Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Tugas pokok Bulog adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang manajemen
logistik melalui kegiatan pengadaan, pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian
harga beras, serta usaha jasa logistik. Bulog melaksanakan empat program untuk penyaluran,
satu diantaranya yaitu program Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin). Penelitian ini
akan melihat kinerja Bulog untuk supply chain Raskin dengan potensial alat pengukuran yang
pertama untuk manajemen PSC yaitu Public Supply Chain-Balanced Scorecard (PSC-BS).
Dari hasil pengukuran teridentifikasi masalah pada perspektif masyarakat untuk ukuran
ketepatan sasaran, perspektif proses internal dalam ukuran indeks waktu pelayan kepada
mitra kerja dan ukuran rasio keterlambatan, serta perspektif pembelajaran dan inovasi untuk
ukuran FGD penerima manfaat. Dengan teridentifikasinya masalah tersebut dirumuskan suatu
strategi atas usulan solusi yaitu kategori rumah tangga sasaran harus didefinisikan secara jelas
dengan cara penerima memiliki kartu identitas. Meningkatkan jumlah karyawan dengan cara
pembukaan lowongan. Merencanakan dan memenuhi persediaan jauh-jauh hari dengan cara
perencanaan persediaan. Bulog menyalurkan langsung di titik penyaluran kepada masyarakat
dengan cara pembukaan Warung desa.
1. PENDAHULUAN
Beras merupakan komoditas dengan permintaan yang inelastis di mana perubahan
harga hampir tidak menyebabkan perubahan jumlah permintaan konsumen. Jika ketersediaan
kurang, harga langsung naik karena konsumen tidak melakukan penyesuaian atas
konsumsinya. Ketersediaan beras yang cukup menjadi sangat penting, baik untuk memenuhi
kebutuhan maupun untuk menjaga agar harganya tidak melonjak tinggi sehingga tidak
terjangkau oleh konsumen. Terutama, konsumen berpendapatan tetap dan rendah
(Khrisnamurthi, 2006). Agar harga terjangkau oleh konsumen, instrumen yang digunakan
pemerintah adalah program raskin dan pengendalian harga. Bulog bertugas menstabilkan
harga melalui operasi pasar murni, yakni dengan menambah pasokan beras ke pasar dengan
harga tertentu.
Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin) merupakan program nasional yang
bertujuan membantu memenuhi kecukupan pangan dan mengurangi beban finansial Rumah
Tangga Miskin (RTM) melalui penyediaan beras bersubsidi. Untuk penyaluran beras, Badan
Urusan Logistik (Bulog) bertanggung jawab menyalurkan beras hingga titik distribusi, dan
pemerintah daerah bertanggung jawab menyalurkan beras dari titik distribusi kepada RTM.
Dari sisi penyaluran hingga titik distribusi, Bulog telah melaksanakan tugasnya
dengan relatif baik dan sesuai dengan pedoman program. Namun, penilaian keberhasilan
program tidak dapat dilakukan secara parsial karena Raskin merupakan sebuah kesatuan
program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Permasalahan
pelaksanaan Raskin banyak terjadi dari titik distribusi hingga rumah tangga penerima.
efektivitas program masih relatif lemah. Hal ini ditandai oleh sosialisasi dan transparansi
yang kurang; target penerima, harga, jumlah, dan frekuensi penerimaan beras yang kurang
tepat; biaya pengelolaan program yang tinggi; pelaksanaan monitoring yang belum optimal;
dan mekanisme pengaduan yang kurang berfungsi.
Selama ini lebih dari 80% beras pengadaan Bulog disalurkan melalui Program Raskin.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka usaha pertama kali yang perlu dilakukan adalah
mengetahui bagaimana kinerja supply chain program Raskin agar dapat dilakukan perbaikan
pada bidang-bidang yang kinerjanya masih buruk. Metode yang akan digunakan untuk
mengidentifikasikan indikator-indikator kinerja supply chain dalam penelitian ini adalah
menggunakan Public Supply chain Balanced scorecard (PSC-BSC) (Essig dan Dorobek,
2006). Jika memang kinerjanya tidak sesuai tujuan maka Program Raskin dihentikan dan
perlu dilakukan kajian mendalam.
Dengan melihat permasalahan di atas dan untuk menjawab pertanyaan pada
perumusan masalah di atas sehingga dalam penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengukur
kinerja supply chain program Raskin di Bulog Sub Divre Bandung, (2) Mengusulkan solusi
yang perlu dilakukan dari permasalahan ada pada supply chain program Raskin di Bulog Sub
Divre Bandung, (3) Menyusun strategi yang sesuai dari usulan solusi berdasarkan
permasalahan.
