You are on page 1of 9

PERUBAHAN IKLIM DAN DAMPAKNYA DALAM

HUBUNGAN SOSIAL
Oleh: Danang Insita Putra

ABSTRAK
Perubahan iklim global adalah isu yang saat ini menjadi perhatian bagi
banyak kalangan. Berbagai pihak menyatakan bahwa pengaruh manusia
(anthropogenik) terhadap perubahan iklim adalah sesuatu yang tidak
terhindarkan. Sementara perubahan iklim global tersebut telah menyebabkan
kerusakan yang bersifat katastropik (termasuk dampak terhadap kesehatan
manusia, ekosistem, aspek sosial ekonomi, dsb). Indonesia tidak terlepas dari
masalah perubahan iklim dan dampak yang ditimbulkannya. Makalah ini
merupakan kajian atas berbagai hasil penelitian tentang perubahan iklim
global dan dampak sosial yang ditimbulkannya.
Kata kunci: Perubahan Iklim, sosial, dampak dan perubahan.

LATAR BELAKANG

Perubahan iklim global merupakan isu yang saat ini menjadi perhatian bagi
banyak kalangan, terutama setelah diselenggarakannya Konferensi Tingkat
Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992. Namun demikian
fenomena ini belum dipahami secara tepat karena prosesnya yang sangat
rumit. Perubahan iklim seringkali disalah-artikan sebagai variasi iklim yang
kadang-kadang terjadi dengan gejala yang agak ekstrem dan membawa
dampak seketika yang cukup signifikan. Perubahan iklim adalah fenomena
global yang dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan
penggunaan bahan bakar fosil (BBF) dan kegiatan alih guna lahan.
Sebagian beranggapan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan
penderitaan yang tak tertanggungkan bagi masyarakat yang rentan. Sebagian
menitikberatkan perhatian pada bagaimana menangani suatu ekosistem
tertentu. Sebagian lagi mengkhawatirkan bahwa perubahan iklim akan
meningkatkan kemungkinan ketidakstabilan iklim yang jauh lebih luas. Tetapi
sebagian lagi menyatakan bahwa pengurangan emisi sangatlah mahal (dan
karenanya tidak mungkin dilakukan). Satu hal yang tidak dapat dipungkiri
adalah bahwa pada abad 20, temperatur rata-rata bumi naik 0,4-0,8oC.
Kenaikan ini diduga akan terus berlangsung, dan pada tahun 2100 temperatur
rata-rata global akan menjadi 1,4-5,8oC lebih hangat1. Salah satu antisipasi
terhadap efek pemanasan global tersebut adalah pada naiknya kemungkinan
frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem, seperti badai, banjir, dan
kekeringan.
SEBAB-SEBAB PERUBAHAN IKLIM DILIHAT DARI
PERSPEKTIF SOSIOLOGI
Penelitian mengenai hubungan antara perubahan iklim selalu dikaitkan
dengan perilaku manusia dalam hubungannya dengan pengelolaan sumber
daya alam. Pada dekade 70an, penelitian mengenai kerusakan lingkungan
lebih ditekankan kepada tindakan manusia yang mengeksploitasi serta
mencemari lingkungan sehingga mengubah perilaku alam itu sendiri. Namun
pada dekade 80an, penelitian bergeser lebih kepada kebijakan-kebijakan
yang bersifat politis, ekonomis, dan budaya suatu negara dalam
hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan
bahwa kerusakan lingkungan adalah bersifat global, artinya bagaimana
Pemerintah mengeluarkan rangkaian kebijakan dalam mengatur pengelolaan
lingkungan, terutama sektor industrinya.
Sosiologi lingkungan merupakan kajian komunitas dalam arti yang sangat
luas (Bell 1998). Orang, binatang, lahan dan tanaman yang tumbuh di
atasnya, air, udara – semuanya memiliki hubungan kait mengait yang sangat
erat. Bersama-sama mereka membentuk semacam solidaritas, yang
kemudian kita sebut dengan ekologi. Seperti dalam banyak komunitas,
mereka juga mengalami konflik ditengah-tengah hubungan tersebut. Sosiolog
lingkungan mengkaji komunitas terluas tersebut dengan maksud untuk
memahami asal usul, dan solusi yang diusulkan dari seluruh konflik sosial dan
biofisik yang sangat nyata.1
Masalah lingkungan tidak hanya  berupa masalah teknologi dan industri,
ekologi dan biologi, pengendalian polusi dan pencegahan polusi. Masalah
lingkungan juga berupa masalah sosial. Masalah lingkungan adalah masalah
bagi masyarakat – merupakan masalah yang mengancam pola-pola
organisasi sosial yang ada dalam masyarakat 2. Adalah manusia yang
menciptakan masalah lingkungan, dan manusia juga yang harus mencari
jalan keluarnya. Berangkat dari hal inilah dibutuhkan kehadiran teori sosiologi
lingkungan. Ekologi sering digambarkan sebagai kajian tentang komunitas
alam. Sementara sosiologi digambarkan sebagai kajian tentang komunitas
manusia. Sosiologi lingkungan merupakan kajian keduanya secara bersama-
sama, dimana bumi yang satu harus kita tinggali bersama-sama, kadang-
kadang dengan rasa enggan (tidak suka), dengan manusia lain, bentuk
kehidupan lain, dan batu, air, tanah dan udara yang mendukung seluruh
kehidupan.
Perilaku global terutama yang berkaitan dengan kebijakan politis dan ekonomi
merupakan penyumbang utama perubahan ekologi yang dianggap
berkontribusi besar dalam perubahan iklim. Penelitian terbaru tentang
perubahan iklim menggaris bawahi bahwa ada korelasi yang erat antara
kegiatan ekonomi, kebijkan politik, peningkatan jumlah penduduk dan
peningkatan emisi gas karbondiaoksida. Hal yang menarik adalah perbedaan
yang signifikan mengenai jumlah emisi yang dihasilkan bila dihubungkan
dengan perilaku serta aktivitas masyarakat. Dimana masyarakat dengan
1
Intergovernmental Panel on Climate Change, Climate Change 2007: Synthesis Report,
Summary for Policymakers (Cambridge University Press, 2007
2
John Bellamy Foster, “Marx’s Theory of Metabolic Rift: Classical Foundations for
Environmental Sociology.” American Journal of Sociology 105
mayoritas bermata pencaharian agraris akan mengkomsumsi energi lebih
sedikit dibandingkan dengan sektor industri. Namun pergeseran kebijakan
negara pada saat ini lebih bergeser untuk meningkatkan sektor industri
karena dianggap lebih berperan secara ekonomis dalam pasar global,
walaupun secara ekologis lebih merugikan.

