You are on page 1of 190

BAB I

KONSEP DAN ARAH KEBIJAKAN


PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN
YANG BAIK

A. Konsep Tata Pemerintahan Yang Baik

Good governance yang diterjemahkan sebagai tata


pemerintahan yang baik merupakan tema umum
kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil
society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya
adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan,
seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan
yang baik di negeri ini. Di pemerintahan (public
governance), tema ini begitu menyentuh. Banyak
pihak yang “menunjuk hidung” bahwa masalah
mendasar bangsa ini akan terselesaikan kalau
birokrasi pemerintahnya sudah kembali ke jalan yang
baik. Karenanya bagi aparatur pemerintah, good
governance adalah kewajiban yang harus
diwujudkan.

Governance, yang diterjemahkan menjadi tata


pemerintahan, adalah penggunaan wewenang
ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 1


urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata
pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses
dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-
kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan
mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi
kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan
diantara mereka (Loina Lalolo, 2003).

Definisi lain menyebutkan governance adalah


mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan
sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan
sektor non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif.
Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang
terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang
menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari
terminologi governance membantah pemahaman
formal tentang bekerjanya institusi-institusi negara.
Governance mengakui bahwa di dalam masyarakat
terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang
bekerja pada tingkat yang berbeda (Loina Lalolo,
2003).

Bappanes (2002) mengemukakan bahwa tata


pemerintahan yang baik memiliki 14 (empat belas)
karakteristik. Keempat belas karakteristik tersebut
adalah :
1. Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan;
wawasan ke depan mengandung pengertian
2 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
adanya pemahaman mengenai permasalahan,
tantangan dan potensi yang dimiliki oleh suatu
unit pemerintahan, dan mampu merumuskan
gagasan-gagasan dengan visi dan misi untuk
perbaikan maupun pengembangan pelayanan dan
menuangkannya dalam strategi pelaksanaan,
rencana kebijakan dan program-program kerja ke
depan berkaitan dengan bidang tugasnya.

2. Tata pemerintahan yang bersifat terbuka;


Bersifat terbuka dalam penyelenggaraan
pemerintahan di setiap tahap pengambilan
keputusan dapat ditengarai dengan derajad
aksesibilitas publik terhadap informasi terkait
dengan suatu kebijakan publik. Setiap kebijakan
publik termasuk kebijakan alokasi anggaran,
pelaksanaannya maupun hasil hasilnya mutlak
harus diinformasikan kepada publik atau dapat
diakses oleh publik selengkap-lengkapnya melalui
berbagai media dan forum untuk mendapat
respon.

3. Tata pemerintahan yang cepat tanggap;


Kebutuhan akan karakteristik ini karena selalu
adanya kemungkinan munculnya situasi yang
tidak terduga atau adanya perubahan yang cepat
dari kebutuhan masyarakat akan pelayanan
publik ataupun yang memerlukan suatu
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 3
kebijakan. Karakteristik ini juga dibutuhkan
karena tidak ada rancangan yang sempurna
sehingga berbagai prosedur dan mekanisme baku
dalam rangka pelayanan publik perlu segera
disempurnakan atau diambil langkah-langkah
penanganan segera. Bentuk kongkritnya dapat
berupa tersedianya mekanisme pengaduan
masyarakat sampai dengan adanya unit yang
khusus menangani krisis, dan pengambilan
keputusan serta tindak lanjutnya selalu dilakukan
dengan cepat.

4. Tata pemerintahan yang akuntabel; Akuntabilitas


dalam penyelenggaraan pemerintahan dituntut di
semua tahap mulai dari penyusunan program
kegiatan dalam rangka pelayanan publik,
pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasinya,
maupun hasil dan dampaknya. Akuntabilitas juga
dituntut dalam hubungannya dengan
masyarakat/publik, dengan instansi atau aparat
di bawahnya maupun dengan instansi atau aparat
di atas. Secara substansi, penyelenggaraan
pemerintahan harus berdasar-kan pada sistem
dan prosedur tertentu, memenuhi ketentuan
perundangan, dapat diterima secara politis,
berdasarkan pada metode dan teknik tertentu
maupun nilai-nilai etika tertentu, serta dapat

4 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


menerima konsekuensi bila keputusan yang
diambil tidak tepat.

5. Tata pemerintahan yang berdasarkan


profesionalitas dan kompetensi; Tata
pemerintahan dengan karakteristik seperti ini
akan tampak dari upaya-upaya mengorganisasi-
kan kegiatan dengan cara mengisi posisi-posisi
dengan aparat yang sesuai dengan kompetensi,
termasuk di dalamnya kriteria jabatan dan
mekanisme penempatannya. Disamping itu,
terdapat upaya-upaya sistematik untuk
mengembangkan profesionalitas sumber daya
manusia yang dimiliki unit yang bersangkutan
melalui berbagai kegiatan pendidikan dan
pelatihan.

6. Tata pemerintahan yang menggunakan struktur


dan sumber daya secara efisien dan efektif;
Upaya untuk menggunakan struktur dan sumber
daya secara efisien dan efektif merupakan salah
satu respon atas tuntutan akuntabilitas. Kinerja
penyelenggaraan pemerintahan perlu secara
terus menerus ditingkatkan dan dioptimalkan
melalui pemanfaatan sumber daya dan organisasi
yang efektif dan efisien, termasuk upaya-upaya
berkoordinasi untuk menciptakan sinergi dengan
berbagai pihak dan organisasi lain.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 5
7. Tata pemerintahan yang terdesentralisasi; Tata
pemerintahan yang memiliki karakteristik seperti
ini tampak dari adanya pendelegasian wewenang
sepenuhnya yang diberikan kepada aparat
dibawahnya sehingga pengambilan keputusan
dapat terjadi pada tingkat dibawah sesuai
lingkup tugasnya. Pendelegasian wewenang
tersebut semakin mendekatkan aparat
pemerintah kepada masyarakat.

8. Tata pemerintahan yang demokratis dan


berorientasi pada konsensus; Prinsip ini
menjunjung tinggi penghormatan hak dan
kewajiban pihak lain. Dalam suatu unit
pemerintahan, pengambilan keputusan yang
diambil melalui konsensus perlu dihormati.

9. Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi


masyarakat; Partisipasi masyarakat pada
hakekatnya mengedepankan keterlibatan aktif
masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan.

10.Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan


dengan swasta dan Masyarakat; Pemerintah dan
masyarakat saling melengkapi dan mendukung
(mutualisme) dalam penyediaan "public goods"
dan pemberian pelayanan terhadap publik.

6 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


11.Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi
hukum; Tata pemerintahan dengan karakter
seperti ini tampak dengan praktik-praktik
penyelenggaraan pemerintahan yang selalu
mendasarkan diri pada ketentuan perundangan
yang berlaku dalam setiap pengambilan
keputusan, bersih dari unsur “KKN” dan
pelanggaran HAM, serta ditegakkannya hukum
terhadap seseorang atau sekelompok orang yang
melakukan pelanggaran hukum.

12.Tata pemerintahan yang memiliki komitmen


pada pengurangan Kesenjangan; Prinsip ini
berpihak kepada kepentingan kelompok
masyarakat yang tidak mampu, tertinggal atau
termarjinalkan.

13.Tata pemerintahan yang memiliki komitmen


pada pasar; Prinsip ini menyatakan
dibutuhkannya keterlibatan pemerintah dalam
pemantapan mekanisme pasar.

14.Tata pemerintahan yang memiliki komitmen


pada lingkungan hidup; Prinsip ini menegaskan
keharusan setiap kegiatan pemerintahan dan
pembangunan untuk memperhatikan aspek
lingkungan termasuk melakukan analisis secara
konsisten dampak kegiatan pembangunan
terhadap lingkungan.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 7
B. Arah Dan Kebijakan Penciptaan Tata Pemerintahan
Yang Baik

Salah satu agenda pembangunan nasional adalah


menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan
berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk
mewujudkan tata pemerintahan yang baik, antara
lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan
efisiensi, menjunjung tinggi supremasi hukum, dan
membuka partisipasi masyarakat yang dapat
menjamin kelancaran, keserasian dan keterpaduan
tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah
kebijakan yang terarah pada perubahan
kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan; kualitas
sumber daya manusia aparatur; dan sistem
pengawasan dan pemeriksaan yang efektif (RPJM,
Bab 14).

Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan


tuntutan masyarakat. Hal tersebut terkait dengan
tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari
solusi perbaikan. Demikian pula, masih tingginya
tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya
praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan
terhadap kinerja aparatur negara merupakan
cerminan dari kondisi kinerja birokrasi yang masih
jauh dari harapan.

8 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Banyaknya permasalahan birokrasi tersebut di atas,
belum sepenuhnya teratasi baik dari sisi internal
maupun eksternal. Dari sisi internal, berbagai faktor
seperti demokrasi, desentralisasi dan internal
birokrasi itu sendiri, masih berdampak pada tingkat
kompleksitas permasalahan dan dalam upaya
mencari solusi lima tahun ke depan. Sedangkan dari
sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi
teknologi informasi juga akan kuat berpengaruh
terhadap pencarian alternatif-alternatif kebijakan
dalam bidang aparatur negara.

Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan


desentralisasi telah membawa dampak pada proses
pengambilan keputusan kebijakan publik. Dampak
tersebut terkait dengan, makin meningkatnya
tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam
kebijakan publik; meningkatnya tuntutan penerapan
prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara
lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja
publik serta taat pada hukum; meningkatnya
tuntutan dalam pelimpahan tanggungjawab,
kewenangan dan pengambilan keputusan.

Demikian pula, secara khusus dari sisi internal


birokrasi itu sendiri, berbagai permasalahan masih
banyak yang dihadapi. Permasalahan tersebut antara
lain adalah: pelanggaran disiplin, penyalahgunaan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 9
kewenangan dan masih banyaknya praktek KKN;
rendahnya kinerja sumber daya manusia dan
kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan
(organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen)
pemerintahan yang belum memadai; rendahnya
efisiensi dan efektifitas kerja; rendahnya kualitas
pelayanan umum; rendahnya kesejahteraan PNS; dan
banyaknya peraturan perundang-undangan yang
sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan
dan tuntutan pembangunan.

Dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi


teknologi informasi (e-Government) merupakan
tantangan tersendiri dalam upaya menciptakan
pemerintahan yang bersih, baik dan berwibawa. Hal
tersebut terkait dengan makin meningkatnya
ketidakpastian akibat perubahan faktor lingkungan
politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi dengan
cepat; makin derasnya arus informasi dari manca
negara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya
dan terjadinya kesenjangan informasi dalam
masyarakat (digital divide). Perubahan-perubahan
ini, membutuhkan aparatur negara yang memiliki
kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang
handal untuk melakukan antisipasi, menggali potensi
dan cara baru dalam menghadapi tuntutan
perubahan. Di samping itu, aparatur negara harus

10 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


mampu meningkatkan daya saing, dan menjaga
keutuhan bangsa dan wilayah negara. Untuk itu,
dibutuhkan suatu upaya yang lebih komprehensif dan
terintegrasi dalam mendorong peningkatan kinerja
birokrasi aparatur negara dalam menciptakan
pemerintahan yang bersih dan akuntabel yang
merupakan amanah reformasi dan tuntutan seluruh
rakyat Indonesia.

Program ini bertujuan untuk mengembangkan


manajemen pelayanan publik yang bermutu,
transparan, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut
dan adil kepada seluruh masyarakat guna menunjang
kepentingan masyarakat dan dunia usaha, serta
mendorong partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat.

Secara umum sasaran penyelenggaraan negara Tahun


2004–2009 adalah terciptanya tata pemerintahan
yang baik, bersih, berwibawa, profesional, dan
bertanggungjawab, yang diwujudkan dengan sosok
dan perilaku birokrasi yang efisien dan efektif serta
dapat memberikan pelayanan yang prima kepada
seluruh masyarakat.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, secara


khusus sasaran yang ingin dicapai adalah:

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 11


1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di
birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran)
pejabat yang paling atas;

2. Terciptanya sistem kelembagaan dan


ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih,
efisien, efektif, transparan, profesional dan
akuntabel;

3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang


bersifat diskriminatif terhadap warga negara,
kelompok, atau golongan masyarakat;

4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam


pengambilan kebijakan publik;

5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat


dan daerah, dan tidak bertentangan peraturan
dan perundangan di atasnya.

Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan


penyelenggaraan negara dalam mewujudkan Tata
Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa, maka
kebijakan penyelenggaraan negara 2004–2009
diarahkan untuk:

1. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan


kewenangan dalam bentuk praktik-praktik KKN
dengan cara:

12 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


a. Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan
yang baik (good governance) pada semua
tingkat dan lini pemerintahan dan pada
semua kegiatan;

b. Pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi


pelaku KKN sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;

c. Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur


negara melalui koordinasi dan sinergi
pengawasan internal, eksternal dan
pengawasan masyarakat;

d. Peningkatan budaya kerja aparatur yang


bermoral, profesional, produktif dan
bertanggung jawab;

e. Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-


hasil pengawasan dan pemeriksaan;

f. Peningkatan pemberdayaan penyelenggara


negara, dunia usaha dan masyarakat dalam
pemberantasan KKN.

2. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan


administrasi negara melalui:

a. Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan


pemerintahan agar dapat berfungsi secara
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 13
lebih memadai, efektif, dengan struktur lebih
proporsional, ramping, luwes dan responsif;

b. Peningkatan efektivitas dan efisiensi ketata-


laksanaan dan prosedur pada semua tingkat
dan lini pemerintahan;
c. Penataan dan peningkatan kapasitas sumber
daya manusia aparatur agar lebih profesional
sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk
memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat;

d. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan


pemberlakuan sistem karier berdasarkan
prestasi;

e. Optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan


e-Government, dan dokumen/ arsip negara
dalam pengelolaan tugas dan fungsi
pemerintahan.

3. Meningkatkan keberdayaan masyarakat


dalam penyelenggaraan pembangunan dengan:

a. Peningkatan kualitas pelayanan publik


terutama pelayanan dasar, pelayanan umum
dan pelayanan unggulan;

b. Peningkatan kapasitas masyarakat untuk


dapat mencukupi kebutuhan dirinya,
14 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
berpartisipasi dalam proses pembangunan
dan mengawasi jalannya pemerintahan;

c. Peningkatan transparansi, partisipasi dan


mutu pelayanan melalui peningkatan akses
dan sebaran informasi.

Dalam rangka penciptaan tata pemerintahan yang


bersih dan berwibawa maka ditetapkan 7 program
pembangunan. Ketujuh program pembangunan
dalam bidang ketata pemerintahan tersebut adalah:
a. Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik,
b. Program Peningkatan Pengawasan dan Akun-
tabilitas Aparatur Negara,
c. Program Penataan Kelembagaan dan Ketata-
laksanaan,
d. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Aparatur,
e. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik,
f. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur Negara, dan
g. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan
dan Kepemerintahan.

Program peningkatan kualitas pelayanan publik


mempunyai sembilan kegiatan pokok. Kesembilan
kegiatan pokok tersebut adalah :
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 15
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat dan dunia usaha.
2. Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good
governance dalam setiap proses pemberian
pelayanan publik khususnya dalam rangka
mendukung penerimaan keuangan negara seperti
perpajakan, kepabeanan, dan penanaman modal;

3. Meningkatkan upaya untuk menghilangkan


hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan
publik melalui deregulasi, debirokratisasi, dan
privatisasi;
4. Meningkatkan penerapan sistem merit dalam
pelayanan;
5. Memantapkan koordinasi pembinaan pelayanan
publik dan pengembangan kualitas aparat
pelayanan publik;
6. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pelayanan publik;
7. Mengintensifkan penanganan pengaduan
masyarakat;
8. Mengembangkan partisipasi masyarakat di wilayah
kabupaten dan kota dalam perumusan program
dan kebijakan layanan publik melalui mekanisme
dialog dan musyawarah terbuka dengan

16 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


komunitas penduduk di masing-masing wilayah;
dan
9. Mengembangkan mekanisme pelaporan berkala
capaian kinerja penyelenggaraan pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten/kota kepada
publik.

C. Peran Strategis Pelayanan Publik

Pertanyaan yang paling mendasar adalah, mengapa


reformasi pelayanan publik menjadi titik strategis
untuk membangun praktik good governance!
Mengapa bukan aspek-aspek kegiatan pemerintahan
lainnya? Bukankah terdapat banyak persoalan yang
dihadapi pemerintah yang juga sangat mendesak
untuk ditangani oleh pemerintah di luar praktik
penyelenggaraan pelayanan publik? Pertanyaan-
pertanyaan ini sangat penting untuk dijawab agar
pilihan membangun praktik penyelenggaraan
pelayanan melalui reformasi pelayanan publik benar-
benar diyakini dapat membawa pemerintah
Indonesia menuju pada praktik good governance.
Atau dengan kalimat lain, reformasi pelayanan publik
di Indonesia dapat memiliki dampak yang meluas
terhadap perubahan aspek-aspek kehidupan
pemerintahan lainnya sehingga perubahan pada
praktik penyelenggaraan pelayanan publik dapat

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 17


menjadi lokomotif bagi upaya perubahan menuju
good governance.

Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan


publik menjadi titik strategis untuk memulai
pengembangan good governance di Indonesia. Salah
satunya, pelayanan publik selama ini menjadi ranah
dimana Negara yang diwakili oleh pemerintah
berinteraksi dengan lembaga-lembaga non-
pemerintah. Dalam ranah ini terjadi pergumulan
yang sangat intensif antara pemerintah dengan
warganya. Buruknya praktik governance dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sangat dirasakan
oleh warga dan masyarakat luas. Ini berarti jika
terjadi perubahan yang signifikan pada ranah
pelayanan publik dengan sendirinya dapat dirasakan
manfaatnya secara langsung oleh warga dan
masyarakat luas.

Keberhasilan dalam mewujudkan praktik good


governance dalam ranah pelayanan publik mampu
membangkitkan dukungan dan kepercayaan dari
masyarakat luas bahwa membangun good gover-
nance bukan hanya sebuah mitos tetapi dapat
menjadi suatu kenyataan. Kepercayaan diri sangat
penting dalam kondisi kejiwaan bangsa seperti
sekarang ini, mengingat kegagalan-kegagalan

18 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


program reformasi pemerintahan selama ini telah
menggerogoti semangat warga bangsa sehingga
merasa pesimis untuk benar-benar dapat mewujudkan
Indonesia baru yang bercirikan praktik good
governance. Meluasnya praktik bad governance di
banyak daerah seiring dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah sering meruntuhkan
semangat pembaharuan yang dimiliki oleh sebagian
warga bangsa, dan sebaliknya, semakin
menumbuhkan pesimisme dan apatisme di kalangan
mereka.

Semakin meluasnya apatisme dan pesimisme ini


tentu sangat berbahaya karena dalam beberapa hal
dapat menumbuhkan toleransi yang semakin meluas
terhadap praktik bad governance. Praktik bad
governance semakin dianggap sebagai hal yang wajar
dan dapat diterima dalam kehidupan mereka. Warga
dan masyarakat luas menjadi semakin terbiasa
memberikan pembenaran terhadap praktik bad
governance dengan mengembangkan mekanisme
survival untuk menyiasati praktik bad governance ini.
Hasil Governance and Decentralization Survey 2002
(CDS 2002) yang menunjukkan bahwa sebagian besar
warga menganggap wajar terhadap praktik pungutan
liar (pungli) dan justru merasa lega karena proses
pelayanan dapat segera selesai, menjadi indikator

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 19


bahwa warga bangsa menjadi semakin toleran
terhadap praktik bad governance. Hal ini tidak saja
dapat mendorong warga untuk mengembangkan
mekanisme survival dengan adanya praktik bad
governance, tetapi juga menghindari upaya untuk
membangun good governance. Kalau hal seperti ini
terus terjadi dan semakin meluas tentu sangat
berbahaya bagi kelangsungan kehidupan bangsa.

Dengan menjadikan praktik pelayanan publik sebagai


pintu masuk dalam membangun good governance,
maka diharapkan toleransi terhadap praktik bad
governance yang semakin meluas dapat dihentikan.
Kesadaran warga bangsa yang beranggapan bahwa
membayar pungli adalah bagian dari bad governance
dapat ditumbuhkan. Keberanian untuk mengatakan
tidak pada bad governance akan tumbuh meluas dan
semangat perubahan dapat ditumbuhkembangkan.
Keberanian dan semangat untuk melakukan
perubahan ini perlu dipelihara agar api semangat
semakin meluas sehingga cahayanya mampu
menyinari perjalanan warga bangsa menuju praktik
good governance.

D. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Keterbatasan dana pemerintah menjadi hambatan


utama untuk meningkatkan fungsi pelayanan publik.
20 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
Sebagai salah satu upaya mengatasi kendala
tersebut, Pemerintah mencurahkan upaya
melibatkan sektor swasta kedalam jasa pelayanan
publik tersebut.
Namun demikian usaha yang sedang dilakukan perlu
memahami kondisi internal dari fungsi pelayanan
publik yang selama ini dilaksanakan, sehingga
kebijakan yang dibuat dapat realistis dan tidak
melepaskan tanggungjawab pemerintah sebagai
pemegang kendali pelayanan publik (Darwin
Djajawinata, 2003)

Kebijakan untuk memperbaiki pelayanan publik perlu


membentuk suatu iklim usaha yang dapat
meminimalkan resiko berusaha. Dari sekian banyak
resiko yang timbul dalam suatu usaha dibidang
pelayanan publik, terdapat dua resiko utama yang
akan menjadi patokan awal, yaitu: resiko politis dan
resiko pengaturan. Resiko politis timbul bilamana
tidak ada kejelasan fungsi/peran dari pemerintah,
sementara resiko pengaturan timbul karena adanya
penyalahgunaan fungsi/peran dari pengaturan itu
sendiri. Dalam kaitan tersebut, tulisan ini
mengemukakan suatu kerangka refleksi peran dan
fungsi sektor, sekaligus melihat kebijakan pada
sektor terkait infrastruktur/ pelayanan publik
(Darwin Djajawinata, 2003).
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 21
Untuk mendapatkan informasi lanjut tentang pokok
pengelolaan pelayanan publik yang memerlukan
perhatian segera, dapat juga ditambahkan tingkat
kepentingan (degree of importances) serta status
dari setiap pokok, dengan membentuk kriteria dan
bobot kedalam daftar pertanyaan ini. Dengan
mengkaji perbedaan (gap) persepsi dari setiap
pemberi pendapat tentang mana dan bagaimana
tingkat kepentingan dari setiap pokok, akan terdapat
informasi lanjut tentang pokok pengelolaan
pelayanan publik yang memerlukan perhatian segera
(Darwin Djajawinata, 2003).

Darwin Djajawinata (2003) mengemukakan terdapat


beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
peningkatan pelayanan publik, khususnya pada
pelayanan publik bidang infrastruktur. Beberapa hal
tersebut adalah :

1. Organisasi, Insentif, dan Koordinasi; Untuk


merefleksi pelayanan publik, hal yang pertama
dilihat adalah bagaimana kewajiban dan
kewenangan sektor telah diorganisasi dan
bagaimana hal tersebut dikenal/dipahami oleh
setiap pihak. Untuk kemudian diperhatikan
bagaimana koordinasi/keterpaduan antar
organisasi berjalan, serta insentif yang diberikan
dalam pelayanan publik. Pada bagian ini,

22 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


dikemukakan suatu bentuk refleksi terhadap
”organisasi, insentif dan koordinasi” dari
pelayanan/sektor yang ditinjau.

2. Informasi dan Standar Dalam Meningkatkan


Kuantitas dan Kualitas Pelayanan; Standar
pelayanan publik disusun dalam rangka mengukur
kinerja pelayanan yang telah diberikan. Bagian
yang sangat menentukan dalam mengukur kinerja
pelayanan tersebut adalah akurasi dan ketepatan
waktu penyampaian dari suatu informasi.
Refleksi yang dapat dilakukan untuk merumuskan
kondisi eksisting dari pengelolaan informasi dan
standar yang ditetapkan sebagai acuan kualitas &
kuantitas pelayanan.

3. Penyusunan Kebijakan dan Alokasi Sumber Daya;


Sebagai tolok ukur dari upaya meningkatkan
iklim usaha pelayanan publik terletak pada
persepsi pihak pemberi layanan menanggapi
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Kebijakan ini akan menjadi landasan bagi
peletakkan dasar-dasar perhitungan usaha
dengan menimbang resiko-resiko yang mungkin
timbul. Selayaknya kita melihat kedalam (inward
looking) terhadap kebijakan yang telah dan akan
disusun. Dengan demikian Kebijakan yang disusun
realistis dengan mempertimbangkan kemampuan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 23


sektor dalam mengalokasikan sumber daya yang
dimiliki. Sumber daya yang ada agar digerakkan
dan dioptimalkan untuk mewujudkan sasaran
yang dituju dari suatu kebijakan.

4. Azas Pemulihan Biaya Bagi Pelayanan


Berkelanjutan; Suatu pelayanan publik akan
dapat berjalan secara berkesinambungan apabila
terdapat cukup dana bagi pembiayaan operasi,
pemeliharaan, peningkatan dan reinvestasi.
Secara ideal, dana tersebut diupayakan
sepenuhnya dikembalikan dari tarif pembayaran
atas jasa pelayanan tersebut. Namun demikian
pada kenyataannya, tidak sepenuhnya biaya-
biaya diatas dapat dipulihkan oleh pembayaran
tarif, masih perlu suatu insentif terhadap
pelayanan tersebut sebagai suatu pertimbangan
kepada golongan kemampuan rendah dalam
membayar pelayanan.

5. Kompetisi dan Efisiensi; Suatu pelayanan yang


efisien akan dimungkinkan oleh adanya kompetisi
dalam memberikan pelayanan. Kompetisi akan
menuntut adanya kontrol atas biaya produksi
serta kualitas pelayanan. Sehingga dengan
demikian pemberi layanan dipaksa untuk
meningkatkan kemampuan pelayanannya
sekaligus melakukan inovasi supaya tidak

24 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


tertinggal dalam persaingan. Tuntutan kearah
tersebut semakin nyata mengingat semakin
kritisnya publik terhadap rendahnya kualitas
pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang
monopolistik. Kecenderungan penyalahgunaan
kewenangan (abuse of power) dengan pemberi
layanan monopolistik akan merendahkan mutu
pelayanan karena kecenderungan ketidak
pedulian atas adanya kritik publik

6. Pengaturan dan Kompetisi; Untuk melindungi


kepentingan publik dan juga memberikan ruang
bagi pemberi layanan dalam melakukan
pelayanan publik, suatu koridor terhadap
kompetisi adalah bagian kritis yang harus segera
disusun. Dengan adanya kerangka pengaturan
yang adil, diharapkan akan membawa interaksi
imbal balik yang saling menunjang dan sepadan
dengan tujuan pengaturan itu sendiri.
Selanjutnya adalah membentuk insrumen
pengaturan yang akan meliputi pengaturan baru
atau pembentukkan lembaga yang menjamin
pelaksanaan pelayanan dilaksanakan sesuai
dengan koridor yang ditetapkan. Dalam hal ini
fungsi-fungsi dari lembaga terlibat didefinisikan
secara tegas, terhindar dari konflik kepentingan.
Apabila definisi tersebut masih samar dan
mengandung fungsi yang masih berlainan akan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 25
membawa implikasi inefisiensi dari pelayanan itu
sendiri.

7. Dukungan Pemerintah Dalam Peningkatan


Pelayanan Publik; Suatu hal yang tidak dapat
dihindari saat ini adalah diperlukannya dukungan
pemerintah terhadap pelaksanaan pelayanan
publik. Berbagai macam bentuk dukungan dapat
diberikan kepada pemberi layanan, baik dalam
bentuk subsidi, atau kemudahan. Namun
demikian, pemberi layanan terus didorong
meningkatkan melakukan inovasi, agar pada
akhirnya jumlah dukungan pemerintah tersebut
dapat dikurangi dan pemberi layanan mampu
berjalan secara mandiri. Untuk mengetahui
bentuk dan jumlah dukungan yang telah
diberikan oleh pemerintah kepada pemberi
layanan.

8. Manajemen Pemberi Layanan; Kondisi internal


manajemen merupakan satu aspek yang penting
dilihat. Kondisi manajemen akan berpengaruh
terhadap kualitas dari pelayanan yang diberikan.
Kualifikasi direksi dan eksekutif pelaksana
pelayanan sangat menentukan output pemberi
layanan, demikian juga dengan mekanisme/
bentuk pengawasan/kontrol dari komisaris dan
pemegang saham.

26 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


9. Hambatan Krisis Moneter; Krisis moneter yang
mengimbas kepada kenaikan harga pokok barang
produksi dan menurunkan daya beli masyarakat,
telah mengurangi kemampuan pemberi layanan
dalam memberikan layanan secara signifikan.
Dampak dari krisis ekonomi terhadap pelayanan
publik ini akan menjadi satu fokus refleksi yang
khusus, terlebih lagi terhadap struktur finansial
dari pelayanan publik tersebut. Hal ini ditandai
dengan kesulitan pembayaran hutang dan
berkurangnya jumlah transaksi/investasi yang
dialami oleh sebagian besar pemberi layanan.

10. Akuntabilitas Pemberi Layanan dan Regulator;


Tuntutan terhadap akuntabilitas dari suatu
pelayanan publik saat ini semakin mengemuka,
dengan kenyataan bahwa publik semakin kritis
terhadap tarif dan kualitas pelayanan yang telah
diberikan. Dengan adanya akuntabilitas
pelayanan, baik itu dengan diketahuinya
program, target dan anggaran dari pemberian
layanan, paling tidak pihak terkait dapat turut
mengontrol proses pelayanan sehingga pada satu
waktu dapat dipahami mengapa diperlukan
peningkatan tarif dan lain sebagainya. Selain
daripada itu, dengan dilaksanakannya pelayanan
publik oleh lembaga yang akuntabel, maka publik
akan percaya dan ikut mendorong pelaksanaan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 27
pelayanan yang berkelanjutan. Untuk memahami
akuntabilitas dari pelayanan publik tersebut.

E. Indikator Kualitas Pelayanan Publik Yang Ideal

Salah satu produk organisasi publik adalah pelayanan


publik. Apabila kita meminjam pendapat Lenvine
(1990: 188), maka produk dari pelayanan publik di
dalam negara demokrasi paling tidak harus
memenuhi tiga indikator, yakni responsiveness,
responsibility, dan accountability.

1. Responsiveness atau responsivitas adalah daya


tanggap penyedia layanan terhadap harapan,
keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna
layanan.
2. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses
pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan
administrasi dan organisasi yang benar dan telah
ditetapkan.
3. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses
penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan
kepentingan stakeholders dan norma-norma yang
berkembang dalam masyarakat.

28 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Sementara itu, Gibson, Ivancevich & Donnelly (1996)
memasukkan dimensi waktu, yaitu menggunakan
ukuran jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang dalam melihat kinerja organisasi
publik. Dalam hal ini, kinerja pelayanan publik
terdiri dari produksi, mutu, efisiensi, fleksibilitas,
dan kepuasan untuk ukuran jangka pendek;
persaingan dan pengembangan untuk jangka
menengah; serta kelangsungan hidup.

1. Produksi adalah ukuran yang menunjukkan


kemampuan organisasi untuk menghasilkan
keluaran yang dibutuhkan oleh lingkungannya.

2. Mutu adalah kemampuan organisasi untuk


memenuhi harapan pelanggan dan clients.

3. Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara


keluaran (output) dan masukan (input).

4. Fleksibilitas adalah ukuran yang menunjukkan


daya tanggap organisasi terhadap tuntutan
perubahan internal dan eksternal. Fleksibilitas
berhubungan dengan kemampuan organisasi untuk
mengalihkan sumberdaya dari aktivitas yang satu
ke aktivitas yang lain guna menghasilkan produk
dan pelayanan baru yang berbeda dalam rangka
menanggapi permintaan pelanggan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 29


5. Kepuasan menunjuk pada perasaan karyawan
terhadap pekerjaan dan peran mereka di dalam
organisasi.

6. Persaingan menggambarkan posisi organisasi di


dalam berkompetisi dengan organisasi lain yang
sejenis.

7. Pengembangan adalah ukuran yang mencerminkan


kemampuan dan tanggungjawab organisasi dalam
memperbesar kapasitas dan potensinya untuk
berkembang melalui investasi sumberdaya.

8. Kelangsungan hidup adalah kemampuan


organisasi untuk tetap eksis di dalam menghadapi
segala perubahan.

Sedangkan Zeithaml, Parasuraman & Berry (1990:


26) menggunakan ukuran tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, empathy.

1. Tangibles, yaitu fasilitas fisik, peralatan,


pegawai, dan fasilitas-fasilitas komunikasi yang dimiliki
oleh penyedia layanan;

2. Reliability atau reliabilitas adalah kemampuan


untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan
secara akurat.

30 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


3. Responsiveness atau responsivitas adalah
kerelaan untuk menolong pengguna layanan dan
menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.

4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan,


kesopanan, dan kemampuan para petugas
penyedia layanan dalam memberikan
kepercayaan kepada pengguna layanan.

5. Empathy adalah kemampuan memberikan


perhatian kepada pengguna layanan secara
individual.

Menurut KepMenPan 81/1995, kinerja organisasi


publik dalam memberikan pelayanan publik dapat
dilihat dari indikator-indikator, seperti keseder-
hanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keter-
bukaan, efisien, ekonomis, keadilan yang merata, dan
ketepatan waktu.

1. Kesederhanaan, yaitu prosedur atau tata cara


pelayanan umum harus didesain sedemikian rupa
sehingga penyelenggaraan pelayanan umum
menjadi mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-
belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan dan kepastian tentang tata cara,


rincian biaya layanan dan cara pembayarannya, jadwal
waktu penyelesaian layanan, dan unit kerja atau
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 31
pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan umum.
3. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa
aman dan bebas pada pelanggan dari adanya bahaya,
resiko, dan keragu-raguan. Proses serta hasil pelayanan
umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan
serta dapat memberikan kepastian hukum.
4. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan dapat
mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan
secara mudah dan jelas, yang meliputi informasi tata
cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya, dan lain-
lain.
5. Efisien, yaitu persyaratan pelayanan umum hanya
dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan
pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dan
produk pelayanan publik yang diberikan. Di samping itu,
juga harus dicegah adanya pengulangan di dalam
pemenuhan kelengkapan persyaratan, yaitu
mempersyaratkan kelengkapan persyaratan dari satuan
kerja atau instansi pemerintah lain yang terkait.
6. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan
ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan
nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan
untuk membayar.

32 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


7. Keadilan yang merata, yaitu cakupan atau
jangkauan pelayanan umum harus diusahakan
seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan
diperlakukan secara adil.
8. Ketepatan waktu, yaitu agar pelaksanaan
pelayanan umum dapat diselesaikan dalam kurun
waktu yang telah dilentukan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa


untuk mengukur kualitas pelayanan publik tidak
cukup hanya menggunakan indikator tunggal, tetapi
harus menggunakan multi-indicator atau indikator
ganda. Kualitas pelayanan publik dapat dilihat dari
aspek proses pelayanan dan dari aspek out-put atau
hasil pelayanan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 33


BAB II

34 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


KONSEP PENGUKURAN KINERJA
PELAYANAN PUBLIK

A. Konsepsi Pelayanan Publik

Kemunculan sektor pelayanan publik berhubungan


dengan bagaimana peningkatan kapasitas dan
kemampuan pemerintah dalam menyediakan
kebutuhan yang dianggap pokok bagi seluruh anggota
masyarakat. Konsep kebutuhan pokok terus
berkembang seiring dengan tingkat perkembangan
sosio-ekonomi masyarakat. Artinya suatu jenis
barang dan jasa yang sebelumnya dianggap sebagai
barang mewah dan terbatas kepemilikannya dapat
berubah menjadi barang yang pokok diperlukan bagi
sebagian besar lapisan masyarakat. Perkembangan
konsep kebutuhan pokok dengan demikian terkait
erat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi,
industrialisasi, serta perubahan politik. Hasil-hasil
pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi pada
gilirannya harus didistribusikan dan dialokasikan
kepada tiap anggota masyarakat yang turut
berpartisipasi dalam mendorong pertumbuhan
tersebut. Fungsi distribusi dan alokasi tersebut
dijalankan oleh birokrasi lembaga-lembaga
pemerintahan sebagai wujud dari fungsi pelayanan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 35
berdasarkan kepentingan publik yang dilayaninya
(ICW, 2000).

Menurut Black (1979) pelayanan publik didefinisikan


sebagai :

Something in which the public, the community at


large, has some pecuniary interest, or some
interest by which their legalrights or liabilities
are affected. It does not mean anything so
narrow as mere, or as the interest of particular
localities.

Departemen Dalam Negeri (Depdagri) (2004)


menyebut pelayanan publik dengan pelayanan
umum. Definisi Pelayanan Umum adalah suatu proses
bantuan kepada orang lain dengan cara-cara
tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan
interpersonal tercipta kepuasaan dan keberhasilan.
Setiap pelayanan menghasilkan (produk), baik
berupa barang dan jasa. Hasil pelayanan berupa jasa
tidak dapat diinventarisasi, tidak dapat ditumpuk
atau digudangkan, melainkan hasil tersebut
diserahkan secara langsung kepada pelanggan atau
konsumen.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan


Aparatur Negara (PAN) No. 81 Tahun 1993,
pengertian pelayanan umum adalah segala bentuk
36 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah di pusat, di daerah dan lingkungan
Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk
barang atau jasa, baik rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanakan ketentuan peraturan-peraturan
perundang-perundangan.

Di Indonesia, banyak dari kantor-kantor pelayanan


publik masih berada dibawah birokrasi pemerintahan
sehingga dalam situasi yang demikian birokrasi yang
diacu lebih kepada birokrasi pemerintahan. Secara
teoritik ada tiga fungsi yang dijalankan oleh birokrasi
yaitu fungsi pelayanan, fungsi pembangunan, dan
fungsi pemerintah umum. Fungsi pelayanan
berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan
yang pada hakikatnya merupakan bagian atau
berhubungan dengan masyarakat. Fungsi utamanya
adalah pelayanan (service) langsung kepada
masyarakat. Lalu fungsi pembangunan berhubungan
dengan organisasi pemerintahan yang menjalankan
salah satu bidang sektor khusus guna mencapai
tujuan pembangunan. Fungsi pokoknya adalah
development function atau adaptive function. Yang
ketiga adalah fungsi pemerintah umum berhubungan
dengan rangkaian organisasi pemerintahan yang
menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum
termasuk memelihara ketertiban dan keamanan.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 37
Fungsinya lebih kepada fungsi pengaturan
(regulative function) (ICW, 2000).

Sektor pelayanan publik lebih berkaitan dengan


pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan,
kegiatan pemberian berbagai pelayanan umum
maupun fasilitas sosial kepada masyarakat seperti
penyediaan pendidikan, kesehatan, pengurusan
sampah, air minum, dan sebagainya. Singkatnya
pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan
oleh individu atau sekelompok individu dengan
landasan faktor material melalui sistem, prosedur,
metode tertentu dalam usaha memenuhi
kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.
Apabila mengacu pada aturan pemerintah pelayanan
umum didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah di tingkat pusat, daerah, dan di
lingkungan BUMN dalam bentuk barang atau jasa,
baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan perundang-undangan (ICW, 2000).

Stiglitz (1986)mengemukakan bahwa terdapat dua


elemen yang selalu ada pada setiap pelayanan
publik. Pertama, adanya ketidakmungkinan untuk
menjatah (rationing) barang-barang atau jasa-jasa

38 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


publik bagi tiap individu. Kedua, apabila hal tersebut
mungkin dilakukan maka hal itu amatlah sulit.

Depdagri (2004) mengemukakan bahwa pelayanan


umum terkait dengan beberapa hal dalam
administrasi negara. Beberapa hal tersebut antara
lain adalah instansi pemerintah, tatalaksana,
tatakerja, prosedur kerja, sistem kerja dan
kewajiban. Penjelasan masing-masing aspek tersebut
adalah sebagai berikut.

Instansi pemerintah; merupakan sebutan kolektif


yang meliputi satuan kerja atau satuan organisasi
suatu departemen, lembaga pemerintah bukan
departemen, instansi pemerintah lainnya, baik
instansi pemerintah di tingkat pusat maupun instansi
pemerintah di tingkat daerah, termasuk BUMN dan
BUMD.

Tatalaksana; adalah segala aturan yang ditetapkan


oleh pemerintah yang menyangkut tatacara,
prosedur dan sistem kerja dalam melaksanakan
kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan
tugas dan fungsi pemerintah dan pembangunan di
bidang pelayanan umum.

Tatakerja; merupakan sebagai cara-cara


pelaksanaan kerja yang efisien mengenai satu atau
serangkaian tugas dengan memperhatikan segi-segi
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 39
tujuan, peralatan, fasilitas, tenaga, waktu, ruang
dan biaya yang tersedia.

Prosedur kerja; yang dimaksud dengan prosedur


kerja adalah rangkaian tata kerja yang berkaitan
satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya
urutan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang
harus ditempuh dalam rangka penyelesaian yang
tersedia.

Sistem kerja; sistem kerja di sini diartikan dengan


rangkaian tata kerja dan prosedur kerja yang
membentuk suatu kebulatan pola kerja tertentu
dalam rangka mencapai hasil kerja yang diharapkan.

Kewajiban; kewajiban diartikan sebagai kewajiban


aparatur penyelenggara pelayanan umum untuk
mengambil tindakan dalam rangka pelaksanaan tugas
dan fungsi sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam rangka memuaskan masyarakat
sebagai pelanggan kewajiban bukan hanya melekat
pada pejabat, tetapi setiap aparatur dalam
lingkungan kerja ketika bertemu dengan pelanggan.

Hal penting yang menunjang pelaksanaan fungsi-


fungsi tersebut adalah kemampuan dan kapabilitas
birokrasi pemerintah dalam mengelola dan
menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang
ekonomis, efektif, efisien, dan akuntabel kepada
40 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
seluruh masyarakat. Pelaksanaan fungsi tersebut
idealnya didasarkan pada prinsip equity yang artinya
birokrasi pemerintahan tidak boleh memberikan
pelayanan diskriminatif yang memandang
masyarakat yang dilayani atas landasan status,
pangkat, dan golongan, meskipun pada
kenyataannya di banyak negara berkembang prinsip
tersebut masih diabaikan karena adanya bias
birokrasi dan kelas sosial (Nawir Messi, 1999).

