You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sistem politik adalah suatu bagian yang pasti ada di setiap Negara
sistem politik sendiri berfungsi sebagai pengatur dan membuat peraturan
untuk dipatuhi oleh seluruh warga negaranya.
Ada beberapa sistem politik yaitu sistem politik komunis, liberal
dan demokrasi dari beberapa sistem politik tersebut masih ada juga sistem
politik Islam. Setiap Negara pasti memiliki sistem politiknya masing-
masing.
Seperti misalnya Negara Indonesia yang menggunakan sistem politik
demokrasi yang berarti sistem tersebut didasarkan pada nilai, prinsip,
prosedur, dan kelembagaan yang demokratis
Disini kita akan membahas tentang peranan agama Islam dalam
perkembangan politik di dunia saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi
berdasarkan Al-Qur’an, Al Hadits dan sejarah sistem politik di masa
Rasulullah SAW.

1.2 BATASAN MASALAH


Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah
ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas
diantaranya:
1. Pengertian Politik
2. Pengertian Politik Islam
3. Sejarah Kepemimpinan Rasulullah

1.3 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-
masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1
1. Apa itu Politik?
2. Apa itu Politik Islam?
3. Bagaimana sejarah kepemimpinan Rasulullah?

1.4 TUJUAN
Dalam menyusun makalah ini penulis mempunyai beberapa tujuan,
yaitu:
1. Penulis ingin mengetahui arti dari Politik.
2. Penulis ingin mengetahui seperti apa Politik Islam.
3. Penulis ingin mengetahui seperti apa sejarah kepemimpinan Rasulullah.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN


Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan
study kepustakaan, yaitu penulis mencari buku-buku dan browsing bacaan
yang berhubungan dengan Agama Islam, Al-Qur’an dan Al Hadits.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN POLITIK


Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan
antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal
dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun nonkonstitusional.
Komponen-komponen yang diperlukan dalam politik yaitu :
a. Masyarakat
b. Kekuasaan
c. Negara

Fungsi Politik adalah


 Perumusan kepentingan
 Pemaduan kepentingan
 Pembuatan kebijakan umum
 Penerapan kebijakan
 Pengawasan pelaksanaan kebijakan

2.2 PENGERTIAN POLITIK ISLAM


Politik dan agama adalah sesuatu yang terpisah. Dan, sesungguhnya
pembentukan pemerintahan dan kenegaraan adalah atas dasar manfaat-
manfaat amaliah, bukan atas dasar sesuatu yang lain. Jadi, pembentukan
negara modern didasarkan pada kepentingan-kepentingan praktis, bukan atas
dasar agama.

3
Pemerintahan yang berlaku pada masa Rasulullah dan khalifah
bukanlah diturunkan Allah dari langit. Wahyu Allah hanya mengarahkan
Rasul dan kaum muslimin untuk menjamin kemaslahatan umum, tanpa
merenggut kebebasan mereka untuk memikirkan usaha-usaha menegakkan
kebenaran, kebajikan, dan keadilan.
Alquran sendiri tidak mengatur urusan politik secara khusus, tetapi
hanya memerintahkan untuk menegakkan keadilan, kebajikan, membantu
kaum lemah, dan melarang perbuatan yang tidak senonoh, tercela, serta
durhaka. Alquran hanya meletakkan garis besar pada kaum muslimin,
kemudian memberikan kebebasan untuk memikirkan hal-hal yang diinginkan
dengan ketentuan tidak sampai melanggar batas-batas yang telah ditetapkan.
Islam pada dasarnya adalah Siyasatullah fil Ardh. Maksudnya, dengan
Islam inilah Allah mengatur semesta alam, yang diperuntukan kepada
manusia. Islam itu secara substantif bersifat politis. Konteks pemberian
amanah kepada manusia yang dimaksud di atas adalah Istikhlaf sebagai
konsep politik. Istikhlaf berarti "menjadikan khalifah untuk mewakili dan
melaksanakan tugas yang diwakilkan kepadanya."
Untuk lebih memahaminya, perlu kita ingat kembali bahwa Allah
memberikan manusia dua amanah :
1. Ubudiyah, yaitu untuk beribadah, penghambaan kepada Allah.
2. Amanah Kekhalifahan, hal ini lebih dekat kepada otoritas untuk
mengendalikan kehidupan (di atas bumi).
Allah SWT berfirman, "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa
Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,
..." (QS. An Nur: 55)
Dengan demikian, Islam secara substantif adalah siyasah, yaitu
menghendaki agar ummat menjalankan kepemimpinan politik.
Salah satu tujuan Islam adalah bagaimana agar bisa menerapkan
kehidupan secara Islami dan agar sampai tidak ada lagi fitnah di muka bumi.

