You are on page 1of 14

ANALISIS KINERJA SUPPLY CHAIN RASKIN DI BULOG SUB DIVISI

REGIONAL BANDUNG MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD

ABSTRACT
Tugas pokok Bulog adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang manajemen
logistik melalui kegiatan pengadaan, pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian
harga beras, serta usaha jasa logistik. Bulog melaksanakan empat program untuk penyaluran,
satu diantaranya yaitu program Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin). Penelitian ini
akan melihat kinerja Bulog untuk supply chain Raskin dengan potensial alat pengukuran yang
pertama untuk manajemen PSC yaitu Public Supply Chain-Balanced Scorecard (PSC-BS).
Dari hasil pengukuran teridentifikasi masalah pada perspektif masyarakat untuk ukuran
ketepatan sasaran, perspektif proses internal dalam ukuran indeks waktu pelayan kepada
mitra kerja dan ukuran rasio keterlambatan, serta perspektif pembelajaran dan inovasi untuk
ukuran FGD penerima manfaat. Dengan teridentifikasinya masalah tersebut dirumuskan suatu
strategi atas usulan solusi yaitu kategori rumah tangga sasaran harus didefinisikan secara jelas
dengan cara penerima memiliki kartu identitas. Meningkatkan jumlah karyawan dengan cara
pembukaan lowongan. Merencanakan dan memenuhi persediaan jauh-jauh hari dengan cara
perencanaan persediaan. Bulog menyalurkan langsung di titik penyaluran kepada masyarakat
dengan cara pembukaan Warung desa.

1. PENDAHULUAN
Beras merupakan komoditas dengan permintaan yang inelastis di mana perubahan
harga hampir tidak menyebabkan perubahan jumlah permintaan konsumen. Jika ketersediaan
kurang, harga langsung naik karena konsumen tidak melakukan penyesuaian atas
konsumsinya. Ketersediaan beras yang cukup menjadi sangat penting, baik untuk memenuhi
kebutuhan maupun untuk menjaga agar harganya tidak melonjak tinggi sehingga tidak
terjangkau oleh konsumen. Terutama, konsumen berpendapatan tetap dan rendah
(Khrisnamurthi, 2006). Agar harga terjangkau oleh konsumen, instrumen yang digunakan
pemerintah adalah program raskin dan pengendalian harga. Bulog bertugas menstabilkan
harga melalui operasi pasar murni, yakni dengan menambah pasokan beras ke pasar dengan
harga tertentu.
Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin) merupakan program nasional yang
bertujuan membantu memenuhi kecukupan pangan dan mengurangi beban finansial Rumah
Tangga Miskin (RTM) melalui penyediaan beras bersubsidi. Untuk penyaluran beras, Badan
Urusan Logistik (Bulog) bertanggung jawab menyalurkan beras hingga titik distribusi, dan
pemerintah daerah bertanggung jawab menyalurkan beras dari titik distribusi kepada RTM.
Dari sisi penyaluran hingga titik distribusi, Bulog telah melaksanakan tugasnya
dengan relatif baik dan sesuai dengan pedoman program. Namun, penilaian keberhasilan
program tidak dapat dilakukan secara parsial karena Raskin merupakan sebuah kesatuan
program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Permasalahan
pelaksanaan Raskin banyak terjadi dari titik distribusi hingga rumah tangga penerima.
efektivitas program masih relatif lemah. Hal ini ditandai oleh sosialisasi dan transparansi
yang kurang; target penerima, harga, jumlah, dan frekuensi penerimaan beras yang kurang
tepat; biaya pengelolaan program yang tinggi; pelaksanaan monitoring yang belum optimal;
dan mekanisme pengaduan yang kurang berfungsi.
Selama ini lebih dari 80% beras pengadaan Bulog disalurkan melalui Program Raskin.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka usaha pertama kali yang perlu dilakukan adalah
mengetahui bagaimana kinerja supply chain program Raskin agar dapat dilakukan perbaikan
pada bidang-bidang yang kinerjanya masih buruk. Metode yang akan digunakan untuk
mengidentifikasikan indikator-indikator kinerja supply chain dalam penelitian ini adalah
menggunakan Public Supply chain Balanced scorecard (PSC-BSC) (Essig dan Dorobek,
2006). Jika memang kinerjanya tidak sesuai tujuan maka Program Raskin dihentikan dan
perlu dilakukan kajian mendalam.
Dengan melihat permasalahan di atas dan untuk menjawab pertanyaan pada
perumusan masalah di atas sehingga dalam penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengukur
kinerja supply chain program Raskin di Bulog Sub Divre Bandung, (2) Mengusulkan solusi
yang perlu dilakukan dari permasalahan ada pada supply chain program Raskin di Bulog Sub
Divre Bandung, (3) Menyusun strategi yang sesuai dari usulan solusi berdasarkan
permasalahan.

