You are on page 1of 26

REFERAT

MAMOGRAFI PADA KANKER PAYUDARA


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Radiologi di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga

Diajukan Kepada:

Dr. Achmad Kardinto, Sp.Rad

Disusun oleh:
Isniyanti Chasanah
20050310154

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2010

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah Dipresentasikan Presentasi Kasus dengan Judul

MAMAOGRAFI PADA KANKER PAYUDARA

Pada Tanggal :

November 2010

Disusun Oleh :

Isniyanti Chasanah (20050310154)

Menyetujui

Dokter Pembimbing

Dr. Achmad Kardinto, Sp.Rad

2
PRAKATA

Assalamualaikum, Wr.Wb

Dengan mengucapkan segala puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkat
rahmat dan karuniaNya, penulisan referat ini untuk memenuhi syarat mengikuti program
kepanitraan pendidikan profesi dokter di Bagian Ilmu Kedokteran Radiologi telah selesai di
susun. Dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. H. Acmad Kardinto, Sp.Rad selaku dosen pembingbing Ilmu Kedokteran Radiologi
BPRSUP Salatiga
2. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini tidak lepas dari kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Wabillahit taufik wal hidayah, Wass. Wr. Wb

Salatiga, November 2010

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN ................................................................................................................ 1

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. 2

PRAKATA ............................................................................................................... 3

DAFTAR ISI ............................................................................................................... 4

LATAR BELAKANG MASALAH ............................................................................ 5

TUJUAN PENULISAN ....................................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 7

GAMBARAN MAMOGRAFI PAYUDARA .................................................... 17

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sekitar dua abad yang lalu, penyakit infeksi menduduki urutan pertama sebagai
penyakit yang menyebabkan kematian. Sejak pertengahan abad 19, seiring dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan kualitas hidup manusia maka pola penyakit
juga berubah. Penyakit pembuluh darah dan kanker mulai menggeser kedudukan penyakit
infeksi. Di Amerika Serikat, 20 % dari kematian disebabkan oleh karena kanker. Setengah dari
kematian akibat kanker ini disebabkan oleh tiga macam yang tersering yaitu paru, payudara dan
kolorektal. Meskipun statistik dan prevalensi penyakit kanker di Indonesia tahun 2000
mendatang akan seperti pola penyakit di negara-negara maju. Karena itu mulai saat ini perlu
dipersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi tahun 2000 yang akan datang (Ampi
Retnowati, 1990).
Cara terbaik untuk menghadapi masalah kanker adalah dengan pencegahan atau
setidaknya dengan deteksi dini. Sayangnya pasien kanker sering datang ke dokter dengan kondisi
yang sudah parah (stadium lanjut), karena pada stadium dini belum dirasakan gejala yang
mengkhawatirkan. Untuk kasus demikian keberhasilan penyembuhan tergantung pada
keberhasilan penanganan selanjutnya (Ampi Retnowati, 1990).
Salah satu cara untuk menjalankan program penemuan dini penyakit kanker secara
terpadu, adalah dengan menimbulkan motivasi sudah berhasil maka diagnosis dini dapat
dilakukan oleh tenaga medis (Anon, 1992).
Tujuan akhir penemuan dini penyakit kanker adalah untuk memperbaiki angka
kematian hidup serta angka penyembuhan sehingga harapan hidup penderita kanker yang
ditemukan pada stadium dini menjadi lebih baik (Tjindarbumi, 1985).
Adapun masalah dalam tinjauan pustaka ini adalah bagaimana mendeteksi secara dini
kanker payudara dengan memeriksa payudara sendiri, periksa payudara secara klinis serta
penunjang dengan alat-alat deteksi lainnya. Kanker hingga saat ini merupakan salah satu
penyakit yang ditakuti, karena banyak orang yang mengidap kanker berakhir dengan kematian.

5
Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa penderita-penderita yang datang ke dokter atau rumah
sakit sering kali dalam keadaan terlambat, sehingga penyakit sudah stadium lanjut. Oleh karena
itu dokter atau rumah sakit tidak dapat berbuat banyak terhadap penderita-penderita kanker.
Sampai saat ini umumnya hanya penderita kanker pada stadium dini yang dapat disembuhkan
(Maria L, Sartono, 1990).
Ada wanita yang tidak berani menyentuh atau meraba-raba bagian tertentu dari
tubuhnya. Maka akan kesukaran untuk tiap bulannya memeriksa payudaranya sendiri untuk
menemukan kelainan-kelainan. Ada juga wanita-wanita yang tidak mau melakukan ini oleh
karena takut menemukan sesuatu. Selain pemeriksaan sendiri itu penting dilakukan secara
teratur, ini juga membuktikan bahwa ada tanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri (Sri
Moersadik, 1981).

