You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia anak adalah dunia nyata, untuk itu pembelajaran di kelas awal

harus actual, anak-anak semestinya didekatkan dengan lingkungan alamiah

yang dialami anak, dan harus dilakukan dengan suasana yang menyenangkan.

Dalam kehidupan sehari-hari, anak tidak pernah melihat hal yang terpisah-

pisah satu sama lain, hal ini yang mengonspirasi dalam pelaksanaan

pembelajaran di kelas awal, pembelajaran akan lebih berhasil kalu dapat

menggabungkan kajian beberapa mata pelajaran dalam satu ikatan tema.

Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada

pada rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi

disebut sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa

ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Selain itu, berdasarkan

hasil penelitian/kajian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas

tahun 1999 menunjukkan bahwa hampir pada seluruh aspek perkembangan

anak yang masuk TK mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada anak yang

tidak masuk TK di kelas I SD Data angka mengulang kelas tahun 2001/2002

untuk kelas I sebesar 10,85%, kelas II sebesar 6,68%, kelas III sebesar 5,48%,

kelas IV sebesar 4,28, kelas V sebesar 2,92%, dan kelas IV sebesar 0,42%.

1
Data tersebut menggambarkan bahwa angka mengulang kelas pada kelas I

dan II lebih tinggi dari kelas lain.

Kurikulum Terpadu merupakan suatu pendekatan yang mempersiapkan

siswa untuk belajar mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan

kehidupan di abad yang akan datang dengan yang terintegrasi dalam

berbagai dimensi. Dengan pendekatan ini siswa memadukan berbagai aspek

keilmuan yang fokus pada pemahaman gejala kehidupan secara terintegrasi

pula dalam bidang studi yang luas.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat disimpulkan

rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:

1. Bagaimanakah perkembang kurikulum di Indonesia sejak tahun 1947

sampai sekarang?

2. Bagaimana program pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)?

3. Bagaimanakah model pembelajaran tematik?

4. Bagaimanakah implikasi model pembelajaran tematik pada Pendidikan

Anak Usia Dini (PAUD)?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui perkembang kurikulum di Indonesia sejak tahun 1947

sampai sekarang.

2
Untuk mengetahui bagaimana program pembelajaran Pendidikan

Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia.

2. Untuk mengetahui model pembelajaran tematik ?

3. Untuk mengetahui implikasi model pembelajaran tematik pada

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)?

Manfaat dari makalah ini adalah:

1. Manfaat teoritis

Penulis berharap makalah ini dapat menambah salah satu sumber

pengetahuan tentang “PERRKEMBANGAN KURIKULUM DAN IMPLIKASI

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

(PAUD)” bagi pembaca umumnya dan mahasiswa Manajemen Pendidikan

pada khususnya.

2. Manfaat praktis

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat di dunia pendidikan untuk para

pendidik dan seluruh lapisan masyarakat yang terkait yang peduli akan

perkembangan pendidikan dalam usahanya meningkatkan mutu

pendidikan di Indonesia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembang Kurikulum Di Indonesia

Kurikulum di Indonesia berkembang sering dengan kemajuan zaman dan

kebutuhan dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Adapun

jenjang perkembangan kurikulum di Indonesia dalah sebagai berikut:

1. Rencana Pelajaran 1947

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer

plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang

curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis:

dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan

ditetapkan Pancasila.

Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950.

Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari

Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan

jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947

mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran

bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian

sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

2. Rencana Pelajaran Terurai 1952

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana

Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru

4
mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar

Depdiknas periode 1991 1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru

SD Tambelan dan Tanjung pinang, Riau.

Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964

atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa,

karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima

kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan

(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada

pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

3. Kurikulum 1968

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana

Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada

pembentuk manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan

organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan

dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.

Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan

permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang

tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

4. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan

Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan

Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu

rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi:

petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,

kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru

5
dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan

pembelajaran.

5. KURIKULUM 1984

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski

mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum

ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa

ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,

mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif

(CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr.

Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang

juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-

1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-

sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat

diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu

menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran

siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak

lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.

6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-

kurikulum sebelumnya. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil.

Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan

nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan

daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah,

6
dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga

mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum

1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada

1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih

pada menambal sejumlah materi.

7. Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004

Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran

diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya,

kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian.

Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila

target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada

praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman

dan kompetensi siswa.

Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau

Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak

memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang

diinginkan pembuat kurikulum. (sumber: depdiknas.go.id)

8. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses

pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi

tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling

menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan

pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah

berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan

7
(SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran

untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan

Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan

sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah

koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.

B. Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang

ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki

kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan

pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:

1. Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu

anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat

perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam

memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa

dewasa.

2. Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan

belajar (akademik) di sekolah.

Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat

1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD

8
dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak

usia 0-8 tahun.

Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini

1. Infant (0-1 tahun)

2. Toddler (2-3 tahun)

3. Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)

4. Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)

Berdasarkan PP No.17 tahun 2010 dicantumkan program pendidikan anak

usia dini jalur pendidikan nonformal dirancang dan diselenggarakan:

a. secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong

kreativitas serta kemandirian;

b. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak

serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak;

c. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan tiap-

tiap anak; dan

d. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap kesehatan, gizi, dan

stimulasi psikososial. Pengembangan program pendidikan anak usia dini.

