You are on page 1of 13

Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 1

MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes


Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

PENULISAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. SISTEMATIKA
1. Bagian Pembuka
a. Halaman Judul
b. Lembar Pengesahan
c. Kata Pengantar
d. Daftar Isi
e. Daftar Tabel (bila ada)
f. Daftar Gambar ( bila ada)
g. Daftar Lampiran
h. Abstrak (ringkasan)
2. Bagian Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Pembatasan Istilah/Definisi Operasional/SajianDefinisi

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS


A. Landasan Teori
B. Penelitian yang relevan
C. Kerangka Berfikir
D. Hipotesis

BAB III METODE PENELITIAN


A. Setting Penelitian
B. Subyek Penelitian
C. Sumber Data
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
E. Validasi Data
F. Analisis Data
G. Indikator Kinerja
H. Prosedur Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan

BAB V PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
3. Bagian Penunjang
a. Daftar Pustaka
b. lampiran-lampiran

B. TEKNIK PENULISAN
1. Ukuran Kertas
Jenis kertas yang digunakan adalah kertas HVS Kuarto A4 (21,5 cm x 29 cm) dengan berat 70
atau 80 gram.
2. Pengetikan
a. Jenis ukuran huruf Arial atau Time New Roman ukuran 12 dengan spasi rangkap.
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 2
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

b. Luas ruang ketikan 14 x 23 cm setiap halaman (Sisi kiri dan atas 4 cm, sisi kanan dan
bawah 3 cm).
c. Paginasi ( pemberian nomor halaman)
Nomor halaman dari Bab I sampai Bab Penutup dengan angka biasa (1, 2, 3..)
Nomor halaman lain (Bagian awal) menggunakan angka romawi kecil (i, ii, ..)
Penulisan nomor halaman pada kanan atas kecuali halaman Bab ditulis ditengah halaman
bagian bawah atau tidak ditulis.
d. Penulisan Bab dengan huruf besar ditengah halaman untuk setiap kata awal tanpa titik.
e. Penggantian alinea ditulis dengan baris baru dengan cara menjorok ke dalam 7 spasi, atau 3
spasi ke bawah.
f. Kutipan harus ditulis sumbernya pada awal atau akhir kutipan (lihat cara penulisan kutipan)
g. Penulisan daftar pustaka tanpa menggunakan nomor dan disusun menurut urutan abjad
pengarang (lihat cara penulisan daftar pustaka).

h. Daftar tabel ditulis ditengah halaman dengan huruf besar.


Cara penulisan : nomor tabel dimulai dari nomor satu mulai Bab I sampai Bab terakhir
atau menyesuaikan nomor bab misal Tabel I.1, Tabel I.2, Tabel II.1.

Penjelasan
1. Halaman Judul
Kalimat singkat, padat dan jelas menginformasikan masalah yang diteliti. Ditulis simetris di
bagian atas dengan huruf kapital. Agak jauh dari judul tulis nama peneliti. Kemudian pada
bagian bawah ditulis nama lembaga atau sponsor dan dibawahnya ditulis tahun selesainya
penelitian.
2. Abstrak
Ditulis dengan spasi tunggal, panjang sebaiknya 1 halaman ± 200 kata. Memuat latar
belakang masalah, tujuan penelitian, pelaksanaaan penelitian, hasil penelitian, dan
rekomendasinya.
3. Kata pengantar (Prakata)
Berisi ucapan syukur dan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
pelaksanaan penelitian. Biasanya ditambah dengan harapan, manfaat hasil penelitian,
kesediaan menerima masukan.
4. Latar belakang
Fakta-fakta yang mendukung berdasar pengamatan, argumentasi teoritik tentang tindakan
yang dipilih, hasil penelitian terdahulu yang relevan. Dan alasan pentingnya penelitian yang
dilakukan.
5. Rumusan Masalah
Kesenjangan antara harapan dan kenyataan dan dapat dipecahkan melalui penelitian.
6. Tujuan Penelitian
Apa yang hendak dicapai dengan penelitian dan akan digunakan untuk memecahkan masalah.
7. Manfaat Penelitian
Kegunaan atau pentingnya penelitian dilakukan.
8. Metode Penelitian (lihat sistematika penulisan).
9. Hasil Penelitian
Diskripsi data hasil penelitian. Pembahasan berisi perbandingan antara hasil yang diperoleh
dengan hasil penelitian lain atau pengetahuan teori yang relevan.
10. Penutup
Simpulan berdasar hasil penelitian dan pembahasan. Saran harus terkait langsung dengan
simpulan
11. Daftar Pustaka
Lihat cara penulisan daftar pustaka.
12. Lampiran
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 3
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

Dokumen bukan naskah teks tetapi dianggap penting: Instrumen penelitian, data asli, hasil
analisis data, surat-surat penting dll.
C. CARA MENGUTIP
1. Terpadu dengan teks
Nur Rokhman (2007:30) menyimpulkan ” kemampuan peserta didik terhadap matematika
’trigonometri’ adalah sangat rendah”.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ” kemampuan peserta didik terhadap matematika
’trigonometri’ adalah sangat rendah”( Nur Rokhman 2007:30).
2. Kutipan lebih dari 4 baris ditulis tanpa tanda kutip pada baris baru, terpisah dari teks yang
mendahului, dimulai karakter keenam dari pias kiri, dan diketik dengan spasi tunggal. Jika
dalam kutipan terdapat alinea baru, garis barunya dimulai dengan mengosongkan lima
karakter lagi dari tepi garis teks kutipan.
3. Ada kutipan yang dibuang
Berupa kata diganti titik 3 dan berupa kalimat diganti titik 4.