B. TUJUAN PENULISAN

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui tindakan diagnosis atau deteksi secara
dini pada kejadian kanker payudara. Dengan mendiagnosis atau deteksi dini kanker payudara,
maka pengelolaan akan lebih mudah dan akan menentukan keberhasilan penanganan selanjutnya.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KANKER PAYUDARA
Kanker payudara menduduki tempat nomor dua dari insiden semua tipe kanker di
Indonesia, baik menurut Penyelidikan Bagian Patologi Universitas Indonesia maupun
registrasi yang terbaru dari “Proyek Penelitian Registrasi Kanker di RSCM Juli 1975-Maret
1978 (Hanifa Wiknjosastro, 1994).
Neoplasma ini 90 % berasal dari epitel ductus lactiferus dan sisanya 10% dari epitel
duktus terminal. Pertumbuhan tumor dimulai pada duktus kemudian meluas pada jaringan
stroma yang sering disertai pembentukan jaringan ikat padat, klasifikasi dan reaksi radang.
Kemudian tumor mengadakan invasi membentuk konfigurasi jari ke arah fasia dan membuat
perlengketan, sedang ke arah kulit menimbulkan kongestif pembuluh getah bening yang
membuat gambaran kulit mirip dengan kulit jeruk (Peau d’orange) yang lambat laun dapat
ulserasi pada kulit (Bani, 1995).

B. ANATOMI PAYUDARA

Glandula mammae terletak pada fasia pektoris yang meliputi dinding anterior dada.
Pada anak-anak dan pria glandula mammae rudimenter. Pada wanita setelah pubertas
glandula mammae membesar dan dianggap berbentuk sferis. Pada wanita dewasa muda
galandula mammae terletak di atas costa II sampai VI dan rawan costanya dan terbentang
dari pinggir lateral sternum sampai linea axillaris media. Pinggir lateral atasnya meluas
samapi sekitar bawah m.pectoralis major dan masuk ke axilla. Pada bagian lateral atas yang
keluar ke arah aksila membentuk penonjolan yang disebut penonjolan Spencer atau ekor
payudara (Snells R.S., Anatomi Klinik, Bagian I, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 1997).

Setiap payudara terdiri dari 12 sampai 20 lobulus yang masing-masing mempunyai


saluran ke papila mammae, yang disebut duktus laktiferus. Di antara lobulus tersebut ada
jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara.
Lobulus merupakan unit sekresi mammae. Tiap lobulus terdiri atas sejumlah asinus, atau

7
kelenjar yang berada di dalam jaringan ikat longgar dan berhubungan dengan duktus
intralobularis. Tiap asinus tersusun atas dua tipe sel yaitu epitel dan mioepitel. Sel epitel
merupakan sel sekresi. Meskipun sintesis air susu ibu hanya berlangsung selama masa akhir
kehamilan dan post-partum, sel tersebut mensekresi terus menerus berbagai jenis glikogen
protein yang dimasukkan ke dalam lumen kelenjar. Sel epitel dikelilingi oleh sel mioepitel
yang mengandung protein kontraktil yang mempunyai fungsi mekanik.

Duktus intralobularis berhubungan dengan duktus ekstralobularis. Duktus


ekstralobularis dalam satu daerah yang sama saling berhubungan membentuk duktus
subsegmental, yang saling berhubungan membentuk duktus segmental. Ini akan bermuara ke
duktus laktiferus dan sinus laktiferus yang berhubungan dengan permukaan papila mammae
melalui orifisium yang terpisah. Terdapat 15-20 duktus laktiferus, masing-masing
mengalirkan satu segmen mammae. Duktus dilapisi oleh sel epitel yang dikelilingi oleh sel
mioepitel. Stroma jaringan ikatnya lebih padat dibandingkan dengan lobulusnya dan duktus
dikelilingi oleh jaringan elastik yang membentu fungsi drainase duktus (Underwood J.C.E.,
Patologi : Umum dan Sistemik, Edisi II, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
2000).

Penyediaan darah ke payudara terutama berasal dari cabang a.perforantes anterior dari
a.mamaria interna, a.torakalis lateralis yang bercabang dari a.aksilaris, dan beberapa
a.interkostalis.

8
Persarafan kulit payudara bersifat segmental dan berasal dari segmen dermatom T2
sampai T6. Segmen dermatom area ini bisa didenervasi total atau sebagian setelah elevasi
flap kulit untuk mastektomi radikal atau modifikasi. Dengan pemotongan flap kulit dalam
aksila, maka suatu cabang utama bisa dikenali dan dikorbankan. Persarafan kulit payudara
diurus oleh cabang pleksus servikalis dan n.interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri
diurus oleh saraf simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan
penyulit paralisis dan mati rasa pasca bedah, yakni n.interkostobrakialis dan n.kutaneus
brakius medius yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada
diseksi aksila saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering terjadi mati rasa di daerah tersebut.