2. PUBLIC SUPPLY CHAIN BALANCED SCORECARD


Dalam makalah Essig dan Dorobek (2006) diperkenalkan suatu alat ukur pertama
untuk Public Supply Chain Management - Balanced Scorecard (PSC-BSC) dalam rangka
membantu keseluruhan konsep SCM Publik dengan beberapa pertimbangan konseptual.
BSC adalah suatu alat pengendalian yang telah digunakan secara luas seperti yang
dikemukakan di dalam literatur (Karathanos, dkk., 2005). Pada mulanya dilakukan oleh
Kaplan dan Norton untuk sebuah perusahaan swasta (Kaplan dan Norton, 1996), sementara
itu konsepnya ini telah disesuaikan untuk jaringan-jaringan perusahaan swasta dalam
kaitannya dengan supply chain (sebagai contoh lihat Brewer dan Speh, 2000) dan sebagai
contoh untuk sebuah institusi non-profit dalam sektor publik (Pfeffer dan Martin, 2008).
Bagaimanapun juga, konsep ini belum dikembangkan kedalam jaringan perusahaan
dalam sektor publik (PSC), lihat Gambar 1. yang didasarkan pada suatu studi kasus dalam
kooperasi dengan perusahaan dan institusi publik sebagai bagian dari suatu PSC klasik pada
sektor pertahanan, untuk menutup celah ini ditujukan dengan memadukan BSC dari
Kaplan/Norton untuk pokok-pokok PSC.
Penelitian dengan studi kasus sangat cocok untuk menggali ilmu jika ‘pertanyaan
bagaimana’ (bagaimana cara suatu PSC dalam sektor ketahanan pangan) dan diajukan
‘pertanyaan mengapa’ (kenapa PSC memerlukan suatu adopsi sebuah BSC). Maka,
diusulkan pertimbangan umum untuk suatu model yang teoritis dalam PSC-BS, dimana
dikembangkan dari sebuah kasus. Dimulai dengan penggambaran karakteristik SCM Publik
yang penting dalam menyimpulkan keperluan pengendalian. Sebagaimana SCM publik
mengombinasikan sebuah konsep dari SCM-swasta dan Manajemen publik, akan dicapai
melalui tiga kebutuhan pengendalian khusus dengan mempertimbangkan argumen-argumen
secara berurutan untuk mengendalikan kedua buah konsep. Keperluan ini akan diperluas
kedalam perspektif lain yang berlabel perspektif hubungan swasta publik. Nantinya akan
digambarkan bagaimana hubungan dari perspektif PSC-BS dengan hasil empiris dalam studi
kasus. Konsep terkini memerlukan perbaikan lebih lanjut dan pengujian terhadap kasus-
kasus lain.
BSC sebagai alat manajemen yang menggunakan sistem manajemen perencanaan dan
pengendalian tradisional dengan memperluas pandangan dari pihak manajer mulai dari
ukuran finansial kepada sebuah seperangkat ukuran yang lebih bervariasi mencakup aspek
non-finansial (Pandey, 2005).
Jenis Perusahaan

Sektor Publik
Balanced
Balanced
Scorecard untuk
Scorecard untuk
sebuah Organisasi
SCM publik
Non-Profit

Sektor Swasta
Balanced
Balanced
Scorecard
Scorecard untuk
(Kaplan/Norton
SCM
1996)

Fokus pada Perusahaan Fokus pada Seperangkat Tingkat Perusahaan yang


Tunggal Perusahaan (Jaringan) Dipertimbangkan
Gambar 1 Empat Ukuran Konsep Balanced Scorecard
Sumber: Essig and Dorobek, 2006

Empat perspektif yang berbeda (pelanggan, bisnis proses internal, pembelajaran dan
pertumbuhan (inovasi), dan elemen-elemen finansial) dipertimbangkan dengan sebuah
scorecard (Kaplan dan Norton, 1996).
Visi dan strategi diterjemahkan kedalam 4 perspektif yang kemudian oleh masing-
masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin
dicapai oleh organisasi, ukuran (measures) dari tujuan, target yang diharapkan dimasa yang
akan datang serta inisiatif–inisiatif atau program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi
tujuan-tujuan strategis. Proses menerjemahkan visi dan strategi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambaran penggunaan untuk perspektif-perspektif ini sebaiknya dihubungkan dengan
relasi kausal pada sasaran perspektif finansial. Walaupun perspektif finansial dari BSC
memegang tingkat terpenting untuk perusahaan swasta berkenaan dengan supply chain
swasta, perspektif pelanggan lebih diutamakan untuk sektor publik.

Visi &
Strategi

Finansial Pelanggan Proses Infrastruktur

Objektif

Ukuran

Target

Inisiatif
Gambar 2 Strategy - Translation Process
Sumber: Hansen and Mowen, 2003
Karena alasan ini, BSC berada pada kasus umum yang ditambahkan dengan sebuah
tambahan, contoh: perspektif sektor yang spesifik ketika disesuaikan untuk sektor publik.
Membuat BSC untuk PSC, diperlukan perubahan dalam struktur dan isi dari BSC
Norton/Kaplan yang orisinal. Perspektif-perspektif yang diusulkan untuk PSC-BSC dipilih
pada kebutuhan dasar dalam pengendalian yang telah dibahas sebelumnya. Ini dihubungkan
untuk membangun perspektif-perspektif BSC dan ditambahkan dengan perspektif tambahan
(perluasan struktur). Untuk PSC-BSC diusulkan lima struktur perspektif berikut: (1)
perspektif masyarakat, (2) perspektif finansial, (3) perspektif hubungan swasta publik, (4)
perspektif proses internal dan (5) perspektif pembelajaran dan inovasi (Gambar 3).
Penyesuaian isi akan dilanjutkan kedalam lima perspektif dengan objektif-objektifnya
masing-masing dan ukuran-ukurannya disesuaikan untuk konsep PSC.
Perspektif Masyarakat: perspektif ini dalam gambaran pelaksanaannya berfokus pada
sebuah perusahaan komersial dengan tujuan strategis dari segmen-segmen tersebut, dimana
dapat memasuki persaingan dengan perusahaan lain untuk pelanggan dan Market share.
Sebagai tujuan-tujuan yang memungkinkan, contohnya, Brewer/Speh mengusulkan tinjauan
pelanggan untuk produk, loyalitas pelanggan, atau fleksibilitas pelanggan (Brewer dan Speh,
2000). Sebuah kesesuaian ukuran untuk tujuan-tujuan tersebut kemudian akan menjadi waktu
pelayanan perusahaan per permintaan pelanggan. Pemindahan tujuan-tujuan dan ukuran-
ukuran yang diusulkan oleh Brewer/Speh untuk PSC-BS dibatasi sebagai tingkat jaringan
kuasa politik maupun tingkat administratif menghadapi persaingan untuk pelanggan-
pelanggan sebagaimana perusahaan swasta (menjadi bagian dalam supply chain swasta).
SCM publik memusatkan pada pelanggan-pelanggan menurut permintaan masyarakat.
Bagaimanapun, sejauh ini seringnya pelanggan-pelanggan yang harus, ukuran seperti
loyalitas pelanggan tidak bisa digunakan untuk menunjukkan strategi yang bermanfaat.
Selama SCM publik bermaksud pada orientasi pelanggan dan diiringi dengan peningkatan
‘hasil’, diusulkan kepuasan masyarakat dengan kebijakan politik dan administratif sebagai
Masyarakat

