Professional Documents
Culture Documents
com/id/parmalim-keagamaan-lokal-tradisional-batak-toba/
Komunitas ini berkeyakinan bahwa para leluhur tidak ada dipenjara dan tertindas karena
mencuri, membunuh, memitnah, menipu dan berjinah yang merupakan etika Hamalimon.
Menurut kepercayaan Hamalimon, apabila melakukan tindakan melanggar hukum maka leluhur
akan dipenjara dan difitnah meskipun tindakan itu dilakukan atas kebenaran yang diyakini,
seperti menyembah Mulajadi Nabolon yang di sebut Debata dan Tuhan tertinggi.
Raja Marnangkok Naipospos, salah satu turunan Raja Mulia Naipospos mengatakan,
persebarannya meliputi beberapa wilayah di Indonesia, seperti wilayah Toba-Samosir,
Kabupaten Simalungun, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhanbatu, kota Medan, Batam,
Pekanbaru, Duri hingga sebagian di pulau Jawa, Kalimantan dan Irian Jaya.
“Para pengikut ajaran ini pada umumnya berkumpul di desa Hutatinggi sebagai pusat
keagamaan, sedikitnya dua kali dalam setahun, pada waktu dimana upacara besar tahunan yaitu
perayaan Sipaha sada dan Sipaha lima diselenggarakan,” katanya sebelum pelaksanaan upacara
ritual Parmalim, Senin (26/7).
Sejumlah umat menggiring kerbau
liar mengakhiri upacara ritual Parmalim di Desa Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten
Tobasamosir, Sumatera Utara, Indonesia, 26 Juli 2010. FOTO: SUTANTA ADITYA | PIXELET
Desa Hutatinggi menjadi pusat dari berbagai kegiatan kepercayaan Parmalim sejak 1921 ketika
dikeluarkan Controleur Van Toba yang sekaligus menandai lembaga keagamaan Parmalim
diakui secara legal-formal.
Hingga saat ini pemimpin Parmalim Hutatinggi sudah tiga generasi dan kebetulan turunan Raja
Mulia Naipospos. Kepemimpinan ini bukan lah menganut monarki dan keharusan dari garis
keturunan yang sama. Mereka disebut “Ihutan” yang secara bebas diterjemahkan “yang diikuti”
warga Parmalim. Dan selengkapnya disebut Ihutan Parmalim.
Togap Sitorus, salah satu pengikut Parmalim mengaku bahwa ajaran ini mengajarkan umat untuk
bersikap bijaksana dan sederhana. Contohnya menggunakan sarung saat mengikuti upacara ritual
Parmalim untuk mengakui kesepahaman dan keseteraan antar umat.
“Pemakaian sarung menandakan seluruh umat manusia sama. Tidak ada perbedaan termasuk
dalam berpakaian,” katanya.
Sementara Lenny boru Sitorus (23) menilai bahwa ajaran Parmalim ini merupakan wadah yang
tepat untuk taat kepada ajaran Tuhan YME secara tulus atas dorongan hati. Karena itu, setiap
upacara atau ritual Parmalim akan diikutinya tanpa ada paksaan dari siapapun.
“Tidak juga karena saya turunan Parmalim makanya saya taat kepada ajaran ini, tapi memang
karena dorongan hati yang menyatakan bahwa wadah ini tepat untuk taat kepada ajaran Tuhan,”
ucapnya.
Usai menortor muda-mudi suku
Batak beragama Parmalim kembali ke tempat menandai upacara ritual Parmalim berakhir di Desa
Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Tobasamosir, Sumatera Utara, Indonesia, 26 Juli 2010.
FOTO: SUTANTA ADITYA | PIXELET
Sedangkan, Rizal Hendrik Sirait (16), seorang siswa kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP)
mengaku bersemangat setiap mengikuti upacara ritual Parmalim meski usianya masih tergolong
muda. Biasanya anak seusianya pada jaman sekarang, belum begitu taat mengikuti ajaran agama.
