You are on page 1of 13

Dinamika Kimia Laut : Salinitas Air Laut dan Sedimen Dasar Laut

Andika Wijaya Kusuma


3307100081

Jurusan Teknik Lingkungan


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember-Surabaya

PENDAHULUAN

Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak,
berkembang dan dapat menyesuaikan secara memadai terhadap keadaan. Dinamika juga
berarti adanya interaksi dan interdependensi antara sistem secara keseluruhan. Dinamika
kimia laut adalah segala sesuatu yang menjadi ciri laut berkaitan dengan komposisi bahan
kimia mulai dari air laut dan dasar dari laut itu sendiri, dimana komposisi tersebut
terbentuk beberapa tahun lamanya akibat dari berbagai proses kimia dan terus
berkembang berkaitan dengan perubahan lingkungan.
Seperti kita ketahui, kondisi alam di seluruh dunia, baik flora, fauna, tanah, iklim
sangat bervariasi. Semua gejala alam saling mempengaruhi satu sama lain. Demikian
juga dengan unsur garam yang bukan hanya yang ada di laut tapi garam yang ada di
darat. Begitu pula dengan sedimen yang memiliki berbagai proses terjadinya berkaitan
dengan pengendapan bahan-bahan kimia yang berasal dari pelapukan berbagai sumber.
Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik
dan partikel-partikel tak terlarut. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan
memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati
memiliki kadar garam sekitar 30%. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki
kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling
tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari
Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi
terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar
garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi.
Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas,
kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum)
beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap
cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat
ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas)
dan tekanan osmosis. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida
(55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan
sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan
florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-
gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.
Zat-zat kimia yang terbentuk dari berbagai proses pelapukan itu lama-lama akan
terdekomposisi dan mengendap menjadi sedimen di dasar laut.

METODOLOGI PENULISAN

Tahap Pengumpulan Data


Bahasan ini ditulis berdasarkan sumber-sumber terpercaya yang didapatkan oleh
penulis, dimana hal tersebut diperoleh dari internet yang merupakan dunia pengetahuan
yang tidak asing lagi di zaman modern seperti ini.
Dalam mencari data-data yang dibutuhkan, sebelumnya penulis telah menentukan
topik yang akan diangkat dalam kajian ini, dengan begitu proses pencarian data di
internet dapat dikerucutkan menjadi suatu fokus tersendiri sehingga tercipta suatu
efisiensi waktu. Data-data yang diambil berupa artikel, laporan, maupun jurnal ilmiah
baik itu dalam bentuk word document, pdf, maupun html yang kesemuanya
berkesesuaian sebagai bahan referensi penulisan kajian ini.

Tahap Penulisan
Adapun dalam pengerjaannya, bukan berarti dilakukan pengutipan secara
langsung dari sumber-sumber terkait yang telah diperoleh, melainkan melalui suatu
mekanisme pemahaman pada tiap sumber yang kemudian ditulis dan dituangkan kembali
ke dalam kajian ini dengan menggunakan gaya, bahasa serta pemikiran penulis sendiri
secara mandiri.

PEMBAHASAN

A. SALINITAS AIR LAUT


1. Pengertian
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.
Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan
garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil
sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam
sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air
dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai
5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman
dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk
mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan
dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan
klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada
satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini
mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida.
Kandungan garam mempunyai pengaruh pada sifat-sifat air laut. Karena
mengandung garam, titik beku air laut menjadi lebih rendah daripada 00C (air laut
yang bersalinitas 35 %o titik bekunya -1,90C), sementara kerapatannya meningkat
sampai titik beku (kerapatan maksimum air murni terjadi pada suhu 4 0C). Sifat ini
sangat penting sebagai penggerak pertukaran massa air panas dan dingin,
memungkinkan air permukaan yang dingin terbentuk dan tenggelam ke dasar
sementara air dengan suhu yang lebih hangat akan terangkat ke atas. Sedangkan
titik beku dibawah 00C memungkinkan kolom air laut tidak membeku. Sifat air
laut yang dipengaruhi langsung oleh salinitas adalah konduktivitas dan tekanan
osmosis.
Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan
bahwa halida-halida terutama klorida adalah anion yang paling banyak dari
elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan
dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts per thousand , ppt) atau
permil (‰), kira-kira sama dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan.
Sebelum tahun 1978, salinitas atau halinitas dinyatakan sebagai ‰ dengan
didasarkan pada rasio konduktivitas elektrik sampel terhadap “Copenhagen
water”, air laut buatan yang digunakan sebagai standar air laut dunia. Pada 1978,
oseanografer meredifinisikan salinitas dalam Practical Salinity Units (psu, Unit
Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL
standar. Rasio tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu
sama dengan 35 gram garam per liter larutan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas


Kadar garam air laut di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh suhu, curah
hujan dan luas laut itu sendiri.
• Amplitudo suhu.
Amplitudo suhu secara sederhana diartikan sebagai: perbedaan antara
suhu tinggi (panas) dengan suhu rendah (dingin). Di daerah yang memiliki
perbedaan suhu yang besar seperti daerah subtropis, gurun pasir, dan daratan
luas, proses pelapukan batuan sangat tinggi. Unsur garam dan unsur-unsur
lainnya: Natrium, Magnesium, sulfur dan unsur mineral lain, banyak terdapat
dalam batuan.
Bila batuan mengalami pelapukan maka unsur-unsur tadi menjadi
terurai dan berserakan di permukaan bumi. Dan ini bila terangkut ke laut,
maka laut di daerah itu akan mengalami penambahan unsur mineral termasuk
mineral garam. Di daerah yang memiliki suhu panas, juga memiliki tingkat
penguapan yang tinggi. Kita tahu bahwa dalam proses penguapan, unsur-
unsur garam tidak ikut menguap karena yang menguap hanya airnya saja
(H2O), sehingga di daerah ini kadar garam air lautnya tinggi.

• Curah Hujan
Curah hujan akan sangat mempengaruhi perbandingan antara volume
air dan mineral garam. Semakin banyak penambahan air (murni) semakin
rendah kadar garam, sebaliknya semakin banyak penambahan unsur garam
maka semakin tinggi kadar garamnya.
Analogi sederhana: Ambil 1 sendok makan garam, masukkan ke dalam
segelas air. Jika ditambah lagi garamnya maka airnya semakin terasa asin.
Jika air yang ditambahkan, maka rasanya semakin tawar. Nah dari analogi
tersebut bisa disimpulkan: Semakin tinggi curah hujan di suatu daerah, maka
semakin rendah kadar garam air lautnya.

• Luas laut.
Laut yang sempit umumnya memiliki kadar garam yang lebih tinggi
dibandingkan lautan luas. Di antara lautan luas ada yang memiliki kadar
garam tinggi, yaitu di daerah Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan
(daerah Subtropis Utara dan Subtropis Selatan). Ini terjadi karena di daerah ini
dilewati angin yang kering dan panas sehingga tingkat penguapannya tinggi.
Laut yang luas memiliki arus air yang luas juga, karena tidak ada
penghalang berupa daratan. Arus laut semakin luas, maka kemungkinan
terjadinya perpindahan dan percampuran kandungan air semakin luas juga.
Daerah laut yang kadar garamnya tinggi akan mengalir ke daerah yang kadar
garamnya rendah (hukum alam). Nah bila lokasi laut dekat dengan Lautan
luas atau samudra, maka kadar garamnya cenderung lebih rendah
dibandingkan laut yang tertutup atau dikelilingi daratan. Contoh Laut Merah
di semenanjung Arab memiliki kadar garam yang tinggi karena Laut tersebut
dikelilingi daratan. atau Laut Mati yang merupakan laut dengan kadar garam
tertinggi di dunia.
 Penguapan
Makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka
salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan
air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.

• Banyak Sedikitnya Sungai Yang Bermuara Di Laut Tersebut


Makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas
laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara
ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.