Aliran limfe dari payudara kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke kelenjar
parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula aliran yang ke
kelenjar interpektoralis. Di aksila terdapat rata-rata 50 (berkisar 10-90) buah kelenjar getah
bening yang berada disepanjang arteri dan vena brakialis. Saluran limfe dari seluruh
payudara menyalir ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, kelenjar aksila
bagian dalam, yang lewat sepanjang v.aksilaris dan yang berlanjut langsung ke kelenjar
servikal bagian kaudal dalam di supraklavikuler. Jalur limfe lainnya berasal dari daerah
sentral dan medial yang selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh mamaria interna,
juga menuju ke aksila kontralateral, ke m.rektus abdominis lewat ligamentum falsiparum
hepatis ke hati, ke pleura, dan ke payudara kontralateral (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong,
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997).

C. FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor risiko yang memegang peranan penting di dalam proses kejadian
kanker payudara (Gani, 1995) :
1. Orang tua (ibu) pernah menderita karsinoma payudara terutama pada usia relatif muda.
2. Anggota keluarga, kakak atau adik menderita karsinoma payudara.
3. Sebelumnya pernah menderita karsinoma pada salah satu payudara.
4. Penderita tumor jinak payudara.
5. Kehamilan pertama terjadi sesudah umur 35 tahun.

9
Pada laki-laki juga terdapat kelainan pertumbuhan misalnya Ginekomasti. Faktor
kelainan pada kelainan ini adalah (R. Sjamsuhidayat, 1997) :
1. Pada pria usia lebih dari 65 tahun, terutama orang gemuk.
2. Penyakit hari, seperti kanker atau sirosis hati.
3. Karsinoma testis.
4. Tumor anak ginjal.
5. Pada hipertiroidisme.
6. Pada orang yang menderita kanker paru.
7. Pada pubertas.
8. Pada pemakai obat-obatan misalnya :
- Estrogen.
- Testoteron.
- Antihipertensi.
- Digitalis.
- Simetidin.
- Diazepam.
- Amfetamin.
- Kemoterapeutik kanker.

D. GAMBARAN KLINIS
Kanker payudara biasanya mempunyai gambaran klinis sebagai berikut (Johan
Kurniada, 1997) :
1. Terdapat benjolan keras yang lebih melekat atau terfiksir.
2. Tarikan pada kulit di atas tumor.
3. Ulserasi atau koreng.
4. Peau’d orange.
5. Discharge dari puting susu.
6. Asimetri payudara.
7. Retraksi puting susu.
8. Elovasi dari puting susu.
9. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak.

10
10. Satelit tumor di kulit.
11. Eksim pada puting susu.
12. Edema

Tanda atau Gejala Interpretasi


a. Nyeri
- Berubah dengan daur menstruasi Penyebab fisiologi seperti pada tegangan
pramenstruasi atau penyakit fibrokistik
- Tidak tergantung daur menstruasi Tumor jinak, tumor ganas atau infeksi.
b. Benjolan di payudara
- Keras Permukaan licin dan fibroudenoma atau
kista
Permukaan keras, berbenjol atau
melekat pada kanker atau inflamasi non-
infektif
- Kenyal Kelainan fibrokistik
- Lunak Lipoma
c. Perubahan kulit
- Bercawak Sangat mencurigakan karsinoma
- Benjolan kelihatan Kista, karsinoma, fibroadenoma besar
- Kulit jeruk Di atas benjolan : kanker (tanda khas)
- Kemerahan Infeksi jika panas
- Tukak Kanker lama (terutama pada orang tua)
d. Kelainan puting atau aerola
- Retraksi Fibrosis karena kanker
- Infeksi baru Retraksi baru karena kanker (bidang
fibrosis karena pelebaran duktus)
- Eksema Unilateral : penyakit paget (tanda khas
kanker)
e. Keadaan cairan
- Seperti susu Kehamilan atau laktasi
- Jernih Normal
- Hijau Perimenopause
Pelebaran duktus

