Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak,
berkembang dan dapat menyesuaikan secara memadai terhadap keadaan. Dinamika juga
berarti adanya interaksi dan interdependensi antara sistem secara keseluruhan. Dinamika
kimia laut adalah segala sesuatu yang menjadi ciri laut berkaitan dengan komposisi bahan
kimia mulai dari air laut dan dasar dari laut itu sendiri, dimana komposisi tersebut
terbentuk beberapa tahun lamanya akibat dari berbagai proses kimia dan terus
berkembang berkaitan dengan perubahan lingkungan.
Seperti kita ketahui, kondisi alam di seluruh dunia, baik flora, fauna, tanah, iklim
sangat bervariasi. Semua gejala alam saling mempengaruhi satu sama lain. Demikian
juga dengan unsur garam yang bukan hanya yang ada di laut tapi garam yang ada di
darat. Begitu pula dengan sedimen yang memiliki berbagai proses terjadinya berkaitan
dengan pengendapan bahan-bahan kimia yang berasal dari pelapukan berbagai sumber.
Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik
dan partikel-partikel tak terlarut. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan
memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati
memiliki kadar garam sekitar 30%. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki
kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling
tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari
Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi
terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar
garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi.
Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas,
kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum)
beberapa tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap
cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat
ditentukan oleh jumlah garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas)
dan tekanan osmosis. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida
(55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan
sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan
florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-
gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.
Zat-zat kimia yang terbentuk dari berbagai proses pelapukan itu lama-lama akan
terdekomposisi dan mengendap menjadi sedimen di dasar laut.
METODOLOGI PENULISAN
Tahap Penulisan
Adapun dalam pengerjaannya, bukan berarti dilakukan pengutipan secara
langsung dari sumber-sumber terkait yang telah diperoleh, melainkan melalui suatu
mekanisme pemahaman pada tiap sumber yang kemudian ditulis dan dituangkan kembali
ke dalam kajian ini dengan menggunakan gaya, bahasa serta pemikiran penulis sendiri
secara mandiri.
PEMBAHASAN
• Curah Hujan
Curah hujan akan sangat mempengaruhi perbandingan antara volume
air dan mineral garam. Semakin banyak penambahan air (murni) semakin
rendah kadar garam, sebaliknya semakin banyak penambahan unsur garam
maka semakin tinggi kadar garamnya.
Analogi sederhana: Ambil 1 sendok makan garam, masukkan ke dalam
segelas air. Jika ditambah lagi garamnya maka airnya semakin terasa asin.
Jika air yang ditambahkan, maka rasanya semakin tawar. Nah dari analogi
tersebut bisa disimpulkan: Semakin tinggi curah hujan di suatu daerah, maka
semakin rendah kadar garam air lautnya.
• Luas laut.
Laut yang sempit umumnya memiliki kadar garam yang lebih tinggi
dibandingkan lautan luas. Di antara lautan luas ada yang memiliki kadar
garam tinggi, yaitu di daerah Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan
(daerah Subtropis Utara dan Subtropis Selatan). Ini terjadi karena di daerah ini
dilewati angin yang kering dan panas sehingga tingkat penguapannya tinggi.
Laut yang luas memiliki arus air yang luas juga, karena tidak ada
penghalang berupa daratan. Arus laut semakin luas, maka kemungkinan
terjadinya perpindahan dan percampuran kandungan air semakin luas juga.
Daerah laut yang kadar garamnya tinggi akan mengalir ke daerah yang kadar
garamnya rendah (hukum alam). Nah bila lokasi laut dekat dengan Lautan
luas atau samudra, maka kadar garamnya cenderung lebih rendah
dibandingkan laut yang tertutup atau dikelilingi daratan. Contoh Laut Merah
di semenanjung Arab memiliki kadar garam yang tinggi karena Laut tersebut
dikelilingi daratan. atau Laut Mati yang merupakan laut dengan kadar garam
tertinggi di dunia.
Penguapan
Makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka
salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan
air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
Ciri yang paling khas pada air laut yang diketahui oleh semua orang
adalah rasanya yang asin. Ini disebabkan karena di dalam air laut terlarut
bermacam-macam garam, yang paling utama adalah garam natrium korida (NaCl)
yang sering pula disebut garam dapur. Selain garam-garam korida, di dalam air
laut terdapat pula garam-garam magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya.
Dalam literatur oseanologi dikenal istilah salinitas (acapkali pula disebut kadar
garam atau kegaraman) yang maksudnya ialah jumlah berat semua garam (dalam
garam) yang terlarutdalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00
(per mil, gram per liter).
Ada berbagai cara menentukan salinitas, baik secara kimia maupun fisika.
Secara kimia untuk menentukan nilai salinitas dilakukan dengan cara menghitung
jumlah kadar klor dalam sample air laut. Hal ini dilakukan karena sangat susah
untuk menentukan salinitas senyawa terlarut secara keseluruhan. Oleh sebab itu
hanya dilakukan peninjauan pada komponen terbesar yaitu klorida (Cl).
Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion
klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida.
Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan
klorida.
Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram
bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah
menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua
bahan-bahan organik dioksidasi. Selanjutnya hubungan antara salinitas dan
klorida ditentukan melalui suatu rangkaian pengukuran dasar laboratorium
berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai: S
(o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902) Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah
bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35
gram garam di dalam satu kilogram air laut. Persamaan tahun 1902 di atas akan
memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan
hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel
air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun
1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar
hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang
dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus: S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo)
(1969) Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan
hasil yang sama dengan definisi sebelumnya.
Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan
salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan.
Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale
(Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas.
“Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari
konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu
standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa
KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari
definisi ini adalah: S = 0.0080 – 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 –
7.0261 K2 + 2.7081 K5/2.
Sebagai catatan: dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai
rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam
satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan “psu” dalam menuliskan
harga salinitas, yang merupakan singkatan dari “practical salinity unit”. Karena salinitas
praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan
“psu” sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan. Kemudian
untuk menghitung nilai salinitas secara fisik adalah ini untuk menentukan salinitas
melalui konduktivitas air laut. Alat-alat elektronik canggih menggunakan prinsip
konduktivitas. Salah satu alat yang paling popular untuk mengukur salinitas dengan
ketelitian tinggi ialah salinometer yang bekerjanya didasarkan pada daya hantar listrik.
Makin besar salinitas, makin besar pula daya hantar listriknya. Selain itu telah pula
dikembangkan pula alat STD (salinity-temperature-depth recorder) yang apabila
diturunkan ke dalam laut dapat dengan otomatis membuat kurva salinitas dan suhu
terhadap kedalaman di lokasi tersebut.
2. Macam-macam Sedimen
Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber
yang menurut Reinick (Dalam Kennet, 1992) dibedakan menjadi empat yaitu :
1. Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan
material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut
melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus
laut dan akan terendapkan jika energi tertrransforkan telah melemah.
2. Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa
organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-
bahan organik yang mengalami dekomposisi.
3. Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi
kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air
laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen
jenis ini adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.
4. Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang bersal dari berbagai sumber
dan masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini
dapat bersumber dari luar angkasa , aktifitas gunung api atau berbagai
partikel darat yang terbawa angin. Material yang bersal dari luarangkasa
merupakan sisa-sisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut.
Sedimen yang bersal dari letusan gunung berapi dapat berukuran halus
berupa debu volkanin, atau berupa fragmen-fragmen aglomerat.
Sedangkan sedimen yang bersal dari partikel di darat dan terbawa angin
banyak terjadi pada daerah kering dimana proses eolian dominan namun
demikian dapat juga terjadi pada daerah sub tropis saat musim kering dan
angin bertiup kuat. Dalam hal ini umumnya sedimen tidak dalam jumlah
yang dominan dibandingkan sumber-sumber yang lain.
(Sugeng Widada : )
Era oseanografi secara sistematis telah dimulai ketika HMS Challenger
kembali ke Inggris pada tanggal 24 Mei 1876 membawa sampel, laporan, dan hasil
pengukuran selama ekspedisi laut yang memakan waktu tiga tahun sembilan bulan.
Anggota ilmuan yang selalu menyakinkan dunia tentang kemajuan ilmiah Challenger
adalah John Murray, warga Kanada kelahiran Skotlandia. Sampel-sampel yang
dikumpulkan oleh Murray merupakan penyelidikan awal tentang sedimen laut dalam.
Sedimen laut dalam dapat di bagi menjadi 2 yaitu Sedimen Terigen Pelagis dan
Sedimen Biogenik Pelagis.
1. Sedimen Biogenik Pelagis
Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri
atas berbagai struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu
berupa sisa-sisa fitoplankton dan zooplankton laut. Karena umur
organisme plankton hannya satu atau dua minggu, terjadi suatu bentuk
‘hujan’ sisa-sisa organisme plankton yang perlahan, tetapi kontinue di
dalam kolam air untuk membentuk lapisan sedimen. Pembentukan
sedimen ini tergantung pada beberapa faktor lokal seperti kimia air dan
kedalaman serta jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi,
keberadan mikrofil dalam sedimen laut dapat digunakan untuk
menentukan kedalaman air dan produktifitas permukaan laut pada zaman
dulu.
2. Sedimen Terigen Pelagis
Hampir semua sedimen Terigen di lingkungan pelagis terdiri atas materi-
materi yang berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai
ke lingkungan pelagis. Pertama dengan bantuan arus turbiditas dan aliran
grafitasi. Kedua melalui gerakan es yaitu materi glasial yang dibawa oleh
bongkahan es ke laut lepas dan mencair. Bongkahan es besar yang
mengapung, bongkahan es kecil dan pasir dapat ditemukan pada sedimen
pelagis yang berjarak beberapa ratus kilometer dari daerah gletser atau
tempat asalnya.
DAFTAR PUSTAKA