3. Sebaran Salinitas di Laut

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola


sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah
sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena selain
merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif lebih ringan dan air laut yang
lebih berat, juga pengadukan air sangat menentukan.
1. Pertama adalah perairan dengan stratifikasi salinitas yang sangat
kuat, terjadi di mana air tawar merupakan lapisan yang tipis di
permukaan sedangkan di bawahnya terdapat air laut. Ini bisa
ditemukan di depan muara sungai yang alirannya kuat sedangkan
pengaruh pasang-surut kecil. Nelayan atau pelaut di pantai Sumatra
yang dalam keadaan darurat kehabisan air tawar kadang-kadang masih
dapat menyiduk air tawar di lapisan tipis teratas dengan menggunakan
piring, bila berada di depan muara sungai besar.
2. Kedua, adalah perairan dengan stratifikasi sedang. Ini terjadi karena
adanya gerak pasang-surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan
pada kolom air hingga terjadi pertukaran air secara vertikal. Di
permukaan, air cenderung mengalir keluar sedangkan air laut merayap
masuk dari bawah. Antara keduanya terjadi percampuran. Akibatnya
garis isohalin (=garis yang menghubungkan salinitas yang sama)
mempunyai arah yang condong ke luar. Keadaan semacam ini juaga
bisa dijumpai di beberapa perairan estuaria di Sumatra.
3. Ketiga, di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula
melakukan pengadukan di lapisan atas hingga membentuk lapisan
homogen kira-kira setebal 50-70 m atau lebih bergantung intensitas
pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen ini berlanjut
sampai ke dasar. Di lapisan dengan salinitas homogen, suhu juga
biasanya homogen. Baru di bawahnya terdapat lapisan pegat
(discontinuity layer) dengan gradasi densitas yang tajam yang
menghambat percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya.
4. Di bawah lapisan homogen, sebaran salinitas tidak banyak lagi
ditentukan oleh angin tetapi oleh pola sirkulasi massa air di lapisan
massa air di lapisan dalam. Gerakan massa air ini bisa ditelusuri antara
lain dengan mengakji sifat-sifat sebaran salinitas maksimum dan
salinitas minimum dengan metode inti (core layer method).
5. Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis
hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara
tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi
tropis, yaitu daerah antara 23,50 – 400LU atau 23,50 – 400 LS), salinitas
di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya
evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter
harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik
terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di
permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya
presipitasi (curah hujan).

4. Penentuan Nilai Salinitas

Ciri yang paling khas pada air laut yang diketahui oleh semua orang
adalah rasanya yang asin. Ini disebabkan karena di dalam air laut terlarut
bermacam-macam garam, yang paling utama adalah garam natrium korida (NaCl)
yang sering pula disebut garam dapur. Selain garam-garam korida, di dalam air
laut terdapat pula garam-garam magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya.
Dalam literatur oseanologi dikenal istilah salinitas (acapkali pula disebut kadar
garam atau kegaraman) yang maksudnya ialah jumlah berat semua garam (dalam
garam) yang terlarutdalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00
(per mil, gram per liter).
Ada berbagai cara menentukan salinitas, baik secara kimia maupun fisika.
Secara kimia untuk menentukan nilai salinitas dilakukan dengan cara menghitung
jumlah kadar klor dalam sample air laut. Hal ini dilakukan karena sangat susah
untuk menentukan salinitas senyawa terlarut secara keseluruhan. Oleh sebab itu
hanya dilakukan peninjauan pada komponen terbesar yaitu klorida (Cl).
Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion
klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida.
Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan
klorida.
Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram
bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah
menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua
bahan-bahan organik dioksidasi. Selanjutnya hubungan antara salinitas dan
klorida ditentukan melalui suatu rangkaian pengukuran dasar laboratorium
berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai: S
(o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902) Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah
bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35
gram garam di dalam satu kilogram air laut. Persamaan tahun 1902 di atas akan
memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan
hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel
air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun
1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar
hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang
dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus: S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo)
(1969) Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan
hasil yang sama dengan definisi sebelumnya.
Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan
salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan.
Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale
(Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.
“Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari
konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu
standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa
KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari
definisi ini adalah: S = 0.0080 – 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 –
7.0261 K2 + 2.7081 K5/2.