11
Kelainan fibrolitik
f. Hemoragik Karsinoma
Papiloma Intraduktus

Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit payudara

E. PENEMUAN DINI
Penemuan dini merupakan upaya penting dalam penanggulangan karsinoma
payudara. Sebagian besar tumor payudara ditemukan oleh penderita sendiri. Hal ini dapat
diartikan bahwa ukuran tumor lebih besar bahkan sudah sampai tingkat inoperable. Di
berbagai rumah sakit di Indonesia, kira-kira 65-80 % karsinoma payudara stadium
inoperable (Gani, 1995).
Untuk menemukan penyakit lebih awal dikembangkan berbagai metoda sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI/SARARI)
Pemeriksaan payudara sendiri dilakukan setiap bulan secara teratur. Bagi wanita
masa reproduksi, pemeriksaan dilakukan 5-7 hari setelah haid berhenti dengan pola
pemeriksaan tertentu. Apabila teraba nodul atau benjolan segera dikonsultasikan pada
dokter keluarga untuk pemeriksaan sendiri secara teratur kesempatan menemukan tumor
dalam ukuran kecil lebih luas. Menurut penelitian para ahli, pemeriksaan payudara
sendiri (SADARI/SARARI) sangat bernilai dalam penemuan dini karsinoma payudara
(Gani, 1995).
Pentingnya memeriksa sendiri payudara tiap bulan terbukti dari kenyataan
bahwa kanker payudara ditemukan sendiri secara kebetulan atau waktu memeriksa diri
sendiri. Wanita-wanita yang sudah berpengalaman dalam memeriksa diri sendiri dapat
meraba benjolan-benjolan kecil dengan garis tengah yang kurang dari satu sentimeter.
Dengan demikian bila benjolan ini ternyata ganas dapat diobati dalam stadium dini. Dan
kemungkinan sembuh juga lebih besar.
Walaupun kanker payudara jarang terjadi pada usia dua puluhan, tetapi lebih
bijaksana jika seorang wanita mulai umur itu membiasakan untuk memeriksa payudara
sendiri satu bulan sekali, keuntungan memeriksa diri sendiri di usia muda ialah bahwa ia

12
dapat belajar meraba payudaranya dan bentuknya. Tiap kelainan yang timbul dapat
segera diketahui.
Hari-hari yang paling baik memeriksa payudaranya ialah hari-hari pertama
sesudah haid karena payudaranya mengendor, jika ada benjolan-benjolan dengan mudah
dapat diraba. Jika wanita sudah menopause, sebaiknya menentukan satu hari tertentu
untuk pemeriksaan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya usia juga berarti
meningkatnya kemungkinannya mendapat kanker payudara. Penting sekali untuk
meneruskan pemeriksaan payudara sendiri ini sampai usia lanjut (Sri Moersodik, 1981).
Pemeriksaan payudara dibagi dalam dua tahap, yaitu :
- Memperlihatkan.
- Meraba.

Memperlihatkan Payudara Sendiri


Untuk melihat dengan jelas sendiri di depan cermin, dengan lengan
menggantung ke bawah, yang perlu diperhatikan adalah :
- Perbedaan di kedua payudara.
- Benjolan-benjolan, kerutan-kerutan, lekukan-lekukan atau lipatan kecil dari kulit.
- Perubahan dari puting susu dan apakah keluar cairan (kadang-kadang menjadi
basah).
- Perbedaan dengan pemeriksaan yang lalu.

Dengan tangan ke atas perhatikan cermin :


- Perubahan payudara.
- Perubahan di puting susu.
- Benjolan-benolan, kerutan-kerutan, lekukan-lekukan atau lipatan-lipatan kecil di
kulit yang menghilang atau timbul oleh karena lengan ditarik ke atas.

Meraba Payudara
Dilakukan sambil berbaring, periksa satu payudara dahulu, baru yang lainnya.
Jika mulai dari payudara yang kanan, di bawah pundak kanan diletakkan bantal kecil
atau handuk yang dilipat. Tangan kanan berada di bawah kepala. Pemeriksaan
dilakukan dengan tangan kiri.

13
Untuk memeriksa payudara bagian dalam cara meraba dilakukan dengan jari-jari
yang lurus dan rapat. Mulai dengan bagian atas payudara yang dekat dengan tulang dada
dengan gerakan berputar menjurus ke puting susu, lalu ke bawah sedikit dengan gerakan
berputar ke jurusan puting susu dan seterusnya sampai ke bagian bawah payudara.
Sekarang daerah sekitar puting susu diraba dengan teliti apakah ada :
- Benjolan-benjolam atau bagian-bagian yang terasa kaku.
- Terasa seperti ada tali ke jurusan puting susu.
- Kelainan dibandingkan dengan pemeriksaan terakhir.

Membedaki atau menyabun payudara memperlicin kulit hingga memudahkan perabaan.


Untuk memeriksa bagian luar, lengan kanan diluruskan di samping tubuh.
Dengan jari tangan kiri yang lurus dan rapat membuat gerakan-gerakan berputar dari
puting susu sampai tepi bawah payudara. Mulai lagi dari puting susu sampai ke tepi
bawah payudara yang lebih tinggi dan seterusnya. Terakhir diperiksa lekukan ketiak
kanan, lengan kanan diangkat sedikit ke atas dan dengan ujung jari-jari tangan kiri
diraba apakah ada benjolan-benjolan atau bagian-bagian yang tebal.
Sesudah memeriksa payudara kanan dan ketiak kanan dengan cara yang sama
payudara dan ketiak kiri diperiksa dengan tangan kanan dan dimulai pada bagian dalam
dari payudara kiri lalu bagian luar. Perhatikan juga perbedaan-perbedaan kedua
payudara (Sri Moersodik, 1981; Johan Kurniada, 1997).

