You are on page 1of 62

BAB I.

Pengenalan Mikroskup Polarisasi

I.1. Pendahuluan
Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur,
komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat
dideskripsi secara megaskopis di lapangan.
Contoh batuan-batuan tersebut adalah:
1. Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi
2. Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping,
batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain
3. Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain

Jadi mineralogi optis atau petrografi adalah suatu metode yang sangat mendasar
yang berfungsi untuk mendukung analisis data geologi.

Untuk dapat melakukan pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat
yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu berhubungan dengan teknik pembacaan
data yang dilakukan melalui lensa yang mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil
polarisasi obyek tersebut selanjutnya dikirim melalui lensa obyektif dan lensa
okuler ke mata (pengamat).

Ada beberapa jenis mikroskop polarisasi, yaitu mikroskop terpolarisasi binokuler


(Gambar I.1) dan trilokuler (Gambar I.2), baik non-digital maupun yang digital
(Gambar I.3-4).

Gambar I.1. Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis besar
(sumber ZEISS, 1961).

1
Gambar I.2. Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi trilokuler secara garis besar
(sumber ZEISS, 1961). Lampu terpisah dari mikroskup.

Sinar lampu dipantulkan melalui cermin (mirror) lalu dilanjutkan ke lensa polarizer.
Sinar menembus obyek yang diletakkan di atas meja obyektif. Sinar membawa data
dari obyek (sayatan tipis) dikirimkan ke lensa obyektif, ditangkap oleh okuler dan
diterima mata.

Gambar I.3. Mikroskup digital dengan layar video; data pengamatan sayatan tipis
dikirim ke layar LCD dan dapat disimpan di dalam hard disk.

2
Gambar I.4. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain
(kiri) dan mikroskup polarisasi standar yang kini tersimpan di
laboratorium Geologi ISTA (kanan).

I.2. Bagian-bagian dari Mikroskup Polarisasi


(a) Lensa Ocular (eye piece; Gambar I.5)

Yaitu lensa dengan perbesaran yang biasanya mencapai 10x. Lensa ini berhubungan
langsung dengan mata saat mengamati sayatan tipis batuan di bawah mikroskup.
Dalam lansa ini terdapat benangsilang yang dapat membantu menentukan posisi
utara-selatan (U-S) dan timur-barat (T-B). Benang silang juga sering digunakan
untuk mengetahui sudut pemadaman suatu mineral, apakah miring atau tegak lurus.
Perbesaran dari obyek sayatan tipis di atas meja obyektif (gambar samping)
dihasilkan dari perbesaran okuler dan lensa obyektif (gambar bawah). Contoh: jika
sayatan tipis dilihat dengan menggunakan lensa obyektif dengan perbesaran tertulis
4X, dan okuler 10X, maka memiliki perbesaran total 40X.

3
Lensa okuler lensa obyektif

Gambar I.5. Lensa okuler dan lensa obyektif yang terdapat dalam mikroskup
polarisasi.

(b) Prisma Nikol (Gambar I.7)


Jika polarizer dipindahkan dari mikroskop dan sinar direfleksikan dari permukaan
ke bidang horizontal, maka bidang terpolarisasi menjadi gelap jika diputar ke
kanan. Biotit yang disayat memotong belahannya memiliki absorpsi terbaik jika
bidang belahan sejajar dengan bidang vibrasi terpolarisasi. Pada posisi ini mineral
menjadi gelap maksimum. Vibrasi gelapan juga dijumpai pada mineral Tourmaline
yang diputar ke kanan dari sumbu C. Kedudukan normal dari vibrasi sinar yang
melalui prisma (sinar ekstra-ordinary) dijumpai maksimum pada kanada balsam.
Prisma nikol digunakan untuk melakukan pengamatan pada posisi nikol silang
(Gambar 1.6)

Gambar I.6. Penggunaan Prisma Nikol untuk Pengamatan Nikol Silang

4
Gambar I.7. Prisma nikol, lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup
polarisasi.

(c) Lensa lampu konvergen


• Mikroskop dioperasikan pada sinar lampu yang searah dengan tube dan
obyek
• Lensa konvergen menangkap sinar tersebut secara maksimal dan
melanjutkannya melalui tube ke lensa polarizer
• Sinar tersebut membawa data dari obyek yang selanjutnya dikirimkan ke
lensa obyektif dan ditangkap oleh lensa okuler
• Yaitu dengan menaikkan nikol bagian bawah yang terletak di bawah meja
obyektif, sehingga:
• Permukaan polarizer dapat menyentuh gelas preparat

(d) Meja obyektif (meja putar)


• Meja obyektif berbentuk melingkar atau kotak ---- kebanyakan bulat
• Meja ini terletak di atas polarizer dan di bawah lensa obyektif
• Merupakan tempat meletakkan sayatan tipis untuk diamati
• Pada meja dilengkapi dengan sekala besaran (mikrometer) yang melintang
meja dan koordinat sumbu hingga 360O
• Bagian pusat meja harus satu garis dengan pusat optis dari tube.

5
• Centering dilakukan dengan memutar scroll (screws), centring 90o berada
di bawah tube.
• Setelah posisinya centering, sayatan tipis diletakkan di atas meja obyektif,
agar tidak bergeser-geser maka dapat dijepit dengan kedua penjepit.
• Meja obyektif dapat dinaik-turunkan sesuai dengan kebutuhan dan posisi
sentringnya
• Kini, mikroskop modern telah dilengkapi monitor LCD

(e) Benang Silang (Cross Hair)


• Benang silang (Gambar I.8) berada pada lensa okular, satu benang
melintang ke kanan-kiri dan benang yang lain melintang ke atas dan ke
bawah.
• Berfungsi untuk mengetahui kedudukan koordinat bidang sumbu mineral,
atau sudut interfacial kristall.
• Meja obyektif harus berkedudukan centered dengan perpotongan benang
silang, jika tidak centered maka benang silang tidak akan terlihat.

Pembacaan akan dapat dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan benang
silang kanan-kiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang yang lain
sejajar dengan arah lain dari meja obyektif tetapi berlawanan dengan center-nya.

Benang
silang

Gambar I.8. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup
polarisasi.

