You are on page 1of 12

Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama

POLA ORIENTASI MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1 Pola Orientasi Moral Anak Taman Kanak-kanak


Pada usia Taman Kanak-kanak anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan dipelajari
dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral diidentifikasikan dengan moral
position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral
yang didasari oleh cognitive motivation aspects dan affective motivation aspects. Menurut John
Dewey tahapan perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral,
conventional dan autonomous. Anak Taman Kanak-kanak secara teori berada pada fase pertama
dan kedua. Oleh sebab itu, guru diharapkan memperhatikan kedua karakteristik tahapan
perkembangan moral tersebut. Sedangkan menurut Piaget, seorang manusia dalam
perkembangan moralnya melalui tahapan heteronomous dan autonomous. Seorang guru Taman
Kanak-kanak harus memperhatikan tahapan hetero-nomous karena pada tahapan ini anak masih
sangat labil, mudah terbawa arus, dan mudah terpengaruh. Mereka sangat membutuhkan
bimbingan, proses latihan, serta pembiasaan yang terus-menerus. Moralitas anak Taman Kanak-
kanak dan perkembangannya dalam tatanan kehidupan dunia mereka dapat dilihat dari sikap dan
cara berhubungan dengan orang lain (sosialisasi), cara berpakaian dan berpenampilan, serta sikap
dan kebiasaan makan. Demikian pula, sikap dan perilaku anak dapat memperlancar hubungannya
dengan orang lain. Penanaman moral kepada anak usia Taman Kanak-kanak dapat dilakukan
dengan berbagai cara dan lebih disarankan untuk menggunakan pendekatan yang bersifat
individual, persuasif, demokratis, keteladanan, informal, dan agamis. Beberapa program yang
dapat diterapkan di Taman Kanak-kanak dalam rangka menanamkan dan mengembangkan
perilaku moral anak di antaranya dengan bercerita, bermain peran, bernyanyi, mengucapkan
sajak, dan program pembiasaan lainnya.

Kegiatan Belajar 2 Pengembangan Kemampuan Kepribadian/Moral bagi Anak Taman Kanak-


kanak
Perkembangan moral dan etika pada diri anak Taman Kanak-kanak dapat diarahkan pada
pengenalan kehidupan pribadi anak dalam kaitannya dengan orang lain. Misalnya, mengenalkan
dan menghargai perbedaan di lingkungan tempat anak hidup, mengenalkan peran gender dengan
orang lain, serta mengembangkan kesadaran anak akan hak dan tanggung jawabnya. Puncak
yang diharapkan dari tujuan pengembangan moral anak Taman Kanak-kanak adalah adanya
keterampilan afektif anak itu sendiri, yaitu keterampilan utama untuk merespon orang lain dan
pengalaman-pengalaman barunya, serta memunculkan perbedaan-perbedaan dalam kehidupan
teman disekitarnya. Hal yang bersifat substansial tentang pengembangan moral anak usia Taman
Kanak-kanak di antaranya adalah pembentukan karakter, kepribadian, dan perkembangan
sosialnya. Guru Taman Kanak-kanak harus menguasai strategi pengembangan emosional, sosial,
moral dan agama bagi anak Taman Kanak-kanak. Juga, guru Taman Kanak-kanak perlu untuk
senantiasa mengadakan penelitian tentang pengembangan dan inovasi dalam bidang pendidikan
bagi anak usia prasekolah.

MODUL 2 TAHAP PERKEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1 Tahapan Perkembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak


Ruang lingkup tahapan/pola perkembangan moral anak di antaranya adalah tahapan kejiwaan
manusia dalam menginternalisasikan nilai moral kepada dirinya sendiri, mempersonalisasikan
dan mengembangkannya dalam pembentukan pribadi yang mempunyai prinsip, serta dalam
mematuhi, melaksanakan/ menentukan pilihan, menyikapi/menilai, atau melakukan tindakan
nilai moral Menurut Piaget anak berpikir tentang moralitas dalam 2 cara/tahap, yaitu cara
heteronomous (usia 4-7 tahun ), di mana anak menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-
sifat dunia (lingkungan) yang tidak berubah dan lepas dari kendali manusia dan cara autonomous
(usia 10 tahun keatas) di mana anak sudah menyadari bahwa aturan-aturan dan hukum itu
diciptakan oleh manusia. Menurut Kohlberg, perkembangan moral anak usia prasekolah berada
pada level/tingkatan yang paling dasar, yaitu penalaran moral prakonvensional. Pada tingkatan
ini anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral. Pertimbangan moralnya didasarkan
pada akibat-akibat yang bersifat fisik dan hedonistik. Ada 4 area perkembangan yang perlu
ditingkatkan dalam kegiatan pengembangan atau pendidikan usia prasekolah, yaitu
perkembangan fisik, sosial emosional, kognitif dan bahasa.