2. Pemeriksaan Payudara Secara Klinis (SARANIS)


Dokter umum merupakan ujung tombak penanggulangan kesehatan masyarakat,
mempunyai kesempatan luas menemukan tumor payudara lebih awal. Kesempatan ini
mungkin terwujud, apabila pada wanita berusia lebih dari 40 tahun atau golongan resiko
tinggi, walaupun dia datang karena penyakit lain, dilakukan pemeriksaan fisik payudara
secara klinis (SARANIS) oleh dokter, bidan atau paramedis wanita yang terlatih dan
trampil. Keikutsertaan bidan atau paramedis merupakan cara yang baik untuk
menerobos kendala “budaya malu” diperiksa dokter pria yang sering terjadi di klinik
atau puskesmas. Dokter spesialis kandungan sering menemukan tumor payudara lebih
awal (Gani, 1995).

14
Cara pemeriksaan payudara SARANIS sebaiknya dilakukan sistemis dan
berurutan mulai dari inspeksi sampai dengan palpasi sebagai berikut :
1. Pasien duduk melintang di atas tempat duduk periksa, pakaian dibuka setinggi pusat
dan tangan tergantung santai. Dengan cermat diamati semetrisasi dan perubahan
bentuk kedua payudara.
2. Kedua tangan diangkat ke atas kepala, sambil mengamati semetrasi dan perubahan
gerakan payudara. Adanya tarik pada kulit merupakan pertanda kemungkinan
karsinoma. Untuk melihat lebih jelas tarikan pada kulit, massa tumor ditekan
diantara dua jari sambil memperhatikan kemungkinan karsinoma. Untuk lebih jelas
tarikan pada kulit, massa tumor ditekan diantara dua jari sambil memperhatikan
kemungkinan dimpling sign sebagai pertanda adanya tarikan pada kulit yang
menutupi tumor.
3. Palpasi kelenjar getah bening dilakukan dengan lengan pasien diletakkan santai di
atas tangan pemeriksa.
4. Palpasi leher terutama daerah supraklavikuler dilakukan dengan leher dalam
keadaan fleksi untuk mengetahui kemungkinan pembesaran getah bening.
5. Pada posisi supine, kedua payudara dipalpasi sistematis mulai dari pinggir sampai
pada puting susu, palpasi lebih intensif dari area kuadran lateral atas karena di area
ini lebih sering ditemukan karsinoma. Nodul lebih jelas teraba di atas kulit
disapukan sabun sambil dipalpasi.
Palpasi dilakukan dengan telapak jari yang dirapatkan. Palpasi payudara diantara
dua jari tangan lurus dihindari, karena dengan cara ini kelenjar payudara normalpun
teraba seperti massa tumor.
Kadang-kadang saling menekan puting payudara diantara dua jari keluar cairan
jernih atau campur darah. Pada keadaan demikian dianjurkan untuk membuat
sedian sitologi imprin basah ataupun laring (air dry smear) (Gani, 1995).
Pemeriksaan klinis payudara pada usia 20-39 tahun dilakukan tiap 3 tahun sekali
sedangkan pada usia 40 tahun atau lebih dilakukan tiap tahun setiap benjolan pada
payudara harus dipikirkan adanya kanker, sampai dibuktikan bahwa benjolan itu
bukan kanker (Teguh Aryandono, 1997).

15
3. Pemeriksaan Mamografi
Mammografi adalah foto rontgen payudara dengan mempergunakan peralatan
khusus. Cara ini sederhana dan dapat dipercaya untuk menemukan kelainan-kelainan di
payudara (Sri Moersodik, 1981) tidak sakit dan memerlukan kontras (Gani, 1995).
Mammografi mampu mendeteksi karsinoma payudara ukuran kecil, lebih kecil dari 0,5
cm bahkan pada tumor yang tidak teraba (unpalpable tumor). Cara ini dapat
dipergunakan untuk scrining massal terutama golongan resiko tinggi. Tujuan utama
pemeriksaan mammografi adalah untuk mengenali secara dini keganasan payudara.

Indikasi Pemeriksaan Mammografi


a. Kecurigaan klinis kanker payudara.
- Baik dengna rasanyeri atau tanpa rasa nyeri.
- Dirasakan oleh pasien, sedankgn dokter pemeriksa belum dapat merabanya.
b. Adanya benjolan payudara.
c. Dalam follow up setelah mastektomi, deteksi primer kedua dalam payudara yang
lain.
d. Setelah “Breast Conserving Treatment” deteksi kekambuhan atau primer kedua.
e. Adenokarsinoma-metastasis dari primer yang tidak diketahui.
f. Adanya rasa tidak enak pada payudara.
g. Pada pasien-pasien dengan riwayat resiko tinggi untuk mendertia keganasan
payudara.
h. Pembesaran kelenjar axila yang meragukan.
i. Penyakit Paget dari puting susu.
j. Pada penderita denan Cancerphonia.
k. Program skrening.