D. CARA MENULIS DAFTAR PUSTAKA


Meliputi : (1) nama pengarang ditulis dengan urutan ( nama akhir, nama awal, dan nama tengah,
tanpa gelar akademik), (2) tahun penerbitan, (3) judul, termasuk sub judul (dicetak miring), (4)
tempat penerbitan, dan (5) nama penerbit
Contoh:
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
--------. 2002. dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
As’ari, A.R.2002. Membantu siswa membuat Konjektur matematis Sebagai Bagian dari upaya
Pembelajaran Proses Matematika Bernalar.Dalam Prosiding Konferensi Matematika
XI . Universitas Negeri Malang, 22-25 Juli.
Azis, J. A. 1994. Pengaruh Penggunaan Kartu Pecahan terhadap Pemahaman Konsep Pecahan
dan Penguasaa Operasi Penjumlahan dan Perkalian pada Pecahan bagi Siswa Kelas II
SD. Laporan Hasil Penelitian. Semarang: IKIP Semarang.
Cobb, Yackel & Wood. 1992. A Contructivist alternative to the representational view of Mind in
Mathematics Education. Journal for Research in Mathematics Education. 23: 2-33.
Ha Roh, K. (2003). Problem-based Learning in Mathematics. [Online]. Tersedia
http://www.ericdigest.org/2004-3/math.html [17 Mei 2005].

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Ada tiga hal untuk meningkatkan pembaruan pembelajaran, yaitu (1) peningkatan
kemampuan siswa, (2) peningkatan partisipasi siswa dalam proses belajar, dan (3) penerapan
model pembelajaran tertentu yang diharapkan dapat mencapai peningkatan tersebut. Menurut
Erwin Rooselawati (2007), model utama pembelajaran yang dikembangkan oleh para pakar dan
praktisi pembelajaran, yaitu (a) pembelajaran langsung (direct instruction), (b) pembelajaran
kooperatif (cooperative learning), (c) pembelajaran berbasis masalah (problem based instruction).
Ketiganya memiliki landasan teoritik dan ciri-ciri berbeda.
Model pembelajaran langsung yang dikemukakan oleh Albert Bendura didasari oleh teori
belajar sosial yang mengutamakan pemodelan tingkah laku. Pembelajaran ini berpusat pada guru
sebagai pengelola lingkungan belajar dan perencanaannya. Hasil belajar yang diperoleh berupa
pengetahuan prosedural, pengetahuan deklaratif sederhana, namun mampu mengembangkan
keterampilan belajar yang berupa strategi belajar. Lima langkah yang dilaksanakan guru dalam
pembelajaran langsung meliputi (a) penyampaian tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa,
(b) mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, (c) membimbing pelatihan, (d) mengecek
pemahaman dan pemberian umpan balik, dan (e) memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan
dan penerapan.
Model pembelajaran kooperatif oleh Jean Piaget dan Lev S. Vygotsky (H. Douglas Brown,
2000:11) didasari teori konstruktivisme yang mengutamakan hakikat sosiokultural dalam proses
belajar. Pembelajaran ini berusaha menciptakan proses belajar dalam bentuk kerjasama dalam
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 4
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

