You are on page 1of 21

MAKALAH PSIKOLINGUISTIK

“PERILAKU BERBAHASA PADA ANAK USIA 3TAHUN”

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas


Mata kuliah psikolinguistik

Dosen Pembimbing
Sri Hartanti Wulan, M.Pd

Disusun oleh :

Reny Margiyamtiningsih
(072160204)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2010
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psikolinguistik adalah penggabungan antara dua kata “psikologi” dan “linguistik”.


Psikolinguistik mempelajari faktor-faktor psikolinguistik dan neurobiologis yang memungkinkan
manusia mendapatkan, menggunakan, dan memahami bahasa. Kajiannya semula lebih banyak
bersifat filosofis karena masih sedikitnya pemahaman tentang bagaimana otak manusia
berfungsi. Psikolinguistik sangat erat kaitannya dengan psikologi kognitif.

Psikolinguistik meliputi proses kognitif yang bisa menghasilkan kalimat yang


mempunyai arti dan benar secara tata bahasa, termasuk juga proses yang membuat bisa
dipahaminya ungkapan, kata, tulisan, dan sebagainya. Psikolinguistik perkembangan
membelajari kemampuan bayi dan anak-anak dalam mempelajari bahasa, biasanya metode
eksperimental dan kuantitatif.

Psikolinguistik bersifat interdisipliner dan dipeajari oleh para ahli dalam berbagai bidang
seperti psikologi, ilmu kognitif dan linguistik. Psikolinguistik adalah perilaku barbahasa yang
disebabkan oleh interaksinya dengan cara berfikir manusia untuk meneliti tentang perolehan
produksi dan pemahaman terhadap bahsa. Pada komponen-komponen yang membentuk bahsa
terdapat babarapa teori mengenai perolehan bahasa pada bayi dan balita yang bersumber pada
perkembangan psikologi yang bersifat natur dan nurtur. Natur adalah aliran yang meyakini
bahwa kemampuan manusia adalah bawaan sejak lahir, sedangkan nurtur adalah perolehan
bahasa pada bayi dan balita yaitu diperoleh karena terbiasa dari bahasa ibu.

Bahasa bisa didefinisikan dari berbagai sudut pandang. definisi yang banyak dipakai
orang yaitu bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitner yang dipakai oleh anggota
suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan
pada budaya yang mereka miliki bersama.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari analisis pada anak usia 3 tahun mengunakan teori
behaviorisme, narativisme dan kognitivisme yaitu:
1. Bagaimana bahasa anak ditinjau menggunakan teori behaviorisme, kognitivisme, dan
narativisme?
2. Bagamana analisis bahasa anak dari segi morfologi, semantik, sintaksis, dan
fonologi?
A. Tujuan Penyusunan
Tujuan penyusunan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bahasa anak yang ditinjau menggunakan teori behaviorisme,
kognitivisme dan narativisme.
2. Mengetahui analisis bahasa anak dari segi morfologi, semantik, sintaksis, dan
fonologi.
A. Metode Penyusunan
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menggunakan metode pustaka dan
observasi secara langsung. Metode pustaka adalah mengunjungi perpustakaan dengan
mencari buku-buku yang bersangkutan sebagai sumber penulisan. Sedangkan obvervasi
merupakan tinjauan langsung kelapangan dengan cara wawancara.
BAB II

KAJIAN TEORI

Sejarah Lahirnya Psikolinguistik

Bahasa adalah alat kormunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat
ucap manusia. Wundt (1832-1920), ahli psikologi berkebangsaan jerman. orang pertama yang
mengembangkan secara sistematis teori mentalistik bahasa. wundt menyatakan bhwa bahasa
adalah alat untuk melahirkan pikiran. Pada mulanya bahsa lahir dalam bentuk gerak-gerik yang
dipakai untuk melahirkan perasaan-perasaan yang sangat kuat secara tidak sadar.
Psikolinguistik adalah ilmu hibrida, yakni ilmu yang merupakan gabungan antara dua ilmu:
psikologi dan linguistik. Benih ilmu ini sebenarnya sudah tampak pada permulaan abad psikologi
Jerman Wilhelm Wundt menyatakan bahwa bahasa dapat dijelaskan dengan dasar prinsip-prinsip
psikologis (Kess, 1992). Pada saat itu telaah bahasa mulai mengalami perubahan dari sifatnya
yang estetik dan kultural ke suatu pendekatan yang “ilmia”. Psikologi berasal dari bahasa Inggris
pscychology. Kata pscychology berasal dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche
yang berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi berati
ilmu jiwa.