Sampai sekarang meski Indonesia telah merdeka, Parmalim masih terpenjara dalam arti bukan
fisik. Parmalim masih berpegang teguh kepada pesan leluhur untuk tidak bersifat dendam.
http://toniibloges.blogspot.com/2010/10/kepercayaan-asli-suku-batak.html
kepulauan, memiliki masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis dan beragam budaya yang tampak pada
kebiasaan-kebiasaan, benda dan kebudayaan kelompok masyarakat tersebut, seperti yang diungkapkan
oleh Koentjaraningrat bahwa kebudayaan memiliki 3 wujud yaitu: wujud Ide, sistem sosial atau tindakan
masyarakat, dan fisik atau benda, artefak (Koentjaraningrat 2000;186-187). Kebiasaan-kebiasaan yang
dimaksud sangat terkait dengan lingkungan tempat kelompok masyarakat tersebut berdiam. Sehingga
dari kebudayaan yang ada pada masyarakat dapatlah dilihat hubungannya terhadap pembentukan
kepribadian seseorang dari tiap kelompok masyarakat yang tampak pada kelakuan-kelakuan atau
kebiasaan individu yang mengandung nilai dan diturunkan secara turun-temurun ke generasi berikutnya.
Diangkat dari uraian di atas, dapat kita lihat bahwa banyak kebudayaan-kebudayaan yang harus kita jaga
dan kita lestarikan dan bagi pemegang kebudayaan tersebut haruslah tetap menjaga dan menurunkan
kebudayaan mereka dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan memiliki 7 unsur dan salah
Tylor ( dalam Adimihardja 1976; 86-87) yang mengatakan bahwa agama yang paling awal adalah
animisme yakni kepercayaan bahwa segala sesuatu baik yang dalam dunia yang bernyawa ataupun
benda mati dihuni roh dimana roh tersebut dapat meninggalkan manusia baik untuk sementara seperti
pada saat manusia sedang tidur dan untuk selamanya seperti manusia mati dan segala bentuk
kepercayaan dan praktek keagamaan mulai dari yang primitif hingga yang paling tinggi tingkatannya
berkembang dari Animisme. Sehingga Perkembangan Animisme secara keseluruhan termasuk percaya
kepada roh-roh dan keadaan dimasa depan dalam upaya mengendalikan dewa-dewa dan roh yang lebih
rendahan dan ajaran-ajarannya menghasilkan beberapa macam penyembahan yang tetap berlangsung,
seperti halnya agama Parmalim yang merupakan kepercayaan tua dan kepercayaan asli pada suku Batak
Toba dimana kepercayaan ini dahulunya hanya sebagai kepercayaan masyarakat Batak Toba pada masa
Parmalim berasal dari kata malim yang memiliki 2 arti yaitu: malim sebagai sifat dasar yang
dituju yang berawal dari haiason dan parsolamon, dimana haiason diartikan dengan kebersihan fisik dan
parsolamon diartikan dengan membatasi diri dari menikmati dan bertindak, kedua adalah malim sebagai
sosok pribadi. Parmalim sendiri dapat diartikan dengan orang yang mengikuti ajaran malim, dimana
pengikutnya harus memiliki sifat yang bersih atau suci baik fisik maupun rohani, serta dapat membatasi
Bentuk penghayatan dari kepercayaan Parmalim dahulunya hanya berbentuk upacara biasa saja
dan belum disebut sebagai kepercayaan Parmalim tetapi disebut sebagai Ugamo Malim pada
masyarakat Batak dan inti ajarannya berpegang pada adat istiadat Batak, lama-kelamaan kepercayaan
ini mulai berkembang seiring dengan bertambahnya pengikut kepercayaan ini. Tetapi dengan masuknya
agama modern yang dibawa oleh Dr. Il Nomensen maka pengikut ajaran kepercayaan tua ini pun
berkurang, sehingga muncul istilah dari suku Batak Toba sendiri istilah Parmalim yang artinya orang yang
mengikuti ajaran ugamo. Di dalam doa-doa dan pujian pengikut Parmalim selalu menyampaikan doa
kepada Debata Mulajadi Nabolon dan Raja Sisingamangaraja yang dipandang sebagai malim tertinggi
yaitu malim pilihan Tuhan atau Malim Ni Debata Tuhan dalam ajaran Parmalim di sebut dengan
Mulajadi Nabolon. Hubungan penganut dengan Mulajadi Nabolon disebut dengan Ugamo dan inti ajaran
dalam menjalankan hubungan itu disebut dengan Hamalimon atau kebersihan atau kesucian. Hari
khusus bagi penganut Ugamo Malim yaitu hari Sabtu, dimana mereka melakukan perkumpulan atau