Sektor Publik
Balanced
Balanced
Scorecard untuk
Scorecard untuk
sebuah Organisasi
SCM publik
Non-Profit
Sektor Swasta
Balanced
Balanced
Scorecard
Scorecard untuk
(Kaplan/Norton
SCM
1996)
Empat perspektif yang berbeda (pelanggan, bisnis proses internal, pembelajaran dan
pertumbuhan (inovasi), dan elemen-elemen finansial) dipertimbangkan dengan sebuah
scorecard (Kaplan dan Norton, 1996).
Visi dan strategi diterjemahkan kedalam 4 perspektif yang kemudian oleh masing-
masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin
dicapai oleh organisasi, ukuran (measures) dari tujuan, target yang diharapkan dimasa yang
akan datang serta inisiatif–inisiatif atau program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi
tujuan-tujuan strategis. Proses menerjemahkan visi dan strategi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambaran penggunaan untuk perspektif-perspektif ini sebaiknya dihubungkan dengan
relasi kausal pada sasaran perspektif finansial. Walaupun perspektif finansial dari BSC
memegang tingkat terpenting untuk perusahaan swasta berkenaan dengan supply chain
swasta, perspektif pelanggan lebih diutamakan untuk sektor publik.
Visi &
Strategi
Objektif
Ukuran
Target
Inisiatif
Gambar 2 Strategy - Translation Process
Sumber: Hansen and Mowen, 2003
Karena alasan ini, BSC berada pada kasus umum yang ditambahkan dengan sebuah
tambahan, contoh: perspektif sektor yang spesifik ketika disesuaikan untuk sektor publik.
Membuat BSC untuk PSC, diperlukan perubahan dalam struktur dan isi dari BSC
Norton/Kaplan yang orisinal. Perspektif-perspektif yang diusulkan untuk PSC-BSC dipilih
pada kebutuhan dasar dalam pengendalian yang telah dibahas sebelumnya. Ini dihubungkan
untuk membangun perspektif-perspektif BSC dan ditambahkan dengan perspektif tambahan
(perluasan struktur). Untuk PSC-BSC diusulkan lima struktur perspektif berikut: (1)
perspektif masyarakat, (2) perspektif finansial, (3) perspektif hubungan swasta publik, (4)
perspektif proses internal dan (5) perspektif pembelajaran dan inovasi (Gambar 3).
Penyesuaian isi akan dilanjutkan kedalam lima perspektif dengan objektif-objektifnya
masing-masing dan ukuran-ukurannya disesuaikan untuk konsep PSC.
Perspektif Masyarakat: perspektif ini dalam gambaran pelaksanaannya berfokus pada
sebuah perusahaan komersial dengan tujuan strategis dari segmen-segmen tersebut, dimana
dapat memasuki persaingan dengan perusahaan lain untuk pelanggan dan Market share.
Sebagai tujuan-tujuan yang memungkinkan, contohnya, Brewer/Speh mengusulkan tinjauan
pelanggan untuk produk, loyalitas pelanggan, atau fleksibilitas pelanggan (Brewer dan Speh,
2000). Sebuah kesesuaian ukuran untuk tujuan-tujuan tersebut kemudian akan menjadi waktu
pelayanan perusahaan per permintaan pelanggan. Pemindahan tujuan-tujuan dan ukuran-
ukuran yang diusulkan oleh Brewer/Speh untuk PSC-BS dibatasi sebagai tingkat jaringan
kuasa politik maupun tingkat administratif menghadapi persaingan untuk pelanggan-
pelanggan sebagaimana perusahaan swasta (menjadi bagian dalam supply chain swasta).
SCM publik memusatkan pada pelanggan-pelanggan menurut permintaan masyarakat.
Bagaimanapun, sejauh ini seringnya pelanggan-pelanggan yang harus, ukuran seperti
loyalitas pelanggan tidak bisa digunakan untuk menunjukkan strategi yang bermanfaat.
Selama SCM publik bermaksud pada orientasi pelanggan dan diiringi dengan peningkatan
‘hasil’, diusulkan kepuasan masyarakat dengan kebijakan politik dan administratif sebagai
Masyarakat
Tujuan Ukuran
Kepuasan Pelanggan
· Pengiriman keseluruhan
melalui kebijakan dalam negeri
secara langsung · Waktu tunggu rata-rata
maupun administratif dalam kantor publik
3. PEMBAHASAN
3.1 Data Raskin di Bulog
Data-data yang diperlukan dalam melakukan pengukuran kinerja antara lain seperti
dalam Tabel 1. Data-data ini merupakan data kuantitatif yang diperoleh dengan cara
wawancara, survei, dan studi literatur di Bulog Sub Divre Bandung.
