Professional Documents
Culture Documents
I.1. Pendahuluan
Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur,
komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat
dideskripsi secara megaskopis di lapangan.
Contoh batuan-batuan tersebut adalah:
1. Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi
2. Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping,
batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain
3. Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain
Jadi mineralogi optis atau petrografi adalah suatu metode yang sangat mendasar
yang berfungsi untuk mendukung analisis data geologi.
Untuk dapat melakukan pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat
yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu berhubungan dengan teknik pembacaan
data yang dilakukan melalui lensa yang mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil
polarisasi obyek tersebut selanjutnya dikirim melalui lensa obyektif dan lensa
okuler ke mata (pengamat).
Gambar I.1. Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis besar
(sumber ZEISS, 1961).
1
Gambar I.2. Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi trilokuler secara garis besar
(sumber ZEISS, 1961). Lampu terpisah dari mikroskup.
Sinar lampu dipantulkan melalui cermin (mirror) lalu dilanjutkan ke lensa polarizer.
Sinar menembus obyek yang diletakkan di atas meja obyektif. Sinar membawa data
dari obyek (sayatan tipis) dikirimkan ke lensa obyektif, ditangkap oleh okuler dan
diterima mata.
Gambar I.3. Mikroskup digital dengan layar video; data pengamatan sayatan tipis
dikirim ke layar LCD dan dapat disimpan di dalam hard disk.
2
Gambar I.4. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain
(kiri) dan mikroskup polarisasi standar yang kini tersimpan di
laboratorium Geologi ISTA (kanan).
Yaitu lensa dengan perbesaran yang biasanya mencapai 10x. Lensa ini berhubungan
langsung dengan mata saat mengamati sayatan tipis batuan di bawah mikroskup.
Dalam lansa ini terdapat benangsilang yang dapat membantu menentukan posisi
utara-selatan (U-S) dan timur-barat (T-B). Benang silang juga sering digunakan
untuk mengetahui sudut pemadaman suatu mineral, apakah miring atau tegak lurus.
Perbesaran dari obyek sayatan tipis di atas meja obyektif (gambar samping)
dihasilkan dari perbesaran okuler dan lensa obyektif (gambar bawah). Contoh: jika
sayatan tipis dilihat dengan menggunakan lensa obyektif dengan perbesaran tertulis
4X, dan okuler 10X, maka memiliki perbesaran total 40X.
3
Lensa okuler lensa obyektif
Gambar I.5. Lensa okuler dan lensa obyektif yang terdapat dalam mikroskup
polarisasi.
4
Gambar I.7. Prisma nikol, lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup
polarisasi.
5
• Centering dilakukan dengan memutar scroll (screws), centring 90o berada
di bawah tube.
• Setelah posisinya centering, sayatan tipis diletakkan di atas meja obyektif,
agar tidak bergeser-geser maka dapat dijepit dengan kedua penjepit.
• Meja obyektif dapat dinaik-turunkan sesuai dengan kebutuhan dan posisi
sentringnya
• Kini, mikroskop modern telah dilengkapi monitor LCD
Pembacaan akan dapat dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan benang
silang kanan-kiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang yang lain
sejajar dengan arah lain dari meja obyektif tetapi berlawanan dengan center-nya.
Benang
silang
Gambar I.8. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup
polarisasi.
6
• Pembentuk yang pertama digunakan untuk perbesaran rendah, sedangkan
yang terakhir untuk perbesaran yang lebih tinggi.
• Cermin ini berfungsi mengumpulkan sinar lampu dengan aperture yang
menyudut pada sekitar 40o.
• Untuk perbesaran yang lebih besar dan dengan menggunakan sinar
konvergen, maka menggunakan sinar konvergen
• Penggunaan cermin terutama untuk efisinsi penggunaan mikroskop.
• Ketika menggunakan sinar datang yang sejajar sebagai ordinary daylight,
maka sinar tersebut direfleksikan dari cermin dengan intensitas yang rendah,
yang datang bersamaan dengan focal point.