PERUBAHAN IKLIM DILIHAT DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI

Perubahan iklim secara langsung ataupun tidak akan mengubah perilaku


manusia. Adaptasi terhadap perubahan iklim dianggap sebagai suatu bagian
dari seleksi alam yang akan terjadi pada masa depan. Dampak perubahan
iklim antara lain adalah meningkatnya permukaan air laut, epedemi penyakit,
serta timbulnya bencana-bencana alam. Hal yang pasti akan terjadi karena
perubahan iklim ini adalah akan timbulnya migrasi penduduk besar-besaran
dalam lingkup antar wilayah/antar negara. Migrasi ini dianggap sebagai upaya
manusia/kelompok untuk mempertahankan eksistensi mereka.
Menurut laporan dari Global Humanitarian Forum di London, Inggris,
menyebutkan, perubahan iklim global telah menewaskan 300.000 jiwa setiap
tahunnya. kerugian yang ditimbulkan mencapai 125 miliar dollar Amerika
Serikat. Disebutkan pula bahwa 325 juta jiwa kaum miskin adalah yang paling
menderita. Laporan diklaim sebagai laporan pertama mengenai dampak
perubahan iklim terhadap manusia secara global. 3

GAMBAR 1: Peta Risiko Bencana Indonesia

Berikut ini adalah gambaran tentang bagaimana kerugian itu terjadi, antara
lain:
1. Karena Banjir dan Badai Tahunan. Penduduk Banglades termasuk salah
satu masyarakat yang paling menderita karena juitaan jiwa dihantam
banjir dan badai tahunan.
2. Karena Kekeringan Massal. Para petani di Uganda salah satu kelompok

3
http://wahyuancol.wordpress.com/2009/06/02 diakses pada tanggal 8 Desember 2010
yang dihantam kekeringan massal.
3. Karena Kenaikan Muka Laut. Penduduk di pulau-pulau kecil, seperti di
Karibia dan Pasifik terancam kehilangan wilayah karena kanaikan muka
laut.