Kegiatan Belajar 2 Perkembangan Moral Anak Indonesia


Anak Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda dengan anak di dunia
pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan moral manusia diantaranya
kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi, dan harapan yang dicita-cita oleh komunitas manusia
itu sendiri. Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah
bagaimana upaya kita sebagai seorang guru Taman Kanak-kanak agar setiap perbedaan yang
muncul dapat kita arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam
sosialisasinya. Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan multikultur kepada anak usia Taman
Kanak-kanak sesuai dengan tingkat dan pemahaman mereka.

MODUL 3 DISONANSI MORAL

Kegiatan Belajar 1 Disonansi Moral


Hakikat anak sebagai manusia pada umumnya memiliki 3 tenaga dalam, yaitu Id, Ego, dan Super
Ego yang akan memberikan pengaruh untuk melakukan berbagai kegiatan positif maupun
negatif. Sebagai guru Taman Kanak-kanak Anda harus mencermatinya agar dapat memberikan
motivasi untuk mengarahkan pada kegiatan yang positif. Pendidikan akan sangat berarti bagi
anak didik jika mampu membuahkan hasil yaitu adanya perubahan sikap dan perilaku ke arah
positif. Dalam teori penanaman moral dan etika, dikenal adanya istilah Disonansi Moral yang
berarti gema, atau echo yang ada pada diri manusia yang bersifat melemahkan suara hati dan
prinsip-prinsip, serta keyakinan dalam proses pendidikan maupun kehidupan. Lawan dari
Disonansi Moral adalah Resonansi, yang justru mengukuhkan/menekankan adanya gema atau
getar nilai, norma dan moral yang telah diketahui seseorang dari proses pendidikan sebelumnya.
Peranan guru dan orang tua dalam hal ini adalah sebagai pengontrol dan pengendali perilaku dan
sikap anak didik kita, dalam proses pendidikan yang mereka jalani. Peranan resonansilah yang
patut kita tekankan dalam kegiatan pendidikan yang perlu kita disain bersama. Menurut Freud,
diri manusia memiliki struktur psikologis yang bertugas mengalirkan dorongan-dorongan atau
energi psikis yang ada. Struktur ini berfungsi sebagai mediator (perantara) atau dorongan dan
perilaku seseorang.

Kegiatan Belajar 2 Penyebab Disonansi Moral


Munculnya disonansi pada diri manusia disebabkan adanya beberapa faktor penyebab, seperti
disonansi kognitif, disonansi personal, disonansi sosio politis dan disonansi pengaruh kemajuan
ilmu pengetahuan dan pola modernisasi. Disonansi kognitif muncul karena adanya rasa lebih
tahu segalanya, mengetahui cara/jalan keluarnya jika suatu saat perbuatannya diketahui, merasa
lihai dalam memberikan argumentasi. Disonansi personal muncul didorong oleh kebutuhan dan
kepentingan diri, ketergesaan, dan keadaan darurat, kekerabatan dan keluarga, keyakinan diri dan
mitos, kebiasaan dan budaya, tugas dan jabatan, dan hasrat untuk sukses dan kesenangan.
Disonansi sosio politis dimungkinkan oleh adanya faktor ideologi, ras dan kesukuan,
nasionalisme dan sebagainya. Keterbukaan dalam komunikasi, peningkatan mobilitas dan
pengendoran integritas manusia, pola hidup dan pola pikir yang rasional, materialisme,
individualisme, daya tarik kehidupan sosial, dan peningkatan persaingan telah menjadi masalah
kehidupan yang harus kita cermati bersama dalam menyelamatkan anak didik kita masing-
masing.

MODUL 4 BERBAGAI PENDEKATAN PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK


TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1 Pendekatan Pengembangan Moral Bagi Anak Taman Kanak-kanak