• Jika sumber sinar dekat dengan instrument, focal-length-nya besar, dan
sebaliknya
7
• Digunakan sebagai mikroskop kecil bersama-sama dengan okuler untuk
memperbesar gambaran interference
• Terutama digunakan untuk mengetahui warna birefringence, sehingga dapat
diketahui ketebalan sayatannya
• Pada penggunaan alat ini, juga dilengkapi dengan tabel warna interference
(Gambar I.9).
(k) Mikrometer
• Berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang sempit, contoh:
diameter mineral.
• Terletak di atas meja obyektif.
8
• Pada pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam ratusan mm.
• Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa ratus
mm dalam suatu divisi kristal.
• Agar familier dalam penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri
mikrometer tersebut
Adjustment screw
9
I.3.1. Tip Menggunakan Mikroskop Polarisasi
• Pada mineral tak-berwarna (ct. kuarsa), sebaiknya mengurangi
pencahayaannya, dan memperhatikan adanya rongga atau inklusi.
• Rongga / inklusi memiliki kenampakan yang hampir sama
• Sebaiknya menjaga betul-betul agar lensa dan nikol dapat awet dan
meningkat efisiensinya.
• Jangan membiarkan lensa mikroskop terkena sinar matahari langsung dan /
uap radiator.
• Lensa harus dijaga agar terbebas dari debu. Lensa obyektif jangan sampai
bersinggungan dengan cover glass, karena akan tergores
Latihan Soal
Gambarkan penggunaan alat ini
Tentukan bagian-bagiannya dan fungsi masing-masing
Letakkan sehelai rambut di atas meja obyektif dan amati secara fokus
struktur dan tekstur rambut tersebut
10
BAB II. Identifikasi Mineral pada Pengamatan Nikol
Sejajar
II.1. Relief
Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat / besarnya
pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar yang
dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka
makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan
erat dengan sifat indek biasnya; Ngelas < Nobyek. Relief kadang-kadang juga
diimplikasikan oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah memenuhi
standarisasi, tentunya memiliki relief yang standar juga, sehingga besarnya tertentu.
Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi mineral yang
satu dengan yang lain. Suatu batuan yang tersusun atas berbagai macam mineral
yang berbeda, masing-masing mineral tersebut tentunya memiliki sifat optis yang
berbeda pula. Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang tinggi, sedang
atau rendah (Gambar II.1). Pada prinsipnya; kaca / air / udara memiliki indeks bias
sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Namun, suatu
mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah dibandingkan kaca / air / udara,
sehingga reliefnya lebih tinggi.
Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral dengan indeks bias yang
dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada balsam memantulkan seluruh sinar yang
menembusnya. Mineral menyerap sebagian sinar dan memantulkannya sebagian.
Makin tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga reliefnya
makin rendah.
11
relief tinggi
relief rendah
Gambar II.1. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah
(bawah) yang diamati pada posisi nikol sejajar
II.2. Pleokroisme
Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar mengikuti sistem
kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal setelah
diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun nikol sejajar.
Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang berbeda dari vibrasi sinar yang
parallel terhadap sumbu vertikal dan sumbu dasar. Mineral biaksial: trichroic, 3
perubahan warna berhubungan dengan 3 sumbu elastisitas utama. Ct: horenblende
pleokrois kuat dan piroksen tak-pleokrois
12
Pleokroisme biotit berwarna coklat kekuningan Orde 1
Gambar II.2. Gambar atas: warna interferensi biotit sejajar sumbu C dan gambar
bawah: pleokroismenya pada sudut putaran 90O
Px: subhedral
Px: subhedral
Px: euhedral
Px: anhedral
Gambar II.3. Gambar atas: bentuk kristal subhedral pada piroksen dan anhedral
pada horenblenda dan gambar bawah: bentuk kristal euhedral,
subhedral dan anhedral pada mineral piroksen (HBL: horenblenda
dan Px: piroksen).
14
II.4. Bentuk mineral
Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal. Bentuk mineral adalah
bentuk secara fisik, seperti takteratur (irregular), memanjang, prismatik, fibrous,
membulat dan lain-lain (Gambar II.4). bentuk-bentuk mineral tersebut tidak
berhubungan dengan tingkat kristalisasinya. Bentuk mineral secara sempurna dapat
mengikuti bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat digunakan sebagai
parameter tingkat kristalisasi.
acicular
anhedral/irregular
bladed
blocky
elongate
euhedral
fibrous
prismatic
rounded
tabular
II.5. Belahan
Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem kristalnya juga. Pada
umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu sistem kristal tertentu,
sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri dibentuk /
dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi susunan atom-
atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatannya. Hal itu
berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral mengalami benturan /
terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah mengikuti arah belahannya.