Dalam laporan itu juga menyebutkan, bila tidak ada penanganan berarti,
maka pada 2030 kematian global akibat perubahan iklim akan mendekati
setengah juta jiwa per tahun. Kerugian finansial mencapai 300 miliar dollar
AS. 4Beberapa dampak yang diramalkan akan timbul antara lain :

1. Sebagian besar kematian disebabkan oleh degradasi lingkungan yang


menimbulkan kekurangan gizi di banyak tempat.
2. Kenaikan suhu 2 derajad celsius membunuh banyak spesies flora dan
fauna yang berguna bagi kehidupan.
3. Bagi warga pesisir, selain ancaman badai yang meningkat dan kenaikan
muka laut, ikan konsumsi bergerak ke tengah laut, sehingga nelayan
makin kesulitan menangkap ikan.
4. Bagi petani, perubahan pola cuaca akan menyulitkan musim tanam. Suhu
yang hangat juga mempengaruhi perkembangbiakan serangga penyerbuk
di negara-negara empat musim.
5. Migrasi massal dikarenakan daerah serta ekosistem yang tidak lagi bisa
ditinggali oleh manusia.

Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan.


Frequensi timbulnya penyakit seperti malaria dan demam berdarah
meningkat. Penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan semakin
rentan terhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi penyakit-
penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan. ”Pemanasan
global” juga memicu meningkatnya kasus penyakit tropis seperti malaria dan
demam berdarah. Penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan
semakin rentan terhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan.
Faktor iklim berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit tular vektor
seperti demam berdarah dengue (DBD) dan malaria. Semakin tinggi curah
hujan, kasus DBD akan meningkat. suhu berhubungan negatif dengan kasus
DBD, karena itu peningkatan suhu udara per minggu akan menurunkan kasus
DBD. Penderita alergi dan asma akan meningkat secara signifikan.
Gelombang panas yang melanda Eropa tahun 2005 meningkatkan angka
"heat stroke" (serangan panas kuat) yang mematikan, infeksi salmonela, dan
"hay fever" (demam akibat alergi rumput kering).
  
Dampak perubahan iklim terhadap Ekosistem
Pada pertengahan abad ini, rata-rata aliran air sungai dan ketersediaan air di
daerah subpolar serta daerah tropis basah diperkirakan akan meningkat
sebanyak 10-40%. Sementara di daerah subtropis dan daerah tropis yang
kering, air akan berkurang sebanyak 10-30% sehingga daerah-daerah yang
sekarang sering mengalami kekeringan akan semakin parah kondisinya.
4
Global Humanitarian Forum
Kemungkinan punahnya 20-30% spesies tanaman dan hewan bila terjadi
kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,5-2,5oC. Meningkatnya tingkat
keasaman laut karena bertambahnya Karbondioksida di atmosfer
diperkirakan akan membawa dampak negatif pada organisme-organisme laut
seperti terumbu karang serta spesies-spesies yang hidupnya bergantung
pada organisme tersebut. Dampak lainnya yaitu hilangnya berbagai jenis
flaura dan fauna khususnya di Indonesia yang memiliki aneka ragam jenis
seperti pemutihan karang seluas 30% atau sebanyak 90-95% karang mati di
Kepulauan Seribu akibat naiknya suhu air laut. (Sumber World Wild Fund
(WWF) Indonesia)5
 
Dampak perubahan iklim Sektor Lingkungan
Dampak perubahan iklim akan diperparah oleh masalah lingkungan,
kependudukan, dan kemiskinan. Karena lingkungan rusak, alam akan lebih
rapuh terhadap perubahan iklim. Dampak terhadap penataan ruang dapat
terjadi antara lain apabila penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup
tinggi, memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi
menimbulkan bencana alam, berupa : banjir dan tanah longsor. Dengan kata
lain daerah rawan bencana menjadi perhatian perencanaan dalam
mengalokasikan pemanfaatan ruang.
 