Von Humboldt (1767-1835) dalam buku psikolinguistik abdul Chaer mengatakan pakar
linguistik kebangsaan Jerman, telah mencoba mengkaji hubungan antara bahasa (linguistik)
dengan pemikirann manusia (psikologi). Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari
bahasa-bahasa yang berlainan dengan tabiat-tabiat bangsa penutur bahasa itu dibandingkan
dengan pendapat Edward sapir). Dari perbandingan itu diperoleh kesimpulan bahwa bahasa (tata
bahasa) suatu masyarakat menentukan pandangan hidup masyarakat penutur bahasa itu.

John Dewey (1859-1952) pakar psikologi perkambangan kebangsaan amerika seorang


empiris murni. Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis bahasa kanak-kanak berdasarkan prinsip-prinsip psikologi. Umpanya beliau
menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata-kata yang diucapkan kanak-kanak
dilakukan berdasarkan makna seperti yang dipahami kanak-kanak dan bukan seperti yang
dipahami orang dewasa dengan bentuk-bentuk tata bahasa orang dewasa.
Pengertian psikologi sebagai ilmu jiwa dipakai ketika psikologi masih berada atau
merupakan bagian dari filsafat, bahkan dalam kepustakaan kita pada tahun 50-an ilmu jiwa lazim
dipakai sebagai padanan psikologi. Kini dengan berbagai alasan tertentu (misalnya timbulnya
konotasi bahwa psikologi langsung menyelidiki jiwa) istilah ilmu jiwa tidak dipakai lagi.
Kridalaksana (1982: 140) pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa psikolinguistik
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia
serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh.

Emmon Bach (Tarigan, 1985: 3) mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu
yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai bahasa membentuk/ membangun
kalimat-kalimat bahasa tersebut. Sejalan dengan pendapat di atas Slobin (Chaer,2003: 5)
mengemukakan bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang
berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu
berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia. Secara lebih rinci Chaer
(2003: 6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa,
dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu
memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan.

Fonologi disebut juga widyaswara yang artinya ilmu yang membahas mengenai swara
yang dapat membedakan wujud dan makna, membahas kesalahan suara yang tidak menyebabkan
perubahan makna dan vocal (aksara jawa) dari huruf dalam kata yang mendapatkan akhiran
tertentu (modifikasi vokal).

Morfologi berasal dari bahasa Inggris morphology, artinya cabang ilmu linguistik yang
mempelajari tentang susunan atau bagian-bagian kata secara gramatikal. Secara etimologis,
istilah morfologi sebenarnya berasal dari bahasa yunani, yaitu gabungan antara morphe yang
artinya ‘bentuk’ dan logos berati ‘ilmu’. Morfologi adalah cabang ilmu linguistik (ilmu bahasa)
yang mempelajari tentang bentuk kata, dan dampak dari perubahan itu terhadap arti dan kelas
kata. Inti kajian morfologi adalah kata beserta aturan pembentukan dan perubahannya. Oleh
karena itu dalam kajian bahasa jawa, morfologi disejajarkan dengan istilah Tata Tembung (tata
kata).
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan kata tattein
yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-
kata menjadi kelompok kata atau kalmiat.

Semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsi tanda, dan
produksi makna.

