You are on page 1of 45

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG TUBERCULOSIS


PARU DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PASIEN
TUBERCULOSIS PARU DI PUSKESMAS
MEJAYAN, CARUBAN KAB. MADIUN
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Penyakit tubercolusis atau yang sering disebut TBC adalah infeksi menular

yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tubercolusis (Danusantoso,2002).

Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu

yang lama untuk mengobatinya, disamping rasa bosan karena harus minum obat

dalam waktu yang lama seseorang penderita kadang-kadang juga berhenti minum

obat sebelum massa pengobatan belum selesai hal ini dikarenakan penderita

belum memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang telah

ditentukan, serta pengetahuan yang kurang tentang penyakit sehingga akan

mempengaruhi kepatuhan untuk berobat secara tuntas.

Tuberculosis merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian

(mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan

terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200juta orang, di indonesia menempati

urutan ketiga di dunia setelah india dan china dalam hal jumlah penderita TB paru

sekitar 583 ribu orang dan diperkirakan sekitar 140 ribu orang meningal dunia tiap

tahun akibat TBC. Sedangkan di jawa timur sendiri menempati urutan ke 2 setelah

jawa barat dengan kasus sekitar 37 ribu penderita (depkes RI, 2007). Di seluruh

kab.madiun sendiri terdapat lebih dari 230 kasus, dengan angka kematian rata-rata

10 orang tiap bulannya sedangkan di puskesmas mejayan sendiri terdapat 13


pasien tubercolusis dengan BTA positif dan 4 dengan BTA negatif 1 orang putus

obat (tidak patuh berobat)

Berhasil atau tidaknya pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan

pasien, keadaan sosial ekonomi serta dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya

dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga yang kurang memberikan dukungan

untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi kepatuhan pasien untuk

mengkonsunsi obat(Dr.Indan Enjang, 2002).Apabila ini dibiarkan dampak yang

akan muncul jika penderita berhenti minum obat adalah munculnya kuman

tubercolusis yang resisten terhadap obat, jika ini terus terjadi dan kuman tersebut

terus menyebar pengendalian obat tubercolusis akan semakin sulit dilaksanakan

dan meningkatnya angka kematian terus bertambah akibat penyakit tubercolusis.

Tujuan pengobatan pada penderita tubercolusis bukanlah sekedar memberikan

obat saja, akan tetapi pengawasan serta memberikan pengetauan tentang penyakit

ini untuk itu hendaknya petugas kesehatan memberikan penyuluhan kepada

penderita dan keluarganya agar pengetauan mereka mengetahui resiko-resiko dan

meningkatkan kepatuhan untuk berobat secara tuntas. Dalam program DOTS ini

diupayakan agar penderita yang telah menerima obat atau resep untuk selanjutnya

tetap membeli atau mengambil obat, minum obat secara teratur, kembali control

untuk menilai hasil pengobatan.


1.1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pertanyaan Masalah

Adakah hubungan pengetahuan tuberculosis paru dengan tingkat

kepatuhan berobat pasien tuberculosis paru di puskesmas mejayan, caruban

kab.madiun?

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan penyakit tuberculosis dengan tingkat

kepatuhan berobat pasien tuberculosis di puskesmas mejayan, caruban

kab.madiun

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien tuberculosis di puskesmas

mejayan, caruban kab.madiun

2. Mengidentifikasi kepatuhan berobat pasien tubercolusis di puskesmas

mejayan, caruban kab.madiun


3. Menganalisis hubungan pengetahuan penyakit tuberculosis dengan

kepatuhan berobat pasien tubercolusis di puskesmas mejayan, caruban

kab.madiun

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya penderita tubercolusis,

sehingga akan meningkatkan kualitas asuahan keperawatan dan kualitas hidup

penderita serta memberi masukan kepada petugas kesehatan tentang pentingnya

penyuluhan penyakit tubercolusis kepada masyarakat khususnya penderita

tubercolusis

1.3.2 Bagi Pasien

Memberikan pengetahuan tentang penyakit tuberculosis dalam meningkatkan

kepatuhan berobat pasien tuberculosis di puskesmas mejayan, caruban

kab.madiun

1.3.3 Bagi Ilmu Keperawatan

Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang

tubercolusis paru

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran perkembangan pengetahuan

untuk peneliti selanjutnya.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Definisi

Berasal dari kata “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengideraan terhadap sesuatu obyek tertentu, pengideraan terjadi melalui panca

indra manusia. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari atau

melalui mata dan telinga, (Noto atmodjo,2003)


Roger (1974) yang dikutip oleh noto atmodjo (2003) mengemukakan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri seseorang akan terjadi proses

yang berturut-turut yaitu :

1. awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yaitu orang tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adaption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.2 Sunber Pengetahuan

1. Tradisi

Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan dimana setiap orang tidak dianjurkan

untuk memulai mencoba memecahkan masalah. Tradisi merupakan kendala dalam

kebutuhan manusia karena beberapa tradisi begitu melekat sehingga validitas,

manfaat dan kebenarannya tidak pernah dicoba dan diteliti.