(f) Cermin Pantul (The Mirror)


• Cermin pantul berfungsi untuk mengirimkan sinar dari lampu ke sumber
obyek
• Berbentuk bidang datar pada sisi belakang dan cekung pada sisi depan

6
• Pembentuk yang pertama digunakan untuk perbesaran rendah, sedangkan
yang terakhir untuk perbesaran yang lebih tinggi.
• Cermin ini berfungsi mengumpulkan sinar lampu dengan aperture yang
menyudut pada sekitar 40o.
• Untuk perbesaran yang lebih besar dan dengan menggunakan sinar
konvergen, maka menggunakan sinar konvergen
• Penggunaan cermin terutama untuk efisinsi penggunaan mikroskop.
• Ketika menggunakan sinar datang yang sejajar sebagai ordinary daylight,
maka sinar tersebut direfleksikan dari cermin dengan intensitas yang rendah,
yang datang bersamaan dengan focal point.
• Jika sumber sinar dekat dengan instrument, focal-length-nya besar, dan
sebaliknya

(g) Lensa Obyektif


• Diklasifikaskan berdasarkan nilai perbesarannya.
• Untuk obyektif yang memiliki power rendah, maka focal length-nya di atas
13 mm dan perbesarannya kurang dari 15 x; untuk power menengah focal
length antara 12- 5 mm dan perbesarannya 40 x; dan power tinggi focal
length kurang dari 4,5 mm dan perbesarannya mencapai 40 x.
• Lensa obyektif yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 dan 7 mm
• Dalam satu sayatan tipis sering terdiri atas suatu seri bidang yang saling
menumpang, dan hanya salah satunya saja yang dapat diamati.
• Dalam lens obyektif low-power, dapat dilihat obyek yang menumpang
bidang yang berbeda lainnya, tetapi dengan lensa high-power hal itu tidak
mungkin dilakukan.
• Tingkat kecerahan (brightness) dari image akan meningkat jika hitungan
aperturenya dapat diketahui dalam luasan pesegi.

(h) Resolving Power


• Bagian dari mikroskop yang berfungsi untuk pengaturan ketelitian alat.
• Dengan meningkatkan resolving power untuk mempertajam obyek
pengamatan maka dapat mengurangi masa pemakaian alat.
• Dalam praktik petrografis, dibutuhkan ketelitian maksimal sehingga sifat
terkecil pun terdeteksi.
• Mata hanya mampu membedakan 250 garis dalam 1 inci
• Ketika dua titik berpindah dari posisi 6.876x dari mata, maka yang terlihat
hanya satu titik.
• Dengan bantuan resolving power dan okuler, mata mampu membedakan
pleurosigma angulatum sebanyak 50.000 garis .

(i) Lensa Bertrand (Keping Gipsum)


• Berada pada center dari microscope di atas analyzer yang melintas masuk /
keluar tube

7
• Digunakan sebagai mikroskop kecil bersama-sama dengan okuler untuk
memperbesar gambaran interference
• Terutama digunakan untuk mengetahui warna birefringence, sehingga dapat
diketahui ketebalan sayatannya
• Pada penggunaan alat ini, juga dilengkapi dengan tabel warna interference
(Gambar I.9).

Gambar I.9. Tabel warna interference yang digunakan bersama-sama dengan


keping gips untuk mengetahui warna birefringence.

(j) Lensa Ocular


• Disebut juga dengan lensa okuler Huygens
• Terdiri dari dua lensa simple plane-convex
• Terletak berhadapan langsung dengan mata.
• Lensa bagian atas berupa lensa mata dan lensa bagian bawah berfungsi
untuk mengumpulkan data.
• Focal length dari lensa mata adalah 1/3-nya dari lensa pengumpul (field
length).
• Sinar sinar ini yang menyebabkan kelelahan pada mata saat pengamatan.
• Pada okuler juga dijumpai benang silang, berbentuk jaring laba-laba dan
mengikatkan tali tersebut pada perutnya.

(k) Mikrometer
• Berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang sempit, contoh:
diameter mineral.
• Terletak di atas meja obyektif.

8
• Pada pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam ratusan mm.
• Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa ratus
mm dalam suatu divisi kristal.
• Agar familier dalam penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri
mikrometer tersebut

(l) Adjustment Screws


• Adjustment screw berfungsi untuk mengatur (bagian dalam 2) dan
menghaluskannya (bagian luar 1) kefokusan lensa okuler dan obyektif
• Metodenya yaitu dengan memutar ke kanan untuk memperbesar dan ke kiri
untuk memperkecil.
• Terletak pada gagang mikroskop (tube)
• Akurasi kerja Adjustment screw mencapai 0,001 mm.

Adjustment screw

I.3. Penggunaan Mikroskup


Pencahayaan mikroskop sangat baik jika berasal dari arah utara; jika tidak mampu
dari timur. Jangan menggunakan sinar matahari langsung. Meja (bangku) harus
kuat, dan pengamat harus nyaman menggunakannya. Mikroskop harus terletak tepat
di depan pengamat, kedua tangan leluasa mengoperasikannya. Jangan menutup
mata sebelah, mata yang tidak dipakai untuk mengamati dibiarkan terbuka, agar
tidak jereng atau mudah lelah. Pencahayaan harus cukup mampu menerangi
pengamatan paralel nikol dan silang nikol.

Agar mata tidak sakit, praktikan disarankan memfokuskan pengamatan dengan


menaikkan power, dari pada menurunkannya --- agar dapat menghindari kalau-
kalau lensa menyentuh preparat dan memcahkannya
Tempatkan pandangan (mata) setinggi dengan okuler, perlambatkan dalam memutar
screw jika jarak obyektif dan preparat sangat dekat.
Lakukan pengamatan hanya jika obyek pengamatan benar-benar telah fokus.

9
I.3.1. Tip Menggunakan Mikroskop Polarisasi
• Pada mineral tak-berwarna (ct. kuarsa), sebaiknya mengurangi
pencahayaannya, dan memperhatikan adanya rongga atau inklusi.
• Rongga / inklusi memiliki kenampakan yang hampir sama
• Sebaiknya menjaga betul-betul agar lensa dan nikol dapat awet dan
meningkat efisiensinya.
• Jangan membiarkan lensa mikroskop terkena sinar matahari langsung dan /
uap radiator.
• Lensa harus dijaga agar terbebas dari debu. Lensa obyektif jangan sampai
bersinggungan dengan cover glass, karena akan tergores

Latihan Soal
 Gambarkan penggunaan alat ini
 Tentukan bagian-bagiannya dan fungsi masing-masing
 Letakkan sehelai rambut di atas meja obyektif dan amati secara fokus
struktur dan tekstur rambut tersebut

10
BAB II. Identifikasi Mineral pada Pengamatan Nikol
Sejajar

Setiap mineral memiliki sistem kristalnya masing-masing: isometrik (sumbu a =


sumbu b = sumbu c; <α = <β = <γ ); rhombik (sumbu a ≠ sumbu b ≠ sumbu c;
<α ≠ <β ≠ <γ ); triklin; monoklin; tetragonal, heksagonal dan lain-lain. Setiap
sistem kristal memiliki sumbu kristal, walaupun sudut yang dibentuk oleh masing-
masing sumbu kristal antara sistem kristal yang satu terhadap yang lain berbeda.
Untuk itulah setiap mineral memiliki sifat optis tertentu, yang dapat diamati pada
posisi sejajar atau diagonal terhadap sumbu panjangnya (sumbu c). Pengamatan
mikroskopis yang dilakukan pada posisi sejajar sumbu panjang disebut pengamatan
pada nikol sejajar.

II.1. Relief

Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat / besarnya
pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar yang
dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka
makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan
erat dengan sifat indek biasnya; Ngelas < Nobyek. Relief kadang-kadang juga
diimplikasikan oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah memenuhi
standarisasi, tentunya memiliki relief yang standar juga, sehingga besarnya tertentu.

Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi mineral yang
satu dengan yang lain. Suatu batuan yang tersusun atas berbagai macam mineral
yang berbeda, masing-masing mineral tersebut tentunya memiliki sifat optis yang
berbeda pula. Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang tinggi, sedang
atau rendah (Gambar II.1). Pada prinsipnya; kaca / air / udara memiliki indeks bias
sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Namun, suatu
mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah dibandingkan kaca / air / udara,
sehingga reliefnya lebih tinggi.

Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral dengan indeks bias yang
dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada balsam memantulkan seluruh sinar yang
menembusnya. Mineral menyerap sebagian sinar dan memantulkannya sebagian.
Makin tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga reliefnya
makin rendah.

11
relief tinggi

relief rendah

Gambar II.1. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah
(bawah) yang diamati pada posisi nikol sejajar

II.2. Pleokroisme
Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar mengikuti sistem
kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal setelah
diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun nikol sejajar.

Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang berbeda dari vibrasi sinar yang
parallel terhadap sumbu vertikal dan sumbu dasar. Mineral biaksial: trichroic, 3
perubahan warna berhubungan dengan 3 sumbu elastisitas utama. Ct: horenblende
pleokrois kuat dan piroksen tak-pleokrois

12
Pleokroisme biotit berwarna coklat kekuningan Orde 1

Pleokroisme biotit berwarna coklat gelap Orde I

Gambar II.2. Gambar atas: warna interferensi biotit sejajar sumbu C dan gambar
bawah: pleokroismenya pada sudut putaran 90O

II.3. Bentuk Kristal


Bentuk kristal adalah bentuk suatu kristal mineral mengikuti pertumbuhan / tata
aturan pertumbuhan kristal. Bentuk kristal yang ideal pasti mengikuti susunan atom
dan pertumbuhan atom-atom tersebut, atau dapat pula mengikuti arah belahannya.
Sebagian besar mineral yang terbentuk oleh proses pembekuan magma di luar,
menunjukkan bentuk kristal yang tidak sempurna, karena pembekuannya /
pengkristalisasiannya sangat cepat sehingga bentuknya kurang sempurna, begitu
pula sebaliknya. Jadi, bentuk kristal dapat digunakan sebagai parameter untuk
13
mengetahui tingkat kristalisasi mineral secara umum. Namun, mineral yang
berukuran besar bukan berarti tingkat kristalisasinya sempurna. Sebagai contoh
adalah mineral-mineral penyusun batuan gunung api yang terkristalisasi dengan
cepat dapat tumbuh membentuk mineral dalam diameter yang besar, tetapi bentuk
kristalnya anhedral membentuk fenokris dalam batuan bertekstur porfiritik.
Dalam pendeskripsiannya, bentuk kristal ditentukan dari orientasi tepian
mineralnya. Bentuk kristal yang tidak beraturan pada seluruh sisinya disebut
anhedral; jika sebagian sisi kristal yang tidak beraturan disebut subhedral; dan jika
seluruh sisi kristal beraturan disebut euhedral (Gambar II.3).

Px: subhedral

Px: subhedral

Px: euhedral
Px: anhedral

Gambar II.3. Gambar atas: bentuk kristal subhedral pada piroksen dan anhedral
pada horenblenda dan gambar bawah: bentuk kristal euhedral,
subhedral dan anhedral pada mineral piroksen (HBL: horenblenda
dan Px: piroksen).

14
II.4. Bentuk mineral

Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal. Bentuk mineral adalah
bentuk secara fisik, seperti takteratur (irregular), memanjang, prismatik, fibrous,
membulat dan lain-lain (Gambar II.4). bentuk-bentuk mineral tersebut tidak
berhubungan dengan tingkat kristalisasinya. Bentuk mineral secara sempurna dapat
mengikuti bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat digunakan sebagai
parameter tingkat kristalisasi.

acicular

anhedral/irregular

bladed

blocky

elongate

euhedral

fibrous

prismatic

rounded
tabular

Gambar II.4. Gambar atas: bentuk-bentuk mineral blocky, irregular; gambar


bawah: bentuk mineral euhedral

II.5. Belahan

Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem kristalnya juga. Pada
umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu sistem kristal tertentu,
sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri dibentuk /
dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi susunan atom-
atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatannya. Hal itu
berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral mengalami benturan /
terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah mengikuti arah belahannya.

Belahan lebih mudah diamati pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa mineral juga
dapat diamati pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral dapat diamati
15
di bawah mikroskup, sebagai contoh adalah kuarsa dan olivin (Gambar II.5). Tetapi,
sebenarnya keduanya memiliki pecahan yang jelas. Kuarsa, secara megaskopis
memiliki pecahan konkoidal (seperti kaca) akibat bentuk kristalnya yang
bipiramidal, namun di bawah mikroskup belahan konkoidal-bipiramidal sulit dapat
diamati. Olivin kadang-kadang menunjukkan belahan dua arah miring, namun
karena bentuknya yang membotol, jadi sulit diamati juga di bawah mikroskup.

Gambar II.5. Gambar atas: Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak
jelas) atau tanpa belahan: olivin; gambar bawah: Contoh mineral
kuarsa tanpa belahan

Ct:
o belahan jelas 1 arah: kelompok mika
o belahan jelas 2 arah: piroksen dan amfibol

16
o mineral dengan sudut belahan 2 arah membentuk perpotongan
dengan sudut 60°/120°: amfibol / horenblende (Gambar II.6 atas) dan mineral
dengan sudut belahan dua arah membentuk sudut 90° piroksen (Gambar II.6
bawah)

90O
120°
60°
miring

Belahan jelas pada 2 arah

90O

Belahan kurang jelas pada 2 arah


Gambar II.6. Gambar atas: belahan jelas pada dua arah miring; gambar bawah:
belahan kurang jelas pada dua arah dengan sudut 90O

Tugas Latihan:
1. Sebutkan sifat-sifat optis meineral!
2. Apa hubungan antara sifat optis mineral dengan sistem kristal?
3. Merangkum macam-macam mineral dengan sifat-sifat optisnya; sumber data
bebas, boleh dari internet atau text book. Tugas wajib: komponen mineral-
mineral dalam deret reaksi Bowen.

17
4. BAB III. Identifikasi Mineral Pada Posisi Nikol
Silang
Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal sumbu C,
yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat optis mineral yang
diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence (interference ganda), twinning
(kembaran): tipe kembaran dan arah orientasinya dan sudut gelapan: sejajar / miring
pada sudut berapa.

III.1. Sifat Birefringence (BF)

Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam sayatan tipis,
interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat dalam sayatan tipis 0,03
mm. Ct. warna interference kuarsa terrendah berada pada orde pertama putih (abu-
abu) atau mendekati warna kuning orde I. Warna interference dapat dilihat dari
posisi horizontal sayatan. Setelah warna interference diketahui, pengamatan
dilanjutkan melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF).
Dari posisi birefringence, dengan meluruskan ke bawah melalui garis diagonal ke
perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal atau tidak
dari 0,03 mm. Orde warna interference dan birefringence menggunakan tabel warna
Michel-Levy (Gambar III.1).

Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar maximum (warna
orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada pada sudut pemadaman
45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan) untuk menguji ketebalan
sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada tabel sifat-sifat mineral (Bloss,
1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964; Rogers and Kerr, 1942) yang disertai
dengan perubahan antara indeks refraksi tertinggi dan terrendahnya.

Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat ini. Jika obyek
memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi pada keping gelas
dasarnya, beberapa partikel harus disusun ulang hingga berorientasi baru, yaitu
dengan membuka cover glass dan mineral didorong secara horizontal. Birefringence
secara relatif sama pada setiap kelompok (kelas) mineral yang sama, ct. piroksen,
amfibol dan plagioklas. Indeks refraksi dan warna mungkin berbeda di antara satu
kelompok mineral, namun warna BF-nya hampir sama.

BF dapat diamati di bawah mikroskup dengan memasang lensa Bertrand (keping


gipsum). Lensa Bertrand keberadaannya sering terpisah dari mikroskop. Lensa ini
dapat dilepaskan. Sifat BF dapat diamati pada posisi nikol silang, yaitu dengan
memasang lensa Bertrand pada posisinya (yaitu di atas analyzer). Perubahan warna
yang dihasilkan biasanya ditentukan oleh warna reliefnya dan ketebalan sayatannya
Jika reliefnya rendah (tidak berwarna) maka memiliki sifat BF tinggi. Kanada
balsam memiliki sifat BF tertinggi hitam.

18
Gambar III.1. Diagram Michel-Levy untuk mengetahui orde warna BF pada
mineral; yaitu warna interferene maksimum yang dapat dilihat
setelah lensa Bertrand (keping/prisma gips) dipasang

19
Gambar III.2. Warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa
Bertrand (keping/prisma gips) dipasang

20
Sifat BF juga bertujuan untuk mengetahui sifat anisotropi mineral.

Latihan:
Posisikan kristal anisotropi pada:
D = 100 nm (abu-abu orde 1); sudut pemadaman 45o
Jika indek bias keping gipsum sejajar indek bias kristal, maka terjadi
PENJUMLAHAN
 Sinar yang sejajar terhadap indek bias keping gipsum tertanam
dalam keping gipsum pada 100 nm dan lebih jauh tertanam oleh keping
gipsum 550 nm ---- tebal gips digambarkan pada grafik horizontal (bawah)
dalam diagram Michel-Levy (Gambar III.1)
 100 + 550 = 650 nm
 Tentukan warna mineral (pada tabel warna interference)
 Yaitu Original 1o abu-abu menjadi 2o biru (Gambar III.3)

Nikol silang sebelum Gips dipasang setelah Gips dipasang

Gambar III.3. Contoh warna birefringence kuarsa pada sudut pemadaman diputar
45o

21
setelah didapatkan warna BF 1, lalu putar meja obyektif dan kristal pada sudut 90 o
® Ngyp || nxl (D masih = 100 nm)
Ngyp || nxl ® PENGURANGAN
 Sinar kristal yang parallel terhadap Ngyp dimajukan oleh gips
100nm dan dihambat oleh keping gypsum 550mm ® maka kristal
berada pada 450nm di belakang
 Warna BF menjadi 1o orange

Gambar III.4. Contoh warna birefringence kuarsa pada posisi sudut pemadaman
mineral 90o

22
Latihan:
Deskripsikan warna BF mineral-mineral dalam sayatan tipis di bawah:

Gambar III.5. Warna birefringence plagioklas pada berbagai kedudukan sudut


pemadalam dalam suatu sayatan tipis

III.2. Sifat Kembaran (Twinning)

Yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat pertumbuhan bersama kristal saat
pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi yang dibentuk oleh orientasi pertumbuhan
kristalografi. Sifat ini dapat diamati pada posisi pengamatan nikol silang.
Berhubungan dengan sifat pemadamannya.

Bentuk Kembaran berhubungan dengan bentuk simetri dari dua atau lebih bagian-
bagian (bayangan kembar, sumbu rotasi). Macam-macam kembaran:
1) Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum “fish-
tail”, 102 dan 108
2) Rotasi dengan memutar meja obyektif (biasanya 180o) memiliki bentuk
kembaran sumbu: normal parallel. Ct: kembaran carlsbad, model 103
3) Inversi (kembaran ke pusat)
 Kembaran Multiple (> 2 segmen memiliki kesamaan sifat optis yang
terulang)

23
 Kembaran Cyclic - kembaran berulang yang bidang-bidang
kembarannya tidak parallel; ct: kembaran polisintetik Albite pada
plagioklas (Gambar III.6).
Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral adalah:
• Kembaran Albit: terbentuk oleh pertumbuhan bersama feldspar plagioklas
dengan sistem kristal: Triclinic; merupakan kembaran yang umum dijumpai
pada plagioklas pada 010

Posisi nikol silang diputar 45o

24
Posisi nikol silang diputar 90o

Gambar III.6. Kembaran Polisintetik Albit pada Plagioklas

• Kembran polisintetis juga dapat diamati dalam pengamatan


megaskopis pada Chrysoberryl dan Aragonit membentuk kembaran cyclic
(Gambar III.7)

Gambar III.7. Kembaran polisintetik cyclic pada Chrysoberryl dan Aragonit

• Kembaran sederhana, contoh pada piroksen posisi {100}

25
Gambar III.8. Kembaran sederhana pada Clinopyroxene (augite) posisi {100}

Mineral-mineral prismatik panjang biasanya memiliki kembaran, sebagai contoh


adalah plagioklas dan klinopiroksen. Kembaran yang umum dijumpai pada
Plagioklas:
• Sederhana Carlsbad pada (010)
• Polysynthetic albite pada (010)
• Pericline pada (101)

Gambar III.9. Kembarran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada
Plagioklas

III.3. Sifat Gelapan (Extinction)

Adalah fungsi hubungan orientasi indikatrik dan orientasi kristalografik. Mineral


anisotropik menunjukkan gelapan pada posisi nikol silang dengan rotasi tiap 90O.
Gelapan muncul ketika kedudukan salah satu vibrasi sejajar polarizer bawah.
Dampaknya adalah seluruh sinar datang ditahan oleh polarizer atas sehingga tidak
membentuk getaran. Seluruh sinar yang melalui mineral terserap pada polarizer

26
atas, dan mineral terlihat gelap. Pada putaran posisi 45°, komponen maximum dari
sinar cepat dan sinar lambat mampu dirubah menjadi vibrasi pada polarizer atas.
Hanya perubahan warna interference saja yang menjadi lebih terang atau lebih
gelap saja, warna sebenarnya tidak berubah.

Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan dengan mudah
dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda, plagioklas. Sudut
pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan mineral dan kedudukan
vibrasi mineral. Nilai sudut pemadaman masing-masing mineral bervariasi
mengikuti arah orientasi butirannya.

