yang telah mereka bangun/miliki sebelumnya
(Lorsbach & Tobin, 1992). Alat/sarana praktik yang biasa di SMK merupakan bagian
dari sumber belajar yang dengan melihat, mendengar, menjamah, mencium dan
merasakan serta mencobanya pada akhirnya siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya
sehingga dapat lebih memperkaya pemahaman terhadap materi yang sedang dipelajari.
Di bawah ini contoh aplikatif kontruktivistik dalam pembelajaran vokasional/kejuruan.
Untuk pembelajaran dengan materi motor otomotif, terlebih dahulu guru
menanyakan apakah ada yang punya sepeda motor? Atau memberikan contoh berbagai
kendaraan (mobil/sepeda motor) yang penggeraknya adalah motor. Motor ada yang
dikatakan 2 tak, ada 4 tak. Dilihat jenis bahan bakarnya kalau dilihat yang dijual di
SPBU, ada bensin dan solar sehingga dikenal dengan motor bensin dan motor solar
(diesel). Lalu guru menanyakan apa saja yang siswa ketahui tentang motor? Lalu
beberapa/banyak siswa yang menyampaikan pandangannya tentang motor. Pada saat
tertentu dari pandangan siswa tersebut dapat diperdalam pemahamannya dengan
pancingan pertanyaan, misal: Ciri-cirinya? Fungsinya? Cara kerjanya? Dan sebagainya.

12
Selanjutnya guru dapat memberikan tugas ke masing-masing siswa dengan mencari
informasi yang terkait dengan motor otomotif dari berbagai sumber misalnya buku,
majalah, koran, internet, bengkel, dan sebagainya untuk dibuat laporan dan
dikumpulkan/didiskusikan pertemuan berikutnya.
Pada pertemuan selanjutnya, guru menawarkan/ menerima usulan topik yang
akan dibahas terkait dengan tugasnya. Setelah topik ditentukan maka selanjutnya dalam
satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok sejumlah topik yang telah ditentukan.
Misalkan kelompok 2 tak, 4 tak, motor wankel, motor bensin, dan motor solar. Masing-
masing kelompok diskusi membuat laporan sementara tentang topik yang baru tersebut
dalam waktu yang ditentukan. Selain diskusi, masing-masing kelompok diberikan
kebebasan untuk mencari informasi dari berbagai sumber yang ada di sekolah misal dari
tugas individu pertemuan yang lalu, ke perpustakaan, ke bengkel, dan sebagainya
sekaligus mempersiapkan file yang diperlukan untuk presentasi, misalnya dengan
perangkat komputer dan LCD proyektor.
Selanjutnya pada pertemuan berikutnya sesuai dengan urutan hasil undian,
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Pada saat ini
selain dengan media LCD proyektor, dimungkinkan presenter membawa peralatan/benda
nyata untuk lebih memudahkan kepemahaman semua peserta. Selanjutnya terjadilah
proses tanya jawab dan saling tukar informasi. Dalam hal ini guru memberikan motivasi
agar semua peserta menyumbangkan pemikiran/informasi terkait dengan topik secara
aktif. Cara memotivasi dapat dengan memberikan informasi cara penilaian dengan
memberi tanda pada daftar penilaian untuk siswa yang mengajukan pertanyaan atau
pendapatnya dengan kode tertentu misal A, B, C, K (amat baik, baik, cukup, kurang).
Harapannya pertanyaan/pendapatnya benar-benar dipikirkan secara sungguh-sungguh
sehingga pada akhirnya diharapkan secara umum peserta diskusi akan mendapatkan
pemahaman dengan lebih baik. Guru dengan pengalaman dan pengetahuannya dapat pula
bertindak seperti “wasit/konsultan/pengamat” untuk mengarahkan/memberikan
penjelasan apabila ada pendapat yang bertentangan, atau juga turut menyampaikan
pandangannya terkait dengan topik yang tengah dibicarakan. Maksud “pandangan” di
sini bukannya untuk menyimpulkan/memberikan penegasan simpulan dari topik yang ada
tetapi merupakan informasi tambahan yang dapat dikonstruksi oleh pikiran masing-
masing siswa.
Dari interaksi tersebut, masing-masing siswa akan mengkontruksi/membangun
pengetahuan yang dimiliki dengan informasi-informasi baru sehingga dapat memperkuat
tingkat pemahaman terhadap suatu materi/permasalahan.
Pada kesempatan lain semua siswa dapat mempraktikkan, memperagakan, dan
saling tukar pendapat dari semua topik diskusi tersebut di bengkel, sehingga jika ada hal-
hal yang belum dipahami pada kesempatan ini dapat untuk lebih menguatkan tingkat
kepahamannya. Bila peralatan praktik relatif terbatas, maka diberikan kesempatan

13
masing-masing kelompok untuk praktik/memperagakan secara bergantian. Selanjutnya
guru dapat memberikan tugas kelompok untuk menyempurnakan laporan makalah sesuai
dengan hasil diskusi. Penilaian/evaluasi dapat dilaksanakan dengan pengamatan pada
saat berdiskusi, laporan individu, laporan kelompok, dan unjuk kerja siswa.