Tujuan Ukuran
Kepuasan Pelanggan
· Pengiriman keseluruhan
melalui kebijakan dalam negeri
secara langsung · Waktu tunggu rata-rata
maupun administratif dalam kantor publik

Hubungan Swasta Publik Keuangan

Tujuan Ukuran Tujuan Ukuran


Persediaan barang
Visi
Menyesuaikan
yang optimal dan · Nilai retensi & · Biaya
Sumberdaya atas
pelayanan oleh supplier administrasi
supplier atas · Tingkat kepuasan Strategi Kebutuhan
pertahun dan
permintaan Masyarakat
suplier keagenan
masyarakat

Pembelajaran & Inovasi Proses Internal


Tujuan Ukuran Tujuan Ukuran
Menyediakan
Pelayanan yang · Kepuasan Efisiensi maksimum
· Waktu tunggu rata-rata
perorang atas ketersediaan
efisien (Tingkat karyawan dari administrasi jam pelayanan publik
politik) pelatihan · Nilai retensi struktur politik · Jumlah website
untuk anggota staf supplier · Pengurangan biaya dengan
serta proses
(tingkat administratif) pengurangan personil

Gambar 3 Public Supply Chain Balanced Scorecard


Sumber: Essig and Dorobek, 2006
sebuah objektif dalam PSC-BS. Pada tingkatan politik, ukuran dibedakan menurut hasil yang
menunjukkan pada hasil. Menyajikan kemauan masyarakat untuk pembayaran langsung
(serah-terima dalam negeri), sebuah ukuran akan hasil yaitu pembayaran serah-terima dalam
negeri (input-nya bisa berupa pembayaran pajak keseluruhan untuk kasus ini). Lebih dari itu,
masyarakat tertarik akan pesanan dalam negeri untuk ditopang melalui pembayaran serah-
terima dalam negeri. Pesanan dalam negeri bisa menjadi hasil yang disebabkan oleh
pembayaran serah-terima sebagai output politik. Bagaimanapun, hal tersebut sulit untuk
menempatkan ukuran yang tak dapat dihindari atas pesanan dalam negeri. Pada tingkat
administratif, ukurannya, sebagai contoh, waktu tunggu rata-rata di kantor publik atau angka
kebutuhan perbaikan oleh supplier untuk barang-barang dan jasa publik. Perspektif
masyarakat menetapkan apakah implementasi dari strategi peningkatan kinerja PSC. Ukuran
untuk perspektif ini menyajikan keseluruhan tujuan-tujuan untuk perspektif-perspektif
lainnya dari PSC-BS.
Perspektif Keuangan: Perspektif keuangan ini mengarah pada efisiensi penggunaan sumber
daya yang dibutuhkan oleh masyarakat. Inisiatif yang dilakukan dalam konteks perspektif ini
harus ditambah untuk tujuan ini sebagai langkah kearah tujuan keseluruhan dari kepuasan
masyarakat. Inisiatif yang mungkin termasuk kedalam eksploitasi tingkat administratif
melalui penyebaran kerja sama yang efektif dari personil atau pemilihan supplier terbaik dan
keterlibatannya dalam proses perencanaan pada tahap awal, atau perbaikan pada proses
internal. Ukuran yang mungkin untuk keoptimisan proses internal dapat ditemukan dalam
biaya administratif pertahun dan kepegawaian.
Perspektif Hubungan Swasta-Publik: Perspektif ini mengarah pada ketetapan barang dan
jasa dari pemasok berdasarkan tuntutan masyarakat. Tingkat administratif berjalan sebagai
hubungan antara permintaan dan penawaran dengan cara mengurutkan. Persediaan barang
dan jasa publik dapat dioptimalkan dengan meningkatkan koordinasi antara para pemasok
dan para pegawai administratif sebagai contoh dengan melibatkan para pemasok pada tahap
awal dalam proses keputusan administratif. Untuk ukuran yang dapat diusulkan yaitu nilai
retensi supplier. Nilai retensi supplier ini merupakan sebuah alat yang tepat untuk
mencakup keseluruhan proses untuk menetapkan nilai hubungan. Nilai retensi supplier
didasarkan pada metode pemotongan cash flow. Satisfaction Index of Supplier (SIS) Tingkat
kepuasan supplier menambahkan ukuran selanjutnya untuk perspektif ini. SIS merupakan
sebuah pendekatan baru yang menawarkan peluang untuk menetapkan kepuasan supplier
berdasarkan sistem indeks hubungan pemasaran yang ada.
Perspektif Proses Internal: Sangatlah penting untuk mengoptimalkan struktur internal dan
proses politik sebagaimana pada tingkat administratif yang mempengaruhi keseluruhan
tujuan dari kepuasan masyarakat. Pada tingkat politik, sebagai contoh ini termasuk
penyebaran yang ditingkatkan dari petunjuk strategis untuk tingkat administratif. Tingkat
administratif, membutuhkan bentuk komunikasi yang dirumuskan dengan baik kepada
tingkat subordinat dari supplier publik. Pengoptimalan proses pada tingkat administrasi dapat
dibedakan berdasarkan dengan cara apakah masyarakat mengalami ini secara langsung atau
tidak. Sebagai contoh, masyarakat secara langsung mengalami sebuah penambahan jam
kantor publik yang memperpendek waktu tunggu perorangan atau tersedianya informasi yang
relevan pada situs badan publik. Ukuran yang bisa digunakan yaitu waktu tunggu rata-rata
perorang hanya dengan jangka panjang, seperti penurunan biaya yang pada saatnya
meningkatkan ketersediaan sumber daya untuk berbagai proyeksi. Pengoptimalan dari
penyebaran personel menghasilkan pengurangan biaya personel sebagai contohnya.
Perspektif Pembelajaran dan Inovasi: Perspektif ini mengarah dalam penyediaan jasa
konsultan yang efisien pada tingkat politik dan pelatihan profesional lanjut untuk anggota staf
dalam tingkat administratif. Personil yang mempunyai keahlian adalah kondisi dasar untuk
mencapai tujuan lebih lanjut yang dipaparkan dalam perspektif yang telah diuraikan diatas.
Dengan alasan ini diusulkan kepuasan/motivasi karyawan sebagai sebuah urutan ukuran,
pada tingkat supplier dengan SIS yang dipaparkan diatas.