Tipe Pemadaman
 Pemadaman Parallel; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau
sumbu panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut
pemadaman (EA) = 0°; contoh:
 Orthopiroksen dan Biotite
 Pemadaman Miring; mineral gelap ketika belahan membentuk sudut
dengan benang silang, (EA) > 0° ; contoh:
 Klinopiroksen dan Horenblenda
 Pemadaman Simetri; mineral menunjukkan belahan 2 arah atau dua
perbedaan muka kristal---- memungkinkan untuk mengukur dua sudut
gelapan antara masing-masing belahan atau muka dan kedudukan vibrasi.
Jika 2 sudut sama maka akan dijumpai pemadaman simetri, (EA1 = EA2);
contoh:
 Amfibol dan Kalsit
 Tanpa belahan: mineral yang tidak memanjang atau tidak memperlihatkan
belahan yang mencolok, akan memberikan pemadaman setiap diputar 90°,
tetapi tidak dapat diukur sudut pemadamannya; contoh:
 Kuarsa dan olivin

a. Pemadaman Paralel
• semua mineral uniaxial menunjukkan pemadaman parallel
• mineral-mineral orthorhombik menunjukkan pemadaman parallel (hal itu
karena sumbu kristal dan sumbu indicatrik serupa)

b. Sudut Pemadaman Miring


• Mineral-mineral Monoclinic dan Triclinic memiliki sumbu indikatrik yang
tidak serupa dengan subu kristalnya ---- memiliki pemadaman miring
• sudut pemadaman dapat membantu memerikan nama mineralnya

27
c
Z
c=Z


a=X
b=Y
b
Y

a
Pemadaman paralel X
Pemadaman miring
Gambar III.10. Ilustrasi pemadaman paralel (kiri) dan pemadaman miring (kanan)
Pemadaman orthopiroksen

X
PPL
N

28
Sudut
pemadaman

Klinopiroksen Pemadaman Klinopiroksen

Gambar III.11. Contoh mineral dengan pemadaman paralel pada ortopiroksen (atas)
dan pemadaman miring pada klinopiroksen (bawah)

Tugas Latihan: Menyusun Diagram Identifikasi Mineral dalam Batuan Beku,


contoh:

29
BAB IV. Pengambilan Contoh Batuan

IV.1. Teknik Pengambilan Contoh Batuan

Keberhasilan pembuatan sayatan tipis ditentukan oleh benar-tidaknya prosedur


pengambilan contoh di lapangan dan teknik preparasinya. Pembuatan sayatan tipis
juga harus mengikuti petunjuk si pengamat. Apa tujuan pengamatan sayatan tipis,
apakah ditujukan untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi batuan
(eksplorasi kandungan mineral tertentu), tingkat sifat deformasi batuan atau ada
tujuan yang lain. Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara si pengambil,
pemotong / penyayat dan pengamat.

Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi dan
sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar. Ciri-ciri batuan
yang segar adalah:

• Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit dan
diorit berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputih-putihan,
kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna segar
dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang bintik-bintik
hijau, putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih dengan butiran-
butiran transparan; warna lapuk putih terang agak kecoklatan hingga
kekuningan. Batugamping dolomit warna segar abu-abu kemerahan cerah
dengan pecahan tajam dan sangat keras; warna lapuk abu-abu kekuningan-
kecoklatan (merah bata) dengan pecahan tumpul dan mudah hancur.
• Jika dipukul berbunyi “cling”; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi
“bug” atau “blug”; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang
segar sangat keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcing-runcing
tajam, tetapi batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih)
mengembang sehingga ukurannya menjadi lebih besar.
• Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak
dijumpai rekahan-rekahan baik akibat deformasi saat pembekuan,
pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan
yang betul-betul masif (tak-terdeformasi).

Singkapan batuan yang dapat direkomendasikan untuk lokasi pengambilan contoh


batuan yang ditujukan untuk pengamatan sayatan tipis tersebut adalah:
• Pada singkapan tanpa deformasi; kalau sekiranya tidak dapat dihindari,
maka diusahakan pada singkapan yang paling bebas dari deformasi.
• Pada singkapan yang telah diledakkan (quarry): akan banyak dijumpai
batuan yang sangat segar, karena bagian yang lapuk telah dibersihkan pada
saat penggalian (Gambar IV.1).
• Mencari batuan yang segar juga dapat dilakukan pada tebing-tebing dan
badan sungai / jalan, terutama pada musim kemarau.

30
Gambar IV.1. Contoh singkapan yang direkomendasikan untuk pengambilan
contoh batuan; yaitu pada lokasi penambangan (quarry)

Singkapan batuan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan


adalah:
• Singkapan dengan struktur geologi, seperti sesar, kekar dan lipatan
(Gambar IV.2.kanan); kecuali jika pengamatan ditujukan untuk
mikrotektonik. Jika pengamatan sayatan tipis batuan ditujukan untuk
mikrotektonik, maka contoh harus ditandai arah pengambilannya (N …. O E)
dan arah pemotongan yang diinginkan
• Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan
yang paling masif; kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk
mengetahui tingkat pelapukan.
• Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya (Gambar IV.2 kiri);
kecuali jika telah jelas dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar.
Saran: lakukan pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang sedang
digali

31
Gambar IV.2. Contoh singkapan yang tidak direkomendasikan untuk
pengambilan contoh batuan
IV.2. Pemilihan Contoh Batuan

Pengambilan contoh batuan juga dapat dilakukan pada inti bor:


1. Pilih batuan yang paling segar
2. Jangan mengambil bagian kontak (ditunjuk pena), karena ada kemungkinan
mengandung fragmen lain (batuan yang lebih tua atau lebih muda) dan
biasanya tidak segar

32
Gambar IV.3. Contoh batuan yang diambil dari inti bor; yaitu pada bagian yang
paling segar (dilingkari), bukan pada bagian yang ditunjuk pena

Sifat contoh batuan yang dapat disayat untuk analisis petrografi:


• Contoh betul-betul segar
• Besarnya setangan (segenggam)
• Setelah contoh diambil, sesegera mungkin agar dikirim ke lab
praparasi sayatan tipis

Gambar IV.4. Contoh diorit yang direkomendasikan untuk penyayatan (segar dan
masif)
IV.3. Preparasi Batuan

Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no lokasi
pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh yang
ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi tanda
khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung yang
lain.

Contoh selanjutnya dibawa ke bengkel untuk dilakukan pemotongan, penyayatan


dan preparasi selanjutnya seperti yang dapat dilihat pada Gambar IV.5 dan IV.6.

33
Gambar IV.5. Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x10x2,5 cm,
pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.

Gambar IV.6. Contoh diorit yang telah disayat berukuran 4x2,5x0,003 cm dan
dipoles selanjutnya ditempelkan di atas gelas obyek, dan ditutup
dengan gelas penutup (deg glass). Sayatan siap untuk dianalisis.

Tugas: Membuat sayatan tipis batuan; dibagi menjadi 3 kelompok: batuan beku,
sedimen dan metamorf !