Ketepatan sasaran, mengukur seberapa besar sasaran untuk RTM yang seharusnya terhadap
realisasi penyaluran pada tahun 2008, miskin didefinisikan sebagai penerima Bantuan
Langsung Tunai (BLT) dan tidak miskin sebagai bukan penerima BLT (SMERU, 2007):
Penerima BLT 279.692
Ketepatan sasaran= Realisasi RTM penerima × 100% = 456.528 × 100% = 61,26%
Kedua hasil pengukuran kinerja pada perspektif masyarakat dapat diringkas dalam hasil
pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari
masing-masing ukuran seperti pada Tabel 4.
2. Finansial
Perspektif finansial dalam SCM Publik memiliki tujuan untuk Menjamin penggunaan sumber
daya secara efisien sesuai keinginan masyarakat, sesuai dengan hal tersebut pihak Bulog
berusaha mengoptimalkan anggaran yang dimiliki, di samping itu juga efisiensi terhadap
biaya operasional Bulog.
Indikator efektivitas dan efisiensi penggunaan dana antara lain mencakup kesesuaian jenis
penggunaan, biaya unit kegiatan, dan hasil kegiatan. Dalam perspektif keuangan teknik
analisis data yang digunakan pada tahun 2008 adalah Analisis Rasio yang terdiri atas:
Aspek Permodalan, Tarif subsidi beras bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah
adalah selisih antara Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 5.500 per kg dengan
harga jual beras subsidi sebesar Rp 1.600 per kg. Kecukupan modal dinilai dengan
perbandingan total anggaran terhadap transfer subsidi (SMERU,2007).
Efektivitas penagihan (Ep), merupakan tolak ukur untuk menilai efektivitas dari upaya
manajemen dalam pengendalian piutang, yaitu menilai berapa persen piutang tertagih dalam
kas. Keberhasilan dalam pengendalian piutang ini akan mendukung ketersediaan likuiditas
perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional dan kewajiban-kewajiban yang jatuh
tempo (Bulog, 2006).
Harga, mengukur seberapa tepatnya harga jual terhadap harga ketentuan untuk RTM yang
merupakan harga yang seharusnya (ideal) (Bulog, 2006).
Harga ketentuan Rp1600,-
Harga= Harga penjualan rata-rata × 100% = Rp2000,- × 100% = 80%
Ketiga hasil pengukuran kinerja pada perspektif finansial dapat diringkas dalam hasil
pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari
masing-masing ukuran seperti pada Tabel 5.
Peningkatan mitra kerja, mengukur seberapa besar angka mitra kerja baru terhadap mitra
kerja yang pernah ada (Essig, 2006).
Mitra kerja baru 12
Peningkatan = ×100% = ×100% = 40%
Total Mitra kerja 30
Kedua hasil pengukuran kinerja pada perspektif hubungan swasta publik dapat diringkas
dalam hasil pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah
ditetapkan dari masing-masing ukuran seperti pada Tabel 6.
4. Proses Internal
Indikator kinerja proses internal diukur pada tahun 2008 dengan:
Indeks waktu pelayanan, menunjukkan kemampuan Satgas dalam melayani mitra kerja,
menunjukkan kapabilitas Satgas dan sekaligus berpengaruh terhadap kepuasan mitra kerja
yang dapat dilihat total waktu yang dihabiskan untuk melayani mitra kerja.
Rasio keterlambatan, yaitu rasio jumlah kiriman yang terlambat terhadap realisasi penyaluran
bertujuan untuk mengetahui ketepatan waktu dalam memenuhi kesepakatan.
Jumlah penyaluran yang terlambat 3.423.972
Rasio keterlambatan = ×100% = ×100% = 4,17%
Realisasi penyaluran 82.175.100
Kedua hasil pengukuran kinerja pada perspektif proses internal dapat diringkas dalam hasil
pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari
masing-masing ukuran seperti pada Tabel 7.