3. PEMBAHASAN
3.1 Data Raskin di Bulog
Data-data yang diperlukan dalam melakukan pengukuran kinerja antara lain seperti
dalam Tabel 1. Data-data ini merupakan data kuantitatif yang diperoleh dengan cara
wawancara, survei, dan studi literatur di Bulog Sub Divre Bandung.

3.2 Pengukuran Kinerja Supply Chain Raskin


Pengukuran kinerja ini akan dilakukan sesuai dengan hasil perumusan PSC-BSC yang
didasarkan dari tema tujuan yang dikembangkan oleh Essig dan Dorobek (2006) dan
disesuaikan dengan kondisi Raskin melalui strategi-strategi yang berkaitan. Untuk indikator-
indikatornya dilakukan beberapa penyesuaian sesuai dengan irisan indikator kinerja untuk
kasus ini terlihat di Tabel 2. Indikator kinerja pelaksanaan Raskin adalah Tepat Sasaran,
Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Kualitas dan Tepat Administrasi.
Tabel 1 Data Kuantitatif Posisi 31 Desember 2008
No. Uraian Satuan Jumlah
1 Jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) Keluarga 469.572
2 Realisasi RTM penerima Keluarga 456.528
3 Penerima BLT Keluarga 279.692
4 Total Pengadaan kg 109.566.800
5 Pagu penyaluran kg 84.522.960
6 Realisasi penyaluran kg 82.175.100
7 Total penyaluran yang terlambat kg 3.423.972
8 Harga Pembelian Beras oleh Pemerintah (HPP) Rp/kg 5500
9 Harga jual beras subsidi Rp/kg 1600
10 Harga penjualan rata-rata Rp/kg 2000
11 Tunggakan Rp 4.597.709.500
12 Penjualan Rp 130.280.736.000
13 Total anggaran Rp 451.963.050.000
14 Mitra kerja tetap Unit 18
15 Mitra kerja baru Unit 12
16 Jumlah jam kerja setahun Jam 1589
17 Realisasi rata-rata selama setahun Jam 1135
18 Jumlah karyawan Bulog Sub Divre Bandung Orang 51
19 Jumlah karyawan yang ikut pelatihan Orang 7
Sumber: Bulog Sub Divre Bandung
Tabel 2 Pemetaan Strategi ke dalam Empat Perspektif BSC
No. Indikator BSC
1 Tepat Sasaran Perspektif Masyarakat
2 Tepat Jumlah Perspektif Masyarakat
3 Tepat Harga Perspektif Finansial
4 Tepat Waktu Perspektif Proses Internal
5 Tepat Kualitas Perspektif Pembelajaran dan Inovasi
6 Tepat Administratif Perspektif Pembelajaran dan Inovasi

Proses pengembangan indikator kinerja didasarkan pada pencapaian tujuan dalam


konteks public supply chain, di mana dalam proses pemetaan lima perspektif. Seperti yang
terlihat dalam Tabel 3 tujuan utama dari pelaksanaan Raskin adalah untuk pengentasan
kemiskinan, sehingga dari keenam indikator semuanya adalah indikator untuk memenuhi
kepuasan masyarakat.
Dengan mengacu pada 6T maka untuk perspektif masyarakat di usulkan ukuran:
Penerimaan beras dan Ketepatan sasaran. Oleh karena program Raskin tidak berorientasi
profit melainkan untuk mengentaskan kemiskinan maka pada perspektif finansial di usulkan
tiga ukuran, yaitu: Aspek permodalan, efektivitas penagihan dan harga.Sedangkan untuk
perspektif pembelajaran dan inovasi pada ukuran nilai retensi supplier diganti dengan
Tingkat kepuasan penerima. Untuk perspektif lainnya hampir sesuai dengan perspektif yang
di usulkan oleh Essig dan Dorobek (2006) dengan studi kasus sektor pertahanan di Jerman.
Berikut ini adalah pengelompokan indikator hasil rancangan indikator kinerja ke
dalam lima perspektif.

Tabel 3 Perbandingan Ukuran Kinerja Sektor Pertahanan dengan Raskin


Perspektif Tujuan Ukuran Sektor Pertahanan Ukuran Raskin
Kepuasan masyarakat · Pengiriman keseluruhan
melalui kebijakan secara dalam negeri · Penerimaan beras
Masyarakat
langsung maupun · Waktu tunggu rata-rata · Ketepatan sasaran
administratif dalam kantor publik
Menjamin penggunaan
· Aspek permodalan
sumberdaya secara efisien · Biaya administrasi
Finansial · Efektivitas Penagihan
sesuai keinginan pertahun dan keagenan
masyarakat · Harga
Persediaan barang yang
· Nilai retensi mitra kerja
Hubungan swasta optimal dan pelayanan · Nilai Retensi supplier
· Peningkatan mitra kerja
publik oleh supplier sesuai · Tingkat kepuasan supplier
permintaan masyarakat
· Waktu tunggu rata-rata
Efisiensi maksimum dari perorang atas ketersediaan
· Indeks waktu pelayanan
administrasi struktur jam pelayanan publik
Proses Internal mitra kerja
politik · Jumlah website
· Rasio keterlambatan
serta proses · Pengurangan biaya dengan
pengurangan personil
Memberikan pelayanan
yang efisien (Tingkat · Kepuasan karyawan · Pelatihan Karyawan
Pembelajaran
politik) dan pelatihan · Nilai Retensi supplier · Tingkat kepuasan
dan Inovasi
lanjut untuk anggota staf penerima
(tingkat administratif)
1. Masyarakat
Penerimaan beras, mengukur seberapa besar kemampuan Bulog dalam memenuhi kebutuhan
beras bagi RTM pada tahun 2008. Nilai ideal dinilai jika Bulog mampu memenuhi
keseluruhan dari jumlah RTM (Bulog, 2006).
Realisasi Penyaluran 82.175.100
Penerimaan Beras = × 100% = 84.522.960 × 100% = 97,22%
Pagu penyaluran