34
BAB V. Petrografi Batuan Beku

V.1. Klasifikasi Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma. Karena
hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi
mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi,
sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.

Didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku dikelompokkan menjadi


dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif (lava). Pembekuan batuan
beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan beku
ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari
kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock
(korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar V.1). Karena
pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun
atas mineral-mineral yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan
dengan batuan beku ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi
dalam (plutonik), seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak
membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal
seperti korok gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya
memiliki tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.

Gambar V.1. Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith,


stock, sill dan dike

35
Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma tergantung
dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari limpahan
unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang mencapai
hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) maka disebut
sebagai oksida, SiO2 adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat
ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 di dalamnya (Tabel V.1).

Tabel V.1. Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003)

Tipe Batuan Batuan Kandungan


Komposisi Kimia Suhu Kekentalan
Magma Vulkanik Plutonik Gas
SiO2 45-55 %: Fe,
1000 - 1200
Basaltic Basalt Gabbro Mg, Ca tinggi, o Rendah Rendah
C
K dan Na rendah
SiO2 55-65 %, Fe,
Andesitic Andesit Diorit Mg, Ca, Na, K 800 - 1000 oC Intermediat Intermediat
sedang
SiO2 65-75 %, Fe,
Rhyolitic Rhyolit Granit Mg, Ca rendah, 650 - 800 oC Tinggi Tinggi
K dan Na tinggi

Menurut keterdapatannya, berdasarkan tatanan tektonik dan posisi pembekuannya


(Tabel V.2), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan intrusi plutonik (dalam)
berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi dangkal yaitu dasit, andesit, basaltik
andesitik, riolit, dan batuan gunung api (ekstrusi yaitu riolit, lava andesit, lava basal.

Tabel V.2. Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya.

Keterdapatannya Asam Intermediet Basa

Plutonik (intrusi) Granit, Syenit Diorit Gabro

Basaltik-
intrusi dangkal Dasit - Riodasit Andesit
andesitik
Busur magmatik Riolitik Andesitik Basaltik
Vulkanik:
Dengan Belakang busur Trakitik Trakitik Basalt trakitik
Tatanan
tektonik Mid oceanic
- - Lava basalt
ridges

Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan menjadi


tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara umum,
limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen. Hanya
mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu kristalisasi yang
relatif sama yang dapat hadir bersama-sama (sebagai mineral asosiasi; Tabel V.3)
36
Tabel V.3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral
penyusun dalam batuan beku

V.2. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya

(a) Kelompok batuan beku intrusi plutonik

1) Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit

Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah pada
wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona
pemekaran lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya
gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino)
lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik
(intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan
tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun
alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.

Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan


didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa
dan ultra basa (Gambar V.2). Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas
lebih dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi
kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin
ultra basa (Gambar V.2 bawah). batuan beku basa terdiri atas anorthosit, gabro,
olivin gabro, troktolit (Gambar V.2. atas). Batuan ultra basa terdiri atas dunit,
peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar V.2 bawah).

37
Gambar V.2. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik;
sumber IUGS classification)

2) Batuan beku asam - intermediet

Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan tektonik


kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika. Kelompok
batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam tiga
kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid) dan
batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa kuarzolit,
granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit,
monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar V.3). Jika dalam
batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung
mineral foid, begitu pula sebaliknya.

38
Gambar V.3. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi
kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10%
(sumber IUGS classification)

(b) Kelompok batuan beku luar


Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang tersingkap di
Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di sepanjang busur
vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur
gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat dikelompokkan sebagai
batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis dicirikan oleh tekstur halus
(afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api. Didasarkan atas kandungan
mineralnya, kelompok batuan ini dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu
kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit
(Gambar V.4).

39
Gambar V.4. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas
kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber
IUGS classification)

Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun suatu
batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-sama.
Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti
horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat hadir
sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.

Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena


komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan
kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas
intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan
piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang
mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersama-
sama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.

V.3. Struktur Batuan Beku


40
• Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya
gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava;
Ct: granit, diorit, gabro dan inti andesit
• Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak
teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal,
terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
• Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur;
dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas
intermediet-asam.
• Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh
mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik
trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit

Gambar V.5. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-
masing mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan
komposisi mineral plagioklas berdiameter >1 mm (gambar atas) dan
granit (gambar bawah) dengan komposisi kuarsa dan ortoklas
anhedral dengan diameter >1 mm

41
rongga

rongga

rongga

rongga

rongga

rongga

Gambar V.6. Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas


keluarnya gas saat pembekuan yang sangat cepat. Contoh pada
andesit basaltik porfirik pada posisi nikol sejajar (atas) dan nikol
silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris plagioklas berdiameter
>1 mm dan piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan tertanam
dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen)
dan rongga tak beraturan berdiameter <1 mm

42
V.4. Tekstur Batuan Beku

Tektur batuan menggambarkan bentuk, ukuran dan susunan mineral di dalam


batuan. Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses
kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi
dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku ekstrusi
atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku dalam
cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral (Tabel
V.4.)

Tabel V.3. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan
ekstrusi dan pada batuan vulkanik

Jenis batuan
Intrusi dalam Intrusi dangkal dan
Batuan Vulkanik
(plutonik) Ekstrusi
Tekstur
Fabrik Equigranular Inequigranular Inequigranular
Subhedral-
Bentuk kristal Euhedral-anhedral Subhedral-anhedral
anhedral

Ukuran kristal Kasar (> 4 mm) Halus-sedang Halus-kasar

Porfiritik-poikilitik Porfiritik: intermediet-


- basa
Tekstur khusus Ofitik-subofitik
Vitroverik-Porfiritik:
Pilotaksitik Asam-intermediet
Derajad Hipokristalin Hipokristalin
Holokristalin
Kristalisasi Holokristalin Holokristalin
Zoning pada
plagioklas, tumbuh
bersama antara
Tekstur khusus - Perthit-perlitik
mineral mafik dan
plagioklas dan
intersertal

a) Tekstur trakitik
• Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya
orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
• Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
• Gambar V.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G.
Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol
silang

43
Gambar V.7. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria).
Arah orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping
tekstur trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan
fenokris plagioklas dan piroksen orto.

b) Tekstur Intersertal
• Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar
kristal plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa
dasar gelas interstitial.

Gambar V.8. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan
gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit

c) Tekstur Porfiritik
• Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang
dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
44
• Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
• Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk
tekstur glomeroporphyritic.

Gambar V.9. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan
fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang
tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular piroksen
berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin
porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin
(ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular
dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)

d) Tekstur Ofitik

Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun
secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar V.10). Jika
plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka
membentuk tekstur subofitic (Gambar V.11). Dalam suatu batuan yang sama
kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.

Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular


menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam
batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke
subofitic dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan
proses nukleasi kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak
dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika
pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara
plagioclase menjadi gelas membentuk tekstur intersertal.