2. Autoritas
Ketergantungan terhadap suatu autoritas tidak dapat dihindarkan karena kita tidak

dapat secara automatis menjadi seseorang ahli dalam mengatasi setiap

permasalahan yang dihadapi.

3. Pengalaman

Dalam memecahkan suatu permasalahan dapat berdasarkan pengalaman

sebelumnya, dan ini merupakan pendekatan yang penting dan bermanfaat.

4. Trial and Error

Kadang kita dalam menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita dalam

menggunakan alternative pemecahan melalui “coba dan salah”

5. Alasan yang logis

Dalam menyelesaikan suatu masalah berdasarkan proses penelitian yang logis.

Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah akan

tetapi alasan rasional sangat terbatas.

6. Metode ilmiah

Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu

kebenaran, karena didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis, serta

dalam mengumpulkan dan menganalisa datanya didasarkan pada prinsip validitas

dan reliabilitas.

(Nursalam, 2000)

2.1.3 Komponen pengetahuan (Noto atmodjo,2003)


1. Tahu

Pengetahuan berkenan dengan bahan yang dipelajari sebelumnya disebut juga

istilah recal (mengingat lagi) namun apa yang yang telah diketahui hanya sekedar

informasi yang diingat saja. Oleh sebab itu ini merupakan tongkat pengetahuan

yang rendah.

2. Pemahaman

Adalah kemampuan mengetahui arti sesuatu bahan yang tekah dipakai dipelajari

seperti menafsirkan. Menjelaskan dan meringkas tentang sesuatu kemampuan. Ini

lebih tinggi dari pengetahuan.

3. Penerapan

Adalah kemampuan menggunakan suatu bahan yang telah dipelajari dalam

sesuatu yang baru atau konkrit.

4. Analisa

Adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau suatu bahan obyek

kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam stuktur organisasi tersebut

dan masih ada kaitannya sama lain.

5. Sintesa

Kemampuan untuk menghimpun bagian dalam keseluruhan seperti merugikan

tema rencana atau melihat hubungan abstrak dan sebagian fakta

6. Evaluasi
Adalah berkenan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk

membantu penelitian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu.

2.1.4 faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1. Faktor Eksternal

1) Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukan sikap kita. Apa bila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk

selalu menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat

sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan maka

sangatlah mungkin berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi seseorang

(syaifudin A, 2003)

2) Informasi

Informasi adalah keseluruhan makna dapat diartikan sebagai pemberitahuan

sesering adanya informasi baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

Pesan-pesan sugestis dibawa oleh informasi tersebut pendidikan ini biasanya

digunakan.

2. Faktor internal

1) Pendidikan

Pendidikan adalah setiap usaha pengaruh pelindung dan bantuan yang diberikan

kepada anak yang tertuju pada kedewasaan GBHN Indonesia tentang


menngidentifikasi lain bahwa pendidikan diri dalam dan dari luar sekolah dan

berlangsung seumur hidup. (Notoadmodjo, 2003)

2) Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu pengalaman sama sekali terbentuk apabila

pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi

penghayatan. Pengalaman akan lebih mendalam dan lama membekas (Syaifudin

A, 2005)

3) Usia

Usia individu terhitung mulai dilakukan sampai berulang tahun (Elizabeth B

Houspitalisasi, 1995) semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat seseorang yang telah dewasa akan lebih percaya dari pada seseorang

yang belum cukup tinggi kedewasaanya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman

dan kematangan dijiwainya (Hurlock, 1998) makin tua seseorang makin kondusif

dalam mengunakan koping masalah yang dihadapi.

4) Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau pencarian.

Masyarakat yang sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan

mempunyai waktu yang lebih sedikit untuk memperoleh informasi.

5) Pendapatan
Pendapatan sesuatu yang didapatkan dan sebelumnya belum ada. pendapatan erat

sekali dengan status kesehatan.

6) informasi

informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang. Bila seseorang memperoleh banyak informasi maka ia

cenderung mempunyai pengetahuan lebih luas.