Secara ekonomi, pelayanan dan jasa-jasa publik


terdiri dari kategori yang mencakup barang-barang
publik (public goods) dan barang-barang privat
(private goods). Apabila barang dan jasa tersebut
masuk dalam ketegori private goods, tetapi
merupakan bagian dari jasa-jasa publik maka ia
disebut publicly provided private goods, atau
barang-barang privat yang disediakan negara seperti
SIM, air minum, dan listrik. Sementara apabila
barang dan jasa masuk kategori public good dan
merupakan bagian dari jasa-jasa publik maka ia
disebut pure public goods. Baik barang publik
maupun privat di sektor permintaan (demand)
ditentukan oleh selera konsumen. Hanya, apabila
pada barang privat sektor persediaan (supply)
ditentukan oleh produsen yang bertujuan mencari
untung (profit motives), maka persediaan barang-

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 41


barang publik ditetapkan melalui proses politik (ICW,
200)

Pada tingkat pelaksanaan tidak semua fungsi


tersebut harus dikerjakan oleh pemerintah, ada
bagian dari fungsi-fungsi tersebut yang dilaksanakan
oleh pihak swasta dengan pola kemitraan. Pola
kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam
memberikan berbagai berbagai pelayanan kepada
masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan
reinventing government yang dikembangkan oleh
Osborne dan Gaebler. Oleh karenanya pola
kemitraan dalam pelayanan publik tetap
memperhatikan kepuasan dari publik dalam
mengkonsumsi barang atau jasa yang disediakan baik
oleh swasta maupun pemerintah seperti gagasan
dasar Osborne dan Gaebler (ICW, 2000)

B. Pelayanan Publik yang Baik


Depdagri (2004) menyebutkan pelayanan publik yang
baik sebagai pelayanan umum yang prima. Pelayanan
umum prima merupakan pelayanan yang memenuhi
pelayanan standar terhadap permintaan pelanggan.
Pelayanan yang memenuhi standar adalah kualitas
yang diharapkan oleh pelanggan. Oleh karena itu
terdapat dua hal yang berkaitan, yaitu antara
pelanggan dan kualitas.

42 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Lebih lanjut Depdagri (2004) mengemukakan 3
prinsip-prinsip pelayanan umum yang prima. Ketiga
prinsip tersebut adalah :
1. Meningkatkan mutu dan produktivitas
pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah
di bidang pelayanan umum;

2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan


tatalaksana pelayanan, sehingga pelayanan
umum dapat diselenggarakan secara lebih
berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan
efektif);
3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan
peran serta masyarakat dalam pembangunan
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
luas.

Rangkuti (2002) mendefinisikan kualitas jasa atau


pelayanan sebagai penyampaian jasa yang akan
melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Pengukuran
kualitas jasa/pelayanan dapat dilakukan dua aspek.
yaitu :
1. Kualitas teknis (outcomes); yaitu kualitas hasil
kerja penyampaian jasa/pelayanan tersebut.
2. Kualitas pelayanan (process); kualitas cara
penyampaian jasa tersebut.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 43


Depdagri (2004) mengemukakan bahwa terdapat 7
sifat pelayanan umum prima. Ketujuh sifat tersebut
adalah (1) sederhana, (2) terbuka, (3) lancar, (4)
tepat, (5) lengkap, (6) wajar, dan (7) terjangkau.
Ketujuh sifat pelayanan prima tersebut diuraikan
sebagai berikut:

Pelayanan umum yang sederhana; mengandung


pengertian bahwa dalam pelayanan umum tidak
menyulitkan, prosedurnya tidak berbelit-belit,
persyaratan yang harus dipenuhi pelanggan mudah
dipenuhi, tidak bertele-tele, tidak mencari
kesempatan dalam kesempitan dan sebagainya.

Pelayanan Umum Yang terbuka; mengandung


pengertian bahwa petugas/aparatur harus
memberikan penjelasan sejujur-jujurnya, apa
adanya seperti yang tercantum dalam peraturan
atau dalam norma, tidak memberikan penjelasan
untuk membuat takut pelanggan, dan tidak boleh
merasa berjasa dalam memberikan pelayanan
sehingga timbul keinginan mengharapkan imbalan
dari pelanggan. Oleh karena itu, standar pelayanan
harus diumumkan atau disosialisasikan seluas-
luasnya atau ditempel di pintu kantor atau loket
yang bersangkutan.

44 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Pelayanan umum yang lancar; pelayanan umum
memerlukan prosedurnya yang tidak berbelit-belit
dan aparatur pemberi pelayanan harus ikhlas
melakukan pelayanan sepenuhnya hati dengan
menghadapi tantangan dalam diri sendiri. Disamping
itu, diperlukan sarana yang menunjang kecepatan
dalam menghasilkan hasil.

Pelayanan Umum yang dapat menyajikan secara


tepat; Yang dimaksud dengan tepat mengandung
pengertian bahwa pelayanan umum harus mampu
memberikan arah, sasaran pelayanan, dan tepat
waktu.

Pelayanan Umum yang lengkap; Pelayanan umum


yang lengkap dapat diartikan sebagai pelayanan
umum seharusnya mampu memberikan pelayanan
yang diperlukan oleh pelanggan. Cukup pelanggan
datang sekali di suatu instansi/kantor pemerintah
dapat diperoleh hampir semua pelayanan yang
dibutuhkan.

Pelayanan Umum yang Wajar; pelayanan umum


yang wajar artinya tidak dapat ditambah-tambah
atau tidak ada persyaratan yang tidak wajar
sehingga memberikan pelanggan. Pelayanan yang
biasa sebagaimana perlunya, tidak dibuat-buat dan
pelayanan tersebut harus sebagaimana mestinya

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 45


seperti yang tercantum dalam ketentuan-ketentuan
yang terkait dengan pelayanan tersebut.

Pelayanan Umum Yang Terjangkau; pelayanan


umum harus mudah dijangkau baik dari segi tempat,
biaya dan waktu tempuh.

Rangkuti (2002) mengemukakan bahwa suatu


pelayanan/jasa yang baik mempunyai kriteria yang
mencakup 5 dimensi. Kelima dimensi tersebut
adalah:

1. Ketanggapan (responsiveness); yaitu kemampuan


untuk menolong pelanggan dan ketersediaan
untuk melayani pelanggan dengan baik;

2. Keandalan (reliability); yaitu kemampuan untuk


melakukan pelayanan sesuai yang dijanjikan
dengan segera, akurat dan memuaskan;

3. Empati (emphaty); yaitu rasa peduli untuk


memberikan perhatian secara individual kepada
pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan,
serta kemudahan untuk dihubungi;

4. Jaminan (assurance); yaitu pengetahuan,


kesopanan petugas serta sifatnya yang dapat
dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari
resiko;

46 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


5. Bukti langsung (tangible); meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, kapan karyawan dan sarana
komunikasi.

C. Transparansi Dalam Pelayan Publik

Transparansi tidak hanya penting dalam


penyelenggaraan pemerintahan tetapi juga dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Banyak warga
yang menggunakan pelayanan publik sering tidak
memiliki akses terhadap informasi mengenai berbagai
hal yang terkait dengan pelayanan publik yang mereka
perlukan. Bagi para pengguna, penyelenggaraan
pelayanan publik di Indonesia ibaratnya seperti
hutan belantara yang sangat sulit diketahui isinya.
Warga yang menggunakan pelayanan sering tidak
memahami hak dan kewajibannya sebagai pengguna.
Mereka sering tidak mengetahui persyaratan apa saja
yang harus dipenuhi dan mengapa persyaratan
tersebut diperlukan. Mereka juga sering tidak
mengetahui hak dan kewajiban dari para
penyelenggara pelayanan. Akibatnya, ketika
berhubungan dengan para penyelenggara, para
pengguna sering tidak dapat secara mudah
mengetahui apakah mereka diperlakukan secara wajar
atau sebaliknya.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 47


Dalam kondisi seperti ini, perlakuan yang tidak
wajar sering dialami oleh para pengguna. Ketika
berhubungan dengan birokrasi pelayanan publik,
mereka sering diperlakukan seenaknya menurut
selera para penyelenggara layanan. Mereka tidak
dapat berbuat apa-apa karena haknya sebagai
pengguna sering tidak diatur dalam prosedur
pelayanan. Prosedur pelayanan biasanya hanya
mengatur kewajiban dari para pengguna. Kalau
seandainya hak-hak pengguna diatur dalam prosedur
pelayanan, hak-hak tersebut sering tidak diberitahukan
dengan jelas oleh para penyelenggara layanan.
Akibatnya para pengguna sering tidak memahami
dengan jelas apa yang menjadi hak mereka sebagai
pengguna layanan birokrasi pemerintah. Karena itu
sangat sulit bagi para warga untuk melindungi hak-hak
mereka sebagai pengguna pelayanan.

Kecenderungan mengembangkan prosedur pelayanan


dengan semangat untuk mengontrol sering menjadi
penyebab utama dari kompleksitas pelayanan publik
di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah Indonesia belum berhasil membangun
pemerintahan berdasarkan kepercayaan (trust).
Pemerintah masih beranggapan bahwa warganya
cenderung melakukan moral hazards sehingga
prosedur pelayanan dirancang untuk mencegah

48 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


jangan sampai memberi peluang terjadinya moral
hazards. Akibatnya prosedur pelayanan cenderung
berisi mengenai berbagai persyaratan yang harus
dipenuhi oleh warga pengguna dan upaya untuk
mencegah mereka melakukan moral hazards.
Kewajiban pemerintah untuk melayani warga kurang
memperoleh tempat yang wajar dalam praktik
penyelenggaraan pelayanan publik.

Prosedur pelayanan yang panjang dan rumit tentu


menciptakan opportunity costs yang tinggi bagi para
pengguna untuk berhubungan dengan para
penyelenggara layanan. Akibatnya para pengguna
menjadi terdorong mencari cara mudah untuk
menyiasati prosedur pelayanan yang amat sulit
dipenuhi itu dengan cara yang tidak wajar pula.
Keinginan para pengguna untuk memperoleh
pelayanan yang mudah tersebut bertemu dengan
keinginan para pejabat birokrasi pelayanan yang
ingin memperoleh rente dari penggunaan kekuasaan
yang mereka miliki. Akibatnya terjadilah praktik
pungutan liar (pungli) di hampir semua birokrasi
pelayanan publik. Praktik semacam ini sangat lazim
dan mudah dijumpai. Lebih dari itu, praktik
semacam ini dianggap saling menguntungkan baik
bagi para pengguna ataupun para penyelenggara
layanan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 49


Ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban
pengguna dan penyelenggara layanan meng-
indikasikan beberapa hal. Pertama, kondisi ini
menunjukkan betapa lemahnya posisi tawar warga
dihadapan pemerintah. Pemerintah memiliki posisi
yang terlalu kuat dihadapan para warganya.
Pemerintah dapat mendiktekan keinginannya dalam
proses penyelenggaraan pelayanan. Pemerintah dapat
menuntut warga pengguna untuk melakukan banyak
hal agar dapat mengakses pelayanan, sementara
pada saat yang sama hak-hak warga pengguna tidak
diperhatikan. Tentu hal ini menunjukkan bahwa
betapa buruknya pengelolaan tata pemerintahan
(bad governance).

Kedua, ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban


yang sering ditemui dalam penyelenggaraan pelayanan
menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam
mewujudkan transparansi. Para pejabat birokrasi
pelayanan sering mengatakan bahwa mereka sudah
melakukan transparansi dalam pelayanan karena
mereka telah mengumumkan prosedur pelayanan di
loket pelayanan. Namun karena prosedur pelayanan
hanya mengatur kewajiban dari para pengguna dan
mengabaikan hak-hak mereka, maka fenomena
tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dapat
berperilaku ganda terkait dengan transparansi.
Pemerintah cenderung bertindak transparan untuk
50 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
hal-hal yang terkait dengan kewajiban warga tetapi
pemerintah tidak bertindak transparan untuk hal
yang terkait dengan hak-hak warga. Ini terjadi
karena pemerintah merasa takut jika warga
menyadari hak-hak yang dimiliki, akhirnya menuntut
pemerintah ketika gagal memenuhi hak-hak warga.

Dalam hal transparansi, pemerintah memang sering


berperilaku ganda. Pemerintah dalam waktu yang
sama dapat bertindak transparan dan sekaligus tidak
transparan, tergantung pada kepentingannya. Kalau
pemerintah tidak mempunyai kepentingan yang
terkait dengan perilaku transparansinya, maka
pemerintah cenderung bertindak transparan. Tetapi
untuk hal yang memberi peluang kepada pemerintah
dan pejabatnya untuk melakukan praktik KKN,
biasanya pemerintah dan pejabatnya menjadi tidak
bertindak transparan. Dengan kata lain, bertindak
transparan atau tidak, bagi pemerintah dan
pejabatnya sangat ditentukan oleh ada atau tidak
adanya kesempatan untuk melakukan KKN.

Perilaku ganda pemerintah dalam hal transparansi


dengan mudah dapat dijumpai dalam pengelolaan
pelayanan pendidikan, kesehatan, maupun pelayanan
publik lainnya. Dalam pelayanan kesehatan, misalnya,
pemerintah dinilai oleh para pimpinan Puskesmas
telah bertindak transparan ketika pemerintah
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 51
mengembangkan program pelayanan kesehatan,
tetapi menjadi tidak transparan ketika
mengalokasikan anggaran serta melakukan
pengadaan peralatan dan obat-obatan. Pemerintah
bertindak transparan ketika merumuskan program
pelayanan kesehatan karena dengan bertindak
transparan atau tidak transparan, keuntungan dan
kerugiannya tidak banyak bagi kepentingan pribadi
para pejabat. Mengembangkan program pelayanan
kesehatan tidak terkait dengan kesempatan para
pejabat untuk melakukan KKN.

Namun ketika melakukan pengadaan obat-obatan dan


peralatan serta mengalokasikan anggaran, birokrasi
pelayanan kesehatan ternyata gagal melakukan
transparansi. Hal ini terjadi karena kegiatan pe-
ngadaan obat-obatan dan peralatan memberikan
peluang untuk melakukan praktik KKN. Ketika ada
peluang untuk melakukan KKN maka pejabat
birokrasi memiliki disinsentif untuk melakukan trans-
paransi. Mereka menjadi cenderung tertutup agar
perilaku KKN mereka tidak dapat diketahui oleh
publik. Semakin transparan semakin sulit bagi para
pejabat birokrasi melakukan praktik KKN.

Karena itu tidak mengherankan kalau perilaku ganda


dengan mudah dapat dijumpai dalam birokrasi
pelayanan yang lain. Dalam pelayanan pendidikan,
52 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
misalnya, Dinas Pendidikan di kabupaten dan kota
cenderung menjadi sangat partisipatif dan
transparan ketika mereka melakukan berbagai
kegiatan yang tidak memberikan peluang bagi mereka
untuk melakukan KKN, misalnya dalam
pengembangan kurikulum, meningkatkan disiplin
siswa, dan mengembangkan program-program
pendidikan. Tetapi ketika mengimplementasikan ke-
giatan yang memiliki peluang melakukan KKN maka
Dinas Pendidikan menjadi tidak transparan. Misalnya,
dalam pengadaan buku, pembangunan gedung
sekolah, dan pengalokasian anggaran, mereka menjadi
sangat tertutup dan tidak mau melibatkan
stakeholders lainnya.

D. Pelayanan Publik yang Efisien


Efisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan
yang terbaik antara input dan output. Ini berarti
apabila suatu output dapat dicapai dengan input
yang minimal maka tingkat efisiensi semakin baik.
Input dalam pelayanan publik dapat berupa uang,
tenaga, waktu dan materi lain yang digunakan untuk
menghasilkan atau mencapai suatu output. Harga
pelayanan publik harus dapat terjangkau oleh
kemampuan ekonomi masyarakat. Disamping itu
masyarakat dapat memperoleh pelayanan publik

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 53


dalam waktu yang relatif singkat dan tidak
membutuhkan tenaga. Dengan menggunakan
bantuan teknologi modern maka proses pelayanan
publik dapat dilakukan dengan cepat dan hemat
tenaga.

Efisiensi dalam pelayanan publik dapat dilihat dari


perspektif pemberi layanan dan dari perspektif
pengguna layanan. Dari perspektif pemberi layanan,
organisasi pemberi layanan harus mengusahakan
agar harga pelayanan murah dan tidak terjadi
pemborosan sumberdaya publik. Pelayanan publik
sebaiknya melibatkan sedikit mungkin pegawai dan
diberikan dalam waktu yang singkat. Demikian juga
dari perspektif pengguna layanan, mereka
menghendaki pelayanan publik dapat dicapai dengan
biaya yang murah, waktu singkat dan tidak banyak
membuang energi. Sebagai contoh KTP (Kartu Tanda
Penduduk) yang sudah habis masa berlakunya dapat
diperpanjang dengan cara pengiriman langsung KTP
baru ke alamat pemiliknya. Selama ini prosedur
perpanjangan KTP sama seperti prosedur mencari
KTP baru yang diawali dari surat pengantar ketua
RT, disahkan oleh ketua RW kemudian dibawa ke
kelurahan atau balai desa. Dari kelurahan mendapat
surat yang harus dibawa ke Kecamatan. Sampai di
Kecamatan KTP diproses selama 5 hari, setelah KTP
jadi baru kemudian bisa diambil oleh pemiliknya.
54 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
E. Pelayanan Publik yang Responsif

Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan


organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan
masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan
mengembangkannya ke dalam berbagai program
pelayanan. Responsivitas mengukur daya tanggap
organisasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi,
serta tuntutan warga pengguna layanan. Tujuan
utama pelayanan publik adalah memenuhi
kebutuhan warga pengguna agar dapat memperoleh
pelayanan yang diinginkan dan memuaskan. Karena
itu penyedia layanan harus mampu mengidentifikasi
kebutuhan dan keinginan warga pengguna, kemudian
memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan warga tersebut. Beberapa pakar
menejemen, seperti Peters dan Waterman, Drucker
dan Deming, menempatkan pentingnya
mendengarkan pelanggan atau pengguna. Mereka
memberikan nasehat kepada para manajer untuk
mempertemukan karyawan mereka secara langsung
dengan pelanggan. Hewlett-Packard meminta para
pelanggan untuk membuat presentasi yang
menggambarkan kebutuhan mereka (Osborne dan
Gaebler, 1996:194). Untuk meningkatkan
responsivitas organisasi terhadap kebutuhan
pelanggan, terdapat dua strategi yang dapat
digunakan, yaitu menerapkan strategi KYC (know
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 55
your customers) dan menerapkan model citizen’s
charter.

Dalam dunia perbankan sekarang dikembangkan


konsep Know Your Customers (KYC), yaitu sebuah
prinsip kehati-hatian sebelum melakukan transaksi.
Prinsip ini mengharuskan bank untuk berhati-hati
dalam bertindak guna melindungi bank dari berbagai
resiko di dalam berhubungan dengan nasabah dan
conter-party. Dalam konteks pelayanan publik,
prinsip KYC dapat digunakan oleh birokrasi publik
untuk mengenali kebutuhan dan kepentingan
pelanggan sebelum memutuskan jenis pelayanan
yang akan diberikan. Untuk mengetahui keinginan,
kebutuhan dan kepentingan pengguna atau
pelanggan, birokrasi pelayanan publik harus
mendekatkan diri pada pelanggan. Tidak ada alasan
bagi birokrasi pemerintah untuk tidak berbuat
seperti itu (Osborne dan Gaebler, 1996).

Untuk mengetahui keinginan, kebutuhan dan


kepentingan pengguna atau pelanggan, birokrasi
pelayanan publik harus mendekatkan diri dengan
pelanggan. Tidak ada alasan bagi birokrasi pemerintah
untuk tidak berbuat seperti itu (Osborne dan Gaebler,
1996). Beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui keinginan dan kebutuhan para pelanggan

56 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


adalah survai, wawancara, dan observasi. Apabila
menggunakan metode survai maka seperangkat daftar
pertanyaan harus dipersiapkan untuk
mengidentifikasi keinginan, kebutuhan, dan aspirasi
para pelanggan. Aparat birokrasi juga dapat mela-
kukan wawancara dengan para pelanggan dan
sekaligus melakukan observasi untuk mengetahui
keinginan mereka.

Birokrasi pemerintah seringkali tidak mengetahui


siapa yang menjadi pelanggan mereka. Mereka
menganggap bahwa eksekutif atau atasan dan
anggota parlemen adalah pelanggan yang harus mere-
ka layani karena dari merekalah dana diperoleh. Hal
ini menyebabkan pelayanan lebih berorientasi pada
kepentingan eksekutif dan anggota parlemen, bukan
kepentingan dan kebutuhan para pelanggan atau
pengguna jasa mereka. Karena itu, suatu unit
birokrasi pemerintah perlu mendefinisikan kembali
siapa yang menjadi pelanggan atau pengguna jasa
mereka sehingga untuk selanjutnya mereka dapat
mengorientasikan pelayanan kepada kebutuhan
pelanggan atau pengguna tersebut. Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten, misalnya, harus mampu
mengidentifikasi pelanggan atau pengguna jasa
mereka, yaitu apakah Bupati, DPRD atau para
pembayar pajak dan retribusi ?

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 57


Pemerintah yang demokratis lahir untuk melayani
warganya. Karena itu, tugas pemerintah adalah
mencari cara untuk menyenangkan warganya. Seperti
halnya yang berlaku di dunia bisnis, jika bisnis dapat
menyenangkan pelanggan maka jumlah penjualan
akan meningkat. Sebaliknya, apabila pihak pesaing
yang dapat menyenangkan pelanggan maka penjualan
akan turun. Bisnis berada dalam lingkungan
kompetitif dan belajar untuk memberikan perhatian
yang besar kepada pelanggan.