45
Gambar V.10. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi
oleh mineral olivin dan piroksen klino

Gambar V.11. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik

V.5. Komposisi Mineral pada Batuan Beku

Komposisi mineral pada batuan beku ditentukan dari komposisi kimiawinya.


Didasarkan atas komposisi mineral mafik dan felsik yang terkandung di dalamnya,
batuan beku dapat dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu asam, intermediet dan
basa. Batuan beku asam tersusun atas mineral felsik lebih dari 2/3 bagian; batuan
beku intermediet tersusun atas mineral mafik dan felsik secara berimbang yaitu
felsik dan mafik 1/3 hingga 2/3 secara proporsional; dan batuan beku basa tersusun
atas mineral mafik lebih dari 2/3 bagian (Tabel V.4).

46
Tabel V.4. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api
yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-
mineral mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan
biotit) dan mineral-mineral felsik: K-Feldspar, kuarsa

Nama batuan
Afinitas batuan Mafik Felsik
Intrusif Ekstrusif Vulkanik

Asam <1/3 >2/3 Gabro, diabas Basalt Basalt

Andesit, Andesit,
Intermediet 1/3-2/3 1/3-2/3 Diorit
trakit trakit

Basa >2/3 <1/3 Granit, syenit Riolit, trakit Riolit, trakit

Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu toleeit, kalk-
alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit biasanya banyak
mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin biasanya
mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit), sedangkan
batuan seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K (seperti mineral
piroksen klino). Tabel V.6 menunjukkan sifat-sifat mineral penyusun dalam seri
batuan toleeit, kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat
terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona
punggungan tengah samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik
pada busur magmatik; dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting.

Tabel V.6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral
penunjuknya

SERI MAGMATIK
NORMS
Tipe Toleeitik Tipe Kalk-alkalin Tipe Alkalin
Ortopiroksen Ortopiroksen Tanpa Ortopiroksen
Piroksen Sebagai fenokris
Sebagai fenokris Jarang
rendah Ca dan massa dasar
Magnetit Terbentuk di akhir Terbentuk di awal Bervariasi
Magnetit dan
Oksida Fe-Ti Biasanya ilmenit Bervariasi
ilmenit
Hanya berasal dari Melimpah, kecuali Dijumpai di semua
Amfibol
diferensiasi silika dari magma primitif jenis
Sifat kimia Mg > Ca (Mg untuk Ca > Mg (Ca pada Ca+Na > Mg
Ol, OPX dan CPX) augit, amfibol, (Ca+Na pd CPX,
47
amfibol, aegirin,
titanit)
dll)
MOR Ya Tidak Tidak
Busur
kepulauan/
Ya Tidak Tidak
busur
magmatik
Gunung api di
belakang
Ya Ya Ya
busur
magmatik

Tabel V.7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan
silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya

SiO2 Tipe magma Nama batuan seri Tatanan tektoniknya


(%) gunung api
< 50 Basa / mafik Basal Mid oceanic ridge basalt
50-65 Intermediet / Andesit Busur kepulauan dan busur
menengah magmatik dangkal
65-70 Asam / felsik Dasit Busur magmatik: lempeng benua
rendah Si dengan dapur magma tengah (B)
>70 Asam / felsik Riolit Busur magmatik: segregasi pada
kaya Si lempeng benua dengan dapur
magma dalam (A)

Tugas:
Kelompok I: Menyiapkan bahan untuk presentasi petrografi batuan beku didasarkan
pada hasil pengamatan sayatan tipis batuan tugas sebelumnya

48
BAB VI. Petrografi Batuan Vulkanik, Sedimen Dan
Metamorf

VI.1. Batuan Vulkanik

Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan tersusun atas
batuan gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif yang tersebar
dari Sabang sampai Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya menunjukkan aktivitas
eksplosifnya sejak 100 tahun terakhir. Di samping itu, batuan gunung api berumur
Tersier atau yang lebih tua juga samgat melimpah di permukaan, bahkan jauh lebih
banyak dari pada batuan sedimen dan metamorf.

Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra


(pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom dan blok
gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan
jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan
seruakan piroklastika. Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan
komponen utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi. Mekanisme
transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan
kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah
lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979).
Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi
magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan,
aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan
dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat
tertransportasi.

Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme.
Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik
secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar
dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan
eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api). Sifat-sifat batuan
gunung api yang dihasilkan secara efusif telah dijelaskan pada Bab V sebelumnya,
jadi pada Bab ini membahas batuan gunung api fragmental yang dihasilkan dari
aktivitas gunung api secara eksplosif.

Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus dapat
dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff.
Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan
penyusunnya. Gambar VI.1 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.

49
Gambar VI.1. Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975;
kiri) dan Fisher (1966; kanan)

Contoh batuan gunungapi

1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif,
selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas
fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk
tekstur piroklastika

plagioklas
plagioklas
Litik Litik
teralterasi teralterasi

Gambar VI.2. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan
kanan: nikol sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen
litik dan kristal dengan sifat kembaran pada hancuran plagioklas,
dan klastik litik teralterasi berukuran halus.

2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir
antara 2-64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera)
berasosiasi dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami
konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili
terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam
50
massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar VI.3 adalah
batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam
massa dasar tuf.

Gambar VI.3. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa
dan tertanam dalam massa dasar tuf halus..

3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards,


dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam
rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang
berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur
simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding
gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak
terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan (Gambar VI.4).

Gambar VI.4. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan
glass shards yang sedikit terkompaksi.

51
Gambar VI.5. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards
yang sedikit memipih dan gelembung gelas yang telah hancur
membentuk garis-garis oval.

4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards
dan pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik
hingga pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami
deformasi akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1)
bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas /
gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal
dan fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4)
jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang
disebut fiamme (Gambar VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api
dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada
kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan
obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang
mengelilingi fragmen litik dan kristal.

a. b. c.
Gambar VI.6. a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko
utara, c. tuf terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal
VI.2. Batuan Sedimen
52
Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses sedimentasi berlangsung proses
erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk di
dalam kelompok batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas
gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari:
• Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi
butirannya
• Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya
a. Batuan sedimen klastik fragmental
• Struktur sedimen:
– Masif: tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm
– Gradasi: diameter butir fining up (menghalus ke atas(, dan gradasi
terbalik jika diameter butir coarsing up (mengasar ke atas)
– Berlapis: memiliki struktur perlapisan >2 cm
– Laminasi: perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm
– Silangsiur: struktur lapisan saling memotong dengan lapisan yang
lain, jika tebal silangsiur <2 mm disebut crosslammination
• Antidune: berlawanan arah dengan arah sedimentasi
• Dune: searah dengan sedimentasi
• Tekstur sedimen
– Hubungan antar butir (kemas): terbuka / tertutup
– Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau
sedang
– Diameter butir (dengan menggunakan parameter Wentworth grain
size analizer)
• Komposisi:
– Fragmen: litik / kristal mineral
– Matriks: lempung / lanau / pasir
– Semen: silika / karbonat / oksida besi