2.1.5 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto ,2006 pengetahuan seseorang dapat diketahui dengan

dipersentasikan tetapi berupa prosentasi lalu ditafsirkan dengan kalimat yang

bersifat kualitatif, yaitu :

1. baik : hasil persentasi 76-100%

2. cukup : hasil persentasi 56-75%

3. kurang : hasil persentasi < 0

2.2 Konsep Kepatuhan

2.2.1 Pengertian Kepatuhan

Pengertian kepatuhan menurut sockett yang dikutip oleh neil niven (2000)

bahwa kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Orang mematuhi perintah

dari orang yangmempunyai kekuasaan bukan hal yang mengherankan karena

ketidakpatuhan sering kali diikuti dengan beberapa bentuk hukuman. Meskipun

demikian, yang menarik adalah pengaruh dari orang yang tidak mempunyai

kekuasaan dalam membuat orang mematuhi perintahnya dan sampai sejauh mana

kesediaan orang untuk mematuhinya.

2.2.2 Tingkat Kepatuhan

Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan

tersebut kuratif atau preventif, jangka panjang atau jangka pendek. Sackett and

Snow yang dikutip oleh Niven (2000) menemukan bahwa ketaatan terhadap 10

hari jadwal pengobatan sejumlah 70- adalah pencegahan. Kegagalan untuk

mengikuti program jangka panjang, yang bukan dalam kondisi akut, dimana

derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut bertambah buruk

sesuai waktu.

2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan menurut Niven (2000) antara

lain adalah:

1. Pemahaman tentang intruksi

Tidak seorangpun dapat mematuhi intruksi jika dia salah paham tentang intruksi

yang diberikan. Kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan
dalammemberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah medis dan

memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien.

2. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang

penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan

bersikap ramah dan memberikan informasi dengan singkat dan jelas.

3. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan

keyakinan dan nilai kesehatan individu dan dapat juga menentukan tentang

program pengobatan yang dapat mereka terima.

4. Motivasi

Motivasi dapat diperoleh dari diri sendiri, keluarga, teman, petugas kesehatan dan

lingkungan sekitarnya.

5. Pengetahuan

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin besar kemungkinan untuk

patuh pada suatu program pengobatan.

2.2.4 Cara Mengurangi Ketidakpatuahan


Dinicola dan Dimatteo yang dikutip oleh niven (2000) mengusulkan

beberapa rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien, antara lain:

1. Mengembangkan tujuan kepatuhan

Peryataan-peryataan juga dapat meningkatkan kepatuhan seseorang, kontrak

tertulis juga dapat meningkatkan keputuhan, tetapi kontrak kemungkinan dapat

menjadi tidak efektif dalam kurun waktu yang lama.

2. Mengembangkan perilaku sehat dan mempertahankanya

Perilaku sehat dapat dipengaruhi oleh kebiasaan. Oleh karena itu perlu

dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya mengubah perilaku, tetapi juga

untuk mempertahankan perubahan tersebut.

3. Pengontrolan perilaku

Pengontrolan perilaku seringkali tidak cukup untuk mengubah perilaku itu sendiri.

Suatu program secara total dapat dihancurkan sendiri oleh pasien dengan

mengunakan peryataan pertahanan.

4. Dukungan sosial

Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi kecemasan yang disebabkan

oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidaktaatan,

dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai

kepatuhan.
5. Dukungan dari profesional kesehatan

Dukungan dari profesional kesehatan merupakan faktor lain yang dapat

mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan mereka berguna terutama saat

pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal

penting. Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara

menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan secara

terus-menerus memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah

mampu beradaptasi dengan program pengobatannya.

6. Pendidikan pasien

Pendidikan pasien dapat meningkatkan pendidikan, sepanjang bahwa pendidikan

tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku dan kaset

secara mandiri.

7. Modifikasi faktor-faktor lingkungan sosial

Modifikasi faktor-faktor lingkungan sosial berarti membangun hubungan sosial

dari keluarga dan teman-teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk

untuk membentuk kepatuhan terhadap program-program pengobatan seperti

berhenti merokok dan menurunkan konsumsi alkhohol.

8. Meningkatkan interaksi profesi kesehatan dengan pesien

Meningkatkan interaksi profesi kesehatan dengan pesien adalah suatu hal penting

untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi


tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan kondisinya saat ini, apa

penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu.

9. Perubahan model terapi

Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien

terlibat aktif dalam perbuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-

komponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk

selanjutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih kompleks.

2.2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien menurut Niven

(2000) adalah sebagai berikut :

1. Keadaan penyakit

Pasien yang menderita penyakit kronis (tuberculosis paru) cenderung paling tidak

patuh. Ini terutama karena harus menggunakan obat dalam jangka waktu lama

dimana gejala yang terasa hanya dalam waktu singkat.