Dampak perubahan iklim pada Sektor Ekonomi
Semua dampak yang terjadi pada setiap sektor tersebut diatas pastilah
secara langsung akan memberikan dampak terhadap perekonomian
Indonesia akibat kerugian ekonomi yang harus ditanggung. Kenaikan muka
air laut antara 8 hingga 30 centimeter juga akan berdampak parah pada kota-
kota pesisir seperti Jakarta dan Surabaya yang akan makin rentan terhadap
banjir dan limpasan badai. Masalah ini sudah menjadi makin parah di Jakarta
karena bersamaan dengan kenaikan muka air laut, permukaan tanah turun:
pendirian bangunan bertingkat dan meningkatnya pengurasan air tanah telah
menyebabkan tanah turun.Namun Jakarta memang sudah secara rutin
dilanda banjir besar:p ada awal Februari,2007,banjir di Jakarta menewaskan
57 orang dan memaksa 422.300 meninggalkan rumah, yang 1.500 buah di
antaranya rusak atau hanyut.Total kerugian ditaksir sekitar 695 juta dolar.

Perubahan Iklim dan Bencana


Dalam dirinya sendiri ancaman-ancaman alam tidak menimbulkan bencana –
bencana merupakan kombinasi antara suatu kejadian bahaya yang menimpa
sebuah populasi atau masyarakat yang terpapar, rentan dan tidak siap.
Perubahan iklim akan mempengaruhi risiko bencana dalam dua hal, pertama
dengan meningkatnya ancaman-ancaman cuaca dan iklim, dan kedua
dengan meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap ancaman-ancaman
bahaya alam, terutama melalui degradasi ekosistem, berkurangnya
ketersediaan air dan makanan, serta perubahan-perubahan dalam
penghidupan masyarakat. Perubahan iklim juga akan menambah tekanan lain
terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup dan pertumbuhan perkotaan
yang cepat dan tidak terencana baik, yang selanjutnya akan semakin
5
Sebuah artikel menarik yang terbit di Sunday Times, 11 Maret 2007, mengulas buku Six Degrees: Our
Future on A Hotter Planet, tulisan ilmiah jurnalis Mark Lynas yang diterbitkan oleh HarperCollins, dan
menyabet penghargaan bergengsi Royal Society Science Books Prize.
mengurangi kemampuan masyarakat untuk mengatasi bahkan tingkat
ancaman cuaca yang ada saat ini.Selama kurun waktu antara tahun 1991-
2005, 3.470 juta orang telah terkena imbas bencana, 960.000 orang tewas,
dan kerugian ekonomi yang diderita mencapai 1,193 milyar dolar AS.13
Negara-negara miskinlah yang menerima dampak paling parah, karena
mereka secara intrinsik memang sudah rentan terhadap ancaman bencana
dan secara komparatif hanya memiliki kapasitas yang kecil untuk
melaksanakan langkah- langkah pengurangan risiko bencana. Negara-negara
kecil juga sangat rawan – kerugian yang diderita Grenada akibat Badai Ivan
pada tahun 2004 yang mencapai 919 juta dolar AS setara dengan 2,5 kali
PDB-nya. Dalam dua dasawarsa terakhir ini (1988-2007), 76% dari semua
kejadian bencana merupakan bencana hidrologis, meteorologis atau
klimatologis; dan bencana-bencana ini berkontribusi pada 45% dari seluruh
kematian akibat bencana serta 79% kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh
ancaman alam. Kemungkinan meningkatnya cuaca yang ekstrim di masa
yang akan datang dengan demikian juga dikhawatirkan akan meningkatkan
jumlah atau skala bencana-bencana yang terkait dengan cuaca. Sudah
muncul bukti akan adanya peningkatan kondisi-kondisi ekstrim untuk
beberapa unsur cuaca di beberapa kawasan. Kesimpulan yang didapat IPCC
berkaitan dengan perubahan-perubahan pada kondisi-kondisi ekstrim yang
berkaitan dengan kejadian bencana adalah sebagai berikut