Gambar VI.7. Klasifikasi batuansedimen (Dott, 1964 dan Raymond, 1995)

CONTOH SAYATAN TIPIS BATUAN SEDIMEN (Gambar VI.8-11)

53
Gambar VI.8. Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang

Gambar VI.9. Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang

Gambar VI.10. Foto sayatan tipis batugamping pada nikol silang

54
Gambar VI.11. Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (atas) dan nikol
silang (bawah)

Gambar VI.12. Foto sayatan tipis Ooid (kiri) dan ilustrasinya (kanan)

55
VI.3. Batuan Metamorf

IV.3.1 Sifat Umum Batuan Metamorf

Batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfisme. Kata "Metamorfisme"


berasal dari bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah, Morph = bentuk, jadi
metamorfisme berarti berubah bentuk. Dalam geologi, hal itu mengacu pada
perubahan susunan / kumpulan dan tekstur mineral, yang dihasilkan dari perbedaan
tekanan dan suhu pada suatu tubuh batuan.
• Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk dalam batuan
sedimen, namun proses ubahan tersebut berlangsung pada suhu di bawah
200oC dan tekanan di bawah 300 MPa (MPa: Mega Pascals) atau sekitar
3000 atm.
• Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa
atau lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut jika
berada pada kedalaman yang sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya
pusat subduksi atau kolisi.
Pertanyaannya adalah: mungkinkah batas atas metamorfisme tersebut terjadi pada
tekanan dan suhu yang sama dengan proses lelehan batuan (wet partial melting).
Saat pelelehan terjadi, justru proses ubahan yang terjadi adalah pembentukan batuan
beku ketimbang metamorfik.

a. Batuan dalam Derajad Metamorfisme

1. Serpih – terbentuk pada derajad metamorfik rendah, ditandai dengan


pembentukan mineral klorit dan lempung. Orientasi lembaran silikat
menyebabkan batuan mudah hancur di sepanjang bidang parallel yang
disebut belahan menyerpih (slatey cleavage), slatey cleavage berkembang
pada sudut perlapisan asal (Gambar VI.13).

Gambar VI.13. Foliasi menyerpih pada tingkat metamorfisme rendah (Nelson,


2003)
2. Sekis – makin tinggi derajad metamorfisme makin besar mineral yang
terbentuk. Pada tahap ini terbentuk foliasi planar dari orientasi lembaran
silikat (biasanya biotit dan muskovit). Butiran-butiran kuarsa dan feldspar
tidak menunjukkan penjajaran; ketidak-teraturan foliasi planar ini disebut
schistosity (Gambar VI.14).

56
Gambar VI.14. Bentuk ketidak-teraturan foliasi planar (schistosity) (Nelson, 2003)
3. Gneiss – tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, lembaran silikat menjadi
tak-stabil, mineral-mineral horenblende dan piroksen mulai tumbuh.
Mineral-mineral tersebut membentuk kumpulan gneissic banding dengan
penjajaran tegaklurus arah gaya maksimum dari differential stress (Gambar
VI.15).

Gambar VI.15. Mineral-mineral dengan tekstur gneissic banding, orientasi mineral


tegak lurus dengan arah gaya maksimum (Nelson, 2003)
4. Granulite – adalah metamorfisme tingkat tertinggi, semua mineral hydrous
dan lembaran silikat menjadi tidak stabil sehingga muncul penjajaran
beberapa mineral. Batuan yang terbentuk menghasilkan tekstur granulitik
yang sama dengan tekstur faneritik pada batuan beku.

e. Metamorfisme Basal dan Gabbro


(a) Greenschist - Olivin, piroksen, dan plagioklas dalam basal berubah
menjadi amfibol dan klorit (hijau).
(b) Amphibolite – pada metamorfisme tingkat menengah, hanya mineral
gelap (amfibol dan plagioklas saja yang bertahan), batuannya disebut
amfibolit.
(c) Granulite – pada tingkat metamorfisme tinggi, amfibol digantikan
oleh piroksen dan garnet, tekstur foliasi berubah menjadi tekstur granulitik.

f. Metamorfisme Batugamping dan Batupasir

(a) Marmer – tidak menunjukkan foliasi

57
(b) Quartzite - metamorfisme batupasir yang asalnya mengandung
kuarsa, rekristalisasi dan pertumbuhan kuarsa menghasilkan batuan non-
foliasi yang disebut kuarsit.

VI.3.2. Teknik Pemerian Batuan Metamorf secara Petrografi


a) Struktur Batuan
1. Foliasi: struktur pemipihan akibat pembebanan
2. Non foliasi: tanpa adanya pemipihan

b) Tekstur Batuan

1. Tekstur Poikiloblastik: sama seperti porfiroblastik, namun dicirikan


oleh adanya inklusi mineral asing berukuran halus. Gambar VI.16 adalah
tektur poikiloblastik; warna orange tourmalin dan abu-abu K-feldspar,
mineral berukuran halus adalah butiran-butiran kuarsa dan muscovit.
Biasanya berada pada sekis mika-tourmalin.

Gambar VI.16. Tekstur poikiloblastik pada batuan metamorf

2. Tekstur Porfiroblastik: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh


adanya mineral berukuran besar dalam matriks / massa dasar berukuran
lebih halus. Sering berada pada sekis mika-garnet.

Gambar VI.17. Tekstur porfiroblastik pada batuan metamorf


3. Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh
adanya kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam massa dasar mineral yang

58
lebih halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik
tidak tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-
mineral tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh:
blastomylonit dalam gniss granitik.

Gambar VI.18. Tekstur porfiroklastik pada batuan metamorf


4. Retrogradasi eklogit: tekstur batuan metamorf yang dibentuk oleh
adanya mineral amfibol (biasanya horenblende) yang berreaksi dengan
mineral lain. Dalam Gambar VI.19 adalah retrogradasi klinopirosen
amfibole pada sisi kanan atas.

Gambar VI.19. Tekstur retrogradasi eklogit pada batuan metamorf

5. Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat, atau terdapat penjajaran butiran,


terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir kasar.

59
Gambar VI.20. Tekstur schistose pada batuan metamorf
6. Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.

Gambar VI.21. Tekstur phylitik pada batuan metamorf


7. Tekstur Granoblastik: massive, tak-terfoliasi, tekstur equigranular dalam
batuan metamorf.

Gambar VI.22. Tekstur granoblastik pada batuan metamorf

Tabel VI.1. adalah beberapa batuan metamorf dan sifat-sifatnya.

Tabel VI.1 Sifat-sifat batuan metamorf

60
Tugas: Kelompok II dan III Menyiapkan bahan presentasi dari Tugas sebelumnya
DAFTAR BACAAN WAJIB
61
1. William, et al, Petrography
2. Craig and Vaughan, Ore Microscopy & Ore Petrography
3. Ramdohr, Ore Minerals and Their Intergrowths
4. http://www.wwnorton.com/college/geo/egeo/flash/3_2.s
wf
5. http://met.open.ac.uk/vms/dualviewj.html

62

You might also like