kelompok kecil (learning community) dan mengaitkan bahan pelajaran dengan konteks kehidupan
siswa (contextual learning). Proses belajar bersifat akademik sehingga mampu menghasilkan
pemahaman konsep-konsep sulit. Hasil belajar lainnya berupa keterampilan sosial atau kepiawaian
dalam kerjasama kelompok. Untuk terwujudnya model seperti ini, lingkungan belajar dan sistem
pengelolaannya harus berpusat pada siswa. Siswa dikelompok-kelompokkan dalam satuan yang
terdiri dari tiga atau empat orang secara heterogen dan mereka diperlakuan secara adil
(demokratis) sehingga siswa berperan aktif. Untuk mewujudkannya, ada enam langkah yang harus
ditempuh, yaitu (a) menyampaikan tujuan dan memotivasi, (b) menyajikan informasi/pengetahuan,
(c) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, (d) membimbing kelompok
siswa dalam bekerja dan belajar, (e) mengevaluasi, dan (f) memberi penghargaan.
Pembelajaran berbasis masalah yang dirintis Brunner juga berdasarkan teori
konstruktivisme, namun lebih mengutamakan penemuan (inquiry) di samping materi belajarnya
disesuaikan dengan konteks kehidupan siswa. Agar siswa mampu menemukan sendiri
pengetahuannya, maka lingkungan belajar dan sistem pengelolaannya bersifat terbuka, demokratis,
dan mengutamakan peran serta aktif siswa dalam belajar. Oleh karena itu tidak heran jika model
ini menghasilkan kemampuan memecahkan masalah nyata (autentik) dan siswa-siswa menjadi
memiliki pembelajar yang mandiri (otonom). Untuk mewujudkannya ada lima langkah yang harus
ditempuh, yaitu (a) memberikan orientasi masalah kepada siswa, (b) mengorganisasikan siswa
untuk belajar, (c) membimbing penyelidikan secara individual maupun kelompok, (d) membuat
karya dan menyajikannya, dan (e) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
yang telah dilakukan.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang saat ini diyakini
paling efektif. Model pembelajaran efektif adalah model yang mampu menghasilkan hasil belajar
optimal pada diri siswa dan sekaligus meningkatkan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar.
Menurut Dik dan Reises (1998), pembelajaran yang efektif memungkinkan peserta didik dapat
mempelajari keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap serta yang membuat peserta didik
senang. Selanjutnya, Sobry Sutikno (2005:33) merinci ciri-ciri pembelajaran efektif antara lain (1)
hadir tepat waktu, (2) menimbulkan motivasi, (3) tercipta interaksi yang baik antara guru-siswa
dan siswa dengan siswa, (4) mampu menggunakan media pembelajaran yang bervariasi, (5)
mampu menggunakan model pembelajaran yang bermacam-macam, (6) guru memberikan
ringkasan materi/simpulan pada akar pembelajaran.
Untuk memperoleh hasil pembelajaran yang optimal perlu ditempuh berbagai cara dan
metode yang dianggap tepat. Tepat tidaknya suatu metode pembelajaran sebenarnya bergantung
situasi dan kondisi yang dihadapi guru. Pada dasarnya semua metode pembelajaran efektif dan
tepat jika diterapkan pada situasi dan kondisi yang relevan. Akhir-akhir ini ada kecenderungan
untuk menggunakan metode mengajar yang bervariasi.
Kemampuan guru dalam meramu metode pembelajaran sangat bergantung kepada tingkat
profesionalitasnya sebagai guru. Bahkan, secara lebih luas Dunne dan Wrag (1998:12)
mengatakan bahwa mutu pembelajaran sangat dipengaruhi oleh tingkat profesionalitas guru,
fasilitas pembelajaran, dan motivasi siswa sendiri. Guru yang tingkat profesionalitasnya tinggi
diharapkan dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan lebih aktif dan kreatif. Mengenai hal ini
Cony R. Semiawan (1994:18) menyatakan pentingnya siswa belajar secara kreatif. Menurutnya,
belajar kreatif sangat penting bagi kemajuan belajar siswa karena dapat (a) membantu siswa
menjadi lebih berhasil guna jika orang tua tidak bersama mereka, (b) menciptakan kemungkinan-
kemungkinan untuk memecahkan masalah yang tidak mampu diramalkan di masa depan, (c)
mengubah karir pribadi dan menunjang dan jiwa seseorang, dan (d) menimbulkan kepuasan dan
kesenangan besar.
Menurut Erwin Roosenawati (2007) minat dan prestasi siswa dalam belajar bahasa, sains,
dan matematika meningkat pesat jika (1) siswa dibantu untuk membangun keterkaitan antara
informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki
atau mereka kuasai, (2) siswa diajari cara mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut
diterapkan di luar kelas, dan (3) siswa diperkenankan bekerja secara bersama-sama (cooperative)
dalam belajar.
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 5
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

Jika dicermati, ketiga hal di atas bersesuaian dengan prinsip-prinsip teori belajar konstruktivisme
maupun behaviorisme. Bahkan ketiga variabel penelitian tersebut dapat dianggap sebagai cikal
bakal lahirnya model-model pokok pembelajaran yang telah diuraikan di atas. Variabel pertama
dan kedua (pengaitan pengetahuan dan penerapan konsep) merupakan cikal bakal lahirnya model
pembelajaran kontekstual. Sedangkan variabel ketiga (siswa bekerjasama dalam proses belajar)
dikembangkan menjadi model pembelajaran kooperatif.
Walaupun kondisi sosial dan budaya siswa-siswa di Indonesia berbeda dengan kondisi
subjek penelitian tersebut, namun pada dasarnya hakikat perilaku manusia dalam belajar adalah
sama. Teori-teori behaviorisme dapat menjelaskan mengenai hal ini (Subiyantoro, 2007:54).
Pandangan kaum behavioris (Ivan Pavlov, Edward L.Thorndike, John B. Watson, E.R.
Guthrie, B.F. Skinner, Clark Hull, Charles Osgood, dan D. Hobart Mauwer) bahwa perilaku
seseorang (termasuk dalam belajar) dapat dijelaskan melalui hubungan antara stimulus dan respon
(S-R). Setiap perilaku didahului adanya dorongan/rangsangan (stimulus), sebaliknya setiap
stimulus akan menghasilkan respon (tanggapan).
Dalam hal pembelajaran, perlakuan guru dalam membelajarkan siswa tentu akan
mempengaruhi siswa dalam merespon pelajaran. Perlakuan guru merupakan stimulus yang dapat
diwujudkan berupa cara berinteraksi dengan siswa, cara mengelola kelas, cara mengatur proses
pembelajaran, cara memilih bahan dan media ajar, hingga cara memberi ganjaran (baik positif
maupun negatif). Sedangkan minat dan prestasi belajar siswa merupakan hasil dari respon siswa
ketika menanggapi rangsangan dari guru.
Di sinilah sebenarnya peluang para guru untuk meningkatkan partisipasi aktif dan
kemampuan siswa dengan menerapkan model pembelajaran yang efektif. Model pembelajaran
tersebut pada dasarnya adalah pilihan pendekatan, metode, dan teknik yang divariasi dan dikemas
sedemikian rupa sehingga relevan dan dapat meningkatkan efektivitas pencapaian hasil
pembelajaran.
Model pembelajaran efektif yang dilandasi oleh teori konstruktivisme yang dikembangkan
Jean Piaget dan Lev S. Vygotsky (H. Douglas Brown, 2000:11). memperhatikan prinsip-prinsip
proses belajar sebagai berikut:
a. Belajar bukan sekedar proses menghafal, melainkan suatu proses mengkonstruksikan
pengetahuan di dalam pikiran siswa.
b. Siswa belajar melalui kegiatan mengalami pengalaman belajar untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Misalnya, siswa membuat catatan sendiri mengenai
sesuatu yang mereka anggap bermakna (berupa pengetahuan baru) dan bukan didikte oleh
guru.
c. Pengetahuan yang dimiliki seorang siswa pada dasarnya terorganisasi dan mencerminkan
pemahaman mendalam mengenai sesuatu persoalan.
d. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang
terpisah, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang mencerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan.
e. Setiap siswa mempunyai tingkatan berbeda dalam menyikapi situasi baru, karena itu
perhatian khusus secara individual terhadap keunikan setiap siswa perlu dilakukan guru.
f. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
g. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus
seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
h. Keterampilan dan pengetahuan siswa dibangun sedikit demi sedikit dan saling
berhubungan sehingga semakin meluas.
i. Siswa mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit
diperlukan strategi belajar yang tepat.
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 6
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

j. Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada
siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk
menerapkan strategi mereka sendiri.
k. Proses belajar dapat efektif jika dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
siswa. Pembelajaran harus berpusat pada cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.
Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
l. Umpan balik amat penting bagi siswa, dan harus berasal dari proses penilaian yang benar.
m. Upaya menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok adalah sangat
penting bagi efektivitas keberhasilan pembelajaran.
Berdasarkan prinsip-prinsip teori konstruktivisme tersebut, telah berkembang berbagai
variasi model pembelajaran kooperatif. Sebenarnya model-model itu hanya merupakan gabungan
atau modifikasi tata cara pelaksanaan (sintaks) yang disesuaikan dengan keadaan materi ajar,
bahan ajar, sarana/media, lingkungan, tujuan pembelajaran, dan kondisi siswa. Semakin kreatif
guru maka semakin beragam variasi model yang dikembangkan.
Berikut ini diuraikan satu per satu berbagai model pembelajaran kooperatif yang telah
dikembangkan para praktisi pembelajaran.
1. Model Examples Non examples, yaitu pembelajaran dengan menyajikan contoh kasus atau
gambar yang relevan dengan kompetensi dasar yang dajarkan. Siswa dikelompokkan menjadi
dua atau tiga orang kelompok untuk mendiskusikan kasus atau gambar yang disajikan guru.
Kemudian mereka melaporkan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.

Siswa dari kelompok lain memberi tanggapan dan akhirnya guru megarahkan hasil proses
belajar ini sehingga diperoleh kesimpulan yang mengarah kepada tujuan yang hendak dicapai
dalam pembelajaran itu.
2. Model Pictures and Pictures, yaitu pembelajaran yang menggunakan gambar-gambar yang
sesuai dengan kompetensi dasar yang hendak diajarkan. Siswa diminta mengurutkan gambar
tersebut dan menjelaskan alasan mereka dalam menentukan urutan. Saat bertanya jawab itulah
guru menanamkan konsep-konsep materi pelajaran yang perlu dipahami siswa.
3. Model Numbered Heads Together (Kepala Bernomor) oleh Spencer Kagen, 1993. Dalam model
ini siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok diberi nomor. Guru
memberikan tugas dan masing-masing kelompok mendiskusikan jawaban. Guru memanggil
salah satu nomor siswa untuk melaporkan hasil kerjasama mereka, dan siswa yang lain
menanggapi. Begitu seterusnya secara bergantian dan akhirnya diperoleh kesimpulan hasil
belajar bersama.
4. Model Cooperative Scrips (Membuat Catatan Bersama) oleh Danserau cs, 1985. Dalam model
ini siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian
materi yang dipelajari. Caranya, guru mengelompokan siswa berpasangan kemudian
membagikan wacana/materi untuk dibaca dan diringkas. Setelah itu guru dan siswa menetapkan
siapa yang pertama menyajikan dan siapa yang berperan sebagai pendengar. Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam
ringkasannya, smentara itu pendengar menyimak, mengoreksi, menunjukkan ide-ide pokok
yang kurang lengkap, membantu mengingat, menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya. Kemudian bertukar peran dan meneruskan
proses di atas. Kegiatan diakhiri dengan perumusan simpulan oleh guru bersama siswa.
5. Model Siswa Bernomor Struktur. Ini merupakan modifikasi model Numbered Heads Together.
Hanya saja, setiap siswa (nomor) mendapat tugas berbeda dan dipersilakan berdiskusi dengan
anggota kelompok lain yang mendapat tugas sama (nomor sama) kemudian kembali ke
kelompoknya sendiri untuk melaporkan hasil diskusinya.
6. Model Student-Teams Achievement Divisions (STAD) atau Tim Siswa Kelompok Prestasi oleh
Slavin, 1995. Dalam kelompok yang anggotanya heterogen, siswa yang pandai memberi
penjelasan kepada yang belum memahami pelajaran yang diberikan guru.
7. Model Jigsaw (Tim Ahli) oleh Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, dan Snapp, 1978. Ini hampir
sama dengan model Siswa Bernomor Struktur, hanya saja tugas yang diberikan kepada setiap
anggota kelompok tidak sama. Setiap anggota yang memperoleh tugas sama berkumpul untuk
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 7
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