Banyak kecenderungan curah hujan untuk jangka panjang (1900-2005) telah


teramati, termasuk adanya kenaikan signifikan di kawasan-kawasan timur
Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa Utara dan Asia bagian Utara serta
Asia Tengah, dan kondisi- kondisi yang lebih kering di kawasan Sahel dan
Afrika bagian Selatan, di seluruh kawasan Mediterania, dan di beberapa
daerah di Asia Selatan. Frekuensi kejadian- kejadian curah hujan tinggi telah
meningkat di sebagian besar wilayah daratan, dan ini konsisten dengan
pemanasan global serta peningkatan kandungan air di atmosfir yang teramati.

Kekeringan yang lebih parah dan berlangsung lebih lama telah terlihat di
semakin banyak wilayah sejak tahun 1970-an, terutama di kawasan tropis
dan sub-tropis. Suhu yang lebih tinggi dan berkurangnya curah hujan telah
meningkatkan prevalensi kondisi-kondisi lebih kering serta berkontribusi pada
perubahan-perubahan dalam penyebaran kekeringan. Perubahan-perubahan
pada suhu permukaan laut, pola angin, dan berkurangnya salju yang turun
serta luas wilayah yang tertutup salju juga berkaitan dengan perubahan
kekeringan. Perubahan-perubahan meluas dalam suhu ekstrim telah teramati
di banyak wilayah di dunia dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini; yang
paling jelas adalah peningkatan frekuensi dari suhu udara siang dan malam
yang lebih tinggi dan peningkatan frekuensi dari panas.
Suatu penelitian memperkirakan bahwa paduan kenaikan muka air laut
setinggi 0,5 meter dan turunnya tanah yang terus berlanjut dapat
menyebabkan enam lokasi terendam secara permanen dengan total populasi
sekitar 270,000 jiwa, yakni: tiga di Jakarta – Kosambi, Penjaringan dan
Cilincing; dan tiga di Bekasi – Muaragembong, Babelan dan
Tarumajaya.Banyak wilayah lain di negeri ini juga akhir-akhir ini baru dilanda
bencana banjir. Banjir besar di Aceh, misalnya, di penghujung tahun 2006
menewaskan 96 orang dan membuat mengungsi 110,000 orang yang
kehilangan sumber penghidupan dan harta benda mereka. Pada tahun 2007
di Sinjai, Sulawesi Selatan banjir yang berlangsung berhari-hari telah
merusak jalan dan memutus jembatan, serta mengucilkan 200.000 penduduk.
Selanjutnya masih pada tahun itu,banjir dan longsor yang melanda Morowali,
Sulawesi Utara memaksa 3.000 orang mengungsi ke tenda-tenda dan barak-
barak darurat.6

ADAPTASI DAN MITIGASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM


Mitigasi dalam kamus john m. echols dan hassan shadily artinya
pengurangan. Sedangkan adaptation atau adaptasi artinya penyesuaian diri.
Kedua istilah ini menjadi penting, karena itu strategi kita menghadapi
perubahan alam. Kita memang beruntung masih bisa bertahan hidup hingga
sekarang. Namun para scientist terkemukapun tidak mampu memprediksi apa
yang akan dilakukan oleh alam untuk mencapai keseimbangan. Dengan laju
kenaikan suhu yang seperti sekarang ini, ditakutkan dapat terjadi lonjakan
yang lebih cepat lagi di masa depan. Oleh sebab itu melalui mitigasi, kita
berusaha mengurangi sebab pemanasan global dari sumbernya. Gunanya
agar laju pemanasan itu melambat. Dan pada saat bersamaan, kita dapat
menyiapkan diri untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada. Sehingga
diharapkan akan ditemukan suatu titik temu yang menjamin kelangsungan
hidup manusia.