8. Tantangan Guru Konstruktivistik


 Walaupun terdapat beberapa kesulitan berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran secara konstruktivistik, kesulitan itu harus dipandang sebagai tantangan
yang perlu diatasi oleh guru. Beberapa tantangan guru dalam menerapkan pembelajaran
konstruktivistik adalah:
 Guru merasa mereka tidak mengajar .
 Kegiatan yang dimajukan dalam pembelajaran secara konstruktivistik dianggap tidak
realistik.
 Guru merasa bahwa penjelasan mereka tidak penting lagi.
 Pengawasan kelas agak merosot.
 Guru yang sedang menukar cara mengajar kepada pendekatan konstruktivistik
memerlukan dukungan profesionalisme serta pengukuhan keyakinan dari pihak
sekolah.
 Ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan, dan kebebasan siswa harus selalu
dalam situasi terkendali dalam rangka untuk meningkatkan kepahaman siswa sesuai
dengan rambu-rambu yang telah disampaikan.
 Pengetahuan guru harus selalu ditingkatkan dan diperluas agar mampu dengan baik
menyumbangkan penguatan pemahaman siswa.
 Pihak sekolah dan guru perlu menyiapkan semua sumber belajar siswa agar gaya
eksplorasi siswa dalam menggali pengetahuan terlayani dengan baik sehingga tingkat
kepahamannya lebih baik.

C. SIMPULAN DAN SARAN


1. Simpulan
a. Ada perbedaan yang cukup mencolok dalam situasi pembelajaran antara
konstruktivistik dan tradisional baik dari sisi siswa, guru, strategi pembelajaran, dan
penilaiannya.
b. Perbedaan pandangan antara teori belajar konstruktivistik dengan teori belajar
behavioristik yang paling mencolok adalah konstruktivistik: belajar adalah
penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi
serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam
menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan, behavioristik: belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke
orang yang belajar.

14
c. Ada perbedaan yang mencolok dalam perbandingan komponen strategi pembelajaran
yang berorientasi behavioristik dengan konstruktivistik yang menyangkut komponen
aktivitas pra pembelajaran, penyajian informasi, partisipasi siswa, testing, tindak
lanjut dengan aktivitas.
d. Peranan siswa dalam kelas konstruktivistik: mengambil inisiatif, menganalisis,
berdiskusi, menjawab, dan menguji hipotesa untuk menyusun pengetahuan. Peran
guru dalam kelas konstruktivistik: mendorong, menstruktur pengertian, membantu
siswa, membimbing,dan memberikan kesempatan waktu yang cukup pada siswa
untuk meningkatkan pemahaman.
e. Kelebihan pembelajaran secara konstruktivistik: berpikir bijak, pemahaman lebih
baik, mengingat lebih lama, yakin dan berani menghadapi masalah, dan lebih
mandiri.
f. Aplikasi konstruktivistik terhadap pembelajaran vokasional menyangkut isi, tujuan,
strategi, sumber belajar, penataan lingkungan belajar, hubungan guru dan siswa, dan
evaluasi belajar.
g. Tantangan guru konstruktivistik adalah memposisikan dirinya sebagai mitra,
konselor,, fasilitator, sekaligus ‘pelayan’ untuk peningkatan pemahaman pengetahuan
siswa.

2. Saran
Model pembelajaran konstruktivistik dapat menjadi salah satu pilihan untuk
diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar guru SMK. Dengan pembelajaran
berorientasi pada siswa ini, semua sumber daya dan sumber belajar yang ada, merupakan
fasilitas yang harus dilengkapi dan dipergunakan secara optimal serta guru harus selalu
mengembangkan pengetahuan/pengalamannya sehingga dapat memperluas pengetahuan
dan mempertajam tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang menjadi orientasi
belajarnya.

DAFTAR RUJUKAN

Brooks, J.G. & Brooks, M.G. 1993. In Search Of Understanding: The Case For
Constructivist Classrooms. Alexandria: VA:Association for Supervision and
Curriculum Development (ASCD).
Budiningsih, A.C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Lorsbach, A. Tobin, K. 1992. Constructivism as a Referent for Science Teaching.
NARST Reseach Matters-To The Science Teacher, No.30
Mustaji & Sugiarso, 2005. Pembelajaran Berbasis konstruktivistik:Penerapan dalam
Pembelajaran Berbasis Masalah :Unesa University Press Anggota IKAPI
Santyasa, Wirta, Sudiatmika, 2000. Penerapan Kaidah-kaidah Konstruktivistik Dalam
Pembelajaran Fisika Teknik. Universitas Negeri Malang.
Suparno, P.1997. Filsafat Konstruktivistik dalam Pendidikan. Yogyakarta:Kanisius.

15

You might also like