You are on page 1of 7

KHAZANAH PENDIDIKAN:

Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No. 1 (September 2008)

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN : ANTARA


PROFESIONALITAS GURU, MEDIA PEMBELAJARAN DAN
KUALITAS PEMBELAJARAN

Teguh Julianto

ABSTRACT

The common phenomenon in the teaching learning processis the teacher’s


reluctance to use media. The result is that the learning quality is not expected.
There are six excuses for this reluctance. Firstly, using media is burden some;
secondly, using modern media is expensive; thirdly, using media is difficult;
fifthly, the school does not provode it; sixtly, oral presentation is casier. The
solution for this phenomena is a change of attitude.

Key words: improving learning quality, teacher’s professionality, and


learning media.

Pendahuluan

Pada awalnya ada anggapan bahwa guru adalah orang yang paling tahu.
Paradigma itu kemudian berubah dan berkembang menjadi guru lebih dahulu
tahu. Namun pada era globalisasi sekarang ini bukan saja pengetahuan guru sama
dengan pengetahuan murid, bahkan bisa jadi murid lebih dulu tahu dari pada
gurunya. Kondisi demikian dapat terjadi akibat adanya perkembangan media
informasi di sekitar kita. Pada masa sekarang ini, guru bukan lagi satu-satunya
sumber belajar. Banyak contoh kejadian, di mana siswa dapat lebih dahulu
mengakses informasi dari media masa seperti surat kabar, televisi, bahkan internet
dibandingkan gurunya. Bagaimana guru menyikapi perkembangan ini?

Sikap guru dalam menanggapi perkembangan paradigma pendidikan


tersebut, dapat kita kelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu a) guru tidak peduli, b)
guru menunggu petunjuk, c) guru cepat menyesuaikan diri. Kelompok pertama
yaitu guru yang tidak peduli. Kelompok ini adalah guru yang mempunyai rasa
percaya diri berlebihan (over confidence) Seorang guru yang demikian barangkali
akan berpegang kepada anggapan bahwa sampai kapanpun posisi guru tidak akan
tergantikan. Dalam setiap proses pembelajaran tetap diperlukan sentuhan
manusiawi. Teknologi tidak bisa menggantikan manusia. Bagaimanapun
berkembangnya teknologi multimedia, guru adalah tetap guru, yang harus digugu
dan ditiru. Jika kita renungkan, memang benar bahwa media tidak dapat
menggantikan posisi guru, namun bukan berarti sikap guru harus tidak peduli
terhadap perkembangan, karena lingkungan di sekitar kita akan terus berkembang

Teguh Julianto, S.Pd., M.Si. adalah staf pengajar tetap pada Program Studi
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto
32 Teguh Julianto, Peningkatan
Kualitas Pembelajaran ...
KHAZANAH PENDIDIKAN:
Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No. 1 (September 2008)

dan tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas guru terus meningkat.


Dengan demikian, maka orang yang mempunyai profesi sebagai guru harus selalu
peduli terhadap perkembangan teknologi dan selalu berupaya meningkatkan
profesionalitas sebagai guru.

Kelompok kedua adalah kelompok guru yang menunggu petunjuk.


Kelompok yang seperti ini adalah kelompok guru yang paling banyak dijumpai.
Hal itu terjadi mungkin akibat dari kebijakan pendidikan selama ini, di mana guru
dalam sistem pendidikan nasional hanya dianggap sebagai “tukang”
melaksanakan kurikulum yang demikian rinci dan kaku. Kurikulum yang disusun
sangat lengkap dengan berbagai petunjuk pelaksanaannya, memposisikan peran
guru hanya sebagai pelaksana pendidikan, dan dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan tidak boleh menyimpang dari pedoman baku. Akibatnya, dalam proses
pembelajaran tidak terjadi inovasi-inovasi pembelajaran yang bermakna, yang
pada akhirnya kualitas pembelajaran berkembang sebatas yang digariskan oleh
“aturan” pendidikan yang ada, tanpa ada keberanian untuk melakukan perbaikan.
Kelompok guru yang demikian tidak akan pernah tahu bagaimana cara
meningkatkan kualitas pendidikan, dan tidak akan pernah tersirat upaya untuk
meningkatkan profesionalitas dirinya. Namun sejalan dengan perkembangan
masyarakat dan paradigma pendidikan global, perubahan dan perbaikan
kurikulum selalu dilakukan dan otonomi pendidikan dilaksanakan, maka sekarang
bukan lagi masanya bagi guru untuk selalu menunggu petunjuk.

Kelompok ketiga adalah kelompok guru yang cepat menyesuaikan diri.


