Professional Documents
Culture Documents
2
A
da setumpuk harapan disandarkan kepada dunia pen-
didikan. Para orangtua kerap berharap: mampukah
pendidikan mencetak generasi yang berkarakter kuat?
Bilakah pendidikan mampu menghasilkan orang-orang
berintegritas tinggi di negeri ini? Sebuah keinginan yang boleh
jadi terdengar berlebihan, meski sesungguhnya amat wajar,
mengingat pendidikan memanglah tumpuan solusi dari sekian
banyak persoalan sumber daya manusia dan problem kema-
syarakatan. Pendidikan pada hakikatnya adalah perubahan pe-
rilaku. Mengikuti kerangka berfikir seperti ini, sudah selayak-
nya proses pendidikan sanggup mengubah sikap dan mem-
bangun perilaku sesuai harapan.
Acapkali kita mendengar obrolan wali murid tentang buah
hatinya. Umumnya mereka menilai anak sekarang itu pandai-
pandai, mengalahkan generasi sebelumnya. “Lihat, kecil-kecil
mereka sudah pada bisa main komputer”. “Heran, cepat sekali
mereka menguasai cara menggunakan hape”. Tetapi manakala
obrolan itu berlanjut, maka pujian itu pada ujungnya bergeser
menjadi keluhan dan keprihatinan. Ini tatkala mereka sudah
berbincang soal sikap dan perilaku generasi muda pada umum-
3
nya. Anak sekarang susah diatur, tak punya sopan santun!
Banyak pihak berandai-andai, kalau saja setiap kepandaian
dibarengi dengan kepribadian yang mulia tentu akan lebih in-
dah. Andai peningkatan kepintaran diiringi kematangan men-
tal tentu akan melegakan dada semua orangtua. Sayangnya
kini “ilmu padi” tidak laku lagi. Makin berisi makin merunduk
sudah tidak populer lagi. Sebagaimana lagu Pergi Sekolah karya
Ibu Sud yang kian jarang didendangkan anak-anak. Padahal,
liriknya amat bernas.
……………………………………
Selamat belajar Nak, penuh semangat
Rajinlah selalu tentu kau dapat
Hormati gurumu sayangi teman,
Itulah tandanya kau murid budiman.
4
Foto: kabarpalingheboh.blogspot.com.
5
setidaknya mampu membuat dada kita mengembang bangga.
Lihatlah anak-anak kita ternyata mampu berkiprah di forum
internasional.
Ambil misal Jonathan Pradana Mailoa dari SMAK 1 PENABUR
Jakarta yang mampu meraih medali emas dan Absolute Winner
Olympiade Fisika Internasional tahun 2006 di Singapura. Ada Oki
Novendra, siswa Kelas X SMAN I Bogor yang mampu menga-
nalisis misteri kematian penyanyi Michael Jackson dengan ru-
mus matematika. Teorinya mampu mengantar dia merebut
medali emas International Conference Young Scientist. Juga
muncul nama Susanto Mega Ranto sebagai grand master catur
termuda di Indonesia.
Mereka memberi bukti nyata bahwa sebetulnya sumber da-
ya manusia kita mampu berjaya bilamana kita bersungguh-
sungguh mengupayakannya. Kita bukan bangsa kuli atau in-
lander bodoh sebagaimana stempel yang ditempelkan kepada
kita selama ratusan tahun oleh penjajah.
Realitas Buram
Di sela-sela prestasi gemilang tersebut di atas, memang harus
diakui masih terpampang sisi buram di sekitar kita. Jumlah kaum
muda pengguna narkoba masih mencemaskan. Informasi dari
Balai Diklat Badan Narkotika Nasional, menyebut, terdapat
sekitar 3,6 juta pecandu narkoba di Indonesia (Tempo
Interaktif, 27/8/2009).
Kekerasan juga masih belum sepenuhnya teratasi. Kekera-
san pada saat masa orientasi siswa (MOS) masih saja terjadi.
Oknum kepala sekolah menempeleng siswa, siswa mengeroyok
guru, hingga guru BK mengadu dua siswanya untuk berkelahi
di halaman sekolah. Tawuran antarpelajar di jalanan tetap me-
6
repotkan petugas keamanan. Bahkan kini kelakuan buruk itu
juga merembet ke “kakaknya”. Para mahasiswa tidak malu lagi
bentrok fisik dan baku lempar batu dengan sesama mahasiswa,
dengan warga kampung, bahkan dengan polisi. Gang perem-
puan ramai-ramai menghajar lawan gangnya di lorong sekolah.
Dari sisi susila juga ada sederet fakta yang membuat kita
mengelus dada. Longgarnya pergaulan pria wanita membuat
remaja kebablasan. Angka aborsi di kalangan remaja masih
tinggi. Kondisi sosial yang semakin permisif, minimnya sanksi
sosial, membuat mereka gampang melanggar susila. Kini kian
sering saja tersiar kabar beredarnya video mesum di ponsel-
ponsel para pelajar, dan ironisnya “aktor-aktris”nya adalah
rekan-rekan mereka sendiri. Penggunaan internet yang semakin
meluas memang menambah wawasan dan jaringan bagi
penggunanya, namun ada dampak ikutan yang harus dicegah
yaitu beredar luasnya pornografi.
Tidak hanya remaja, perilaku orang dewasa juga banyak
yang tidak patut ditiru. Dekadensi moral, rendahnya tanggung
jawab dan sikap amanah, dipertontonkan secara telanjang di
depan publik. Betapa banyak pejabat publik yang diseret ke
meja hijau gara-gara menelan uang rakyat. Angka korupsi ne-
geri ini membubung amat tinggi. Maret 2010, lembaga survei
yang bermarkas di Hongkong yaitu Political & Economic Risk
Consultancy (PERC) masih menempatkan Indonesia sebagai
negara terkorup di Asia Pasifik, mengalahkan posisi Kamboja,
Vietnam, dan Filipina. Tidak sedikit ulah para wakil rakyat yang
terhormat yang membikin geleng kepala rakyat yang diwakili-
nya, dan masih gemar berantem tatkala bersidang.
Zaman memang terus berubah. Itu hukum alam. Tentu tidak
menjadi masalah sepanjang perubahan itu menuju ke arah
7
yang lebih baik.
Namun kenyataanya, tidak semua perubahan membuat kita
tersenyum senang. Bahkan dalam beberapa hal, perubahan
lebih bermakna kemerosotan. Kejujuran, umpamanya, telah
menjadi barang langka. Kecurangan diperagakan secara “sem-
bunyi-sembunyi” tapi massal pada saat pelaksanaan Ujian Na-
sional (UN) berlangsung.
Tetapi syukurlah, Kementerian Pendidikan Nasional terus
berupaya memperbaiki sistem dan mekanisme Ujian Nasional,
sehingga kecurangan secara bertahap dapat dieleminasi. Kini
di mana-mana juga berkembang tekad untuk kembali ke jalan
yang benar melalui penandatanganan pakta kejujuran.
Disiplin dan tertib berlalu lintas, budaya antri, budaya baca,
hingga budaya bersih kita juga masih jauh di bawah standar.
Kebanggaan kita terhadap jati diri dan kekayaan budaya sendiri
juga masih rendah. Sebagai bangsa, agaknya kita masih saja
mengidap “minder kolektif”, terbukti masih suka tergila-gila
dan melahap tanpa seleksi terhadap segala produk dan budaya
asing.
Dengan potret buram dan mozaik realitas seperti itu wajar
jika membuat banyak orang risau. Mendiknas Mohammad
Nuh juga tak kalah gelisahnya. Bahkan Presiden Susilo Bam-
bang Yudhoyono dalam banyak kesempatan berharap agar
jajaran menterinya membuat langkah serius untuk mengatasi
masalah-masalah itu.
Mengapa pendidikan belum mampu mengubah perilaku
menjadi lebih baik? Mengapa kejujuran, komitmen, keuletan,
kerja keras, hingga kesalehan seolah lepas dari persoalan pen-
didikan. Kini semua pihak bertanya ulang: bagaimana karakter
bangsa ini? Atau dalam pertanyaan yang lebih konseptual tapi
8
bernada waswas: bagaimana masa depan Indonesia bila ge-
nerasi penerusnya tidak memiliki karakter dan jati diri?
“Pembangunan watak (character building) amat penting.
Kita ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, ber-
budi pekerti, dan berperilaku baik. Bangsa kita ingin pula me-
miliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban demikian
dapat kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan ma-
syarakat yang baik (good society),” demikian pesan Presiden
pada perayaan Hari Raya Nyepi di Jakarta.
Sudah saatnya dibangun kembali kesadaran akan penting-
nya pembinaan karakter bagi insan Indonesia. Topik character
building memang mulai mengemuka akhir-akhir ini. Berbagai
pelatihan secara sporadis dilakukan untuk karyawan di peru-
sahaan-perusahaan besar dalam bentuk outbound maupun
workshop. Tentu itu aktivitas yang bagus, tapi belumlah cu-
kup. Perlu ada upaya bersama, sistemik, dan terpadu agar pen-
didikan karakter menjadi efektif dan bergaung.
Gerakan Nasional
Demi menjawab kegelisahan itu, Kementerian Pendidikan
Nasional menggelar acara ”Sarasehan Nasional Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” di Hotel Bidakara
Jakarta pada 14 Januari 2010.
Sekitar 200 orang yang terdiri dari pakar pendidikan, tokoh
masyarakat, budayawan, rohaniwan, akademisi, birokrat, prak-
tisi, pengelola pendidikan, dan pihak lain yang terkait hadir
dalam acara tersebut. Pada akhir sarasehan disepakati komit-
men pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikem-
bangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan.
Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara ke-
9
lembagaan perlu diwadahi secara utuh, dan “proyek” besar
ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, sekolah, dan orangtua.
Acara sarasehan tersebut kemudian ditindaklanjuti tim khu-
sus dengan melakukan pertemuan-pertemuan intensif untuk
menggodok rancangan desain induk (grand design) pendidik-
an karakter yang dilengkapi panduan pada setiap satuan pen-
didikan beserta merancang pelaksanaannya sebagai sebuah
gerakan nasional.
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono
mencanangkan pelaksanaan Gerakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa pada Puncak Peringatan Hardiknas 2010. Is-
tilah yang digunakan menjadi pembangunan karakter, bukan
10
lagi pendidikan karakter, sebab gerakan ini ternyata tidak hanya
didukung oleh Kementerian Pendidikan Nasional saja, tetapi
meluas lintaskementerian yang meliputi Kementerian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Politik Hukum
dan Keamanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Kementerian Perhubungan dan Pariwisata,
Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta Kementerian
Peranan Wanita dan kementerian lain terkait.
Sasaran gerakan ini adalah seluruh pemangku kepentingan/
lintaskementerian demi terbangunnya karakter bangsa yang
kokoh. Khusus di bidang pendidikan, fokus utamanya adalah
pada sekolah (peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan),
keluarga (anak, orangtua, saudara, pembantu), masyarakat
(orang-orang di sekitar peserta didik), dan lingkungan. Pelak-
sanaannya dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan
(multiyears)
Ke depan Pemerintah memasukkan pendidikan karakter
melalui penguatan kurikulum mulai dari tingkat satuan pendi-
dikan terendah hingga perguruan tinggi sebagai bagian dari
penguatan sistem pendidikan nasional. Namun perlu ditegaskan
tidak akan ada penambahan mata pelajaran tersendiri. Pendi-
dikan karakter diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang
sudah ada, di samping lewat pembiasaan dalam budaya seko-
lah, juga melalui ko-kurikuler dan ektrakurikuler, serta meli-
batkan partisipasi lingkungan, keluarga, dan masyarakat. (*)
11
12
pakah pendidikan karakter itu? Pertanyaan pendek ini
A
bisa memunculkan jawaban panjang dan beragam.
Bahkan tak mustahil menjebak kita ke dalam kumparan
definisi yang rumit, silang argumen yang memancing
selisih pendapat. Walaupun pertanyaan itu melahirkan sederet
pengertian, namun semua pasti sepakat dalam satu hal yaitu
betapa pentingnya pendidikan karakter bagi pengembangan
generasi dan masyarakat Indonesia.
Sejalan dengan hal itu Menteri Pendidikan Nasional, Mo-
hammad Nuh, menegaskan bahwa tidak ada yang menolak
tentang pentingnya karakter. “Tetapi yang jauh lebih penting
adalah bagaimana menyusun dan menyistemasikan, sehingga
anak-anak dapat lebih berkarakter dan lebih berbudaya,” ka-
tanya pada suatu kesempatan.
Buku ini tidak berpretensi mengulas tuntas mengenai definisi
pendidikan karakter, melainkan lebih memilih memberi infor-
masi dan panduan praktis. Dalam realitas di lapangan sebe-
narnya diam-diam pendidikan karakter sudah banyak diterap-
13
kan di berbagai sekolah di Indonesia meskipun mereka tidak
khusus atau tidak secara eksplisit menyatakan bahwa yang me-
reka lakukan adalah pendidikan karakter. Ada sekolah yang
menyebutnya sebagai pendidikan nilai-nilai kemanusiaan, ada
yang menyebut dengan pembinaan akhlak, bahkan ada yang
tidak memberi label sama sekali.
Beberapa sekolah unggulan dan sekolah alternatif di kota-
kota besar telah berupaya menyelenggarakan pendidikan ka-
rakter dengan berbagai variasi dengan mempertimbangkan
konteks dan kebutuhan lingkungannya, Bahkan pondok pesan-
tren dan sekolah berbasis agama lainnya sudah lama mengem-
bangkan pembinaan mental spiritual sehingga mampu mela-
hirkan alumni yang berkepribadian dan beriman kuat.
Pada halaman-halaman berikutnya, kita akan dapat melihat
bagaimana penerapan nilai-nilai dari pendidikan karakter di
beberapa sekolah, mulai dari taman kanak-kanak hingga se-
kolah menengah atas. Mereka siap berbagi pengalaman ten-
tang bagaimana proses, kendala, dan hasil positif yang dicapai.
Meski demikian sebagai sebuah catatan pengantar, tetap
perlu diuraikan pengertian pendidikan karakter secara umum
agar dapat dipakai sebagai dasar pijakan serta untuk menya-
makan persepsi bersama. Sebagai suatu konsep akademis, ka-
rakter memiliki makna substantif dan proses psikologis yang
sangat mendasar. Aristoteles menyebut pengertian karakter
yang baik adalah kehidupan berperilaku baik dan penuh ke-
bajikan, berperilaku baik terhadap pihak lain (Tuhan Yang Maha
Esa, manusia, dan alam semesta), dan terhadap diri sendiri.
Karakter terdiri dari tiga unjuk perilaku yang saling berkaitan
yaitu tahu arti kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berpe-
rilaku baik (Lickona,1991:51). Ketiga substansi dan proses psi-
14
kologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kema-
tangan moral individu. Dengan kata lain, karakter dapat di-
maknai sebagai kualitas pribadi yang baik,
Menurut dokumen Desain Induk Pendidikan Karakter ter-
bitan Kementerian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter
didefinisikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengem-
bangkan kemampuan peserta didik untuk mengambil kepu-
tusan yang baik, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Yang jelas pendidikan karakter selayaknya dikembangkan
dengan pendekatan terpadu dan menyeluruh. Efektivitas pen-
didikan karakter tidak selalu harus dengan menambah pro-
gram tersendiri, melainkan bisa melalui transformasi budaya
dan kehidupan di lingkungan sekolah. Melalui pendidikan ka-
rakter semua berkomitmen untuk menumbuhkembangkan pe-
serta didik menjadi pribadi utuh yang menginternalisasi keba-
jikan (tahu dan mau), dan terbiasa mewujudkan kebajikan itu
dalam kehidupan sehari-hari.
Hingga saat ini, secara kurikuler telah dilakukan berbagai
upaya untuk menjadikan pendidikan lebih bermakna bagi indi-
vidu, tidak sekadar memberi pengetahuan (kognitif), tetapi juga
menyentuh tataran afektif dan psikomotor melalui mata
pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan,
Ilmu Pengetahuan Sosial, Bahasa Indonesia, dan Olahraga.
Namun harus diakui semua itu belum mampu mewadahi
pengembangan karakter secara dinamis dan adaptif terhadap
pesatnya perubahan. Oleh karena itu pendidikan karakter perlu
dirancang-ulang dalam wadah yang lebih komprehensif dan
lebih bermakna. Pendidikan karakter perlu direformulasikan
15
dan direoperasionalkan melalui transformasi budaya dan ke-
hidupan satuan pendidikan.
Secara kejiwaan dan sosial budaya pembentukan karakter
dalam diri seseorang merupakan fungsi dari seluruh potensi
individu (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dalam konteks inte-
raksi sosiokultural (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan
masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi ka-
rakter dapat dikelompokan dalam olah hati (spiritual and emo-
tional development), olah pikir (intellectual development), olah
raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), ser-
ta olah rasa dan karsa (affective, attitude and social develop-
ment).Ke empat proses psikososial tersebut secara terpadu
saling berkait dan saling melengkapi, yang bermuara pada pem-
bentukan karakter yang menjadi perwujudan dari nilai-nilai lu-
hur. Hubungan keempat proses itu digambarkan diagram pada
16
halaman 16.
Pada masing-masing lingkaran terkandung sejumlah nilai po-
kok karakter yang hendak dikembangkan. Pada kelompok olah
pikir nilai inti yang dikembangkan adalah cerdas dan kreatif.
Olah hati fokus pada soal kejujuran dan bertanggung jawab.
Sedang bidang garap olah rasa dan karsa adalah nilai kepeduli-
an, gotong royong, dan suka menolong. Lingkaran olah raga
mengembangkan nilai hidup sehat dan budaya bersih.
Masing-masing kelompok atau kluster nilai luhur tersebut
tidaklah terpisah secara tegas tetapi saling bersinggungan satu
sama lain. Manakala empat lingkaran kluster tersebut berpo-
tongan (intersection) dan bertemu dalam satu bidang, maka
itulah kristalisasi nilai-nilai luhur dan perilaku berkarakter yang
dicita-citakan bersama.
Pengelompokan nilai tersebut sangat berguna untuk kepen-
tingan perencanaan. Dalam proses pembelajaran dan pem-
biasaan keempat kelompok nilai luhur tersebut akan terintegrasi
melalui proses internalisasi dan personalisasi pada diri masing-
masing individu.
17
SMA/SMK. Tentu saja sekolah-sekolah ini sekadar contoh. Masih
banyak lembaga pendidikan lain yang juga telah melakukan
pembinaan karakter dengan cara dan metode tersendiri pula.
Pengambilan contoh ini berdasarkan pertimbangan pada aspek
praktik nyata pengembangan pendidikan kararter, bukan dari
aspek letak demografi sekolah maupun basis agamanya.
Harapannya semoga contoh-contoh itu nanti ini dapat
memberi gambaran konkret dan memancing inspirasi.
Adapun sepuluh satuan pendidikan yang memaparkan
praktik terbaiknya (best practices) adalah:
z TK Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya
z TK Budi Mulia Dua Pandeansari Yogyakarta
z SD Insan Teladan Bogor
z SD Al Hikmah Surabaya
z SMP Negeri 115 Jakarta
z SMP Labschool Jakarta
z SMAK 1 PENABUR Jakarta
z SMA Plus Muthahhari Bandung
z SMK Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Jepara
z SMK Negeri 7 Semarang
18
kedisiplinan dan prestasi akademik yang efektif. SMP Labshool
Jakarta dipilih karena mampu mengeksplorasi kegiatan eks-
trakurikuler dan membangun sekolah umum yang religius.
SMAK 1 PENABUR Jakarta layak ditampilkan sebagai wujud
sekolah yang mampu mencetak ilmuwan muda. Sekolah ini
paling banyak mengirim siswanya ke even olimpiade sains dan
mampu merebut banyak medali emas. Sedang SMA Plus Mu-
thahhari Bandung berbagi serpihan kisah empati dalam mem-
bangun karakter olah karsa dan rasa (peduli, gotong royong,
dan suka menolong).
Sekolah kejuruan diwakili SMK Negeri 7 Semarang yang
memberi solusi penyiapan calon tenaga kerja produktif yang
kompeten. Sedang SMK Pondok Pesantren Roudlotul Mubta-
diin Jepara menampilkan perpaduan unik antara gaya sekolah
kejuruan dengan model pendidikan pesantren, yang terbukti
mampu meneguhkan sikap mandiri dan budaya hidup bersih.
Masing-masing sekolah itu secara umum memaparkan ber-
bagai kiat dan aktivitas pembelajaran yang telah mereka te-
rapkan, khususnya yang berkait dengan pendidikan karakter.
Dari kegiatan mereka segera terlihat nanti bahwa suatu pro-
gram pengembangan karakter tidak selalu identik dengan biaya
tinggi, (sesuatu yang selalu dikeluhkan sebagian besar guru
bilamana sudah bicara soal program), bahkan ada beberapa
aktivitas gratis. Yang lebih dibutuhkan ternyata inisiatif, kreati-
vitas, komitmen, dan konsistensi pelaksanaan.
Mereka memang tidak secara eksplisit mengembangkan
nilai-nilai pokok karakter (cerdas dan kreatif, jujur dan tanggung
jawab, peduli, gotong royong dan suka menolong, serta bersih
dan sehat) namun demikian nilai-nilai tersebut secara tidak lang-
sung sudah ikut terkembangkan.
19
Setiap sekolah mengutarakan dengan gaya tutur dan cara
ungkap sendiri-sendiri. Sah saja. Dalam iklim keterbukaan dan
dalam budaya bhineka tunggal ika, kita selayaknya membia-
sakan diri berlapang hati dengan keanekaragamanan seperti
itu.
Ke depan direncanakan akan diterbitkan lagi buku kumpulan
pengalaman inspiratif edisi berikutnya, tentu dengan menam-
pilkan jenis sekolah yang lebih variatif dan letaknya lebih me-
luas ke berbagai pelosok daerah di Nusantara.
Selamat mengikuti. (*)
20
21
22
MASA emas perlu diisi berbagai aktivitas positif.