Osbonie dan Gaebler (1996: 208-212) mengidentifikasi


beberapa keuntungan sistem administrasi dan
manajemen yang menempatkan pelanggan pada
posisi sentral, yaitu:

1. Sistem yang berorientasi pada pelanggan


memaksa pemberi jasa untuk bertanggungjawab
kepada pelanggannya. Ini berarti pemberi jasa
harus selalu mencari umpan balik untuk
mengetahui keinginan dan kebutuhan
pelanggannya. Para birokrat pemerintah hanya
akan menghasilkan barang dan jasa atau
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.

2. Sistem yang berorientasi pada pelanggan


mendepolitisasi keputusan pilihan pemberi jasa.
Depolitisasi keputusan terjadi karena dasar
58 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
pembuatan keputusan ada pada kebutuhan
pelanggan, bukan pada pertimbangan politik
pembuat keputusan. Ini juga berarti
menempatkan pelanggan pada posisi pengemudi.

3. Sistem yang berorientasi pada pelanggan


merangsang lebih banyak inovasi. Ketika pemberi
jasa harus bersaing, ia akan selalu mencari cara-
cara baru dan terbaik untuk memuaskan
pelanggan atau pengguna jasa. Badan-Badan
Usaha Milik Negara atau Daerah, seperti Bank
Pemerintah, Rumah Sakit Milik Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi yang
termasuk dalam Badan Hukum Milik Negara harus
bersaing secara ketat dengan institusi swasta yang
sejenis untuk mendapatkan nasabah, pasien, dan
calon mahasiswa yang potensial. Untuk itu,
berbagai metode dan cara-cara baru dalam dunia
perbankan, kesehatan, dan pendidikan harus
diadopsi untuk dapat memberikan pelayanan
yang optimal bagi pengguna jasa.

4. Sistem yang berorientasi pada pelanggan


memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
memilih di antara berbagai macam pelayanan.
Orientasi pelayanan pada kebutuhan pengguna
jasa akan menyebabkan adanya berbagai Jenis
pelayanan untuk sektor yang sama sehingga
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 59
pengguna jasa dapat memilih. Sebagai contoh, di
sektor jasa transportasi publik, pemerintah kota
tidak boleh hanya menyediakan satu jenis sarana
transportasi publik, misalnya bus kota.
Sebaliknya, pemerintah kota harus menyediakan
berbagai jenis sarana transportasi publik selain
bus kota, seperti: taksi, trem, subway, mikrolet,
dan sebagainya. Dengan demikian, masyarakat
memiliki peluang untuk memilih sesuai dengan
kebutuhannya.

5. Sistem yang berorientasi pada pelanggan


menghindari pemborosan karena pasokan
disesuaikan dengan permintaan. Pemerintah
kota, misalnya, sebaiknya tidak menyediakan
pelayanan yang tidak dibutuhkan oleh warganya.
Sebagai contoh, apabila di wilayah tertentu sudah
tersedia banyak Sekolah Dasar swasta yang
bermutu dan masyarakat mampu membayarnya,
maka pemerintah tidak perlu memaksakan diri
untuk mendirikan SD Negeri di wilayah tersebut.

6. Sistem yang berorientasi pada pelanggan


mendorong pelanggan untuk lebih memiliki
komitmen. Penelitian di sektor pendidikan di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa siswa lebih
memiliki komitmen terhadap pendidikan di
sekolah yang mereka pilih sendiri.

60 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


7. Sistem yang berorientasi pada pelanggan
menciptakan peluang yang lebih besar bagi
keadilan. Pemberian dana pemerintah kepada
individu lebih dapat mendorong keadilan daripada
diberikan kepada lembaga. Sebagai contoh, ketika
pemerintah memberikan subsidi kepada universitas
negeri yang bermutu, yang menikmati justru
golongan menengah ke atas. Namun apabila
pemerintah berorientasi kepada kebutuhan
individu maka aspek keadilan dapat terpenuhi.

F. Pengukuran Kinerja Pelayanan Publik

Pengukuran kinerja pelayanan publik pada dasarnya


adalah membandingkan antara tingkat pelayanan
yang diinginkan (expected service) dengan tingkat
pelayanan yang diterima/ dipersepsikan (perceived
service). Tingkat pelayanan yang diinginkan biasanya
ditentukan oleh masyarakat maupun penyelenggara
pelayanan publik. Tingkat pelayanan tersebut dapat
berupa standar pelayanan minimum yang harus
diberikan, waktu yang dibutuhkan mendapatkan
pelayanan, dan biaya yang harus dikeluarkan untuk
memperoleh pelayanan tersebut.

Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam Rangkuti


(2002) telah membuat satu model konseptual

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 61


mengenai tingkat kepentingan pelanggan. Model
tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk
mengukur kinerja pelayanan publik. Berdasarkan
model tersebut terdapat dua tingkat kepentingan
pelanggan yaitu adequate service dan desire service.
Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal
yang masih dapat diterima berdasarkan perkiraan
jasa yang mungkin akan diterima dan tergantung
pada alternatif yang tersedia. Sementara desired
service adalah tingkat kinerja jasa yang diharapkan
pelanggan akan diterimanya, yang merupakan
gabungan antara kepercayaan pelanggan mengenai
apa yang dapat dan harus diterima. Diantara desired
service dengan adequate service terdapat zona
toleransi (zone of tolerance). Zona toleransi adalah
daerah dimana variasi pelayanan yang masih dapat
diterima oleh pelanggan. Zona ini dapat
mengembang dan menyusut serta berbeda-beda
untuk setiap individu, perusahaan, situasi dan aspek
jasa.

Apabila pelayanan yang diterima oleh pelanggan


berada di bawah adequate service, pelanggan akan
frustasi dan kecewa. Sedangkan apabila pelayanan
yang diterima pelanggan melebihi desired service,
pelanggan akan sangat puas dan bahkan mungkin
akan terkejut.

62 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Adequate dan desired service bukan merupakan
sesuatu yang statis, melainkan sesuatu yang
berubah-ubah tergantung pada faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Adequate service dipengaruhi
oleh keadaan darurat, ketersediaan alternatif,
derajat keterlibatan masyarakat, pelayanan yang
diperkirakan dan faktor-faktor lain yang tergantung
situasi. Sementara disired service dipengaruhi oleh
keinginan untuk dilayani secara baik dan benar,
kebutuhan perorangan, janji secara langsung, janji
secara tidak langsung, komunikasi dari mulut ke
mulut dan pengalaman masa lalu.

Terdapat beberapa teknik untuk mengukur tingkat


kinerja pelayanan publik. Beberapa teknik tersebut
adalah (1) pendekatan tradisional dengan tabel
Likert, (2) analisis deskriptif yang meliputi
menghitung nilai rata-rata, analisis tabel kontigensi,
analisis importance dan performance matrix, dan (3)
analisis pengambilan keputusan dengan kriteria
jamak.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 63


64 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
BAB III
METODE PENGUKURAN KINERJA
PELAYANAN PUBLIK

A. Lingkup dan Pengguna Pengukuran Kinerja


Pelayanan Publik

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah, terdapat dua macam urusan
pemerintah daerah kabupaten/kota. Kedua jenis
urusan tersebut adalah urusan untuk menye-
lenggarakan urusan yang wajib dan urusan yang
bersifat pilihan.

Urusan yang bersifat wajib terdiri dari 16 urusan


yaitu (1) perencanaan dan pengendalian
pembangunan, (2) perencanaan, pemanfaatan dan
pengawasan tata ruang, (3) penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, (4)
penyediaan sarana dan prasarana umum, (5)
penanganan bidang kesehatan, (6) penyelenggaraan
pendidikan, (7) penanggulangan masalah sosial, (8)
pelayanan bidang ketenagakerjaan, (9) fasilitas
pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah,
(10) pengendalian lingkungan, (11) pelayanan
pertanahan, (12) pelayanan kependudukan dan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 65
catatan sipil, (13) pelayanan administrasi umum
pemerintahan, (14) pelayanan administrasi
penanaman modal, (15) penyelenggaraan pelayanan
dasar lainnya, (16) urusan wajib lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat


pilihan meliputi urusan pemerintah yang secara
nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan.

Panduan ini hanya akan mengukur kinerja


pelaksanaan/pelayanan 14 urusan wajib dari 16
urusan yang ada. Hal ini dikarenakan dua urusan dari
16 urusan sebagaimana disebutkan Dalam Pasal 14
UU No. 32 Tahun 2004 tidak menunjukkan batasan
pengertian yang jelas pengertiannya karena
dinyatakan, ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan lainnya atau disebutkan sebagai urusan
wajib lainnya. Oleh karena itu pengukuran kinerja
pelayanan publik hanya diarahkan untuk menilai
kinerja 14 urusan wajib bagi pemerintah
kabupaten/kota. Keempat belas kewenangan wajib
tersebut adalah :

1. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

66 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


2. perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata
ruang;
3. penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat;
4. penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. penanganan bidang kesehatan;
6. penyelenggaraan pendidikan;
7. penanggulangan masalah sosial;
8. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan
menengah;
10. pengendalian lingkungan;
11. pelayanan pertanahan;
12. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13. pelayanan administrasi umum pemerintahan; dan
14. pelayanan administrasi penanaman modal.

Metode pengukuran kinerja pelayanan publik ini


diharapkan dapat digunakan oleh Pemerintah
Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota untuk
mengukur tingkat pelayanan publik masing-masing
daerah.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 67


Pemerintah Provinsi; penggunaan metode
pengukuran ini diarahkan untuk mengukur kinerja
pelayanan publik bagi Kabupaten/Kota yang
termasuk di wilayahnya dalam rangka mengetahui
dan membandingkan kinerja pelayanan publik di
masing-masing Kabupaten/Kota. Unit terkecil
analisis kinerja pelayanan publik ini adalah wilayah
Kabupaten/Kota. Metode yang digunakan untuk
pengukuran kinerja pelayanan publik ini hanya
menggunakan data obyektif.

Pemerintah Kabupaten/Kota; penggunaan metode


ini diarahkan lebih detail untuk mengukur kinerja
pelayanan publik. Unit analisis terkecil kinerja
pelayanan publik adalah jenis pelayanan publik yang
terdapat di wilayah Kabupaten/Kota tersebut. Oleh
karena itu pengukuran kinerja pelayanan publik
disamping menggunakan data obyektif juga perlu
dilengkapai dengan pengukuran kepuasan
masyarakat dengan menggunakan data subyektif
yang dikumpulkan penyebaran angket atau
wawancara dengan masyarakat.

B. Metode Pengukuran Kinerja


Pelayanan Publik

68 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Terdapat beberapa metode untuk mengukur tingkat
kinerja pelayanan publik atau kinerja pemerintah
Daerah. Berdasarkan jenis data yang digunakannya,
metode pengukuran kinerja pembangunan tersebut
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode
pengukuran yang menggunakan data obyektif dan
metode pengukuran yang menggunakan data
subyektif. Metode pengukuran dengan menggunakan
data obyektif. Metode ini menggunakan data
sekunder yang telah dipublikasikan oleh berbagai
instansi pemerintah. Contoh penerapan ini metode
pengukuran ini adalah Penyusunan Indeks
Pembangunan Daerah, yang disusun Oleh Bappenas
Tahun 2003, Pengukuran Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang telah disusun oleh Bappenas
bekerjasama dengan UNDP, Pengukuran Daya Saing
Daerah Yang telah disusun oleh beberapa instansi
antara lain BI, Kadin dan BPPT. Metode pengukuran
yang menggunakan data subyektif, pada umumnya
menggunakan data primer, hasil wawancara dengan
sejumlah responden untuk mengetahui tingkat
kepuasan, persepsi, opini dan sebagainya. Contoh
penggunaan metode ini adalah teknik pengukuran
kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction),
pengukuran persepsi pelanggan terhadap suatu
pelayanan dan sebagainya.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 69


Setelah data terkumpul maka perlu dianalisis untuk
memperoleh informasi tingkat kinerja pelayanan
publik. Beberapa metode analisis yang dapat
digunakan tersebut antara lain adalah (1)
pendekatan tradisional dengan tabel Likert, (2)
analisis deskriptif yang meliputi menghitung nilai
rata-rata, analisis tabel kontigensi, analisis
importance dan performance matrix, dan (3)
penyusunan indeks komposit.

Dalam panduan pengukuran ini maka digunakan


teknik penyusunan indek komposit yang diperoleh
dari berbagai variabel untuk mengetahui tingkat
kinerja pelayanan publik.

1. Metode Pengukuran Dengan Data Obyektif


Pengukuran kinerja pelayanan publik akan
mengukur 14 urusan yang wajib dilakukan oleh
pemerintah daerah. Dalam rangka mengukur
kinerja pelayanan 14 urusan tersebut akan
membutuhkan beberapa variabel. Berdasarkan
kenyataan itu, maka dalam rangka pengukuran
kinerja pelayanan publik tersebut akan
dikembangkan indeks komposit yang terdiri dari
beberapa variabel pada masing-masing jenis
urusan. Indeks komposit yang akan disusun
tersebut diberi nama Indeks Kinerja Pelayanan
Publik (IKPP).
70 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
Karena pengukuran tersebut menggunakan
beberapa variabel dan beberapa jenis urusan,
maka metode yang digunakan untuk menyusun
indeks tersebut adalah sistem pengambilan
keputusan dengan kriteria jamak (Multi Criterias
Decesion System). Penggunaan sistem tersebut
diharapkan akan mampu menghitung bobot dan
skor masing-masing variabel.

Pengembangan teknik untuk mendekati/


menggambarkan tingkat merupakan salah satu
fokus yang menarik pada literatur-literatur
tentang analisis pengambilan keputusan. Teknik
menggambarkan tingkat preferensi tersebut
telah dikembangkan pada Metode analytic
hierarchy process (AHP) dan metode value tree
analysis (analisis pohon nilai). Berdasarkan
metode yang dikembangkan tersebut maka
tingkat preferensi dapat diekpresikan dalam
interval penilaian. Berdasarkan interval penilaian
tersebut maka pengambil keputusan dapat
menyusun serangkaian rentang nilai untuk
menunjukkan tingkat kepentingan relatif dua
faktor pada satu kesempatan. Hasil dari
pembatasan linear (linear constraints) terhadap
nilai bobot kriteria pada masing-masing prioritas
sesuai dengan pernyataan pengambil keputusan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 71


yang bersifat kualitatif (A. Salo et all, 2004 dalam
http: //www.sal.hut.fi/Research/index2.html)

Dalam rangka menyusun indeks komposit kinerja


pelayanan publik (IKKP) maka digunakan Analisis
Proses Berjenjang (AHP) untuk menilai kinerja
pelayanan publik. AHP merupakan salah satu
metode pengambilan keputusan dengan jamak
yang telah dikembangkan oleh Profesor Saaty
pada Tahun 1980-an. Metode ini saat ini telah
banyak digunakan untuk berbagai penggunaan.
Beberapa contoh penggunaan metode AHP ini
adalah pengukuran Indeks Pembanguan Daerah
(IPD) yang dilakukan (Bappenas, 2001),
Penentuan Komoditas Unggulan yang telah
dilakukan (Kementerian PPKTI, 2004), dan
Penentuan bentuk kelembagaan yang sesuai
untuk pengembangan kawasan perbatasan
(Bappeda Kabupaten Nunukan, 2003).

Analisisi proses berjenjang adalah suatu


pendekatan untuk pengambilan keputusan
dengan cara menyusun kriteria-kriteria pemilihan
alternatif keputusan ke dalam struktur yang
berjenjang, membandingkan tingkat kepentingan
masing-masing kriteria, membandingkan
alternatif pada kriteria-kriteria tersebut dan

72 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


menentukan rangking total dari alternatif-
alternatif pengambilan keputusan.

Metode AHP mempunyai empat aksioma yang


harus dipenuhi. Keempat aksioma tersebut
adalah :

1) Reciprocal Comparison; aksioma ini berarti


bahwa si pembuat keputusan harus bisa
membuat perbandingan dan menyatakan
preferensinya;

2) Homogenity; artinya bahwa preferensi dapat


dinyatakan dalam skala terbatas atau masing-
masing kriteria dapat diperbandingkan satu
dengan yang lain;

3) Independence; preferensi dinyatakan dengan


mengasumsikan bahwa satu kriteria tidak
dipengaruhi oleh oleh alternatif-alternatif
yang ada, melainkan oleh obyektif secara
keseluruhan;

4) Expectations; untuk tujuan pengambilan


keputusan, struktur diasumsikan lengkap
(Brojonegoro, 1992).

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 73


Penerapan metode AHP ini untuk mengukur
kinerja pelayanan publik akan menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut :

1) Menyusun struktur variabel kinerja


pelayanan publik;

Struktur ini meliputi penetapan jenis-jenis


pelayanan publik dan perumusan variabel-
variabel untuk pengukuran serta hirarki
masing-masing variebel tersebut. Struktur
variabel kinerja pelayanan publik tersebut
akan disusun dalam 4 hirarki. Keempat hirarki
tersebut adalah sebagai berikut :

• Hirarki pertama; berupa tujuan dari


analisis ini yaitu pengukuran kinerja
pelayanan publik;

• Hirarki Kedua; berisi tiga jenis kelompok


besar pelayanan publik yang menjadi
urusan pemerintah daerah. Ketiga jenis
pelayanan publik tersebut adalah (1)
pelayanan dasar, (2) pelayanan perijinan,
dan (3) pelayanan pembangunan,

• Hirarki Ketiga; merupakan penjabaran


jenis-jenis pelayanan publik pada masing-
masing kelompok tersebut. Pada kelompok
74 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
pelayanan dasar terdapat 5 jenis
pelayanan, yaitu pelayanan kesehatan,
pelayanan pendidikan, pelayanan tenaga
kerja, pelayanan sarana prasarana umum,
dan pengendalian lingkungan. Pelayanan
perijinan memiliki 5 jenis pelayanan juga,
yaitu Pelayanan Koperasi dan UKM,
Pelayanan Penanaman Modal (Investasi),
Pelayanan Kependudukan, Pelayanan
Administrasi Umum dan Pelayanan
Pertanahan. Pelayanan pembangunan
meliputi 4 jenis pelayanan yaitu
Perencanaan dan Pengendalian Tata
Ruang, Penanganan Permasalahan Sosial,
Pengendalian (manajemen) Pembangunan
dan Penyelanggaraan Ketertiban Umum.

• Hirarki Keempat; merupakan variabel-


variabel yang digunakan sebagai alat ukur
kinerja pelayanan publik. Variabel-variabel
yang digunakan untuk mengukur kinerja
pelayanan publik tersebut berjumlah 60
variabel.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 75


Gambar Struktur pelayanan dan variabel yang
digunakan untuk pengukuran kinerja pelayanan
publik disajikan dalam Gambar 4.1.

P E N E N T U A N S T R U K T U R V A R IA B E L P E N G U K U R A N K IN E R J A P E L A Y A N A
H ira rk i I

G o: a l
P e n g u k u r a n K i n e r ja P e l a y a n a n P u b l i k
H ira rk i I I

P elay an an D asar P e l a y a n a n P e r i ji n a n P e l a y a n a n P e m b a n g u n a n
(0,5 4) 0 (0,2 9) 7 (0.1 6) 3

P e l a y a n a n P e l a y a n aP ne l a y a n a n P e l a y a n a n P e l a y a n aP ne l a y a n a n P e n a n g a n a n P e r .e n c
H ir a r k i II I

K e s e h a ta nT e n a g a KL ienr gja k u n g a n K U K M K e p e n d dP ek rnta n a h a n M a s a l. a h S o Ts a ta R u a n g

P e la y a n a n P e la y a n a n P elay an a n P elay a n an M a n a je m e nP e n y e. l e n g g
P e n d i d i k a nS a r p r a s I n v e s ta s i A d. Um m u m P e m b a n g u n a Tn i b u m
H ir a r k i I V

V a r ia b e l V a r ia b e l V a r ia b e l V a r ia b e l V a r ia b e l
V a r ia b e l

Gambar 3.1
Struktur Pelayanan dan Variabel Pengukuran Kinerja Publik

c). Menentukan bobot masing-masing variabel


76 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
Pada setiap hirarki, masing-masing kriteria/
variabel tersebut akan dibandingkan tingkat
kepentingannya. Perbandingan ini untuk
mendapatkan bobot relatif masing-masing
kriteria tersebut. Penilaian tingkat
kepentingan kriteria tersebut diwujudkan
dalam pemberian skala 1 sampai 9. Perincian
tingkat kepentingan kriteria tersebut adalah
sebagai berikut:

• Skala 1 = Sama Penting (Equal);

• Skala 2 = Diantara Sama penting dan


sedikit lebih penting (Equal To Moderate);

• Skala 3 = Sedikit Lebih Penting (Moderate);

• Skala 4 = Diantara Sedikit Lebih Penting


dan Penting (Moderate To Strong);

• Skala 5 = Lebih Penting (Strong);

• Skala 6 = Diantara lebih penting dan sangat


penting (Strong To Very Strong);

• Skala 7 = Lebih Sangat Penting (Very


Strong);

• Skala 8 = Diantara sangat penting dan amat


sangat penting (Very Strong To Extreme);

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 77


• Skala 9 = Lebih amat sangat penting
(Extreme).

