You are on page 1of 7

Naskah MONOLOG untuk kelompok usia 14 – 18 tahun –

Untuk Laki – laki


ROMEO & JULIET - Karya: William Shakespeare - Babak II adegan II
(Walaupun orang tua mereka bermusuhan, Romeo dan Juliat saling jatuh cinta. Kedua
insan saling mengecap sari juwita walaupun temena-teman mereka melarangnya. Dalam
adegan ini, Romeo yang baru saja pulang dari pesta bersama teman-temannya, ke sasar
masuk ke taman rumah Juliet, di sana dia menumpahkan seluruh isi hatinya ketika
melihat Juliet termenung di balkon rumahnya).

ROMEO: Dia bercanda pada codet yang tidak pernah kena luka.
(Juliet Nampak di depan jendela di ruang atas.)
Diam hatiku! Cahaya apa yang menerobos lewat jendela? Timur ada di sana dan Julia
mataharinya. Terbitlah surya permai; halaukan dewi bulan yang pucat merana oleh duka.
Sebab engkau, hambanya, lebih cantik daripadanya. Tinggalkan dia dalam
kedengkiannya! Pakaian para hambanya kusut masai; itu untuk orang gila, tanggalkanlah
– Dialah itu, kekasihku, mahkotaku; O andaikata dia maklum akan hal itu! – Ia berkata,
tapi tak kudengar, apa katanya? Matanya memuji dan akan kujawab – Ah lancang! Bukan
aku yang diajak bicara. Dua bintang yang paling indah di cakrawala memohon pada
matanya bercahaya di langit untuk sementara. Tetapi bagaimana kalau matanya di sana
dan bintan-bintang bersinar diwajahnya? Cahaya pipinya akan membuat malu bintang-
bintang itu. Seperti matahari membuat lampu malu. Di langit, matanya akan memancar
cerah cuaca, hingga burung-burung menyangka: fajar’lah tiba! – Tengok, dia bertopang
dagu. O mengapa aku tak jadi sarung tangannya? Akan kucium pipi itu!

EULOGI FOR A SMALL TIME THIEF - Karya: Miguel PINERO


(Untuk perempuan. Elaine seorang pelacur remaja, datang ke sebuah apartement untuk
bertemu dengan seorang laki-laki. Rupanya, “Klien”nya adalah ayahnya sendiri, seorang
businessman kelas menengah yang tidak tahu gaya kehidupan Elaine. Adegan di akhir
naskah ini, Elaine sedang menjelaskan tentang dirinya kepada ayahnya.)

ELAINE: Dengerin ayah, saya rasa sudah waktunya kita berhenti dari semua kebohongan
yang terjadi antara ayah dan saya… Pertama-tama, ayah tidak sayang atau suka sama
saya sedikitpun dan saya bisa bilang kalau perasaan saya begitu juga terhadap ayah. Saya
nggak ngerti ayah sama sekali. Mungkin saya terlampau keras menghakimi ayah, tapi
itulah kasus yang sebenarnya. Denger, saya memang udah rencana ninggalin ayah dan
ibu untuk bisa berdiri sendiri. Saya nggak butuh ayah lagi, dan ayah nggak pernah butuh
saya, jadi saya pikir ini malah mengangkat tanggungjawab dari pundak ayah. Nggak ada
satupun di rumah yang membuat saya ingin berpegangan erat, dan saya tau nggak akan
pernah ada… dan saya nggak berharap… kalau selang berapa waktu nanti saya berhenti
memimpikan rumah itu ‘karna saya sering mimpi kalau satu masa nanti ayah dan ibu mau
sisihkan waktu sejenak berhenti dari pertengkaran harian kalian untuk menawarkan saya
tanda damai dan kasih sayang. Saya sering mimpi seperti itu bahkan udah jadi rerun,
foto-foto basi dari album keluarga di masa lalu, menyajikan adegan-adegan di ruang
keluarga… Kehidupan Saya sudah di mulai dengan kondisi-kondisi yang saya tentukan
sendiri dan saya tidak akan menyerah sesentipun, tidak seperti ayah dan ibu; ayah
menyerah bermeter-meter sampai jadi berkilo-kilo meter panjangnya kehidupan keluarga
yang penuh dengan mimpi-mimpi buruk. Itu bukan untuk saya. Saya pernah
menghidupinya selama enambelas tahun dan saya rasa tidak ada yang lebih brutal dari
pada itu. Mungkin ayah akan menganggap saya bukan anak lagi. Saya sebenarnya nggak
peduli; saya senang hidup sendiri. Saya udah simpan setiap sen dari hasil melacurkan diri
untuk keluar dari eksistensi mengerikan yang ayah sebut kehidupan itu. Jadi nggak usah
berlagak jadi orangtua. Berhenti jadi ayah yang sok care. Nggak cocok dengan tingkah
laku ayah dan hampir bikin saya mau muntah di seluruh kamar ini, jadi lepasin aja deh…
Ayah udah minum, sekarang ayo pergi sebelum kamar ini jadi terlalu panas untuk kita
bisa keluar.