Ketepatan sasaran, mengukur seberapa besar sasaran untuk RTM yang seharusnya terhadap
realisasi penyaluran pada tahun 2008, miskin didefinisikan sebagai penerima Bantuan
Langsung Tunai (BLT) dan tidak miskin sebagai bukan penerima BLT (SMERU, 2007):
Penerima BLT 279.692
Ketepatan sasaran= Realisasi RTM penerima × 100% = 456.528 × 100% = 61,26%

Kedua hasil pengukuran kinerja pada perspektif masyarakat dapat diringkas dalam hasil
pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari
masing-masing ukuran seperti pada Tabel 4.

2. Finansial
Perspektif finansial dalam SCM Publik memiliki tujuan untuk Menjamin penggunaan sumber
daya secara efisien sesuai keinginan masyarakat, sesuai dengan hal tersebut pihak Bulog
berusaha mengoptimalkan anggaran yang dimiliki, di samping itu juga efisiensi terhadap
biaya operasional Bulog.
Indikator efektivitas dan efisiensi penggunaan dana antara lain mencakup kesesuaian jenis
penggunaan, biaya unit kegiatan, dan hasil kegiatan. Dalam perspektif keuangan teknik
analisis data yang digunakan pada tahun 2008 adalah Analisis Rasio yang terdiri atas:
Aspek Permodalan, Tarif subsidi beras bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah
adalah selisih antara Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 5.500 per kg dengan
harga jual beras subsidi sebesar Rp 1.600 per kg. Kecukupan modal dinilai dengan
perbandingan total anggaran terhadap transfer subsidi (SMERU,2007).

Transfer Subsidi = (HPP – Harga penjualan beras bersubsidi) × Realisasi Penyaluran

Transfer Subsidi = (5500 - 1600) × 82.175.100 = Rp320.482.890.000,-


Total Anggaran Rp451.963.050.000,-
Permodalan = ×100% = ×100% = 141,02%
Transfer Subsidi Rp320.482.890.000,-

Efektivitas penagihan (Ep), merupakan tolak ukur untuk menilai efektivitas dari upaya
manajemen dalam pengendalian piutang, yaitu menilai berapa persen piutang tertagih dalam
kas. Keberhasilan dalam pengendalian piutang ini akan mendukung ketersediaan likuiditas
perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional dan kewajiban-kewajiban yang jatuh
tempo (Bulog, 2006).

Tabel 4 Hasil Pengukuran Kinerja Pada Perspektif Masyarakat


Tujuan Ukuran Nilai Nilai Ideal
Kepuasan masyarakat melalui kebijakan Penerimaan beras 97,22% 100%
secara langsung maupun administratif Ketepatan sasaran 61,26% 100%
Terbayar = Penjualan - Tunggakan
Terbayar = Rp130.280.736.000,- - Rp4.597.709.500,- = Rp125.683.026.500,-
Terbayar Rp125.683.026.500,-
Ep = ×100% = ×100% = 96,47%
Penjualan Rp130.280.736.000,-

Harga, mengukur seberapa tepatnya harga jual terhadap harga ketentuan untuk RTM yang
merupakan harga yang seharusnya (ideal) (Bulog, 2006).
Harga ketentuan Rp1600,-
Harga= Harga penjualan rata-rata × 100% = Rp2000,- × 100% = 80%

Ketiga hasil pengukuran kinerja pada perspektif finansial dapat diringkas dalam hasil
pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari
masing-masing ukuran seperti pada Tabel 5.

3. Hubungan Swasta Publik


Indikator kinerja hubungan swasta publik ini diukur pada tahun 2008 dengan:
Nilai retensi mitra kerja, mengukur bertahannya mitra kerja tetap terhadap total mitra kerja
keseluruhan (Essig, 2006).
Mitra kerja tetap 18
Nilai retensi = Total mitra kerja ×100% = 30 ×100% = 60%

Peningkatan mitra kerja, mengukur seberapa besar angka mitra kerja baru terhadap mitra
kerja yang pernah ada (Essig, 2006).
Mitra kerja baru 12
Peningkatan = ×100% = ×100% = 40%
Total Mitra kerja 30

Kedua hasil pengukuran kinerja pada perspektif hubungan swasta publik dapat diringkas
dalam hasil pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah
ditetapkan dari masing-masing ukuran seperti pada Tabel 6.

4. Proses Internal
Indikator kinerja proses internal diukur pada tahun 2008 dengan:
Indeks waktu pelayanan, menunjukkan kemampuan Satgas dalam melayani mitra kerja,
menunjukkan kapabilitas Satgas dan sekaligus berpengaruh terhadap kepuasan mitra kerja
yang dapat dilihat total waktu yang dihabiskan untuk melayani mitra kerja.