berdiskusi (semacam kumpulan para ahli), setelah itu kembali ke kelompok masing-masing
untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya. Akhirnya akan diperoleh rumusan lengkap
seluruh materi karena secara bergantian setiap anggota menjelaskan bagian tertentu dari
keseluruhan materi yang diberikan guru.
8 Model Artikulasi. Pada dasarnya praktiknya hampir sama dengan model Cooperative Scrips.
Hanya saja tujuannya untuk mengetahui daya serap setiap siswa.
9. Model Mind Mapping (Pemetaan Isi Pikiran). Setiap kelompok siswa mendiskusikan alternarif
jawaban atas permasalahan yang disampaikan guru. Kemudian hasilnya ditulis di papan tulis.
Guru bersama siswa merumuskan laporan setiap kelompok menjadi simpulan hasil belajar.
10. Model Make A Match (Mencari Pasangan) oleh Lorna Curran, 1994. Ini merupakan model
permainan yang diadakan setelah guru menjelaskan materi. Setiap siswa diberi kartu, ada yang
berupa pertanyaan ada yang berupa jawaban. Kemudian mereka berusaha mencari pasangan
yang sesuai antara pertanyaan dan jawaban yang tertulis dalam katu masing-masing.
11. Model Think Pair and Shares oleh Frank Lyman, 1985. Setelah guru menyampaikan materi
dan permasalahan, siswa mengelompok dan mendiskusikan pemecahannya. Akhirnya setiap
kelompok menyampaikan hasil diskusinya dalam pleno yang dipimpin guru sehingga diperoleh
rumusan hasil belajar.
12. Model Debate. Caranya, kelas dibagi menjadi dua kelompok (pro dan kontra). Kelompok pro
menyampaikan orasi untuk mempertahankan topik yang diangkat sementara itu kelompok
kontra menanggapinya dengan berbagai argument. Dari perdebatan tersebut guru dan siswa
akahirnya akan merumuskan hasil belajar.
13. Model Role Playing (Bermain Peran). Caranya, guru menyiapkan skenario dua hari
sebelumnya. Kelompok yang yang ditunjuk bertugas memainkan di depan kelas. Setelah itu
guru dan siswa mendiskusikan dan merumuskan materi yang diperankan.
14. Model Group Investigation (Penyelidikan Kelompok) oleh Sharan dari universitas Tel Aviv,
1992. Caranya, setiap kelompok diberi permasalahan berbeda untuk ditemukan jawabannya
melalui kegiatan penyelidikan oleh kelompok. Hasilnya dilaporkan secara bergantian sehingga
akhirnya diperoleh rumusan akhir yang lengkap dari seluruh kelompok.
15. Model Talking Stick. Caranya, siswa dipersilakan mempelajari sumber belajar, kemudian guru
memberikan kepada siswa secara acak dan bergantian. Siswa yang memegang tongkat harus
menjawab pertanyaan guru. Setelah semua/sebagian besar siswa memberikan jawaban,
simpulan hasil belajar pun dapat dirumuskan.
16. Model Bertukar Pasangan. Caranya, guru memberikan tugas untuk dikerjkan kepada siswa
secara berpasangan (kelompok dua orang). Setiap anggota kelompok bertukar pasangan
sehingga diperoleh masukan baru dari kelompok/pasangan lain. Setelah itu setiap siswa kembali
ke kelompok masing-masing dan melaporkan perolehannya selama bertukar pasangan.
17. Model Snowball Trowing (Lemparan Bola Salju). Guru mengumpulkan ketua-ketua kelompok
untuk diberi penjelasan mengenai suatu informasi. Ketua-ketua kelompok kembali ke
kelompoknya dan menjelaskan apa yang diperoleh dari guru. Setelah itu setiap siswa
menuliskan satu pertanyaan pada selembar kertas dan mengepalnya menjadi bola kertas untuk
dilemparkan secara acak kepada siswa lain. Secara bergantian, setiap siswa harus menjawab
pertanyaan yang tertulis pada bola kertas yang diterimanya. Jawaban dievaluasi dan dibahas
guru bersama siswa.
18. Model Student Facilitator and Explaining . Setelah guru menjelaskan materi, siswa ditugasi
memberikan penjelasan penjelasan dalam bentuk bagan atau sketsa kepada siswa lainnya.
Setelah itu guru menyimpulkan hasil belajar.
19. Model Course Review Horay. Setelah materi disajikan dan tanya jawab dilakukan, guru
menguji siswa dengan cara membacakan soal. Setelah setiap siswa menjawab, guru
mendiskusikan jawaban. Siswa yang menjawab dengan benar berteriak, “Horay!” atau lainnya.
Dari jumlah jawaban benar, guru dapat menilai siswa.
20. Model Demonstrasi (Peragaan), untuk materi yang bisa diperagakan. Caranya, setelah guru
menyajikan gambaran sekilas materi pelajaran, salah seorang siswa mendemontrasikan sesuai
skenario yang telah disiapkan. Siswa lain memperhatikan dan membuat analisis yang kemudian
dikemukakan. Akhirnya, guru menyimpulkan hasil demostrasi dan analisis.
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 8
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