Belahan lebih mudah diamati pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa mineral juga
dapat diamati pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral dapat diamati
15
di bawah mikroskup, sebagai contoh adalah kuarsa dan olivin (Gambar II.5). Tetapi,
sebenarnya keduanya memiliki pecahan yang jelas. Kuarsa, secara megaskopis
memiliki pecahan konkoidal (seperti kaca) akibat bentuk kristalnya yang
bipiramidal, namun di bawah mikroskup belahan konkoidal-bipiramidal sulit dapat
diamati. Olivin kadang-kadang menunjukkan belahan dua arah miring, namun
karena bentuknya yang membotol, jadi sulit diamati juga di bawah mikroskup.
Gambar II.5. Gambar atas: Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak
jelas) atau tanpa belahan: olivin; gambar bawah: Contoh mineral
kuarsa tanpa belahan
Ct:
o belahan jelas 1 arah: kelompok mika
o belahan jelas 2 arah: piroksen dan amfibol
16
o mineral dengan sudut belahan 2 arah membentuk perpotongan
dengan sudut 60°/120°: amfibol / horenblende (Gambar II.6 atas) dan mineral
dengan sudut belahan dua arah membentuk sudut 90° piroksen (Gambar II.6
bawah)
90O
120°
60°
miring
90O
Tugas Latihan:
1. Sebutkan sifat-sifat optis meineral!
2. Apa hubungan antara sifat optis mineral dengan sistem kristal?
3. Merangkum macam-macam mineral dengan sifat-sifat optisnya; sumber data
bebas, boleh dari internet atau text book. Tugas wajib: komponen mineral-
mineral dalam deret reaksi Bowen.
17
4. BAB III. Identifikasi Mineral Pada Posisi Nikol
Silang
Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal sumbu C,
yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat optis mineral yang
diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence (interference ganda), twinning
(kembaran): tipe kembaran dan arah orientasinya dan sudut gelapan: sejajar / miring
pada sudut berapa.
Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam sayatan tipis,
interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat dalam sayatan tipis 0,03
mm. Ct. warna interference kuarsa terrendah berada pada orde pertama putih (abu-
abu) atau mendekati warna kuning orde I. Warna interference dapat dilihat dari
posisi horizontal sayatan. Setelah warna interference diketahui, pengamatan
dilanjutkan melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF).
Dari posisi birefringence, dengan meluruskan ke bawah melalui garis diagonal ke
perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal atau tidak
dari 0,03 mm. Orde warna interference dan birefringence menggunakan tabel warna
Michel-Levy (Gambar III.1).
Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar maximum (warna
orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada pada sudut pemadaman
45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan) untuk menguji ketebalan
sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada tabel sifat-sifat mineral (Bloss,
1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964; Rogers and Kerr, 1942) yang disertai
dengan perubahan antara indeks refraksi tertinggi dan terrendahnya.
Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat ini. Jika obyek
memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi pada keping gelas
dasarnya, beberapa partikel harus disusun ulang hingga berorientasi baru, yaitu
dengan membuka cover glass dan mineral didorong secara horizontal. Birefringence
secara relatif sama pada setiap kelompok (kelas) mineral yang sama, ct. piroksen,
amfibol dan plagioklas. Indeks refraksi dan warna mungkin berbeda di antara satu
kelompok mineral, namun warna BF-nya hampir sama.
18
Gambar III.1. Diagram Michel-Levy untuk mengetahui orde warna BF pada
mineral; yaitu warna interferene maksimum yang dapat dilihat
setelah lensa Bertrand (keping/prisma gips) dipasang
19
Gambar III.2. Warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa
Bertrand (keping/prisma gips) dipasang
20
Sifat BF juga bertujuan untuk mengetahui sifat anisotropi mineral.