Naskah MONOLOG untuk kelompok usia 19 – 21 tahun –

Untuk Laki – laki


STREAMERS - Karya: David RABE
(Monolog ini disampaikan di sebuah barak tentara. Selama adegan berlangsung, salah
satu dari perwira muda bernama Richie, seringkali menggoda seorang perwira muda
bernama Billy. Tidak ada seorang pun yang yakin apakah Richie serius atau tidak, tapi
sentilan-sentilan “gay”nya membuat semua orang tegang. Di adegan ini, Richie, Billy dan
seorang teman sekamar mereka bernama Roger sedang tidur di mana lampu sudah
dipadamkan. Billy sedang mengungkapkan perasaannya mengenai homoseksualitas.)

BILLY: Gue… punya sahabat, Roger – dan ini maksud saya paling penting – dia sahabat
gue, dari kecil main bola sama-sama, pokoknya dia orangnya keras, kadang-kadang jahat.
Dirumahnya ada poster Al Capone. Jadi gue ama dia sering naik mobil ke tempat-tempat
maksiat, bikin banci-banci ngegoda kita… kira-kira begitu… lamaan dikit supaya mereka
beliin kita makan, minum bahkan barang-barang bagus. Seperti itulah kita, satu geng, cari
duit. Jadi kita biarin kucing-kucing ini goda kita, kebanyakan kucing-kucing tua, dan
mereka bahagia banget bisa ngegoda kita, dan kita dapet banyak minuman dan makanan
gratis dan kita bikin mereka nafsu. Lama-lama mereka mulai ngajak kita ke rumah
mereka. Boleh aja, kita bilang. Udah itu order minuman lagi, lalau udah di jalan, kita usir
mereka. Kita hina mereka, kita panggil mereka bencong dan usir mereka. Dan Frankie,
temen yang saya bilang jahat tadi, memang kasar banget dan kalau mereka ngelawan, dia
pukul mereka. Memang dia begitu orangnya. Tingkah ini kita lakuin cukup lama dan
memang bagus kalau lagi nggak ada duit atau lagi pengen ketawa. Lalu Frankie – pada
suatu hari ngomong ke gue – dan dia bilang dia pergi ke rumah salah satu banci itu.
Emangnya kenapa, dia bilang, nggak masalah. Dan dia bilang – Frankie yang bilang –
kenapa gue ga ikut aja? Nggak masalah, dia bilang, apa sih masalahnya siapa yang
ngelakuin ke elo, cewek atau laki-laki tua, elo tutup mata aja, mulut dimana-mana sama,
nggak masalah – dia bilang begitu. Gue coba menolak, tapi dia nggak denger apa yang
gue bilang. Jadi, hari berikutnya dia telpon gue dan cerita. Okey, okey, dia bilang, adegan
seru, dia bilang; mereka main poker, pakai duit, dan dia menang banyak. Frankie bahagia
banget. Gitu caranya hidup bahagia, dia bilang. Jadi dia begitu terus, dan dia waktu itu
punya cewek cantik banget. Tapi sesudah berapa lama dia jadi kucing dia putusin
pacarnya si Linda, padahal mereka saling cinta. Frankie jadi ketagihan. Dia bener-bener
nikmatin sampai nggak tau lagi gimana caranya ngelepasin diri – ngerti nggak apa yang
gue bilang? Frankie nggak pernah berpikir dia bakal ketagihan. Dia sebenernya nggak
pernah di kasih tau, menurut gue begitu, seharusnya ada yang bilangin ke dia. Suatu hari,
Frankie datang ke gue nangis-nangis, pedih deh pokoknya, bilang kalau dia udah jadi
bencong. Dia suka ngisep kontol dan gue nggak bohong. Gue sumpah, nggak bohong.