M
asa kanak-kanak adalah masa emas. Menurut pakar,
usia 0 hingga 6 tahun adalah periode emas pertum-
buhan. Inilah masa paling tepat untuk mengungkit dan
mengembangkan segala potensi dalam dirinya. Psiko-
logi perkembangan menekankan betapa pentingnya masalah
pengasuhan dan pembimbingan pada fase golden age ini. Pe-
riode inilah yang akan menentukan perkembangan seseorang
pada masa dewasa.
Bila dalam periode ini anak mendapat stimulus memadai,
memperoleh asupan bergizi, serta pola pengasuhan yang tepat,
maka perkembangan fisik maupun psikhisnya akan optimal.
Sebuah ungkapan bijak juga menegaskan bahwa mendidik
anak usia muda itu bagai kita mengukir di atas batu, sedang
mendidik orangtua ibarat mengukir di atas pasir.
23
Ukiran di batu pasti lebih membekas dan tahan lama, se-
mentara ukiran di pasir pantai bakal segera sirna disapu ombak
lautan.
Maka penanaman kebiasaan baik, nilai-nilai moral, hingga
ketauhidan pada usia anak tentu lebih melekat, asalkan cara
penyampaiannya selaras dengan perkembangan mental anak
yang bersangkutan.
Taman Kanak-kanak Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya
(TK SAIMS) menyadari benar akan pentingnya masa usia emas
tersebut. Oleh karena itu sekolah yang berada di Jl. Medokan
Semampir Indah 99-101 ini menyelenggarakan berbagai pro-
gram pembelajaran demi mengungkit potensi anak didiknya
yang sedang dalam periode emas tersebut.
Pengembangan potensi ini tidak hanya dari sisi intelektual
saja, tapi juga mengembangkan sikap, emosi, dan kemampuan
motorik, termasuk mengembangkan karakter anak didik.
Di sekolah ini segala aktivitas dikemas dalam kegiatan belajar
melalui bermain, karena dilandasi pemahaman bahwa dunia
anak adalah dunia bermain. Sesuai dengan namanya, sekolah
alam, maka alam dieksplorasi sebagai sumber inspirasi belajar.
Siswa dikenalkan dengan alam.
Mempelajari semua keterampilan yang dibutuhkan untuk
bisa survive di dalamnya, mengakrabi kembali habitat dan ke-
hidupan sosialnya. Konsekuensinya, kegiatan pembelajaran
tidak selalu di dalam kelas. Berikut ini beberapa aktivitas sehari-
hari di TK SAIMS yang diniatkan untuk memekarkan potensi
dan membentuk kepribadian siswa.
24
Matahari bersinar
Kugendong tas merahku di pundak
Slamat pagi semua
Ustadz ustadzahku menanti
Di depan pintu gerbang sekolah
25
nyambut siswa-siswanya. Menggoda mereka yang baru turun
dari kendaraan atau mencoba mengajak bercanda siswa yang
sedang ngambek lantaran bekalnya tertinggal di rumah.
Guru akan tersenyum pada pengantar atau orangtua yang
mengantar putra-putrinya, ini sekaligus untuk meyakinkan bah-
wa putra-putri mereka aman bersama guru-guru di sekolah.
Rasa hormat kepada orangtua, nilai-nilai kebersamaan, peduli
dan rasa sayang terhadap sesama berusaha ditumbuhkan dalam
kegiatan pagi yang kelihatannya sederhana itu.
26
tuk barisan. Namun, namanya juga anak, dalam barisan, se-
bagian dari mereka tetap bercanda dan sibuk berceloteh tentang
game barunya atau bercerita tentang bekal makannya. Riuh
sekali. Khas anak-anak.
Tidak berapa lama barisan sudah terbentuk. Barisan anak
laki-laki dan anak perempuan sudah di posisinya masing-ma-
sing. Mereka sudah paham bagaimana membentuk barisan.
Pagi itu ada salah satu siswa yang bertugas menjadi pemimpin
untuk mengatur barisan. Petugas ini dipilih dari siswa sendiri
secara bergilir. Dengan demikian setiap anak merasakan men-
jadi pemimpin. Mengatur barisan adalah hal yang sangat di-
nantikan anak-anak, mungkin mereka berkesempatan untuk
tampil dan unjuk suara. Kegiatan ini memang dirancang guru
dengan tujuan untuk menanamkan nilai-nilai kedisiplinan dan
tanggung jawab. Pemimpin kecil itu berhak menentukan seka-
ligus memutuskan barisan mana yang berhak masuk kelas ter-
lebih dahulu. Kriterianya? Bisa dari kerapian, bisa juga dari
tingkat semangat dan kekompakan mereka meneriakkan yel-
yel atau nyanyian sesuai instruksi pemimpin.
Kebiasaan-kebiasaan positif yang dilakukan di pagi hari ter-
sebut dirancang dengan muatan nilai-nilai kedisiplinan dan tang-
gung jawab. Juga untuk melatih kepemimpinan dan kemam-
27
puan memecahkan masalah betapapun sederhananya prob-
lem mereka.
28
MENYIRAM bunga sekaligus memupuk tanggung jawab.
29
Anak-anak berlatih tanggung jawab sederhana dengan me-
melihara dan menanam berbagai macam tumbuhan dan sa-
yuran di sana. Ada tomat, sayur sawi, hingga jagung.
Setiap hari, ketika datang ke sekolah dan siang sebelum
pulang, anak-anak meluangkan waktu untuk menyiram dan
menengok hasil tanamnya.Jika dirasa sudah cukup untuk di-
panen, anak-anak dibantu guru mengagendakan acara “pa-
nen raya”.
Sejauh ini mereka berlatih memiliki tanggung jawab. Guru
membagi tugas piket untuk merawat tanaman setiap harinya.
Tugas ini bergilir untuk setiap minggunya.
Setiap permasalahan dibicarakan. Misalnya, mengapa ada
yang lalai menyiram? Mengapa ada yang sengaja mencabut
tanaman untuk dibuat mainan? Guru berperan merefleksikan
setiap kejadian kemudian menyisipi aspek moral untuk di-
cermati bersama.
Pembiasaan siswa dalam hal tanggung jawab, peduli tana-
man ciptaan Allah terangkum dalam kegiatan memelihara ta-
naman ini. Pada kesempatan lain anak-anak juga diajak me-
nyayangi ciptaan Tuhan yang lain yaitu binatang. Di TK SAIMS
siswa masih bisa menemukan kupu-kupu, capung, atau bela-
lang karena sekolah ini memiliki areal sekitar 1,1 hektare, yang
sebagian ditanami beraneka pohon dan perdu.
Mereka diajak mengamati dan bermain dengan serangga.
Guru bertugas mendampingi dan menjelaskan beberapa hal
yang berkaitan dengan binatang yang ada. Setelah itu mereka
melepaskan serangga itu.
Untuk menanamkan sebentuk tanggung jawab sederhana,
siswa kadang diminta membawa binatang dari rumah untuk
kemudian dipelihara beberapa hari di sekolah. Maka berdata-
30
nganlah berbagai binatang: ikan hias, kura-kura, kelinci, sampai
hamster. Anak-anak diajak memberi makan minum dan mem-
bersihkan kandangnya.
Menyulap Sampah
Sudah semestinya aspek kreativitas mendapat perhatian le-
bih, sebagaimana ungkapan kata-kata mutiara, “Di tangan o-
rang kreatif, batu bisa menjelma menjadi emas”. Orang kreatif
selalu bisa menemukan peluang di sekitarnya, bahkan mampu
membalikkan hambatan menjadi peluang yang menguntung-
kan.
Demikian halnya sampah. Sesuatu yang dijumpai dalam
keseharian anak. Bagaimana ya membuat lingkungan menjadi
bersih sekaligus menyulap sampah menjadi sesuatu yang lebih
menarik dan bermanfaat. Ide-ide dari guru dan anak-anak pun
mulai berlompatan.
Hari ini kebetulan hari Jumat. Di sekolah SAIMS (mulai
tingkat TK sampai SMA) ada kegiatan bersama-sama yaitu Aksi
Bersih Lingkungan. Untuk siswa TK ditawarkan permainan ber-
sih-bersih yang berbeda. Siswa dibagi menjadi empat kelompok
kecil. Ada kelompok daun, plastik, botol, dan kelompok kertas.
Empat kelompok tersebut akan berlomba mengumpulkan
sampah-sampah yang berada di kelas ataupun di halaman se-
31
kolah lalu dimasukkan ke kantung plastik Siapa yang berhasil
mengumpulkan sampah paling banyak itulah juaranya.
Sampah plastik, botol, dan kertas yang terkumpul kemudian
didaur ulang, disulap menjadi kerajinan tangan. Wah, hasilnya
luar biasa, menjadi vas bunga, robot hingga hiasan gantung.
Demikianlah penanaman nilai peduli lingkungan bersih, cerdas
dalam memilah sampah serta kreatif dalam menyulap sampah
menjadi hiasan cantik dengan daur ulang di sekolah ini.
32
berdoa. Setelah itu mereka mengantri ke tempat cuci piring.
Tak lupa membuang sisa makanan pada tempatnya.
“Ayo lomba membersihkan piring”.
“Aku bisa mencuci piring sendiri lho…”.
Kebiasaan ini dilakukan setiap hari dengan pendampingan
guru untuk membiasakan hidup sehat dan bersih, melatih ke-
sabaran dan toleransi berbudaya antri, tanggung jawab, serta
kemandirian siswa.
Memang acara cuci piring mandiri ini membuat pemakaian
air dan sabun menjadi lebih boros. Apalagi banyak di antara
mereka yang tetap saja suka bermain busa dan tidak henti-
hentinya bercipratan air. Tetapi tidak terlampau masalah, itulah
ongkos wajar sebuah pembelajaran.
33
kumpul, kemudian anak-anak bertanya kepada guru tentang
bagaimana caranya jika uang recehan mereka sudah penuh.
Untuk mengatasi hal ini guru membuat bank kecil yang petu-
gasnya terdiri dari anak-anak sendiri. Tugas bank kecil ini adalah
mengumpulkan uang recehan tersebut dari kelas-kelas dan
dicatat oleh teller dengan bantuan ustadzah. Kemudian jika
sudah terkumpul akan disalurkan kepada yang membutuhkan.
Petugas bank kecil dilakukan bergiliran oleh siswa-siswa. Ada
yang menjadi sie keamanan, ada yang mengatur dan siswa TK
B yang menjadi teller. “Aku ingin hebat dan jadi prince agar
bisa jadi petugas bank kecil,” celetuk salah satu siswa. Memang
menjadi petugas Bank Kecil merupakan salah satu reward dan
penghargaan dari sekolah apabila siswa berakhlak baik di kelas.
Dalam kegiatan tersebut, nilai-nilai luhur seperti peduli, cer-
das, jujur dan tanggung jawab berusaha dibudayakan agar siswa
terbiasa mewujudkan dalam kesehariannya. Anak-anak me-
nyukai kegiatan ini. Mereka bersemangat memasukkan seba-
gian uang saku mereka. Terkadang mereka sengaja minta ke-
pada orangtuanya untuk turut mengisi kaleng amal itu.
34
Wali Murid Jadi Guru
Di TK SAIMS, orangtua tidak boleh cuek dengan pendidik-
an putra-putrinya di sekolah. Mereka harus aktif mendukung
dan turut mengembangkan potensi buah hatinya. Komitmen
ini sudah mereka sepakati semenjak awal mendaftarkan anak-
nya ke sekolah ini. Ya, di sekolah ini setiap calon siswa dan
calon wali murid harus mengikuti semacam wawancara dengan
psikolog sekolah. Bukan untuk mengetes kemampuan siswa,
tetapi lebih kepada melihat kesiapan mental anak memasuki
35
lah pengenalan profesi orangtua kepada anak-anak. Di luar
dugaan, banyak orangtua bersedia untuk terlibat. Suatu awal
yang bagus. Macam-macam profesi mereka, mulai dari pelaut,
dokter, sampai pelatih balet profesional. Akhirnya dijadwal-
kanlah para orangtua itu untuk menjadi guru tamu.
Mamanya Ocha (Ibu Yuni), seorang belerina profesional,
mengajari anak-anak tarian sederhana. Begitu intro musik me-
ngalun, serempak anak-anak bersorak, “Lagunya Sheri-
naaaaa…”. Yup! benar! Siang itu Mamanya Ocha berbaik hati
mau mengajari anak-anak menari Hari yang Cerah.
Anak-anak berlatih penuh semangat, terutama Ocha. Dia
terlihat bangga karena yang menjadi “ibu guru” siang itu adalah
mamanya. Mama Ocha tak kalah gembira. Dia puas setelah
melihat sambutan yang begitu heboh. Suatu pengalaman tak
terlupakan: Mengajar teman-teman anaknya sendiri.
Demikian juga yang dialami dokter Ferdy. Meski awal tam-
36
pilnya agak grogi tetapi dia menikmati. Dokter gigi itu mengaku,
seumur-umur baru kali ini berhadapan dengan anak-anak yang
menyambutnya dengan begitu antusias. Bukan hal yang mu-
dah untuk menyampaikan informasi dan menarik parhatian
bocah. Untuk itu dia membekali diri dengan berbagai alat pe-
raga medis. Dokter ini berkenan hadir lantaran anaknya, Haqi,
memintanya untuk menjadi guru tamu. “Ayahku bawa gigi palsu
lho…,” celoteh Haqi di hadapan teman-temannya.
Kemandirian Tumbuh
“Yang terlihat paling menonjol tentang perkembangan perilaku
dari anak saya, Athaya, adalah selalu berusaha untuk mandiri. Mes-
kipun Athaya belum bisa melakukannya secara sempurna. Contoh,
memakai baju sendiri meski terkadang terbalik. Kadang-kadang hal-
hal kecil seperti ini lupa kami ajarkan. Selain itu, Athaya terbiasa
berdoa sebelum melakukan sesuatu. SAIMS selain mengajarkan
pengetahuan juga mengenalkan perilaku dan sikap yang terpuji pada
anak didiknya.”
Peka Lingkungan
“Zaha (Chacha) lebih mandiri dan memiliki kepekaan terhadap
lingkungan sekitar. Dia tidak membuang sampah sembarangan dan
dapat berkreasi dengan barang bekas untuk bermain. Rasa empati
terhadap saudara, orangtua dan teman. Keberanian yang semakin
bertambah dan percaya diri yang tinggi sehingga dapat menyelesaikan
permasalahan. Suasana sekolah yang tidak terlalu formal membuat
anak tidak bosan.”
Alit Arswendo
Orangtua Zaha Kalisha Azra
37
Tidak Tertekan Lagi
“Pada awalnya anak kami kurang berani berekspresi, hal ini
terkait dengan pengalaman Naufal (Ifal) saat di PG yang membuat
dia “trauma sekolah”. Karena sistem di sekolah yang lama masih
mewajibkan anak duduk manis mendengarkan guru di depan kelas,
dan cenderung membatasi kreativitas dan ekspresi anak. Setelah
Ifal sekolah di SAIMS, dia jauh lebih ekspresif dan mampu
mengungkapkan pendapatnya. Ifal juga mampu bertanggung jawab
terhadap diri dan lingkungannya.”
38
39
40
BERMAIN berarti belajar bersosialisasi.
B
egitu memasuki kompleks sekolah ini, kita seolah me-
masuki sebuah kerajaan anak-anak. Betapa tidak, ra-
tusan siswa usia dini riuh bermain berlarian di halaman
“istana” teduh, yang diayomi daun-daun lebar pohon
biola cantik ini. Ya, TK Budi Mulia Dua Pandeansari Yogyakarta
ini setiap hari dihuni 447 siswa (termasuk 60 siswa Kids Home),
yang tertampung dalam 20 rombongan belajar. Bahkan be-
berapa tahun sebelumnya pernah mencapai 540 siwa, sehingga
sekolah yang didirikan Ibu Kusnasriyati Amien Rais ini sempat
disebut-sebut sebagai TK terbesar se-Asia Tenggara.
Generasi penerus bangsa itu tampak asyik bermain, ada
yang main papan luncur berkelok-kelok atau bertualang di
jembatan goyang. “Aku bisa!,” begitu teriak siswa manakala
berani mencoba atraksi baru seraya sedikit-sedikit melanggar
aturan kelaziman yaitu berdiri pada palang besi paling tinggi.
41
Ada juga bocah, yang bikin ngeri, berani berdiri di puncak
mainan bola dunia, “Hoi…, aku sampai langit!” serunya kepada
dunia. Sementara itu suara orkestra serangga tonggeret di po-
hon turut meningkahi keceriaan di kawasan kompleks Pande-
ansari, tepatnya di Blok II No. 4 Condongcatur, Depok, Sleman,
Yogyakarta itu.
Mengapa TK ini memperoleh jumlah siswa sebesar itu? Tentu
ini sebuah kepercayaan dari masyarakat yang diperoleh dari
proses kerja keras dan panjang. Padahal di awal berdirinya,
tahun 1987, cuma punya 9 siswa. Sekolah ini berdiri lantaran
pendirinya menyadari arti pentingnya pendidikan usia dini, se-
hingga merelakan sebagian kediamannya direnov jadi ruang
kelas. Barangkali itulah sebabnya mereka memberi nama TK
Budi Mulia Dua. Sebuah ikhtiar untuk turut mencetak generasi
gemilang yang berbudi mulia. Sedang kata dua di belakangnya
ternyata bukanlah bilangan. Kabarnya, dua itu sebuah akronim
yang artinya dunia dan akhirat.
Menurut pengakuan sebagian wali murid TK ini layak dipilih
lantaran berkualitas. Berkualitas di sini mengandung unsur nilai-
nilai keagamaan, akademik maupun nonakademik. Banyak
pihak juga sering berkunjung ke sini melakukan studi banding
untuk kepentingan pendirian sekolah maupun untuk pengem-
bangan satuan pendidikan yang sudah mereka miliki. Untuk
itu ada baiknya kita juga mencoba menimba ilmu bagaimana
penerapan pendidikan karakter di tempat ini yang pelaksana-
annya diintegrasikan ke dalam kegiatan intra maupun ekstra
kurikuler.
42
konsekuensi guru harus sejauh mungkin menghindari cara-
cara yang bersifat indoktrinatif dalam menanamkan nilai-nilai.
Semua pembiasaan dan pelajaran selalu disampaikan lewat
media permainan. Ada berbagai permainan yang dirancang
oleh guru, di antaranya bermain bakiak raksasa, simpai, hingga
berpetualangan di arena bermain.
Sepasang bakiak raksasa bisa dipakai bersamaan oleh tiga
anak sekaligus. Ini melatih kekompakan gerak. Bila angkat ka-
kinya tidak bareng, mereka pasti tidak bisa melangkah maju.
Ada olah raga di sini yaitu kelincahan menggerakkan kaki dan
melenturkan otot. Juga ada unsur olah pikir, karena game ini
butuh konsentrasi, memadukan pikiran dengan gerakan kaki.
Nilai olah rasa dan karsa bisa ditunjukkan dengan adanya rasa
kerja sama dan rasa peduli antarteman. Sedangkan olah hati
bisa diwujudkan lewat rasa tanggung jawab terhadap kelom-
poknya.
Pada kali lain guru mengajak siswa bermain simpai atau
43
holahop. Anak-anak segera berebut mencobanya. Bu guru
memeragakan cara bermain alat berbentuk gelang besar ter-
buat dari rotan itu. Guru mengajak Nikko untuk memegang
salah satu sisi simpai sedangkan guru memegang sisi yang lain.
Dua anak diminta bergandengan lalu memasuki simpai secara
bergantian tanpa melepas gandengan tangannya.
“Karena simpainya terbatas, yang ingin main harus sabar
tunggu giliran,” kata guru mengajarkan budaya antre. Anak-
anak menurut, tapi toh beberapa di antaranya tetap gelisah
lantaran tidak betah menunggu. Terdengar sorak-sorai setiap
kali ada teman yang sukses memasuki simpai. Seperti halnya
bermain bakiak, permainan ini juga kaya muatan nilai-nilai ka-
rakter.
Bermain bebas di luar juga menjadi favorit anak-anak. Ba-
nyak yang memilih bermain bola. Sebagian lagi lebih suka ber-
hamburan menuju arena bermain. Yup... langsung perosotan,
ayunan, panjatan, putaran, atau berjungkat-jungkit. Guru me-
ngawasi dan bergabung dengan mereka. Dengan bermain be-
bas sesungguhnya terjadi praktik bersosialisasi dalam arti yang
sesungguhnya. Dalam kegiatan ini keempat kuadran (olah hati,
olah pikir, olah rasa-karsa, dan olah raga) akan terasah. Anak-
anak tengah belajar menaati aturan permainan (rule of the
game) hingga mengatasi gesekan dan pertengkaran (problem
solving) yang bisa terjadi setiap saat.
Pada bulan tertentu digelar acara istimewa, misalnya masak
bersama atau praktik belanja. Guru mendisplai “pasar tradi-
sional” di halaman sekolah. Ada siswa yang berperan sebagai
pedagang ada pula yang menjadi pembeli. Merekapun tak sa-
bar ingin segera bertransaksi. Calon pembeli membuat daftar
belanjaan apa yang akan dimasak hari itu. Dengan uang seribu
44
rupiah mereka membeli beberapa item barang: sayuran, ba-
wang, minyak goreng, dan bumbu. Belanja selesai, merekapun
sibuk masak bersama.
Praktik kerja sama, saling menghargai, kebersamaan, ber-
bagi, mengendalikan amarah, empati, kemandirian, meme-
cahkan masalah, dan berkomunikasi terlihat jelas dalam kegi-
atan yang diberi nama cooking class itu.
45
tahun.
“Tapi saya sangat bersyukur,” katanya dengan raut muka
bahagia, “karena anak saya bisa menyerap apa yang diajarkan
gurunya. Terima kasih ya Bu Guru”.
Hadits larangan marah tersebut memang sering diucapkan
anak-anak di kelas. Ini pengingat agar setiap pribadi senantiasa
mengendalikan emosi. Terbukti anak-anak tidak cuma meng-
hafal tetapi juga mampu mengingatkan teman-temannya dan
bahkan orangtuanya. Manakala ada teman marah-marah pasti
ada yang “mengerem” dengan hadits itu. Selain mengolah hati
untuk dapat meredam amarah, pembiasaan seperti ini juga
melatih anak-anak untuk bertanggung jawab terhadap perila-
kunya, jangan sampai membuat orang lain marah. Anak-anak
juga menjadi lebih care terhadap orang lain.