Dardjowidjojo (2003:7)berpendapat bahwa secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik


utama adalah sebagai berikut:

a. komprehensi, yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia sehingga mereka
dapat mengungkapkan apa yang dikatakan orang dan memahami apa yang dimaksud.
b. produksi, yakni proses-proses mental pada diri kita yang membuat kita dapat berujar
seperti yang kita ujarkan.
c. Landasan biologis serta neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan
d. Pemerolehan bahasa, yakni, bagaimana anak memperoleh bahasa mereka.
Selain rincian diatas pemerolehan bahasa anak juga bisa dilihat melalui tiga teori diantaranya
yaitu:

1. Teori behaviorisme
Teori ini pelopor utamanya adalah Jonh B. Watson yang mulanya adalah teori
belajar dalam psikologi yang telah muncul sejak 1940-an s/d awal 1950-an. Pada teori ini
otak bayi waktu dilahirkan sama sekali seperti kertas kosong/piring
kosong(tabularasa/blank slate), yang nanti akan diisi dengan pengalaman-pengalaman.
Istilah bahasa menyiratkan suatu wujud, sesuatu yang dimiliki dan digunakan, dan bukan
sesuatu yang dilakukan. Itulah sebabnya mereka menyebutnya dengan Verbal Behavior
(perilaku verbal).
Pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa
merupakan hasil dari integrasi peristiwa-peristiwa linguistik yang diamati dan dialami
manusia. Dipandang sebagai kemajuan dari penerapan prinsip stimulus-respon dan proses
imitasi (peniruan). Kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh
melalui rangsangan dari lingkungannya dan anak dianggap sebagai penerima pasif dari
tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif didalam proses perkembangan
perilaku verbalnya. Ketika anak berbicara itu disebabkan oleh keberhasilan lingkungan
yang membentuk anak itu. Proses perkembangan sama sekali ditentukan oleh lamanya
latihan yang diberikan oleh lingkungannya.
2. Teori Narativisme
Teori ini dipelopori oleh Noam Chomsky pada awal tahun 1960-an sebagai
bantahan terhadap teori belajar bahasa yang dilontarkan oleh kaum behaviorisme
tersebut, yang kemudian menulis buku berjudul “(Review of B. F. Skinner’s Verbal
Behavior, 1959) sebagai bantahan terhadap konsep skinner tentang belajar bahasa.
Nativisme berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, anak
sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah
diprogramkan. Jadi lingkungan sama sekali lingkungan tidak punya pengaruh dalam
proses pemerolehan (acquisition).
Chomsky mengatakan bahwa Bahasa terlalu kompleks untuk dipelajari dalam
waktu dekat melalui metode imitation seperti anggapan kaum behaviorisme. Dan juga
bahasa pertama itu penuh dengan kesalahan dan penyimpangan kaidah ketika pengucapan
atau pelaksanaan bahasa (performance).
Manusia tidak mungkin belajar bahasa pertama dari orang lain seperti klaim
Skinner. Menurut Chomsky bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, karena: 1)
perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), pola perkembangan bahasa
berlaku universal, dan lingkungan hanya memiliki peran kecil dalam proses pematangan
bahasa. 2) bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat , tidak bergantung pada lamanya
latihan seperti pendapat kaum behaviorism.
3. Teori kognitivisme
Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan bahwa
bahasa itu salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan
kognitif. Jadi perkembangan bahasa itu ditentukan oleh urutan-urutan perkembangan
kognitif.
Menurut Piaget struktur yang kompleks itu bukan pemberian alam dan bukan
sesuatu yang dipelajari dari lingkungan melainkan struktur itu timbul secara tak
terelakkan sebagai akibat dari interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognisi
anak dengan lingkungan kebahasaannya.
Kemampaun pembelajar sudah terprogram secara biologis untuk memiliki
kemampuan kognitif dan proses belajar terjadi dengan cara memetakan kategori
linguistik kedalam kategori kognitif, serta apa yang dipelajari adalah tatabahasa sebuah
bahasa. Jadi, sebetulnya kaum kognitivisme berusaha menggabungkan peran lingkungan
dan faktor bawaan, namun lebih besar ditekankan pada aspek berpikir logis (the power of
logical thinking)
BAB III
PEMBAHASAN