Kelompok guru yang seperti ini adalah kelompok guru yang memandang masa
depan sebagai sebuah tantangan. Mereka menyadari bahwa perkembangan
teknologi dan informatika tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, meraka akan
berusaha memanfaatkan perkembangan tersebut untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dan profesionalitas dirinya. Mereka merasa bahwa guru adalah tenaga
profesional, bukan “tukang” yang hanya bekerja melaksanakan sebuah “perintah”.
Oleh karena itu, sikap yang tepat bagi seorang guru adalah cepat menyesuaikan
diri. Guru perlu segera mereposisi perannya dan memahami perannya dalam dunia
pendidikan. Pada saat ini guru tidak lagi harus menjadi orang yang paling tahu di
kelas. Namun ia harus mampu menjadi fasilitator belajar bagi siswanya. Di sekitar
lingkungan kita sudah banyak sumber belajar yang tersedia, baik sumber belajar
yang memang dirancang untuk belajar maupun yang tidak belajar. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dijadikan sebagai tantangan untuk
meningkatkan profesionalitas guru.

Mengapa Proses Pembelajaran perlu Media?

Dalam proses pembelajaran kita sering menghadapi kesulitan dalam


menjelaskan suatu meteri pelajaran kepada siswa kita. Misalnya, ketika kita
ingin menjelaskan tentang seekor binatang yang besar seperti gajah kepada siswa
SD, atau menjelaskan tentang kereta api kepada siswa yang berada di tempat yang
tidak ada kereta api, atau kita ingin menjelaskan tentang apa itu pasar terapung,
33 Teguh Julianto, Peningkatan
Kualitas Pembelajaran ...
KHAZANAH PENDIDIKAN:
Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No. 1 (September 2008)

atau kita ingin menjelaskan tentang sebuah sel atau ingin memberikan konsep
materi genetik (DNA) kepada siswa kita. Kita tidak mungkin dapat
“menghadirkan” obyek tersebut kepada siswa kita agar bisa dilihat dan diketahui
di dalam kelas.

Ada beberapa cara atau alternatif yang mungkin dapat dilakukan, yaitu:
- Cara pertama, kita akan bercerita tentang gajah, kereta api, pasar terapung.
bisa bercerita mungkin karena pengalaman, membaca buku, cerita orang
lain, atau pernah melihat gambar ketiga objek itu. Apabila murid anda
tersebut sama sekali belum tahu, belum pernah melihat dari televisi atau
gambar di buku misalnya, maka betapa sulitnya anda menjelas hanya dengan
kata-kata tentang objek tersebut. Kalau anda seorang yang ahli bercerita,
tentu cerita anda akan sangat menarik bagi murid-murid. Namun tidak
semua orang diberikan karunia kepandaian bercerita. Penjelasan dengan
kata-kata mungkin akan menghabiskan waktu yang lama, pemahaman murid
juga berbeda sesuai dengan pengetahuan mereka sebelumnya, bahkan bukan
tidak mungkin akan menimbulkan kesalahan persepsi.

- Cara kedua, kita membawa siswa untuk studi wisata melihat objek itu. Cara
ini merupakan yang paling efektif dibandingkan dengan cara lainnya.
Namun kita harus mempertimbangkan berapa biaya yang harus ditanggung,
dan berapa lama waktu diperlukan. Dengan demikian, cara ini walaupun
efektif namun tidak efisien.

- Cara ketiga, kita membawa gambar, foto, film, video atau model tentang
objek tersebut. Cara ini akan sangat membantu kita dalam memberikan
penjelasan. Selain menghemat kata-kata, menghemat waktu, penjelasan yang
kita berikan akan lebih mudah dimengerti oleh siswa, menarik,
membangkitkan motivasi belajar, menghilangkan kesalahan pemahaman,
serta informasi yang disampaikan menjadi konsisten.

Alternatif pernyelaian tersebut di atas, pada hakekatnya dapat kita dapat


kita sebutkan sebagai informasi verbal (cara pertama), berupa pengalaman nyata
(cara kedua), dan informasi melalui media (cara ketiga). Berdasarkan ketiga
alternatif tersebut, kita dapat menyepakati bahwa cara ketiga adalah cara yang
paling bijaksana dilakukan. Media kita perlukan agar pembelajaran lebih efektif
dan efisien sehingga kualitas pembelajaran dapat meningkat.