46
TAMPIL di depan kelas, memupuk keberanian dan percaya diri.
47
Saatnya Salat Duha
Setiap Rabu anak-anak praktik salat duha di musala seko-
lah. Guna melancarkan jalannya acara, mereka dianjurkan su-
dah wudlu dari rumah. Bagi yang belum wudlu, diajak wudlu
bersama. Dengan tertib anak-anak melepas sepatu dan me-
natanya dengan rapi di rak. Rak sepatu sudah diberi nama
kelas masing-masing dari B1 sampai B8.
Anak-anak masuk musala dan langsung menempatkan diri
sesuai shafnya. Sajadah-sajadah kecil mulai digelar, anak putri
sibuk mengenakan mukena. Ada beberapa anak yang masih
kerepotan memakainya, sehingga membutuhkan bantuan gu-
ru. Namun untuk membangun sikap mandiri, guru tidak lang-
sung menolongnya. Guru hanya menuntun cara memakai mu-
kena. Siswa dibimbing mengerjakan sendiri, sedang campur
tangan guru diupayakan seminim mungkin.
Anak-anak duduk dengan tenang menunggu temannya
yang belum datang sambil menunggu saat salat duha dimulai.
Sekitar pukul 07.15, Pak Jakfar, imam salat, bangkit berdiri
tanda salat berjamaah segera dimulai. Bocah-bocah segera me-
ngikuti.
Mereka merapatkan dan meluruskan barisan, siap mendi-
rikan salat duha dengan tenang dan tertib. Kegiatan diakhiri
dengan membaca doa bersama.
Selesai salat, mereka dibiasakan melipat sajadah dan me-
ngemasi mukena dengan rapi. Kemudian anak-anak keluar
musala secara berurutan dari kelompok B1 hingga B8 untuk
melanjutkan belajar di kelas masing-masing.
Diharapkan dengan kegiatan ini anak-anak mampu men-
jalankan ibadah sunnah. Di samping itu juga melatih rasa tang-
gung jawab melepas dan meletakkan sepatu dengan rapi,
48
memakai dan melipat peralatan salat, dan berdiri dengan rapi
sesuai barisan salat.
TK Budi Mulia...
Kami dari TK A... TK Budi Mulia
Tempatku bermain, tempatku belajar
Jadi anak pintar, hormat orangtua
Yes... yes... yes... yeeeeee....
Teriakan bersama itu dilakukan dengan gerakan tangan dan
tubuh. Dengan yel-yel anak-anak telah melakukan olah raga
dan olah pikir yaitu menyelaraskan gerakan dengan yel yang
49
diucapkan. Ungkapan jadi anak pintar dan hormat orangtua
merupakan penyemangat anak-anak dalam mengolah hati un-
tuk bertanggung jawab terhadap ucapan tersebut.
Sementara itu untuk menumbuhkan budaya sapa, para guru
dan satpam, setiap pagi sebelum anak didik datang telah siap
di depan pintu gerbang sekolah untuk menyambut anak didik.
Setiap pengantar yang datang diarahkan melalui satu jalur sesuai
rambu-rambu.
Setiap anak yang datang langsung disambut senyum ra-
mah oleh bapak ibu guru. Assalamualaikum... demikian salam
sapa anak-anak menghampiri guru dan mengulurkan tangan
serta mencium tangan guru.
Setelah itu mereka antusias menuju arena bermain berga-
bung dengan temannya. Demikian pula pada saat pulang se-
kolah, mereka melakukan hal serupa.
Setiap Senin kelompok B berlatih upacara bendera. Petugas
upacara dijadwal secara bergiliran, sehingga semua anak ber-
kesempatan menjadi petugas upacara. Kegiatan ini melatih anak
untuk bisa mengolah hati yaitu bertanggung jawab terhadap
tugas sebagai petugas maupun sebagai peserta upacara.
Selain itu olah karsa juga dapat diasah melalui kegiatan ini
yaitu kepedulian anak akan aba-aba dari teman yang harus
dilaksanakan. Dari sisi olah raga juga dapat dirasakan anak-
anak yaitu dengan bersikap tegap dalam barisan serta kebera-
daan anak di halaman yang terkena langsung sinar matahari
pagi bermanfaat untuk kesehatan mereka. Oh ya, latihan upa-
cara juga memupuk rasa nasionalisme.
50
nya selaras dengan zamannya, TK Budi Mulia Dua Pandeansari,
sejak lima tahun terakhir ini, telah menerapkan pembelajaran
komputer untuk anak-anak. Kini para pemain komputer yang
dijuluki dalang-dalang komputer itu banyak bermunculan dan
siap menghadapi tantangan masa depan yang serba kompu-
terisasi.
Suasana kebebasan dalam mengoperasikan komputer de-
ngan jadwal tertentu membentuk keterampilan khusus yang
dimiliki anak saat mengoperasikan di depan layar. Jiwa kebe-
ranian, kemampuan berimajinasi, serta kemampuan meme-
cahkan masalah menjadi terbentuk sewaktu dan sesudah pro-
ses pembelajaran disampaikan.
Untuk memfasilitasi olah pikir anak, mereka diberi kesem-
patan mendiskripsikan secara bebas melalui pengamatan ber-
macam-macam gambar. Mereka akan menjelajah pengetahuan
baru melalui file-file sains dan teknologi. Di samping itu, anak
diberi fasilitas mengolah hati melalui kegiatan memelihara dan
merawat komputer yang dia pakai.
Memiliki tanggung jawab dan kedisiplinan saat dia paham
kapan dia bermain dengan komputer dan kapan memberi ke-
sempatan kepada teman yang lain. Jarak antara laboratorium
komputer dengan kelas sekitar 100 meter. Saat moving (ber-
pindah) otomatis mereka berolah raga.
Anak-anak masuk ke ruang komputer secara bergiliran dan
menyerahkan kartu bimbingan kepada guru komputer. Guru
memandu sesuai dengan materi yang telah direncanakan. Anak
dengan percaya diri mengoperasikan komputer sesuai perintah
guru.
Anak membantu teman yang mengalami kesulitan menger-
jakan tugas. Setelah selesai melaksanakan tugas, anak dipersi-
51
lahkan kembali ke kelas.
52
Selama menunggu dibukakan pintu tidak diperkenankan
melihat-lihat lewat jendela atau mengetuk pintu berulang-u-
lang. Setelah dibukakan pintu dan dipersilahkan masuk anak-
anak masuk dan bersalaman dengan tuan rumah lalu duduk
setelah dipersilahkan.
“Nama saya Pak Hanafi, ayahnya Azka. Ini Bu Astrid, bun-
danya Azka,” begitu tuan rumah memperkenalkan diri.
“Ini adikku lho, namanya Faqih,” Azka menimpali.
Kemudian tamu cilik itu beramah tamah dengan tuan ru-
mah. Acara dilanjutkan dengan makan bekal yang dibawa.
Anak-anak bermain secukupnya. Ketika akan pulang mereka
memberikan kenang-kenangan kepada Azka. Mereka ber-
pamitan pulang, bersalaman dengan tuan rumah dan me-
ngucap salam.
53
Perpisahan selalu terasa berat, padahal itu bukan sebuah ke-
salahan. Betapapun berat, burung-burung mungil itu harus
segera terbang tinggi, untuk memetik bintang-bintang di ang-
kasa cita-cita.
“Saya merasa puas. Apa yang saya cari ada di TK ini, baik itu
pendidikan agama, adab dalam bersosialisasi dengan teman, ke-
mandirian, dan kreativitas. Rasa kasih sayang Sari (putri kami)
terhadap temannya juga sangat tinggi. Dari sisi pendidikan agama
sudah baik, seperti iqro’, hafalan surat-surat pendek, dan hafalan
hadis pendek juga sudah diajarkan.
Dari segi kemandirian, menurut saya sudah sangat baik. Sari
dulu anaknya sangat pemalu, bahkan ketemu orang lain takut. Tapi
sekarang, Alhamdulillah, percaya dirinya tinggi sekali, sampai dipilih
untuk ikut lomba menari mewakili sekolah pun dia mau.”
Rohana Saragih
Wali murid Nafiza Suci Azahri (Sari)
Kus Endarto
Wali murid Rafi Kusuma Daniswara (Rafi)
54
55
56
S
etiap anak Indonesia berhak terhadap pendidikan yang
mengembangkan karakter dengan baik. Karena dengan
pendidikan karakter, pendidikan bukan hanya meng-
hasilkan anak-anak yang cerdas tetapi juga anak yang
mempunyai budi pekerti luhur.
Sekolah Dasar Insan Teladan Bogor memang tidak secara
57
eksplisit mengajarkan pendidikan karakter. Sekolah yang bera-
lamat di Desa Kalisuren, Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten
Bogor ini menggunakan istilah Pendidikan Nilai-nilai Kemanu-
siaan (PNK) yang pada esensinya ternyata selaras dengan pen-
didikan karakter. PNK ini dibagi menjadi lima nilai utama yaitu
kebenaran, kebajikan, kedamaian, cinta kasih, dan berperilaku
tanpa kekerasan. Nilai-nilai ini yang dianut oleh seluruh warga
sekolah dimulai dari pendiri, pemangku kepentingan (stakehol-
ders), guru, siswa, dan seluruh wali murid.
Semua pihak saling bahu-membahu menciptakan iklim se-
kolah yang kondusif, agar penerapan PNK dapat berjalan de-
ngan optimal. Harapannya nilai-nilai utama itu dapat diprak-
tikkan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memudahkan pendidikan karakter ada berbagai ma-
cam teknik yang digunakan di antaranya melalui berdoa, ku-
tipan, kata-kata mutiara, penguatan positif, duduk hening, ber-
cerita, bernyanyi, hingga kegiatan kelompok berupa permain-
an, bermain peran, diskusi kelompok, dan lain-lain.
Program-program SD Insan Teladan yang sangat berpe-
ngaruh terhadap perubahan karakter adalah duduk hening,
integrasi nilai kemanusiaan ke dalam mata pelajaran, dan kelas
integrasi khusus yang menghubungkan satu tema tertentu de-
ngan banyak mata pelajaran.
58
ra ini berlangsung selama se-
kitar 10 menit.
Dalam duduk hening sis-
wa diminta menegakkan ba-
dan dan mengatur napas se-
cara perlahan-lahan dan ber-
konsentrasi.
“Sekarang pusatkan selu-
ruh perhatian kepada nafas.
Bayangkan di hadapan kita
ada sebuah cahaya. Cahaya
ini adalah cahaya kasih sa-
yang yang datangnya dari Tu-
han Yang Maha Esa,” kata gu-
ru memandu duduk hening.
BERKONSENTRASI
Kemudian guru itu me- membangun harmoni.
59
.................................
Kita berada dalam cahaya
Cahaya berada dalam diri kita
Kita adalah cahaya.
60
BELAJAR empati dengan merasakan beratnya pekerjaan petani.
Akan berhasil
61
melihat proses pengolahan padi, dimulai dengan menuai, me-
rontokkan, menjemur, kemudian menggiling padi. Mereka be-
gitu bersemangat dan gembira berjalan di pematang sawah
yang kecil, bertegur sapa dengan petani dengan sopan.
Ketika sampai di sawah mereka membantu petani menuai
padi dengan menggunakan sabit. Anak-anak pagi itu tengah
belajar ilmu penting tentang empati sosial: merasakan langsung
bagaimana rasanya menjadi seorang petani.
Batang padi yang sudah dipotong dikumpulkan di pinggir
sawah lalu diangkut ke sebuah lapangan. Siswa melihat bagai-
mana petani merontokkan padi dan dengan antusias mereka
secara bergantian membantu. Termasuk membantu mengum-
pulkan rontokan padi dan menjemurnya.
Guru sudah menyiapkan padi kering dalam karung ukuran
kecil yang memungkinkan diangkut siswa. Satu-persatu siswa
secara bergantian memanggul karung padi ke tempat peng-
gilingan.
Saat berada di tempat penggilingan, spontan Akbar bertanya
kepada gurunya.“Bu guru, berarti kita harus melepaskan per-
buatan-perbuatan yang tidak baik ya?”
“Memangnya kenapa, Akbar?” tanya guru menanggapi.
“Lihat bu, agar menjadi beras yang bersih, padi harus mele-
paskan kulitnya. Kita harus seperi itu, Bu”.
Ibu guru tertegun dan bangga, Akbar yang baru kelas IV
SD, sudah bisa mengambil nilai dari sebuah proses penggilingan
padi. Sekembalinya dari sawah, Guru meminta siswa untuk
mengambil nilai-nilai yang mereka dapatkan.
“Kita harus bersyukur dengan rezeki yang diberikan
Tuhan,” kata Gita sambil mengangkat tangan.
“Kita harus menghargai jerih payah petani,” kata Hani.
62
Beberapa sis-
wa lain pun me-
nambahkan hasil
refleksinya. Itu se-
mua makna yang
dapat mereka
ungkapkan dalam SANDAL cantik mengantar langkah menuju cita.
63
Begitu pekerjaan mereka selesai -seperti biasa- guru me-
ngajak duduk hening sebentar.
“Mari kita merenungkan, apa yang bisa kita pelajari dari
membuat sandal ini?” pinta bu guru Aliyah.
Kelas hening beberapa saat.
Tiba-tiba Diki berdiri sambil memakai sandal rancangannya,
“Kakiku akan melangkah mengejar cita-citaku!”
Dari arah depan kelas Yusuf menyambung sambil menga-
cungkan sandalnya, “kakiku akan selalu kurawat dan kujaga”.
“Kalau kakiku melangkah ke tempat yang baik, pasti akan
bertemu dengan orang yang baik,” kata Gita.
“Kalau aku, kakiku akan melangkah untuk menolong o-
rang lain ah,” kata Widya dengan santainya.
Sepintas barangkali terasa agak janggal, bagaimana mungkin
anak kelas IV SD mampu membuat refleksi mendalam dan
bahkan terasa filosofis seperti itu? Tetapi ini fakta. Guru Insan
Teladan sendiri mengaku kadang dirinya juga terkejut. “Tetapi,”
kata Bu Aliyah, “bila ajakan untuk selalu merenung seperti itu
sering dilakukan, terbukti anak-anak mampu menemukan
makna seperti itu”.
Kegiatan praktik membuat sandal ini diakhiri dengan me-
majang karya-karya “masterpiece” itu, disertai teks buah re-
nungan mereka, di majalah dinding.
Pembuatan sandal ini merupakan bagian dari mata pe-
lajaran Seni Budaya dan Keterampilan. Di sekolah ini guru
tidak hanya berusaha memenuhi standar kompetensi sebagai-
mana diamanatkan oleh kurikulum nasional, tetapi juga menga-
rahkan anak-anak terbiasa memetik nilai-nilai dari pelajaran
tersebut. Inilah yang lazim mereka sebut dengan menginte-
grasikan PNK (Pendidikan Nilai-nilai Kemanusian) ke dalam
64
setiap mata pelajaran.
Kali lain, pada saat pelajaran Bahasa Indonesia, siswa diajak
praktik membuat makanan murah tapi bergizi: tempe. Dalam
hal ini, target pembelajaran tidak hanya “agar siswa dapat men-
jelaskan tentang cara membuat sesuatu” tetapi juga mengajak
memungut nilai-nilai kesabaran. Bahwa ternyata membuat tem-
pe itu makan waktu lumayan lama. Ada nilai persatuan, untuk
menjadi tempe kita butuh ragi untuk menyatukannya. Bahkan
sempat muncul pendapat dari siswa yang cukup orsinil.
“Kalau menyelesaikan persoalan, kita harus dengan kepala
dingin,” katanya.
“Maksudmu?” guru mengail pendapat.
“Lihat, kedelai harus didinginkan dahulu sebelum dicampur
ragi,” jawab jenius kecil itu.
65
pikan barisan. Hari itu kelas integrasi dibagi dalam lima kelom-
pok. Aha, barisan terlihat tidak begitu rapi. Maklum tinggi dan
besar badan anggota kelompok (5 hingga 6 siswa) tidak merata.
Lalu bagaimana pelajarannya? Kelas integrasi ini lebih me-
nekankan pada kegiatan praktik, bukan materi teori. Untuk
benang merah pengikat dibuatkan tema tertentu. Kali ini tema
yang disepakati adalah warna. Tema ditentukan sendiri oleh
siswa dengan cara mengisi angket. Caranya, guru menebar
angket berisi pilihan tema misalnya air, udara, plastik. Mirip
Pemilu, siswa tinggal mencontreng!
Guru menyiapkan kelasnya masing-masing, berdasar mata
pelajaran, agar proses belajar menjadi aktif dan menyenangkan.
Ada juga yang memilih lokasi di luar kelas.
Setiap kelompok secara berputar (moving class) akan me-
masuki kelas mata pelajaran misalnya, kelas matematika, ba-
66
hasa, seni, IPA, IPS, hingga PKN.
Di kelas Bahasa Inggris mereka ber-
main mengelompok-kan nama
benda-benda berda-sarkan warna-
nya. Pada kelas Seni mereka mem-
buat warna- warna dari bahan-ba-
han alami seperti dari daun suji,
kunyit, maupun arang. Di kelas IPS dan PKN siswa intregrasi
sibuk mewarnai gambar orang yang berasal dari berbagai suku
di Indonesia.
67
Berikut kesaksian warga sekolah dan sekitarnya berkaitan
dengan keberadaan SD Insan Teladan Bogor.
Nemi
Ketua Komite sekolah
Ahmad
Ketua RW 05 Desa Kalisuren
Pritam Kishordas
Direktur ISSEI
68
69
70
Telepon Subuh
Keteladanan jauh lebih berpengaruh ketimbang sanksi atau
ancaman. Banyak orang sependapat dengan ungkapan itu,
namun sayang tidak banyak yang bertekad melaksanakannya.
Krisis kepemimpinan, ketidakpercayaan publik, sampai kena-
kalan remaja, kalau dirunut berawal dari minimnya suri taula-
dan ini.
Tetapi keteladanan memang gampang dilisankan, sebaliknya
sungguh berat untuk diterapkan. Apalagi bila faktor lingkungan
tidak mendukung. Maka harus ada dorongan kuat dan kesa-
daran diri yang tinggi bila ingin mewujudkannya.
Dari Surabaya, ada satu contoh konkret bagaimana ketela-
danan diterapkan oleh para pengasuh sekolah. Sekolah Dasar
Al-Hikmah Surabaya mengembangkan pendidikan karakter an-
tara lain dengan pendekatan keteladanan. Logikanya seder-
hana: bila guru dan orangtua memberi contoh yang baik, maka
anak-anak Insya Allah akan mengikuti. Sebaliknya, seperti do-
ngeng fabel klasik, bila induk kepiting berjalan miring maka
otomatis anak-anaknya ikut miring.
Di sekolah yang berlokasi di Jl Kebonsari Tengah No 10
71
Surabaya ini, bel masuk kelas secara formal berbunyi pukul
07.10 WIB, tanda dimulainya pelajaran jam pertama. Namun
sesungguhnya secara nonformal proses pembelajaran telah ber-
langsung beberapa jam sebelum itu, sekitar pukul 04.00 WIB,
ketika adzan Subuh belum berkumandang.
Di sekolah ini ada program yang bernama Subuh Call atau
telepon Subuh. Ini berarti, pada jam segitu, wali kelas SD Al
Hikmah sudah bangun dan sibuk memulai proses pendidikan
pembiasaan: menelepon siswa-siswanya untuk bangun dan ber-
gegas mendirikan Salat Subuh. Sekilas menelepon adalah pe-
kerjaan ringan, tetapi Subuh Call yang sudah didesain menjadi
program sekolah tentu tidak segampang itu. Perlu perencana-
an, koordinasi, pengawasan, hingga evaluasi secara berkesi-
nambungan. Kegiatan ini juga melibatkan siswa- siswa lain de-
ngan cara melakukan telepon berantai. Dengan cara itu akan
terdeteksi siapa yang aktif dan siapa pula yang masih sering
melepas kewajiban salatnya.
Pada awal program ini diluncurkan, sekitar tahun 2002,
tidak semua orangtua langsung menerima. Beberapa walimu-
72
rid mengaku kurang nyaman bila pagi-pagi teleponnya sudah
berteriak. Bahkan ada yang terang-terangan berkomentar bah-
wa Subuh Call itu melanggar wilayah privacy. “Subuhan itu
kan sudah urusan rumah, mengapa sekolah masih ikut cam-
pur?” ujarnya.
Namun melalui pembinaan dan komunikasi intens, dan
terbukti membawa hasil nyata, wali murid akhirnya memahami
bahkan berbalik mendukung program tersebut.
Seusai halo Subuh, saat siswa masih di rumah, proses pem-
biasaan berperilaku baik pun berlanjut. Siswa wajib melakukan
berbagai aktivitas terpuji seperti merapikan tempat tidur hingga
berpamitan kepada orangtua, salim sambil mencium tangan.
Ada 17 butir pembiasaan yang diharapkan dikembangkan
wali murid di rumah dan 16 butir pembiasaan yang dikontrol
wali kelas di sekolah. Kegiatan pembiasaan ini dipantau dengan
menggunakan panduan Buku Penghubung. Orangtua mau-
pun wali kelas tinggal memberi tanda ceklist, bilamana anak-
anak melakukan perbuatan baik.
Buku penghubung ini juga berisi pesan guru ke orangtua
73
atau sebaliknya. “Maaf Bu, di kelas tadi Ananda berjanji mulai
hari ini akan selalu menggosok gigi sebelum tidur. Mohon dii-
ngatkan lagi, terima kasih,” demikian contoh pesan wali kelas
di buku itu.
Sesampai siswa di gerbang sekolah, keteladanan guru kem-
bali diperlihatkan. Setiap siswa disambut jabat tangan dan sa-
paan ramah oleh 10 guru di selasar depan. Konsekuensi dari
“prosesi” ini adalah guru tidak boleh terlambat. Mereka harus
sudah berjajar di gerbang sebelum siswa pertama menginjakkan
kaki di halaman sekolah. Bukan hanya guru, kepala sekolah
pun tidak terkecuali. Bukankah keteladan seyogyanya datang
dari pucuk pimpinan?