Latihan:
Posisikan kristal anisotropi pada:
D = 100 nm (abu-abu orde 1); sudut pemadaman 45o
Jika indek bias keping gipsum sejajar indek bias kristal, maka terjadi
PENJUMLAHAN
Sinar yang sejajar terhadap indek bias keping gipsum tertanam
dalam keping gipsum pada 100 nm dan lebih jauh tertanam oleh keping
gipsum 550 nm ---- tebal gips digambarkan pada grafik horizontal (bawah)
dalam diagram Michel-Levy (Gambar III.1)
100 + 550 = 650 nm
Tentukan warna mineral (pada tabel warna interference)
Yaitu Original 1o abu-abu menjadi 2o biru (Gambar III.3)
Gambar III.3. Contoh warna birefringence kuarsa pada sudut pemadaman diputar
45o
21
setelah didapatkan warna BF 1, lalu putar meja obyektif dan kristal pada sudut 90 o
® Ngyp || nxl (D masih = 100 nm)
Ngyp || nxl ® PENGURANGAN
Sinar kristal yang parallel terhadap Ngyp dimajukan oleh gips
100nm dan dihambat oleh keping gypsum 550mm ® maka kristal
berada pada 450nm di belakang
Warna BF menjadi 1o orange
Gambar III.4. Contoh warna birefringence kuarsa pada posisi sudut pemadaman
mineral 90o
22
Latihan:
Deskripsikan warna BF mineral-mineral dalam sayatan tipis di bawah:
Yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat pertumbuhan bersama kristal saat
pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi yang dibentuk oleh orientasi pertumbuhan
kristalografi. Sifat ini dapat diamati pada posisi pengamatan nikol silang.
Berhubungan dengan sifat pemadamannya.
Bentuk Kembaran berhubungan dengan bentuk simetri dari dua atau lebih bagian-
bagian (bayangan kembar, sumbu rotasi). Macam-macam kembaran:
1) Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum “fish-
tail”, 102 dan 108
2) Rotasi dengan memutar meja obyektif (biasanya 180o) memiliki bentuk
kembaran sumbu: normal parallel. Ct: kembaran carlsbad, model 103
3) Inversi (kembaran ke pusat)
Kembaran Multiple (> 2 segmen memiliki kesamaan sifat optis yang
terulang)
23
Kembaran Cyclic - kembaran berulang yang bidang-bidang
kembarannya tidak parallel; ct: kembaran polisintetik Albite pada
plagioklas (Gambar III.6).
Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral adalah:
• Kembaran Albit: terbentuk oleh pertumbuhan bersama feldspar plagioklas
dengan sistem kristal: Triclinic; merupakan kembaran yang umum dijumpai
pada plagioklas pada 010
24
Posisi nikol silang diputar 90o
25
Gambar III.8. Kembaran sederhana pada Clinopyroxene (augite) posisi {100}
Gambar III.9. Kembarran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada
Plagioklas
26
atas, dan mineral terlihat gelap. Pada putaran posisi 45°, komponen maximum dari
sinar cepat dan sinar lambat mampu dirubah menjadi vibrasi pada polarizer atas.
Hanya perubahan warna interference saja yang menjadi lebih terang atau lebih
gelap saja, warna sebenarnya tidak berubah.
Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan dengan mudah
dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda, plagioklas. Sudut
pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan mineral dan kedudukan
vibrasi mineral. Nilai sudut pemadaman masing-masing mineral bervariasi
mengikuti arah orientasi butirannya.
Tipe Pemadaman
Pemadaman Parallel; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau
sumbu panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut
pemadaman (EA) = 0°; contoh:
Orthopiroksen dan Biotite
Pemadaman Miring; mineral gelap ketika belahan membentuk sudut
dengan benang silang, (EA) > 0° ; contoh:
Klinopiroksen dan Horenblenda
Pemadaman Simetri; mineral menunjukkan belahan 2 arah atau dua
perbedaan muka kristal---- memungkinkan untuk mengukur dua sudut
gelapan antara masing-masing belahan atau muka dan kedudukan vibrasi.