A PALM TREE IN A ROSE GARDEN - Karya: Meade ROBERTS


(Untuk perempuan. Setelah audisi berbulan-bulan tanpa hasil, Barbara, seorang aktris,
mulai merasa ketakutan dan menceritakan rasa takut ke ibu kosnya, Rosa)
BARBARA: Tentu saja aku punya agen.. Tapi buat apa? Tadi pagi, aku pergi
menemuinya. Pakai pakaian yang paling bagus bahkan naik taksi. Kau tau apa yang
terjadi? Sekretarisnya bilang dia pergi. Dan menyuruh aku datang lagi. Aku bilang, aku
tunggu saja. Sambil tunggu aku baca majalah BINTANG dan CEK & RICEK. Aku baca
kedua majalah itu berulang-ulang. Satu jam berlalu, dan sekretaris kembali dan bilang dia
sudah datang dari pintu belakang, tetapi dia akan sibuk. Aku bilang aku tunggu. Dia
bilang lebih baik jangan, lebih baik ~lpon saja nanti siang. Lalu aku pulang dan pergi ke
PI Mall untuk makan siang. Aku berjumpa dengan teman wanita yang pernah aku kenai
dulu. Dia sangat senang karena Indigo memperpanjang kontraknya 6 bulan lagi. Aku
sangat iri padanya, aku jadi tidak bisa makan. Aku minta permisi dan pindah ke Plaza
Senayan. Aku baca majalah BINTANG dan CEK & RICEK. Akhirnya jam menunjukan
pukul 2.00 siang. Jam 2.00 sudah siang, kan? Lalu aku telpon agen itu. Sekarang dia
sedang bertelepon jarak jauh dengan seseorang di Singapore. Tolong telpon lagi nanti.
Aku telpon lagi jam tiga dan jam setengah empat. Waktu aku telpon jam empat,
sekretarisnya bilang dia sudah pulang lima belas menit yang lalu. Dia ada janji main golf.
Rosa, jadi figuran saja aku belum pernah!

Naskah MONOLOG untuk kelompok usia 22 – 25 tahun

HAMLET - Karya: William SHAKESPEARE


Untuk Laki – laki (Hamlet terbelah dua. Dia dia harus menjalankan tugas yang
diberiukan ayahnya untuk balas dendam, tetapi hati nuraninya mengatakan tidak.)

HAMLET: Ada atau tiada, itu soalnya.


Mana yang lebih mulia: menerima dengan rela
Panah dan busur nasib buruk yang ganas
Atau berperang melawan lautan bencana
Dan menentang, lalu mengakhirnya? Mati, tidur…
Dan kalau dengan tidur kita sudahi derita hati
Dan seribu sengsara yang menjadi warisan insani,
Maka hendaknya kita akhiri dengan doa suci.
Tapi kalau tidur – ada mimpi. Nah, itu perintangnya.
Karena mungkin yang kita impikan dalam tidur maut itu,
Kalau sudah lepas dari kekacauan hidup ini
Akan menghambat kita. Pengamatan itu
Menyebabkan azab derita panjang umurnya.
Sebab siapa betah keonaran dan kekejian zaman,
Penindasan, penghinaan, kesombongan,
Asmara yang gagal, keadilan yang terlambat,
Kekuasaan yang congkak, dan penistaan,
Kalau dengan satu tikaman pisau saja,
Orang dapat kedamaian? Tapi siapa yang mau memikul,
Menggerutu, dan menderita dibawah beban hidup sengsara,
Kalau tak takut pada sesuatu sesudah mati,
Pada dunia yang belum pernah dijelajahi, dari mana musafir
Tak pernah kembali dengan selamat.
Pasti dia akan merubah kehendaknya dan lebih suka menderita,
Daripada lari menuju apa yang belum dikenalnya?
Pertimbangan membuat kita semua menjadi pengecut.
Dan niat untuk resolusi yang cepat menjadi lesu karena takut.
Hingga tekat yang besar nilainya, karena pertimbangan,
Berbelok haluan hingga tidak dapat dinamakan perbuatan.
Untuk perempuan