“Lho, Bapak Kepala Sekolah kok pagi-pagi sudah ada di
sini?” celetuk Nina, seorang siswa, suatu saat.
Sungguh, datang pagi di sekolah bukan perkara mudah.
Sebab ada sederet alasan “rasional” siap dilontarkan, mulai
dari jalanan macet, kendaraan mogok, urusan keluarga men-
dadak, dan banyak lagi.
“Ya..awal-awalnya memang berat. Tetapi ini komitmen yang
harus diwujudkan bersama. Tapi lama-lama jadi terbiasa,” kata
Bapak Anwar, Kepala SD Al Hikmah Surabaya, yang rutin stan-
by menyalami anak didiknya.
74
lebih memilih mengejar prestasi daripada menyempurnakan
budi pekerti.
Tanpa mengesampingkan prestasi akademis, pendidikan ka-
rakter menjadi tujuan pokok sekolah ini. Anak-anak dibimbing
menjadi disiplin, jujur, mandiri, taat beribadah, hormat dan
patuh pada orangtua, bertanggung jawab, berbudaya bersih,
senang membaca, berkomunikasi santun, dan mencintai Al
Quran.
Strategi utamanya melalui pembiasaan dalam kehidupan
sehari-hari di sekolah dan di rumah. Pembiasaan di sekolah,
setara dengan empat jam pelajaran per hari dikemas dalam
beberapa kegiatan. Sedangkan pembiasaan di rumah dilakukan
oleh orangtua melalui panduan Buku Penghubung.
Oleh karena itu pada jam pertama pelajaran, sekolah rutin
menjalankan program Bina Karakter. Sekitar 20 menit guru
memberi nasihat, taushiyah singkat, mendoakan kawan yang
sakit sebagai wujud empati kepada sesama, mendiskusikan me-
ngapa masih ada yang terlambat salat atau lupa mengerjakan
tugas, dilanjutkan bersama-sama menghitung infak yang di-
dapat pagi itu,
Dari sekian butir akhlak yang dikembangkan program Bina
Karakter, ada satu yang mendapat penekanan khusus yaitu
soal kejujuran. Kejujuran harus digenggam teguh di manapun
dan kapanpun, karena keberhasilan bila diraih tanpa kejujuran
pada hakikatnya adalah kegagalan. Mencontek pada saat ula-
ngan adalah perbuatan tercela, maka guru langsung tegas ber-
tindak.
Pada musim Ujian Nasional 2009, siswa dan pihak pemang-
ku sekolah bersepakat untuk tetap jujur pada pelaksanaan Ujian
Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Manfaat pembia-
75
saan jujur dalam menghadapi ulangan adalah tumbuhnya bu-
daya belajar yang tinggi pada diri anak, sehingga mampu me-
metik nilai UASBN yang memuaskan. Penghargaan dari se-
mua kerja keras itu, siswa kelas VI mendapat anugerah Al Hik-
mah Honesty Award dari Yayasan sekolah.
Bila sikap jujur sudah terpatri, perilaku anak jadi berbeda.
Pernah terjadi, pada saat UASBN 2009, ada oknum pengawas
—yang mungkin berniat baik— membantu seorang siswa.
“Yang itu salah Mbak, yang betul yang ini,” katanya sembari
menuding lembar jawaban siswa.
“Tidak Bu…, saya yakin jawaban saya benar,” jawab siswi
itu bersikukuh.
Sangat mungkin jawaban bantuan dari pengawas itu yang
benar, namun siswa yang satu ini agaknya juga menemukan
kebenaran yang lebih tinggi yaitu bahwa kejujuran dan keya-
kinan diri mempunyai nilai tersendiri.
76
Pembiasaan hidup bersih juga dilakukan dengan cara me-
rapikan dan membersihkan kelas sebelum dan sesudah pela-
jaran dimulai, membuang sampah pada tempatnya, mencuci
tangan sebelum makan, menyiram toilet, dan membuang sisa
makanan pada tempatnya.
Sekolah juga menyediakan kamar mandi dan perlengkapan
mandi. Tempat ini disediakan bagi siswi yang akan melakukan
“mandi besar”. Jika ada siswi yang masa haidnya selesai di jam
sekolah, maka wali kelas mengarahkan dia untuk segera mela-
kukan mandi besar dan melaksanakan salat wajib.
Untuk mendukung suksesnya pola hidup bersih, sekolah
menggalakkan program Jumat Bersih. Setiap Jumat guru ber-
sama anak membersihkan kelas dan lingkungan sekitarnya.
Sedangkan pola hidup sehat dimulai dari kegiatan olahraga.
Untuk mengukur kebugaran siswa, secara berkala sekolah me-
lakukan uji kebugaran dengan treadmill.
77
Ala Bisa Karena Biasa
Jam di dinding kelas menunjukkan pukul 11.30 WIB.
“Baiklah anak-anak, mari kita bersiap-siap melaksanakan
salat zuhur,” kata Bapak Suprayitno. Anak-anak segera berba-
ris dan bergerak menuju masjid. Sebelum berwudhu mereka
melepas sepatu dan menaruh di rak dengan tertib dan rapi.
Sekolah menjadikan aktivitas menaruh dan mengambil sepatu
dengan tertib dan rapi ini sebagai pendidikan tanggung jawab.
Demikian pula aktivitas berwudhu, salat berjamaah dengan
tertib merupakan bentuk tanggung jawab anak pada Allah SWT.
Ala bisa, karena biasa, itulah peribahasa lama yang diterapkan
dalam pendidikan karakter di sini. Siswa bisa bertanggung ja-
wab, manakala dibiasakan untuk bertanggung jawab dalam
kehidupan sehari-hari.
Saat berwudhu, ada sejumlah anggota Tim Penegak Disiplin
Sekolah (TPDS) yang bertugas menjaga ketertiban dan me-
ngecek kesempurnaan wudhu. Dialog berikut ini sering dide-
ngar saat anak-anak berwudhu: “Ayo, diulangi membasuh ta-
ngannya…, tuh sikutnya masih garing (kering)”.
Usai mendirikan salat zuhur anak-anak makan siang bersa-
ma. Selain bimbingan adab dan tata cara makan, anak-anak
diberi tanggung jawab untuk membuang sisa makanan dan
sampah pada tempatnya, serta mengembalikan peralatan ma-
kan pada tempatnya.
Sementara itu untuk memupuk karakter tanggung jawab
juga dapat dilakukan melalui kegiatan berkebun, Children’s
Garden begitu anak-anak menyebutnya. Setiap anak diberi
tanggung jawab untuk merawat tanaman masing-masing.
Untuk meningkatkan intensitas pembiasaan ini, sekolah be-
kerja sama dengan orangtua. Beberapa tanggung jawab anak
78
yang hendaknya dikembangkan di rumah antara lain memakai
dan melepas pakaian sendiri, menaruh tas dan sepatu pada
tempatnya, dan merapikan tempat tidur sendiri.
79
memberikan hadiah kepada anak dengan minat baca tertinggi
di setiap akhir semester. Melengkapi upaya di atas, guru mem-
buat daftar minat baca siswa yang di pampang di kelas, dan
diisi setiap hari oleh anak-anak.
Tidak berhenti sampai di sini, budaya membaca, menulis,
dan berbicara juga dikembangkan melalui kegiatan tematik.
Setelah anak menyelesaikan satu tema mereka akan membuat
produk berupa rangkuman, kerajinan tangan, atau dalam ben-
tuk karya lainnya. Mereka lalu mempresentasikan karyanya di
hadapan teman sekelasnya dalam bentuk General Assembly.
Satu lagi upaya mendidik anak menjadi cerdas yaitu pre-
sentasi tugas akhir. Saat duduk di kelas VI, siswa wajib menyusun
tugas akhir. Bentuknya membuat karya alat dan karya tulis
sederhana. Contoh karya alat antara lain miniatur lift, roket
sederhana, kereta listrik, atau alat pendeteksi logam. Sedang
deskripsi singkat dan cara kerja karya alat itu dituangkan menjadi
karya tulis sederhana. Dengan menggunakan program kom-
puter power point, anak-anak berpresentasi di hadapan orang-
tua, teman sekelas, dan beberapa orang guru. Presentasi itu
juga dilengkapi dengan sesi tanya jawab.
Kreatif Kompetitif
Menghadapi dunia global yang kian kompetitif, dibutuhkan
SDM yang berdaya saing dan kreatif. Untuk itu maka kreativitas
mutlak dikembangkan semenjak dini. Kegiatan melukis meru-
pakan salah satu ajang untuk mengangkat daya kreatif siswa.
Di sinilah olah cipta, rasa, dan karsa dikembangkan. Setiap
siswa kelas V wajib memamerkan minimal dua lukisan. Pada
saat pameran berlangsung, pelukis-pelukis cilik itu dengan sigap
menjelaskan maksud dari lukisannya, bahan yang digunakan,
80
MENGGELAR pameran lukisan. Bila laku, harus mau berbagi.
81
pendidikan kepada mereka yang membutuhkan. Dana ini me-
rupakan akumulasi hasil infak yang dikumpulkan anak setiap
pagi.
Ada lagi kegiatan pasar sekolah atau Business Day. Lewat
program ini siswa merencanakan apa yang akan dijual, berapa
modal yang dibutuhkan, hingga perkiraan laba yang akan di-
raih. Pembelinya adalah semua warga sekolah, termasuk se-
bagian orangtua.
Banyak pembelajaran yang dikembangkan di antaranya
menanamkan pengertian konsep jual beli, penjumlahan, pe-
ngurangan, keterampilan berkomunikasi, termasuk mengenal
ragam produk khas dan makanan daerah. Kejujuran dalam
bertransaksi dan kreativitas mencari kiat agar dagangan laris
manis, juga ikut terasah. Tema yang diusung dalam pasar se-
kolah kali ini adalah Jujur Bisnisku, Berkah Rezekiku.
82
Membangun Segitiga Emas
Jika dicermati hampir 60% hingga 70% waktu anak adalah
bersama orangtuanya. Ini berarti kesempatan orangtua jauh
lebih besar daripada guru. Apalagi secara alamiah orangtua
memiliki hubungan emosional yang kuat dengan anak sejak
mereka lahir. Untuk itu keterlibatan orangtua sangat dibutuhkan
dalam proses pendidikan, terutama dalam hal pembentukan
karakter.
Setiap tahun ajaran baru, sekolah ini membuat komitmen
bersama orangtua. Mereka hadir di sekolah untuk mendengar
dan sharing tentang apa yang akan dicapai selama satu semes-
ter, bagaimana mencapainya, serta apa peran orangtua dalam
program tersebut.
Pada tahap kedua, diadakan kontrak belajar. Setiap anak
bersama kedua orangtuanya wajib hadir di kelas bertemu de-
ngan wali kelasnya. Anak diminta menulis target yang akan
dicapai serta rencana usaha yang bakal dilakukan untuk men-
capai target tersebut. Lalu wali murid menulis komitmen apa
saja yang akan dilakukan untuk mendukung target anaknya.
Tidak ketinggalan wali kelas juga akan menuliskan komitmen-
nya.
Format kontrak belajar itu ditandatangani oleh ketiga pihak.
Lembar asli dibawa oleh anak dan orangtua sedangkan salinan-
nya disimpan wali kelas. Itulah rangkaian aktivitas untuk mem-
bentuk komitmen orangtua dalam pendidikan karakter. Beri-
kutnya wali kelas akan berkomunikasi dengan wali murid me-
lalui buku penghubung.
Sarana komunikasi lain yang dilakukan wali kelas adalah
berkunjung ke rumah siswa (home visit). Dalam satu tahun
ajaran, setiap anak minimal pernah dikunjungi satu kali. Kun-
83
WALI kelas mengunjungi rumah siswa. Menyambung hati
sambil mengurai kendala siswa.
84
Apa Kata Mereka
“Jujur adalah sifat yang sudah saya rasakan dari anak saya,
sudah bisa membedakan yang baik dan buruk karena Allah, dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan shalat.”
Nana Roesdiyana
Orangtua ananda Adam Emir Rosyando Syah
Misbahul Huda
Orangtua ananda Fauzan Zaid
Keppy Damayanti
Orangtua ananda Kunde
85
86
87
88
P
endidikan akademik dan pendidikan karakter adalah dua
pilar yang tidak bisa dipisahkan, oleh karena itu pendi-
dikan karakter ditanamkan secara terintegrasi ke dalam
setiap pembelajaran. Demikian sikap yang diyakini Seko-
lah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 115 Jakarta. Hal ini
juga sejalan dengan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdik-
nas yang mengamanatkan pendidikan berkarakter pula.
Menyadari begitu besar peranan pendidikan karakter, maka
sekolah yang beralamat Jl. K.H. Abdullah Syafei Tebet Jakarta
Selatan ini berupaya menanamkan dan mengembangkan pen-
didikan karakter yang kuat dengan memberikan keleluasaan
bagi peserta didik untuk berani mengambil inisiatif dengan tetap
menekankan rasa tanggung jawab. Berikut ini beberapa kegi-
atan yang berkait dengan pengembangan karakter tersebut.
89
115 Jakarta memanfaatkannya untuk menanamkan ha-hal
yang juga strategis. Jam pertama di sekolah ini tidak serta merta
langsung masuk pelajaran inti. Awal pagi itu dimulai dengan
acara pembinaan oleh wali kelas.
“Anak-anak, pada pertemuan yang lalu kita telah bersama-
sama membahas pentingnya budaya senyum, sekarang akan kita
bahas pentingnya disiplin diri. Tepat waktu adalah salah satu con-
toh disiplin diri. Jika kalian tidak membiasakan dari sekarang, maka
akan menjadi kebiasaan yang amat buruk dan berdampak pada
kehidupan kalian kelak,” kata Ibu Wisma, Wali kelas IX – 9.
Kegiatan Pembinaan Wali Kelas ini dialokasikan dalam jadwal
rutin harian jam pertama kegiatan belajar mengajar. Harapan-
nya, pembinaan dan pembiasaan ini bisa lebih melekat dan
menjadi karakter pada diri peserta didik.
Kegiatan ini diselenggarakan dengan melibatkan wali kelas
dan guru lainnya sebagai narasumber. Adapun tema yang diu-
sung setiap pagi bervariasi, misalnya ketakwaan terhadap Tu-
han Yang Maha Esa, cinta tanah air, bela negara, budaya salam,
hormat pada guru, disiplin diri, dan lain-lain. Dalam kegiatan ini
peserta didik diberi kesempatan untuk berdialog secara terbuka
mengungkapkan hal-hal atau ide ide sehingga mereka merasa
bebas dalam berekspresi dan berkreasi.
Peduli Sampah
Bila jam istirahat tiba, terlihat pemandangan unik di sekolah
ini. Sejumlah siswa keluar meninggalkan ruang kelas, sebagian
menuju ke kantin dan sebagian lain langsung menuju lapangan
untuk bermain. Terlihat mereka keluar sambil menenteng
kantung kresek hitam. Isinya sekumpulan sampah. Tas plastik
itu berfungsi sebagai tempat penampungan sementara.
90
Menjelang pulang, siswa bergegas memilah-milah sampah
yang mereka kumpulkan sewaktu istirahat. Siswa akan mem-
buang sampah pada tong sampah yang telah bertuliskan jenis-
jenis sampah. Dengan kesadaran mereka akan membuang
sampah sesuai jenis-jenis sampah.
Pemandangan di atas merupakan wujud konkret dari pem-
biasaan budaya hidup bersih. Dengan cara ini diharapkan pe-
serta didik terbiasa dengan kebersihan, hidup sehat dengan
lingkungan yang asri dan menyenangkan. Melalui pembiasaan
ini, kepada peserta didik ditanamkan rasa kepedulian yang ting-
gi terhadap lingkungan sekitar sekaligus bertanggung jawab
atas kebersihan lingkungan.
Mengajak hidup bersih tidaklah mudah, sebab ini menyang-
kut masalah perilaku budaya. Butuh waktu dan penyesuaian
serta kesabaran yang tinggi dalam penegakan pendidikan ka-
rakter yang satu ini. Mula-mula memang harus melalui paksaan,
tetapi paksaan tersebut lama-lama akan menjadi suatu kebia-
saan. Asalkan konsisten, progam ini akan banyak manfaatnya
baik bagi peserta didik maupun lingkungan.
91
Jenis bantuan biasanya bersifat situasional.
Meskipun tidak ada bencana, kotak peduli sosial tetap di-
buka. Guru secara rutin menginformasikan kepada peserta di-
dik tentang jenis barang yang bisa disumbangkan sesuai tema
yang ditentukan sebelumnya, misalnya minggu ini berkaitan
dengan buku, minggu depan pakaian layak pakai atau lainnya.
Dengan demikian, begitu terbetik kabar ada bencana alam
mendadak di suatu tempat, maka bantuan itu sudah siap untuk
diluncurkan ke lokasi bencana.
Kotak Peduli Sosial ini merupakan salah satu bentuk pen-
didikan karakter yang penekannya kepada olah hati. Peserta
didik diajak lebih peka terhadap lingkungan sekitar, mengem-
bangkan tenggang rasa dan empati terhadap penderitaan
sesama.
92
dasi, kaus, baju, uang, hingga telepon seluler. Malah kadang
sepatu juga hilang. Bagaimana anak ini, sepatu bisa hilang?
Kalau terus-terusan menampung keluhan anak, bagian Bim-
bingan Konseling (BK) capai juga.
Maka muncullah ide membuat kantung atau kotak barang
temuan atau lost and found. Barang siapa menemukan barang
tertentu, maka diminta kesadarannya untuk memasukkan ke
tempat tersebut. Ada tiga kantung hijau yang ditempatkan di
tiga titik strategis yaitu di ruang piket, di dekat ruang guru, dan
di ruang BK. Siswa yang menemukan barang diminta mengisi
buku khusus yang berisi catatan tentang siapa menemukan
apa dan kapan.
Kiat sederhana tersebut ternyata cukup efektif. Jumlah ke-
luhan jadi berkurang. Banyak pemilik barang menemukan kem-
bali harta bendanya. Begitu menemukan barangnya, si pemilik
barang juga perlu menuliskan pengakuan atau semacam kon-
firmasi bahwa barang tersebut telah diambil pemiliknya. Con-
toh: Nama Herman, tgl 12 Januari 2010 pukul 11.00, sudah
93
mengambil dasi.
Toni, siswa kelas VIII-6, bingung mondar-mandir mengelili-
ngi kelasnya. Kotak pensilnya raib. “Tadi waktu istirahat aku
sempat bawa keluar kelas tapi setelah itu aku lupa naruhnya,”
katanya. Teman dekatnya ikut mencari dan menanyakan ke-
pada teman lainnya. Tapi tidak ketemu juga.
“Kalo gitu kita cek saja di kotak lost and found,” kata Iwan.
Benar, di sana terlihat ada kotak pensil merah miliknya.
“Tuh benar kan, ada teman kita yang menemukan dan me-
ngembalikannya,” kata Iwan.
Sisi positif dari program ini adalah munculnya perasaan pa-
da diri siswa, bahwa barangnya yang hilang kemungkinan besar
dapat ditemukan kembali. Sedang bagi yang menemukan dia
telah belajar “ilmu mahal” yaitu mengembalikan segala sesuatu
yang bukan haknya. Inilah pelajaran dasar antikorupsi yang
perlu dikenal siswa semenjak dini. Kotak temuan juga mampu
memupuk kejujuran dan tanggung jawab pribadi.
Tetapi ada perkembangan menarik. Biasanya kalau yang
hilang itu kaus olah raga, baju atau benda lainnya, sang pemilik
cenderung tak peduli. Barang temuan itu lalu menumpuk lama.
Daripada membuat pemandangan yang tidak sedap, barang-
barang itu dicuci kemudian dikumpulkan lalu dimasukkan ke
Kotak Peduli Siswa.
Manakala barang sudah menumpuk banyak, siswa bersa-
ma guru BK mengirimkannya ke panti asuhan atau ke korban
bencana. Kegiatan sosial menyerahkan sumbangan itu dapat
membangkitkan kepekaan terhadap penderitaan orang lain
dan memunculkan rasa bersyukur, “ternyata saya sangat ber-
untung masih diberi orangtua berkecukupan”.
Sementara jika yang masuk kantung barang temuan itu be-
94
rupa uang, dan pemiliknya tidak juga mengambil, maka dica-
rikan jalan pintas yang bijak, “Sudah sana, masukin kotak amal
masjid sekolah..!” Semua warga sekolah sepakat dengan solusi
itu.
Kegiatan-kegiatan sosial yang sering diselenggarakan se-
kolah ternyata membawa dampak nyata terhadap perilaku dan
kesadaran siswa. Mereka jadi punya empati yang tinggi dan
peduli.
Dalam kesehariannya di sekolahpun anak-anak menjadi baik
dan sopan kepada guru, karyawan, bahkan kepada sesama
teman. Beberapa wali murid mengaku, bahagia dan bersyu-
kur atas perubahan perilaku anak-anaknya yang kini menjadi
lebih mengerti kondisi orangtuanya.
Begitu pula pada saat di sekolah, terutama di kantin keju-
juran, di mana siswa bebas mengambil makanan, kemudian
membayar sesuai harganya. Jika ada siswa yang kedapatan
akan berbuat curang, maka temannya mengingatkan, “Hei ja-
ngan begitu, perbuatan kamu itu dosa, seberapa sih keuntu-
ngan dari jualan itu?” Teguran kecil dari teman seperti itu ka-
dang lebih merasuk ke hati, sehingga muncul kesadaran untuk
tidak mengulangi perbuatan tercela lagi.
Slogan Motivasi
Jika kita sempat berkeliling di arena sekolah SMPN 115
Jakarta, pasti akan menjumpai aneka slogan (labeling) yang
bergelantungan di sepanjang koridor, terpampang di pojokan
majalah dinding, di sekitar tangga, dan beberapa tempat
lainnya. Slogan yang dituliskan di atas playwood itu berisikan
kata-kata bijak, slogan, atau pesan moral yang tujuannya untuk
memotivasi warga sekolah, khususnya para peserta didik agar
95
tergerak untuk berkreasi atau bertindak positif.