Guru dan Pemanfaatan Media Pembelajaran

Sebuah kenyataan, bahwa sampai sekarang ini masih ada –bahkan


mungkin banyak- guru yang “enggan” menggunakan media dalam proses
pembelajaran. Kita dapat menginventarisasi ber dasarkan hasil diskusi dengan
para guru, ada 6 (enam) hal yang menyebabkan guru tidak menggunakan media,
yaitu:

34 Teguh Julianto, Peningkatan


Kualitas Pembelajaran ...
KHAZANAH PENDIDIKAN:
Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No. 1 (September 2008)

- Pertama, menggunakan media itu repot. Mengajar dengan menggunakan


media perlu banyak persiapan, baik persiapan alat maupun persiapan materi.
Apalagi jika media itu yang akan digunakan berupa OHP, LCD atau video.
Alasan klasik yang biasa dikemukakan guru adalah guru sudah merasa repot
dengan menulis persiapan mengajar, jadwal mengajar yang padat, urusan lain
di luar sekolah. Guru merasa tidak punya waktu untuk membuat media
pembelajaran. Padahal jika mau berpikir sedikit saja dari aspek lain tentang
media, maka kita akan tahu bahwa dengan media pembelajaran akan lebih
efektif. Oleh karena itu, maka alasan repot untuk membuat media dapat
jauhkan dari pikiran kita. Perlu disadari oleh kita, bahwa dengan sedikit repot,
tapi mendapatkan hasil optimal. Media juga relatif awet, sekali menyiapkan
dapat dipakai beberapa kali sajian. Untuk proses pembelajaran berikutnya
tidak akan repot lagi.

- Kedua, media itu canggih dan mahal. Sebetulnya media tidak selalu harus
canggih dan mahal. Kita harus memperhatikan nilai dan makna penting dari
sebuah media. Nilai penting dari sebuah media bukan terletak pada
kecanggihandan harganya yang mahal, namun terletak pada efektivitas dan
efisiensinya dalam membantu proses pembelajaran yang kita laksanakan.
Banyak media sederhana yang dapat dikembangkan sendiri oleh guru dengan
harga murah. Kalaupun dibutuhkan media canggih semacam audio visual atau
multimedia, maka “cost”-nya akan menjadi murah apabila dapat digunakan
oleh lebih banyak siswa.

- Ketiga, tidak bisa. Banyak guru yang merasa “demam” terhadap teknologi,
terutama teknologi informatika. Ada beberapa guru yang merasa “takut”
dengan peralatan elektronik. Ini yang disebut sebagai “gaptek” (gagap
teknologi”. Alasan ini menjadi lebih parah jika guru merasa takut akan
merusak alat yang canggih dan mahal, sehingga banyak peralatan multi media
audio visual sejak beli masih tetap tersimpan rapih di ruang kepala sekolah.
Jika dilanjutkan, maka paradigma guru yang seperti ini akan menghambat
perkembangan pendidikan. Sebenarnya, dengan sedikit latihan dan mengubah
sikap bahwa media itu mudah dipelajari dan menyenangkan, maka segala
sesuatunya akan berubah yang berkaitan dengan sikap tersebut dapat
diselesaikan.

- Keempat, media itu hiburan sedangkan belajar itu serius. Alasan seperti ini
masih ada, namun jarang ditemukan. Menurut pendapat orang-orang
terdahulu bahwa belajar itu sesuatu yang harus dilakukan secara serius.
Belajar harus mengerutkan dahi. Media itu identik dengan hiburan. Hiburan
adalah hal yang berbeda dengan belajar. Tidak mungkin belajar sambil santai.
Ini memang pendapat orang-orang jaman dulu, namun paradigma belajar
sekarng ini sudah berubah. Jika memang bisa dilakukan dengan
menyenangkan, mengapa harus dengan menderita. Jika bisa dilakukan dengan
mudah, mengapa harus menyusahkan diri.

35 Teguh Julianto, Peningkatan


Kualitas Pembelajaran ...
KHAZANAH PENDIDIKAN:
Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No. 1 (September 2008)

- Kelima, tidak tersedia. Alasan guru tentang media yang tidak tersedia di
sekolah, mungkin adalah alasan yang masuk akal. Tapi bagi seorang guru
tidak boleh menyerah begitu saja. Ia adalah seorang profesional yang harus
penuh inisiatif. Kita harus ingat bahwa media tidak harus selalu canggih,
namun yang penting digunakan dan dapat dikembangkan sendiri oleh guru.

- Keenam, kebiasaan menikmati bicara. Banyak guru yang merasa bahwa


berbicara itu memang nikmat. Kebiasaan suka berbicara memang sulit
diubah. Seorang guru cenderung mengikuti cara gurunya dahulu. Mengajar
dengan mengandalkan verbal lebih mudah, tidak memerlukan persiapan yang
banyak, jadi lebih enak untuk guru. Namun yang harus dipertimbangkan
dalam proses pembelajaran adalah kepentingan siswa yang sedang belajar,
bukan kepuasan guru semata.