THE SIGN IN SIDNEY BURSTEIN’S WINDOW


Karya: Lorraine HANSBERRY
Untuk perempuan. (Iris, seorang bintang yang sedang laris, menjelaskan kepada
suaminya, Sidney, kenapa sulit baginya untuk mengikuti audisi.)
IRIS: Kau tidak tau bagaimana rasanya – Ya, ampun, masuk ke kantor-kantor PH itu…
Di sana selalu ada seorang resepsionis yang duduk di sebuah meja dengan setumpuk foto-
foto yang tingginya menyentuh atap. Dan mereka kelihatannya bosan, kau tahu.
(Memandang pada suaminya). Bahkan yang santun, yang baik juga.Bayangkan, mereka
sudah melihat 5 juta orang seperti aku dan ketika aku masuk, mereka pasti bosan. Dan
ketika aku berhasil melewati mereka, menuju ruang tunggu, di sana sudah menunggu
yang 5 juta itu dengan pandangan penuh ketakutan, tapi jahat dan sangat bersaing seperti
aku juga. Lalu kami semua duduk di ruangan itu, dan tidak tahu apa-apa: bagaimana rupa
masing-masing, bagaimana perasaan masing-masing.. Dan yang paling kami tidak tahu
adalah bagaimana audisinya. Dan ketika kami masuk ke dalam, kami makin tidak tahu
apa-apa. Hanya wajah-wajah saja. Mendingan orang mencoba menggoda aku, setidak-
tidaknya aku tahu mengatasi hal itu- karena itu jelas dari kehidupanku. Tapi itu juga
hampir tidak pernah terjadi padaku. Yang aku pernah lihat hanya wajah-wajah kosong
sutradara, produser, dan penulis yang menyorot, menunggu aku menunjukkan sesuatu
yang bisa membuat mereka excited… Dan aku sendiri hanya berdiri disana sadar kalau
aku tidak bisa melakukannya. Apapun itu, melakukannya dengan penuh imajinasi yang
sudah sering aku latih di rumah, bahkan malam sebelumnya. Dan hanya satu saja yang
aku pikirkan: Apa gunanya aku berdiri di sini di hadapan orang-orang asing ini, membaca
kata-kata konyol dan meloncat-loncat ke sana kemari seperti orang gila? Sidney, kenapa
aku terlampau lemah?