21. Model Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) oleh Steven dan Slavin,
1995. Caranya, guru membagikan wacana kepada setiap kelompok untuk didiskusikan
(misalnya menemukan ide pokok paragraph, atau membuat komentar). Setiap temuan ditulis
dan kemudian dipresentasikan di depan kelas. Akhirnya, guru merumuskan hasil belajar siswa.
22. Model Inside-Outside Circle (Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar) oleh Spencer Kagan.
Caranya, kelas dibagi dua kelompok dan setiap kelompok membentuk lingkaran, satu di dalam
menghadap keluar dan satu di luar menghadap ke dalam sehingga setiap siswa berpasangan dan
berhadap-hadapan. Setiap pasangan berbagi informasi, setelah itu lingkaran luar bergerak
searah jarum jam sehingga setiap berganti pasangan. Pertukaran informasi kembali dilakukan.
Demikian seterusnya.
23. Model Tebak Kata. Caranya, dua orang siswa berpasangan berdiri di depan kelas. Satu orang
membacakan kartu berisi deskripsi arti istilah (atau lainnya) satu orang membawa kartu
jawaban namun masih tertutup yang diselipkan di telinga. Setelah deskripsi dibacakan,
pasangannya harus menebak jawabannya. Bila tebakannya tepat dia boleh kembali duduk, bila
belum tepat masih boleh mencoba lagi.
24. Model Word Square atau Kotak Kata. Intinya adanya, siswa ditugasi menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang disajikan guru dengan cara mengarsir kotak-kotak berisi huruf untuk
membentuk kata yang merupakan jawaban atas pertanyaan guru. Ini merupakan rangkaian
pembelajaran yang dari awal siswa telah diberi penjelasan materi pembelajaran.
25. Model Scramble atau Kata Teracak. Langkahnya sama dengan model Word Square, yaitu
mula-mula kepada siswa disajikan materi pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang akan
dicapai. Setelah itu siswa diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya telah
disediakan. Jawaban itu berupa kata-kata yang penulisan huruf-hurufnya diacak (dibolak-balik).
26. Model Take and Give (Saling Memberi dan Menerima). Pembelajaran ini diawali dengan
penjelasan guru mengenai materi yang dipelajari saat itu. Agar siswa lebih menguasai materi
pembelajaran, setiap siswa diberi satu kartu untuk dipelajari (dihapal) selama lebih kurang lima
menit. Setelah itu semua siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling memberi
informasi dan mencatat nama pasangannya pada sebuah kartu. Pada kartu itu berisi uraian
materi (submateri) yang berbeda antara setiap siswa. Materi itulah yang saling dipertukarkan
sehingga tersebar kepada seluruh siswa. Demikian seterusnya sehingga setiap siswa dapat
saling memberi dan menerima materi masing-masing (take and give). Untuk mengevaluasi
keberhasilan siswa diberi pertanyaan yang tak sesuai dengan kartunya sendiri (melainkan kartu
siswa lain), sehingga dia harus berusaha mencari jawab dengan mencari informasi dari siswa
lain yang membawa kartu yang memuat jawaban yang dikehendaki pertanyaan itu.
27. Model Consepsentence. Pembelajaran model ini diawali dengan guru menyampaikan materi
secukupnya, atau peserta disuruh membaca buku. Setelah itu kelas dibagi dalam kelompok kecil
beranggotakan 2 atau 3 orang secara heterogen. Setiap kelompok diberi tugas berupa paragraf
yang kalimat-kalimatnya belum lengkap. Siswa dipersilakan berdiskusi untuk melengkapi
kalimat yang dirumpangkan tersebut. Hasil pekerjaan kelompok kemudian dibahas dalam
diskusi kelas dengan pimpinan guru.
28. Model Time Token. Model yang dikembangkan oleh Arends pada tahun 1998 ini dapat
digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa mendominasi
pembicaraan atau siswa diam sama sekali. Caranya, pada saat kelas dikelola dengan model
kooperatif, setiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu. Setiap kupon memberi
kesempatan siswa untuk berbicara selama ± 30 detik. Siswa hanya boleh berbicara selama
waktu yang dipunyai berdasarkan kupon yang dia miliki. Jika jatah waktunya habis, maka
kupon diserahkan kepada guru. Siswa yang kehabisan kupon tidak boleh berbicara lagi dan
siswa yang masih memiliki kupun harus berbicara sampai jatah waktu yang diberikannya habis.
29. Model Two Stay Two Stay. Model yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992
ini memberi kesempatan kepada kelompok untuk berbagi pengetahuan dengan kelompok
lainnya. Caranya, siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat siswa.
Dua siswa dari setiap kelompok bertamu kepada anggota kelompok lain. Dua siswa yang
tinggal dalam kelompok dan menerima tamu, bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka. Siswa tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 9
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

melaporkan temuan mereka kepada rekan sekelompoknya. Di dalam kelompok masing-masing


setiap siswa mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
30. Model Tari Bambu. Pada prinsipnya, model ini membuat siswa agar saling berbagi informasi
pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur.
Model ini cocok untuk materi yang membutuhkan pertukaran pengalaman pikiran dan informasi
antar siswa. Caranya, Separuh kelas atau seperempat jumlah siswa berdiri berjajar di depan
kelas atau di sela-sela deretan bangku. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran
yang pertama. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi sinformasi. Kemudian
satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya di
jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing siswa mendapat
pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan kebutuhan.
31.Metode PQ4R ( Preview, question, read, reflecty, recite, review). Digunakan untuk membantu
siswa mengingat apa yang mereka baca. Preview (membaca selintas dengan cepat), question
(bertanya), read (membaca), reflecty (refleksi), recite (tanya jawab sendiri), review (mengulang
secara menyeluruh).
32.Model Reciprocal taeching. Melalaui reciprocal teaching siswa diajarkan empat strategi
pemahaman pengaturan diri yaitu perangkuman, pengajuan, pertanyaan, pengklarifikasian, dan
prediksi. Prosedur pemelajarannya pertama guru menugaskan siswa membaca bacaan dalam
kelompok kecil, kemudian guru memodelkan empat keterampilan ( Mengajukan pertanyaan
yang bisa diajukan merangkum bacaan, mengklarifikasi poin-poin yang sulit, berat ataupun
salah, dan meramalkan apa yang ditulis pada bagian bacaan berikutnya).
33.Model Buzz Gruop (kelompok aktif). Dalam kelompok aktif guru meminta siswa membentuk
kelompok 3- 6 orang untuk mendiskusikan tentang ide siswa pada materi pelajaran. Setiap
kelompok menetapkan seorang anggota untuk mendaftarkan semua gagasan yang muncul
dalam kelompok. Selanjutnya guru meminta setiap kelompok aktif menyampaikan hasil diskusi
kelompok pada kelas.
34. Model Beach Ball (Bola Pantai). Guru memberi bola kepada salah seoranmg siswa untuk
memulai diskusi, hanya siswa yang memegang bola yang boleh berbicara. Siswa lain
mengangkat tangan agar mendapat bola jika ingin mendapat giliran berbicara.
35. Model Inkuiri Suchman. Guru Mengajak siswa membayangkan seakan-akan dalam kondisi
yang sebenarnya. Mengidentifikasi komponene-komponen yang berada disekeliling kondidi
tersebut. Merumuskan permasalahan dan membuat hipotesis pada kondisi tersebut. Memperoleh
data dari kondisi tersebut dengan membuat pertanyaan dan jawaban “ya atau tidak “. Membuat
kesimpulan dari data-data yang diperolehnya.

