You are on page 1of 15

Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah

satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam


perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam
Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran
yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi
dasar.

Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik,


maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan
tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Oleh karena itu, melalui
tulisan yang sederhana ini akan dikemukakan secara singkat tentang
apa dan bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran. Dengan harapan
dapat memberikan pemahaman kepada para guru dan calon guru agar
dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas dari
mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

A. Tujuan Pembelajaran?

Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme


terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki
tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali
dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti
oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya
yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970
hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh
lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.

Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan


beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli.
Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran
adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh
siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.

Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan


pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam
perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan
untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.

Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah


pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.

Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan


pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang
diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .

Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang


beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa :
(1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau
kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2)
tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang
spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran
Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran
harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi
bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara
tertulis (written plan).

Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat


tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata
(2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran,
yaitu:

(1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar


mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan
belajarnya secara lebih mandiri;

(2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar;

(3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan


media pembelajaran;

(4) memudahkan guru mengadakan penilaian.

Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar


Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk
untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik,
mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu
pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran
(standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.

B. Bagaimana Merumuskan Tujuan Pembelajaran?

Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam


pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan
pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005)
mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan
pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam
pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang
akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada
pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang
dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada
guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan
cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula
lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser
menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan
sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam praktik
pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa
lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan
Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005)


menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan
pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu
menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah
mengikuti pelajaran.

Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini


para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari
Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran. Bloom
mengklasifikasikan perilaku individu ke dalam tiga ranah atau
kawasan, yaitu: (1) kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan
aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dakamnya mencakup:
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan
(application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan
penilaian (evaluation); (2) kawasan afektif yaitu kawasan yang
berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap,
kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup:
penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian
(valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi
(characterization); dan (3) kawasan psikomotor yaitu kawasan yang
berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi
sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis.
Kawasan ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation,
membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan
(origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan
oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.
Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written
plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat
dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah
atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005)
menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan
pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan
keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan
kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2)
analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom di
atas. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat
menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang
akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan
pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.

Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang


harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku
terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada
dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan
pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1)
menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama
belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir
pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada
saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk
yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.

Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey


(Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri
atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan
atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan
kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak
didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk
menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan

Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran harus


dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008)
menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena
dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep
dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya
tentang pembelajaran.

Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang


teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD.
A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik
lainnya), B=Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil
belajar), C=Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku
yang diharapkan dapat tercapai, dan D=Degree (tingkat penampilan
yang dapat diterima)

(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/08/30/)
C. Metode Pembelajaran

Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang


wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia
merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah,
mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan
yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara,
dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode
yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan
proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak
membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran
efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.

1. Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang
sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa.
Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa
dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari
empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil
posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan
perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing
kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan
kepada guru.

Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang


penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan
mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan
pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar
yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika
mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen)
untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam
usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan
menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan
kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi
proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut
tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan
(summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan
peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

2. Metode Role Playing

Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan


pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini
pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung
kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan
untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan


dalam situasi dan waktu yang berbeda.

3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui


pengamatan pada waktu melakukan permainan.

4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi


anak.

3. Metode pemecahan masalah (problem solving)

adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan


melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi
atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri
atau secara bersama-sama.

Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada


dasarnya adalah pemecahan masalah.

Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:


1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

2. Berpikir dan bertindak kreatif.

3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis

4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.


6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.

7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,


khususnya dunia kerja.

Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:


1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini.
Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk
melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian
atau konsep tersebut.

2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan


metode pembelajaran yang lain.

4. Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah


kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan
masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan
dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang
dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih.

2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan


mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)

3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang


sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan
masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas
dengan temannya.

5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau


evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya
benar-benar diserapnya dengan baik.

2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.

3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.

Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat
tercapai.

D. MATERI PEMBELAJARAN

Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials)


secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi
yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi
pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip,
prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.

Termasuk jenis materi fakta adalah nama-nama obyek,


peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, dsb. (Ibu kota
Negara RI adalah Jakart; Negara RI merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945). Termasuk materi konsep adalah pengertian, definisi, ciri
khusus, komponen atau bagian suatu obyek (Contoh kursi adalah
tempat duduk berkaki empat, ada sandaran dan lengan-lengannya).

Termasuk materi prinsip adalah dalil, rumus, adagium, postulat,


teorema, atau hubungan antar konsep yang menggambarkan
“jika..maka….”, misalnya “Jika logam dipanasi maka akan memuai”,
rumus menghitung luas bujur sangkar adalah sisi kali sisi.

Materi jenis prosedur adalah materi yang berkenaan dengan


langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan
suatu tugas. Misalnya langkah-langkah mengoperasikan peralatan
mikroskup, cara menyetel televisi. Materi jenis sikap (afektif) adalah
materi yang berkenaan dengan sikap atau nilai, misalnya nilai
kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar,
semangat bekerja, dsb.

Ditinjau dari pihak guru, materi pembelajaran itu harus diajarkan


atau disampaikan dalam kegiatan pembelajran. Ditinjau dari pihak
siswa bahan ajar itu harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dinilai dengan
menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasar indikator
pencapaian belajar.

E. MEDIA PEMBELAJARAN

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari


“Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar”

Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah


sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti :
buku, film, video dan sebagainya. National Education Associaton
(1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana
komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk
teknologi perangkat keras.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat
merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga
dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.

Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran


yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi
terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran
hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang
digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20
usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio,
sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya
dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media
pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya
komputer dan internet.

Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :

1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman


yang dimiliki oleh para peserta didik.

2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas.

3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung


antara peserta didik dengan lingkungannya.

4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan

5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit,


dan realistis.

6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.

7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk


belajar.

8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari


yang konkrit sampai dengan abstrak

Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya:

1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun,


komik

2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan


sejenisnya

3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in


focus dan sejenisnya

4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD,


VTR), komputer dan sejenisnya.

Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang


bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion
media bisa dilakukan secara bers

Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat


projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang
bersifat interaktif.

F. EVALUASI PEMBELAJARAN

Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana


untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan
instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk
memperoleh suatu kesimpulan.

Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan


untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan

Sesuai pendapat Grondlund dan Linn (1990) mengatakan bahwa


evaluasi pembelajran adalah suatu proses mengumpulkan,
menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras
sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan
pembelajaran.

Untuk memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi


dilakukan melalui kegiatan pengukuran.

Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka


terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu.
Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran
(measurment)
dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam

kegiatan evaluasi.

Evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan


menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran
merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran. Tujuan evaluasi
pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan
dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan
pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru.

Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan


penilaian. Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran
dibedakan atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan
sumatif.

Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat dibedakan


atas evaluasi konteks, input, proses, hasil dan outcom. Proses evaluasi
dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengolahan hasil dan pelaporan.

http://www.hilman.web.id/posting/blog/827/pengertian-fungsi-dan-
prosedur-evaluasi-pembelajaran.html

You might also like