Psikolinguistik dan pengajaran bahasa memang tidak dapat dipisahkan, karena fokus atau
tumpuan psikolinguistik adalah pemerolehan bahasa, di samping pembelajaran bahasa dan
pengajaran bahasa.
Pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak
ketika memperoleh bahasa bahasa ibunya. Proses-proses ketika anak sedang memperoleh bahasa
ibunya terdiri dari dua aspek: pertama aspek performance yang terdiri dari aspek-aspek
pemahaman dan pelahiran, kedua aspek kompetensi. Proses-proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati atau kemampuan mempersepsikan kalimat-kalimat yang didengar
sedangkan proses pelahiran melibatkan kemampuan melahirkan atau mengucapkan kalimat-
kalimat sendiri. Kedua kemampuan ini apabila telah betul-betul dikuasai seorang anak akan
menjadi kemampuan linguistiknya.

Proses Penelitian

Disini penulis mencoba meneliti langsung tentang bahasa anak pada usia 3 tahun.

Biodata anak yang penulis teliti adalah sebagai berikut.

Nama : AJI WASKISTO

Tempat tanggal lahir : Rowejo, 22 januari 2008

Nama Ibu : Purwaninggsih

Nama Ayah : Wagiso

berasal dari keluarga sederhana, ibunya sebagai ibu rumah tangga ayahnya bekerja sebagai
petani .

Bahasa yang digunakan anak tersebut adalah bahasa jawa sesuai dengan yang diajarkan orang
tua dan keluarganya.
Penulis mewawancarai anak yang bernama Aji Waskisto yang usianya 3 tahun. Penulis
mengajukan beberapa pertanyaan dan pertanyaannya itu akan di jawab oleh anak tersebut.

Pertanyaan dan jawabannya sebagai berikut.

1. Assalamualaikum ?
– walaicum calam (walaikum salam)
1. Namine sinten ?
– Aji
1. Aji putrane sinten nggih ?
– mamak
1. Bapak’e ?
– Bapak wagiso
1. Sampun maem dereng?
– Dereng
1. Kalih napa ?

1. Ibuk tansih napa ?
– lenggah

1. gadah mbak boten ?


– ngadah
1. mbak’e namine sinten?
– wuri
1. Mbak’e tanseh napa ?
– sinau
1. bapak tanseh napa ?
– lenggah
1. Aji tanseh napa?
– lenggah

Tidak hanya menjawab saja, dia juga aktif beryanyi :


Kucing

Kucingku belang, belang –belang polet

Cukanya (sukanya) main, main caja (saja)

Lompat kicini (kesini), lompat kecana (kesana)

Kalau lapar, meong-meong

Dan beryanyi lagi, dengan jelas dan lincah

Katakan rukun islam yang pertama ,syahadat


Katakan rukun islam yang kedua, sholat
Ketiga berpuasa
Keempat bayar zakat
Kelima naik haji numpak pesawat geng-geng

Biodata anak yang kedua adalah sebagai berikut.

Nama : ANGGY DELINDA KARTIKASARI

Tempat tanggal lahir : ketawang, 12 febuari 2008

Nama Ibu : Sari Prasetyawati

Nama Ayah : Suheri

berasal dari keluarga sederhana, ibunya sebagai ibu rumah tangga ayahnya bekerja sebagai
pengusaha daging ayam .

Bahasa yang digunakan anak tersebut adalah bahasa jawa dan indonesia sesuai dengan yang
diajarkan orang tua dan keluarganya.

Penulis mewawancarai anak yang bernama Anggy Delinda Kartikasari yang usianya 3 tahun.
Penulis mengajukan beberapa pertanyaan dan pertanyaannya itu akan di jawab oleh anak
tersebut.

Pertanyaan dan jawabannya sebagai berikut.