Tingkat kepuasan, diukur melalui FGD penerima manfaat yang mencakup aspek sosialisasi,
penargetan, penyaluran, jumlah beras, kualitas beras, cara pembayaran, harga beras,
pengaduan dan pemantauan yang diukur dengan skala 0–10. Nilai 0 berarti paling tidak puas,
sedangkan nilai 10 berarti paling puas sehingga memperoleh hasil ukuran rata-rata untuk
ukuran ini seperti dalam Tabel 8.
Kedua hasil pengukuran kinerja pada pembelajaran dan inovasi dapat diringkas dalam hasil
pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari
masing-masing ukuran seperti pada Tabel 9.
4. ANALISIS
Analisis permasalahan bertujuan untuk mengidentifikasi sebab utama yang membuat
permasalahan terjadi. Dalam rangka mengidentifikasi akar permasalahan di dalam
keseluruhan proses, langkah awal adalah untuk mengenali gejala yang terjadi guna
mengidentifikasi proses-proses pembelian, pengolahan, pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran. Tujuan Program Raskin berdasarkan Pedum adalah mengurangi beban
pengeluaran rumah tangga miskin melalui pemberian bantuan pemenuhan sebagian
kebutuhan pangan dalam bentuk beras. Jika rumah tangga miskin memperoleh secara penuh
15 kg per bulan, tujuan pengurangan beban mencapai sekitar 37,5% dari kebutuhan beras
karena rata-rata rumah tangga mengonsumsi beras sekitar 40 kg per bulan.
Tabel 8 Tingkat Kepuasan Penerima terhadap Pelaksanaan Raskin
Tingkat Kepuasan
Aspek
Perempuan Laki-laki Rata-rata
Sosialisasi 7,5 6 6,8
Penargetan 8,8 7,2 8,0
Penyaluran 8,5 8 8,3
Jumlah beras 6 5,9 6,0
Kualitas beras 7,8 7,8 7,8
Cara pembayaran 8,4 8,5 8,5
Harga beras 8,9 8 8,5
Pengaduan 5,1 5,3 5,2
Pemantauan 6 3,9 5,0
Rata-rata 7,1
Berdasarkan hasil tinjauan dokumen, analisis data sekunder, dan studi lapangan,
pelaksanaan Raskin belum dapat mencapai tujuannya. Pada perspektif masyarakat untuk
penerimaan beras memang jika ditinjau dari segi realisasi penyaluran sudah cukup baik
karena mendekati nilai ideal 100% dengan hasil 97,22%. Akan tetapi, untuk ketepatan
sasaran dinilai masih kurang yaitu sebesar 61,26% (Tabel 4) dari nilai ideal sebesar 100% hal
ini dikarenakan banyak penerima yang bukan benar-benar miskin sementara kategori miskin
menurut lembaga penelitian SMERU (2007) ialah yang mendapatkan BLT.
Pada sisi internal untuk program Raskin ini tidak terdapat banyak masalah. Dengan
melihat dari perspektif finansial (Tabel 5) yaitu untuk aspek permodalan sudah dinilai
tergolong mencukupi karena subsidi yang diberikan pemerintah cukup untuk membiayai
program dimana dari hasil pengukuran sebesar 141,02% dari nilai ideal sebesar 100% hal ini
membuktikan keseriusan pemerintah terhadap program pengentasan kemiskinan. Dalam
sistem penagihan dari pembayaran beras Raskin sudah dinilai cukup baik dengan hasil
pengukuran dari efektivitas penagihan sebesar 96,47% dari nilai ideal sebesar 100%.
Selanjutnya untuk sisi eksternal, meskipun sebagian besar penerima manfaat
membayar beras lebih dari Rp1.600 per kg, tetapi mereka tidak keberatan dan menilai wajar
karena harga tersebut masih sangat murah bila dibandingkan dengan harga pasar yang sekitar
Rp5.500 per kg. Apalagi mereka mengerti bahwa harga yang mereka bayar tersebut termasuk
biaya transportasi dari titik distribusi ke titik bagi. Cara pembayaran dinilai cukup
memuaskan karena tidak memberatkan bagi rumah tangga penerima manfaat (Tabel 4.8).
Untuk perspektif hubungan swasta publik tidak terdapat masalah, karena banyak sekali
mitra kerja yang berdatangan untuk menawarkan kontrak kerja sama dalam memenuhi
persediaan dengan hasil pengukuran nilai retensi mitra kerja sebesar 60% dari nilai ideal
sebesar 70% sedang ukuran peningkatan mitra kerja sebesar 40% dari nilai ideal sebesar 50%
(Tabel 6).