Jika 2 sudut sama maka akan dijumpai pemadaman simetri, (EA1 = EA2);
contoh:
Amfibol dan Kalsit
Tanpa belahan: mineral yang tidak memanjang atau tidak memperlihatkan
belahan yang mencolok, akan memberikan pemadaman setiap diputar 90°,
tetapi tidak dapat diukur sudut pemadamannya; contoh:
Kuarsa dan olivin
a. Pemadaman Paralel
• semua mineral uniaxial menunjukkan pemadaman parallel
• mineral-mineral orthorhombik menunjukkan pemadaman parallel (hal itu
karena sumbu kristal dan sumbu indicatrik serupa)
27
c
Z
c=Z
nε
nω
a=X
b=Y
b
Y
a
Pemadaman paralel X
Pemadaman miring
Gambar III.10. Ilustrasi pemadaman paralel (kiri) dan pemadaman miring (kanan)
Pemadaman orthopiroksen
X
PPL
N
28
Sudut
pemadaman
Gambar III.11. Contoh mineral dengan pemadaman paralel pada ortopiroksen (atas)
dan pemadaman miring pada klinopiroksen (bawah)
29
BAB IV. Pengambilan Contoh Batuan
Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi dan
sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar. Ciri-ciri batuan
yang segar adalah:
• Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit dan
diorit berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputih-putihan,
kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna segar
dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang bintik-bintik
hijau, putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih dengan butiran-
butiran transparan; warna lapuk putih terang agak kecoklatan hingga
kekuningan. Batugamping dolomit warna segar abu-abu kemerahan cerah
dengan pecahan tajam dan sangat keras; warna lapuk abu-abu kekuningan-
kecoklatan (merah bata) dengan pecahan tumpul dan mudah hancur.
• Jika dipukul berbunyi “cling”; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi
“bug” atau “blug”; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang
segar sangat keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcing-runcing
tajam, tetapi batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih)
mengembang sehingga ukurannya menjadi lebih besar.
• Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak
dijumpai rekahan-rekahan baik akibat deformasi saat pembekuan,
pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan
yang betul-betul masif (tak-terdeformasi).
30
Gambar IV.1. Contoh singkapan yang direkomendasikan untuk pengambilan
contoh batuan; yaitu pada lokasi penambangan (quarry)
31
Gambar IV.2. Contoh singkapan yang tidak direkomendasikan untuk
pengambilan contoh batuan
IV.2. Pemilihan Contoh Batuan
32
Gambar IV.3. Contoh batuan yang diambil dari inti bor; yaitu pada bagian yang
paling segar (dilingkari), bukan pada bagian yang ditunjuk pena
Gambar IV.4. Contoh diorit yang direkomendasikan untuk penyayatan (segar dan
masif)
IV.3. Preparasi Batuan
Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no lokasi
pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh yang
ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi tanda
khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung yang
lain.
33
Gambar IV.5. Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x10x2,5 cm,
pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.
Gambar IV.6. Contoh diorit yang telah disayat berukuran 4x2,5x0,003 cm dan
dipoles selanjutnya ditempelkan di atas gelas obyek, dan ditutup
dengan gelas penutup (deg glass). Sayatan siap untuk dianalisis.
Tugas: Membuat sayatan tipis batuan; dibagi menjadi 3 kelompok: batuan beku,
sedimen dan metamorf !
34
BAB V. Petrografi Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma. Karena
hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi
mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi,
sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.
35
Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma tergantung
dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari limpahan
unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang mencapai
hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) maka disebut
sebagai oksida, SiO2 adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat
ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 di dalamnya (Tabel V.1).
Basaltik-
intrusi dangkal Dasit - Riodasit Andesit
andesitik
Busur magmatik Riolitik Andesitik Basaltik
Vulkanik:
Dengan Belakang busur Trakitik Trakitik Basalt trakitik
Tatanan
tektonik Mid oceanic
- - Lava basalt
ridges
Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah pada
wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona
pemekaran lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya
gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino)
lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik
(intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan
tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun
alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.
37
Gambar V.2. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik;
sumber IUGS classification)
38
Gambar V.3. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi
kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10%
(sumber IUGS classification)
39
Gambar V.4. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas
kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber
IUGS classification)
Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun suatu
batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-sama.
Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti
horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat hadir
sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.