Berdasarkan penilaian tingkat kepentingan


tersebut, selanjutnya akan dihitung bobot
masing-masing kriteria dengan menggunakan
rumus yang dikembangkan oleh Eigen yang
berupa nilai Eigen (Eigen value). Perhitungan
nilai Eigen ini akan dihitung dengan
menggunakan perangkat lunak Expert
Choiche versi 8 (EC versi 8). Perangkat Lunak
EC versi 9, ini sekaligus akan dapat
menghitung tingkat konsistensi dari penilaian
tingkat kepentingan masing-masing kriteria.
Tingkat konsistensi ini diwujudkan dalam
nilai rasio inkonsistensi (Inconsistency Ratio).
Apabila nilai rasio inkonsistensi lebih kecil
dari 0,1 maka penilaian tingkat kepentingan
tersebut dapat diterima.

Pada perangkat lunak EC ver. 9, perhitungan


bobot masing-masing jenis pelayanan dan
variabel dilakukan dengan penilaian tingkat
kepentingan jenis layanan atau variabel.
Penilaian tersebut terdapat tiga metode
untuk menilai tingkat kepentingan yaitu cara
verbal, matriks dan questioner. Cara verbal
membandingkan masing-masing per pasangan
78 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
variabel. Cara matriks dan questioner papa
prinsipnya membandingkan tingkat
kepentingan antar variabel secara
keseluruhan.

With respect to DASAR <


GOAL
SEHAT : Pelayanan Kesehatan
Is EQUALLY to MODERATELY more PREFERABLE than
PENDIDIK : Pelayanan Pendidikan

Gambar 3.2

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 79


Contoh Penilaian Tingkat Kepentingan dengan Teknik Verbal
Pada Perangkat Lunak EC versi 9

Gambar 3.3
Contoh Penilaian Tingkat Kepentingan dengan Teknik
Matriks Pada Perangkat Lunak EC versi 9

Perhitungan Bobot masing-masing jenis


pelayanan dan kriteria pada masing-masing
hirarki dihitung dengan menggunakan EC
versi 9. Perhitungan bobot juga secara
otomatis akan menghitung Rasio Inkonsistensi
(RI). Hasil perhitungan tersebut disajikan
dalam uraian di bawah ini.

Pada Hirarki II perhitungan untuk


menentukan bobot tiga kelompok pelayanan.
Ketiga kelompok pelayanan tersebut adalah
80 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
(1) Pelayanan Kebutuhan Dasar, (2)
Pelayanan Perijinan dan (3) Pelayanan
Pembangunan. Perhitungan dengan
menggunakan EC Versi 9 menunjukkan bahwa
Bobot Pelayanan Dasar Paling besar
dibandingkan kedua pelayanan tersebut.
Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam
Gambar 4.3

INCONSISTENCY RATIO = 0.01


An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant
some investigation.

DASAR .540

PERIJIN .297

PEMBANG .163

Gambar 3.4
Perhitungan Bobot Kelompok Pelayanan
Yang Menjadi Urusan Pemerintah Daerah

Berdasarkan Gambar tersebut maka


Pelayanan dasar Mempunyai Bobot 0,540,
Pelayanan Perijinan Mempunyai bobot 0,297
dan Pelayanan Pembangunan sebesar 0,163.
Hasil perhitungan bobot tersebut dapat
dipakai karena Rasio Ikonsistensi (RI) sebesar
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 81
0,01 (nilai RI terbesar yang diperbolehkan
adalah 0,1).

Pada Hirarki III dilakukan perhitungan bobot


pada tiap-tiap kelompok pelayanan. Jumlah
pelayanan pada masing-masing kelompok
pelayanan adalah sebagai berikut Kelompok
Pelayanan Dasar terdapat lima (5) pelayanan,
Kelompok Pelayanan Perijinan terdapat 5
pelayanan dan Kelompok Pelayanan
Pembangunan terdapat 4 pelayanan. Bobot
masing-masing pelayanan sebagaimana
diuraikan berikut.

Pada Kelompok Pelayanan Dasar terdapat 5


jenis pelayanan. Kelima jenis pelayanan
tersebut adalah (1) Pelayanan Kesehatan
(SEHAT), (2) Pelayanan Pendidikan
(PENDIDIK), (3) Pelayanan Ketenagakerjaan
(NAKER), (4) Pelayanan Sarana dan Prasarana
Umum (SARPRAS), dan (5) Pengendalian
Lingkungan (LINGKUNG). Berdasarkan Gambar
4.4 dapat dilihat bahwa berdasarkan
perhitungan bobot lima jenis pelayanan pada
kelompok pelayanan dasar, pelayanan
kesehatan memiliki bobot yang paling besar,
yaitu sebesar 0,369. Sementara pelayanan
sarana prasarana umum dan pengendalian

82 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


lingkungan mempunyai bobot yang paling
rendah dengan bobot sebesar 0,109.

INCONSISTENCY RATIO = 0.0


An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant
some investigation.

SEHAT .369

PENDIDIK .206

NAKER .206

SARPRAS .109

LINGKUNG .109

Gambar 3.5
Perhitungan Bobot Pelayanan pada Kelompok
Pelayanan Dasar

Pada Kelompok pelayanan perijinan terdapat


5 jenis pelayanan. Kelima jenis pelayanan
tersebut adalah (1) Pelayanan Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (KUKM), (2) Pelayanan
Perijinan Penanaman Modal (MODAL), (3)
Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil,
(4) pelayanan administrasi umum
pemerintahan (ADMUM), dan (5) pelayanan
pertanahan (PERTANH). Berdasarkan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 83
perhitungan dengan EC versi 8 maka
diperoleh hasil sebagaimana terlihat dalam
Gambar 4.5. Berdasarkan perhitungan
tersebut, bobot terbesar terdapat pada
Pelayanan Kependudukan dengan bobot
sebesar 0,329. Sementara pelayanan
perijinan penanaman modal mempunyai
bobot yang paling kecil (0,127).

INCONSISTENCY RATIO = 0.02


An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant
some investigation.

KUKM .190

MODAL .127

PENDUDUK .329

ADMUM .165

PERTANAH .190

Gambar 3.6
Perhitungan Bobot Pelayanan pada
Kelompok Pelayanan Perijinan

Pada Kelompok pelayanan pembangunan


terdapat 4 jenis pelayanan. Keempat jenis
pelayanan tersebut adalah (1) perencanaan,

84 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
(PPTR), (2) penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketenteraman masyarakat
(TIBUM), (3) penanggulangan masalah sosial
(SOSIAL), dan (4) perencanaan dan
pengendalian pembangunan (PPBANG).
Berdasarkan perhitungan bobot terhadap
keempat jenis pelayanan tersebut maka
penanggulangan masalah sosial (SOSIAL) dan
Penyelenggaraan ketertiban umum dan
kententraman masyarakat (TIBUM)
mempunyai bobot yang paling besar (0,333).

INCONSISTENCY RATIO = 0.0


An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant
some investigation.

PPTTR .167

TIBUM .333

SOSIAL .333

PPBANG .167

Gambar 3.7
Perhitungan Bobot Pelayanan pada
Kelompok Pelayanan Pembangunan

Perhitungan bobot variabel untuk tiap-tiap


Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 85
jenis pelayanan dilakukan dengan cara yang
sama dengan penghitungan bobot jenis
pelayanan. Variabel-variabel yang digunakan
untuk pengukuran kinerja pelayanan publik
pada dasarnya terdiri dari 2 atau 3 kelompok
variabel. Kelompok variabel tersebut adalah
(1) variabel yang menunjukkan dampak
pelayanan yang telah dicapai, atau (2)
variabel yang menunjukkan upaya
pemerintah daerah untuk meningkatkan
tingkat pelayanan pemerintah, atau (3)
Ketersediaan prasarana dan tenaga
pendukung pelayanan publik. Bobot masing-
masing variabel per jenis pelayanan disajikan
dalam uraian berikut :

(1) Pelayanan Kesehatan; kinerja pelayanan


kesehatan diukur dengan menggunakan 5
variabel. Kelima variabel tersebut adalah
Angka Harapan Hidup, Tingkat Kesakitan
(Morbidity Level), Rasio Prasarana
Kesehatan Dengan Penduduk, Rasio
Tenaga Kesehatan dengan Penduduk, dan
Persentase Desa Yang Memiliki Prasarana
Kesehatan. Bobot masing-masing variabel
tersebut dihitung dengan menggunakan
EC ver. 9 sehingga diperoleh bobot untuk
Angka Harapan Hidup dan Tingkat
86 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
Kesakitan paling besar (0,333). Bobot
Selengkapnya disajikan dalam Gambar
4.7.
INCONSISTENCY RATIO = 0.0

An Inconsistency Ratio of.1 or more may


warrant some investigation.

AHH .333

MOBIDITY .333

RS/Pk/PI .111

PARAMED .111

DRS/Pk/P .111

Gambar 3.8
Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan Kesehatan

(2) Pelayanan Pendidikan; pengukuran


kinerja pelayanan pendidikan
menggunakan 6 variabel. Keenam variabel
tersebut meliputi Rata-Rata Lama
Sekolah, Tingkat Partisipasi Pendidikan
Dasar, Tingkat Melek Huruf, Rasio Murid
dengan Ruang Sekolah, Rasio Murid
Dengan Guru dengan Murid, dan
Persentase Desa Yang Memiliki
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 87
Pendidikan Dasar. Hasil perhitungan
bobot masing-masing variabel disajikan
dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan
Pendidikan

VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT


RRLS Rata-Rata Lama Sekolah 0,02783
TPSD Tingkat Partisipasi Pendidikan Dasar 0,02783
ILLITERT Tingkat Melek Huruf 0,02783
RSKLH Rasio Murid dengan Ruang Sekolah 0,00928
RGURU Rasio Murid Dengan Guru dengan Murid 0,00928
Persentase Desa Yang Memiliki
DSDSMP Pendidikan Dasar 0,00928
Sumber : hasil perhitungan

(3) Pelayanan Ketenagakerjaan; Kinerja


pelayanan ketenagakerjaan diukur dengan
menggunakan 5 variabel. Kelima variabel
tersebut adalah Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja, Tingkat Pengangguran,
Rasio Balai Latihan Kerja terhadap
Angkatan Kerja, Persentase Angkatan
Kerja Yang Terdaftar dan Rasio
Penempatan Angkatan Kerja Yang
Terdaftar. Bobot kelima variabel tersebut
dihitung dengan menggunakan EC Ver. 9.
88 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
Hasil perhitungan tersebut disajikan
dalam gambar berikut :
INCONSISTENCY RATIO = 0.0
An Inconsistency Ratio of.1 or more may
warrant some investigation.

TPAK .274

UNEMPLOY .430

RBLK .099

RAKTD .099

RPAKTD .099

Gambar 3.9
Perhitungan Bobot Variabel
Kinerja Pelayanan Ketenagakerjaan

(4) Pelayanan Sarana dan Prasarana Umum;


Pengukuran kinerja pelayanan sarana dan
prasarana umum difokuskan pada
penyediaan pelayanan prasarana sarana
dasar (PSD). Variabel yang digunakan
untuk mengukur kinerja pelayanan
tersebut adalah Rasio panjang jalan
dengan luas wilayah, Persentase Rumah
Tangga Yang Mempunyai Akses Ke Air
Bersih, Tingkat Elektrifikasi Daerah, dan
Rasio Rumah Tangga Yang Berlangganan
Telpon. Hasil perhitungan bobot masing-
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 89
masing variabel disajikan dalam
Gambar 4.9.
INCONSISTENCY RATIO = 0.02
An Inconsistency Ratio of.1 or more may
warrant some investigation.

RJLNW .304

PAAB .464

TED .121

RTTELP .111

Gambar 3.10
Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan Sarana
Prasarana Umum

(5) Pengendalian Lingkungan; Keberhasilan


pengendalian lingkungan akan dilihat dari
sejauh mana pemerintah daerah mampu
mengurangi daerah-daerah yang kritis
terhadap pencemaran lingkungan, lahan-
lahan kritis dan mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana alam.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka
ditetapkan 5 variabel untuk mengukur
kinerja pengendalian lingkungan yaitu
Persentase Desa Yang Terkena

90 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Pencemaran Lingkungan, Persentase Desa
Yang Tergenang Banjir, Pertumbuhan
Lahan-Lahan Kritis, Frekuensi Monitoring
Kualitas Lingkungan dan Persentase Desa
Kritis Lingkungan.

Tabel 3.2
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Pengendalian Lingkungan

KODE VARIABEL BOBOT


RDKPL Persentase Desa Yang Terkena 0,01361
Pencemaran Lingk.
RDTAB Persentase Desa Yang Tergenang 0,01361
Banjir
PLHKR Pertumbuhan Lahan-Lahan Kritis 0,01361
MONITOR Frekuensi Monitoring Kualitas 0,00454
Lingkungan
PDKL Persentase Desa Kritis Lingkungan 0,01361
Sumber : hasil perhitungan

(6) Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil


Menengah; pelayanan KUKM dianggap
berhasil apabila mampu menumbuhkan
usaha-usaha KUKM dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang
ditujukkan dengan meningkatnya
kontribusi KUKM dalam pendapatan dari
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 91
sektor industri. Berdasarkan asumsi-
asumsi tersebut maka ditetapkan
beberapa variabel berikut sebagai
pengukur kinerja pelayanan koperasi.
Variabel-variabel tersebut adalah
Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5 Tahun
Terakhir, Persentase Koperasi dan UKM
di LIK, Pertumbuhan Kontribusi UKM
terhadap PDRB Industri dan Pertumbuhan
Alokasi Anggaran untuk UKM. Bobot
masing-masing variabel disajikan dalam
Tabel berikut :

Tabel 3.3
Hasil Perhitungan Bobot Variabel
Kinerja Pelayanan Koperasi

KODE VARIABEL BOBOT


PKUKM Pertumbuhan Koperasi dan UKM
5 Tahun Terakhir 0,01412
PUKMLIK Persentase Koperasi dan UKM di
LIK 0,00887
KUKMI Pertumbuhan Kontribusi UKM
terhadap PDRB Industri 0,02749
PADUKM Pertumbuhan Alokasi Anggaran
untuk UKM 0,00582
Sumber : hasil perhitungan

92 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


(7) Pelayanan Administrasi Penanaman
Modal; Keberhasilan pelayanan
administrasi terlihat dari rasio antara
realisasi investasi dengan persetujuan
investasi. Salah satu langkah yang
sebaiknya diambil oleh pemerintah adalah
memberikan kemudahan-kemudahan dan
kepastian perijinan investasi baik berupa
kemudahan perijinan dan kepastian
waktu penyelesaian perijinan dengan
mendirikan kantor pelayanan satu atap
dan insentif serta disinsentif bagi
penanaman modal. Berdasarkan
pemikiran tersebut maka ditetapkan
beberapa variabel untuk mengukur
kinerja pelayanan administrasi
penanaman modal sebagai berikut Rasio
Antara Persetujuan dengan Realisasi
Investasi, Keberadaan Pelayanan
Investasi Satu Atap, Rata-Rata Waktu
Penyelesaian Perijinan Investasi dan
Keberadaan Insentif/Disisentif Investasi.
Hasil perhitungan bobot masing-masing
disajikan dalam tabel berikut:

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 93


Tabel 3.4
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan
Administrasi Penanaman Modal

KODE VARIABEL BOBOT

RRIPI Rasio Antara Persetujuan


dengan Realisasi Investasi 0,01679
SATAP Keberadaan Pelayanan
Investasi Satu Atap 0,00420
RWPII Rata-Rata Waktu
Penyelesaian Perijinan 0,00839
Investasi
IDPM Keberadaan
Insentif/Disisentif Investasi 0,00839
Sumber : hasil perhitungan

(8) Pelayanan Kependudukan dan Catatan


Sipil; keberhasilan Pelayanan
kependudukan dan cacatan sipil
diasumsikan ditentukan oleh seberapa
banyak proporsi penduduk yang memiliki
KTP dan Akte kelahiran. KTP atau akte
kelahiran sering merupakan dokumen
yang menjadi persyaratan pada hampir
semua pelayanan-pelayanan publik
lainnya. Oleh karena itu pengukuran
kinerja pelayanan kependudukan dan
catatan sipil akan menggunakan

94 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


varariabel Rasio Penduduk Yang ber KTP,
Rasio Balita Ber Akte Kelahiran,
Keberadaan Sistem Informasi
Kependudukan dan Rata-Rata Waktu
Pengurusan KTP. Bobot masing-masing
variabel dihitung dengan EC, disajikan
dalam tabel berikut.

Tabel 3.5
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan
Kependudukan dan Catatan Sipil

KODE VARIABEL BOBOT


RPKTP Rasio Penduduk Yang ber KTP 0,03383
RBPAK Rasio Balita Ber Akte Kelahiran 0,03383
SIKD Keberadaan Sistem Informasi
Kependudukan 0,00960
RWPKTP Rata-Rata Waktu Pengurusan
KTP 0,02046
Sumber : hasil perhitungan

(9) Pelayanan Administrasi Umum


Pemerintahan; pelayanan administrasi
umum difokuskan pada pelayanan internal
kepada peningkatan kualitas aparat/
pegawai pemerintah. Beberapa variabel
yang digunakan untuk mengukur kinerja
pelayanan ini adalah Keberadaan Sistem
Informasi Pemerintahan, Pertumbuhan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 95
Alokasi Anggaran untuk Administrasi
Umum Pemerintahan, Persentase
Pegawai Berpangkat Fungsional dan
Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke
atas. Hasil perhitungan bobot masing-
masing variabel disajikan dalam tabel
berikut.

Tabel 3.6
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan
Administrasi umum Pemerintahan

KODE VARIABEL BOBOT


SIPUD Keberadaan Sistem Informasi
Pemerintahan 0,00589
PAAUD Pertumbuhan Alokasi Anggaran
Untuk ADUMPEM 0,00542
PPJF Persentase Pegawai Berpangkat
Fungsional 0,02268
PPDS1 Persentase Pegawai Pendidikan S1
Ke atas 0,01487
Sumber : hasil perhitungan

(10) Pelayanan Pertanahan; Tanah merupakan


sumberdaya yang cukup penting bagi
masyarakat, oleh karena itu perlu
pelayanan pencatatan dan surat
pengakuan hak penguasaan tanah oleh
masyarakat. Dalam rangka pengukuran
96 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
kinerja pelayanan pertanahan maka
digunakan variabel-variabel sebagai
berikut Persentase Luas Lahan Yang
Telah Tersertifikat, Rata-Rata Lama
Pengurusan Sertifikat Tanah, Kemudahan
Pelayanan Pendaftaran Tanah, dan
Keberadaan Sistem Informasi Pertanahan
Daerah. Hasil perhitungan bobot untuk
masing-masing variabel disajikan dalam
tabel berikut:

Tabel 3.7
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Pelayanan Pertanahan
KODE VARIABEL BOBOT
PTTS Persentase Luas Lahan Yang 0,02813
Telah Tersertifikat
RWPST Rata-Rata Lama Pengurusan
Sertifikat Tanah 0,01443
JPPT Kemudahan Pelayanan
Pendaftaran Tanah 0,00939
SIPPD Keberadaan Sistem Informasi
Pertanahan Daerah 0,00436
Sumber : hasil perhitungan

(11) Perencanaan, Pemanfaatan Dan


Pengawasan Tata Ruang; Rencana Tata
Ruang merupakan acuan keruangan bagi
upaya pembangunan daerah. Oleh karena
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 97
itu dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) harus memuat arahan bagi
perencanaan, pemanfaatan dan
pengawasan tata ruang wilayah. Variabel-
variabel yang digunakan untuk mengukur
kinerja pengelolaan tata ruang adalah
Keberadaan Dokumen RTRWN Yang Valid,
Keberadaan BKPRD, Keberadaan Perda
RTRWN, Kondisi Kawasan Kritis
Lingkungan 5 Tahun terakhir dan Kondisi
Kemacetan Lalulintas 5 Tahun Terakhir.
Hasil perhitungan bobot masing-masing
variabel disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.8
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Pengelolaan Tata Ruang
KODE VARIABEL BOBOT
DOKTTR Keberadaan Dokumen RTRWN 0,00266
Yang Valid
KBKPRD Keberadaan BKPRD 0,00301
PERDATR Keberadaan Perda RTRWN 0,00353
PKKL Kondisi Kawasan Kritis 0,00902
Lingkungan 5 Tahun terakhir
PKLL Kondisi Kemacetan Lalu Lintas 0,00902
5 Tahun Terakhir
Sumber : hasil perhitungan
(12) Penyelenggaraan Ketertiban Umum Dan
Ketenteraman Masyarakat; Kinerja

98 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


penyelenggaraan Kamtibmas diasumsikan
dengan berkurangnya angka kriminalitas,
pelanggaran terhadap peraturan daerah
(perda) dan bangunan/permukiman liar.
Kinerja penyelenggaraan Kamtibmas
tersebut dapat terwujud apabila terdapat
kesadaran yang tinggi dari masyarakat dan
didukung oleh aparat dan peralatan yang
memadai. Berdasarkan asumsi tersebut
maka variabel yang digunakan untuk
mengukur kinerja ini adalah sebagai berikut
Rasio Polisi PP terhadap Penduduk,
Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun
Terakhir, Persentase Desa Yang Memiliki
Permukiman Liar dan Pertumbuhan Jumlah
Pelanggaran Perda.