16
GAMBARAN MAMOGRAFI PAYUDARA

1.)Normal mammograms in a 40-year-old woman show dense breast parenchyma.

2). Screening mammogram depicts malignant ductal-type microcalcifications.

3). Image shows a malignant-type lesion: an invasive ductal carcinoma. This stellate
(spiculated) lesion has ductal-type microcalcifications

17
4).Image shows a benign lesion: a fibroadenoma with well-defined edges and a halo sign.

5).Benign microcalcifications: cystic hyperplasia

6). Breast cancer, mammography. Bilateral mammogram shows diffuse inflammatory


carcinoma of the left breast.

18
7). Traumatic fat necrosis. Mammogram shows traumatic fat necrosis following removal of a
lesion. The stellate lesion has a halo center.

4. Peranan Ultrasonografi (USG) pada Tumor Payudara


Pemeriksaan tumor payudara dengan USG mulai dikembangkan oleh Wild dan
Roid pada tahun 1952 dan saat ini pemeriksaan dengan USG sudah semakin populer
dan berkembang pesat.
Keuntungan pemeriksaan dengan USG, adalah :
a. Tidak menggunakan sinar pengion, jadi tidak ada bahaya radiasi.
b. Pemeriksaannya bersifat non-invasif, relatif mudah dikerjakan dengan cepat dan
cepat dipakai berulang-ulang dengan biaya relatif murah.
Ultrasonografi biasanya untuk membedakan tumor solid dengan kista dan untuk
menentukan metastasis pada hati (Gani, 1995). USG dapat bermanfaat dalam
mendiagnosa kista, bukan untuk tumor-tumor padat (Teguh Aryando, 1997). USG
berperan terutama untuk payudara yang padat, yang biasanya ditemukan pada wanita
muda, jenis payudara ini kadang-kadang sulit dimulai dengan mammografi.
USG juga dapat bermanfaat dalam membedakan jenis tumor solid atau kistik,
yang gambarannya pada mammografi hampir sama. Walaupun demikian, mikro-
kalsifikasi tidak dapat ditemukan dengan USG. Pembesaran kelenjar axila juga dapat
ditemukan dengan pemeriksaan USG. Keuntungannya terutama untuk deteksi

19
pembesaran kelenjar axila yang sulit diraba secara klinik. (Daniel Makes, Gregg M.
Goy Lord et al, 1989).

Ultrasonogram shows a benign lesion; in this case, the lesion is a fibroadenoma.

5. Computerized Tomography (CT)


Akhir-akhir ini pemeriksaan tumor payudara dengan CT telah berkembang tetapi
biaya pemeriksaan yang cukup tinggi, bahaya radiasi dan penggunaan kontras
merupakan limitasi pemeriksaan CT.
Untuk tumor ganas payudara biasanya gambaran CT sebelum dan sesudah
penyuntikkan zat kontras akan berbeda. CT juga unggul untuk melihat penyebaran
tumor ganas ke jaringan retromaria dan melihat destruksi dinding thoraks. Di samping
itu juga bermanfaat untuk penetapan jenis penyinaran dalam rencana radioterapi pasca
bedah.

F. DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA


Dengan mengamati sifat dan perilaku suatu penyakit yang berhubungan antara
pengaruh jejas dan reaksi tubuh melalui pengamatan penyakit dari segala seginya, maka
diagnosa dapat ditegakkan, dengan tetap mengingat definisi penyakit yang merupakan
proses dinamik, sehingga pemeriksaan sesaat hanyalah merupakan suatu fragmen

20
monomental dari proses yang berlaku, yang pada saat berikutnya dapat mengalami
perubahan-perubahan lagi (Andoko Prawiro Atmojo, 1987).