4
Untuk itu perlu dilakukan suatu tindakan untuk merubah situasi saat yang
masih jauh dari harapan ini agar mencapai tujuan di atas. Ada dua pendekatan
dalam agenda perubahan tersebut (secara berurut):
1. Pendekatan secara kultural. Tersirat dalam firman Allah SWT pada Surat
Al Jumuah ayat 2, "Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah
(As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata."
2. Pendekatan secara struktural. Pendekatan inilah yang lebih bersifat siyasi.
Jadi, ketika telah terbentuk masyarakat yang Islami secara kultural, maka
dibutuhkanlah pemerintahan yang Islami. Contohnya dalam peristiwa
Piagam Madinah. Ketika itu masyarakat Madinah sudah terkondisikan
sebagai masyarakat yang Islami secara kultural.
Kedua pendekatan di atas tidak dapat dipilah-pilahkan satu sama lain.
Kedua hal di atas hanyalah terkait pada tahapan perubahan saja. Jadi,
sebenarnya tidak ada istilah Islam kultural, dan Islam Politik. Islam itu adalah
menyeluruh.
Kemudian Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah sasa-
yasusu-siyasah . Yang berarti (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya)
dan secara bahasa adalah cara pemerintahan Islam mengurus urusan
rakyatnya, serta urusan negara, umat dan rakyatnya terkait dengan negara,
umat dan bangsa lain.
Urusan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan: politik, sosial,
ekonomi, pendidikan, keamanan, dll, yang mana pada masa Rasulullah SAW
makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan
gembalaannya. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan
manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai
politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri
mengurusi (yasûsu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya,
dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan orang Arab dikatakan : yang

5
artinya ‘Bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya
rusak seperti ngengat/rayap yang menghancurkan kayu. Dengan demikian,
politik merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan
(taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib).
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam
sabdanya : "Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi
(tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang
menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para
khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim). Teranglah bahwa politik atau siyasah itu
makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam
politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara
menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan
kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa yang
dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin,
mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai
rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran
bawahan) seperti ditegaskan dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah
Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi
Muhammad SAW bersabda :
"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka
ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak
memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan
mereka." (HR. Al Hakim)
a. Pilar-pilar dasar dalam pemerintahan Politik Islam antara lain
adalah :
 Kedaulatan di Tangan Syara’(hukum Islam)
 Kekuasaan di Tangan Umat
 Hanya Khalifah yang Berhak Mengadopdi Hukum
 Wajib Membai’at Satu Khalifah
Struktur Pemerintahan dan Administrasi dalam sistem Khalifah
Politik Islam :

6
 Khalifah
 Mu’awin Tafwidh/Mentri tapi tidak berhak membuat UU (Pembantu
Khalifah Bidang Pemerintahan)
 Mu’awin Tanfidz (Pembantu Khalifah Bidang Administrasi)
 Wali/Kepala Daerah
 Amir Jihad – Mabes Angkatan Bersenjata
 Departemen Keamanan Dalam Negeri
 Departemen Luar Negeri
 Departemen Perindustrian
 Departemen Kehakiman
 Departemen Penerangan
 Kemaslahatan Publik
 Baitul Mal (rumah penyimpan harta)
 Majelis Ummah/Dewan Perwakilan Rakyat
b. Sistem Politik dalam Negeri Khilafah
 Menerapkan syariat Islam kepada seluruh rakyat, Muslim maupun
Non-Muslim;
 Memberikan kebebasan kepada rakyat Non-Muslim menjalankan
ibadah, makan, minum, tatacara berpakaian, dan menikah menurut
agama dan keyakinan mereka;
 Memberikan hak dan kewajiban yang sama kepada setiap warga
negara, Muslim dan Non-Muslim, kecuali yang menjadi kekhususan
masing-masing;
 Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan umat Islam dalam satu
negara, dengan akidah yang sama, yaitu akidah Islam;
c. Sistem Politik luar Negeri Khilafah
 Mengemban Islam kepada seluruh bangsa, negara dan umat lain;
 Menerapkan syariat Islam kepada bangsa, negara dan umat lain yang
berhubungan dengan Khilafah;
 Berjihad dalam rangka membebaskan penghambaan manusia oleh
manusia (‘ibadat al-’ibad) untuk menyembah Rabb al-’Ibad;

7
d. Jaminan Penerapan Syariat Islam, di Dalam dan Luar Negeri:
 Ketakwaan individu, rakyat dan aparatur negara;
 Kontrol masyarakat (umat dan partai politik) yang mempunyai
kesadaran ideologis;
 Penerapan Islam secara kaffah, adil dan konsekuen oleh negara kepada
seluruh rakyat;
e. Fungsi Organisasi dan Partai Dalam Sistem Khilafah:
 Edukasi: Mendidik umat dan masyarakat agar memahami Islam
dengan benar;
 Agregasi: Menghimpun umat dan masyarakat berdasarkan ikatan
Islam;
 Artikulasi: Menyampaikan aspirasi umat dan masyarakat yang sesuai
dengan Islam, dan mengoreksi kebijakan yang bertentangan
dengannya;
Organisasi dan partai seperti ini hukumnya Fardu Kifayah:

2.3 SISTEM POLITIK ISLAM DI MASA RASULULLAH SAW


a. Sejarah Politik Masa Nabi SAW. dan Khulafa’ al-Rāsyidîn
Pemerintahan Islam sejak dari masa Nabi Muhammad SAW di
Madinah pada 622 M hingga Khulafa al-Rāsyidîn yang berakhir pada
sekitar 656 M merepresentasikan sebuah upaya penegakan kebajikan di
muka bumi. Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW adalah kepemimpinan
moral yang sangat peduli pada perwujudan keadilan dan kesejahteraan
masyarakat.
Seperti dicatat dalam sejumlah riwayat, pemerintahan Nabi di
Madinah adalah pemerintahan yang toleran. Dokumen tentang toleransi
dapat dibaca dalam Piagam Madinah yang berintikan antara lain:
penghormatan pada pemeluk agama yang berbeda, hidup bertetangga
secara damai, kerja sama dalam keamanan, dan perlindungan bagi pihak-
pihak yang teraniaya. Isi Piagam Madinah tersebut dicatat sebagai
dokumen politik pertama dalam sejarah yang mengadopsi prinsip-prinsip

8
toleransi. Selain itu, Piagam Madinah dilihat dari kacamata teori politik,
dianggap memiliki gagasan-gagasan HAM modern meskipun lahir di masa
pra-modern. Pemerintahan Nabi di Madinah berhasil menyatukan suku-
suku yang bertikai menjadi satu bangsa. Tidaklah mudah menyatukan
suku-suku yang berkonflik ratusan tahun di sana. Tetapi dengan kekuatan
integritas moral yang kuat seperti Nabi SAW., masalah konflik dapat
diatasi. Maka gampanglah jalan bagi Nabi untuk melakukan pembangunan
berdasarkan al-Qur’an sehingga terciptalah kesejahtraan rakyat.
Menurut riwayat, tidak ada pemberontakan berarti selama Nabi
memerintah di sana dari rakyatnya. Yang terjadi justru, ketaatan penuh
rakyat pada kepemimpinan Nabi. Pernik-pernik konflik terjadi hanya
dengan negara-negara tetangga yang takut kehilangan pengaruh
kekuasaannya.
Jadi, selama Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin Negara
Madinah, ia menjadi pemimpin yang adil dan menerapkan keagungan
moral bagi rakyatnya. Itulah sebabnya A’isyah istri Nabi pernah
mengatakan bahwa “akhlaq Rasulullah adalah al-Qur’an”. Al-Qur’an dan
Sunnahnya menjadi undang-undang negara yang mengikat kaum
Muslimin di sana. Sekalipun begitu, umat-umat lain juga dilindungi.
Dalam Q.s., al-Ambiyā’:107 disebutkan yang artinya, “Tidaklah Kami
utus engkau selain menjadi rahmat bagi seluruh alam”. Konsep rahmatan
lil’ālamîn adalah konsep 2 toleransi di dalam Islam yang hingga sekarang
sering dikutip sebagai teologi toleransi yang amat penting dalam relasi
Islam dan negara.
Demikianlah, kepemimpinan Nabi adalah cermin moralitas dan
teladan indah bagi umat Islam dan bahkan umat manusia. Nabi SAW
adalah model ideal umat yang karir hidupnya dapat memunculkan
kearifan-kearifan politik umat. Hingga wafatnya pada Juni 632 M, Nabi
Muhammad SAW telah menjadi Nabi-Penguasa yang efektif atas sebagian
besar semenanjung Arabia.