Setiap tindakan guru atau orang tua dalam melakukan suatu kegiatan pendidikan seyogyanya
dilandasi oleh keputusan profesional yang diambil berdasarkan informasi dan pengetahuan yang
sekurang-kurangnya meliputi 3 hal, yaitu apa yang diketahui tentang proses belajar dan
perkembangan anak, apa yang diketahui tentang kekuatan, minat dan kebutuhan setiap individu
anak di dalam kelompoknya, serta pengetahuan tentang konteks sosial kultural di mana anak
hidup. Hal yang perlu menjadi bahan pemahaman para guru dan orang tua dalam rangka
menentukan pendekatan yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar adalah pengetahuan tentang
teknik membentuk tingkah laku anak. Teknik-teknik itu meliputi teknik memahami,
mengabaikan, mengalihkan perhatian, keteladanan, hadiah, perjanjian, membentuk, merubah
lingkungan rumah, memuji, mengajak, menantang, menggunakan akibat yang wajar dan alamiah,
sugesti, meminta, peringatan atau isyarat, kerutinan dan kebiasaan, menghadapkan suatu
problem, memecahkan perselisihan, menentukan batas-batas aturan, menimpakan hukum,
penentuan waktu dan jumlah hukuman, serta menggunakan pengendalian secara fisik. Kegiatan
Belajar 2 Macam-macam Pendekatan dan Metode untuk Pengembangan Moral Anak Taman
Kanak-kanak
Untuk pengembangan nilai dan sikap anak dapat dipergunakan metode-metode yang
memungkinkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang didasari oleh nilai-nilai agama, dan
moralitas agar anak dapat menjalani hidup sesuai dengan norma yang dianut masyarakat. Dalam
menentukan suatu pendekatan dan metode yang akan dipergunakan pada program kegiatan anak,
guru perlu mempunyai alasan yang kuat dan faktor-faktor yang mendukung seperti karakteristik
tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar. Metode-metode pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik anak usia Taman Kanak-kanak (TK) untuk kepentingan pengembangan dan
pembelajaran moral dan agama anak di antaranya: bercerita, karyawisata, bernyanyi,
mengucapkan sajak, dan sebagainya. Ada beberapa macam cara bercerita yang dapat
dipergunakan antara lain guru dapat membacakan langsung dari buku (story reading),
menggunakan ilustrasi buku gambar (story telling), menggunakan papan flannel, menggunakan
boneka, dan bermain peran dalam suatu cerita.
MODUL 5 STRATEGI DAN CONTOH PENYUSUNAN PERENCANAAN PENANAMAN
SERTA PENGEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1 Materi Inti dan Contoh Penyusunan Perencanaan Penanaman dan
Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak
Program pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan
ada dalam kehidupan sehari-hari anak di Taman Kanak-kanak. Melalui program ini diharapkan
anak dapat melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku melalui
pembiasaan yang dimaksud meliputi pembentukan moral Agama, Pancasila, perasaan/emosi,
kemampuan bermasyarakat dan disiplin. Tujuan dari program pembentukan perilaku adalah
untuk mempersiapkan anak sedini mungkin dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang
didasari oleh nilai-nilai moral agama dan Pancasila. Kompetensi dan hasil belajar yang ingin
dicapai pada aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah kemampuan melakukan
ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai sesama.

Kegiatan Belajar 2 Penyusunan Strategi dalam Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak
Pengembangan dan pendidikan moral bagi anak Taman Kanak-kanak berdasarkan GBPKB TK,
kurikulum berbasis komptensi, dan menu pembelajaran anak usia dini memiliki substansi ruang
lingkup kajian sebagai berikut. latihan hidup tertib dan teratur; aturan dalam melatih sosialisasi;
menanamkan sikap tenggang rasa dan toleransi; merangsang sikap berani, bangga dan bersyukur,
bertanggung jawab; latihan pengendalian emosi, dan melatih anak untuk dapat menjaga diri
sendiri.

MODUL 6 ALAT PENILAIAN DALAM PENGEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN


KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1 Alat Penilaian dalam Pengembangan Moral Anak


Penilaian bertujuan untuk mengetahui ketercapaian kemampuan yang telah ditetapkan dalam
Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak. Penilaian hasil belajar anak
didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar
anak didik secara berkesinam-bungan. Prinsip-prinsip penilaian adalah menyeluruh,
berkesinambungan, berorientasi pada proses dan tujuan, objektif, mendidik, kebermaknaan, dan
kesesuaian. Pada saat kita akan melakukan penilaian dalam berbagai hal termasuk di dalamnya
menilai perkembangan moral, kita perlu menentukan alat penilaian yang tepat dengan kondisi
anak yang sesungguhnya. Alat pendukung tersebut adalah: pengamatan (observasi) dan
pencatatan anekdot pemberian tugas meliputi tes perbuatan dan pertanyaan lisan sebagai latihan
mengungkapkan gagasan dan keberanian berbicara.

Kegiatan Belajar 2 Macam-macam Strategi Perencanaan Penilaian dalam Pengembangan Moral


Anak Usia Taman Kanak-kanak
Untuk mengekspresikan proses kegiatan belajar, guru perlu melakukan penilaian atau evaluasi.
Penilaian perlu dilaksanakan agar guru Taman Kanak-kanak mendapat umpan balik tentang
kualitas keberhasilan dalam kegiatan anak yang diarahkan untuk pengembangan perilaku dan
moralitas secara keseluruhan. Penilaian yang dilakukan guru merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kegiatan belajar, baik yang menggunakan metode bercakap-cakap, bercerita,
maupun bermain peran. Tanpa adanya penilaian, tidak dapat diketahui secara rinci apakah tujuan
pengembangan aspek perilaku dan moralitas anak dapat dicapai secara maksimal. Hasil penilaian
kualitas keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran tersebut, memberikan masukan kepada guru
untuk membuat keputusan pembelajaran, dalam rangka meningkatkan mutu pelaksanaan
kegiatan pembelajaran dengan metode tersebut dimasa yang akan datang.

MODUL 7 PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK TAMAN KANAK-


KANAK

Kegiatan Belajar 1 Esensi Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak


Taman Kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang pertama, yang keberadaannya sangat
strategis untuk menumbuhkan jiwa keagamaan kepada anak-anak, agar mereka menjadi orang-
orang yang kuat, terbiasa, dan peduli terhadap segala aturan agama yang diajarkan kepadanya.
Pendidikan nilai-nilai keagamaan merupakan pondasi yang kokoh dan sangat penting
keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta terpatri dalam setiap insan sejak dini, hal ini
merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani jenjang pendidikan
selanjutnya. Bangsa ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai keagamaan
ini pun dikehendaki agar dapat menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka
melaksanakan sila-sila pertama dan sila berikutnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan yang merupakan kunci dalam membentuk kehidupan
manusia ke arah peradabannya menjadi sesuatu yang sangat strategis dalam mencapai tujuan itu
semua.