Tabel 3.9
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Pengelolaan Tata Ruang
KODE VARIABEL BOBOT
RPOLPP Rasio Polisi PP terhadap
Penduduk 0,00666
PTK Pertumbuhan Kriminalitas 5
Tahun Terakhir 0,02307
PDPL Persentase Desa Yang
Memiliki Permukiman Liar 0,01237
PPPD Pertumbuhan Jumlah
Pelanggaran Perda 0,01237
Sumber : hasil perhitungan
(13) Penanggulangan Masalah Sosial; kinerja
penanggulangan masalah sosial ini
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 99
terutama terlihat dari berkurangnya
jumlah penyandang penyakit sosial atau
masyarakat dengan permasalahan sosial
seperti gelandangan, pengemis, tuna
susila, tawuran dan sebagainya.
Berdasarkan asumsi tersebut maka dipilih
beberapa variabel yang digunakan sebagai
alat ukur kinerja penanggulangan sosial.
Variabel-variabel dan bobotnya disajikan
dalam tabel berikut.

Tabel 3.10
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Penanggulangan Masalah Sosial

KODE VARIABEL BOBOT

PPPSM Persentase Penyandang


Penyakit Sosial Terdaftar 0,01681
PPPSMSP Persentase Penyangdang
Penyakit Sosial Tersantuni 0,02359
RPSMP Rasio PSM terhadap Penduduk 0,00896
RAPPSM Pertumbuhan Alokasi Anggaran
Untuk Penanganan Sos 0,00512
Sumber : hasil perhitungan

(14) Perencanaan Dan Pengendalian


Pembangunan; perencanaan dan

100 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


pengendalian pembangunan (manajemen
pembangunan) merupakan urusan yang
harus ada di pemerintah daerah.
Kewenangan ini memungkinkan
dicapainya tujuan pembangunan secara
tepat guna dan berhasil guna. Beberapa
variabel digunakan untuk melihat kinerja
perencanaan dan pengendalian
pembangunan. Nama variabel, kode dan
bobot masing-masing disajikan dalam
tabel berikut.

Tabel 3.11
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Perencanaan
dan Pengendalian Pembangunan Daerah

KODE VARIABEL BOBOT

Keberadaan Tim Pengendali


KTPPD
Pembangunan 0,00340
Proses Rapat Koordinasi
PROS
Pembangunan 0,00340
Persentase Penyimpangan Dari
PBRP
Rencana Pembangunan 0,01021
Klasifikasi Simpangan Rencana
PDPRTRW
Tata Ruang Wilayah 0,01021
Sumber : hasil perhitungan
3. Menentukan skor variabel-variabel kinerja
pelayanan publik

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 101


Langkah berikutnya dalam penilaian kinerja
pelayanan publik adalah penentuan skor
masing-masing kriteria pada Hirarki terendah
(variabel kinerja pelayanan publik). Nilai skor
ini akan disusun dengan nilai 1, 2 dan 3.
Urutan skor tersebut menunjukkan nilai yang
berurutan, dimana nilai 1 menunjukkan yang
terendah, sementara nilai 3 menunjukkan
nilai skor yang paling tinggi. Pemberian nilai
skor ini akan memperhatikan tiga hal. Ketiga
hal tersebut adalah :

• Hubungan/korelasi antara variabel


dengan tingkat kinerja pelayanan publik.
Korelasi tersebut dapat positif dan
negatif. Hubungan positif berarti bahwa
semakin besar nilai variabel, maka
semakin besar pula kinerja pelayanan
publik. Sebaliknya hubungan negatif
menunjukkan semakin besar nilai suatu
variabel maka kinerja pelayanan publik
semakin rendah.

• Nilai skor masing-masing variabel akan


tergantung pada standar pelayanan
minimum (SPM). Pertimbangan SPM ini
akan digunakan pada pelayanan publik

102 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


yang telah terdapat standar pelayanan
minimumnya,

• Apabila variabel kinerja pelayanan


minimum tersebut belum memiliki
standar pelayanan minimum, maka
digunakan nilai rata-rata nasional untuk
menyusun nilai skor.

Perhitungan skor masing-masing


menggunakan data nilai maksimum dan
minimum masing-masing variabel secara
nasional dan hubungan korelasi antara tiap
variabel dengan kinerja Berdasarkan :

• Melakukan perhitungan total skor dan


klasifikasi kinerja; berdasarkan bobot,
skor masing-masing kriteria selanjutnya
dilakukan perhitungan total skor.
Selanjutnya total skor tersebut
ditentukan klasifikasi tingkat kinerja.
Klasifikasi tingkat kinerja ini akan
ditetapkan ke dalam tiga klasifikasi, yaitu
rendah, sedang dan tinggi

Penghitungan total skor dilakukan pada


kabupaten/kota sampel. Perhitungan
total skor dilakukan dengan penjumlahan
perkalian antara bobot dan nilai skor
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 103
masing-masing kriteria. Formula
pengitungan total skor tersebut adalah:

SkorTot = ∑ Bobot Ki . Skor Kix , dimana


SkorTot = Skor Total Kinerja Pelayanan
Bobot Kix = Bobot Kriteria i pada daerah
x,
Skor Kix = Skor Kriteria i pada daerah x.

• Melakukan Klasifikasi Tingkat Kinerja


Pelayanan Publik; Berdasarkan total skor
yang diperoleh maka kemudian
ditentukan klasifikasi tingkat kinerja
pelayanan publik. Tingkat kinerja
pelayanan publik akan diklasifikasikan ke
dalam 3 tingkatan, yaitu rendah, sedang
dan tinggi. Klasifikasi tersebut diperoleh
dengan menghitung interval dari total
skor. Perhitungan interval tersebut
menggunakan rumus :

SkorTot Maksimum – SkorTot Minimum


Interval (Int)= ------------------------------

Berdasarkan nilai interval tersebut maka


ditetapkan klasifikasi tingkat kinerja
pelayanan publik. Klasifikasi tingkat kinerja

104 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


pelayanan publik tersebut menggunakan
kisaran nilai Skor Total sebagai berikut :
Rendah = (SkorTot Minimum) hingga (SkorTot
Minimum + Int )
Sedang = (SkorTot Minimum + Int) hingga
(SkorTot Minimum + 2 x Int)
Tinggi = (SkorTot Minimum + 2 x Int) hingga
SkorTot Maksimum

2. Metode Pengukuran Dengan Data Subyektif


Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah
ditetapkan dalam Keputusan Men.PAN Nomor:
63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikem-
bangkan menjadi 14 unsur yang "relevan, valid'
dan "reliabel, sebagai unsur minimal yang harus
ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan
masyarakat adalah sebagai berikut:

• Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan


tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur
pelayanan;

• Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan


teknis dan administrasi yang diperlukan untuk
mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis
pelayanannya;
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 105
• Kejelasan petugas pelayanan, yaitu
keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta
urusan dan tanggung jawabnya);

• Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu


kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan terutama terhadap konsistensi
waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku;

• Tanggungjawab petugas pelayanan, yaitu


kejelasan wewenang dan tanggung jawab
petugas dalam penyelenggaraan dan
penyelesaian pelayanan;

• Kemampuan petugas pelayanan,yaitu tingkat


keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas
dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan
kepada masyarakat;

• Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu


pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu
yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara
pelayanan;

• Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu


pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/status masyarakat yang
dilayani;

106 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


• Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu
sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara sopan dan ramah serta saling
menghargai dan menghormati;

• Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keter-


jangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya
yang ditetapkan oleh unit pelayanan;

• Kepastian biaya pelayanan,yaitu kesesuaian


antara biaya yang dibayarkan denganbiaya
yang telah ditetapkan;

• Kepastian jadwal pelayanan, yaitu


pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan;

• Kenyamanan lingkungan,yaitu kondisi sarana


dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan
teratur sehingga dapat memberikan rasa
nyaman kepada penerima pelayanan;

• Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya


tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang
digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang
untuk mendapatkan pelayanan terhadap
resiko-resiko yang diakibatkan dari
pelaksanaan pelayanan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 107


Pengumpulan data untuk mengukur indek
kepuasan masyarakat dilakukan dengan kuesioner
dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu:

Bagian I : Identitas responden meliputi usia, jenis


kelamin, pendidikan dan pekerjaan,
yang berguna untuk menganalisis
profil responden dalam penilaiannya
terhadap unit pelayanan instansi
pemerintah.

Bagian II :Identitas pencacah, berisi data


pencacah (apabila kuesioner diisi oleh
masyarakat, bagian ini tidak diisi).

Bagian III : Mutu pelayanan publik adalah pendapat


penerima pelayanan yang memuat
kesimpulan atau pendapat responden
terhadap unsur-unsur pelayanan yang
dinilai.

Bentuk jawaban pertanyaan dari setiap unsur


pelayanan secara umum mencerminkan tingkat
kualitas pelayanan. yaitu dari yang sangat baik
sampai dengan tidak baik. Untuk ategori
k tidak
baik diberi nilai persepsi 1, kurang baik diberi
nilai persepsi 2, baik diberi nilai persepsi 3.
sangat baik diberi nilai persepsi 4.

108 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Responden dipilih secara acak yang ditentukan
sesuai dengan cakupan wilayah masing-masing unit
pelayanan. Untuk memenuhi akurasi hasil
penyusunan indeks, responden terpilih ditetapkan
minimal 150 orang dari jumlah populasi penerima
layanan, dengan dasar ("Jumlah unsur"10 = jumlah
responden (14 +1) x 10 = 150 responden,

Nilai IKM dihitung dengan menggunakan "nilai


rata-rata tertimbang" masing-masing unsur
pelayanan. Dalam penghitungan indeks
kepuasan masyarakat terhadap 14 unsur
pelayanan yang dikaji, setiap unsur pelayanan
memiliki penimbang yang sama dengan rumus
sebagai berikut:

Bobot nilai rata-rata = Jumlah bobot = 1 = 0,071


tertimbang
tertimbang Jumlah 14
Unsur

Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan


digunakan pendekatan nilai rata-tata
tertimbang dengan rumus sebagai berikut:

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 109


IKM = Total dari Nilai Persepsi Per Unsur x Nilai
Total unsure yang terisi Penimbang

110 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


BAB IV
PENGUKURAN INDEKS KINERJA
PELAYANAN PUBLIK

A. PENGUKURAN INDEKS KINERJA PELAYANAN PUBLIK

Berdasarkan metode pengukuran kinerja pelayanan


publik yang telah pada bab sebelumnya, maka pada
sub bab ini akan diuraikan panduan bagi pelaksanaan
pengukuran indeks kinerja pelayanan publik.
Panduan pelaksanaan pengukuran indeks kinerja
pelayanan publik diuraikan sebagai berikut :

1. Persiapan
Apabila pemerintah daerah memutuskan untuk
melakukan pengukuran kinerja pelayanan publik,
maka perlu dibentuk dua macam Tim Penilai
yang sekurang-kurangnya terdiri dari :

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 111


a. Tim Pengarah yang mewakili unsur-unsur
pelaku pembangunan, dan bertugas
memberikan arahan pelaksanaan penilaian
kinerja pelayanan publik ke Tim Pelaksana

b. Tim Pelaksana yang terdiri dari Ketua,


Sekretaris dan sekurang-kurangnya tiga orang
anggota. Tim ini bertugas melakukan
pengumpulan data, pengolahan, analisis dan
menyusun laporan penilaian kinerja
pelayanan publik.

2. Pengumpulan Data
Dalam rangka pengukuran penetapan variabel-
variabel yang digunakan untuk pengukuran
kinerja pelayanan publik, terdapat beberapa
pertimbangan-pertimbangan atau dasar konsepsi
digunakan untuk memilih variabel-variabel
tersebut. Beberapa pertimbangan, konsep atau
indeks-indeks pembangunan yang digunakan
tersebut adalah :

a. Indeks Pembangunan Manusia (IPM); Indeks


Pembangunan Manusia disusun dari tiga
komponen, yaitu (1) lamanya hidup yang
diukur dengan harapan hidup saat lahir, (2)
tingkat pendidikan yang diukur dengan
kombinasi antara melek huruf pada penduduk
112 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
dewasa dan rata-rata lama sekolah, dan (3)
tingkat kehidupan yang layak diukur dengan
pengeluaran per kapita yang telah
disesuaikan dengan beberapa variabel IPM
digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan
kesehatan dan pendidikan.
b. Indeks Kemiskinan Manusia (IKM); merupakan
kombinasi dari berbagai dimensi kemiskinan
manusia yang dianggap sebagai indikator inti
dari ukuran keterbelakangan manusia. Indeks
ini disusun dari tiga indikator; penduduk yang
diperkirakan tidak berumur panjang,
ketertinggalan dalam pendidikan dan
keterbatasan terhadap pelayanan dasar.
Berdasarkan ketiga indikator tersebut
dirumuskan variabel IKM yaitu angka harapan
hidup, angka melek huruf, persentase
penduduk tanpa akses terhadap air bersih,
persentase yang tidak memiliki akses ke
sarana kesehatan, dan persentase anak
berumur lima tahun ke bawah dengan status
gizi kurang.
c. Standar Pelayanan Minimum; Salah satu
aspek yang digunakan untuk mengukur
kualitas pelayanan adalah dengan melihat
standar pelayanan yang minimum harus
dipenuhi oleh suatu jenis pelayanan. Dalam
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 113
perencanaan prasarana standar pelayanan
minimum ini sering diwujudkan dengan rasio
antara jumlah sarana prasarana pelayanan
dengan jumlah penduduk yang akan dilayani.
d. Ketersediaan data; Ketersediaan data
merupakan aspek yang akan dipertimbangkan
dalam pemilihan variabel-variabel
pengukuran pelayanan publik. Beberapa
sumber data yang diharapkan dapat
digunakan antara lain adalah (1) Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh
Bappenas-UNDP Tahun 2001 dan 2004, (2)
Data Potensi Desa Yang telah diterbitkan oleh
BPS Tahun 2000, 2003 dan 2005, dan (3)
Publikasi Data Statistik Tahunan yang
diterbitkan oleh Kantor BPS Daerah dan
Instansi-Instansi Pemerintah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan konsep, pertimbangan dan indeks


yang ada tersebut maka ditetapkan 63 variabel.
Ke-63 variabel tersebut dikelompokan dalam 3
kelompok variabel yaitu (1) variabel yang
menunjukkan dampak pelayanan yang telah
dicapai, atau (2) variabel yang menunjukkan
upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan
tingkat pelayanan pemerintah, atau (3)
Ketersediaan prasarana dan tenaga pendukung
pelayanan publik.
114 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
Data yang digunakan untuk pengukuran indeks
kinerja pelayanan publik ini semuanya adalah
data sekunder yang dikumpulkan di instansi
terkait. Oleh karena itu dalam rangka
memberikan panduan pengumpulan data tersebut
maka berikut disampaikan definisi 63 variabel
yang digunakan untuk pengukuran kinerja
pelayanan publik, sumber datanya, bobot dan
nilai skor masing-masing variabel.
1) Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan
lama hidup rata-rata penduduk dengan
asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas
menurut umur.
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat
atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh
Bappenas bekerjasama dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
 Kurang dari 62,23 Tahun = 1
 62,24 – 66,67 Tahun =2
 Lebih dari 66,68 Tahun =3

2) Angka Morbiditas adalah proporsi


dari keseluruhan penduduk yang menderita
akibat masalah kesehatan hingga mengganggu

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 115


aktivitas sehari-hari selama satu bulan
terakhir.
Sumber data ini dapat diperoleh data Susenas
yang diterbitkan oleh BPS atau terbitan
Indonesia Laporan Pembangunan Manusia
yang diterbitkan oleh Bappenas bekerjasama
dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
 Kurang dari 22,92 % =1
 22,93 – 30,36 % =2
 Lebih dari 30,37 % =3

3) Rasio Prasarana Kesehatan Dengan Penduduk


adalah perbandingan antara Rumah sakit,
Puskesmas, Poliklinik atau Balai Kesehatan
lainnya dengan jumlah penduduk di suatu
daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :


 Lebih dari 1 : 10.001 =1

116 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


 1: 5.000 – 1 : 10.000 =2

 Kurang dari 1 : 5.000 =3

4) Rasio Tenaga Kesehatan dengan Penduduk


adalah perbandingan antara dokter, manteri
kesehatan dan tenaga paramedis lain (tidak
termasuk dukun yang menolong persalinan)
terhadap jumlah penduduk di suatu daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :


 Lebih dari 1 : 5.001 =1

 1: 3.000 – 1 : 5.000 =2

 Kurang dari 1 : 3.000 =3

5) Persentase Desa Yang Memiliki Prasarana


Kesehatan adalah proporsi desa atau
kelurahan yang terdapat balai pengobatan
atau poliklinik atau puskesmas pembantu
atau puskesmas atau rumah sakit.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 117


Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan data Potensi Desa
(Podes) yang diterbikan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 30 % =1

 31 – 60 % =2

 Lebih dari 60 % =3
6) Rata-Rata Lama Sekolah adalah rata-rata
jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk
berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh
semua jenis pendidikan yang pernah dijalani.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat


atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh
Bappenas bekerjasama dengan UNDP.

Skor Variabel ini :


 Kurang dari 6,7 Tahun =1
 6,8 – 8,2 Tahun =2
 Lebih dari 8,2 Tahun =3

7). Tingkat Partisipasi Pendidikan Dasar adalah


proporsi dari keseluruhan penduduk pada

118 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


kelompok usia 7 – 15 tahun yang masih duduk
di bangku sekolah.
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat
atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh
Bappenas bekerjasama dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
 Kurang dari 79 % =1
 79 – 89 % =2
 Lebih dari 89 % =3
8) Tingkat Melek Huruf adalah proporsi
penduduk berusia 15 tahun ke atas yang tidak
dapat membaca dan menulis dalam huruf
latin atau lainnya.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat


atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh
Bappenas bekerjasama dengan UNDP.

Skor Variabel ini :


 Kurang dari 80 % =1
 80 – 89 % =2
 Lebih dari 89 % =3

9) Rasio Murid dengan Ruang Sekolah adalah


adalah perbandingan antara total sekolah
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 119
dengan jumlah murid yang terdapat di suatu
daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.
Skor Variabel ini :
 Lebih dari 1: 3.000 =1
 1: 1.000 – 1 :3.000 =2
 Kurang dari 1 : 1.000 =3

10) Rasio Murid Dengan Guru adalah


perbandingan antara total dengan jumlah
keseluruhan murid di Suatu daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :


 Lebih dari 1 : 60 =1
 1 :30 – 1 : 60 =2
 Kurang dari 1 : 30 =3

120 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


11) Persentase Desa Yang Memiliki Pendidikan
Dasar adalah proporsi desa atau kelurahan
yang memiliki fasilitas pendidikan dasar (SD
dan SLTP atau fasilitas yang sederajat
dengannya).

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan data Potensi Desa
(Podes) yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 30 % =1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3

12) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah


proporsi penduduk usia kerja (15 – 65 tahun)
yang termasuk angkatan kerja. Angkatan
kerja adalah penduduk usia kerja yang
bekerja atau sedang mencari pekerjaan.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat


atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh
Bappenas bekerjasama dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
 Kurang dari 65 % =1

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 121


 65 – 70 % =2
 Lebih dari 70 % =3

13) Tingkat Pengangguran adalah proporsi dari


angkatan kerja yang tidak bekerja atau
bekerja kurang dari jam kerja normal (kurang
dari 4 jam dalam seminggu).
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat
atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh
Bappenas bekerjasama dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
 Lebih dari 10 % =1
 5% - 10 % =2
 Kurang dari 5 % =3

14) Rasio Balai Latihan Kerja terhadap Angkatan


Kerja adalah perbandingan antara angkatan
kerja dengan balai latihan kerja di suatu
daerah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.
Skor Variabel ini :
 Lebih dari 1: 3.000 =1
122 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
 1:1000 – 1:3000 =2
 Kurang dari 1:1.000 =3

15) Persentase Angkatan Kerja Yang Terdaftar


adalah proporsi angkatan kerja yang terdaftar
sebagai pencari kerja di Kantor ketenaga-
kerjaan setempat.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.
Skor Variabel ini :
 Kurang dari 30 % = 1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3
16) Rasio Penempatan Angkatan Kerja Yang
Terdaftar adalah proporsi pencari kerja yang
telah disalurkan dengan pencari kerja yang
terdaftar di suatu daerah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.
Skor Variabel ini :

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 123


 Kurang dari 30 % =1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3

17) Rasio Panjang Jalan dengan Kondisi Baik


dengan Luas Wilayah adalah perbandingan
antara jalan dengan kondisi permukaan baik
dengan luas suatu wilayah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbikan oleh
BPS.
Skor Variabel ini :
 Lebih dari 10 Km2 = 1
 5 – 10 Km2 =2
 Kurang dari 5 Km2 = 3

18) Persentase RT Yang Mempunyai Akses ke Air


Bersih adalah persentase rumah tangga yang
menggunakan air minum yang berasal dari
mineral, air leding/PAM, pompa air, sumur
atau mata air yang terlindungi.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat


atau terbitan Indonesia Laporan

124 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh
Bappenas bekerjasama dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
 Kurang dari 36 % =1
 36 – 50 % =2
 Lebih dari 50 % =3

19) Tingkat Elektrifikasi adalah proporsi rumah


tangga yang berlangganan listrik baik dari
PLN maupun dari Non PLN.
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat
atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh
Bappenas bekerjasama dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
 Kurang dari 30 % =1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3

20) Persentase RT Yang Berlangganan Telpon


adalah proporsi rumah tangga yang
berlangganan telpon tetap (Fix Telephon).