9
Pasca wafatnya Nabi, pemerintahan Islam diteruskan oleh empat
khalifah yang utama (Khulafa’ al-Rāsyidîn), yakni Abu Bakar ra, Umar
bin Khattab, Usman bin ‘Affān, dan Ali bin Abin Thalib. Keempat
khalifah tersebut menyelenggarakan pemerintahan Islam mendekati
pemerintahan Nabi Muhammad SAW. Keadilan, penegakan hukum,
musyawarah, dan egalitarianisme amat ditegakkan sehingga empat
khalifah itu diberi gelar empat khalifah yang mendapat petunjuk. Meski
ada riak-riak politik di dalam era keempat khalifah itu, tapi secara
keseluruhan menampakkan gerak moral yang amat kosnsisten dan
perluasan wilayah yang amat efektif ke luar Jazirah Arabia. Selama tiga
puluh tahun (30 tahun), keempat khalifah menampakkan sebuah
pemerintahan politik Islam yang amat agung dan menjadi sejarah politik
yang demokratis di dunia saat itu. Pasca keempat khalifah, pemerintahan
Islam mengalami pasang-surut.
Demikian pula sejarah Islam mengalami kebangkitan dan
keruntuhan. Dari sejarah itu, menunjukkan garis konstan bahwa
pemerintahan yang mengedepankan moralitas akan memperoleh kejayaan
dan sebaliknya. Karena itu, sejarah politik Islam adalah sejarah pasang-
surut antara yang ma’ruf dan yang mungkar. Umat Islam harus mengambil
nilai-nilai dan prinsip-prinsip politik yang baik dan menjauhkan noda-noda
hitamnya jika ingin sebuah pemerintahan itu tegak di muka bumi.
b. Nilai-Nilai Politik Dalam al-Qur’an
Namun perlu dicatat, al-Qur’an bukanlah kitab politik. Ia hanya
memberikan prinsip-prinsipnya saja dan bukan mengajari cara-cara
berpolitik praktis. Dengan 3 demikian, perhatian utama al-Qur'an adalah
memberikan petunjuk yang benar kepada manusia, yaitu petunjuk yang
akan membawanya kepada kebenaran dan suasana kehidupan yang baik.
Sebagai kitab petunjuk, al-Qur'an mengarahkan manusia kepada hal-hal
praktis. Ia memberi tekanan lebih atas amal perbuatan daripada gagasan.
Bertolak dari sisi pandangan ini, maka iman barulah punya arti jika
diikuti secara terpadu oleh perbuatan baik yang positif dan konstruktif.

10
Sebagai suatu petunjuk bagi manusia, al-Qur'an menyediakan suatu dasar
yang kukuh dan tak berubah bagi semua prinsip-prinsip etik dan moral
yang perlu bagi kehidupan ini. Menurut Muhammad Asad, al-Qur'an
memberikan jawaban komprehensif untuk persoalan tingkah laku yang
baik bagi manusia sebagai perorangan dan sebagai anggota masyarakat
dalam rangka menciptakan suatu kehidupan yang berimbang di dunia ini
dengan tujuan terakhir kebahagiaan di akhirat.
Al-Qur'an sendiri mengajarkan bahwa kehidupan di dunia
merupakan prasyarat bagi kebahagiaan hidup yang akan datang seperti
dinyatakan dalam al-Qur'an, ”Barang siapa buta di dunia ini, maka akan
buta di akhirat, dan bahkan lebih sesat lagi perjalanannya” (terj. Q.s., al-
Ahzāb 72) Bagi seorang mukmin, al-Qur'an merupakan manifestasi
terakhir bagi rahmat Allah swt. kepada manusia, di samping sebagai
prinsip kebijaksanaan yang terakhir pula.
Jadi, jangan menjadikan al-Qur’an dan pemerintahan Nabi untuk
instrument politik. Tapi ambillah prinsip-prinsip etiknya dan sesuaikan
dengan kondisi-kondisi sosial politik sehingga melahirkan suatu
kombinasi moralitas Islam dan relevansi sosial politik. Wallāhu A’lamu
bil-Shawāb.

11
BAB III
PENUTUP

1.1 KESIMPULAN
Dengan demikian penyusun dapat menyimpulkan bahwa hubungan
Islam dan Politik itu sangat berkaitan karena telah dijelaskan tentang aturan
dan cara-cara dalam berpolitik yang sesuai tuntunan Al Quran dan Hadits.
Oleh karena itu sistem politik Islam yang melihat dokumen-dokumen dari Al-
Qur’an ini memuat prinsip-prinsip politik berupa keadilan, musyawarah,
toleransi, hak-hak dan kewajiban, amar ma’ruf dan nahi mungkar, kejujuran,
dan penegakan hukum.
Jadi dengan sistem dan peraturan-peraturan hukum yang sesuai dengan
Al-Qur’an sudah pasti sistem politik Islam lebih baik dibandingkan dengan
sistem Politik yang lain.

1.2 SARAN
Dengan uraian di atas kita dapat menyadari bahwa apapun sistem
politik yang di gunakan disetiap Negara akan percuma kalau tidak didasari
dengan kesadaran Iman dan Taqwa kepada Allah oleh setiap pemimpin dan
rakyatnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://luluvikar.wordpress.com/?Islam%20dan%20Politik
http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/politik-islam-dan-
politik-jahiliyyah.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam
http://id.wikipedia.org/wiki/Khalifah
http://www.hudzaifah.org/Article64.phtml
http://www.scribd.com/doc/17236048/Sejarah-Politik-Islam
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik

13

You might also like