2. Keadaan pasien

Kepatuhan pasien menurun pada usia tinggi yang hidup sendiri (tidak ada yang

mendorong). Tingkat ekonomi lemah, orang-orang dengan pengetahuan dan

pendidikan rendah, dimana faktor budaya atau bahasa menjadi penghalang

komunikasi antara petugas kesehatan dengan pesien.


3. Petugas kesehatan

Kepatuhan pasien akan dipengaruhi oleh sikap petugas kesehatan dalam melayani

pasiennya. Petugas yang bersifat merendah, pasien kurang yakin terhadap terapi

yang diputuskan, ada hambatan dalam komunikasi karena faktor budaya, bahasa

dan waktu yang disediakan.

4. Pengobatan

Kepatuhan pasien akan berkurang apabila obat yang diberikan dalam jangka

waktu lama. Bentuk dan keberhasilan kemasan yang terlalu sederhana dimana

obat mudah pecah dan terkontaminasi oleh kotoran juga dapat menurunkan

kepatuhan pasien untuk minum obat.

5. Struktur pelayanan

Semakin sulit tempat pelayanan kesehatan dicapai, semakin berkurang kepatuhan

pasien.

2.3 Konsep Tuberculosis Paru


2.3.1 Definisi Tuberculosis Paru

Tuberculosis paru adalah penyakit akibat infeksi kuman mycobakterium

tubercolosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan

lokasi terbanyak diparu yang biasanya merupakan infeksi primer. Tuberculosis

merupakan bakteri kronik dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada

jaringan yang terinfeksi dan hipersensivitas yang diperantarai sel (Cell Madiated

Hipersensivity) (Mansjoer Arif, 2000).

2.3.2 Gejala Tuberculosis Paru

1. Demam

Dimulai dengan demam subfebris seperti influenza. Terkadang panas mencapai

40-41*C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan

berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk (Soeparman,1990)

2. Batuk darah

Batuk darah terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan

membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering

(non produktif) kemudian setelah terjadi peradangan menjadi produktif hal ini

berlangsung 3 minggu atau lebih. Keadaan lanjut adalah terjadinya batuk darah

karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Yang merupakan tanda adanya

ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Kematian dapat

terjadi karena penyumbatan bekuan darah pada saluran nafas (Soeparman, 1990)
3. Sesak nafas

Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana ilfiltrasinya

sudah setengah bagian paru (Depkes RI, 2002)

4. Nyeri dada

Terjadi bila ilfiltrasinya radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis

(Depkes RI, 2002)

5. Malaise (Badan lemah)

Penyakit tuberculosis paru adalah penyakit radang yang bersifat menahan nyer

otot dan keringat dimalam hari. Gejala-gejala tersebut makin lama makin berat

dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Soeparman, 1990)

2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Tubercolusis

1. Harus ada sumber infeksi

Sumber infeksi dapat berasal dari penderita tubercolusis dengan BTA positif yang

ditularkan melalui droplet. Baik itu melalui penggunaan alat makan secara

bergantian tanpa dicuci terlebih dahulu ataupun pada waktu penderita batuk atau

bersin.

2. Jumlah basil sebagai penyebab infeksi harus cukup

Semakin banyak jumlah basil yang terhirup, maka semakin besar kemungkinan

seseorang untuk mengidap penyakit tubercolusis.


3. Virulensi yang tinggi dari basil tubercolusis

Apabila tingkat keaktifan kuman tinggi maka akan semakin cepat berkembang

biak didalam tubuh. Selain itu akan semakin cepat pula massa inkubasinya.

4. Daya tahan tubuh yang menurun

Daya tahan tubuh yang menurun memungkinkan basil berkembang biak dan

keadaan ini menyebabkan timbulnya penyakit tubercolusis baru.

2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik

1. Kultur sputum

Pemekriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukanya kuman BTA,

diagnosa tubercolusis paru sudah dapat dipastikan. Kriteria sputum BTA positif

adalah bila ditemukanya sekurang-kurangya 3 batang kuman BTA pada satu

sediaan dan sedikitnya dua dari tiga kali pemekrisaan specimen BTA hasilnya

nyatakan positif (Soeparman, 1990)

2. Foto thorak

Menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi

sembuh primer atau efusi cairan. Adanya perluasan kuman tubercolusis paru

ditunjukan dengan adanya rongga atau area fibrosa (Doenges, 2002)

3. Tes tuberkulin (Mantoux)


Reaksi positif area durasi 10mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi

intradermal antigen menunjukan massa lalu dan adanya antibodi, tetapi tidak

secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang

secara klinik sakit berarti bahwa infeksi disebabkan oleh mikrobakterium yang

berbeda (Doenges,2002)