parpunguan tersebut pada satu tempat yang merupakan tempat berkumpul mereka dalam
melaksanakan ibadahnya yang disebut dengan Balai Partonggoan atau Bale Pasogit untuk di pusat, yang
terletak di desa Pardomuan Nauli Hutatinggi, kecamatan. Laguboti, kabupaten. Toba Samosir. Desa
Pardomuan Nauli merupakan desa tempat tinggal dari Raja Mulia Naipospos yang merupakan salah satu
panglima dari Raja Sisingamangaraja yang menerima perintah dari Raja Sisingamangaraja untuk
memimpin dan meneruskan ajaran Parmalim, sehingga Desa Pardomuan Nauli yang lebih dikenal
masyarakat sebagai Desa Hutatinggi dijadikan sebagai pusat dari kepercayaan Parmalim dan tidak dapat
Pengikut kepercayaan Parmalim saat ini sudah mulai berkembang dan sudah mulai menyebar ke
beberapa daerah di Nusantara bahkan hingga keluar Negeri. Untuk di Indonesia sendiri pengikutnya
telah ada di daerah Pekanbaru, Batam, Irian Jaya, Jakarta, Semarang dan di daerah Sumatera Utara yaitu
Medan dan di tanah Batak. Peribadatan atau biasa disebut parpunguan bagi pengikut Parmalim
biasannya dilakukan di Bale partonggoan untuk di pusat dan rumah parsantian untuk di setiap cabang
Dalam melakukan parpunguan, mereka hanya memanjatkan doa kepada Debata Mulajadi Nabolon dan
persembahan tetap mingguan atau bulanan.Adapun peraturan-peraturan yang ada di dalam Parmalim
yaitu para pengikutnya dilarang berdusta, berjinah dan mencemari agama mereka, dalam setiap
pelanggarannya akan ada sanksi-sanksi tertentu bagi orang yang melanggar peraturan agama tersebut,
salah satu hukumannya yaitu pemberian peringatan kepada si pelaku dan membuat suatu upacara
tersendiri untuk menebus kesalahannya, upacara ini haruslah berupa persembahan seekor ayam dan
diiringi oleh gondang sabangunan. Ciri khas dari pengikut Parmalim yaitu adanya bane-bane yang diikat
bersama jeruk kecil dan bonang manalu atau bonang Batak dan diletakkan di atas pintu atau di suatu
Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke tanah Batak, orang Batak pada
mulanya belum mengenal nama dan istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan orang Batak dahulu (kuno)
adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan kepada benda-benda mati. Benda-benda
mati dipercayai memiliki tondi (roh) misalnya: gunung, pohon, batu, dll yang kalau dianggap keramat
Orang Batak percaya kepada arwah leluhur yang dapat menyebabkan beberapa penyakit atau
malapetaka kepada manusia. Penghormatan dan penyembahan dilakukan kepada arwah leluhur akan
mendatangkan keselamatan, kesejahteraan bagi orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa
inilah yang paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat dekat sekali dengan
aktifitas manusia.
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah “Debata”, sombaon
yang paling besar orang Batak (kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek Yang Maha Besar). Ompu
Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi dia adalah yang telah dahulu
dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki kemampuan luar biasa dan juga
menciptakan adat bagi manusia. Tetapi setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama
Hindu; Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai nenek/kakek
yang memiliki kemampuan luar biasa. Untuk menekankan bahwa “Ompu Nabolon” ini sebagai
kakek/nenek yang terdahulu dan yang pertama menciptakan adat bagi manusia, Ompu Nabolon menjadi
“Mula Jadi Nabolon” atau “Tuan Mula Jadi Nabolon”. Karena kata Tuan, Mula, Jadi berarti yang
dihormati, pertama dan yang diciptakan merupakan kata-kata asing yang belum pernah dikenal oleh
orang Batak kuno. Selanjutnya untuk menegaskan pendewaan bahwa Ompu Nabolon atau Mula Jadi
Nabolon adalah salah satu dewa terbesar orang Batak ditambahkanlah di depan Nabolon atau Mula Jadi
Nabolon itu kata ‘Debata’ yang berarti dewa (jamak) sehingga menjadi “Debata Mula Jadi Nabolon”.