INDIANS - Karya: Arthur KOPIT


(untuk laki-laki Setting: Tahun 1800. 3 orang senator sedang mengunjungi tempat
Reservasi Masyarakat Indian untuk mendengarkan kekesalan-kekesalan dari Kepala Suku
Sitting Bull dan menginvestigasi kondisi-kondisi yang di hadapi suku Indian ini. Kepala
suku sudah pernah memohon untuk supaya “Tuan Yang Mulia” (Presiden Amerika)
untuk datang melihat sendiri Reservasi Indian, tetapi apa boleh buat, Kepala Suku ini
bersedia mengesampingkan harga dirinya dengan menerima senator-senator ini saja.
Kepala Suku Sitting Bull sudah memilih John Grass untuk berbicara terlebih dulu di
pertemuan ini. Grass adalah seorang Indian yang pernah belajar di sekolah “orang kulit
putih” dan mengerti benar “cara-cara hidup mereka”. Dan menyampaikan pidato yang
sangat bergaya dan menggugah yang menyimpulkan dilemma yang dihadapi masyarakat
Indian dan memohon keadilan bagi mereka)
JOHN GRASS: Saudara-saudaraku! Aku ingin menyampaikan apa yang sudah pernah
disampaikan oleh Tuan Yang Mulia dulu. Dia bilang kita harus berhenti berburu dan
mulai bertani. Jadi kita melakukan apa yang dicanangkannya tapi bangsa kita malah
kelaparan. Karena memang tanah kita lebih cocok untuk berternak, bukan untuk bertani,
bahkan kalau pun kita memang petani, tidak mungkin ada yang bisa tumbuh. Karena
masalah ini, Tuan Yang Mulia bilang dia akan mengirim makanan dan pakaian, tapi tidak
ada yang dikirim. Untuk mengatasi masalah itu, kita minta uang hasil dari penjualan
Lembah Hitam padanya, karena kita pikir, dengan uang ini kita bisa membeli makanan
dan pakaian. Tapi tidak ada uang yang dikirim. Itu sebabnya kita jadi sakit dan sedih…
Lalu untuk menghilangkan rasa sedih kita, dia kirim Pendeta Marty, untuk mengajar kita
menjadi orang Kristen. Tapi waktu kita bilang padanya kita tidak mau jadi orang Kristen
tetapi hanya ingin sama seperti nenek moyang kita, menari tarian adat dan berperang
lawan suku lain! Dan berdoa kepada Roh Yang Mulia yang membuat angin-angin dan
bumi, dan membuat manusia dari tanah bumi ini, Pendeta Marty malah pukul kita!...
Akhirnya, kita bilang pada Tuan Yang Mulia, kita mau kembali berburu lagi, karena
untuk hidup, kita butuh makanan. Tetapi saat itu kita sudah mulai mengira bahwa waktu
kita sedang belajar bertani, banteng-bantengnya sudah tiak ada lagi. Sekarang, tanah
perternakan sudah dipenuhi tulang-tulangnya… Sebelum kami berikan tanah kepada
tuan-tuan sekalian, atau pindah dari daerah ini sebelum orang-orang yang kami cintai jadi
putih di peti mati mereka, kami mau tuan-tuan sekalian menyampaikan kepada Tuan
Yang Mulia untuk memberikan pada kami, yang masih hidup ini, apa yang sudah
dijanjikan! Tidak lebih dari itu.

NUTS - Karya: Tom TOPOR


(Untuk perempuan. Claudia ditahan di Rumah Sakit Jiwa kota New York menunggu
diadili karena kejahatannya membunuh klien. Tetapi Negara Bagian New York menuntut
evaluasi psikiater atas Claudia untuk menentukan apakah dia layak untuk diadili atas
kejahatannya. Dua psikiater diagnose Claudia dengan paranoid schizophrenic, tidak layak
untuk diadili. Claudia dan pengacaranya menuntut balik dan mempresentasikan pada
pengadilan kalau dia tidak gila. Sebelum monolog ini, jaksa penuntut bertanya apakah
Claudia saying pada ibunya).
CLAUDIA: (Pause) Waktu aku masih kecil, aku selalu bilang pada ibu, aku sayang ibu
sampai ke bulan dan balik lagi dan sekeliling bumi dan balik lagi; dan ibu sering bilang
padaku, ibu sayang padaku, dan apa lagi yang mungkin salah? (pause) Dimana salahnya,
bu? Aku sayang ibu, dan ibu sayang aku, dan dimana salahnya? Kau lihat, Aku tahu ibu
sayang padaku, dan aku tahu, aku sayang ibu, dan – lalu apa? Dia di sana, dan aku di sini,
dan dia benci padaku karena hal-hal yang kulakukan padanya, dan aku benci padanya
karena hal-hal yang dilakukannya padaku. Kau berdiri di situ bertanya kalau kau sayang
pada putrimu, dan mereka bilang “ya” dan kau pikir kau sudah bertanya tentang sesuatu
yang nyata, dan mereka pikir mereka sudah mengatakan sesuatu yang nyata. Kau berpikir
begitu karena kalau kau lempar kata “sayang” semaunya seperti bola kami akan merasa
hangat dan ceria. Tidak. Sesuatu terjadi pada mereka: mereka sangat menyayangimu
sampai kau tidak diperhatikan lagi karena mereka terlampau sibuk dengan sayangnya.
Mereka sangat menyayangimu seperti sebuah pistol, yang terus-menerus menembak ke
kepalamu. Mereka sangat menyayangimu sampai kau harus pergi ke rumah sakit. Ya, aku
tahu ibu sayang padaku. Ibu, aku tahu ibu sayang padaku. Dan aku tahu sesuatu yang aku
pelajari ketika beranjak dewasa, tidak cukup hanya sayang. Sayang kebanyakan dan tidak
cukup.