4. Pemekrisaan darah

Pada waktu kuman tubercolusis mulai aktif jumlah leukosit sedikit meninggi dan

jumlah limfotsit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila

sakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih

tetap tinggi. Laju endap darah mulai turun kearah normal lagi (Soeparman, 1990)

5. Pemekrisaan fungsi paru

Terjadi penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio

udara residu dan kapasitas paru total. Saturasi oksigen terjadi penurunan sekunder

terhadap infiltrasi parenkim paru, kehilangan jaringan paru ketika tubercolusis

paru kronis sudah meluas. (Doenges, 2002)

2.3.5 Cara Penularan

1. Percikan ludah (droplet infection)

Pada saat penderita tubercolusis batuk akan mengeluarkan droplet dengan ukuran

mikroskopis yang bervariatif. Ketika pertikel tersebut berada di udara, air akan

menguap dari permukaannya sehingga menurunkan volume dan menaikan

konsetrasi kumannya. Partikel inilah yang disebut dengan droplet (Crofton, 2002)
2. Inhalasi debu yang mengandung basil tubercolusa (air bone infection)

Seseorang yang melakukan kontak erat dalam waktu yang lama dengan penderita

tubercolusis paru akan mudah tertular karena menginhalasi udara yang telah

terkontaminasi kuman tubercolusis (Depkes RI, 2002)

2.3.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keteraturan Minum Obat

1. Keadaan sosial ekonomi

Makin buruk keadaan sosial ekonomi masyarakat sehingga makin jelek pula gizi

dan hygiene lingkungannya yang akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh

mereka sehingga memudahkan terjadinya penyakit. Seandainya mendapat

penyakit selain mempersulit penyembuhan juga memudahkan kambuhnya TBC

yang sudah ada.

2. Kesadaran

Pengobatan TBC memerlukan waktu yang lama (minimal 2 tahun terbentuk)

sebab anti TBC barulah bersifat tuberculostotica bersifat tubercuicocido. Kadang-

kadang walaupun penyakitmya agak berat sipenderita tidak merasa sakit sehingga

tidak mencari pengobatan menurut hasil penyelikan WHO 50% penderita TBC

menunjukan gejala apa-apa orang ini telah berbahaya lagi sebagai sumber penular

karena bebas bercampur dengan masyarakat.

3.Pengetahuan
Makin rendah pengetahuan penderita tentang bahaya penyakit TBC untuk dirinya

keluarga dan masyarakat disekitarnya maka besar pulalah bahaya sipenderita

sebagai penularan baik dirumah maupun ditempat kerjanya. Untuk keluarga dan

orang-orang disekitarnya, sebaiknya pengetahuan yang baik tentang penyakit ini

akan menolong masyarakat dalam menghindarinya (Dr.indan entjang, 2000)

2.3.7 Tingkat Kepatuhan Pengobatan tuberculosis

Niven (2000) berpendapat bahwa tingkat kepatuhan pengobatan

tuberculosis paru adalah sebagai berikut :

1. Minum obat sesuai petunjuk

Obat yang diminum sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan oleh petugas

kesehatan meliputi dosis, jumlah, jenis dan waktu minum obat.

2. Jadwal mengambil obat

Pengambilan obat tidak boleh terlambat. Apabila penderita telah minum obat

dikhawatirkan akan terjadi resistesi obat.

3. Lama pengobatan

Lama pengobatan akan mempengaruhi terhadap kepatuhan penderita untuk

berobat. Pengobatan pada tuberculosis sendiri minimal dilakukan selama 6 bulan.

4. Macam-macam obat
Banyaknya macam-macam obat tuberculosis membuat penderita menjadi jenuh

untuk berobat. Jika kurangnya pengetahuan atau motivasi maka semakin besar

kemingkinan akan putus obat.

2.4 Konsep Pengobatan Tubercolusis Paru

2.4.1 Aktivitas obat

1. Aktivitas bakteresid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh

(metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteresid biasanya diukur dari

kecepatan membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan

didapatkan hasil yang negatif (2 bulan permulaan pengobatan).

2. Aktivitas sterilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat

(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi di undur dari angka

kekambuhan setelah pengobatan dihentikan (Soeparman dan Sarwono, 1999)

2.4.2 Jenis Obat

Pengobatan dengan strategi DOTS (Direct Obseved Treadment Short Course)

dipermudah dengan pengadaan obat yang telah dipadukan sesuai dengan kategori

tersendiri :
1. Obat primer (obat anti tubercolusis tingkat satu)

1) Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakteresid, dapat membunuh 90% populasi dalam

beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam

keadaan metabolisme aktif, yaitu pada saat kuman sedang berkembang. Dosis

harian yang dianjurkan adalah 5 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan

intermiten 3kali seminggu dengan dosis 10 mg\kg BB.