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 125
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :


 Kurang dari 20 % =1
 20 – 40 % =2
 Lebih dari 40 % =3

21) Persentase Desa/Kelurahan Yang Terkena


Permasalahan Sampah adalah persentase
desa yang terkena permasalahan sampah baik
berupa kondisi kebersihan, bau, penyakit,
pencemaran dan dampak-dampak lain yang
disebabkan karena kekurangtepatan
pengelolaan sampah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS
Skor Variabel ini :
 Lebih Dari 60 % =1
 30 – 60 % =2
 Kurang Dari 30 % =3

126 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


22) Persentase Desa Yang Terkena Pencemaran
Lingkungan adalah proporsi desa atau
kelurahan yang terdapat pencemaran
lingkungan baik pencemaran air, udara dan
tanah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 20 % =1
 20 – 40 % =2
 Lebih dari 40 % =3

23) Persentase Desa Yang Tergenang Banjir


adalah proporsi desa atau kelurahan yang
sering tergenang banjir.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :


Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 127
 Kurang dari 30 % =1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3

24) Pertumbuhan Lahan-Lahan Kritis adalah


pertumbuhan luas lahan-lahan kritis selama
kurun waktu lima tahun terakhir.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.
Skor Variabel ini :
 Lebih dari 10 % =1
 5 – 10 % =2
 Kurang dari 5 % =3

25) Frekuensi Monitoring Kualitas Lingkungan


adalah upaya-upaya monitoring kualitas
lingkungan yang berupa salah satu dari
lingkungan udara atau air atau tanah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data

128 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :


 Kurang Dari 1 Tahun sekali =1
 Setiap Triwulan Sekali =2
 Lebih dari Satu Triwulan Sekali = 3

26) Persentase Desa Kritis Lingkungan adalah


proporsi desa yang terdapat lahan-lahan
kritis.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :

 Lebih dari 30 % =1
 15 – 30 % =2
 Kurang dari 15 % =3

27) Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5 Tahun


Terakhir adalah tingkat pertambahan jumlah
koperasi dan UKM selama 5 tahun terakhir.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 129
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 5 % =1
15 – 10 % =2
Labih dari 10 % =3

28) Persentase Koperasi dan UKM di LIK adalah


persentase UKM yang berlokasi di Lingkungan
Industri Kecil (Kawasan industri untuk usaha
kecil dan menengah)

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 30 % =1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3

130 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


29) Pertumbuhan Kontribusi UKM terhadap PDRB
Industri adalah pertumbuhan kontribusi
output/pendapatan KUKM terhadap
pendapatan/output sektor industri.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 5 % =1
 5 – 10 % =2
 Lebih dari 10 % =3

30) Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk UKM


adalah pertumbuhan alokasi pendanaan yang
disalurkan oleh pemerintah dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah selama 5
tahun terakhir.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 131


Skor Variabel ini :

 Kurang dari 5 % =1
 5 – 10 % =2
 Lebih dari 10 % =3

31) Rasio Antara Persetujuan dengan Realisasi


Investasi adalah proporsi nilai realisasi
penanaman modal dengan nilai persetujuan
penanaman modal.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :


 Kurang dari 30 % = 1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3

32) Keberadaan Pelayanan Investasi Satu Atap


adalah kantor pelayanan satu atap yang
diarahkan untuk mempermudah pelayanan
perijinan penanaman modal baik PMA mupun
PMDN.

132 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat, Bappeda atau Agregasi dari data
Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh
BPS.

Skor Variabel ini :


 Tidak ada =1
 Ada, belum beroperasi =2
 Ada dan sudah beroperasi =3

33) Rata-Rata Waktu Penyelesaian Perijinan


Investasi adalah rata-rata waktu total yang
dibutuhkan untuk mengurus perijinan
prinsip hingga perijinan implementasi
investasi.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau kantor pelayanan investasi
setempat.

Skor Variabel ini :

 Lebih dari satu bulan =1


 15 – 30 Hari =2
 Kurang dari 15 Hari =3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 133


34) Keberadaan Insentif/Disisentif Investasi
adalah kemudahan-kemudahan fiskal dan
moneter serta administrasi yang diberikan
dalam mendorong peningkatan penanaman
modal.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau kantor pelayanan investasi
setempat.

Skor Variabel ini :

 Tidak ada insentif =1

 Ada Insentif Fiskal atau Moneter = 2

 Insentif Fiskal dan Moneter =3

35) Rasio Penduduk Yang ber KTP adalah proporsi


penduduk berusia 17 tahun ke atas yang
memiliki KTP.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Kecamatan setempat.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 30 % = 1

134 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


 30 – 60 % =2

 Lebih dari 60 % =3

36) Rasio Balita Ber Akte Kelahiran adalah


proporsi Anak-anak berusia Lima Tahun Ke
bawah yang memiliki Akte Kelahiran dari
Kantor Catatan Sipil.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Kecamatan setempat.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 30 % = 1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3

37) Keberadaan Sistem Informasi Kependudukan


adalah keberadaan sistem informasi
kependudukan dan keluarga yang memuat
informasi jumlah penduduk, regristasi
penduduk dan data-data kependudukan
lainnya.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Catatan Sipil setempat.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 135


Skor Variabel ini :

 Tidak Ada =1
 Ada, belum online = 2
 Ada dan online =3

38) Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP adalah


rata-rata waktu yang dibutuhkan seseorang
untuk mengurus pembuatan atau
perpanjangan KTP.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Kecamatan setempat.

Skor Variabel ini :

 Lebih dari 14 Hari =1


 7 – 14 Hari =2
 Kurang dari 7 Hari =3

39) Keberadaan Sistem Informasi Pemerintahan


adalah sistem informasi yang memuat profil
pemerintah daerah dan informasi tentang
pegawai.

136 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Kecamatan setempat.

Skor Variabel ini :

 Tidak Ada =1
 Ada, belum online =2
 Ada dan online =3

40) Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk


ADUMPEM adalah pertumbuhan alokasi
anggaran untuk administrasi umum
pemerintah tidak termasuk anggaran untuk
pos penggajian selama 5 tahun terakhir.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Kecamatan setempat.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 5 % =1
 5 – 10 % =2
 Lebih dari 10 % =3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 137


41) Persentase Pegawai Berpangkat Fungsional
adalah proporsi pegawai pemerintah daerah
yang mempunyai pangkat fungsional.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Kepegawaian daerah.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 30 % = 1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3

42) Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke atas


adalah proporsi pegawai yang mempunyai
jenjang pendidikan formal sarjana ke atas.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Kepegawaian daerah.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 30 % =1

 30 – 60 % =2

 Lebih dari 60 % =3

138 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


43) Persentase Luas Lahan Yang Telah
Tersertifikat adalah proporsi luas tanah yang
telah memiliki sertifikat baik yang dikuasai
oleh perorangan, perusahaan maupun
pemerintah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Pertanahan Daerah.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 30 % = 1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3

44) Rata-Rata Lama Pengurusan Sertifikat Tanah


adalah rata-rata lama pengurusan untuk
menyelesaikan pembuatan atau pemindahan
hak milik tanah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Pertanahan Daerah.

Skor Variabel ini :

 Lebih dari 6 Bulan =1


 3 – 6 bulan =2

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 139


 Kurang dari 3 =3

45) Kemudahan Pelayanan Pendaftaran Tanah


adalah kemudahan-kemudahan yang
diberikan kantor pertanahan terhadap
pengurusan pendaftaran tanah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Pertanahan Daerah.
Skor Variabel ini :

 Tidak ada Kemudahan =1


 Kemudahan Lokasi =2
 Kemudahan Lokasi dan Biaya =3

46) Keberadaan Sistem Informasi Pertanahan


Daerah adalah keberadaan sistem informasi
pertanahan yang memuat informasi tentang
penguasaan tanah, prosedur pengurusan
tanah dan transaksi tanah serta perolehan
hak atas tanah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Pertanahan Daerah.
Skor Variabel ini :

140 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


 Tidak ada =1

 Ada, belum online =2

 Ada, sudah online =3

47) Keberadaan Dokumen RTRWN Yang Valid


adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Yang
sudah diperdakan dan usia perencanaan
masih valid (dibawah lima tahun).
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Bappeda
Skor Variabel ini :

 Belum Ada Rencana =1


 Dokumen ada, Belum diperdakan =2
 Dokumen ada, sudah diperdakan =3

48) Keberadaan BKPRD adalah keberadaan Badan


Koordinasi Penataan Ruang Daerah sebagai
wadah koordinasi untuk perencanaan,
pengawasan dan pengendalian Tata Ruang.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Bappeda
Skor Variabel ini :
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 141
 Belum Ada BKPRD =1
 Sudah dibentuk, tidak aktif =2
 Sudah dibentuk, dan aktif =3

49) Keberadaan Perda RTRWN adalah Perda yang


menetapkan Dokumen Rencana Tata Ruang
sebagai salah satu acuan pembangunan
daerah terutama dalam mengelola ruang
(struktur dan pola pemanfaatan ruang).

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Bappeda

Skor Variabel ini :

 Belum ada Perda TTR =1


 Perda, belum sinkron dengan RPJMD = 2
 Perda, sinkron dengan RPJMD =3

50) Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5 Tahun


terakhir adalah pertumbuhan desa/kota yang
mempunyai permasalahan lingkungan baik
berupa pencemaran lingkungan maupun
lahan-lahan kritis.

142 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Dinas Perhubungan setempat.

Skor Variabel ini :

 Lebih dari 10 % =1
 5 – 10 % =2
 Kurang dari 5 % =3

51) Kondisi Kemacetan Lalulintas 5 Tahun


Terakhir adalah pertumbuhan keberadaan
titik-titik kemacetan lalulintas di daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Dinas Kehutanan/Pertanian
setempat.

Skor Variabel ini :

 Lebih dari 10 % =1
 5 – 10 % =2
 Kurang dari 5 % =3

52) Rasio Polisi PP terhadap Penduduk adalah


perbandingan antara jumlah Polisi Pamong
Praja dengan Penduduk.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 143


Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Linmas/Satuan Polisi
Pamong Praja.

Skor Variabel ini :

 Lebih dari 1 : 5.001 =1


 1: 3.000 – 1 : 5.000 =2
 Kurang dari 1 : 3.000 =3
53) Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun Terakhir
adalah pertumbuhan tindak kriminal yang
terjadi selama 5 tahun terakhir.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Linmas/Satuan Polisi
Pamong Praja.
Skor Variabel ini :

Lebih dari 10 % =1
5 – 10 % =2
Kurang dari 5 % =3

54) Persentase Desa Yang Memiliki Permukiman


Liar adalah pertumbuhan desa atau kelurahan
yang terdapat rumah-rumah liar.

144 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Linmas/Satuan Polisi
Pamong Praja.

Skor Variabel ini :

 Lebih dari 10 % =1
 5 – 10 % =2
 Kurang dari 5 % =3

55) Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran Perda


adalah pertumbuhan pendirian bangunan-
bangunan yang melanggar spesifikasi dan
alokasi peruntukan.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Dinas PU/Tata Bangunan
Skor Variabel ini :

 Lebih dari 10 % =1
 5 – 10 % =2
 Kurang dari 5 % =3

56) Persentase Penyandang Penyakit Sosial


Terdaftar adalah proporsi penyandang
penyakit sosial seperti orang gila,
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 145
gelandangan, pengemis, tuna wisma dan anak
jalanan terhadap total penduduk.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi
statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Dinas Sosial/Linmas.
Skor Variabel ini :

 Lebih dari 10 % =1
 5 – 10 % =2
 Kurang dari 5 % =3
57) Persentase Penyandang Penyakit Sosial
Tersantuni adalah proporsi penyandang
penyakit sosial yang telah mendapat
santunan atau pembinaan dari pemerintah
daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Dinas Sosial/Linmas.

Skor Variabel ini :

 Kurang dari 30 % =1
 30 – 60 % =2
 Lebih dari 60 % =3

58) Rasio PSM terhadap Penduduk adalah rasio


petugas Sosial Masyarakat yang dipunyai oleh
146 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
Pemerintah daerah dibandingkan dengan
total penduduk.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Dinas Sosial.

Skor Variabel ini :

 Lebih dari 1 : 5.001 =1


 1: 3.000 – 1 : 5.000 =2
 Kurang dari 1 : 3.000 =3

59) Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk


Penanganan Sosial adalah pertumbuhan
alokasi anggaran untuk penanganan
permasalahan sosial masyarakat selama 5
tahun terakhir (tidak termasuk gaji pegawai
dan pengeluaran rutin).

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Dinas Sosial.

Skor Variabel ini :


 Kurang dari 5 % =1
 5 – 10 % =2
 Lebih dari 10 % =3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 147


60) Keberadaan Tim Pengendali Pembangunan
adalah keberadaan tim yang bertugas
memonitor dan mengendalikan pelaksanaan
pembangunan baik terhadap pencapai
sasaran pembangunan dan manajemen
proyek/keuangan.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Bawasda dan bappeda.
Skor Variabel ini :
 Tidak ada =1
 Ada, hanya mengendalikan sasaran atau
menajemen proyek =2
 Ada, mengendalikan kedua aspek
tersebut =3

61) Keberadaan Evaluasi Pembangunan Paruh


Waktu adalah evaluasi pembangunan yang
dilakukan secara rutin.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Bawasda dan bappeda.

Skor Variabel ini :

 Tidak ada =1

148 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


 Ada, berupa laporan intern = 2
 Ada, berupa publikasi =3

62) Persentase Penyimpangan Dari Rencana


Pembangunan adalah persentase
penyimpangan sasaran dan kegiatan dari
rencana semula.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Bawasda dan bappeda.
Skor Variabel ini :

 Penyimpangan lebih dari 30 % =1


 Penyimpangan 15 – 30 % =2
 Penyimpangan Kurang dari 15 % = 3

63) Klasifikasi Simpangan Rencana Tata Ruang


Wilayah adalah penyimpangan tata ruang
dapat berupa penyimpangan alokasi,
peruntukan dan spesifikasi area/bangunan.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi


statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS
setempat atau Kantor Bawasda dan bappeda.
Skor Variabel ini :

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 149


 Penyimpangan Alokasi =1
 Penyimpangan Peruntukan =2
 Penyimpangan Spesifkasi =3

3. Pengolahan Data dan Penghitungan Indeks


Kinerja Pelayanan Publik
Pengolahan indeks pengukuran publik tersebut
dilakukan dengan menggunakan komputer atau
manual. Penggunaan komputer akan
memasukkan skor masing-masing variabel ke
dalam Program Spreatsheet (seperti Lotus, Excell
dan Supercal). Pemasukan Kinerja pelayanan
publik tersebut secara otomatis akan dihitung
dengan menggunakan aplikasi komputer
tersebut. Rumus perhitungan indeks kinerja
pelayanan publik tersebut adalah :
SkorTot = ∑ Bobot Ki . Skor Kix , dimana
SkorTot = Skor Total Kinerja Pelayanan
Bobot Kix = Bobot Variabel i pada daerah x,
Skor Kix = Skor Variabel i pada daerah x.

Berdasarkan perkalian skor dan total tersebut


maka akan didapat total skor berkisar pada nilai 1
dan 3. Berdasarkan skor total tersebut maka

150 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


disusun tingkat kinerja pelayanan publik sebagai
berikut:

Tabel 4.1
Tingkat Kinerja Pelayanan Publik Berdasarkan
Nilai Total Skor

Tingkat Kinerja Nilai Skor Total

Rendah 1,0 – 1,6

Sedang 1,7 – 2,3

Tinggi 2,4 – 3,0


Sumber : Hasil Analisis, 2006

B. PENGUKURAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT


TERHADAP PELAYANAN PUBLIK

Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah


ditetapkan dalam Keputusan Men.PAN Nomor:
63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian
dikembangkan menjadi 14 unsur yang "relevan, valid'
dan "reliaber, sebagai unsur minimal yang harus ada
untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat
sebagai berikut:

1. Persiapan
a. Penetapan Pelaksana

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 151


1) Apabila dilaksanakan secara swakelola,
perlu membentuk Timpenyusunan indeks
kepuasan masyarakat yang terdiri dari:
a) Pengarah;
b) Pelaksana yang terdiri dari:
(1) Ketua.
(2) Anggota sekaligus sebagai surveyor
sebanyak-banyaknya 5 orang.
c) Sekretariat sebanyak-banyaknya 3
orang.

2. Apabila dilaksanakan oleh unit independen


yang sudah berpengalaman, perlu dilakukan
melalui "Perjanjian kerja sama" dengan unit
independen. Unit independen tersebut
dapat dilaksanakan oleh:
1) Badan Pusat statistik (BPS).
2) Perguruan Tinggi (Pakar).
3) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
4) Pelaku Usaha atau
5) Kombinasi dari unit tersebut 1 s.d. 4.

2. Penyiapan bahan.

a. Kuesioner

152 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Dalam penyusunan IKM digunakan kuesioner
sebagai alat bantu pengu
m pulan data kepuasan
masyarakat penerima pelayanan.
Kuesioner disusun berdasarkan tujuan survei
terhadap tingkat kepuasan masyarakat.

b. Bagian dari kuesioner


Kuesioner dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu:
Bagian I : Identitas responden meliputi usia,
jenis kelamin, pendidikan dan
pekerjaan, yang berguna untuk
menganalisis profil responden
dalam penilaiannya terhadap unit
pelayanan instansi pemerintah.
Bagian II : Identitas pencacah, berisi data
pencacah. (apabila kuesioner diisi
oleh masyarakat, bagian ini tidak
diisi).
Bagian III: Mutu pelayanan publik adalah
pendapat penerima pelayanan yang
memuat kesimpulan atau pendapat
responden terhadap unsur-unsur
pelayanan yangdinilai.

c. Bentuk Jawaban

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 153


Bentuk jawaban pertanyaan dari setiap unsur
pelayanan secara umum mencerminkan tingkat
kualitas pelayanan, yaitu dari yang sangat baik
sampai dengan tidak baik. Untuk ategorik
tidak baik diberi nilai persepsi 1, kurang
baik diberi nilai persepsi 2, baik diberi
nilai persepsi 3. sangat baik diberi nilai
persepsi 4.

3. Penetapan Responden, Lokasi dan Waktu


Pengumpulan Data

a. Jumlah Responden
Responden dipilih secara acak yang ditentukan
sesuai dengan cakupan wilayah masing-masing
unit pelayanan. Untuk memenuhi akurasi hasil
penyusunan indeks, responden terpilih
ditetapkan minimal 150 orang dari jumlah
populasi penerima layanan, dengan dasar
("Jumlah unsur" 10 = jumlah responden (14 +1)
x 10 = 150 responden,

b. Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilakukan di:

 Lokasi masing-masing unit pelayanan


(seperti unit pelayanan SIM, STNK,

154 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


transportasi dan sebagainya) pada saat
sibuk;

 Di lingkungan perumahan untuk penerima


layanan tertentu (seperti: telepon, air
bersih, pendidikan dan sebagainya) pada
saat responden di rumah.

4. Penyusunan Jadwal.
Penyusunan indeks kepuasan masyarakat
diperkirakan memerlukan waktu selama 1 (satu)
bulan dengan rincian sebagai berikut:
a. Persiapan, 6 hari kerja;
b. Pelaksanaan pengumpulan data, 6 hari kerja;
c. Pengolahan data indeks, 6 hari kerja;
d. Penyusunan dan pelaporan hasil, 6 hari kerja.
5. Pelaksanaan Pengumpulan
a. Pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang akurat dan
obyektif perlu ditanyakan kepada masyarakat
terhadap 14 unsur pelayanan yang telah
ditetapkan.

b. Pengisian kuesioner

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 155


Pengisian kuesioner dapat dilakukan dengan
salah satu dari kemungkinan dua cara sebagai
berikut:
1) Dilakukan sendiri oleh penerima layanan
dan hasilnya dikumpulkan di tempat yang
2) Dilakukan oleh pencacah melalui
wawancara oleh:
a) Unit pelayanan sendiri, walaupun
sebenarnya dengan cara ini
hasilnya kemungkinan besar akan
subyektif, karena dikhawatirkan
jawaban yang kurang baik mengenai
instansinya akan mempengaruhi
obyektivitas penilaian. Untuk
mengurangi subyektifitas hasil
penyusunan indeks, dapat
melibatkan unsur pengawasan atau
sejenisnya yang terkait.
b) Unit independen yang sudah
berpengalaman, baik untuk tingkat
Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/
Kota. Independensi ini perlu
ditekankan untuk menghindari
jawaban yang subyektif. Unit
independen dapat terdiri dari unsur
instansi terkait antara lain Badan
Pusat Statistik (BPS) atau Perguruan
156 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
Tinggi (pakar) atau Lembaga Swadaya
Masyarakat, Pelaku Usaha atau
kombinasi di antara unit tersebut.

6. Pengolahan Data
a. Metode Pengolahan Data
Nilai IKM dihitung dengan menggunakan
"nilai rata-rata tertimbang" masing- masing
unsur pelayanan. Dalam penghitungan
indeks kepuasan masyarakat terhadap 14
unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur
pelayanan memiliki penimbang yang sama
dengan rumus sebagai berikut:

Bobot nilai rata-rata = Jumlah = 1 =


tertimbang bobot 0,071
tertimbang Jumlah 14
Unsur
Untuk memperoleh nilai IKM unit
pelayanan digunakan pendekatan nilai
rata- rata tertimbang dengan rumus sebagai
berikut:

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 157


IKM = Total dari Nilai Persepsi Per Unsur x Nilai

Total unsure yang terisi Penimbang

Untuk memudahkan interpretasi terhadap


penilaian IKM yaitu antara2 5 - 1 0 0 maka hasil
penilaian tersebut diatas dikonversikan dengan
nilai dasar 25, dengan rumussebagai berikut:

IKM Unit Pelayanan x 25

Mengingat unit pelayanan mempunyai


karakteristik yang berbeda-beda, maka setiap
unit pelayanan dimungkinkan untuk:

 Menambah unsur yang dianggap relevan.