Sementara untuk perspektif proses internal terdapat masalah dalam ukuran indeks
waktu pelayanan dengan mitra kerja dengan hasil pengukuran sebesar 71,42% dengan nilai
ideal sebesar 100% masalahnya adalah kurangnya sistem penanganan yang baik dalam
pelayanan mitra kerja. Sementara untuk ukuran rasio keterlambatan sebesar 4,17% ini
biasanya dipengaruhi karena faktor transportasi dari nilai ideal sebesar 0% yang artinya tidak
terjadi keterlambatan sama sekali.
Untuk perspektif pembelajaran dan inovasi dari segi pelatihan karyawan sudah dinilai
cukup baik dengan ukuran sebesar 13,73% dari nilai ideal sebesar 15%. Sementara itu dari
ukuran tingkat kepuasan penerima yang diperoleh melalui FGD yaitu aspek yang dinilai
paling kritis adalah sistem pengaduan, sosialisasi dan jumlah beras. Karena, selama ini tidak
pernah ada kegiatan aspek pengaduan bahkan penerima manfaat tidak mengetahui
keberadaan dan mekanismenya. Sementara itu, jumlah beras yang diterima dikarenakan
jumlahnya masih jauh dibandingkan dengan kebutuhan rumah tangga sehingga belum
memberikan pengaruh manfaat yang signifikan terhadap penerima manfaat. Sebagai contoh,
jika mereka menerima beras secara penuh 15 kg, jumlah tersebut hanya cukup untuk
konsumsi satu minggu (Tabel 8). Seluruh hasil pengukuran kinerja serta identifikasi
masalahnya dapat diperlihatkan dalam Tabel 10.
Dari hasil pengukuran dan dengan dilakukannya identifikasi masalah seperti terlihat
pada Tabel 10 maka diusulkan solusi seperti terlihat pada Tabel 11.. Pertama akan dilihat
permasalahan dari perspektif masyarakat yaitu banyak penerima yang bukan benar-benar
miskin. Untuk masalah ini diusulkan bahwa untuk kategori penerima manfaat harus
didefinisikan secara jelas. Untuk itu diperlukan suatu strategi sebagai aksi dari solusi. Dengan
penerima memiliki kartu identitas, ini akan mempermudah pembagian Raskin. Perolehan
kartu identitas haruslah dilakukan oleh pihak Bulog sendiri. Pada perspektif finansial
masalahnya adalah sistem penagihan yang kurang baik untuk itu Bulog harus membuat aturan
baru supaya uang diterima setelah pengiriman beras ke titik penyaluran.
Pada perspektif proses internal masalah yang dinilai kurang yaitu pada jumlah
karyawan dan diusulkan solusi untuk meningkatkan jumlah karyawan yang kompeten dengan
cara pembukaan lowongan. Masalah yang kedua pada perspektif ini yaitu terjadinya
keterlambatan karena faktor transportasi sehingga diusulkan supaya persediaan dilakukan
jauh-jauh hari sebelumnya dengan melakukan perencanaan persediaan.
Tabel 10 Rekapitulasi Hasil Pengukuran Kinerja Serta Identifikasi Masalah
Nilai
Perspektif Ukuran Score Identifikasi Masalah
Ideal
Penerimaan beras 97,22% 100% Tidak ada masalah
Masyarakat Banyak penerima yang bukan benar-
Ketepatan Sasaran 61,26% 100%
benar miskin
Aspek permodalan 141,02% 100% Tidak ada masalah
Selanjutnya identifikasi masalah yang kedua yang diperoleh melalui FGD, untuk
angka yang terendah yaitu pada aspek jumlah, karena biasanya ada penerima manfaat yang
tidak memperoleh jatah sehingga satu pihak harus mengalah dan hanya mendapat 10kg.
Untuk masalah pengaduan dan pemantauan dinilai kurang karena selama ini masyarakat
penerima belum tahu dan tidak mengetahui keberadaannya. Untuk masalah ini diusulkan
solusi bahwa Bulog harus menyalurkan langsung di titik distribusi untuk penyaluran ke
masyarakat karena selama ini mekanismenya adalah melalui kantor kelurahan dan dilakukan
oleh Pemda setempat. Sehingga Bulog haruslah membuka suatu rumah penyaluran yang juga
berfungsi sebagai tempat penyimpanan yang dinamakan dengan Warung desa (Wardes).