2) Rifampisin (R)

Bersifat bakteresid, dapat membubuh kuman yang persisten (dortmant) yang tidak

dapat dibunuh oleh Isonasid. Dosis 10 mg\kg BB diberikan sama untuk

pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

3) Pirazinamid (Z)

Bersifat bakteresid, dapat membunuh kuman yang berada didalam sel dengan

suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg\kg BB, sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg\kg BB.

4) Streptomisin (S)

Bersifat bakteresid, dengan dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg BB, sedangkan

pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.

Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr\hari, sedangkan untuk umur

sampai 60 tahun lebih dosisnya 0,50 gr\hari.


5) Ethambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg

Bbsedangkan untuk pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis

30 mg\kg BB.

2. Obat sekunder ( Anti tubercolusis acid)

1) Kanamisin

2) PAS (Para Amina Salictylic Acid)

3) Tiasetason

4) Etionamid

5) Protionamid

6) Sikloserin

7) Viomisin

8) Kapreomisin

9) Amikosin

10) Oflokasin

11) Siproflokasin

12) Norfloksasin

13) Klofazimn
(Soeparman dan Sarwono W, 1990)

2.4.3 Efek Samping Obat

1. Efek samping berat

Yaitu efek samping yang dapat menyebabkan sakit serius. Dalam kasus ini maka

pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus dirujuk ke Unit Pelayanan

Kesehatan (UPK) spesialistik.

2. Efek samping ringan

Yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak. Gejala-gejala ini

sering dapat ditanggulangi dengan obat-obat simtomatik atau obat sederhana,

tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama pengobatan. Dalam

hal ini pemberian OAT dapat diteruskan.

2.4.4 Tahap Pengobatan

1. Tahap intensif (Initial phase), selama 1-3 bulan dengan memberikan 4-5

macam obat anti tubercolusis per hari dengan tujuan :

1) Mencegah keluhan dan mencegah efek samping lebih lanjut.

2) Mencegah timbulnya resistensi obat.


Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi

langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama

rifampisin salama 2 bulan. Bila pengobatan tahap intensif ini diberikan secara

tepat, biasanya penderita menular jadi tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu. Sebagian besar penderita tubercolusis paru BTA positif menjadi

negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat pada tahap

intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

2. Tahap lanjutan (Continuation phase), selama 4-6 bulan dengan hanya

memberikan 2 macam obat, 3 kali seminggu dengan tujuan :

1) Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi)

2) Mencegah kekambuhan (relaps)

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama yaitu selama 4-6 bulan. Tahap lanjutan penting

untuk membunuh kuman persisten untuk mencegah terjadinya kekambuhan.

2.4.5 Evaluasi Pengobatan

1. Klinis biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya

setiap 2minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir

pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan pasien seperti

batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah dan berat

badan bertambah.

2. Bakteriologis
Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negative.

Pemekrisaan kontrol sputum dilakukan sekali sebulan. Bagi pasien BTA positif

setelah tahap intensif akan mendapatkan pengobatan ulang. Bila sudah negative,

sputum diperiksa tiga kali berturut-turut dan harus di kontrol agar tidak terjadi

“silent bacterial shedding” yaitu terdapat sputum BTA positif tanpa disertai

keluhan-keluhan tubercolusis yang relevan pada kasus-kasus 3 kali pemeriksaan

(3 bulan), berarti pasien mulai kambuh.

3. Radiologis

Evaluasi radiologi juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Dengan

pemekrisaan radiologi dapat dilihat keadaan tubercolusis parunya atau adanya

penyakit lain yang menyertainya. Karena perubahan gambar radiologi tidak

secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan

sekali. Pemantauan kemajuan pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan

dengan pemekrisaan dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS), pemekrisaan bisa

dikatakan negatife jika hasil kedua specimen negative, sedangkan bisa dikatakan

positif bila salah satu atau kedua specimen positif. Pemekrisaan ulang dahak

dilakukan pada akhir tahap intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan dan 1

minggu sebelum akhir pengobatan (bulan ke 6).

2.4.6 Hasil Pengobatan


1. Sembuh

Penderita dikatakan sembuh bila telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap

dan pemeriksaan dahak 2 kali selama pengobatan negative.

2. Pengobatan lengkap

Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatan lengkap tapi tidak ada

hasil pemekrisaan dahak negative.

3. Meninggal

Adanya penderita yang dalam massa penggobatan diketahui meninggal karena

sebab apapun.

4. Pindah

Adanya penderita yang pindah berobat ke daerah atau kabupaten\kota lain.