Tabel 5 Hasil Penilaian Kinerja Pada Perspektif Finansial


Tujuan Ukuran Nilai Nilai Ideal
Menjamin penggunaan sumber daya Aspek permodalan 141,02% 100%
secara efisien sesuai keinginan Efektivitas penagihan 96,47% 100%
masyarakat Harga 80% 100%

Tabel 6 Hasil Penilaian Kinerja Pada Perspektif Hubungan Swasta Publik


Tujuan Ukuran Nilai Nilai Ideal
Persediaan barang yang optimal dan Nilai retensi mitra kerja 60% 70%
pelayanan oleh supplier sesuai
permintaan masyarakat Peningkatan mitra kerja 40% 50%
Jumlah jam kerja setahun 1135
Indeks waktu pelayanan= ×100% = 1589 ×100% = 71,42%
Realisasi rata-rata selama setahun

Rasio keterlambatan, yaitu rasio jumlah kiriman yang terlambat terhadap realisasi penyaluran
bertujuan untuk mengetahui ketepatan waktu dalam memenuhi kesepakatan.
Jumlah penyaluran yang terlambat 3.423.972
Rasio keterlambatan = ×100% = ×100% = 4,17%
Realisasi penyaluran 82.175.100

Kedua hasil pengukuran kinerja pada perspektif proses internal dapat diringkas dalam hasil
pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari
masing-masing ukuran seperti pada Tabel 7.

5. Pembelajaran dan Inovasi


Indikator kinerja pembelajaran dan inovasi diukur pada tahun 2008 dengan:
Indeks pelatihan karyawan, Karyawan yang ikut pada acara pelatihan baik yang dilaksanakan
oleh internal perusahaan ataupun kegiatan pelatihan yang dilakukan di luar perusahaan Rasio
pegawai yang telah ikut pelatihan. Nilai ideal dari ukuran ini yaitu 20% yaitu sesuai dengan
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

Jumlah karawan yang ikut pelatihan 7


Indeks pelatihan karyawan = ×100% = ×100% = 13,73%
Jumlah karyawan 51

Tingkat kepuasan, diukur melalui FGD penerima manfaat yang mencakup aspek sosialisasi,
penargetan, penyaluran, jumlah beras, kualitas beras, cara pembayaran, harga beras,
pengaduan dan pemantauan yang diukur dengan skala 0–10. Nilai 0 berarti paling tidak puas,
sedangkan nilai 10 berarti paling puas sehingga memperoleh hasil ukuran rata-rata untuk
ukuran ini seperti dalam Tabel 8.
Kedua hasil pengukuran kinerja pada pembelajaran dan inovasi dapat diringkas dalam hasil
pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari
masing-masing ukuran seperti pada Tabel 9.

Tabel 7 Hasil Penilaian Kinerja Pada Perspektif Proses Internal


Tujuan Ukuran Nilai Nilai Ideal
Efisiensi maksimum dari Indeks waktu pelayanan 71,42% 100%
administrasi struktur politik
serta proses Rasio keterlambatan 4,17% 0%

4. ANALISIS
Analisis permasalahan bertujuan untuk mengidentifikasi sebab utama yang membuat
permasalahan terjadi. Dalam rangka mengidentifikasi akar permasalahan di dalam
keseluruhan proses, langkah awal adalah untuk mengenali gejala yang terjadi guna
mengidentifikasi proses-proses pembelian, pengolahan, pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran. Tujuan Program Raskin berdasarkan Pedum adalah mengurangi beban
pengeluaran rumah tangga miskin melalui pemberian bantuan pemenuhan sebagian
kebutuhan pangan dalam bentuk beras. Jika rumah tangga miskin memperoleh secara penuh
15 kg per bulan, tujuan pengurangan beban mencapai sekitar 37,5% dari kebutuhan beras
karena rata-rata rumah tangga mengonsumsi beras sekitar 40 kg per bulan.
Tabel 8 Tingkat Kepuasan Penerima terhadap Pelaksanaan Raskin
Tingkat Kepuasan
Aspek
Perempuan Laki-laki Rata-rata
Sosialisasi 7,5 6 6,8
Penargetan 8,8 7,2 8,0
Penyaluran 8,5 8 8,3
Jumlah beras 6 5,9 6,0
Kualitas beras 7,8 7,8 7,8
Cara pembayaran 8,4 8,5 8,5
Harga beras 8,9 8 8,5
Pengaduan 5,1 5,3 5,2
Pemantauan 6 3,9 5,0
Rata-rata 7,1

Tabel 9 Hasil Penilaian Kinerja Pada Perspektif Pembelajaran dan Inovasi


Tujuan Ukuran Nilai Nilai Ideal
Memberikan pelayanan yang efisien
Pelatihan karyawan 13,73% 15%
(Tingkat politik) dan pelatihan lanjut
untuk anggota staf (tingkat
Tingkat kepuasan 7,1 10
administratif)