Pertimbangan Guru Memilih Media Pembelajaran

Jika dicermati, maka ada sejumlah pertimbangan dalam memilih media


pembelajaran yang tepat. Pertimbangan tersebut dapat kita rumuskan dalam satu
kata akronim, yaitu ACTION (Access, Cost, Technology, Interactivity,
Organization, dan Novelty).

- Access. Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama kita dalam


memilih media. Apakah media yang kita perlukan itu tersedia, mudah, dan
dapat dimanfaatkan oleh siswa atau tidak. Misalnya, kita ingin
menggunakan media internet, hal yang perlu dipertimbangkan terlebih
dahulu apakah ada saluran untuk koneksi ke internet. Akses tersebut juga
menyangkut aspek kebijakan, termasuk di dalamnya diijinkannya siswa
untuk menggunakan internet. Komputer yang terhubung ke internet jangan
hanya digunakan untuk kepala sekolah, tapi juga guru, dan yang lebih
penting untuk siswa. Siswa harus memperoleh akses untuk menggunakan
internet dalam proses belajarnya.

- Cost. Komponen biaya juga harus dipertimbangkan dalam pemilihan media.


Banyak jenis media yang dapat menjadi pilihan kita, mulai dari media yang
sederhana sampai media canggih dengan harga yang mahal. Namun,
perhitungan mahalnya biaya itu harus kita kaitkan dengan aspek
manfaatnya. Semakin banyak yang menggunakan tersebut, maka unit cost
dari sebuah media akan semakin menurun.

- Technology. Dalam memilih media, mungkin saja kita tertarik kepada satu
media tertentu. Namun dalam memilih media yang akan kita pakai, kita
perlu memperhatikan apakah teknologinya tersedia dan mudah
menggunakannya. Skataontoh sederhana, jika kita ingin menggunakan
media audio visual di kelas, maka kita perlu memperhatikan ketersediaan
faktor pendukungnya, seperti ketersediaan sumber listrik.

36 Teguh Julianto, Peningkatan


Kualitas Pembelajaran ...
KHAZANAH PENDIDIKAN:
Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No. 1 (September 2008)

- Interactivity. Pemilihan media harus mempertimbangkan aspek kemudahan


dalam berkomunikasi. Media yang baik adalah yang dapat memunculkan
komunikasi dua arah atau interaktivitas. Setiap kegiatan pembelajaran yang
kita kembangkan tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran tersebut.

- Organization. Pertimbangan yang juga penting adalah dukungan organisasi.


Penentuan media pembelajaran yang akan digunakan juga harus mendapat
dukungan dari penyelenggara pendidikan, termasuk yang berkaitan dengan
arah kebijakan penyelenggaraan pendidikan tersebut.

- Novelty. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media adalah
aspek “up date” media. Kebaruan dari media yang kita pilih juga harus
menjadi pertimbangan. Media yang lebih baru biasanya lebih baik dan lebih
menarik bagi pengguna.

Penutup

Kita semua sepakat bahwa penggunaan media pembelajaran akan mampu


meningkatkan profesionalitas guru dan peningkatan kualitas pembelajaran. Untuk
bisa meningkatkan profesionalitas guru dan menghilangkan “demam” teknologi,
maka yang pertama harus dilakukan adalah kita berani melakukan perubahan
sikap terhadap perkembangan teknologi informatika. Pemilihan media menjadi
faktor penentu peningkatan profesionalitas guru dan dalam memilih media, perlu
disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi kita.

DAFTAR PUSTAKA

De Porter, Bobbi & Mike Hernacki, 1999, Quantum Learning, Membiasakan


Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Bandung: Kaifa.

Kemp, Jerrold E, 1994, Designing effective Instruction, New York: MacMillan


Publisher.

Molenda, Heinich Russell, 1982, Instructional Media and The New Technology of
Instruction, Canada: John Wiley & Son.

Sadiman Arief, 1990, Media Pendidikan, Pengertian Pengembangan dan


Pemanfaatan, Jakarta: Rajawali.

Wen, Sayling, 2003, Future of The Media, Memahami Zaman Teknologi


Informasi, Batam: Lucky Publisher.

37 Teguh Julianto, Peningkatan


Kualitas Pembelajaran ...
KHAZANAH PENDIDIKAN:
Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No. 1 (September 2008)

38 Teguh Julianto, Peningkatan


Kualitas Pembelajaran ...

You might also like