Dalam skala kecil, mitigasi bisa berupa gerakan cinta lingkungan seperti
pengelolaan sampah, bike to work, mengurangi penggunaan plastik,
menggunakan AC yang non CFC, hemat energi dan lain sebagainya.
Sedangkan beradaptasi dapat dilakukan dengan melakukan penataan
lansekap lingkungan, penghijauan, menjaga daerah resapan, re-use,
recycling dan lain-lain. Strategi mitigasi dan adaptasi dalam skala yang lebih
luas bisa banyak sekali. Misalnya pencarian energi alternatif, teknologi dam
untuk negara yang berpesisir atau kepulauan seperti maladewa yang cuma
beberapa meter di atas permukaan laut, desain rumah hemat energi,
kendaraan listrik bahkan penjelajahan kemungkinan planet-planet yang bisa
didiami manusia.

CONTOH-CONTOH ADAPTASI DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM


Pertanian dan keamanan pangan: Langkah-langkah yang sudah sering
dilaksanakan dalam sektor ini meliputi perubahan jenis tanaman pangan
untuk meningkatkan tingkat ketahanan mereka terhadap kekeringan dan
hama tanaman, perubahan waktu tanam dan pola tanam, dan perubahan
topografi lahan untuk meningkatkan daya tampung air dan mengurangi erosi
angin. Burkina Faso adalah salah satu negara yang tengah mengadakan
penelitian tentang jenis millet dan sorghum baru yang tahan kekeringan untuk
mengatasi masalah turunnya curah hujan. Diversifikasi merupakan salah satu
pilihan, misalkan saja, dengan menggabungkan tanaman pangan, usaha
peternakan dan agro-kehutanan.7 Pengadaan sistem asuransi juga dapat
6
http://www.pemanasanglobal.net/lingkungan/dampak_perubahan_iklim_terhadap_manusia.htm
diakses pada 8 Desember 2010.
7
Menghubungkan Pengurangan Risiko Bencana, Perubahan Iklim dan Pembangunan, Platform Global
untuk Pengurangan Risiko Bencana, Catatan Informasi 1: http://www.preventionweb.net/
membantu masyarakat dalam menghadapi kegagalan panen.
Sektor air: Langkah-langkah adaptasi mencakup tindakan-tindakan untuk
menangani ketersediaan air maupun mengatasi risiko air, misalkan saja
dengan melindungi infrastruktur air dan sumber-sumber air tradisional,
pembangunan kolam-kolam penampungan banjir, pemanenan air,
peningkatan irigasi, desalinasi, sanitasi berbasis non-air, dan peningkatan
daerah aliran air serta pengelolaan sumber daya air antar daerah.
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Integrated Water Resource
Management/ IWRM) dapat menjadi kerangka untuk kegiatan-kegiatan
semacam ini.
Sektor kesehatan: Langkah-langkah dalam sektor ini meliputi sistem-sistem
peringatan dini dan penggunaan air-conditioning (AC) untuk mengatasi
kejadian- kejadian cuaca ekstrim; tindakan sistematis untuk mengatasi
penyakit-penyakit yang disebarkan melalui air dan vektor sampai upaya
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melindungi daerah aliran air,
pengontrolan vektor, peraturan-peraturan untuk melindungi aspek kesehatan.

Pengintegrasian Perubahan Iklim dengan Rencana Pembangunan: Yang


jadi masalah saat ini adalah bahwa adaptasi dapat dilihat hanya sebagai
masalah lingkungan hidup semata – dan merupakan tanggung jawab
Kementerian Lingkungan Hidup. Padahal, semua departemen pemerintahan
dan badan perencanaan nasional perlu mempertimbangkan dampak
perubahan iklim ini ke dalam program masing-masing. Berbagai persoalan
besar seperti pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat,
perencanaan tata ruang, ketahanan pangan, pemeliharaan infrastruktur,
pengendalian penyakit, perencanaan perkotaan, semuanya mesti ditinjau
ulang dari perspektifperubahan iklim.
Tantangannya adalah membuat perencanaan pembangunan menjadi
‘tangguh terhadap iklim’. Dampak perubahan iklim terhadap ekonomi dan
pembangunan manusia harus dievaluasi secara seksama dan dipetakan.
Kemudian strategi adaptasi harus diintegrasikan ke dalam berbagai rencana
dan anggaran, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Upaya-upaya
pengentasan kemiskinan harus ditingkatkan di bidang-bidang yang khusunya
rentan terhadap perubahan iklim dan dibutuhkan berbagai investasi tambahan
untuk menggiatkan pengurangan risiko bencana.