Kata-kata mutiara atau ungkapan bijak memang bukanlah
kalimat biasa. Dia merupakan “ekstrak” dari pengalaman men-
dalam ataupun buah perenungan penciptanya, oleh karena
itu wajar jika memiliki daya sentuh kepada membacanya. Ambil
misal ungkapan, kegagalan adalah sukses yang tertunda, bu-
dayakan tepat waktu, tiada hari tanpa prestasi, marilah biasakan
4S (senyum, sapa, sopan, dan serasi).
Labeling ini juga berfungsi untuk mengingatkan warga se-
kolah untuk senantiasa melakukan hal-hal yang lebih baik. Mi-
salnya “ Sudah Senyumkah Anda!” Ungkapan ini akan mem-
buat kita selalu tampil ramah, bersahabat, tidak memperlihatkan
tabiat sombong.
96
tag yang dikalungkan di leher, yang berfungsi untuk legalisasi
bagi peserta didik ketika meninggalkan ruang kelasnya.
Setiap kelas diberi jatah IKK hanya dua buah. Ini artinya
sekolah membatasi untuk izin keluar kelas maksimal dua o-
rang (tentu tetap ada sedikit perkecualian manakala ada hal-
hal yang bersifat khusus).
Jika dijumpai ada seorang siswa ada yang hilir-mudik di
luar kelas tanpa berkalung IKK, maka guru piket akan mene-
gurnya. Dengan pembiasaan IKK ini diharapkan peserta didik
memiliki disiplin diri yang kuat dengan penuh rasa tanggung
jawab.
Pengenalan Profesi
Guru bukan satu-satunya sumber ilmu, oleh karena ini
SMPN 115 Jakarta ini memiliki program rutin mengundang
“guru” dari luar untuk berbagi ilmu. Narasumber itu bisa bera-
sal dari wali murid atau orang-orang profesional. Acara ini di-
97
kemas dalam program Pengenalan Profesi. Berbagai profesi
dihadirkan di kelas, mulai dokter, polisi, pramugari, pilot, pe-
lukis, perajin, pengusaha, sampai sekretaris.
Mereka menyampaikan materi sesuai dengan profesi yang
digelutinya. Misalnya ayah dari salah satu peserta didik adalah
seorang polisi, maka dia menyampaikan seputar profesinya
sebagai polisi. Mulai dari disiplinnya, tata tertibnya, ataupun
kondisi di lapangan lainnya. Yang membuat suasana jadi me-
narik adalah nara sumber tersebut mengenakan pakaian sera-
gam layaknya saat dia sedang bertugas.
Dalam kesempatan pengenalan profesi itu siswa berkesem-
patan bertanya jawab mengenai berbagai hal yang berhubu-
ngan dengan profesi atau pekerjaan nara sumber. Seperti, “apa
suka dukanya menjadi dokter?” atau “bagaimana caranya agar
bisa menjadi pengusaha sukses Bapak seperti sekarang?”
Pengenalan profesi ini penting diinformasikan sejak dini agar
siswa memiliki gambaran konkret tentang masa depan, peluang
pekerjaan, dan mendapat inspirasi sesuai profesi yang diimpikan.
Cerita-cerita narasumber tentang susah payahnya menggapai
sukses, akan memberi pemahaman kepada siswa pentingnya
keuletan dan bekerja keras dalam hidup. Sikap dan perilaku
narasumber yang tampil juga akan memberi ilham buat siswa
untuk bertindak serupa bila kelak ingin menjadi sosok seperti
itu.
Kegiatan ini selain bertujuan menambah wawasan siswa (o-
lah pikir), juga menginspirasikan kepada siswa hal-hal yang
harus diteladani jika ingin mencapai cita-cita. Siswa bisa mene-
ladani karakter polisi yang selalu mengedepankan kedisiplinan,
meneladani karakter dokter yang ulet, seorang ustad yang jujur
atau yang lainnya. Dengan menghadirkan contoh kongkret
98
tersebut, diharapkan siswa dapat mengembangkan karakter
karakter positif.
99
sesama teman di lingkungan masyarakat tempat dia tinggal.
Memberikan contoh kegiatan positif produktif seperti mengajak
ramai-ramai mendaur ulang benda-benda bekas menjadi pro-
duk yang menarik dan berdaya jual tinggi.
Seorang siswa bernama Joko melakukan hal seperti itu. Se-
tiap hari sepulang sekolah, siswa ini menawarkan beberapa
produk mie instan ke kantin dan sekitarnya dengan harga relatif
murah dibanding toko biasa.
Berkat keluwesannya dalam menawarkan barang dagangan,
secara bertahap relasinya bertambah. Ada beberapa kantin
yang menjadi pelanggannya, dengan begitu Joko mendapat
tambahan uang jajan dan biaya untuk membeli alat-alat tulis.
Setiap pulang sekolah Joko kulakan ke pusat grosir, paginya
sambil bersekolah dia membawa barang pesanan itu ke kantin.
Ada satu lagi contoh siswi kreatif dan mandiri. Andri setiap
harinya membawa dagangan milik orangtuanya ke sekolah.
Berbagai kue ditawarkan kepada teman-teman sekelasnya.
100
MEMBUAT poster, kegiatan kreatif menyebarkan kesadaran.
101
meminta sama orang lain. Dengan memahami bahwa mencari
uang itu tidaklah mudah, maka kita harus belajar mencari uang
sejak dini, sehingga kelak tidak canggung atau kaget.
102
103
104
OUTBOUND bersama Kostrad TNI AD, menggembleng mental.
B
ermula dari Sekolah Laboratorium. Pada 12 Februari
1968 IKIP Jakarta mendirikan sekolah ini untuk praktik
mengajar, penelitian, dan inovasi pendidikan, yang ke-
mudian dikenal sebagai Laboratory School. Tahun
1972, misi tersebut dianggap selesai, lalu diubah menjadi Com-
prehensive School sebagai tempat pembinaan keterampilan
(Proyek TPK) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tahun 1974, sekolah ini menjadi sekolah PPSP (Proyek Pe-
rintis Sekolah Pembangunan) guna menguji coba ide-ide pen-
didikan untuk masukan bagi pembaharuan pendidikan nasio-
nal. Sekolah PPSP berlangsung hingga 1986. Seluruh sekolah
PPSP, dari jenjang SD hingga SMA, dijadikan sekolah negeri,
dan menyisakan TK yang tetap dikelola Yayasan Pembina IKIP.
Atas permintaan masyarakat, pada 1992 Yayasan Pembina IKIP
105
Jakarta membuka SMP dan SMA. Tahun 1999, TK, SMP, dan
SMA tersebut menggunakan nama Labschool.
Labschool mengusung visi mencetak siswa yang beriman,
berilmu, beramal, yang dituangkan dalam slogan “membentuk
pribadi kreatif dan berprestasi”. Visi tersebut diwujudkan dalam
sistem pendidikan yang komprehensif, yang memenuhi rumus-
an Unesco menyangkut empat pilar pendidikan, yakni belajar
mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning
to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan
belajar menjadi (learning to be). Pilar pendidikan tersebut se-
jalan dengan empat pilar karakter yakni olah pikir, olah raga,
olah rasa dan karsa, serta olah hati. Semua pilar itu dirangkum
dalam program pendidikan yang hangat, yang membuat para
siswa memiliki kedekatan dengan seluruh pendidik.
106
gerbang menyambut mereka. Siswa sekolah ini datang dari
berbagai daerah sekitar, termasuk dari Bogor dan Bekasi yang
berasal dari berbagai lapis kalangan berbeda. Semua disambut
secara sama. Labschool dianggap sebagai salah satu pelopor
sekolah yang pimpinannya menyambut dan menyalami siswa
setiap pagi. Suara sapaan Assalamualaikum atau Selamat Pagi
menjadi nuansa sekolah ini semenjak awal berdiri.
Begitu ‘jam sekolah’ mulai, siswa tak langsung berhadapan
dengan pelajaran. Dibimbing guru, siswa muslim wajib tadarus
atau membaca ayat Al-Quran lebih dahulu. Hal itu berlangsung
rutin Senin hingga Kamis. Khusus Jumat, waktu diperpanjang
40 menit guna memperkuat hafalan siswa. Diharapkan siswa
sudah harus hafal setidaknya Juz 30 Al-Quran selama masa
pendidikan. Sementara itu siswa Nasrani berkumpul untuk
mendapat bimbingan tersendiri. Hanya setelah pendalaman
agama selama 15 menit itu dilakukan, penyampaian pelajaran
dapat dilakukan.
Pendidikan spiritualitas demikian dilanjutkan lagi saat zuhur.
Begitu adzan berkumandang di masjid sekolah, Masjid Baitul
Ilmi, guru dan siswa bergegas salat berjamaah. Guru akan ber-
gantian menjadi imam salat. Sesudahnya, diadakan ceramah
“kultum” selama 5-7 menit yang akan diisi siswa secara bergi-
liran setiap hari. Ini untuk melatih keberanian siswa tampil di
publik, mengembangkan inspirasi, sekaligus untuk pendalaman
keagamaan.
Berbagai pendekatan tersebut menguatkan posisi Labschool
sebagai sekolah umum yang kuat dalam pendekatan relijiusnya.
Kantor Direktorat Pendidikan Agama Islam Dirjen Pendidikan
Islam menyebut sebagai Sekolah Menengah Pertama berciri
khas Islam. Seorang alumnus menyebut, kalau libur anak-anak
107
SMP Labschool suka main ke mal-mal. “Tapi anak-anak pasti
menyempatkan salat kalau waktunya tiba”. Karakter itu
disebutnya sebagai kelebihan sekolah ini.
Labschool mengemban visi mempersiapkan calon pemim-
pin masa depan yang bertakwa, berintegritas tinggi, memunyai
daya juang yang kuat, mempunyai kepribadian yang utuh,
108
biasa disebut SAKSI merupakan program penting untuk melatih
tanggung jawab dan kepemimpinan siswa. Program ini oleh
Harian Media Indonesia edisi 21 Februari 2010 diberi judul
Berlatih jadi pemimpin di bawah komando Kostrad. Melalui
program ini pula pengurus digembleng menjadi pemimpin,
setelah melalui proses seleksi yang ketat baik menyangkut pres-
109
05.30 untuk lari bersama dan melatih kedisiplinan, tanggung
jawab, kerja sama dan solidaritas. Mereka juga ditempa dengan
Latihan Dasar Kepemimpinan dan Manajemen Siswa (LKMS)
yang menghadirkan narasumber dari mantan-mantan aktivis
kampus serta pembinaan fisik dari Kostrad TNI AD. Selain itu,
pembinaan mental juga dilakukan melalui kegiatan pesantren
atau retret untuk memperkuat pondasi spiritualitas mereka.
Dengan berbagai pendekatan itu, sekolah ini mendidik siswa
siap menjadi calon pemimpin yang jujur dan bertanggung ja-
wab. Dua sikap ini tecermin dalam perilaku sehari-hari siswa,
seperti selalu menyampaikan pada guru piket juga menemukan
barang atau uang, berterus terang saat mengakui kesalahan,
serta siap menerima sanksi dengan senang hati bila melakukan
pelanggaran.
110
"Labschool adalah sekolah yang menonjolkan proses pembel-
ajaran interaktif serta praktik-praktik laboratorium, sehingga
memberikan jaminan kepercayaan pada orangtua murid untuk mendidik
putra-putri mereka agar menjadi insan yang bermakna bagi lingkungan,
keluarga, dan bangsa. Sebagai bagian dari sistem pendidikan nasio-
nal, sekolah ini telah memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi
generasi yang akan menjadi penentu masa depan bangsa Indonesia.
Dengan adanya suatu ciri khas proses pembelajaran yang ber-
beda, selaku salah satu orangtua murid Labschool saya berkeyakinan
bahwa siswa-siswi hasil didikan sekolah ini akan dapat bersaing
secara sehat di tengah-tengah perkembangan dunia yang semakin
penuh dengan tantangan dewasa ini. Di samping itu, komitmen yang
telah ditunjukkan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah ini
tentu akan menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang kreatif,
produktif, dan bermoral.
Pada kesempatan baik ini, saya menyampaikan rasa bangga dan
hormat kepada pimpinan dan para pengajar bahwa proses
pembelajaran yang diterapkan memberikan suasana kekeluargaan
sedemikian rupa, sehingga dapat meringankan beban pikiran orangtua
di tengah-tengah perkembangan situasi yang dapat berpengaruh
kepada sikap, perilaku, dan pola pikir generasi muda.
111
Dari proses tersebut akan ditemukan kelompok terbaik dari
masing-masing kelas. Langkah berikutnya, setiap kelompok
terbaik itu mempresentasikan secara panel di hadapan seluruh
siswa pada kelas paralel dengan mengundang narasumber yang
berhubungan dengan tema yang diangkat oleh kelompok yang
maju presentasi. Peraih juara mendapat reward pada saat upa-
cara bendera.
Kegiatan wajib yang harus dilakukan oleh siswa sebagai salah
satu profil lulusan sekolah ini adalah pembuatan dan presentasi
karya tulis ilmiah —siswa sering menyebutnya Kartul. Kartul
harus ditempuh siswa kelas VIII. Kegiatan ini dimulai dengan
membuat karya tulis ilmiah berdasarkan hasil studi pustaka,
survei, wawancara, pengamatan, atau hasil penelitian. Untuk
mengapresiasi karya tulis mereka, dilakukanlah sidang karya
tulis yang dijadwalkan pada pertengahan semester II.
Kegiatan olah pikir juga diorientasikan untuk membentuk
112
siswa berdaya saing tinggi. Mereka dibina dalam kelompok
siswa Pencinta Mata Pelajaran. Mereka dipersiapkan untuk
mengikuti berbagai jenis lomba. Siswa pecinta matematika
masuk dalam wadah Go Team (Go to The Champion Olym-
piad Mathematic). Siswa yang berbakat fisika dikelompokkan
dalam Pot Labs (Physic Olympiad Training Labschool), dan
siswa siswa penggemar biologi pasti bangga bergabung dengan
Bio Pro (Biology Programe for Olympiad).
Labschool berhasil mengirim siswanya pada International
Junior Science Olympiad tingkat Nasional dan juara dalam
Olimpiade Sains dan Matematika tingkat Nasional, International
World Youth Mathematics Intercity Competition, International
Mathematics Competition, dan lain-lain.
Olah pikir yang berorientasi pada pengembangan kreativitas
dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler (ekskul). Terdapat
33 jenis ekskul yang dapat dipilih siswa di sekolah ini. Untuk
mendapat gambaran tentang potensi minat, bakat, dan kre-
ativitas dengan jenis ekskul yang cocok, di awal kelas VII siswa
mengikuti tes psikologi minat dan bakat dengan pendekatan
multiple inteligence. Pada saat kenaikan kelas nilai ekskul dija-
dikan salah satu syarat kenaikan kelas.
Untuk memamerkan hasil pembinaan ekskul, pada minggu
pertama awal tahun pelajaran siswa menggelar Ekspo Ekstra-
kurikuler. Mereka membuka stan, demo, atau atraksi. Selain
itu juga mengadakan Pentas seni dan mengisi acara pada ber-
bagai kegiatan seperti seminar, menyambut tamu, upacara,
penerimaan siswa baru, dan pelulusan siswa.
Antusiasme, tanggung jawab, dan totalitas seringkali ditun-
jukkan oleh siswa pada saat mereka tampil dalam acara-acara
tersebut. Untuk mengapresiasi minat, bakat, dan kreativitas sis-
113
wa diadakan pentas seni dan pembuatan majalah sekolah (ma-
jalah Gema). Pentas seni menampilkan atraksi seni dari ber-
bagai jenis ekskul, seni/budaya nasional, dan atraksi dari se-
kolah-sekolah lain yang diundang. Kegiatan yang memerlu-
kan dana cukup besar ini mendidik siswa secara mandiri untuk
memiliki jiwa kewirausahaan. Panitia pelaksana yang semuanya
siswa (sementara guru hanya panitia pengarah), berupaya un-
tuk menyukseskan acara dengan mengatur kepanitiaan layak-
nya sebagai event organizer (EO), menyebar proposal ke ber-
bagai instansi baik pemerintah maupun swasta untuk mencari
sponsor atau donatur. Kemampuan komunikasi sangat me-
nentukan keberhasilan menggandeng sponsor untuk kegiatan
tersebut.
Pembuatan majalah sekolah selain mengimplementasikan
potensi siswa di bidang jurnalistik, juga menanamkan nilai-nilai
interpreneur kepada siswa khususnya redaktur majalah, karena
untuk pencetakan, distribusi dan penjualan majalah memerlu-
kan seni tersendiri supaya majalah tersebut tetap eksis dan di-
minati. Majalah Gema terbit dua edisi dalam satu tahun dan
90% isi dari majalah adalah karya siswa.
Guna menumbuhkan minat dan bakat dilakukan juga de-
ngan mendatangkan tokoh karir yang sukses. Kegiatan ini lazim
dikenal dengan Career Day.
114
Kebersihan sekolah bukan hanya merupakan tanggung ja-
wab petugas kebersihan. Bila mendapati sampah, guru akan
langsung mengambilnya dan itu menjadi teladan bagi seluruh
siswa, sehingga hidup bersih merupakan nilai-nilai yang diapli-
kasikan oleh seluruh keluarga Labschool.
Selain itu guru juga memberi teladan dalam hidup sehat
termasuk dalam berolah raga. Setiap Jumat, guru dan pegawai
sekolah ramai-ramai bersama siswa lari pagi keluar kompleks
sekolah. Ini kegiatan terpisah, di luar pelajaran olah raga. Su-
asana kebersamaan dan menghibur ditekankan dalam kegiatan
tersebut. Setiap minggu keempat diadakan pertandingan olah-
raga, di antaranya sepakbola. Pertandingan dilakukan baik an-
tarkelas, antarangkatan, maupun dengan guru serta pegawai
sekolah. Ada juga program Lari Lintas Juang sejauh 12 km
yang melibatkan orangtua siswa. Kegiatan ini dilakukan berkait
dengan pelantikan pengurus OSIS/MPK.
OSIS/MPK juga aktif menyelenggarakan even olahraga. Se-
tiap tahun mereka menggelar pesta olah raga dengan meng-
undang sekolah lain di wilayah Jakarta dengan nama In Labs.
Penyelenggara kegiatan adalah siswa sendiri, termasuk dalam
115
penggalangan dananya. Sekolah hanya bertindak sebagai pem-
bimbing dan pengawas.
116
“Sekolah adalah ruang formal di luar aspek lingkungan sosial dan keluarga
yang mengemban tugas menumbuhkembangkan akal budi siswa-siswi. Akal
budi akan tumbuh bila aspek sains, estetika, teknologi dan etika
ditumbuhkembangkan di berbagai kegiatan sehari-hari di sekolah, dan dari
ruang kelas dan berbagai ekstrakurikuler. Sebutlah dengan berorganisasi siswa
melatih diri bermasyarakat dan mengelola daya hidup keutamaan berbangsa
(disiplin, respek, kritis). Dengan berkesenian, lingkungan, dan melatih berbagai
penciptaan membaca lingkungan dan ruang yang bersahaja untuk tumbuh
kembang tubuh dan pikiran serta rasa. Sementara dengan aktivitas teknologi
dan sains, daya penemuan dikembangkan. Dan dengan aktivitas sosial, maka
daya rasa kemanusiaan ditumbuhkan. Sebagai orangtua murid, saya merasakan
Labschool memberi ruang pilihan bagi pengembangan akal budi. Sebuah
pengembangan yang hanya bisa dilakukan dengan kecintaan guru-guru dan
pendiri kepada pendidikan dan keindahan pertumbuhan siswa-siswi. Pada
yang terakhir ini, sesungguhnya modal sosial terbesar Labschool untuk
mengemban daya tumbuh akal budi.”
117
ngumpulkan uang mereka juga mengumpulkan pakaian pantas
pakai, alat tulis, dan berbagai kebutuhan sekolah. Dana dan
barang yang terkumpul disalurkan kepada siswa yang kurang
mampu, sekolah, panti asuhan, panti jompo, dan sekolah sing-
gah. Kegiatan ini dikenal dengan teman asuh.
Suatu saat, guru BK melaporkan ada orangtua siswa dari
salah satu SMA Negeri unggulan Jakarta Timur datang ke se-
kolah dan berterima kasih karena anaknya dapat melanjutkan
sekolah dengan biaya uang pangkal dan SPP bulanan sampai
kelas XII ditanggung oleh salah satu orangtua siswa melalui
kegiatan teman asuh ini.
Pendidikan karakter di sekolah tidak semata-mata dilakukan
oleh guru dan siswa, tetapi peranan orangtua siswa juga tak
kalah penting. Untuk meningkatkan peran serta orangtua da-
lam pembentukan karakter maka setahun sekali sekolah me-
ngadakan kegiatan Orangtua Berbagi Wawasan (Parent’s Day).
Kegiatan ini ditargetkan untuk mendekatkan hubungan o-
rangtua dengan sekolah dan orangtua dengan siswa di sekolah.
Kegiatan dimulai dengan olahraga pagi bersama, yaitu lari pagi
118
dan senam, dilanjutkan dengan makan bersama. Setelah isti-
rahat, di setiap kelas, tampil satu atau lebih orangtua menjadi
guru. Mereka berbagi pengalaman sesuai dengan latar belakang
pendidikan atau profesi orang yang bersangkutan.
Kegiatan ini sangat menarik karena orangtua dapat mera-
sakan tugas dan peran guru di kelas dan juga dapat memberi-
kan informasi (materi pelajaran) yang sesuai dengan bidang
keahliannya sehingga lebih pas dipahami siswa. (*)
119
120
121
122
GEMAR meneliti, ciri utama calon ilmuwan.
M
emang orangtua adalah pihak yang paling bertanggung
jawab atas karakter putra-putri mereka. Termasuk di
dalamnya, memilih sekolah yang tepat. Hal itu meru-
pakan salah satu bentuk tanggung jawab dalam rangka
membentuk seorang pribadi yang baik. Begitu pula dengan
SMAK 1 PENABUR Jakarta.