1. Assalamualaikum ?
– walaicum calam (walaikum salam)
1. Namine sinten ?

1. Anggy putrane sinten nggih ?
– mamak
1. Bapak’e ?
– Bapak heri
1. Sampun maem dereng?
– Dereng
1. Kalih napa ?

1. Ibuk tansih napa ?
– Macak (masak) gurih

1. gadah mbak boten ?


– mboten
1. mbak’e namine sinten?

1. Mbak’e tanseh napa ?

1. bapak tanseh napa ?

1. Anggy tanseh napa?
– Mimik cucu (mimik susu)

Biodata anak yang kedua adalah sebagai berikut.

Nama : ALFIAN

Tempat tanggal lahir : Purworejo,25 januari 2008

Nama Ibu : Partini


Nama Ayah : Ahmat

berasal dari keluarga sederhana, ibunya sebagai ibu rumah tangga ayahnya bekerja sebagai
pengusaha daging ayam .

Bahasa yang digunakan anak tersebut adalah bahasa jawa dan indonesia sesuai dengan yang
diajarkan orang tua dan keluarganya.

Penulis mewawancarai anak yang bernama Alfian yang usianya 3 tahun. Penulis mengajukan
beberapa pertanyaan dan pertanyaannya itu akan di jawab oleh anak tersebut.

Pertanyaan dan jawabannya sebagai berikut.

1. Assalamualaikum ?
– walaicum calam (walaikum salam)
1. Namine sinten ?
– Alfi (Alfian)
1. Alfian putrane sinten nggih ?
– mamak
1. Bapak’e ?
– Bapak Kemat (Ahmat)
1. Sampun maem dereng?
– mpun
1. Kalih napa ?
– Sayur
1. Ibuk tansih napa ?
– Anggi kalih dedek

1. gadah mbak boten ?


– mboten
1. mas?
– ngadah
1. Mas’e namine sinten ?
– Albian Ananta
1. bapak tanseh napa ?

1. Dolanan napa niku?
– ball
A. Analisis bahasa anak dari segi fonologi
Analisis dari segi fonologi merupakan pendapatan bermacam-macam bunyi pada
anak yang belum jelas identitasnya(Dardjowidjojo, 2003: 244). Segi fonologi ini dapat
dianalisis dari pengucapan anak yang dilihat dalam setiap kata-kata yang keluar. Dengan
kata lain setiap pengucapan pada anak belum semua sempurna dan ada artinya.
Berikut ini analisis dari segi fonologi anak tersebut:
1. Anggi (3 tahun)
– Uwis : [uwIs]
– Ora : [ↄra]
– Nyanyi : [nyanyI]
– Mamak :[mama?]
– Endhog :[edhↄg]

1. Aji (3 tahun)
– Sampun :[sampUn]
– Saged :[saged]
– Mamak :[mama?]
– Nggih :[nggIh]
– Nyanyi : [nyanyI]

1. Alfian (3 tahun)
– Endhog :[edhↄg]
– Bola : [bↄla]
– Mamak :[mama?]
A. Analisis bahasa anak dari segi semantik
Analisis dari segi semantik ini merupakan komponen semantik yang lebih lagi
karena kata-kata macam apa yang dikuasai dan beberapa jumlahnya sangat tergantung
pada keadaan masing-masing anak (Dardjowidjojo, 2003: 240). Pada segi semantik ini
akan mengandung sebuah makna yang bisa membuat orang lain mengerti dengan apa
maksud dari ucapannya. Hal tersebut dapat dilihat dari rangkaian katanya yang
membentuk kalimat.
Berikut ini analisis ketiga anak dari segi semantik yaitu:
1. Alfian (3 tahun)
Penanya : Namine sinten?

Alfian jadi alfi

Artinya : nama dia alfian ,akan tetapi dia belum bisa


mengucapkan dua konsonan ditengah.