5. Default

Penderita yang tidak control atau terlambat mengambil obat 2 minggu berturut-

turut atau lebih sebelum massa pengobatanya selesai.

6. Gagal

Penderita BTA positif yang hasil pemekriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan.


BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Faktor-faktor yang mempengaruhi


ketidakpatuhan
3.1 Kerangka Konsep 1. Pemahaman tentang instruksi
2. Kualitas interaksi
3. isolasi sosial dan keluarga
4. Motifasi
faktor-faktor yang
5. Pengetahuan
mempengaruhi keteraturan
minum obat
1.keadaan ekonomi
2.kesadaran
3.Pengetahuan
Kepatuhan berobat pasien TB paru

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan

1.Faktor Eksternal Ada hubungan Tidak ada


-Kebudayaan hubungan

-informasi

2.Faktor internal

-pendidikan

-pengalaman

-Usia

Keterangan : : diteliti
---------------- : Tidak diteliti
Gambar 3.1 kerangka konseptual pengaruh pengrtahuan tubercolusis dengan
kepatuhan berobat pasien tubercolusis
3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian (Nursalam, 2009)


h1 : ada hubungan antara pengetahuan tentang tubercolusis paru dengan

kepatuhan berobat pasien tubercolusis paru di puskesmas mejayan,caruban

kab.madiun

BAB 4

METODE PENELITIAN
4.1 Kosep Metode Penelitian

Metode penelitian keperawatan merupakan urutan langkah dalam

melakukan penelitian keperawatan (Hidayah, 2007). Metode penelitian ini

meliputi rancangan penelitian, kerangka kerja, populasi, sampel, sampling,

identifikasi variabel, devinisi oporasional, instrumen penelitian, waktu penelitian,

pengumpulan data, analisis data dan etika penelitian.

4.2 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam penelitian, yang

memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi

akurasi suatu hasil. Dalam desain penelitian ini adalah analitik korelasional.

Sedangkan metode yang digunakan dalam desain penelitian ini adalah case

control adalah pendekatan retrospective (Arikunto, 2006)

Retrospective (melihat kebelakang) adalah diidentifikasi pada saat ini, kemudian

faktor risiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu.

4.3 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan langkah-langkah proses penelitian dari penentuan

populasi sampai dengan penyajian penelitian. Dalam penelitian ini kerangka kerja

digambarkan sebagai berikut.


kerangka kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

POPULASI

Seluruh penderita tubercolusis BTA positif di puskesmas mejayan,caruban


kab.madiun sebanyak 13 orang

SAMPEL

Sebagian penderita tubercolusis BTA positif di puskesmas mejayan,caruban


kab.madiun sebanyak 13 orang

SAMPLING

Menggunakan non probability sampling tipe purposive sampling

Penggumpulan data

Menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi

Analisa data

Editing, coding, scoring, tabulating, dan uji memakai uji koefisien kontingensi
Penyajian hasil

Menggunakan diagram pie

Simpulan saran

4.4 Sampling Desain

4.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi adalah

setiap subyek (misalnya : manusia, pasien) yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

penderita tubercolusis paru BTA positif di puskesmas mejayan,caruban

kab.madiun sebanyak 13 orang

4.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu untuk

bisa memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam & Siti Pariani, 2001). Sampel

dalam penelitian ini adalah pasien tubercolusis paru BTA positif di puskesmas

mejayan,caruban kab.madiun.
n : N

1 + N (d)2

: 13

1 + 13 (0,05)2

: 13

1 + 0,0325

: 13

1,0325

: 12,59 = 13

Keterangan :

N : besar populasi

n : besar sampel

d : tingkat ketepatan atau kepercayaan yang diinginkan (0,05)

4.4.3 Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi sampel yang digunakan dalam

penelitian dari populasi yang ada dengan menggunakan teknik sampling (Hidayat,

2003)
Dalam penelitian ini menggunakan tehnik non probabillity sampling tipe

purposive sampling

4.5 Identifikasi Variabel

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Noto atmodjo,

2005) Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati.

Variabel itu sebagai atribut dari sekelompok orang atau subyek yang mempunyai

variasi antara satu dengan yang lainya dalam kelompok itu (Sugiyono, 2004)

4.5.1 Variabel Independent

Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel

yang lain (Azwar S, 2007). Dalam ilmu keparawatan, variabel bebas biasanya

merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien

tersebut (Nursalam, 2003). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

pengetahuan tentang tubercolusis paru.

4.5.2 Variabel Dependent

Variabel tergantung adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain.

Dengan kata lain, variabel tergantung adalah faktor yang diamati dan diukur untuk

menetapkan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam,

2003). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kepatuhan berobat pasien

tubercolusis paru di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun.