5. KESIMPULAN
Sebagai penutup pada tugas akhir ini, berikut ini merupakan hasil penelitian yang
telah dilakukan berkaitan dengan Analisis kinerja pada Perum Bulog Divre Bandung,
berdasarkan data-data yang diperoleh, kemudian hasil pengukuran kinerja berbasiskan BSC
yang dilakukan beserta analisis terhadap hasil pengukuran tersebut maka pada Bab ini akan
ditarik kesimpulan dan akan diajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak
Bulog dalam mengembangkan program Raskin.
1. Pada pengukuran kinerja yang telah dilakukan mengacu kepada makalah Essig
(2006), Pedum, hasil diskusi dengan pihak Bulog, dan FGD dimana Indikator yang
digunakan dalam pengukuran disesuaikan dengan tujuan dan strategi perusahaan yang
akan dicapai dalam pengukuran tersebut terdapat 5 perspektif dan 11 ukuran kinerja.
2. Pada pengidentifikasian masalah yang ditemukan sesuai hasil pengukuran yaitu: pada
perspektif masyarakat dengan nilai terendah yaitu hasil untuk ukuran ketepatan
sasaran sebesar 61,26% dari nilai ideal 100%. Hal tersebut mengidentifikasikan
bahwa pada kenyataannya banyak penerima yang bukan benar-benar miskin, pada
perspektif finansial nilai terendah hasil pengukuran pada ukuran efektivitas penagihan
sebesar 96,47% dari nilai ideal 100%, hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
masalah. Untuk perspektif proses internal diperoleh nilai terkecil dalam ukuran indeks
waktu pelayan kepada mitra kerja sebesar 71,42% dari nilai ideal 100%. Hal tersebut
mengidentifikasikan bahwa karyawan kurang memadai. Kemudian untuk ukuran rasio
keterlambatan sebesar 4,17% dari nilai ideal 0%. Dari nilai tersebut teridentifikasi
bahwa penyebab keterlambatan biasanya karena faktor transportasi. Untuk ukuran
pembelajaran dan inovasi dari aspek internal yaitu pelatihan karyawan sebesar
13,73% dari nilai ideal 15%, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
masalah. kemudian ukuran aspek eksternal ukuran FGD penerima manfaat diperoleh
hasil serta identifikasi bahwa angka yang terendah yaitu pada segi jumlah, pengaduan
dan rendahnya sosialisasi dengan nilai keseluruhan ukuran 7,1 dari nilai ideal 10.
3. Dari pengidentifikasian masalah dirumuskan serangkaian strategi atas usulan solusi
yaitu kategori rumah tangga sasaran harus didefinisikan secara jelas dengan cara
penerima memiliki kartu identitas, meningkatkan jumlah karyawan dengan cara
pembukaan lowongan, Merencanakan dan memenuhi persediaan jauh-jauh hari
dengan cara perencanaan persediaan serta Bulog menyalurkan langsung di titik
penyaluran kepada masyarakat dengan cara pembukaan Wardes.
DAFTAR PUSTAKA
Brewer, P. dan T. Speh, 2000, Adapting the Balanced Scorecard to Supply Chain
Management, Journal of Business Logistics, 21 (1), 75-93.
Bulog, 2006, Pedoman Umum Program RASKIN Tahun 2006, Jakarta: Direktur Utama
Perum Bulog.
Bulog, 2007, Pedoman Umum Pengadaan Gabah Dan Beras Dalam Negeri Tahun 2008,
Surat Keputusan Direksi Perum Bulog Nomor: KD- 110/DO201/04/2008.
Essig, M. and S. Dorobek, 2006, Adapting the Balanced Scorecard to Public Supply chain
Management, The Working Paper for the 15 Annual IPSERA Conference, San Diego, CA,
104 (1), 1-11.
Hansen, D.R and M.M Mowen, 2003, Management Accounting, sixth edition, South-Western,
America.
Kaplan, R.S. dan D.P. Norton, 1996, Balanced Scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi
Aksi, Harvard Business School Press, Boston.
Karathanos, D. and P. Karathanos, 2005, Applying the Balanced Scorecard to Education,
Journal of Education for Business, 80 (4), 222-230.
Perum Bulog. 2007. Standar Operasional Prosedur tentang Satgas pengadaan dalam negeri
serta seleksi dan evaluasi mitra kerja di lingkungan Perum Bulog. Jakarta: Divisi Pengadaan
Perum Bulog.
Pandey, I. M., 2005, Balanced Scorecard: Myth and Reality, Vikalpa: The Journal for
Decision Makers, 30 (1), 51-66.
SMERU, 2007, Laporan Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Program Raskin Tahun
Anggaran 2007, Lembaga Penelitian SMERU 2007, Jakarta.