Kegiatan Belajar 2 Potret, Hakikat, dan Target Anak Taman Kanak-kanak dalam Belajar Nilai-
nilai Keagamaan
Setiap potensi apapun yang muncul dari anak seyogianya kita kembangkan dengan jelas dan
terprogram dengan baik. Tidak hanya perkembangan bahasa, daya pikir, keterampilan dan
jasmani saja, namun aspek keagamaan pun seharusnya menjadi salah satu pokok pengembangan
dan pembinaan yang harus dikelola, diprogram dan diarahkan dengan sempurna Kaitannya
dengan hakikat belajar anak Taman Kanak-kanak pada nilai-nilai keagamaan, seharusnya kita
pahami bahwa hal itu harus berorientasi pada fungsi pendidikan di Taman Kanak-kanak itu
sendiri, yaitu sebagai fungsi adaptasi, fungsi pengembangan dan fungsi bermain.
Penyelenggaraannya pun harus sesuai dengan 6 prinsip, yaitu prinsip pengamatan, peragaan,
bermain sambil belajar, otoaktivitas, kebebasan dan prinsip keterkaitan dan keterpaduan. Target
dalam mengembangkan nilai-nilai keagamaan kepada anak Taman Kanak-kanak adalah
diharapkan mampu mewarnai pertumbuhan dan perkembangan dari diri mereka. Sehingga
diharapkan akan muncul suatu dampak positif yang berkembang meliputi fisik, akal pikiran,
akhlak, perasaan kejiwaan, estetika, dan kemampuan sosialisasinya diwarnai dengan nilai-nilai
keagamaan.

MODUL 8 RUANG LINGKUP PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA BAGI ANAK


TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1 Ruang Lingkup Pengembangan Nilai-nilai Agama Bagi Anak Taman Kanak-
kanak
Berdasarkan GBPKB TK pengembangan nilai-nilai agama untuk anak Taman Kanak-kanak
berkisar pada kegiatan kehidupan sehari-hari. Secara khusus penanaman nilai-nilai keagamaan
bagi anak Taman Kanak-kanak adalah meletakkan dasar-dasar keimanan, kepribadian/budi
pekerti yang terpuji dan kebiasaan ibadah sesuai dengan kemampuan anak. Ada 3 aspek yang
harus diperhatikan dalam menetapkan tujuan penanaman nilai-nilai keagamaan kepada anak
Taman Kanak-kanak, yaitu aspek usia, aspek fisik, dan aspek psikis anak. Rasa keagamaan dan
nilai-nilai keagamaan akan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan psikis maupun fisik anak. Perhatian anak terhadap nilai-nilai dan pemahaman
agama akan muncul manakala mereka sering melihat dan terlibat dalam upacara-upacara
keagamaan, dekorasi dan keindahan rumah ibadah, rutinitas, ritual orang tua dan lingkungan
sekitar ketika menjalankan peribadatan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, yaitu faktor pembawaan (internal) dan
lingkungan (eksternal).

Kegiatan Belajar 2 Sifat-sifat Pemahaman Anak Taman Kanak-kanak pada Nilai-nilai


Keagamaan
Sifat-sifat pemahaman anak usia Taman Kanak-kanak terhadap nilai-nilai keagamaan pada saat
mengikuti kegiatan belajar mengajar di antaranya: Unreflective: pemahaman dan kemampuan
anak dalam mempelajari nilai-nilai agama sering menampilkan suatu hal yang tidak serius.
Mereka melakukan kegiatan ibadah pun dengan sikap dan sifat dasar yang kekanak-kanakan.
Tidak mampu memahami konsep agama dengan mendalam. Egocentris: dalam mempelajari
nilai-nilai agama, anak usia Taman Kanak-kanak terkadang belum mampu bersikap dan
bertindak konsisten. Anak lebih terfokus pada hal-hal yang menguntungkan dirinya.
Misunderstand: anak akan mengalami salah pengertian dalam memahami suatu ajaran agama
yang banyak bersifat abstrak. Verbalis dan Ritualis: kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan nilai-nilai agama pada diri mereka dengan cara memperkenalkan istilah,
bacaan, dan ungkapan yang bersifat agamis. Seperti memberi latihan menghafal, mengucapkan,
memperagakan, dan sebagainya Imitative: anak banyak belajar dari apa yang mereka lihat secara
langsung. Mereka banyak meniru dari apa yang pernah dilihatnya sebagai sebuah pengalaman
belajar. Dengan demikian guru dan orang tua harus memperhatikan sifat-sifat tersebut untuk
kepentingan menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat buat anak. Kita harus tetap
melakukan pendekatan progresif dan penyadaran jiwa dan kepribadian mereka.