Sekolah yang terletak di Jalan Tanjung Duren Raya No. 4
Jakarta Barat ini terkenal dengan banyaknya jumlah siswa yang
123
meraih juara dalam berbagai
bidang. Mereka bahkan me-
raih berbagai medali di ting-
kat internasional. Walaupun
begitu, pendidikan karakter
siswa tetap menjadi perhatian.
Seluruh kegiatan dikemas
sedemikian rupa dengan ha-
rapan dapat membentuk
pribadi yang berkarakter.
124
hal mendasar: Bahwa tanpa pertolongan Tuhan, manusia tidak
mampu berbuat apa-apa.
Pendidikan karakter sederhana pun dilanjutkan. Setelah re-
nungan, sebelum memulai pelajaran, semua siswa memberi
salam kepada guru. Salam dilakukan sebelum dan sesudah
pelajaran. Karena dalam satu hari ada sembilan jam pelajaran,
sesering itu pula siswa memberi salam. Mungkin sekilas tampak
sepele, tapi siswa SMA jadi terbiasa memberi hormat kepada
orang lain, termasuk orangtuanya.
Dalam setiap proses pembelajaran, guru selalu berusaha
menyisipkan atau menghubungkan materi pelajaran dengan
nilai-nilai hidup luhur sehari-hari. Pada saat istirahat, di mana
siswa bisa makan, ngobrol, dan berinteraksi satu sama lain,
sekolah juga memberikan batasan dan aturan demi kebaikan
mereka sendiri. Salah satu tata tertib sekolah yang diterapkan
dengan tegas adalah para siswa dilarang keras berpacaran di
sekolah! Hal ini penting agar siswa dapat konsentrasi pada proses
belajar.
Guru-guru bimbingan konseling di sini sering mengingatkan,
masa di SMA adalah masa yang paling baik untuk bergaul de-
ngan banyak orang. Maka jika siswa berpacaran, dengan sen-
dirinya lingkup pergaulannya mereka menjadi terbatas. Pada
dasarnya, sekolah tidak melarang siswa memiliki pacar atau
teman spesial. Tapi aktivitas berpacaran, seperti berpegangan
tangan, berduaan, atau bermesraan, tidak diperbolehkan di
lingkungan sekolah. Hal ini diatur secara eksplisit dalam Pasal
20 Tata Tertib Siswa yang melarang siswa melakukan aktivitas
berpacaran atau bermesraan di lingkungan sekolah apalagi me-
lakukan kontak fisik.
Dengan adanya tata tertib ini, siswa dan guru bisa langsung
125
menegur siswa yang
kelihatannya mulai
menunjukkan akti-
vitas berpacaran.
Ketika ada indikasi
seperti itu, kadang
guru atau teman se-
gera mengingatkan:
"Awas, pasal 20!" Bi- MOS bukan ajang kekerasan.
asanya mereka da-
pat menerima teguran itu dan mengubah perilakunya. Sedang-
kan di luar sekolah bukanlah tanggung jawab sekolah, tapi
tanggung jawab orangtua dan siswa itu sendiri. Namun jika
guru melihat prestasi belajar siswa menurun gara-gara berpa-
caran, maka guru segera memberi pembinaan.
Tata Tertib sekolah juga mengatur penampilan siswa, mulai
dari cara berpakaian, tata rambut, hingga menjaga kebersihan
lingkungan sekolah. Tong sampah diletakkan pada tempat-tem-
pat yang mudah dijangkau supaya siswa gampang membuang
sampah. Tata Tertib wajib dipatuhi. Tidak ada alasan untuk
melanggar karena sudah disosialisasi sejak pertama kali mereka
menginjakkan kaki di sekolah ini.
Ya, pengenalan tata tertib sekolah dimulai sejak dini. Pertama
memasuki lingkungan sekolah, seluruh siswa kelas X harus me-
ngikuti masa orientasi siswa (MOS). Masa di mana mereka mulai
mengenal lebih jauh tentang sekolah barunya. Kegiatan MOS
merupakan sarana sosialisasi dan interaksi antara sekolah de-
ngan siswanya. Diawali dengan pengenalan visi dan misi seko-
lah. Visi sekolah adalah mewujudkan sumber daya manusia
berkualitas unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta
126
peduli terhadap sesama berdasarkan nilai-nilai hidup Kristiani.
Sedangkan misinya yang menonjol adalah menyiapkan calon
inventor/ilmuwan masa depan yang menguasai ilmu pengeta-
huan dan teknologi, kreatif, inovatif, mandiri dan proaktif serta
mempunyai landasan iman yang teguh.
Tidak ada kekerasan pada saat MOS, malahan kakak-kakak
kelas sering memberi tips bagaimana kiat belajar. Yang pasti
kegiatan berkelompok selama MOS, membuat siswa saling me-
ngenal, menjadi akrab, dan dapat bekerja sama dengan baik.
Setelah MOS, di awal tahun pelajaran, siswa baru dan guru
berkumpul untuk kebaktian dan upacara bersama, dilanjutkan
dengan berkenalan dengan guru dan tenaga kependidikan
lainnya. Upacara bendera rutin dilakukan sebulan sekali guna
memupuk rasa cinta kepada bangsa.
Rasa cinta negara ini terbukti terus berkembang bahkan
setelah mereka lulus. Sangat banyak lulusan SMAK 1 PENABUR
Jakarta yang melanjutkan studi ke luar negeri, namun tatkala
musim liburan mau berbagi pengalaman di almamaternya. Bah-
kan ada yang rela mengajar di kelas untuk materi-materi ter-
tentu yang mereka kuasai.
Alumni itu masih suka bertandang ke sekolah dan berbin-
cang dengan gurunya. Mereka bercerita di negara tempat me-
reka kuliah ada komunitas mahasiswa Indonesia. Mereka bisa
saling menghibur ketika rindu kampung halaman. Mereka juga
berusaha menampilkan seni budaya Indonesia di kampus me-
reka. Waktu terjadi bencana gempa di Padang, mereka beru-
saha menggalang dana di kampus untuk korban bencana ter-
sebut.
Setiap siswa harus memilih satu kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan ini harus diikuti sekali dalam seminggu selama satu
127
tahun pelajaran.
Sedikitnya ada 28 pilihan ekstrakurikuler di sekolah ini, mu-
lai dari berbagai olah raga hingga seni pertunjukan modern
dan tradisional. Ada juga ekskul bahasa (Mandarin, Jepang,
dan Korea), igo, aikido, desain web dan grafis, club robotic,
fotografi, Youth Christian Community, PMR, paskibra, hingga
kerajinan tangan. Pilihan berarti tanggung jawab. Oleh karena
itu siswa harus hadir pada kelas ekstrakurikuler yang dipilihnya.
Adu Kreativitas
Setiap siswa di SMAK 1 PENABUR Jakarta belajar banyak
hal. Berbagai kegiatan dijalani mulai dari kelas X sampai kelas
XII. Pelajaran muatan lokal (mulok) contohnya. Kegiatan pem-
belajaran ini difokuskan pada pemunculan ide-ide kreatif ten-
tang pemberdayaan lingkungan dan hasilnya akan dipamerkan
pada hari Kreativitas. Pada hari itu seluruh siswa menampilkan
karya kreasi dan inovasi terbaiknya.
128
Lihat, siswa kelas X memamerkan karya berbasis barang
bekas, di antaranya boneka cantik, tas, lampu tidur, akuarium,
dan lain-lain. Sementara di ruangan lain siswa kelas XI me-
nampilkan hasil penelitian karya ilmiah.
Ada yang melaporkan hasil penelitian tentang proses per-
kembangbiakan bakteri pada suhu yang berbeda, ada pula
yang membuat detektor erupsi gunung berapi dan banyak lagi
lainnya. Semua siswa dan wali murid mengunjungi pameran
129
karya wisata.
Dua tahun lalu,
siswa kelas X mengi-
kuti Live-in di Suka-
bumi. Mereka ting-
gal di rumah pendu-
duk desa dan me-
ngikuti seluruh kegi-
atan warga setem-
pat selama tiga hari.
Dengan kegiatan itu
beberapa siswa me-
ngaku menemukan
kesadaran baru
bahwa ternyata sulit
juga jadi orang desa.
Petani dan buruh
MENANAM mangrove, peduli lingkungan.
tani harus bekerja
keras di sawah ber-
lumpur. Program ini mendidik siswa jadi belajar bertanggung
jawab serta menghargai orang lain.
Di sana peserta live-in juga berbagi pengetahuan kepada
anak-anak desa. Mereka datang ke sekolah yang sangat se-
derhana dan bersemangat membantu guru-guru mengajar.
Diajar kakak kelas seperti itu boleh jadi justru membantu adik-
adik kecil itu lebih mengingat pelajaran.
Akan tetapi tahun ini siswa kelas X tidak pergi Live-in. Me-
reka mengikuti Character Building dengan bimbingan Marinir.
Di Markas Marinir di Cilandak mental mereka dibentuk dengan
tata cara prajurit. Hasilnya siswa menjadi lebih tangguh (be
130
tough), disiplin, bertanggung jawab dan menghargai orang lain,
serta kerja sama.
Lain halnya dengan siswa kelas XI. Mereka mengikuti retret.
Mereka mengikuti berbagai sesi yang banyak mengajarkan hi-
dup yang baik dan benar terhadap sesama manusia dan di
hadapan Tuhan. Pada kesempatan itu mereka diingatkan lagi
akan nilai-nilai luhur yang dikenal di lingkungan PENABUR
sebagai N2K atau Nilai-nilai Kristiani: Nilai diri berdasarkan
Kristus, pengendalian diri dan kedisiplinan, keberanian, keju-
juran, kerendahan hati, cinta kasih, kepedulian, kesetiaan dan
tanggung jawab, kebaikan hati, damai, kebijaksanaan, dan ke-
adilan. Keinginan untuk melakukan hal yang buruk sering me-
ngalahkan yang baik. Untuk itu, solusi yang tepat adalah me-
mohon kekuatan dari Tuhan untuk dapat melawan keinginan
yang tidak baik.
131
Karya wisata adalah kegiatan untuk kelas XII. Siswa disertai
beberapa guru mengunjungi beberapa pabrik dan industri pe-
rumahan di wilayah Jakarta, Bogor, dan Bandung. Di tempat-
tempat tersebut banyak pelajaran yang dapat dipetik, mulai
dari penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang
dipelajari di sekolah hingga bagaimana cara hidup masyarakat
yang berhubungan dengan industri tersebut.
Mereka juga mengunjungi pusat budaya Sunda Saung
Mang Ujo di Bandung. Sungguh suatu karya yang mulia me-
ngembangkan seni budaya tradisional sambil mengembangkan
masyarakat sekitar.
Selain ketiga kegiatan yang dilaksakanan berbarengan itu,
masih banyak kegiatan lain yang mengasah kepedulian sosial
seperti, kunjungan ke panti asuhan/werdha, menyantuni pen-
jaga lintasan kereta api atau penyapu jalan. Selain itu juga ada
bakti sosial seperti buka puasa bersama, pembagian sembako,
membantu korban gempa, donor darah, sunatan massal, peduli
lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya, dan
go green. Acara yang disebut paling akhir ini adalah kegiatan
menanam 3.000 pohon bakau di kawasan pantai oleh siswa,
guru, dan orangtua. Tujuannya adalah membantu menyela-
matkan pantai dan bumi.
Ada lagi satu kegiatan simpatik guna melatih siswa peduli
sesama (share with society). Namanya program Sahabat Masa
Depan. Dalam program ini siswa secara sukarela menentukan
sendiri besar sumbangan yang akan diberikan setiap bulannya.
Sumbangan itu bertujuan untuk membantu biaya sekolah adik-
adik asuh yang berada di kantung-kantung daerah miskin se-
perti Kebumen, Sukabumi, Gunung Kidul, dan sebagian wila-
yah DKI Jakarta sendiri. Jumlah sumbangan tidak ditentukan
132
besarnya. Yang penting konstan jumlahnya dan siswa harus
disiplin membayar sesuai dengan janjinya, sebab hal itu berkait
dengan kelangsungan sekolah adik-adik asuh mereka.
Kiprah Mendunia
Untuk mengasah kemampuan siswa dalam mata pelajaran
dan menyiapkan mereka agar mampu berkiprah mendunia
(excel world-wide) sekolah juga menyelenggarakan berbagai
kegiatan pendukung. Ketika siswa duduk di kelas XI mereka
mengikuti Science Camp. Pada perkemahan sains itu siswa kelas
IPA belajar melihat penerapan teori dan rumus-rumus fisika,
matematika, kimia, dan biologi dalam kehidupan sehari-hari.
Di perkemahan lain siswa kelas IPS belajar penerapan ilmu-
ilmu sosial dalam masyarakat. Mengasyikkan dan cukup me-
nantang.
Masih berkait dengan sains, sekolah juga mengadakan pe-
133
ngayaan untuk siswa yang berminat mengikuti olimpiade sains.
Kegiatan ini disebut Science Club. Peserta klub ini harus ber-
komitmen untuk selalu hadir pada waktu pelatihan dan bersedia
diikutsertakan lomba. Banyak piala berhasil diraih oleh peserta
klub sains ini.
Setiap tahunnya tidak sedikit prestasi yang dihasilkan siswa
SMAK 1 PENABUR Jakarta, baik untuk kegiatan akademis dan
nonakademis. Prestasi tersebut diperoleh mulai dari tingkat pro-
vinsi, nasional, dan internasional. Setiap tahun ada saja medali
kompetisi internasional yang diraih. Pada 2009 sekolah ini me-
ngirimkan tujuh siswa untuk membawa nama bangsa Indone-
sia berlaga di olimpiade internasional seperti IPhO (Internatio-
nal Physics Olympiad), IMO (International Mathematics Olym-
piad), IChO (International Chemistry Olympiad), IBO (Interna-
tional Biology Olympiad), dan IOI (International Olympiad in
Informatics). Dari ketujuh siswa tersebut enam orang di anta-
ranya berhasil memboyong medali.
Tahun-tahun sebelumnya juga banyak siswa yang maju di
134
ajang internasional dan memperoleh prestasi. Prestasi dalam
bidang Astronomi diperoleh pada 2008 (International Olym-
piad in Astronomy and Astrophysics - IOAA). Bahkan pada
2006, Jonathan Pradana Mailoa berhasil mengharumkan nama
bangsa dengan keberhasilannya memperoleh medali emas dan
Absolute Winner pada Olimpiade Fisika Internasional (IPhO)
2006 di Singapura.
Selain prestasi internasional dalam bidang akademis, SMAK
1 PENABUR Jakarta juga berpengalaman mengikuti kompetisi
Paduan Suara se-Asia dan berhasil memperoleh medali perak.
Di SMAK 1 PENABUR juga ada program Tutorial. Beberapa
siswa menjadi tutor bagi teman-temannya. Ketentuan untuk
menjadi tutor tidak harus peserta olimpiade tetapi siapa saja
yang berminat dan mendapat referensi dari guru. Peserta tuto-
rial adalah siapa saja siswa yang merasa perlu penjelasan me-
ngenai materi-materi tambahan tersebut.
Di sini terjadi kegiatan berbagi pengetahuan (sharing know-
ledge) dalam suasana saling berbagi dan menghargai. Banyak
siswa yang mau jadi tutor karena mereka akan mendapat surat
rekomendasi dari sekolah. Kelak surat itu akan mereka gunakan
sebagai referensi memasuki perguruan tinggi.
Untuk menambah cakrawala wawasan setiap tahun sekolah
ini mengadakan program study tour ke Singapura. Dengan
kunjungan ini siswa diperkenalkan cara belajar dan cara hidup
di luar negeri.
Para siswa disertai guru mengunjungi beberapa universitas
kenamaan di Singapura. Karena tidak murah, kegiatan ini tidak
diwajibkan kepada semua siswa.
Dalam kesempatan tersebut siswa juga dipahamkan bahwa
universitas di luar negeri memang kelihatannya baik, tapi uni-
135
versitas di dalam negeri juga sudah banyak yang bermutu.
Siswa diharapkan mampu memilih perguruan tinggi yang pa-
ling tepat untuknya sehingga dapat menjadi orang sukses dan
bijaksana, serta berguna bagi kemajuan bangsa Indonesia.
136
forum ini siswa berkumpul dalam suatu pertemuan bersama
kepala sekolah dan wakilnya. Tidak ada guru yang hadir, se-
hingga siswa merasa leluasa curhat, menyampaikan saran dan
kritiknya terhadap sekolah. Ini dilakukan memang demi ke-
majuan sekolah.
Sedangkan untuk meningkatkan kejujuran siswa, sekolah
sengaja membuka Koperasi Kejujuran berupa kantin. Kantin
ini dikelola pengurus OSIS dan dipantau guru. Kantin ini
menyediakan berbagai alat tulis. Di kantin ini tersedia kotak
uang terdiri dari beberapa sekat: ada sekat uang recehan
Rp. 500,- , Rp. 1.000,-, Rp. 2.000,-, dan Rp. 5.000,- atau
lebih. Transaksi jual beli terjadi secara swalayan. Pembeli ting-
gal mengambil barang yang dibutuhkan lalu mencemplung-
kan uangnya ke kotak sesuai dengan pecahannya dan boleh
mengambil sendiri kembaliannya.
Modal awal kantin Rp. 2,5 juta, berasal dari uang OSIS.
Sejumlah Rp.1,35 juta digunakan untuk membeli etalase dan
sisanya untuk membeli barang dagangan. Harga barang yang
137
dijual di kantin sangat kompetitif, semua harganya di bawah
harga toko di luar sekolah. Petugas dari OSIS berbelanja sebulan
sekali ke toko grosir dengan harga yang sangat murah. Mereka
juga secara bergantian memeriksa barang keluar dan uang ma-
suk setiap harinya.
Kali pertama kantin kejujuran dibuka, pada awal-awal tahun
pelajaran lalu, beberapa kali terjadi kerugian tetapi kadang juga
ada uang berlebih. Kemungkinan ada siswa yang hari sebe-
lumnya tidak membawa uang lalu membayar di hari kemu-
dian. Yang jelas, belakangan ini uang masuk sudah sesuai de-
ngan barang yang keluar. Bahkan kantin kejujuran ini sudah
mendatangkan keuntungan yang dapat dipakai untuk menam-
bah modal penjualan setiap bulannya.
138
gangnya hubungan antara orangtua dengan sekolah. Untuk
mengantisipasi hal itu sekolah menyediakan wadah sebagai sa-
rana komunikasi antara sekolah dan orangtua serta antara
orangtua dengan orangtua lainnya. Dengan berdiskusi dengan
orangtua lainnya, sering masalah-masalah dapat dipecahkan
dengan lebih mudah. Wadah ini disebut Parent Cell Group.
Orangtua juga dapat mengikuti career club di mana pergu-
ruan tinggi dapat memperkenalkan jurusan-jurusan yang pa-
ling diminati di masa mendatang. Career Club diselenggarakan
di luar jam sekolah sehingga tidak mengganggu jam pelajaran.
Demikianlah pendidikan dan pengajaran yang diselengga-
rakan SMAK 1 PENABUR Jakarta. Diharapkan akan lahir lu-
lusan yang berkualitas unggul dalam iman, ilmu, dan pelayan-
an, serta memiliki BEST character. BEST (Be tough, Excel
world-wide, Share with society, Trust in God) yang berarti tang-
guh, mendunia, berbagi dengan sesama, dan percaya pada
Tuhan. Tuhan memberkati.
Kesaksian-kesaksian
139
kepada pengawas, selama ujian mereka tidak pernah melanggar
tata tertib. Mereka sopan dan memperlakukan guru pengawas dari
luar sama dengan guru mereka sendiri.
Suryani
Pengawas UN dari SMA BHK
Chelsea
Siswi kelas XI
140
141
142
S
ekolahnya unik, meski tak begitu besar. Bahkan mungkin
terbilang kecil bagi sekolah menengah atas pada umum-
nya. Tapi siswa di sekolah itu boleh berbangga dalam
beberapa hal. Pertama, di atas pintu masuk sekolah itu
terpampang kaligrafi khas dengan sebaris doa untuk mengan-
tar mereka masuk ke dalamnya: Berbahagialah orang yang
menyucikan dirinya, dan merugilah orang yang mengotorinya
(Qad aflaha man zakkaha, wa qad khaaba man dassaha).
Nama sekolah itu SMA Plus Muthahhari. Dalam bahasa
Arab, Muthahhari artinya “yang disucikan”. Para pendiri dan
guru di sini percaya bahwa pendidikan adalah proses penyuci-
an untuk mengantarkan manusia pada tingkat kesempurnaan
setinggi-tingginya. Seluruh pembelajaran mesti ditujukan untuk
membentuk kepribadian yang suci dalam pikiran, ucapan, dan
perbuatan. Tugas yang tak ringan, namun begitu mulia untuk
diemban.
Hal kedua yang dibanggakan anak-anak adalah justru hik-
mah dari bangunan relatif kecil itu. Karena tak banyak ruang
bergerak, mereka semakin dekat satu dengan yang lainnya. Di
dunia yang semakin ditopang oleh komunikasi virtual, hubu-
143
ngan interpersonal menjadi semakin jarang. Karena itulah in-
teraksi sosial di antara murid-murid mengisi ruang yang hilang
dari dampak kemajuan teknologi. Di Muthahhari, anak-anak
bisa terhubung dengan alumni sejak angkatan I hingga angkatan
XVIII sekarang ini. Mereka mengikatkan diri dalam satu kafilah
ruhani: Keluarga besar SMA Plus Muthahhari.
Yang ketiga, masih karena blessing in disguise dari lokasi
sekolah, adalah kesadaran dan keterlibatan aktif dalam kegiatan
sosial kemasyarakatan. Sekolah ini terletak di antara perumahan
penduduk, tepatnya di Jln. Kampus II No. 13-17, Babakan
Sari Kiara Condong, Bandung. Sekolah ini tergabung dalam
RW 08 yang pernah ditunjuk walikota Bandung sebagai RW
Bermartabat. Di RW ini ada sembilan rukun tetangga (RT),
tapi bila ada peringatan hari besar, seperti kegiatan memperi-
ngati ulang tahun kemerdekaan, anak-anak Muthahhari ber-
peran sebagai RT ke sepuluh. Bagaimana hal ini bisa tumbuh?