Di sinilah guru dituntut kreatif dalam menciptakan inovasi dengan menemukan model-
model pembelajaran baru. Pada dasarnya, semua model pembelajaran kooperatif adalah
mengoptimalkan proses dan hasil pembelajaran bahasa melalui kerja kelompok. Sebelum
pembelajaran dilaksanakan, proses belajar telah dirancang sedemikian rupa sehingga siswa aktif
belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam skenario pembelajaran (langkah-langkah
dalam RPP) tampak dengan jelas bahwa kelas sengaja diatur agar terjadi kerjasama berkelompok
dalam mengerjakan tugas. Tugas belajar disebar merata kepada seluruh kelompok dan kepada
seluruh siswa. Bahkan, saat dilakukan validasi hasil kerja kelompok di depan kelas mau tidak mau
semua siswa terpacu untuk berbuat sebaik mungkin agar pekerjaannya benar. Sebab, jika ada
anggota kelompok yang tidak bisa atau gagal mengerjakan secara benar maka teman
sekelompoknya sendiri yang akan menghakiminya. Hal ini terjadi karena anggota yang bisa
mengerjakan akan turut malu jika hasil akhir kelompoknya ternyata tidak benar, apalagi diketahui
teman sekelas. Terjadilah konflik positif di antar anggota kelompok. Akhirnya, mau tidak mau
terjadi diskusi agar pekerjaan mereka benar. Dalam diskusi itu siswa yang sudah bisa mengajari
siswa yang belum bisa. Dalam pengelolaan kerja kelompok seperti ini tidak ada siswa yang
berusaha menggantungkan diri (menunggu hasil kerja teman), sebab pada saat validasi hasil
pekerjaan, setiap anggota kelompok harus menuliskan sendiri subpokok pikiran yang
diusulkannya, dan nama siswa itu ditulis di dalam kurung di belakang subpokok pikiran yang dia
usulkan. Jika usulannya tidak tepat dan hasil kerja kelompok dinyatakan belum sempurnya oleh
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 10
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

guru, maka empat siswa anggota kelompok yang dinilai belum benar oleh guru atau kelompok
lain, mau tidak mau akan berdiskusi lagi untuk membantu anggota kelompok yang belum
mengerti.
Pada kondisi seperti ini anggota kelompok yang gagal merasa malu dan tidak enak karena
telah merugikan nama baik rekan sekelompoknya. Sementara itu, anggota kelompok yang sudah
bisa tidak rela dan merasa rugi jika hasil kerja kelompoknya dinilai salah oleh guru. Perasaan-
perasaan seperti ini menjadi motivasi intrinsik setiap kelompok.
Model pembelajaran konvensional pun sebenarnya masih dominan dipraktikkan para
praktisi pembelajaran. Perubahan paradigma pembelajaran seiring dengan diberlakukannya
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006) atau yang dulu dikenal dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK 2004) ternyata tidak diikuti dengan perubahan gaya mengajar para
guru secara serentak. Para guru memerlukan pelatihan dan pemahaman untuk mereformasi dirinya
menjadi pengajar yang sesuai dengan tuntutan paradigma pembelajaran terkini.

Dan proses itu memerlukan waktu. Dalam paradigma lama guru bersifat dominan di kelas, bersifat
otoriter dan memerintah siswa, dan suasana kelas cenderung mengalami komunikasi satu arah
(dari guru ke siswa). Sedangkan paradigma baru menempatkan guru sebagai fasilitator proses
belajar siswa, sehingga siswa menjadi pusat kegiatan belajar, dan siswa menjadi penentu
keberhasilan proses belajarnya sendiri. Ringkasnya, perubahan paradigma itu adalah, semula
pembelajaran bersifat instruktif, kini berubah menjadi fasilitatif (Depdiknas, 2006).
Berikut ini diuraikan secara singkat perbedaan model pembelajaran konvensional atau
tradisional dengan model pembelajaran kooperatif, khususnya model pembelajaran kontekstual.