2. Anggy (3tahun)
Penanya : Anggy tanseh napa ?
Mimik cucu : anak tersebut sedang minum susu

3. Alfian (3 tahun)
Semua anggukannya mengartikan iya.

.
A. Analisis bahasa anak dari segi morfologi
Analisis segi morfologi merupakan analisis yang dilihat dari perubahan dan
penambahan kata.analisis ketiga anak tersebut adalah:
– Waalaikum calam
– Alfian menjadi alfi
– Bapak ahmat menjadi bapak kemat
– Mimik susu menjadi mimik cucu
– Boten menjadi mboten
A. Analisis bahasa anak dari segi sintaksis
Analisis dari segi sintaksis yaitu dalam perkembangan secara sintaksis merupakan
bagian kalimat penuh , tetapi karena belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, hanya
menagambil satu kata (Dardjowidjojo, 2003: 246).
Pada hasil analisis ketiag anak tersebut tidak ada yang menjawab satu kalimat jadi
sintaksisnya tidak ada.
B. Analisis bahasa anak dengan menggunakan teori behaviorisme, narativisme, dan
kognitivisme
➢ Teori behariorisme
Teori ini menjelaskan bahwa manusia terlahir bagaikan kertas kosong dan
mendapatkan pengalaman berbahasa dari lingkungan sekitar. Disini anak
dianggap penerima pasif dan keberhasilan dalam berbahasa itu dari cara
lingkungan memberi stimulus pada anak tersebut. Proses ini perlu latihan dari
lingkungan.
Dari teori diatas dapat kita lihat pada hasil wawancara pada ketiga anak
usia 3 tahun dengan waktu dan latar yang berbeda.
– Aji (3 tahun)
Sesuai dengan keterangan diatas bahwa anak hanya sebagai
penerima pasif. Hal tersebut bisa dibenarkan karena Aji hanya
menjawab pertanyaan dengan satu kalimat saja yang mana kata-kata
tersebut sudah mewakili maksud yang ada. Adanya keberanian
menjawab atau bisa menjawab ini juga di pengaruhi oleh keadaan
lingkungan yang mendukung (tempat dan waktu).
– Anggy (3 tahun)
Begitu pula pada Anggy ,dia menjawab semua pertanyaan dengan
kata-kata yang bisa mewakili apa yang di maksudkan. Semua itu
karena adanya dukungan dari lingkungan sekitarnya (tempat dan
waktu).
– Alfian(3 tahun)
Sedangkan pada Alfian dia banyak sekali diam,tetapi
anggukannya sesudah mewakili dari jawaban atas pertanyaan yang
diajukan. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi lingkungan
disekitarnya yang kurang mendukung (tempat) dan adanya sifat malu.

Jadi dari ketiga anak tersebut dapat disimpulkan bahwa teori behaviorisme ini benar
adanya. Faktor lingkunganlah yang akan memberi stimulus pada anak.

➢ Teori narativisme
Teori narativisme menjelaskan bahwa bahasa bisa dikuasai secara ilmiah.
Seorang anak sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya untuk bisa
berbahasa. Dengan kata lain hal ini dapat diperoleh dari keturunan orang tua anak
tersebut.
Berikut ini analisis dari ketiga anak tersebut adalah sebagai berikut:
– Aji (3 tahun)
Aji menjawab pertanyaan tersebut dengan kata-kata yang bisa
dimengerti orang lain ini tidak semata-mata karena faktor keturunan
saja. Faktor keturunan yang menganggap seorang anak itu cerdas atau
tidaknya. Sesuai dengan latar belakang orang tua aji yang berasal dari
keluarga yang berpendidikn ini bisa jadi kepintar yang didapat ini dari
orang tuanya.
– anggy (3 tahun)
Pada anggy ini dapat dilihat dari sikap dia yang berani dan dengan
tenang menjawab semua pertanyaan dapat disimpulkan bahwa dengan
latar belakang orang tua yang berpendidikan menengah atas tidak
berpengaruh dengan kecerdasan anggy dalam menangkap maksud
yang diutara oleh orang lain kepadanya.
– Alfian (3 tahun)
Sedangkan pada alfian ini hasil wawancara tidak begitu mengena. Hal ini
jelas bukan karena faktor kecerdasan secara genetik.
Karena pada kenyataannya latar belakang orang tua anak ini sama dengan
anggy yang sama-sama di beri pertanyaan setara. Dari ketiga anak tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan dalam penguasaan bahasa
tidak hanya dilihat dari faktor ilmiah atau genetik saja.