Berdasarkan hasil tinjauan dokumen, analisis data sekunder, dan studi lapangan,
pelaksanaan Raskin belum dapat mencapai tujuannya. Pada perspektif masyarakat untuk
penerimaan beras memang jika ditinjau dari segi realisasi penyaluran sudah cukup baik
karena mendekati nilai ideal 100% dengan hasil 97,22%. Akan tetapi, untuk ketepatan
sasaran dinilai masih kurang yaitu sebesar 61,26% (Tabel 4) dari nilai ideal sebesar 100% hal
ini dikarenakan banyak penerima yang bukan benar-benar miskin sementara kategori miskin
menurut lembaga penelitian SMERU (2007) ialah yang mendapatkan BLT.
Pada sisi internal untuk program Raskin ini tidak terdapat banyak masalah. Dengan
melihat dari perspektif finansial (Tabel 5) yaitu untuk aspek permodalan sudah dinilai
tergolong mencukupi karena subsidi yang diberikan pemerintah cukup untuk membiayai
program dimana dari hasil pengukuran sebesar 141,02% dari nilai ideal sebesar 100% hal ini
membuktikan keseriusan pemerintah terhadap program pengentasan kemiskinan. Dalam
sistem penagihan dari pembayaran beras Raskin sudah dinilai cukup baik dengan hasil
pengukuran dari efektivitas penagihan sebesar 96,47% dari nilai ideal sebesar 100%.
Selanjutnya untuk sisi eksternal, meskipun sebagian besar penerima manfaat
membayar beras lebih dari Rp1.600 per kg, tetapi mereka tidak keberatan dan menilai wajar
karena harga tersebut masih sangat murah bila dibandingkan dengan harga pasar yang sekitar
Rp5.500 per kg. Apalagi mereka mengerti bahwa harga yang mereka bayar tersebut termasuk
biaya transportasi dari titik distribusi ke titik bagi. Cara pembayaran dinilai cukup
memuaskan karena tidak memberatkan bagi rumah tangga penerima manfaat (Tabel 4.8).
Untuk perspektif hubungan swasta publik tidak terdapat masalah, karena banyak sekali
mitra kerja yang berdatangan untuk menawarkan kontrak kerja sama dalam memenuhi
persediaan dengan hasil pengukuran nilai retensi mitra kerja sebesar 60% dari nilai ideal
sebesar 70% sedang ukuran peningkatan mitra kerja sebesar 40% dari nilai ideal sebesar 50%
(Tabel 6).
Sementara untuk perspektif proses internal terdapat masalah dalam ukuran indeks
waktu pelayanan dengan mitra kerja dengan hasil pengukuran sebesar 71,42% dengan nilai
ideal sebesar 100% masalahnya adalah kurangnya sistem penanganan yang baik dalam
pelayanan mitra kerja. Sementara untuk ukuran rasio keterlambatan sebesar 4,17% ini
biasanya dipengaruhi karena faktor transportasi dari nilai ideal sebesar 0% yang artinya tidak
terjadi keterlambatan sama sekali.
Untuk perspektif pembelajaran dan inovasi dari segi pelatihan karyawan sudah dinilai
cukup baik dengan ukuran sebesar 13,73% dari nilai ideal sebesar 15%. Sementara itu dari
ukuran tingkat kepuasan penerima yang diperoleh melalui FGD yaitu aspek yang dinilai
paling kritis adalah sistem pengaduan, sosialisasi dan jumlah beras. Karena, selama ini tidak
pernah ada kegiatan aspek pengaduan bahkan penerima manfaat tidak mengetahui
keberadaan dan mekanismenya. Sementara itu, jumlah beras yang diterima dikarenakan
jumlahnya masih jauh dibandingkan dengan kebutuhan rumah tangga sehingga belum
memberikan pengaruh manfaat yang signifikan terhadap penerima manfaat. Sebagai contoh,
jika mereka menerima beras secara penuh 15 kg, jumlah tersebut hanya cukup untuk
konsumsi satu minggu (Tabel 8). Seluruh hasil pengukuran kinerja serta identifikasi
masalahnya dapat diperlihatkan dalam Tabel 10.
Dari hasil pengukuran dan dengan dilakukannya identifikasi masalah seperti terlihat
pada Tabel 10 maka diusulkan solusi seperti terlihat pada Tabel 11.. Pertama akan dilihat
permasalahan dari perspektif masyarakat yaitu banyak penerima yang bukan benar-benar
miskin. Untuk masalah ini diusulkan bahwa untuk kategori penerima manfaat harus
didefinisikan secara jelas. Untuk itu diperlukan suatu strategi sebagai aksi dari solusi. Dengan
penerima memiliki kartu identitas, ini akan mempermudah pembagian Raskin. Perolehan
kartu identitas haruslah dilakukan oleh pihak Bulog sendiri. Pada perspektif finansial
masalahnya adalah sistem penagihan yang kurang baik untuk itu Bulog harus membuat aturan
baru supaya uang diterima setelah pengiriman beras ke titik penyaluran.
Pada perspektif proses internal masalah yang dinilai kurang yaitu pada jumlah
karyawan dan diusulkan solusi untuk meningkatkan jumlah karyawan yang kompeten dengan
cara pembukaan lowongan. Masalah yang kedua pada perspektif ini yaitu terjadinya
keterlambatan karena faktor transportasi sehingga diusulkan supaya persediaan dilakukan
jauh-jauh hari sebelumnya dengan melakukan perencanaan persediaan.
Tabel 10 Rekapitulasi Hasil Pengukuran Kinerja Serta Identifikasi Masalah
Nilai
Perspektif Ukuran Score Identifikasi Masalah
Ideal
Penerimaan beras 97,22% 100% Tidak ada masalah
Masyarakat Banyak penerima yang bukan benar-
Ketepatan Sasaran 61,26% 100%
benar miskin
Aspek permodalan 141,02% 100% Tidak ada masalah

Finansial Efektivitas penagihan 96,47% 100% Tidak ada masalah

Harga 80% 100% Tidak ada masalah


Nilai retensi mitra kerja 60% 70% Tidak ada masalah
Hubungan swasta Peningkatan mitra kerja
publik 40% 50% Tidak ada masalah

Indeks waktu pelayanan


71,42% 100% Karyawan kurang memadai
mitra kerja
Proses Internal
Penyebab keterlambatan biasanya
Rasio keterlambatan 4,17% 0%
karena faktor transportasi

Pelatihan karyawan 13,73% 15% Tidak ada masalah


Pembelajaran dan
Inovasi Angka yang terendah yaitu pada:
Tingkat kepuasan
7,1 10 Jumlah, pengaduan dan rendahnya
penerima
sosialisasi
Tabel 11 Usulan Solusi Beserta Strategi
Perspektif Identifikasi Masalah Usulan Solusi Strategi
Kategori rumah tangga
Banyak penerima yang Penerima memiliki kartu
Masyarakat sasaran harus didefinisikan
bukan benar-benar miskin identitas
secara jelas
Meningkatkan jumlah
Karyawan kurang memadai Pembukaan lowongan
karyawan
Proses Internal Penyebab keterlambatan
Merencanakan dan memenuhi
biasanya karena faktor Perencanaan Persediaan
persediaan jauh-jauh hari
transportasi
Angka yang terendah yaitu Bulog menyalurkan langsung
Pembelajaran dan
pada: Jumlah, pengaduan di titik penyaluran kepada Pembukaan warung desa
Inovasi
dan rendahnya sosialisasi masyarakat