Semua upaya ini juga harus dipadukan ke dalam berbagai upaya di tingkat
masyarakat dan rumah tangga. Bagaimanapun, masyarakat sudah
berpengalaman lama dalam beradaptasi – dengan berbagai tindakan yang
sudah dipraktikkan selama berabad-abad. Orang-orang yang tinggal di
wilayah yang rentan banjir sejak dulu membangun rumah panggung dan
banyak masyarakat masa kini masih meneruskan praktik ini, meski bahan-
bahan yang digunakan sudah modern seperti tiang beton atau genteng besi.
Di wilayah rawan longsor, orang-orang membangun tanggul penahan longsor
yang kukuh. Para petani yang terpapar kemarau panjang sudah belajar untuk
mendiversifikasikan sumber pendapatan mereka, menanam tanaman pangan
yang tahan kekeringan dan mengoptimalkan penggunaan air yang terbatas,
bahkan bermigrasi sementara untuk mencari pekerjaan di tempat lain.
Apakah itu melalui prakarsa di tingkat publik atau individual, adaptasi
globalplatform/first-session/docs/media_docs/Info_Note_1_HL_dialogue_Climate_Change.pdf.
hendaknya mencakup penguatan sumber-sumber penghidupan dan
mengurangi kerentanannya.Hal ini akan mempersyaratkan suatu perubahan
dalam arah pembangunan.

Di masa lalu sebagian besar pembangunan di Indonesia didasarkan pada


eksploitasi sumber daya alam – dengan manfaat ekonomi yang dinikmati di
perkotaan dan biaya lingkungannya dibebankan ke wilayah pedesaan. Pola
itu harus diubah. Baik masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan sudah
seyogyanya menargetkan pembangunan manusia yang berkelanjutan dan
ancaman perubahan iklim kini makin mendesakkan kepentingannya. Jika kita
tidak mengubah pola pembangunan,maka seluruh sumber daya yang tersedia
bagi rakyat – pangan, air, dan wilayah pemukiman kemungkinan dapat
menjadi makin sulit didapat. Perubahan pola pembangunan ini memerlukan
strategi adaptasi yang lebih luas yang melibatkan pemerintah, masyarakat
sipil, dan sektor swasta – memadukan antara pendekatan pada tingkat
pemerintahan dan kelembagaan dengan pendekatan bottom-up yang berakar
pada pengetahuan kewilayahan, kebangsaan, dan lokal. Sementara adaptasi
merupakan faktor vital dalam seluruh aktivitas pembangunan, secara khusus
adaptasi penting dilakukan dalam bidang-bidang pertanian,wilayah pesisir,
penyediaan air, kesehatan dan wilayah perkotaan, dengan air memainkan
peran lintas sektoral di berbagai bidang ini.8

KESIMPULAN
Keterkaitan antara ilmu sosiologi dengan perubahan iklim secara langsung
berhubungan dengan perilaku manusia secara global dalam menghargai
ekosistem tempat manusia tinggal. Ilmu sosiologi tidak hanya bertujuan untuk
mempelajarai bagaimana sebenarnya dampak fenomena perubahan iklim
terhadap perilaku global namun juga memberikan analisa mengenai
kebijakan-kebijakan yang perlu diambil untuk proses mitigasi dan adaptasi
terhadap perubahan iklim. Isu kerentanan terhadap ancaman-ancaman alam
dan risiko bencana harus tetap menjadi isu utama dalam diskusi-diskusi, dan
kemajuan harus dicapai untuk dapat dengan efektif dan memadai menangani
risiko yang terus meningkat. Kita perlu segera menciptakan kapasitas
beradaptasi, untuk meningkatkan ketangguhan terhadap ancaman-ancaman
yang akan datang, serta untuk mengurangi tingkat risiko bencana yang ada
saat ini yang terus berkembang.

8
http://www.bintari.org/index.php?option=com_content&view=article&id=59%3Aadaptasi-dan-
mitigasi-perubahan-iklim-melalui-wanatani-yang-berkelanjutan diakses pada 7 Desember 2010

You might also like