Malim. Pada masyarakat kebanyakan, Parmalim sebagai identitas pribadi itu lebih populer dari “Ugamo
Malim” sebagai identitas lembaganya Berjuang bagi Parmalim bukan hal baru, karena leluhur
pendahulunya dari awal dan akhir hidupnya selalu dalam perjuangan. Perjuangan dimulai sejak Raja
Sisingamangaraja menyatakan “tolak” kolonialisme Belanda yang dinilai merusak tatanan kehidupan
Raja Monang Naipospos adalah Pengurus Pusat Ugamo Malim, sebuah agama kepercayaan yang
lahir dari kebudayaan Batak. Agama ini merupakan peninggalan Raja Batak Sisingamangaraja. Kini pusat
agama Parmalim terbesar berada di Desa Hutatinggi, 4 kilometer dari kecamatan Laguboti Kabupaten
Toba Samosir Sumatera Utara. Orang lebih mengenalnya sebagai Parmalim Hutatinggi. Di desa ini ada
Menurut beberapa pandangan ilmuwan sosial, sebenarnya Ugamo Malim layak menjadi sebuah
agama resmi. Alasannya ialah dalam ajaran aliran ini juga terdapat nilai-nilai religius yang bertujuan
menata pola kehidupan manusia menuju keharmonisan, baik sesama maupun kepada Pencipta. Dan
Hanya saja, peraturan pemerintah membantah advokasi tersebut dengan alasan masih adanya
berbagai kejanggalan. Misalnya, ketidakadaan dokumen sejarah yang jelas mengenai kapan Parmalim
pertama kali diyakini sebagai sebuah kepercayaan di Tanah Batak. Alasan lain, yang tentu saja mengacu
pada persepsi umum adalah ketidakadaan kitab suci dan nabi yang jelas berdasarkan kitab suci, yang
apabila ada. Di samping itu masih saja ada persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa ajaran
“Kami bukan penganut ajaran sesat,” kata Naipospos kepada Global ketika dijumpai di
kediamannya, Selasa (2/1/07). “Bahkan, ajaran Parmalim menuntut manusia agar hidup dalam
kesucian,” jelasnya kemudian menerangkan secara detail asal-muasal kata Parmalim yang berasal dari
kata “malim”. Malim berarti suci dan hidup untuk mengayomi sesama dan meluhurkan Oppu Mulajadi
Nabolon atau Debata (Tuhan pencipta langit dan bumi). “Maka, Parmalim dengan demikian merupakan
Lantas, apa pasal sehingga aliran ini tidak layak dijadikan sebagai agama resmi? Bahkan, aliran
ini dianggap sesat dengan tuduhan sebagai pengikut “sipele begu” (penyembah roh jahat atau setan).
“Alasannya jelas,” kata Marnangkok. “Mereka (masyarakat awam dan pemerintah) tidak mengerti siapa
sebenarnya yang kami sembah dan luhurkan. Yang kami puja tak lain adalah Oppu Mula Jadi Na Bolon
bukan”begu” (roh jahat),” katanya. “Dan inilah yang menjadi bias negatif dari masyarakat terhadap
Parmalim.”
Marnangkok kemudian menjelaskan, Oppu Mula Jadi Nabolon adalah Tuhan pencipta alam
semesta yang tak berwujud, sehingga Ia mengutus sewujud manusia sebagai perantaraannya
(parhiteon), yakni Raja Sisingamangaraja yang juga dikenal dengan Raja Nasiak Bagi. Raja Nasiak Bagi
merupakan julukan terhadap kesucian (hamalimon) serta jasa-jasanya yang hingga akhir hidupnya tetap
setia mengayomi Bangsa Batak. Nasiak Bagi sendiri berarti ditakdirkan untuk hidup menderita. Ia bukan
raja yang kaya raya tetapi hidup sama miskin seperti rakyatnya.
terdahulu dan utusan-utusannya. Tentu saja ini dipandang dari tata cara pelaksanaan setiap ritualnya
sangat berbeda dengan ritual agama-agama samawi dan agama lainnya. Mereka menggunakan dupa
dan air suci (pagurason) di samping daun sirih untuk ritual khusus.