Sebagai catatan: dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai
rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam
satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan “psu” dalam menuliskan
harga salinitas, yang merupakan singkatan dari “practical salinity unit”. Karena salinitas
praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan
“psu” sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan. Kemudian
untuk menghitung nilai salinitas secara fisik adalah ini untuk menentukan salinitas
melalui konduktivitas air laut. Alat-alat elektronik canggih menggunakan prinsip
konduktivitas. Salah satu alat yang paling popular untuk mengukur salinitas dengan
ketelitian tinggi ialah salinometer yang bekerjanya didasarkan pada daya hantar listrik.
Makin besar salinitas, makin besar pula daya hantar listriknya. Selain itu telah pula
dikembangkan pula alat STD (salinity-temperature-depth recorder) yang apabila
diturunkan ke dalam laut dapat dengan otomatis membuat kurva salinitas dan suhu
terhadap kedalaman di lokasi tersebut.

B. SEDIMEN DASAR LAUT


1. Pengertian
Dalam kehidupan sehari-hari kata sedimen banyak sekali pengertiannya disini
diterangkan tentang beberapa pengertian sedimen dan sedimentasi. Dalam kaitannya
dengan sedimen dan sedimentasi bebrapa ahli mendefinisikan sedimen dalam
beberapa pengertian. Pipkin (1977) menyatakan bahwa sedimen adalah pecahan,
mineral, atau material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan
diendapkan oleh media udara, angin, es, atau oleh airdan juga termasuk didalamnya
material yang diendapakan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk
larutan kimia. Sedangkan Gross (1990) mendefinisikan sedimen laut sebagai
akumulasi dari mineral-mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan
hancuran cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang
terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut.
Pettijohn (1975) mendefinisikan sedimentasi sebagai proses pembentukan
sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material
pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan lingkungan
pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut
dalam.
Angin merupakan alat transportasi penting untuk memindahkan materi
langsung ke laut. Lempung pelagis yang ada di laut dibawa terutama oleh tiupan
angin (aeolian). Ukuran lempung ini < 20 µm. daerah lintang rendah menjadi daerah
yang berpotensi dengan debu. Total debu yang di bawa angin ke laut adalah 108 ton
per tahun. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan sedimen yang dibawa oleh
sungai, sebesar 1,5 X 1010 ton per tahun. Sedimen juga terdapat di dataran tubir,
tetapi hampir semua berada di sepanjang pinggiran benua termasuk mineral-mineral
lempung yang dominan yang diperoleh dari suspensi flokulasi di mulut sungai dan
estuari. Jadi, jumlah sedimen terigen sungai pada lempung pelagis relatif dapat
berkurang terhadap kontribusi aeolian.
Komponen utama debu yang terbawa angin adalah kuarsa dan mineral
lempung. Pada skala global, jumlah masuknya materi Vulkanologi ke sedimen laut
dalam adalah kecil. Letusan besar dapat mengeluarkan abu dan debu dalam jumlah
yang banyak dengan ketinggian 15-50 km, dan partikel terkecil berukuran 1-<1µm
dapat tetap terapung selama beberapa bulan. Selama waktu tersebut partikel dapat
bergerak mengelilingi bumi bersama angin lintang tinggi dan menyebabkan kondisi
cuaca tidak lazim: saat matahari terbit panasnya luar biasa materi berukuran 1-20 µm
sangat jarang berada di kedalaman 10 km. materi ini akan jatuh di daerah yang
jauhnya ratusan hingga ribuan km dari tempat letusan dalam beberapa hari atau
minggu. Dari proses tersebut terbentuklah lapisan abu vulkanik yang berbeda dan
dapat digunakan dalam korelasi penimbunan sedimen pelagis untuk lokasi-lokasi
yang terpisah jauh.(Agus Supangat dan Umi Muawanah).