I. Pemeriksaan Klinik
Pada pemeriksaan klinik dilakukan langsung pada penderita dengan
pertumbuhan neoplasmanya, menurut cara-cara yang lazim dilakukan juga terhadap
penyakit lain pada umumnya :
a. Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara lansung atau melalui perantara
sepengetahuan orang terdekat lain, tentang penyakit dan penderitanya (Andoko
Prawiro Atmodjo, 1987). Adanya benjolan pada payudara merupakan keluhan
utama dari penderita. Pada mulanya tidak merasa sakit, akan tetapi pada
pertumbuhan selanjutnya akan timbul keluhan sakit. Pertumbuhan cepat tumor
merupakan kemungkinan tumor ganas. Batuk atau sesak nafas dapat terjadi pada
keadaan dimana tumor metastasis pada paru. Tumor ganas pada payudara disertai
dengan rasa sakit di pinggang perlu dipikirkan kemungkinan metastasis pada tulang
vertebra. Pada kasus yang meragukan anamnesis lebih banyak diarahkan pada
indikasi golongan resiko (Gani, 1995).
Nyeri adalah fisiologis kalau timbul sebelum atau sesudah haid dan
dirasakan pada kedua payudara. Tumor-tumor jinak seperti kista retensi atau tumor
jinak lain, hampir tidak menimbulkan nyeri. Bahkan kanker payudara dalam tahap
permulaanpun tidak menimbulkan rasa nyeri. Nyeri baru terasa kalau infiltrasi ke
sekitar sudah mulai (Hanifa Wiknjosastro, 1994).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan dengan cara gentle dan tidak
boleh kasar dan keras. Tidak jarang yang keras menimbulkan petechlenecehymoses
dibawah kulit.orang sakit dengan lesi ganas tidak boleh berulang-ulang diperiksa
oleh dokter atau mahasiswa karena kemungkinan penyebaran (Hanifa Wiknjosastro,
1994) inspeksi.
Harus dilakukan pertama dengan tangan di samping dan sesudah itu dengan
tangan ke atas, dengan posisi pasien duduk. Pada inspeksi dapat dilihat dilatasi

21
pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas
dibawah kulit (Hanifa Wiknjosastro, 1994).
Dapat dilihat :
- Puting susu tertarik ke dalam.
- Eksem pada puting susu.
- Edema.
- Peau d’orange.
- Ulserasi, satelit tumor di kulit.
- Nodul pada axilla (Zwaveling, 1985).
Palpasi
Palpasi harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal kearah garis aksila
ke belakang, dari subklavikular ke arah paling distal (Hanifa Wiknjosastro, 1994).
Palpasi dilakukan dengan memakai 3-4 telapak jari. Palpasi lembut dimulai
dari bagian perifer sampai daerah areola dan puting susu.
II. Pemeriksaan Sitologi Kanker Payudara
Dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa kanker payudara melalui tiga cara :
- Pemeriksan sekret dari puting susu.
- Pemeriksaan sedian tekan (Sitologi Imprint).
- Aspirasi jarum halus (Fine needle aspiration).

III. Biopsi
Biopsi insisi ataupun eksisi merupakan metoda klasik yang sering dipergunakan
untuk diagnosis berbagai tumor payudara. Biopsi dilakukan dengan anestesi lokal
ataupun umum tergantung pada kondisi pasien. apabila pemeriksaan histopatologi
positif karsinoma, maka pada pasien kembali ke kamar bedah untuk tindakan bedah
terapetik.

Terapi
Sebelum merencanakan terapi karsinoma mammae, diagnosis klinis dan
histopatologik serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Atas dasar

22
diagnosis tersebut, termasuk tingkat penyebaran penyakit, disusunlah rencana terapi
dengan mempertimbangkan manfaat dan mudarat setiap tindakan yang akan diambil.

1. Bedah Kuratif
 Mastektomi radikal
- Mastectomi radikal menurut Halsted : jaringan payudara dengan kulit dan
putingya + kedua m. pektoralis + semua limfonodi aksilla (saat ini operasi
tersebut hampir tidak pernah dilakukan lagi).
- Mastektomi radikal modifikasi : jaringan payudara + kulit dan puting + semua
limfonodi axilla.
- Ablasio mamae : jaringna payudara dengan jaringan kulit dan puting.
 Breast Conservasing Treatment : segmental mastectomy (exsisional biopsi
dengan tepi yang lebar) + diseksi Inn aksilla + radioterapi untuk jaringan
payudara. Dibeberapa senter, terapi radiasi hanya terdiri radiasi eksterna,
disenter lain dikombinasikan dengan brachyterapi. BCT hanya mungkin pada
kanker payudara yang kecil tanpa metastase jauh.
2. Hormonal atau kemoterapi
- Terapi Hormonal paliatif dapat diberikan sebelum kemoterapi, karena efek
terapinya lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua karsinoma
mamae peka terhadap hormonal.
Terapi hormonal paliatif dapat dilakukan pada penderita yang pra menopause
dengan cara ovarektomi bilateral atau dengan aminoglutetimid.
- Terapi hormon diberikan sebagai ajuvan kepada pasien pascamenopause yang
uji reseptor estrogennya positif dan pada pemeriksaan histopatologik ditemukan
kelenjar axilla yang berisi metastasis.
- Terapi radiasi : lokoregional atau untuk mengendalikan metastase jauh (seperti
metastase tulang yang nyeri).
Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu terbatas bila
tumor sudah tak mampu-angkat. Tumor disebut tak mampu angkat bila
mencapai tingkat T4 misalnya ada perlengketan pada dinding thoraks dan kulit.