Namun, dalam menyoal status Parmalim muncul lagi sebuah pertanyaan mengenai sampai
kapan keterkungkungan mereka itu akan lepas? Kenyataan menjelaskan bahwa Parmalim selalu
diperlakukan secara diskriminatif dalam banyak perolehan akses hidup sebagai warga negara.
Contohnya, dalam memperoleh pekerjaan di dinas pemerintahan, izin-izin resmi serta bias sosial yang
negatif. Di samping itu tak jarang pula media mengadvokasi eksistensi mereka demi hak-hak dan
Mereka beribadah setiap hari sabtu dan memiliki dua hari peringatan besar setiap tahunnya
yaitu Sipaha Sada dan Sipaha Lima. Sipaha Sada ini dilakukan saat masuk tahun baru Batak yang dimulai
setiap bulan Maret. Dan Sipaha Lima yang dilakukan saat bulan Purnama yang dilakukan antara bulan
juni-juli.
Dalam upacara, laki-laki yang telah menikah biasanya mengunakan sorban seperti layaknya
orang muslim, sarung dan Ulos (selendang batak). Sementara yang wanitanya bersarung dan mengonde
rambut mereka. Semua acara Parmalin dipimpin langsung oleh Raja Marnokkok Naipospos. Kakek Raja
Marnokkok adalah Raja Mulia Naipospos yang menjadi pembantu utama Sisingamangaraja XI. Kini
penganut Parmalin ini mencapai 7000 orang termasuk yang bukan orang batak. Mereka tersebar di 39
melaksanakan perkumpulan setiap hari Sabtunya dan dilaksanakan di setiap cabang atau rumah
parsantian, dalam perkumpulan ini para pengikut parmalim akan diberi poda atau bimbingan untuk
2.Martutuaek Upacara yang dilakukan di rumah umat karena mendapat karunia kelahiran
seorang anak ataupun pemberian nama pada anak. Dimana seorang anak yang baru lahir haruslah
terlebih dahulu diperkenalkan dengan bumi terutama air yaitu umbul mata air disertai dengan bara api
3. Mardebata Upacara yang dilakukan secara individual untuk meminta ampunan atas
4. Pasahat Tondi Upacara yang dilakukan pada umat yang mengalami duka atau meninggal
dunia. Dimana setelah satu bulan pemakaman maka dilakukanlah upacara pasahat tondi atau
menghantar roh, dalam upacara ini biasanya dilakukan doa saja, bisa dilakukan dengan sederhana atau
5. Mangan Napaet Upacara berpuasa untuk menebus dosa dan dilaksanakan selama 24 jam
penuh pada setiap penghujung tahun kalender batak yaitu pada ari hurung bulan hurung, upacara ini
juga dilaksanakan di Bale Partonggoan dan dihadiri oleh seluruh umat Parmalim. Setelah berpuasa
selama 24 jam maka tepat tengah hari pukul 12.00 sebelum berbuka dilaksanakanlah mangan napaet,
lalu dilakukan perkumpulan di dalam Bale Partonggoan dan dipimpin oleh Ihutan.
Bahwa agama Parmalim adalah Kepercayaan yang tertua di daerah Sumatera utara yang sampai
saat ini belum jelas keberadaannya karena Agama kepercayaan ini belum di anggap sebagai agama
resmi Republik Indonesia. Meskipun Parmalim belum di akui keberadaannya, tetapi Parmalim tetap
menjalankan kepercayaannya dan masih menjalin hubungan social dengan Penganut Agama lain.
Setiap kepercayaan yang di anut seseorang hendaknya kita saling menghargai. Karena setiap
manusia berhak memilih agamanya masing-masing sesuai kepercayaan yang mereka anggap benar. Dan
kepada setiap agama kepercayaan agar saling menjaga perasaan agama kepercayaan yang lain agar