Kegiatan Belajar 3 Pokok-pokok Materi Pengembangan Nilai Keagamaan pada Anak Taman
Kanak-kanak
Dalam proses pembinaan dan pengembangan nilai-nilai agama bagi anak usia Taman Kanak-
kanak, muatan materi pembelajarannya harus bersifat: Aplikatif: materi pembelajaran bersifat
terapan, yang berkaitan dengan kegiatan rutin anak sehari-hari dan sangat dibutuhkan untuk
kepentingan aktivitas anak, serta yang dapat dilakukan anak dalam kehidupannya. Enjoyable:
pengajaran materi dan materi yang dipilih diupayakan mampu membuat anak senang, menikmati
dan mau mengikuti dengan antusias. Mudah ditiru: materi yang disajikan dapat dipraktekkan
sesuai dengan kemampuan fisik dan karakter lahiriah anak Ada beberapa prinsip dasar dalam
rangka menyampaikan materi pengembangan nilai-nilai agama bagi anak Taman Kanak-kanak di
antaranya: penekanan pada aktivitas anak sehari-hari pentingnya keteladanan dari lingkungan
dan orang tua/keluarga anak kesesuaian dengan kurikulum spiral prinsip developmentally
appropriate practice (DAP) prinsip psikologi perkembangan anak prinsip monitoring yang rutin

MODUL 9 STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN NILAI-NILAI


KEAGAMAAN PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1 Strategi dan Perencanaan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan di Taman


Kanak-kanak
Dalam rangka mencapai keberhasilan pembentukan kepribadian anak agar mampu terwarnai
dengan nilai-nilai agama, maka perlu didukung oleh unsur keteladanan dari orang tua dan guru.
Untuk tujuan tersebut dalam pelaksanaannya guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran
secara bertahap dan menyusun program kegiatan seperti program kegiatan rutinitas, program
kegiatan terintegrasi dan program kegiatan khusus. Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan harian
yang dilaksanakan secara terus menerus namun terprogram dengan pasti. Kegiatan terintegrasi
adalah kegiatan pengembangan materi nilai-nilai agama yang disisipkan melalui pengembangan
bidang kemampuan dasar. Sedangkan kegiatan khusus merupakan program kegiatan yang
pelaksanaannya tidak dimasukkan atau tidak harus dikaitkan dengan pengembangan bidang
kemampuan dasar lainnya, sehingga membutuhkan waktu dan penanganan khusus.

Kegiatan Belajar 2 Perencanaan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan pada Taman Kanak-


kanak
Dalam pengembangan nilai-nilai agama, disain perencanaan menjadi sesuatu yang sangat
esensial. Perencanaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pemikiran, perkiraan penyusunan
suatu rancangan kegiatan yang menggambarkan hal-hal yang harus dikerjakan, dan cara
mengerjakannya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan dapat
dimasukkan/disisipkan melalui pembuatan SKH dan SKM dengan pendekatan terpadu,
mengikuti sajian materi yang akan disampaikan dengan menetapkan pola kurikulum spiral. SKM
merupakan langkah pertama dalam membuat rencana pembelajaran di Taman Kanak-kanak.
Untuk perencanaan harian guru diharapkan membuat SKH yang merupakan penjabaran dari
SKM. Satuan kegiatan harian harus mengandung unsur kegiatan, waktu, kemampuan, media,
metode dan penilaian. Perencanaan kegiatan harian terdiri dari kegiatan pembukaan, kegiatan
inti, kegiatan makan/istirahat, dan kegiatan penutup

MODUL 10 PENDEKATAN INOVATIF UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI


AGAMA BAGI ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1 Pendekatan Inovatif untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama bagi Anak
Taman Kanak-kanak
Pengembangan nilai-nilai agama di Taman Kanak-kanak berkaitan erat dengan pembentukan
perilaku manusia, sikap, dan keyakinan. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai inovasi
pengembangan yang komprehensif sesuai dengan perkembangan dan kemampuan anak didik.
Adapun yang melatar belakangi esensi inovasi dalam bidang pengembangan pembelajaran
adalah munculnya berbagai kendala dan kelemahan serta kekuranglengkapan yang ada di
lingkungan penyelenggara pendidikan di Taman Kanak-kanak. Untuk melaksanakan program
pembelajaran nilai-nilai agama tersebut guru harus mempelajari berbagai pendekatan yang sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik, menyiapkan kurikulum yang
komprehensif, dan adanya kesinambungan antar satu program pengembangan dengan program
lainnya. Alternatif inovasi dalam rangka meningkatkan efektifitas kegiatan belajar mengajar bagi
peserta didik adalah perlu adanya kurikulum terpadu (integrated curriculum), pendekatan
pembelajaran terpadu (integrated learning), dan hari terpadu (integrated day).