➢ Teori kognitvisme
Pada teori ini dijelaskan bahwa sama-sama mengakui adanya faktor
bawaan dan peran lingkungan, namun lebih pada kekuatan peran berpikir logis
sebagai penentu perkembangan bahasa. Jika dilihat dari penjelasan tersebut maka
teori ini bisa diterapkan pada hasil analisis ketiga anak tersebut.
– Aji (3 tahun)
Dilihat dari kedua orang tuanya maka aji mempunyai
keturunan/bawaan yang baik dan apalagi peran lingkungan sangat
mendukung. Teori ini sangatlah tepat untuknya.
– anggy (3tahun)
Dari keturunan anggy bisa disimpulkan bahwa peran lingkungan
lah yang sangat mendukungnya. Karena walaupun latar belakang
orang tua yang berpendidikan menengah tetapi bukan berarti anggy
mempunyai kecerdasan yan pas-pasan.
– Alfian (3 tahun)
Begitu juga dengan alfian peran lingkungan dan faktor bawaan
sangat mempengaruhi sehingga membentuk keberhasilan
perkembangan anak. Akan tetapi ada kemungkinan lain pada diri
alfian yang bisa dilihat dari sifat pemalunya itu adalah bawaan dari
kecil.

PENUTUP
Maka dapat disimpulkan bahwa teori ini benar adanya. Seperti yang terlihat dari
hasil analisis ketiga anak diatas. Sesuai dengan keterangan diatas bahwa anak hanya
sebagai penerima pasif. Hal tersebut bisa dibenarkan karena anggy hanya menjawab
pertanyaan dengan satu kalimat saja yang mana kata-kata tersebut sudah mewakili
maksud yang ada. Adanya keberanian menjawab atau bisa menjawab ini juga di
pengaruhi oleh keadaan lingkungan yang mendukung (tempat dan waktu). Setelah
diwawancarai dengan berbagai, dan melihat cara berkomunikasi serta tingkah laku anak
tersebut penulis menyimpulkan bahwa anak tersebut menguasai bahasa lisan dengan baik
walaupun pelafalannya belum terlalu jelas. Setelah di teliti faktor keluarga dan
lingkungan juga mempengaruhi. Dilihat dari faktor keluarga memang sangat berpengaruh
karena dalam keluarga ini mereka selalu mengajari cara berbicara yang baik dengan
memperbanyak kosa kata dalam bahasa jawa dan menunjukkan nama-nama benda serta
nama-nama hewan yang ada di sekitarnya. Dengan cara itu anak akan merespon dan
mengingatnya. Sifat anak tersebut bisa di golongkan sebagai anak pemberani. Hal ini
terbukti dengan cara dia menyampaikan jawaban, pertanyaan yang dia lontarkan serta
kata-kata yang dia ucapkan kepada penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo,Soejono.2010.Psikolinguistik:Pengantar Pemahaman Bahasa


Manusia.Jakarta.Yayasan Obor Indonesia
http://susilo.adi.setiawan.student.fkip.uns.ac.id/2009/10/21/pikiran-dan-bahasa-dalam-kajian-
psikolinguistik/

http://bilikide.blogspot.com/2009/03/pengertian-bahasa_30.htmlskip to main | skip to sidebar


"http://www.infodiknas.com/pemerolehan-bahasa-anak-usia-tiga-tahundalam-lingkungan-
keluarga/"

http://www.infodiknas.com/pemerolehan-bahasa-anak-usia-tiga-tahundalam-lingkungan-
keluarga/ "http://elylucuimud.wordpress.com/2010/06/24/pemerolehan-dan-perkembangan-
bahasa-anak/"

http://elylucuimud.wordpress.com/2010/06/24/pemerolehan-dan-perkembangan-bahasa-anak/

You might also like