2. Macam-macam Sedimen
Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber
yang menurut Reinick (Dalam Kennet, 1992) dibedakan menjadi empat yaitu :
1. Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan
material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut
melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus
laut dan akan terendapkan jika energi tertrransforkan telah melemah.
2. Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa
organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-
bahan organik yang mengalami dekomposisi.
3. Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi
kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air
laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen
jenis ini adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.
4. Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang bersal dari berbagai sumber
dan masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini
dapat bersumber dari luar angkasa , aktifitas gunung api atau berbagai
partikel darat yang terbawa angin. Material yang bersal dari luarangkasa
merupakan sisa-sisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut.
Sedimen yang bersal dari letusan gunung berapi dapat berukuran halus
berupa debu volkanin, atau berupa fragmen-fragmen aglomerat.
Sedangkan sedimen yang bersal dari partikel di darat dan terbawa angin
banyak terjadi pada daerah kering dimana proses eolian dominan namun
demikian dapat juga terjadi pada daerah sub tropis saat musim kering dan
angin bertiup kuat. Dalam hal ini umumnya sedimen tidak dalam jumlah
yang dominan dibandingkan sumber-sumber yang lain.
(Sugeng Widada : )
Era oseanografi secara sistematis telah dimulai ketika HMS Challenger
kembali ke Inggris pada tanggal 24 Mei 1876 membawa sampel, laporan, dan hasil
pengukuran selama ekspedisi laut yang memakan waktu tiga tahun sembilan bulan.
Anggota ilmuan yang selalu menyakinkan dunia tentang kemajuan ilmiah Challenger
adalah John Murray, warga Kanada kelahiran Skotlandia. Sampel-sampel yang
dikumpulkan oleh Murray merupakan penyelidikan awal tentang sedimen laut dalam.
Sedimen laut dalam dapat di bagi menjadi 2 yaitu Sedimen Terigen Pelagis dan
Sedimen Biogenik Pelagis.
1. Sedimen Biogenik Pelagis
Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri
atas berbagai struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu
berupa sisa-sisa fitoplankton dan zooplankton laut. Karena umur
organisme plankton hannya satu atau dua minggu, terjadi suatu bentuk
‘hujan’ sisa-sisa organisme plankton yang perlahan, tetapi kontinue di
dalam kolam air untuk membentuk lapisan sedimen. Pembentukan
sedimen ini tergantung pada beberapa faktor lokal seperti kimia air dan
kedalaman serta jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi,
keberadan mikrofil dalam sedimen laut dapat digunakan untuk
menentukan kedalaman air dan produktifitas permukaan laut pada zaman
dulu.
2. Sedimen Terigen Pelagis
Hampir semua sedimen Terigen di lingkungan pelagis terdiri atas materi-
materi yang berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai
ke lingkungan pelagis. Pertama dengan bantuan arus turbiditas dan aliran
grafitasi. Kedua melalui gerakan es yaitu materi glasial yang dibawa oleh
bongkahan es ke laut lepas dan mencair. Bongkahan es besar yang
mengapung, bongkahan es kecil dan pasir dapat ditemukan pada sedimen
pelagis yang berjarak beberapa ratus kilometer dari daerah gletser atau
tempat asalnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Salinitas Air Laut. http://oseanografi.blogspot.com. diakses


tanggal 7 Nopember 2010
Anonim. 2007. TentangSedimen. http://dhamadharma.wordpress.com. diakses
tanggal 7 Nopember 2010
Anonim. Dasar Laut. http://file.upi.edu. diakses tanggal 7 Nopember 2010
Budiono,Eno. 2009. Mengapa Kadar Air Laut Berbeda-beda.
http://www.khususpendidikan.co. diakses tanggal 7 Nopember 2010

You might also like