Kegiatan Belajar 2 Prinsip-prinsip Inovasi untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Taman
Kanak-kanak
Beberapa inovasi pendekatan pembelajaran termasuk dalam mengembangkan nilai-nilai agama
bagi anak Taman Kanak-kanak antara lain: pengalaman belajar, belajar aktif, dan belajar proses.
Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam rangka mengembangkan cinta
belajar pada diri anak adalah sebagai berikut: kasih sayang perlindungan dan perawatan, waktu
yang diberikan kepada anak lingkungan belajar yang kondusif, belajar bersikap adalah belajar
nilai, dan belajar moral di usia dini. Upaya tersebut didasarkan pada prinsip developmentally
appropriate practice dan prinsip enjoyable. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
inovasi pendekatan dan pengembangan nilai-nilai agama pada anak Taman Kanak-kanak adalah
sebagai berikut: berorientasi pada kebutuhan anak belajar melalui bermain kreatif dan inovatif
lingkungan yang kondusif mernggunakan pembelajaran terpadu mengembangkan keterampilan
hidup menggunakan berbagai media dan sumber belajar, serta pembelajaran yang berorientasi
pada prinsip-prinsip perkembangan anak

MODUL 11 MACAM-MACAM PENDEKATAN UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI


KEAGAMAAN

Kegiatan Belajar 1 Macam-macam Pendekatan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan


Untuk mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, diperlukan berbagai macam
metode dan pendekatan. Metode dan pendekatan ini berfungsi sebagai nilai untuk mencapai
tujuan. Dalam menentukan pendekatan, guru perlu mempertimbangkan berbagai hal seperti
tujuan yang hendak dicapai, karakteristik anak, jenis kegiatan, nilai/kemampuan yang hendak
dikembangkan, pola kegiatan, fasilitas/media, situasi dan tema/sub tema yang dipilih.
Pembelajaran konstekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pembelajaran konstekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, antara lain
adalah: konstruktivisme, refleksi dan penilaian sebenarnya. Beberapa model pendekatan yang
sesuai dengan karakteristik dunia anak Taman Kanak-kanak antara lain: bermain peran,
karyawisata, bercakap-cakap, demonstrasi, proyek, bercerita, pemberian tugas dan keteladanan
serta bernyanyi.

Kegiatan Belajar 2 Contoh Desain Macam-macam Pendekatan Pembelajaran Nilai-nilai


Keagamaan bagi Anak Taman Kanak-kanak
Penyusunan disain pembelajaran nilai-nilai keagamaan ini harus mempertimbangkan berbagai
hal diantaranya: kesesuaian tingkat perkembangan dan kebutuhan anak, mengacu pada
kurikulum berbasis kompetensi, berorientasi pada anak, menggunakan langkah-langkah kegiatan
standar dan mengacu pada tujuan dan hasil belajar yang nyata/riil (authenthic assessment). Hal-
hal yang harus tercantum dalam format pembelajaran nilai-nilai keagamaan adalah: tema,
subtema, kelas/semester, kompetensi dasar, hasil belajar, indikator, metode/teknik, KBM, media
pendukung, target kompetensi, dan penilaian yang meliputi lembar observasi dan waktu
penilaian.

MODUL 12 INSTRUMEN PENILAIAN UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI


KEAGAMAAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1 Instrumen Penilaian dalam Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak


Taman Kanak-kanak
Penilaian itu menekankan pada proses pembelajaran. Oleh sebab itu, data yang dikumpulkan
harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan anak pada saat melakukan proses
pembelajaran. Karakteristik penilaian yang ideal adalah dilaksanakan selama dan sesudah
pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk formatif performasi, berkesinambungan,
terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feed back. Untuk menjaring data hasil belajar, Anda
dapat menggunakan hal-hal yang bisa memberikan masukan penilaian prestasi anak seperti: hasil
dari kegiatan/ proyek, pekerjaan rumah, karya wisata, penampilan anak, demonstrasi dan catatan
observasi. Instrumen yang dapat Anda digunakan untuk penilaian di Taman Kanak-kanak dengan
memperhatikan sifat dan karakteristiknya adalah hasil kerja anak (portofolio) yang meliputi hasil
karya, hasil penugasan, kinerja anak, tes tertulis, dan format observasi.

Kegiatan Belajar 2 Petunjuk Penggunaan Instrumen Penilaian Pengembangan Nilai-nilai


Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak
Alat penilaian yang digunakan untuk menilai bidang pengembangan nilai-nilai agama adalah
sebagai berikut: pengamatan (observasi) dan pencatatan anekdot (anecdotal record), penugasan
melalui tes perbuatan, pertanyaan lisan dan menceritakan kembali. Hal-hal yang dapat dicatat
guru sebagai bahan penilaian adalah: anak-anak yang belum dapat menyelesaikan tugas dan
anak-anak yang dapat menyelesaikan tugas dengan cepat, kebiasaan/perilaku anak yang belum
sesuai dengan yang diharapkan dan kejadian-kejadian penting yang terjadi pada hari penulisan
pelaporan hasil penilaian pada laporan perkembangan anak. Sebelum uraian (deskripsi), terlebih
dahulu dilaporkan perkembangan anak secara umum untuk tiap-tiap program pengembangan.
Untuk laporan secara lisan dapat dilaksanakan dengan bertatap muka dan mengadakan hubungan
atau informasi timbal balik antara pihak TK dan orang tua/wali dari si anak..
Sejak jaman dahulu, anak-anak – manusia dan binatang senantiasa bermain. Pada dinding-
dinding kuil dan kuburan orang-orang Mesir kuno ditemukan relief-relief yang menggambarkan
anak-anak sedang bermain. Menurut sebagian para ahli, bola yang terbuat dari kain atau kulit-
kulit binatang merupakan salah satu alat bermain yang tertua. Demikian juga “gasing”, yang
disebut oleh filosof Plato dalam bukunya Republic , dan dijadikan sebagai simbol kehidupan
oleh salah seorang penyair Romawi. “Hidup kita ini, “ katanya, “bagaikan gasing. Ia ditarik
dengan tali namun tetap berputar dan menari”.
Bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius, namun mengasyikan. Melalui aktivitas
bermain, berbagai pekerjaannya terwujud. Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh
anak, karena menyenangkan, bukan karena akan memperoleh hadiah atau pujian. Hal ini
berdasarkan asumsi bahwa anak adalah pembangun teori yang aktif (theory builder). Bermain
adalah salah satu alat utama yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya. Bermain adalah
medium, di mana anak mencobakan diri, bukan saja dalam fantasinya tetapi juga benar nyata
secara aktif. Bila anak bermain secara bebas, sesuai kemauan maupun sesuai kecepatannya
sendiri, maka ia melatih kemampuannya untuk belajar. (Agustin, 2005).
Para ahli memiliki keragaman pandangan tentang bentuk-bentuk pembelajaran anak usia dini.
Pandangan dengan berbagai latar belakang filosofisnya tersebut banyak disebut dengan sitilah
model pembelajaran. Apakah model ? Model secara sederhana adalah ”gambaran” yang
dirancang untuk mewakili kenyataan. Model didefinisikan sebagai “a replica of the fhenomena it
attempts to explain” (Runyon, dalam Rakhmat, 1988:59). Jadi dalam kegiatan pembelajaran
model dapat dimaknai sebagai suatu pola atau gambaran yang menjelaskan tentang berbagai
bentuk, pandangan yang terkait dengan kegiatan pembelajaran.
Adapun model-model pembelajaran anak usia dini dapat didefinisikan sebagai serangkaian pola,
bentuk, kegiatan ataupun cara pandang kelompok tertentu terhadap kegiatan belajar anak usia
dini.

A. Model-model Pembelajaran Anak Usia dini


Terdapat berbagai model pembelajaran anak usia dini yang didukung oleh aliran-aliran, baik
dalam kajian psikologi dan juga filsafat. Diantara pandangan tersebut adalah sebagai berikut ini :

1. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Behaviorisme


Menurut pandangan ini, belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang dapat diamati
(observable) dan dapat diukur (meassurable). Behaviorisme menolak suatu referensi terhadap
keadaan atau proses mental internal yang tidak dapat diamati dan diukur. Pendekatan terhadap
belajar ini dicontohkan oleh kerja Thorndike & Skinner (Masitoh, dkk, 2003) yang didasarkan
atas suatu anggapan dari penelitian terhadap hewan dalam situasi belajar. Didasarkan pada
eksperimen tersebut, kaum behavioris mengembangkan hipotesis bahwa proses belajar adalah
penerapan hubungan stimulus-respon dengan control dari lingkungan dan control itu merupakan
suatu hal yang potensial untuk penguatan.
Menurut teori ini setiap orang merespon terhadap berbagai variabel yang terdapat dalam
lingkungan. Kekuatan-kekuatan eksternal merangsang individu untuk bertindak dengan cara-cara
tertentu mungkin positif, dan mungkin negatif. Karena teori ini didasari oleh asumsi bahwa pada
prinsipnya individu itu dapat dibentuk oleh lingkungan, maka perlakuan terhadap individu
melalui tugas, ganjaran, dan disiplin adalah sangat penting untuk mengembangkan kemampuan
anak. Guru harus mempunyai peranan yang sangat dominan dalam mengendalikan proses
pembelajaran mulai dari penentuan tujuan yang harus dicapai, pemilihan materi, sumber, dan
metode pembelajaran maupun dalam proses mengevaluasi

2. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Kognitivisme


Pandangan kognitif tentang belajar antara lain diilhami oleh hasil kerja Jean Piaget dan
sejawatnya. Menurut Cohen (Masitoh, dkk, 2003)), model belajar ini secara umum ditandai
sebagai tahapan teori yang menganjurkan bahwa proses berfikir anak dikembangkan melalui
empat tahap yang berbeda. Menurut pendekatan ini proses berpikir bergantung pada suatu
kemampuan untuk mencipta, memperoleh dan mengubah gambaran internal tentang segala
sesuatu yang dialami di lingkungan.
Pendekatan kognitif menekankan pada proses asimilasi dan akomodasi. Dalam hal ini anak
menjadi problem solver dan pemroses informasi atau transformation processor. Aspek-aspek
tersebut merupakan suatu rangkaian dalam proses belajar. Menurut pendekatan kognitif, belajar
adalah sebagai perubahan perkembangan.

3. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruksivisme


Menurut pandangan ini anak adalah pembangun aktif pengetahuannya sendiri. Menurut De Vries
(Masitoh, dkk, 2003)) anak harus membangun pengetahuan ketika mereka bermain. Anak
membangun kecerdasannya, kemampuan untuk nalar, moral dan kepribadiannya. Pendekatan ini
sangat menekankan pentingnya keterlibatan anak dalam proses belajar. Proses belajar hendaknya
menyenangkan bagi anak, alami, melalui bermain, dan memberi kesempatan kepada anak untuk
berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut David H. Janassen (Masitoh, dkk, 2003)),
“Constructivism proposes that learning environments should support multiple perspectives or
interpretations of reality, knowledge, construction, and context, experience based activities”.
Artinya faham konstruktivisme menyatakan bahwa lingkungan belajar harus dapat mendukung
berbagai perspektif atau interpretasi tentang kenyataan, pengetahuan, konstruksi dan konteks
pengalaman yang didasarkan pada kegiatan.

4. Model Pembelajaran Menurut Pendekatan High / Scope


Menurut pendekatan ini, anak memiliki potensi untuk mengembangkan pengetahuannya dan
melibatkan interaksi yang bermakna antara anak dengan orang dewasa. Pengalaman sosial terjadi
dalam konteks kehidupan nyata dimana anak memutuskan rencana dan inisiatifnya sendiri.
Keterlibatan anak dalam proses belajar sangat penting sehingga mereka memperoleh kesempatan
yang luas untuk berinteraksi dengan lingkungannya, dengan demikian lingkungan belajar harus
dapat mendukung aktivitas belajar anak.

5. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Progresivisme


Menurut Kohlberg dan Layen (Masitoh, dkk, 2003)) aliran ini berpandangan bahwa belajar
adalah perubahan dalam pola berpikir melalui pengalaman memecahkan masalah. Ketika anak
berinteraksi dengan lingkungan pengalaman nyata dan objek-objek nyata, anak akan mengalami
masalah. Anak akan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya, dan ketika itu
pula akan terjadi perubahan pola berpikir mereka.

B. Belajar sambil Bermain yang Bermakna


Dengan memahami arti bermain bagi anak, maka dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan
suatu kebutuhan bagi anak dan tentunya pengabaian terhadap hal tersebut akan berdampak tidak
baik bagi perkembangan anak selanjutnya. Penelitian yang dilakukan oleh Odom, Mc Connel
dan Chandler (Semiawan, 2000) bahwa kegiatan bermain bagi anak 75 % berkontribusi posistif
terhadap perkembangan keterampilan sosialnya (social skills). Angka yang cukup tinggi tersebut
setidaknya menggambarkan betapa penting kegiatan bermain bagi anak.
Belajar bermakna bagi anak sebenarnya berpijak pada prespektif apa yang dijadikan acuan. Tren
yang sedang terjadi sekarang memandang bahwa paham kontruktivistik merupakan suatu aliran
yang sangat mempengaruhi dunia pendidikan anak usia dini di negara-negara maju, khususnya di
Eropa dan Amerika.
Aliran konstruktivistik berasumsi bahwa anak pada dasarnya memiliki kemampuan untuk
membangun dan mengkreasi pengetahuan, pendekatan ini sangat menekankan pentingnya
keterlibatan anak dalam proses belajar. Proses belajar dibuat secara natural, hangat dan
menyenangkan melalui bermain dan berinteraksi secara harmonis dengan teman dan
lingkungannya. Pada sisi yang lain, unsur variasi individual dan minat anak juga sangat
diperhatikan sehingga motivasi belajar anak diharapkan muncul secara intrinsik.
Asumsi ini mengandung arti bahwa proses belajar yang bermakna terjadi kalau anak berbuat atas
lingkungannya. Kesempatan anak untuk mengkreasi atau memanipulasi objek atau ide
merupakan hal yang utama dalam proses belajar. Anak akan lebih banyak belajar dengan cara
bermain berupa berbuat dan mencoba langsung daripada dengan cara mendengarkan orang
dewasa yang memberikan penjelasan kepadanya.
Dengan berpijak pada pandangan konstruktivistik, Bredekamp dan Rosegrant (Solahuddin 1997)
menyimpulkan bahwa kegiatan belajar sambil bermain yang akan memberikan kebermaknaan
bagi anak adalah apabila hal-hal sebagai berikut terlaksana:
Anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-kebutuhan fisiknya terpenuhi ;
Anak mengkonstruksi pengetahuan;
Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya;
Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi; dan
Memperhatikan unsur variasi individual anak.
Semiawan (2002) menambahkan terkait dengan pentingnya belajar sambil bermain bagi anak.
Menurut pandangannya, anak-anak yang kebutuhan bermainnya terpenuhi, akan makin tumbuh
dengan memiliki keterampilan mental yang lebih tinggi, untuk menjelajahi dunianya lebih lanjut
dan menjadi manusia yang memiliki kebebasan mental untuk tumbuh kembang sesuai dengan
potensi yang dimilikinya, sehingga menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri. Lebih dari
itu, ia terlatih untuk terus menerus meningkatkan diri mencapai kemajuan.

You might also like