No Pembelajaran Kontekstual (Kooperatif) Pembelajaran Tradisional


Mengutamakan pada memori spasial
1 Mengutamakan pada hapalan
(pemahaman makna)
Pemilihan informasi berdasarkan
2 Pemilihan informasi ditentukan oleh guru
kebutuhan siswa
Siswa terlibat secara aktif dalam proses
3 Siswa secara pasif menerima informasi
pembelajaran
Pembelajaran dikaitkan dengan
4 kehidupan nyata/masalah yang Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
disimulasikan
Selalu mengkaitkan informasi dengan Memberikan tumpukan informasi kepada
5
pengetahuan yang telah dimiliki siswa siswa sampai saatnya diperlukan
Cenderung mengintegrasikan beberapa Cenderung terfokus pada satu bidang
6
bidang (disiplin) tertentu
Siswa menggunakan waktu belajarnya Waktu belajar siswa sebagian besar
untuk menemukan, menggali, berdiskusi, dipergunakan untuk mengerjakan buku
7 berpikir kritis, atau mengerjakan proyek tugas, mendengar ceramah, dan mengisi
dan pemecahan masalah (melalui kerja latihan yang membosankan (melalui kerja
kelompok) individual)
8 Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan
Keterampilan dikembangkan atas dasar Keterampilan dikembangkan atas dasar
9
pemahaman latihan
Hadiah dari perilaku baik adalah Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau
10
kepuasan diri nilai (angka) rapor
Siswa tidak melakukan hal yang buruk
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk
11 karena sadar hal tersebut keliru dan
karena takut akan hukuman
merugikan
Perilaku baik berdasarkan motivasi Perilaku baik berdasarkan motivasi
12
intrinsik ekstrinsik
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat,
13 Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
konteks dan seting
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 11
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

Hasil belajar diukur melalui penerapan Hasil belajar diukur melalui kegiatan
14
penilaian autentik. akademik dalam bentuk tes/ujian/ ulangan
Sumber: Direktorat Pembinaan SMP

PENUTUP
Pengembangan pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme telah membuat terjadinya
perubahan pendekatan dan strategi yang berpusat pada siswa. Siswa di kelas dikondisikan agar
aktif bekerja sama untuk menguasai materi dengan upaya mereka sendiri. Mereka diatur agar
belajar dan bekerja bersama dalam kelompok. Teknik dan bentuk pengelompokkan yang dilakukan
sangat bervariasi sehingga memunculkan berbagai model pembelajaran. Namun, pada dasarnya
semua variasi model mencerminkan pengelolaan pembelajaran yang bersifat kooperatif.
Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan
siswa dan partisipasi aktif siswa dalam belajar. Sehubungan dengan hal itu, penulis menyarankan
hal-hal sebagai berikut:
1. Pembelajaran di sekolah-sekolah hendaknya mulai menggunakan model pembelajaran
kooperatif. Berbagai ragam bisa dipilih oleh guru, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi
setempat.
2. Setiap guru berusaha untuk mengembangkan pembelajarannya dengan selalu meningkatkan
kemampuan diri, khususnya dengan melakuan penelitian tindakan kelas (PTK).
3. Setiap sekolah hendaknya memfasilitasi para guru dalam melaksanakan penelitian tindakan
kelas, demi meningkatkan keberhasilan pembelajaran bahasa. Dengan demikian, para guru di
sekolah tergerak untuk meningkatkan profesionalitas dirinya sebagai guru Bahasa Indonesia
melalui PTK.
4. Sehubungan dengan ini forum-forum kegiatan guru seperti KKG di tingkat TK/SD, MGMP di
tingkat SMP/SMA, dan FIG (Forum Ilmiah Guru) di tingkat kabupaten dapat menjadi arena
pertukaran informasi mengenai teknik-teknik terbaru dan terbaik dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Brown, H. Douglas.2000. Principles of Language Learning and Teaching. San Francisco: Addison
Wesley Longman
Finoza, Lamuddin. 2001. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi Insan Mulia.
Depdiknas. 2006. Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) di TK dan SD.
Makalah pelatihan PAKEM LPMP Jateng
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah , Departemen Pendidikan
Nasional. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif, Makalah
Sosialisasi KTSP
Direktorat Pembinan Sekolah Menengah Pertama. 2006. Pembelajaran Kontekstual.
Makalah/presentasi sosialisasi KTSP
Dune, Richard & Ted Wragg. 1998. Pembelajaran Efektif. Alih Bahasa Anwar
Jasin. Jakarta: Grasindo
Nunan, David. 1991. Language Teaching Methodology. New York: Prentice Hall.
Rooselawati, Erwin. 2007. Model-model Pembelajaran Kooperatif, Makalah Pelatihan PAKEM
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Tengah
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Subiyantoro. 2007. Teori Pembelajaran Bahasa Teori Behaviorisme, Bahan Kuliah PPS-UNNES
Sutikno, Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. Mataram: NTP Press Mataram
Tompkins, Gail E. 1990. Teaching Writing Balancing Process and Product. New
York: Macmillan Publishing Company.
Kurniawan, Kaharudin. 2007. Model Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia
bagi Penutur Asing Tingkat Lanjut. www.ialf.edu/kipbipa/papers, 15-10-2007
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 12
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

PELATIHAN PENULISAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
PROGRAM BERMUTU
MGMP MATEMATIKA SMP KABUPATEN BREBES

NUR ROKHMAN
Pelatihan penulisan penelitian tindakan kelas dalam rangka program BERMUTU : Rabu, 3 Nopember 2010 13
MGMP Matematika SMP Kabupaten Brebes
Nur Rokhman, Guru Matematika dan Bahasa Jepang SMA Negeri 1 Jatibarang
Email: nurr70@ yahoo.co.id

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BREBES

You might also like