Gambar V.5. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-
masing mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan
komposisi mineral plagioklas berdiameter >1 mm (gambar atas) dan
granit (gambar bawah) dengan komposisi kuarsa dan ortoklas
anhedral dengan diameter >1 mm
41
rongga
rongga
rongga
rongga
rongga
rongga
42
V.4. Tekstur Batuan Beku
Tabel V.3. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan
ekstrusi dan pada batuan vulkanik
Jenis batuan
Intrusi dalam Intrusi dangkal dan
Batuan Vulkanik
(plutonik) Ekstrusi
Tekstur
Fabrik Equigranular Inequigranular Inequigranular
Subhedral-
Bentuk kristal Euhedral-anhedral Subhedral-anhedral
anhedral
a) Tekstur trakitik
• Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya
orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
• Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
• Gambar V.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G.
Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol
silang
43
Gambar V.7. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria).
Arah orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping
tekstur trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan
fenokris plagioklas dan piroksen orto.
b) Tekstur Intersertal
• Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar
kristal plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa
dasar gelas interstitial.
Gambar V.8. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan
gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit
c) Tekstur Porfiritik
• Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang
dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
44
• Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
• Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk
tekstur glomeroporphyritic.
Gambar V.9. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan
fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang
tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular piroksen
berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin
porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin
(ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular
dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)
d) Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun
secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar V.10). Jika
plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka
membentuk tekstur subofitic (Gambar V.11). Dalam suatu batuan yang sama
kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.
45
Gambar V.10. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi
oleh mineral olivin dan piroksen klino
Gambar V.11. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik
46
Tabel V.4. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api
yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-
mineral mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan
biotit) dan mineral-mineral felsik: K-Feldspar, kuarsa
Nama batuan
Afinitas batuan Mafik Felsik
Intrusif Ekstrusif Vulkanik
Andesit, Andesit,
Intermediet 1/3-2/3 1/3-2/3 Diorit
trakit trakit
Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu toleeit, kalk-
alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit biasanya banyak
mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin biasanya
mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit), sedangkan
batuan seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K (seperti mineral
piroksen klino). Tabel V.6 menunjukkan sifat-sifat mineral penyusun dalam seri
batuan toleeit, kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat
terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona
punggungan tengah samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik
pada busur magmatik; dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting.
Tabel V.6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral
penunjuknya
SERI MAGMATIK
NORMS
Tipe Toleeitik Tipe Kalk-alkalin Tipe Alkalin
Ortopiroksen Ortopiroksen Tanpa Ortopiroksen
Piroksen Sebagai fenokris
Sebagai fenokris Jarang
rendah Ca dan massa dasar
Magnetit Terbentuk di akhir Terbentuk di awal Bervariasi
Magnetit dan
Oksida Fe-Ti Biasanya ilmenit Bervariasi
ilmenit
Hanya berasal dari Melimpah, kecuali Dijumpai di semua
Amfibol
diferensiasi silika dari magma primitif jenis
Sifat kimia Mg > Ca (Mg untuk Ca > Mg (Ca pada Ca+Na > Mg
Ol, OPX dan CPX) augit, amfibol, (Ca+Na pd CPX,
47
amfibol, aegirin,
titanit)
dll)
MOR Ya Tidak Tidak
Busur
kepulauan/
Ya Tidak Tidak
busur
magmatik
Gunung api di
belakang
Ya Ya Ya
busur
magmatik
Tabel V.7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan
silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya
Tugas:
Kelompok I: Menyiapkan bahan untuk presentasi petrografi batuan beku didasarkan
pada hasil pengamatan sayatan tipis batuan tugas sebelumnya
48
BAB VI. Petrografi Batuan Vulkanik, Sedimen Dan
Metamorf
Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan tersusun atas
batuan gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif yang tersebar
dari Sabang sampai Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya menunjukkan aktivitas
eksplosifnya sejak 100 tahun terakhir. Di samping itu, batuan gunung api berumur
Tersier atau yang lebih tua juga samgat melimpah di permukaan, bahkan jauh lebih
banyak dari pada batuan sedimen dan metamorf.
Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme.
Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik
secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar
dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan
eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api). Sifat-sifat batuan
gunung api yang dihasilkan secara efusif telah dijelaskan pada Bab V sebelumnya,
jadi pada Bab ini membahas batuan gunung api fragmental yang dihasilkan dari
aktivitas gunung api secara eksplosif.
Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus dapat
dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff.
Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan
penyusunnya. Gambar VI.1 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.
49
Gambar VI.1. Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975;
kiri) dan Fisher (1966; kanan)
1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif,
selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas
fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk
tekstur piroklastika
plagioklas
plagioklas
Litik Litik
teralterasi teralterasi
Gambar VI.2. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan
kanan: nikol sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen
litik dan kristal dengan sifat kembaran pada hancuran plagioklas,
dan klastik litik teralterasi berukuran halus.
2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir
antara 2-64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera)
berasosiasi dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami
konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili
terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam
50
massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar VI.3 adalah
batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam
massa dasar tuf.
Gambar VI.3. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa
dan tertanam dalam massa dasar tuf halus..
Gambar VI.4. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan
glass shards yang sedikit terkompaksi.
51
Gambar VI.5. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards
yang sedikit memipih dan gelembung gelas yang telah hancur
membentuk garis-garis oval.
4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards
dan pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik
hingga pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami
deformasi akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1)
bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas /
gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal
dan fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4)
jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang
disebut fiamme (Gambar VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api
dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada
kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan
obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang
mengelilingi fragmen litik dan kristal.
a. b. c.
Gambar VI.6. a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko
utara, c. tuf terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal
VI.2. Batuan Sedimen
52
Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses sedimentasi berlangsung proses
erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk di
dalam kelompok batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas
gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari:
• Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi
butirannya
• Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya
a. Batuan sedimen klastik fragmental
• Struktur sedimen:
– Masif: tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm
– Gradasi: diameter butir fining up (menghalus ke atas(, dan gradasi
terbalik jika diameter butir coarsing up (mengasar ke atas)
– Berlapis: memiliki struktur perlapisan >2 cm
– Laminasi: perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm
– Silangsiur: struktur lapisan saling memotong dengan lapisan yang
lain, jika tebal silangsiur <2 mm disebut crosslammination
• Antidune: berlawanan arah dengan arah sedimentasi
• Dune: searah dengan sedimentasi
• Tekstur sedimen
– Hubungan antar butir (kemas): terbuka / tertutup
– Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau
sedang
– Diameter butir (dengan menggunakan parameter Wentworth grain
size analizer)
• Komposisi:
– Fragmen: litik / kristal mineral
– Matriks: lempung / lanau / pasir
– Semen: silika / karbonat / oksida besi
53
Gambar VI.8. Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang
Gambar VI.9. Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang
54
Gambar VI.11. Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (atas) dan nikol
silang (bawah)
Gambar VI.12. Foto sayatan tipis Ooid (kiri) dan ilustrasinya (kanan)
55
VI.3. Batuan Metamorf
56
Gambar VI.14. Bentuk ketidak-teraturan foliasi planar (schistosity) (Nelson, 2003)
3. Gneiss – tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, lembaran silikat menjadi
tak-stabil, mineral-mineral horenblende dan piroksen mulai tumbuh.
Mineral-mineral tersebut membentuk kumpulan gneissic banding dengan
penjajaran tegaklurus arah gaya maksimum dari differential stress (Gambar
VI.15).
57
(b) Quartzite - metamorfisme batupasir yang asalnya mengandung
kuarsa, rekristalisasi dan pertumbuhan kuarsa menghasilkan batuan non-
foliasi yang disebut kuarsit.
b) Tekstur Batuan
58
lebih halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik
tidak tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-
mineral tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh:
blastomylonit dalam gniss granitik.
59
Gambar VI.20. Tekstur schistose pada batuan metamorf
6. Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.
60
Tugas: Kelompok II dan III Menyiapkan bahan presentasi dari Tugas sebelumnya
DAFTAR BACAAN WAJIB
61
1. William, et al, Petrography
2. Craig and Vaughan, Ore Microscopy & Ore Petrography
3. Ramdohr, Ore Minerals and Their Intergrowths
4. http://www.wwnorton.com/college/geo/egeo/flash/3_2.s
wf
5. http://met.open.ac.uk/vms/dualviewj.html
62