Karena sebagian murid-murid itu tinggal berbaur bersama
warga.
Banyak aktivitas ekonomi warga juga yang tumbuh karena
kehadiran anak-anak Muthahhari. Karena itu juga, mereka sa-
ma-sama membantu, memantau, dan membina. Barangkali,
inilah bentuk konkret community based school. Manfaat bagi
sekolah adalah tumbuhnya partisipasi aktif murid-murid dalam
hal-hal aktual yang berkembang di tengah masyarakat.
SMA yang berdiri 1992 ini memiliki misi mengembangkan
intelejensi, kreativitas, dan akhlak. Mereka lazim menyingkatnya
menjadi IKA. Akhlak ditempatkan terakhir justru dengan ha-
rapan bahwa pencapaian akademis yang tinggi dan kreativitas
yang baik haruslah bermuara pada penyempurnaan akhlak.
Murid boleh saja pandai, tetapi jadi berbahaya bila tidak ber-
144
MENGABDI di panti menimbulkan empati.
akhlak. Murid bisa saja kreatif, tetapi akan timpang bila tidak
berakhlak.
Berikut beberapa program yang selalu dilandasi dengan tu-
juan berakhlak mulia demi menghasilkan generasi yang ber-
karakter.
145
terima kasih atas apa yang telah dilakukan sekolah pada putra
semata wayangnya. Padahal, sepanjang pengetahuan guru,
murid yang bersangkutan seharusnya dihukum karena me-
langgar beberapa aturan. Sesuai dengan sistem yang berlaku
di sekolah, murid tersebut harus menjalani hukuman kifarat
(untuk mengganti/menghapus) sebagai sanksi. Hukuman itu
berupa bakti sosial: ia harus berkhidmat di Panti Asuhan Bayi
Sehat (PABS). Menurut orangtuanya, murid yang satu ini sangat
membenci anak kecil. Setiap liburan, ia selalu menghindar jika
dalam pertemuan keluarga banyak anak kecilnya. Padahal,
anak-anak kecil itu saudaranya sendiri.
Sekarang, ia harus mengurus anak-anak yatim piatu. Men-
cuci bekas ompol, menyiapkan susu, membacakan cerita, atau
sekadar mengajaknya bermain. Rupanya hal itu berdampak
besar pada perubahan sikapnya. Dalam sebuah pertemuan
keluarga, seluruh familinya terkejut melihat sikap anak itu. Ia
yang biasanya membenci anak-anak berubah menjadi seorang
yang penuh perhatian terhadap anak-anak. Tidak segan-segan
ia menggendong anak kecil untuk sekadar mengajak bermain,
atau memberi kue. Perubahan inilah yang menyebabkan
orangtua murid tadi datang ke sekolah untuk berterima kasih
dan menyampaikan berita gembira ini.
“Buat kami,” kata orangtua murid tadi, “perubahan sikap
putra saya itu lebih membahagiakan daripada putra saya men-
dapat nilai sepuluh dalam ulangan”.
Dengan program kifarat ternyata murid dapat terasah rasa
peduli dan tanggung jawabnya. Selain ke Panti Asuhan, SMA
Plus Muthahhari juga bekerja sama dengan beberapa panti
sosial lainnya, seperti Yayasan Wiyata Guna untuk saudara-
saudara tunanetra ataupun Panti Wreda untuk para pinisepuh
146
yang lansia.
Ada banyak kisah menarik dalam bakti sosial ini. Umpama-
nya, anak-anak Muthahhari kadang merayakan ulang tahun
bersama penghuni panti jompo, bahkan ada seorang murid
mengajak serta seluruh keluarganya untuk berlebaran di tempat
itu. Sungguh, apa yang sebelumnya dilakukan mungkin dengan
terpaksa, berubah menjadi sebuah kepedulian yang tidak perlu
diminta.
Uniknya lagi, anak-anak tidak pernah memandang kifarat
ini sebagai sesuatu yang memalukan. Mereka bahkan menja-
laninya dengan suka hati, dan teman-teman mereka pun mem-
berikan dukungan yang begitu berarti.
147
Foto itu adalah rekaman kegiatan Spiritual Workcamp
(SWC), sebuah acara perkemahan spiritual yang mengajak sis-
wa tinggal di desa berbaur dengan warga setempat.
Lalu, dia berkata lagi, “Waktu pertama kali kami datang ke
kampung Cieter (kawasan Kecamatan Ciwidey, Kabupaten
148
dan kotor berubah menjadi bersih dan indah. Hebat kami kan,
Pak?”
Itulah sepenggal dari setumpuk cerita yang dibawa pulang
peserta SWC. Ternyata kisah indah itu tidak terajut sejak mereka
berangkat. Malah sebagian besar murid, pada awalnya emoh
ikut. Tidak sedikit, murid yang berusaha menghindar dengan
cara membuat surat izin palsu.
Banyak juga wali murid yang memintakan dispensasi karena
tidak tega anak-anaknya harus tinggal di daerah kumuh. Tapi,
karena kegiatan ini bersifat wajib, meski saat ini mangkir, tetap
saja tahun berikutnya harus mengikutinya. Akhirnya, semua
ikut, tanpa kecuali.
Program kampung kerja ruhaniah atau SWC ini menarik
untuk dicermati. Murid-murid harus tinggal di rumah-rumah
penduduk miskin. Mereka harus melakukan kegiatan sehari-
hari sebagaimana layaknya tuan rumah. Singkat cerita, mereka
harus berkhidmat kepada sesama.
Memasak, mencuci piring, bersih-bersih rumah menjadi ke-
giatan sehari-hari mereka. Bila tuan rumah yang mereka tinggali
seorang petani, maka mereka harus ikut turun ke sawah. Begitu
juga, bila tuan rumah mereka ternyata seorang tukang kupat
tahu di pasar, maka Subuh dini hari mereka harus bangun
untuk menemani tuan rumah berjualan kupat di pasar.
Setelah beberapa hari kegiatan itu berjalan, alih-alih ber-
demo untuk pulang lebih cepat, mereka malah mengusulkan
untuk tinggal lebih lama lagi. Mereka merasa belum cukup
untuk memberikan bantuan bagi “orangtua sementara” me-
reka. Hal ini terbukti, saat akhir tahun ajaran atau libur Rama-
dan, mereka biasanya bertandang ke tempat itu. Tidak seka-
dar menengok, mereka membawa sesuatu. Makanan , pakaian,
149
buku, obat-obatan; apa saja yang dibutuhkan orang-orang
daerah tadi. Tidak jarang diajak pula orangtua kandung me-
reka untuk berkunjung ke tempat itu. Menjelang ujian, di antara
“ritual” yang biasa mereka lakukan adalah kembali ke tempat
perkhidmatan mereka, memohon restu dan doa dari orangtua
asuh mereka.
Spiritual Workcamp ini adalah program kedua setelah Spiri-
tual Camp. Ide SWC ini diilhami konsep riyadhah dalam tarekat-
tarekat sufiyah. Dalam bentuknya di dunia modern, Bobbie
de Porter mengamalkannya dalam SuperCamp, yang mengil-
hami pendidikan dan pembelajaran dengan metode Quan-
tum Learning. Gabungan dari kedua konsep ini juga yang di-
coba untuk dikembangkan dalam program-program lainnya.
SWC dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab mereka
terhadap lingkungan sekitar. Juga melahirkan sikap kreatif ketika
mereka dihadapkan untuk membuat dan memberi sesuatu
yang baru di daerah yang mereka tinggali sementara. Program
ini mempererat persaudaraan, menyuburkan kepedulian, dan
menanamkan pola-pola kehidupan yang bersih dan sehat, yang
dapat disesuaikan dengan tempat di mana saja mereka berada
dan mengabdi.
150
siapa saja yang berhak
menyandang gelar pe-
raih poin positif terba-
nyak setiap bulan. Sepu-
luh murid akan berdiri
dengan bangga di la-
pangan upacara, di ha-
dapan kawan-kawan
mereka. Mereka akan
mendapatkan pin untuk
hasil jerih payah mereka
selama sebulan itu. Mes-
ki “hanya” mendapat-
kan sebuah pin yang a-
kan mereka pakai di ba-
ju selama sebulan, tapi PIN amal, mengajak ke arah kebaikan.
151
bersihan, menata kelas, menjadi kelas terbaik kehadirannya,
dan sebagainya.
Sekarang, melalui fasilitas jaringan teknologi informasi ko-
munikasi, data poin ini dapat diakses lewat internet oleh murid
berikut orangtua melalui situs sekolah.
152
diberi modal oleh sekolah. Mereka diharapkan dapat me-
ngelola modal tersebut. Di akhir kegiatan mereka harus me-
ngembalikan kewajibannya.
z Menampilkan sebuah acara menarik (seperti kuis, game, dan
lain-lain) yang menggunakan bahasa yang mereka pelajari.
153
sar-besarnya bagi managemen SMA Muthahhari dan para guru dan
karyawan yang telah membina anak-anak yang saya titipkan di sana,
hingga mereka menjadi anak-anak yang memiliki akhlaqul karimah, mam-
pu mengembangkan intelektualisme dan potensi diri, dan memahami
how we choose to be happy!”
Heri Suherman, SH
Sekretaris KPUD Jabar
154
155
156
S
ebagai lembaga pendidikan yang berada di bawah na-
ungan pesantren, tentu saja banyak hal spesifik pada
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pondok Pesantren
Roudlotul Mubtadiin, Balekambang, Jepara. Salah sa-
tunya adalah dalam hal membina karakter bagi santrinya. Pen-
didikan karakter yang diselenggarakan tentu saja diselaraskan
dengan tatanan yang telah ditetapkan pondok pesantren
(ponpes).
157
Di sekolah yang beralamat di Desa Balekambang, Gemiring
Lor, Gang 02/07, Kec. Nalumsari, Kab. Jepara ini peserta didik
tidak disebut siswa melainkan dipanggil dengan sebutan santri.
Ternyata ada implikasi positif pada kepribadian ketika mereka
disebut santri — di samping sebagai ciri khas sekolah ini.
Berbagai pendidikan karakter dikembangkan di tempat asri
ini, tetapi yang menonjol adalah kemandirian, tanggung jawab,
kedisiplinan dan kebersihan, kreativitas, solidaritas dan keber-
samaan, hingga pengembangan ilmu dan akhlak. Mari kita kaji
satu demi satu.
Teguhkan Kemandirian
Hari sudah malam, sekitar pukul 21.00. Dalam gelap seo-
rang santriwati lari tunggang langgang di pematang sawah. Re-
maja ini berusaha secepatnya menjauhi areal kompleks ponpes
Roudlotul Mubtadiin.
“Ada santri kabur...!”
Salah seorang pengurus mengetahui tindakan wanita itu.
Cepat-cepat dia melapor ke pengelola pondok dan segera dila-
kukan pengejaran. Berkat bantuan pengurus pondok putra,
santri tersebut dapat ditemukan. Dia dibawa ke kantor dan
diberi nasihat oleh pengurus.
Kisah santri melarikan diri dari ponpes adalah cerita klasik
yang selalu saja terulang hingga kini. Kasus semacam ini sangat
wajar terjadi karena mereka belum terbiasa dengan lingkungan
baru, tiba-tiba mereka harus pisah dengan orangtua dan ma-
suk ke dalam lingkungan yang pola hidup dan tata caranya
juga baru.
Nyaris menjadi pemandangan rutin, setiap tahun selalu ada
santri yang dilanda homesick, menangis saban malam sambil
158
merengek minta pulang, kabur, atau ngambek tidak mau se-
kolah. Tentu bervariasi penyebabnya, tapi umumnya karena
belum terbiasa melakukan segala sesuatu secara mandiri de-
ngan tangannya sendiri. Begitu masuk pesantren, maka mereka
“dipaksa” untuk mandiri dan ternyata, seiring dengan perja-
lanan waktu, mereka bisa melaksanakannya. Terbukti dengan
contoh peristiwa di pematang sawah tadi. Tiga tahun kemudian
santri tersebut dengan penuh percaya diri siap menjalani ujian
akhir sekolah. Artinya dia sukses menjalani kehidupan di pe-
santren.
Kemandirian yang menjadi ciri utama pesantren diajarkan
tidak melalui mata pelajaran akan tetapi lingkungan pesantrenlah
yang membentuknya, dan itu melalui proses yang panjang. Di
pesantren, anak dituntut melakukan segala sesuatu dengan diri
sendiri —hal yang mungkin itu tidak pernah dilakoni tatkala
mereka masih tinggal di rumah.
Mencuci baju, menyetrika, membersihkan kamar, hingga
mengatur jadwal kegiatan harus dilakukan sendiri. Kemandirian
secara otomatis akan menghilangkan ketergantungan. Keter-
gantungan hanya menyebabkan manusia malas untuk berbu-
at sesuatu, karena mereka berpikiran tanpa berbuatpun me-
reka bakal mendapatkan bantuan dan kemudahan. Jika sejak
sekarang generasi muda dilatih mandiri, maka di masa men-
datang Indonesia akan menjadi negara kokoh tanpa harus me-
nunggu uluran tangan negara lain.
159
PIKET memasak, belajar memikul tanggung jawab secara bergiliran.
160
(belajar malam), tugas piket kebersihan, piket masak, tugas
keorganisasian, dan beberapa tugas kepengurusan lain dalam
ekstrakurikuler. Untuk menunjang dalam pelaksanaan tugas
tersebut mereka dibekali pelatihan kepemimpinan, keorgani-
sasian, dan team building. Dalam pelatihan tersebut santri di-
perkenalkan dengan tanggung jawab sesuai dengan kapasitas-
nya. Pelatihan ini dikemas dalam beberapa permainan yang
berkaitan dengan materi pembinaan. Begitu antusiasnya, tidak
jarang para peserta itu minta tambahan jam pelatihan. Pelatihan
ini setidaknya juga memberi pelajaran baru tentang tanggung
jawab dan kebersamaan.
Pembinaan rasa tanggung jawab juga dilakukan lewat pem-
berian ta’ziran bagi anak yang melakukan pelanggaran, Misal-
nya harus membantu pekerjaan tukang batu dan membersih-
kan lingkungan sekitar. Ini mengajarkan agar anak berani ber-
tanggung jawab dengan apa yang telah dilakukannya.
Buah dari pembinaan tanggung jawab dari pesantren ter-
sebut dapat terlihat pada saat santri melaksanakan praktik kerja
industri (prakerin). Pada umumnya para pemilik tempat pra-
kerin itu mengaku senang bila ditempati praktik anak-anak pe-
santren lantaran perilakunya baik dan bertanggung jawab ter-
hadap pekerjaan. Beberapa di antara pengusaha itu bahkan
minta tambahan peserta pakerin dari pesantren Roudlotul Mub-
tadiin.
161
Subuh berjamaah.
Pengajian Al-Quran yang diampu oleh beberapa guru dila-
kukan setelah salat shubuh. Saat pukul 06.00 mereka mela-
kukan persiapan sekolah dengan mandi dan makan, serta piket
kebersihan. Piket kebersihan ini dibagi menjadi beberapa ke-
lompok, setiap kelompok terdiri dari 12 orang.
Petugas kebersihan semuanya dilakukan santri, mulai dari
membersihkan lingkungan sekitar sampai membersihkan ka-
mar mandi dan toilet. Ini dilakukan agar muncul kepedulian
terhadap lingkungan sekitar dan memiliki kesadaran akan bu-
daya bersih dan sehat.
Maka menjadi pemandangan yang lazim bila pagi maupun
sore banyak santri sedang menyapu halaman, membersihkan
pintu gerbang, lumut tembok, serta mencabuti rumput-rumput
liar.
“Saya sebel kalau pulang ke rumah,” keluh seorang santri.
“Kenapa ?” tanya temannya.
“Ya, karena rumahku kotor” jawabnya.
Ucapan tersebut terlontar setelah santri itu hidup beberapa
bulan di pesantren ini. Dia mengaku kalimat itu tidak pernah
terlontarkan sebelum dia nyantri. Setelah terbiasa hidup di ling-
kungan bersih, dia menjadi tidak nyaman berada di lingkungan
kumuh.
Kedisiplinan juga bisa dilihat dari jadwal pulang mengunju-
ngi orangtua. Setiap santri diizinkan pulang ke rumah satu bu-
lan satu kali.Ketika ada santri yang molor, melewati batas ke-
tentuan, maka akan dikenai ta’ziran yang berupa menghafalkan
beberapa surat dalam Al Quran. Dampaknya positif. Bahkan
ada beberapa anak yang hafal beberapa surat dalam kitab suci
justru gara-gara dia sering melanggar peraturan itu.
162
PENANAMAN disiplin perlu berkesinambungan.
Siap Berbagi
Salah satu peraturan yang berlaku di sekolah ini adalah
para santri tidak boleh menyimpan makanan, ketika punya
makanan atau dapat kiriman dari orangtua, maka harus diha-
biskan saat itu juga. Tingkat ekonomi wali santri sangat variatif,
ada yang kaya, sedang, miskin, bahkan ada yang berada di
bawah garis kemiskinan.
Kenyataan ini menimbulkan kesenjangan. Oleh karena itu
dibuatlah aturan yang bisa menumbuhkan solidaritas sosial dan
kebersamaan. Di antaranya dengan peraturan seperti di atas.
Coba bayangkan kalau masalah seperti itu tidak diatur? maka
akan terjadi kecemburuan sosial dan persaingan tidak sehat.
Kegiatan lain yang mendukung solidaritas sosial dan keber-
163
UNJUK prestasi dan kreativitas lewat ekspo karya santri.
164
santri, yang menampilkan berbagai karya santri.
165
ibadah selainnya, di antaranya bekerja. Kerja akan bernilai iba-
dah bila mana dilandasi niat yang baik dan benar. Materi yang
didapatkan dari bekerja adalah bukan tujuan tetapi sarana un-
tuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Motivasi juga bisa dibangun lewat pengenalan tokoh. Secara
berkala sekolah mengundang tokoh pengusaha dan untuk ber-
bagi pengalaman dengan santri. Lewat para tokoh itu, akan
dapat dipetik teladan bahwa sukses itu tidak gampang, butuh
proses panjang dan terjal.
Rasa tanggung jawab santri sangat ditekankan ketika mela-
kukan praktik di laboratorium. Setiap anak diberi tanggung
jawab yang berbeda untuk menjaga barang-barang laborato-
rium. Ketika praktik selesai semua peralatan wajib kembali ke
tempat semula. Di dalam laboratorium tersedia buku catatan
keluar masuk barang yang berfungsi untuk memantau tang-
166
gung jawab santri dalam menggunakan peralatan. Sebagai se-
kolah yang berada di dalam pondok pesantren penggunaaan
laboratorium bisa kapan saja, asalkan tidak mengganggu akti-
vitas lainnya. Syaratnya: mereka harus bertanggung jawab ter-
hadap keberadaan laboraturium.
167
lajaran agama, mengaji Al Quran seusai berjamaah Subuh,
istighotsah rutin setelah salat Magrib. Kegiatan ini merupakan
terapi hati. Juga dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan
kecanduan dan mengendalikan perilaku.
Selain itu masih ada lagi yaitu pengajian balahan (pengajian
umum). Dalam balahan inilah santri sering mendapatkan na-
sihat, pelajaran yang tidak didapatkan di dalam kelas. Peserta
pengajian balahan tidak dibatasi umur. Jadi di situ berbaur
guru dan murid, tua dan muda. Ngaji balahan adalah contoh
konkret tentang belajar sepanjang hayat (long live education).
Puasa sunnah (Senin Kamis atau puasa Daud) dan salat
duha sebagai proses pembinaan akhlak dan riyadah sangat
dianjurkan untuk dijalankan para santri. Pembinaan akhlak di
sini banyak merujuk kepada kitab-kitab klasik. Dalam salah
satu kitab disebutkan betapa banyak orang yang berilmu tetapi
tidak mendapatkan kemanfaatan ilmu. Apa manfaat ilmu itu?
Yaitu mengamalkan dan menyebarkannya. Oleh karena itu
SMK PP Roudlotul Mubtadiin bertekad untuk menghadirkan
para santri yang alim (cerdas/pandai) sekaligus amil (mau
melakukan) dan nasyir (mau menyebarkan). Semoga.
Testimoni
168
24 jam diawasi oleh pihak sekolah/pesantren.
Sebagai orangtua, saya ingin anak saya menjadi anak yang taat
kepada orangtua, rajin beribadah dan tidak menjadi anak yang salah
memilih jalan. Dan di SMK Roudlotul Mubtadiin sangat menekankan
akhlaq alkarimah.”
Ahmad Sutiyo
Wali santri
Imam Santoso
Wali murid
169
170
171
172
PRAKTIK membuat kompos perlu kesungguhan.
S
ekolah Menengah Kejuruan (SMK) didirikan dengan niat
untuk menghasilkan tenaga kerja terampil yang diha-
rapkan siap pakai dan segera terserap ke dalam dunia
kerja. SMK dibangun berdasarkan kebutuhan tenaga
industri, sesuai dengan tingkat, jenis dan syarat jabatan yang
dibutuhkan industri secara kualitatif maupun kuantitatif. Jadi
dunia SMK adalah dunia kerja.
Berbeda dengan SMA, di sekolah kejuruan porsi praktik
lebih tinggi bobotnya ketimbang pelajaran teori. Hal ini juga
terlihat pada praktik pembelajaran di Sekolah Menengah Ke-
juruan Negeri (SMKN) 7 Semarang. Bahkan di sini, pada satu
tahun terakhir para siswa full praktik (lama belajar di sekolah
ini empat tahun).
Tentu menyiapkan calon tenaga terampil dibutuhkan ba-
173
nyak hal. Mulai dari penyiapan kurikulum yang relevan, strategi
pembelajaran yang tepat, fasilitas praktik yang menunjang, gu-
ru yang mumpuni, serta lingkungan dunia usaha dan dunia
industri (DU/DI) setempat yang mendukung.