Selanjutnya identifikasi masalah yang kedua yang diperoleh melalui FGD, untuk
angka yang terendah yaitu pada aspek jumlah, karena biasanya ada penerima manfaat yang
tidak memperoleh jatah sehingga satu pihak harus mengalah dan hanya mendapat 10kg.
Untuk masalah pengaduan dan pemantauan dinilai kurang karena selama ini masyarakat
penerima belum tahu dan tidak mengetahui keberadaannya. Untuk masalah ini diusulkan
solusi bahwa Bulog harus menyalurkan langsung di titik distribusi untuk penyaluran ke
masyarakat karena selama ini mekanismenya adalah melalui kantor kelurahan dan dilakukan
oleh Pemda setempat. Sehingga Bulog haruslah membuka suatu rumah penyaluran yang juga
berfungsi sebagai tempat penyimpanan yang dinamakan dengan Warung desa (Wardes).

5. KESIMPULAN
Sebagai penutup pada tugas akhir ini, berikut ini merupakan hasil penelitian yang
telah dilakukan berkaitan dengan Analisis kinerja pada Perum Bulog Divre Bandung,
berdasarkan data-data yang diperoleh, kemudian hasil pengukuran kinerja berbasiskan BSC
yang dilakukan beserta analisis terhadap hasil pengukuran tersebut maka pada Bab ini akan
ditarik kesimpulan dan akan diajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak
Bulog dalam mengembangkan program Raskin.
1. Pada pengukuran kinerja yang telah dilakukan mengacu kepada makalah Essig
(2006), Pedum, hasil diskusi dengan pihak Bulog, dan FGD dimana Indikator yang
digunakan dalam pengukuran disesuaikan dengan tujuan dan strategi perusahaan yang
akan dicapai dalam pengukuran tersebut terdapat 5 perspektif dan 11 ukuran kinerja.
2. Pada pengidentifikasian masalah yang ditemukan sesuai hasil pengukuran yaitu: pada
perspektif masyarakat dengan nilai terendah yaitu hasil untuk ukuran ketepatan
sasaran sebesar 61,26% dari nilai ideal 100%. Hal tersebut mengidentifikasikan
bahwa pada kenyataannya banyak penerima yang bukan benar-benar miskin, pada
perspektif finansial nilai terendah hasil pengukuran pada ukuran efektivitas penagihan
sebesar 96,47% dari nilai ideal 100%, hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
masalah. Untuk perspektif proses internal diperoleh nilai terkecil dalam ukuran indeks
waktu pelayan kepada mitra kerja sebesar 71,42% dari nilai ideal 100%. Hal tersebut
mengidentifikasikan bahwa karyawan kurang memadai. Kemudian untuk ukuran rasio
keterlambatan sebesar 4,17% dari nilai ideal 0%. Dari nilai tersebut teridentifikasi
bahwa penyebab keterlambatan biasanya karena faktor transportasi. Untuk ukuran
pembelajaran dan inovasi dari aspek internal yaitu pelatihan karyawan sebesar
13,73% dari nilai ideal 15%, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
masalah. kemudian ukuran aspek eksternal ukuran FGD penerima manfaat diperoleh
hasil serta identifikasi bahwa angka yang terendah yaitu pada segi jumlah, pengaduan
dan rendahnya sosialisasi dengan nilai keseluruhan ukuran 7,1 dari nilai ideal 10.
3. Dari pengidentifikasian masalah dirumuskan serangkaian strategi atas usulan solusi
yaitu kategori rumah tangga sasaran harus didefinisikan secara jelas dengan cara
penerima memiliki kartu identitas, meningkatkan jumlah karyawan dengan cara
pembukaan lowongan, Merencanakan dan memenuhi persediaan jauh-jauh hari
dengan cara perencanaan persediaan serta Bulog menyalurkan langsung di titik
penyaluran kepada masyarakat dengan cara pembukaan Wardes.

DAFTAR PUSTAKA

Brewer, P. dan T. Speh, 2000, Adapting the Balanced Scorecard to Supply Chain
Management, Journal of Business Logistics, 21 (1), 75-93.
Bulog, 2006, Pedoman Umum Program RASKIN Tahun 2006, Jakarta: Direktur Utama
Perum Bulog.

Bulog, 2007, Pedoman Umum Pengadaan Gabah Dan Beras Dalam Negeri Tahun 2008,
Surat Keputusan Direksi Perum Bulog Nomor: KD- 110/DO201/04/2008.

Bulog, 2008, Badan Urusan Logistik, 11 Mei 2008. URL: http://www.bulog.co.id/

Essig, M. and S. Dorobek, 2006, Adapting the Balanced Scorecard to Public Supply chain
Management, The Working Paper for the 15 Annual IPSERA Conference, San Diego, CA,
104 (1), 1-11.
Hansen, D.R and M.M Mowen, 2003, Management Accounting, sixth edition, South-Western,
America.
Kaplan, R.S. dan D.P. Norton, 1996, Balanced Scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi
Aksi, Harvard Business School Press, Boston.
Karathanos, D. and P. Karathanos, 2005, Applying the Balanced Scorecard to Education,
Journal of Education for Business, 80 (4), 222-230.

Perum Bulog. 2007. Standar Operasional Prosedur tentang Satgas pengadaan dalam negeri
serta seleksi dan evaluasi mitra kerja di lingkungan Perum Bulog. Jakarta: Divisi Pengadaan
Perum Bulog.

Pandey, I. M., 2005, Balanced Scorecard: Myth and Reality, Vikalpa: The Journal for
Decision Makers, 30 (1), 51-66.
SMERU, 2007, Laporan Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Program Raskin Tahun
Anggaran 2007, Lembaga Penelitian SMERU 2007, Jakarta.

You might also like