STILL LIFE - Karya: Emily MANN


(Untuk laki-laki. Adegan 7 - Mark adalah mantan prajurit yang pernah berperang di
Vietnam. Dalam “documentary” ini, Mark, istrinya, Cheryl, dan selingkuhannya, Nadine,
menggambarkan hubungan mereka sudah dipengaruhi oleh mimpi-mimpi buruk Mark
ketika dia di Vietnam dan masa-masa sesudahnya. Di monolog berikut ini, Mark
mengaku membunuh anak-anak ketika perang.)
MARK: Aku bunuh mereka dengan pistol didepan orang banyak. Aku menuntut sesuatu
dari orang tua mereka, dan secara sistematis menghancurkan mereka. Dan itu . . . itu
bagian yang terberat yang selalu membebaniku. Kau tahu tentang hal itu sekarang,
beberapa orang lain tahu tentang hal itu, istriku tahu tentang hal itu, Nadine tahu tentang
hal itu, dan tidak ada lagi yang tahu tentang hal itu. Selama terus menjadi bebanku; inilah
logikanya dengan anak-anakku. Seorang temanku menginjak ranjau. Dan orang-orang ini
tahu tentang hal itu, Aku tahu mereka tahu. Aku tahu mereka bekerjasama dengan
infrastrukturnya Vietkong. Aku tuntut mereka untuk memberitahukannya padaku. Dan
mereka tidak mau berbicara. Aku hanya ingin mereka mengaku sebelum aku bunuh
mereka. Dan mereka tidak mau. Jadi aku bunuh anak-anak mereka lalu aku bunuh
mereka. Waktu itu aku marah. Aku marah dengan semua kuasa yang aku miliki. Aku
tidak mampu mengalahkan kuasa itu. Mereka mengalahkan aku. Aku banyak kehilangan
teman dalam kompiku . . . aku salah. Orang-orang dalam kompi melihat aku membunuh
mereka. Sebagian dari mereka mencoba menghentikan aku, Aku tidak tahu. Aku tidak
bisa . . . Tuhan . . . bau mayat mereka tercium sampai jauh (pause). Aku punya anak . . .
anak yang umurnya tidak jauh berbeda dengan mereka. Anak-anak itu masih kecil. Aku
tahu aku gila, tapi pasti ada rasionalisasi dari semua ini. Semua orang bisa memaafkan
aku walaupun tindakanku sama saja dengan apa yang dilakukan Hitler dulu, menjejerkan
orang-orang Yahudi dan membunuh mereka. Tapi aku tahu aku tidak sendiri. Aku tahu
banyak orang lain yang melakukannya juga. Banyak orang mengarungi neraka lebih dari
pada nerakaku, tapi mereka tidak melakukan apa yang kulakukan. Jadi kurasa aku adalah
personifikasi dari kejahatan itu sendiri. Kurasa itu rasionalisasinya (pause lama). Tapi
seharusnya aku tidak membunuh anak-anak itu, maksudku, aku adalah orang yang selalu
ingin berbuat baik. Aku punya nilai-nilai moral yang aku junjung tinggi dalam hidup ini,
Aku ingin sampai pada posisi di mana aku bisa mengatakan bahwa aku sudah cukup
menyiksa diriku. Aku tidak mau lagi menyalahkan diriku. Aku tidak mau lagi istriku
melarang aku menyetir mobil, berhubungan dengan orang lain, melarang aku nonton film
perang. Dia harus bersedia menghadapi situasiku.

You might also like