SMK yang beralamat di Jl. Simpang Lima Semarang ini
misalnya mengembangan berbagai strategi untuk keperluan
ini. Mereka menggunakan kurikulum dengan pola pendekatan
174
yang sering kali justru lebih penting yaitu soft skill. Keahlian
berkomunikasi, mengola informasi, keuletan, keluwesan me-
ngatasi persoalan, hingga etos kerja yang tinggi merupakan
beberapa contoh keahlian itu.
Keterampilan soft skill sungguh dekat kaitannya dengan pen-
didikan karakter. Lulusan SMK musti disiapkan bukan saja se-
bagai calon tenaga kerja terampil tetapi juga tenaga kerja pro-
175
Songsong Dunia Kerja
Pada abad 20 dunia kerja ditandai dengan produksi massal
dan terstandar untuk menurunkan ongkos produksi. Proses
produksi semacam ini bersifat mekanistis yang memerlukan
tenaga kerja khusus namun kontrol tenaga kerja terbatas, sistem
kendali mutu jelas, dan proses produksi harus dijauhkan dari
kemalasan tenaga kerja. Namun proses produksi pada abad
21 telah berubah. Pasar dewasa ini bersifat fleksibel, harus dapat
segera menanggapi perubahan, dan kerja sama dalam me-
nyusun ongkos merupakan kunci utama untuk dapat menang
dalam persaingan. Oleh karena itu dunia kerja saat ini memer-
lukan tenaga kerja yang memiliki skill yang berbeda-beda dan
skill yang lebih tinggi serta lebih terdidik. Pergeseran struktur
tenaga kerja dalam dunia industri dewasa ini memberikan im-
plikasi kepada sekolah-sekolah kejuruan.
Oleh karena itu SMKN 7 mengantisipasi dengan tiga langkah
strategis yang meliputi pengembangan kemampuan dasar siswa,
kemampuan pengembangan di tempat kerja, dan mengem-
bangan metoda pembelajaran yang relevan dan efektif. Pe-
ngembangan pertama menyangkut pemekaran tiga keteram-
pilan mendasar yaitu basic skill, thinking skill, personal skill.
Basic skill meliputi keterampilan siswa dalam hal membaca dan
menginterpretasikan informasi yang diterima, mampu menulis
dan mengembangkan informasi, matematik dan berhitung,
mendengarkan, dan berbicara.
Thinking skill terdiri dari kreativitas, pengambilan keputusan,
pemecahan masalah, dan penalaran. Sedang keterampilan per-
sonal mencakup kemampuan mengendalikan diri, tanggung
jawab, punya harga diri, menjalin relasi sosial, dan integritas
serta kejujuran.
176
PEMBINAAN karakter di antara kegiatan pembelajaran.
177
mengombinasikan beberapa pokok bahasan yang bersifat lintas
bidang. Pengajaran diarahkan ke model guru tim (team tea-
ching) bukan lagi individual. Model pembelajaran kooperatif
lebih dominan daripada pembelajaran individual.
Sebagaimana tuntutan dunia industri, di samping menguasai
hard skill dalam bidangnya masing-masing, lulusan SMK juga
dituntut memiliki kompetensi soft skill. Pengembangan kete-
rampilan ini dikembangkan dengan selalu mendengar masuk-
an-masukan dari dunia industri melalui angket kepuasan pe-
langgan. Dengan soft Skill yang memadai diharapkan siswa
terampil menyesuaikan diri dalam dunia kerja serta mampu
mengelola dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Mengingat perkembangan teknologi dewasa ini berkem-
bang demikian pesat, sekolah kejuruan ini selalu mengevaluasi
178
relevansi materi pelajaran dengan kebutuhan dunia kerja di
luar. Sekolah perlu mengurangi materi yang “out of date” dan
menambah materi-materi baru sesuai yang diperlukan oleh
dunia industri di masa mendatang.
Membangun jembatan antara sekolah dan dunia kerja men-
jadi program prioritas sekolah. Hal ini tidak berarti bahwa teori
dan sesuatu yang abstrak tidak perlu dipelajari, melainkan seba-
liknya, dalam dunia yang berubah dengan cepat, semakin ba-
nyak teori, konsep, dan pemahaman dimiliki oleh seseorang,
semakin besar kemampuan orang tersebut untuk mentransfer
dan menjual skill yang dimiliki.
179
terbentuknya pengelolaan usaha bersama antara sekolah de-
ngan produsen dengan kesepakatan tertentu. Pengelolaan usa-
ha ini sepenuhnya menjadi wewenang SMK setempat di bawah
pengawasan dan koordinasi penyedia produk. Sebagai contoh,
kini telah terpilih 32 SMK se-Indonesia sebagai perakit, distri-
busi, dan pemasaran dari komputer merek tertentu yang cukup
terkenal di Indonesia.
Produk komputer tersebut merupakan hasil karya SMK da-
lam bidang teknologi informasi dan telah mendapatkan pe-
ngakuan dari industri komputer nasional dengan merek baru.
Dengan pendekatan teaching factory seperti itu, produk kom-
puter tersebut ternyata justru dapat dijual dengan harga yang
lebih terjangkau masyarakat luas.
Untuk memaksimalkan bidang-bidang tertentu, SMKN 7
juga menjalin program kerja sama dengan lembaga-lembaga
180
keterampilan tertentu yang berada dekat dengan lingkungan
sekolah. Pembelajaran Bahasa Inggris ditekankan pada kemam-
puan berkomunikasi dengan pendekatan melalui Test of Eng-
lish for International Communication (TOEIC) bekerja sama
dengan salah satu lembaga pendidikan bahasa.
Sekolah dengan luas areal 33.575 m2 ini memiliki 60 rom-
bongan belajar dengan jumlah siswa 2.077. Sebanyak 1.573
siswa (kelas X-XII) aktif belajar di sekolah, sedang sejumlah
504 siswa (kelas XIII) praktik kerja industri dan bahkan sebagian
sudah bekerja. Jenis kejuruan yang dikembangkan meliputi
Kompetensi keahlian Teknik Bangunan, Teknik Elektro, Teknik
Mesin, dan Teknik Informasi.
Pembinaan Karakter
Ada beberapa kegiatan di sekolah yang diarahkan untuk
181
pengembangan karakter anak didik, di antaranya Kemah Bhak-
ti Tahunan. Kegiatan rutin tahunan diikuti siswa kelas X dan
kelas XI. Pelaksanaannya dilakukan bersamaan dengan kelas
XII dan XIII yang mengikuti Ujian Nasional. Kemah ini memiliki
arti penting sebagai wadah pembinaan siswa untuk hidup man-
diri, tanggung jawab, saling menghormati, dan masih banyak
lagi aspek kejiwaan yang dapat dibentuk. Selama empat hari
kegiatan di lokasi perkemahan cukup padat mulai dari kero-
182
sek, merupakan kegiatan pembinaan sikap mental disiplin dan
wajib diikuti siswa SMKN 7 Semarang. Targetnya, siswa-siswa
dapat menghadapi hambatan, tantangan, ancaman, dan gang-
guan baik dari dalam maupun luar sekolah dan bisa mem-
bedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang dihindari.
Kegiatan ini hansek dipandu institusi lain yaitu TNI. Kerjasama
dengan institusi militer ini sudah terjalin sejak lama dengan se-
kolah.
Pembiasaan
Pembiasaan yang dilakukan di sekolah ini merupakan per-
wujudan dari tradisi yang sudah dibangun sejak berdirinya se-
kolah. Dilakukan secara terus-menerus dan senantiasa dilaku-
kan perbaikan yang berkelanjutan. Adapun pembiasaan yang
sampai kini konsisten dilaksanakan antara lain, siswa masuk
sekolah sebelum pukul 07.00, melalui pintu 2 (tersendiri). Siswa
pengendara sepeda motor wajib memiliki SIM dan STNK, dan
saat sampai di pintu gerbang sekolah mesin motor dimatikan
dan dituntun sampai ke tempat parkir. Jaket/sweeter ataupun
183
rompi wajib dilepas, sehingga yang tampak baju seragam se-
kolah.
Membudayakan senyum antara siswa dan guru di pintu
masuk. Sebelum pelajaran dimulai siswa selalu berdoa demikian
juga pada jam akhir sekolah. Siswa yang terlambat masuk se-
kolah wajib mengetuk pintu untuk izin masuk/ mengikuti kegi-
atan.
Pada saat upacara bendara siswa wajib memakai seragam
upacara dan mengikuti dengan tertib dan hikmat. Pada saat
upacara hari Senin senantiasa digaungkan semboyan “Tiada
hari tanpa prestasi” sebagai upaya sekolah untuk memberikan
motivasi agar warga sekolah berusaha berprestasi. Seusai upa-
cara diumumkan prestasi yang diraih siswa serta penyerahan
piala dari para juara kepada kepala sekolah. Hal ini diharapkan
mampu menumbuhkan kebanggaan pada siswa yang telah
berprestasi maksimal dan memberikan dorongan pada siswa
yang masih belum mendapatkan juara.
Pembiasaan juga diterapkan pada saat pelajaran praktik, se-
bab ini berkait dengan penanaman sikap profesional dalam
bekerja, termasuk menyangkut keselamatan kerja. Pelajaran
praktik memberi pengalaman nyata memasuki dunia kerja yang
sesungguhnya, dengan menggunakan benda kerja yang sebe-
narnya.
Maka kepada siswa benar-benar ditanamkan disiplin, tang-
gung jawab, kerja sama, dan konsentrasi penuh, karena sekecil
apapun kesalahan dalam dunia kerja tentu akan ada dampaknya.
Dengan berbagai pembiasaan tersebut masing-masing individu
akan memiliki modal untuk mencari lapangan kerja yang sesuai.
Di samping itu diharapkan mampu mendorong lulusan SMK
untuk berani menjadi wirausaha muda yang tangguh.
184
Taat Prosedur Operasional
Setidaknya ada tiga hal pokok yang menjadi prioritas berkait
dengan penyiapan tenaga terampil di sekolah ini yaitu masalah
standard operational procedur (SOP), keselamatan kerja, dan
team work. Taat SOP adalah kata kunci. Selama proses praktik
kerja siswa wajib tunduk kepada prosedur. Berbagai tulisan
standar operasi terpampang di dinding ruang praktik dan tem-
pat terbuka lainnya.
Bila kondisi awal ruang kerja terlihat rapi maka selesai bekerja
kondisi akhir ruangan harus rapi kembali. Letakkanlah semua
peralatan kerja pada tempatnya. Sebelum bekerja, siswa me-
meriksa peralatan (tools) dengan mengisi checklist.
Kalau dijumpai ada peralatan yang kurang maka siswa harus
mencatat dan segera melaporkan kepada guru atau supervi-
sor. Kehilangan barang merupakan tanggung jawab kelompok
siswa yang praktik pada jam atau hari sebelumnya. Dengan
demikian terjadi mekanisme tanggung jawab kerja yang be-
rangkai, antara kelompok siswa dengan kelompok siswa lain-
nya.
Semua kegiatan yang melanggar SOP adalah pelanggaran,
dan itu indikasi nyata bahwa yang bersangkutan belum ber-
kompeten. Pada saat praktik kerja, misalnya menyervis mobil,
siswa dibiasakan mencatat barang-barang konsumen yang di-
tinggal di dalam mobil. Ada STNK dan dompet di dalam laci,
ada buku dan tas di bangku mobil dan lain-lain. Catatan itu
ditandatangani oleh konsumen. Ini melatih tanggung jawab
profesi sekaligus kejujuran siswa.
Kemudian soal keselamatan kerja. Seringkali kecelakaan ker-
ja terjadi berawal dari kelalaian manusia (human error). Maka
hal itu harus dieleminasi dengan cara taat SOP seperti selalu
185
mengenakan kacamata bila hendak mengelas. Kompresor ha-
rus selalu dipantau, bila tabung penuh harus segera dimatikan
agar tidak sampai meledak. Siswa dilarang mengenakan ka-
lung tatkala praktik di bengkel sebab logam tersebut merupa-
kan penghantar listrik yang kuat, yang bisa memancing kece-
lakaan kerja.
Keterampilan individual memang penting tetapi kemam-
puan bekerja dalam tim (team work) lebih penting. Pembiasaan
kerja tim terlihat pada penugasan-penugasan. Satu kelompok
siswa menggarap proyek bersama dengan menggunakan satu
alat secara bersama-sama, seperti membuat presisi baut hingga
menyervis mobil. Kerja tim haruslah solid.
Pekerja tidak boleh egois, sebab sikap ini kerap menjadi
biang kecelakaan dan ketidakprofesionalan. Egois cenderung
membentuk kepercayaan diri yang berlebihan dan enggan me-
nerima masukan orang lain. Dia lalu berani menyiasati SOP,
seperti tidak segera mengganti suku cadang mesin yang rusak,
tetapi “mengakali” dengan mengutak-atik suku cadang yang
rusak tersebut sampai berfungsi lagi. Padahal tindakan yang
kelihatan “cerdik” ini justru riskan dan membahayakan jiwa
orang lain. Sekecil apapun kesalahan dalam dunia kerja tentu
akan ada dampaknya.
Ringkasnya, penanaman sikap profesional dalam bekerja,
termasuk menyangkut keselamatan kerja, menjadi acuan se-
kolah. Kepada siswa benar-benar ditanamkan disiplin, tang-
gung jawab, kerja sama, dan konsentrasi penuh. Dengan ber-
bagai pembiasaan tersebut siswa memiliki modal untuk mencari
lapangan kerja yang sesuai. Di samping itu diharapkan mampu
mendorong lulusan SMK untuk berani menjadi wirausaha mu-
da yang tangguh.
186
Testimoni
187
188
189
190
P
endidikan di dunia, termasuk di Indonesia, melakukan
pembaharuan pendidikan dengan menengok dan ak-
hirnya mengambil pola pendidikan negara-negara ma-
ju. Bagaimanakah sebetulnya potret sekolah di negara-
negara Barat? Profesor Svi Shapiro dari University of North
Carolina meninjau kembali situasi pendidikan di Amerika dalam
Losing Heart: The Moral and Spiritual Miseducation of Ame-
rica’s Children.
Ia menyaksikan sekolah-sekolah yang bersaing keras satu
sama lain demi mencapai kualifikasi tertinggi sesuai dengan
alat ukur yang ditetapkan pemerintah; ruang-ruang kelas yang
lebih mirip pabrik untuk memproduksi sumber daya manusia
yang akan dijual di pasar tenaga kerja; guru-guru yang sibuk
mempersiapkan, melaksanakan, dan memeriksa hasil tes yang
makin lama makin canggih; para siswa yang mengarahkan se-
luruh perhatiannya untuk lulus dalam tes-tes itu dengan ukuran
dan kelulusan yang makin lama makin berat; orangtua yang
memberikan wejangan “Belajarlah yang rajin, dapatkan nilai
yang tinggi”, bukan lagi “Belajarlah yang rajin, jadilah orang
yang bijak bestari”.
Pendidikan sudah berubah menjadi sekadar bersekolah.
Guru tidak lagi mendidik, ia hanya mengajar. Murid tidak lagi
tumbuh, ia hanya belajar. Suasana sekolah yang menyenang-
kan, menggairahkan, dan mengesankan telah digantikan oleh
191
situasi yang menegangkan, melumpuhkan, dan membo-
sankan. Dari lembaga-lembaga pendidikan, keluarlah orang-
orang yang mengubah kearifan menjadi informasi, masyarakat
menjadi pasar, agama menjadi komoditas, politik menjadi re-
kayasa, dan kesetiakawanan menjadi nepotisme.
Semuanya itu terjadi karena pendidikan telah kehilangan
jiwanya, telah dilepaskan dari esensinya. “Education worthy
of the name is essentially education of character,” kata Martin
Buber. Tujuan pembelajaran ialah menghasilkan pelajar yang
lulus dalam ujian sekolah. Tujuan pendidikan ialah menghasil-
kan anak didik yang lulus dalam ujian kehidupan. Hasil belajar
adalah pengetahuan. Hasil pendidikan adalah karakter.
“The dimensions of character are knowing, loving, and do-
ing the good,” kata Thomas Lickona. Saya yakin bahwa para
pendidik bangsa ini dahulu mendirikan sekolah agar anak-anak
didik mereka mengetahui yang baik, mencintai yang baik, dan
mengamalkan yang baik. Bersama mereka, kami membangun
sebuah sekolah kecil dengan cita-cita besar, SMA Plus Muthah-
hari untuk “mengembangkan intelijensi, kreativitas, dan akhlak”.
Sekarang ini, bersama Kementerian Pendidikan, kami berga-
bung dengan seluruh lembaga pendidikan di Indonesia, me-
lancarkan bahtera dengan mengibarkan bendera “membangun
karakter dan budaya bangsa.” Jauh dalam ufuk kerinduan
kami, anak-anak didik kami bersimpuh di depan Ibu Pertiwi,
menangis pilu, bukan karena tidak lulus ujian, tetapi karena
mereka menggumamkan, “Kulihat Ibu Pertiwi... sedang ber-
susah hati...”.
Penulis adalah
Pakar komunikasi
192
WALIMURID salah satu pilar penyangga pendidikan karakter.
193
konkret bahwa sesungguhnya pendidik karakter dapat dite-
rapkan secara realistis, menyenangkan, dan murah. Bahkan
pada beberapa jenis kegiatan ternyata gratis. Justru yang dibu-
tuhkan adalah kreativitas, komitmen, dan perencanaan yang
sistematik. Ambil misal kegiatan bersalaman dengan siswa di
gerbang sekolah adalah kegiatan sederhana, segera dapat di-
tiru, tetapi pengaruhnya luar biasa. Anak merasa disambut dan
mereka jadi berpakaian rapi agar tidak ditegur guru. Berdasar
pantauan jumlah murid terlambat bisa menurun dengan
sendirinya.
Secara umum terlihat kegiatan pendidikan karakter di 10
sekolah tersebut dilaksanakan dalam tiga ranah. Pertama pe-
ngembangan nilai-nilai pokok karakter yang diintegrasikan ke
dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di dalam kelas.
Ranah kedua, memadukan pendidikan karakter dengan ak-
tivitas ko-kurikuler yaitu kegiatan belajar di luar kelas yang ter-
kait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, juga
kegiatan ektrakuriluler, serta program-program khusus seperti
perkemahan atau menggelar pameran di sekolah. Bahkan,
ranah ketiga, ada juga yang sudah mulai melibatkan wali mu-
rid untuk ikut membangun pembiasaan yang selaras dengan
yang dikembangkan di sekolahan.
Walimurid diminta mencatat atau “sekadar” memberi con-
treng, buku penghubung tentang berbagai kebiasaan yang te-
lah dilakukan anak saat di rumah. Juga ada sekolah yang intensif
mengadakan pertemuan dengan wali murid (parenting forum)
untuk menyamakan persepsi dan memaksimalkan bimbingan
karakter terhadap anak didik. Namun dari segi porsi, secara
umum sekolah-sekolah tersebut masih dominan menggarap
pendidikan karakter di lingkungan kelas dan seputar halaman
194
Integrasi ke dalam KBM Pembiasaan dalam kehidupan
pada setiap Mapel keseharian di satuan pendidikan
BUDAYA SEKOLAH
KBM DI KEGIATAN KEGIATAN
KEGIATAN KEHIDUPAN
EKSTRA KESEHARIAN
KELAS KESEHARIAN DI
KURIKULER DI RUMAH
SATUAN PENDIDIKAN
sekolah.
Padahal pembudayaan dan pembiasaan karakter, sebagai-
mana diuraikan pada bagian prolog, selain dikembangkan di
dalam kelas memang harus dikembangkan melalui budaya se-
kolah, kegiatan ko-kurikuler maupun ekstra kurikuler, serta da-
lam kegiatan keseharian di rumah. Secara diagram dapat di-
lukiskan seperti pada gambar di halaman ini.
Tantangan ke depan kita bersama adalah bagaimana kegi-
atan pendidikan karakter yang sudah mulai intensif dilaksana-
kan di sekolah-sekolah itu, juga mendapat proses penguatan
(reinforcement) dari lingkungan keluarga dan masyarakat.
Sehingga berbagai perilaku yang dikembangkan di sekolah juga
menjadi kegiatan keseharian di rumah maupun di lingkungan
masyarakat masing-masing.
Dalam konteks masyarakat secara nasional, kerja sama lintas
sektoral sangat penting dalam mendukung keseluruhan proses
pendidikan karakter sebagai suatu gerakan nasional. Syukurlah
beberapa kementerian aktif terlibat yaitu Kementerian
195
Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Politik Hukum
dan Keamanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementarian
Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Kementerian
Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Kementerian Perhubungan dan Pariwisata, Kementerian
Pemuda dan Olahraga, serta Kementerian Peranan Wanita dan
kementerian lain terkait.
Pendidikan karakter setidaknya dapat dilaksanakan melalui
dua cara yaitu, proses intervensi dan pembiasaan. Proses
intervensi dikembangkan dan dilaksanakan melalui kegiatan
belajar mengajar yang sengaja dirancang untuk mencapai tu-
juan pembentulkan karakter dengan menerapkan berbagai ke-
giatan terstruktur. Dalam proses pembelajaran tersebut guru
196
sebagai pendidik yang mencerdaskan dan mendewasakan dan
sekaligus sebagai sosok panutan.
Sedang lewat proses pembiasaan diciptakan dan ditumbuh-
kembangkan aneka situasi dan kondisi yang berisi aneka pe-
nguatan yang memungkinkan siswa di sekolah, di rumah, dan
di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku
sesuai nilai yang diharapkan.
Siswa juga didorong untuk menjadikan perangkat nilai yang
telah diinternalisasi dan dipersonalisasi melalui proses olah hati,
olah pikir, olah raga, dan olah rasa dan karsa itu sebagai karakter
atau watak. Inilah proses pembudayaan dan pemberdayaan
nilai yang dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis.
Tentu butuh kesungguhan, kerja keras, dan proses panjang
untuk mewujudkannya. Semoga di masa mendatang, kita se-
bagai orangtua bisa duduk tenang bahkan berbangga, mana-
kala menyaksikan keberadaan generasi penerus yang berka-
rakter kuat dan mampu menghadapi tantangan pada zaman-
nya. (*)
197