4.5.3 Devinisi Operasional

Adapun perumusan devfisnisi operasional dalam penelitian ini akan diuraikan

dalam tabel berikut ini :

Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skor

operasional data
Indepanden: 1.pengertian tentang tubercolusis kuesioner ordinal Baik : 76-

pengetahuan 2.cara penularan 100% deberi

tentang 3.gejala-gejala tubercolusis kode 3

tubercolusis 4.diagnosis Cukup : 56-

paru 5.pengobatan tubercolusis 75% diberi

kode 2

Kurang : <55%

diberi kode 1
Dependen: Kesesuaian -Daftar kehadiran dan Observasi Nominal 1.Patuh

Kepatuhan antara mendapatkan obat (datang sesuai

berobat kehadiran -Daftar pemekrisaan dahak ulang jadwal)

pasien dengan 2.Tidak patuh

tubercolusis program (datang tidak

paru pengobatan sesuai jadwal)

yang telah

dijadwalkan

oleh petugas

kesehatan
4.6 Pengumpulan data dan analisis data

4.6.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam,2009)

4.6.2 Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data secara birokrasi dilakukan pertama mendapatkan surat

pengantar ijin penelitian dari institusi STIKES Dian Husada Mojokerto, kemudian

surat diserahkan kepada kepala puskesmas mejayan,caruban kab.madiun. setelah

mendapat ijin dari kepala puskesmas peniliti kontrak waktu kepada koordinator

pengobatan tubercolusis untuk melakukan pengambilan data pasien tubercolusis.

4.6.3 Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah alat

ukur dengan cara subjek diberikan angket atau kuesioner dengan berberapa

pertanyaan (Aziz Alimul, 2003). Dalam hal ini instrumenntya adalah kuesioner

tentang pengetahuan penyakit tubercolusis paru sebanyak 10 pertanyaan dan

lembar observasi.

4.6.4 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun

4.6.5 Analisa Data


Setekah data terkumpul selanjutnya adalah melakukan pengolahan data, menurut

budiarto, 2001 dengan tahapan sebagai berikut :

1. Editing

Yang dimaksud editing adalah mengkaji dan meneliti data yang terkumpul apakah

sudah baik dan dipersiapkan untuk proses berikutnya.

2. Coding

Yang dimaksud coding adalah memberi tanda pada data yang terkumpul.

3. Skoring

Skore 1 : untuk jawaban benar

Skore 0 : untuk jawaban salah

4. Tabulating

Tabulasi data ini dilakukan setelah semua masalah editing, coding, dan skoring

selesai dan tidak ada lagi permasalahan yang timbul.

Selanjutnya diinterpretasikan menggunakan checklist dengan kriteria sebagai

berikut:

1). Patuh jika penderita datang tepat waktu sesuai dengan tanggal yang ditentukan

atau sebelum tanggal yang ditetapkan


2). Tidak patuh jika penderita tidak datang tepat waktu sesuai dengan tanggal

yang ditentukan.

Setelah data terkumpul dan dikelompokan dalam diagram pie distribusi kemudian

hasilnya dikonfirmasi dalam bentuk persentase dan setelah itu hasil persentase

diinterprestasikan dengan menggunakan skala :

100% = Seluruhnya

76-99% = Hampir seluruhnya

51-75% = Sebagian besar

50% = Setengahnya

26-49 = Hampir setengahnya

1-25% = Sebagian kecil

0% = Tidak sama sekali

(Arikunto, 2002)

4.7 Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek tidak boleh bertentangan

dengan etika. Tujuan penelitian harus etis, dalam arti hak responden dan lain

dilindungi (Nursalam dan Parini, 2000)

4.7.1 Lembar persetujuan responden


Merupakan cara persetujuan antar peneliti dengan responden peneliti dengan

memberikan lembar persetujuan.

4.7.2 Tanpa nama

Di dalam surat pengantar penelitian dijelaskan bahwa nama subyek tidak harus

dicantumkan. Untuk keikutsertaanya, maka peneliti memberi kode pada tiap

lembar pengumpulan data.

4.7.3 Kerahasiaan

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan oleh peneliti dan responden akan

dijamin kerahasiaanya. Hanya pada kelompok tertentu saja yang akan peneliti

sajikan atau laporkan sebagai hasil penelitian

4.8 Keterbatasan

Dalam penelitian ini pasti mempunyai kelemahan-kelemahan yang ada,

kelemahan ini ditulis dalam keterbatasan (A.Aziz, 2003)

Keterbatasannya adalah peneliti hanya meneliti tentang sebatas pengetahuan

tentang penyakit tubercolusisnya saja.

You might also like