23
Biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila dan supra klavikula diradiasi.
Tetapi penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena limfodem akibat
rusaknya kelenjar ketiak supra klavikula.
3. Pembedahan paliative
Bedah paliatif pada kanker payudara hampir tidak pernah dilakukan. Kadang residif
lokoregional yang soliter dieksisi, tetapi biasanya pada awalnya saja tampak soliter,
padalah sebenarnya sudah menyebar, sehingga pengangkatan tumor residif tersebut
tidak berguna.

4. Kombinasi dari penanganan di atas


Kemoterapi paliatif dapat diberikan pada pasienyang telah menderita metastasis
secara sistemik. Obat yang dipakai secara kombinasi, antara lain (CMF
(Cyclofosfamide, Methotrexate, Fluorouracil atau Vinkristin dan Adriamisin (VA),
atau 5 Flyorouracil, Adriamisin (Adriablastin), dan Sikklofosfamid (FAC)).

Pada kanker payudara stadium lanjut, sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu
terutama untuk mengurangi penderitaan penderita dan memperbaiki kualitas hidup.
Pada penderita yang sudah di operasi (mastektomi) akan timbul reaksi psikologik
yang cukup tinggi dan juga setelah operasi mereka akan mengalami kesulitan dalam
kehidupan sehari-harinya, misalnya menyisir rambut, menyapu atau juga membawa beban
yang ringan/berat (menggendong anak). Bila mereka tidak kita berikan perhatian ini sangat
berat dirasakan oleh penderita.
Disini peran serta keluarga dalam mendampingi dengan memberikan perhatian dalam
fisioterapi dan psikologis penderita.
Fisioterapi diberikan sesuai dengan akibat dari cacat mastektominya, misalnya
karena akibat dari mastektomi penderita akan mengalami kesulitan dalam menggunakan
kedua tangannya, kita berikan kepercayaan pada mereka untuk beraktivitas. Kemudian kita
ikutkan dalam suatu organisasi wanita yang pernah mengalami operasi angkat payudara,
dimana disana mereka akan bertukar pengalaman dan beraktivitas, berkreasi, berkarya
dengan menghasilkan suatu karya yang dapat dinikmati orang lain.
Ini akan memberikan rasa percaya diri mereka dalam melanjutkan kehidupannya.

24
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Dengan melihat perjalanan neoplasia payudara seiring dengan stadium yang dilalui maka
penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa deteksi dini kanker payudara dpat dikembangkan
metode pemeriksaan payudara sendiri, pemeriksaan payudara secara klinis, pemeriksaan
mamografi, pemeriksaan USG dan Computerized tomografi. Sedangkan diagnosis kanker
payudara dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinik, pemeriksaan sitologi dan biopsi.

SARAN
Mengingat penyakit merupakan proses dinamik yang selalu mengalami perubahan-
perubahan maka tindakan penemuan dini merupakan upaya penting dalam penanggulangan
karsinoma payudara dengan jalan meningkatkan motivasi tanggung jawab untuk menyadarkan
pentingnya penyakit kanker.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ampi Retnowardani, 1990. Pemandu Tumor dan Peranannya dalam Diagnosis dan Penanganan
Tumor Ganas, Medika, Juni; (6) 16 : 478-479.

Andoko Prawior Atmojo, 1987. Patologi Neoplasia dan Neoplasma, Fak. Kedokteran UNAIR,
Surabaya, 84-88.

Anon, 1992. Pentingnya Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker, Medika, Maret; (13) : 11-12.

Daniel Makes, 1986. Peranan Radiodiagnostik Konvensional dan “Imaging” pada Tumor
Payudara dan Karsinomaserviks, 141-149, Tumor Ganas pada Wanita, Fak. Kedokteran, UI,
Jakarta.

Gani, W.T., 1995. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia,
EGC, Jakarta, 25-50.

Hanifa Wiknjosastro, 1994. Ilmu Kandungan, 472-795. Yayasan Bina Pustaka, Sarwono
Prawiroharjo, Jakart.

Marina L. Sartono, 1990. Mungkinkan Kanker Menjadi Penyakit Turunan, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, Medika, Maret; (3) 16 : 245.

Sjamsuhidayat dan Wim de Joing, R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Revisi ed. EGC, Jakarta, 534-
555.

Sri Moersodik, 1981. 100 Pertanyaan Mengenai Kanker Wanita Sejahtera, Jakarta, 51-60.

Teguh Aryando, 1997. Prinsip Oncologi dan Kanker Payudara. Hand out Bedah Tumor,
Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

Tjindarbumi, R., Muh. Djakaria & Gunawan, 1985. Breast Cancer, Problem And Management in
Indonesia, 107-109, Asian Cancer Conference of the APFOCC, Jakarta.

Zwaveling, A., 1985. Tumor Payudara, PN Balai Pustaka, Jakarta, 385-400.

Dongola Nagwa, MD, FRCR. 2009. Mammography in Breast Cancer, Clinical Director,
Associate Professor, Department of Radiology, Soba University Hospital

26

You might also like