C. Model Pembelajaran Tematik

1. Kurikulum

Kegiatan belajar dan mengajar dengan dengan pendekatan holostik

ini  mencerminkan dunia nyata, yang kompleks dan interaktif. Secara

umum, kurikulum atau kurikulum terpadu interdisipliner meliputi:

a. Kombinasi bebagai mata pelajaran

9
b. Penekanan pada proyek-proyek atau tutas terstruktur

c. Sumber buku teks melampau berbagai mata pelajaran

d. Menghubungkan antara konsep

e. Mengorganikasi unit-unit dalam satu tema

f. Jadwal Fleksibel

g. Fleksibel pengelompokan siswa.

2. Manfaat pembelajaran tematik

Adapun penerapan kurikulum terpada pada pelaksanaan

pembelajaran tematik memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Penggabungan banyak kompetensi dasar,  indikator, serta isi mata

pelajaran menghemat waktu karena tumpang tindih materi dapat

dikurangi bahkan dihilangkan,

b. Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna materi

dalam konteks kehidupan yang fokus pada penguasaan kompetensi

yang sesuai dengan kebutuhan hidup.

c. Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat

pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah.

d. Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan

konsep akan semakin baik dan meningkat.

3. Karakteristik pembelajaran tematik

Di samping itu pembelajaran tematik memiliki karakteristik seperti di

bawah ini:

a. Berpusat pada siswa

10
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini

sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak

menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih

banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-

kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

a. Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung

kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini,

siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar

untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

b. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi

tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan

tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

c. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata

pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa

mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini

diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-

masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

d. Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat

mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata

11
pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan

siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.

e. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa

Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang

dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

Pembelajaran dapat dilangsungkan dengan berbagai cara diantaranya

bermain tebak-tebakan, bermain peran, diskusi, dan lain-lain. Semua

konsep pembelajaran dirancang bertujuan agar anak senang dalam

belajar.

4. Prinsip penentuan tema dalam pembelajaran tematik

Dalam model pembelajaran tematik ada 6 prinsip yang harus

diperhatkan dalam menentukan tema, antara lain:

a. Memperhatikan lingkungan terdekat dengan siswa

b. Dari yang termudah menuju yang tersulit

c. Dari yang sederhana menuju yang kompleks

d. Dari yang konkret menuju yang abstrak

e. Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berfikir pad

diri anak.

f. Ruang lingkup tema disuakin dengan usia, karakteristik dan

perkembangan siswa termasuk minat, kebutuhan dan

kemampuannya

12
Model pembelajaran seperti ini dapat diterapkan dalam pengembangan

kompetensi akademik siswa terutama dalam mengembangkan daya kompetisi

siswa.

D. Implikasi Model Pembelajaran Tematik Pada Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD)

1. Implikasi Bagi Guru

Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam

menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih

kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar

pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan

utuh.

2. Implikasi bagi siswa

a. Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam

pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual,

pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal.

b. Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi

secara aktif misalnya melakukan kegiatan yang bersifat kelompok,

mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah dengan

arahan guru.

3. Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media

a. Pembelajaran tematik pada hakekatnya menekankan pada siswa baik

secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali

13
dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan

otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai

sarana dan prasarana belajar.

b. Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik

yang sifatnya didisain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan

pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di

lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization).

c. Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media

pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam

memahami konsep-konsep yang abstrak.

d. Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat

menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing

mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku

suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.

4. Implikasi Terhadap Pengaturan Ruangan

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu melakukan

pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang

tersebut meliputi:

a. Ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang

dilaksanakan.

b. Susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan

dengan

c. keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung.

14
d. Peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di

tikar/karpet.

e. Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam

kelas maupun di luar kelas.

f. Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya

peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar.

g. Alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga

memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya

kembali.

5. Implikasi Terhadap Pemilihan Metode

Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam

pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan

dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain

peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap.

15
BAB I

KESIMPULAN

Kurikulum di Indonesia berkembang seiring dengan kebutuhan dan

perkembangan dunia pendidikan. Pembelajaran tematik merupakan

pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran menjadi satu kegiatan

pembelajaran berdasarkan tema yang telah disusun melalui pemetaan Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Pemetaan tersebut juga mempertimbangkan

standar isi yang telah tercantum dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan orang tualah anak-anak

tumbuh dan menemukan jalannya. Dalam lima tahun pertama yang disebut

dengan The Golden Years, seorang anak mempunyai potensi yang sangat besar

untuk berkembang. Di masa-masa inilah, anak seyogyanya mulai diarahkan.

Sebagai orang tua yang proaktif, orang tua hendaknya memperhatikan hal-hal

yang berkenaan dengan perkembangan anak. Diharapkan orang tua, guru dan

masyarakat menyadari betapa bermanfaatnya implikasi model pembelajaran

tematik pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

16

You might also like