 Memberikan bobot yang berbeda terhadap


14 (empat belas) unsur yang dominan
dalam unit pelayanan, dengan catatan
jumlah bobot seluruh unsur tetap 1.

Tabel 4.2.
Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM,
Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan

158 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


NILAI NILAI KINERJA
NILAI MUTU
INTERVAL INTERVAL UNIT
PERSEPSI PELAYANAN
IKM KONVERSI IKM PELAYANAN

1 1,00- 1.75 25-43.75 P Tidak baik

2 1,76 - 2,50 43,76-62,50 C Kurang baik

3 2,51 - 3,25 62,51 -81,25 B Baik

4 3.26 - 4,00 81,26- A Sangat baik


100,00
Sumber : Kepmen PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003

b. Perangkat pengolahan
1) Pengolahan dengan komputer
Data entry dan penghitungan indeks dapat
dilakukan dengan program komputer/
sistem
data base.
2) Pengolahan secara manual
a) Data isian kuesioner dari setiap
responden dimasukkan ke dalam
formulir mulai dari unsur 1 (U1) sampai
dengan unsur 14 (U14).

b) Langkah selanjutnya untuk


mendapatkan nilai rata-rata per unsur
pelayanan dan nilai indeks unit
pelayanan adalah sebagai berikut :

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 159


(1) Nilai rata-rata per unsur pelayanan.
Nilai masing-masing unsur pelayanan
dijumlahkan (ke bawah) sesuai
dengan jumlah kuesioner yang diisi
oleh responden, kemudian untuk
mendapatkan nilai rata-rata per
unsur pelayanan, jumlah nilai
masing-masing unsur pelayanan
dibagi dengan jumlah responden
yang mengisi.

Untuk mendapatkan nilai rata-rata


tertimbang per unsur pelayanan,
jumlah nilai rata-rata per unsur
pelayanan dikalikan dengan 0,071
sebagai nilai bobot rata-rata
tertimbang.

(b) Nilai indeks pelayanan


Untuk mendapatkan nilai indeks unit
pelayanan, dengan cara menjumlah-
kan 14 unsur dari nilai rata-rata
tertimbang.

3. Pengujian Kualitas Data


Data pendapat masyarakat yang telah dimasukkan
dalam masing-masing kuesioner, disusun dengan
mengkompilasikan data responden yang dihimpun
160 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin,
pendidikan terakhir dan pekerjaan utama.

Informasi ini dapat digunakan untuk mengetahui


profil responden dan kecenderungan jawaban yang
diberikan, sebagai bahan analisis obyektivitas.

C. TIPOLOGI KINERJA PELAYANAN PUBLIK

Penyusunan tipologi pada dasarnya digunakan untuk


mengetahui karakteristik dari tingkat pelayanan
publik dalam rangka menetapkan strategi atau
rencana tindak (action plan) untuk peningkatan
kinerja pelayanan publik. Oleh karena itu dalam
rangka menyusun strategi dan rencana peningkatan
pelayanan publik, pemerintah daerah dapat
mengawali dengan membuat pemetaan status
kinerja pelayanan publik. Pemetaan status kinerja
pelayanan publik ini dapat diwujudkan dalam suatu
plot diagram.

Dalam rangka penyusunan strategi atau rencana


tindak untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik
tersebut dapat dilakukan dengan dua cara. Kedua
cara tersebut adalah :

1. Menguraikan indeks Kinerja Pelayanan Publik.


Upaya untuk menguraikan indeks kinerja
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 161
pelayanan publik ini adalah upaya untuk
mengetahui jenis pelayanan apa saja yang
memberikan kontribusi terbesar terhadap kinerja
pelayanan publik tersebut. Berdasarkan
pengetahuan tersebut maka akan dapat
dilakukan perbaikan terhadap pelayanan-
pelayanan yang masih rendah kinerjanya.
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk
melihat kinerja tersebut adalah jumlah
pelayanan atau jenis-jenis pelayanan yang
memberikan kontribusi terbesar (misalnya jenis
pelayanan dasar yang termasuk dalam kelompok
pelayanan dasar). Tipologi tersebut dapat
disajikan dalam Kuadran I sampai Kuadran IV
sebagaimana disajikan dalam Gambar 4.1.

162 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Gambar 4.1
Plot Diagram Dalam Rangka Penentuan Kinerja Pemerintah
Daerah di Bidang Pelayanan Publik Berdasarkan Jumlah
Kantor Pelayanan Yang saat ini Dimiliki

2. Melakukan perbandingan dengan indikator di


luar indeks kinerja pelayanan publik.
Penyusunan tipologi ini menggunakan variabel
pembanding yang bukan berupa jenis pelayanan
dan variabel yang terdapat di indeks kinerja
pelayanan publik. Beberapa variabel di luar
indeks pelayanan publik yang dapat digunakan
sebagai indikator pembanding antara lain
adalah kemampuan pemerintah daerah yang
dicerminkan dengan Fiscal Gap (rasio antara
pendapatan asli daerah dengan Total Anggaran
Belanja Pemerintah), Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), dan Total Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM) pada pelayanan 14 pelayanan
kewenangan pemerintah daerah. Contoh
pembuatan tipologi ini disajikan dalam gambar
berikut :

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 163


Gambar 4.2
Plot Diagram Dalam Rangka Penentuan Kinerja Pemerintah
Daerah di Bidang Pelayanan Publik Berdasarkan Kemampuan
Keuangan Daerah

BAB V
APLIKASI KOMPUTER PENGUKURAN
INDEKS KINERJA PELAYANAN PUBLIK

A. SISTEM INFORMASI UNTUK PENGUKURAN KINERJA


PEMERINTAH DAERAH BIDANG PELAYANAN PUBLIK

164 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan
elemen/bagian yang saling terkait dan membentuk
satu kesatuan yang utuh. Kesatuan yang utuh
tersebut mengandung dua konsekuensi. Kedua
konsekuensi tersebut adalah (1) sekumpulan elemen
yang saling terkait tersebut mendukung satu atau
beberapa tujuan, dan (2) perubahan pada suatu
elemen akan berpengaruh pada perubahan para-
meter elemen-elemen yang lainnya (Curtis, 1995:
15, dengan perubahan).

Informasi adalah data yang telah diolah utuk suatu


tujuan. Salah satu tujuan pengolahan data menjadi
informasi tersebut adalah untuk mendukung/
membantu berbagai pengambilan keputusan.
Selanjutnya untuk dapat mengambil keputusan yang
tepat diperlukan pemahaman tentang tujuan
organisasi, dan mempunyai kemampuan memproses
serta mengapresiasi informasi yang telah diolah
(Curtis, 1995 : 5).

 Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan


komponen yang saling terkait dan membentuk
satu kesatuan.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 165
 Kumpulan komponen tersebut mempunyai
beberapa tujuan
 Perubahan parameter pada satu komponen
akan berpengaruh pada komponen yang lain

 Dapat dikatakan Lingkup sistem informasi adalah

 Pengumpulan dan Inputing Data

 Pengolahan Data menjadi Informasi

 Penyimpanan dan Penyajian Data & Informasi

 Pemberian Umpan Balik Kontrol (feedback


control)

Sumber : Curtis (1995)

Gambar 5.1
Pengertian Sistem Informasi
E-Goverment adalah aplikasi teknologi informasi
berbasis internet dan perangkat digital lainnya yang
dikelola oleh pemerintah untuk keperluan
penyampaian informasi pemerintah ke masyarakat,
mitra bisnis, pegawai, badan usaha dan lembaga-
lembaga lain secara online (P3TIE-BPPT, 2003).
Berdasarkan definisi tersebut maka lingkup E-
Goverment adalah penyampaian informasi dari
pemerintah (G) ke Masyarakat (C), Bisnis (B) dan

166 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


pemerintah (G) yang terdiri dari instansi pemerintah
sektoral maupun pemerintah pusat-daerah.

G B C

G G2G G2B G2C

B B2G B2B B2C

C C2G C2B C2C

Gambar 5.2
Lingkup E-Goverment
Pengembangan e-government merupakan komitmen
pemerintah untuk mengembangkan penyelenggaraan
kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam
rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara
efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-
government dilakukan penataan sistem manajemen
dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan
mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 167


Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup
2 (dua) aktivitas yang berkaitan yaitu :

1. pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem


manajemen dan proses kerja secara elektronis;

2. pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar


pelayanan publik dapat diakses secara mudah
dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah
negara.

Berdasarkan lingkup E-Goverment dan aktivitas


pemanfaatan teknologi informasi maka diidentifikasi
terdapat tiga lapis aplikasi yang dikembangkan di
dalamnya. Ketiga lapis aplikasi tersebut adalah (1)
aplikasi dasar umum, (2) aplikasi fungsi
kepemerintahan dan kelembagaan, dan (3) aplikasi
pelayanan. Pada ketiga lapis aplikasi tersebut
memungkinkan untuk saling berkomunikasi karena
sama-sama berbasis internet. Aplikasi E-Goverment
tersebut karena menggunakan basis yang sama maka
antar aplikasi dapat berkomunikasi secara mudah,
sehingga diperoleh suatu sistem aplikasi yang
terintegrasi dan komprehensif. Selanjutnya, aplikasi
E-Goverment dapat diakses oleh pengguna dengan
cakupan daerah yang nyaris tidak terbatas maka
aplikasi ini perlu dilengkapi dengan sistem keamanan
yang memadai, untuk mencegah munculnya
gangguan (hacker) terhadap E-Goverment.
168 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
Gambar 5.3
Lapis Aplikasi Dalam E-Goverment
Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU
32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Tidak semua
keterangan tentang pemerintah daerah dijelaskan
disini, tetapi hanya diuraikan beberapa pokok
bahasan yang berhubungan dengan sistem aplikasi e-
Government.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 169


Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan menurut asas Otonomi dan Tugas
Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya.
Unsur penyelenggara pemerintahan daerah adalah
Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, atau Walikota),
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan
Perangkat Daerah. Sedangkan Pemerintah Pusat
(disebut Pemerintah), adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dalam menyelenggarakan
pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas
Desentralisasi, Tugas Pembantuan, dan Dekonsen-
trasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Urusan Pemerintah meliputi: politik luar negeri,


pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal
nasional, dan agama. Dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan (termasuk urusan diluar yang
tersebut diatas), Pemerintah dapat menyeleng-
garakan sendiri atau melimpahkan sebagian urusan
pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau
wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan
kepada pemerintahan daerah berdasarkan asas tugas
pembantuan.

170 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Unsur penyelenggara; pemerintahan daerah adalah
Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, atau Walikota),
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan
Perangkat Daerah. Dalam menjalankan tugasnya,
Kepala Daerah dibantu oleh Wakil Kepala Daerah
yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.
Organisasi tipikal Pemerintah Daerah.

Kewenangan, hak dan kewajiban serta fungsi;


kewenangan pemerintah daerah sebagaimana diatur
dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Perubahan UU
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Berdasarkan UU tersebut terdapat 16 jenis
kewenangan pemerintah daerah (pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota). Berdasarkan
peraturan yang sama, terdapat 8 hak-hak
pemerintah daerah dan 13 jenis kewajiban.

Sebagaimana telah diuraikan pada sub bab


sebelumnya tujuan pengembangan E-Government
merupakan upaya untuk mengembangkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis
elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas
layanan publik secara efektif dan efisien. Tujuan ini
dapat dicapai karena saat ini kemajuan teknologi
informasi telah memungkinkan hal tersebut.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 171


Pengembangan E-Goverment yang berbasis web
memungkinkan untuk peningkatan kualitas dan
jangkauan pelayanan publik. Peningkatan kualitas
dan pelayanan publik ini dapat terjadi karena
jangkauan sistem internet yang hampir tidak
mengenal batas-batas geografis serta kecepatan
komunikasi data yang semakin meningkat. Penerapan
E-Goverment berbasis web ini akan memungkinkan
dipangkasnya proses pelayanan karena tingginya
waktu antrian di loket-loket pelayanan konvensional,
biaya transportasi dari dan ke lokasi pelayanan dan
waktu penyampaian persyaratan pelayanan.

Pengembangan E-Goverment yang berbasis internet


juga dapat dikombinasikan dengan pendirian pusat-
pusat pelayanan konvensional baru dengan skala
yang relatif lebih kecil dan lokasi yang menyebar.
Pendirian pusat-pusat pelayanan konvensional ini
dimungkinkan apabila dikembangkan sistem
informasi dengan data yang terdistribusi maupun
data yang tersentral. Kedua sistem data tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-
masing. Data terdistribusi akan menyebabkan lalu
lintas data ke server pusat akan dapat dikurangi.
Lalu lintas data ke pusat data pada sistem
terdistribusi akan lebih sedikit, sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas data
atau peluang terjadinya tubrukan data (data
172 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
collision). Kelemahan sistem ini adalah pada
pembangunan titik-titik lokasi pelayanan yang relatif
lebih mahal karena pengadaan computer server dan
terminal komputer. Sementara sistem tersentral
akan memungkinkan pembangunan titik-titik lokasi
pelayanan yang relatif lebih murah, namun memiliki
potensi terjadinya crash atau data collision yang
tinggi karena trafic data dari lokasi pelayanan ke
pusat data relatif lebih tinggi.

B. KONSEP APLIKASI PENGUKURAN INDEKS KINERJA


PELAYANAN PUBLIK

Dalam rangka meningkatkan kemudahan pengukuran


dan penilaian kinerja pemerintah daerah di bidang
pelayanan publik, maka perlu dibangun aplikasi
komputer. Aplikasi komputer tersebut diharapkan
mampu membantu :

1. Manajemen data yang meliputi pemasukan, edit


dan penyimpanan data; salah satu kemampuan
yang harus ada dalam aplikasi ini adalah
manajemen data wilayah yang akan digunakan
untuk pengukuran kinerja pelayanan publik.
Pemasukan data tersebut diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan pengukuran kinerja
pelayanan publik yang berjumlah 63 variabel.
Fungsi ini diwujudkan dalam modul entri data.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 173
2. Penghitungan Total Skor Indeks Kinerja
Pelayanan Publik; perghitungan total skor kinerja
pelayanan publik merupakan kemampuan yang
paling penting dari aplikasi ini. Kemampuan ini
diwujudkan dalam modul perhitungan indeks
yang berfungsi menghitung tingkat kinerja
pelayanan publik. Modul ini terkait dengan modul
entri data maupun modul tipologi.

3. Ploting Hasil Indeks Pelayanan Publik pada


berbagai Tipologi yang telah ditetapkan;
Perhitungan kinerja pelayanan publik tidak akan
banyak berarti apabila tidak dilengkapi dengan
arahan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk
perbaikan atau peningkatan pelayanan publik.
Oleh karena itu aplikasi pengukuran kinerja
pelayanan publik juga harus mampu
menampilkan berbagai tipologi kinerja
pemerintah daerah dalam pelayanan publik.
Fungsi ini diwujudkan dalam modul tipologi.

4. Perawatan dan pemutahiran data untuk


mengantisipasi perubahan variasi data;
Pengukuran kinerja pemerintah daerah dalam
pelayanan publik ini akan dilakukan dibeberapa
daerah dan beberapa waktu. Selama beberapa
waktu tersebut dimungkinkan terjadi perubahan
data baik data wilayah maupun data yang akan

174 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


berpengaruh pada skor nilai variabel. Oleh
karena itu aplikasi ini harus memungkinkan untuk
melakukan perubahan-perubahan tersebut.

Struktur aplikasi komputer pada dasarnya terdiri


dari empat komponen utama. Keempat komponen
tersebut adalah (1) Data Input, (2) Data processing,
(3) data output dan (4) Control dan Storage. Gambar
sematis hubungan keempat komponen struktur
aplikasi tersebut disajikan dalam Gambar 5.4.

Input Output

Data Informasi

Gambar 5.4
Struktur Generik Aplikasi Komputer

Struktur aplikasi pengukuran kinerja pelayanan


pemerintah dalam pelayanan publik, hampir sama
dengan sistem generik tersebut. Struktur aplikasi ini
terdiri dari tiga modul, yaitu (1) modul input data,
(2) modul perhitungan dan (3) modul tipologi.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 175


Hubungan antar ketiga modul tersebut disajikan
dalam gambar berikut :

Gambar 5.5
Struktur Aplikasi Komputer Pengukuran Kinerja
Pemerintah Bidang Pelayanan Publik

C. PENGGUNAAN SPREADSHEET UNTUK PENGUKURAN


KINERJA PELAYANAN PUBLIK
Aplikasi Pengukuran Kinerja Pemerintah Dalam
Pelayanan Publik ini akan menggunakan SpreadSheet
(program pengolah angka) yang dikeluarkan oleh
Microsoft, yaitu MS Excell. Penggunaan MS Excell ini
disebabkan program ini telah populer dan mudah
digunakan di kalangan pemerintah daerah. Karena
program excell ini telah populer maka tidak
176 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
diperlukan upaya pelatihan yang cukup lama untuk
program aplikasi ini.

Program aplikasi ini akan menggunakan berbagai


kemampuan yang digunakan dalam aplikasi ini
adalah :
1. Operasi matematika sederhana; fasilitas ini
digunakan untuk menghitung total skor kinerja
pelayanan publik dan melakukan pengolahan
beberapa data wilayah untuk mencari nilai
beberapa variabel yang digunakan untuk
pengukuran kinerja pelayanan publik;
2. Fungsi Logika; fungsi logika ini digunakan untuk
memberi nilai skor secara otomatis pada nilai
variabel tertentu. Fungsi Logika yang dipakai
adalah fungsi IF. Dengan menggunakan fungsi ini
pemakai hanya cukup memasukkan nilai-nilai
variabel pengukuran kinerja pelayanan publik,
kemudian secara otomatis aplikasi ini akan
memberikan nilai skor dan langsung
mangalikannya dengan bobot. Fungsi ini juga
memungkinkan aplikasi ini langsung menampilkan
hasil tingkat kinerja pelayanan publik.
3. Fungsi Graph; fungsi ini digunakan untuk
menampilkan hasil pengukuran kinerja pelayanan
publik dalam bentuk grafik. Fungsi ini juga akan
digunakan untuk menampilkan grafik

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 177


perbandingan antara indeks kinerja pelayanan
publik dengan beberapa variabel lain seperti
PDRB, Fiscal Gap dan sebagainnya.

Gambar 5.6
Contoh Tampilan Menu Perhitungann Indeks Kinerja Pelayanan
Publik dengan Menggunakan MS Excell

DAFTAR PUSTAKA

178 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Anonim, 2003, Penyusunan Standar Pelayanan Publik,
Lembaga Administrasi Negara, Jakarta

______, 2003, Rencana Pembangunan Jangka Menengah,


Bab 14 : Penciptaan Tata Pemerintah Yang
Bersih dan Berwibawa, Bappenas, Jakarta

______,2004, Modul Pelayanan Prima Lembaga


Pelayanan Terpadu Satu Atap. Direktorat
Jenderal Pemerintahan Umum, Departemen
dalam Negeri, Jakarta

______, 2004, Pedoman Umum Penyusunan Indeks


Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah, Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara, Jakarta

______, 2002, Tingkat Pemahaman Aparatur


Pemerintah Terhadap Prinsip-Prinsip Tata
Pemerintahan Yang Baik, Sekretariat Good
Public Governance Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Jakarta

Baharudin Aritonang (ed), 2004, Undang-Undang


Otonomi Daerah, Penerbit Pustaka Pergaulan,
Jakarta

Bambang Permadi S. 1992, AHP, PAU Studi Ekonomi,


Universitas Indonesia, Jakarta

Darwin T Djajawinata, 2003, Kerangka Refleksi Sektor


Pelayanan Publik, Working Paper pada Komite
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 179
Kebijakan Percepatan Pembangunan
Infrastruktur, Jakarta.

Loina Lalolo Krina P. 2003, Indikator & Alat Ukur Prinsip


Kuntabilitas, Transparansi & Partisipasi,
Sekretariat Good Public Governance Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta

Rangkuti, Fredy, 2002, Pengukuran Kepuasan Pelanggan.


Penerbit Gramedia, Jakarta.

Soenarto, 2002, Otonomi Daerah Dan Pelayanan Publik,


http://www.pu.go.id
/itjen/buletin/3031otoda.htm

Tim Peneliti Departemen Riset dan Kajian Strategis.


2000. Hasil Survey Korupsi Di Pelayanan
Publik :Studi Kasus di Lima Kota: Jakarta,
Palangkaraya, Samarinda, Mataram dan
Kupang, Indonesian Corruption Wacth, Jakarta

180 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


Lampiran 1

Hasil Perhitungan Bobot Variabel Yang Digunakan


Untuk Mengukur Kinerja Pelayanan Publik
Berdasarkan Jenis Pelayanan
SERVICE
GROUP

NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

1 AHH Angka Harapan Hidup 0,06636


PELAYANAN DASAR

2 MOBIDITY Persentase Angka Kesakitan 0,06636


3 RS/Pk/Pl Rasio Prasarana Kesehatan
Dg Penduduk 0,02212
SEHAT

4 PARAMED Rasio Tenaga Kesehatan dg


Penduduk 0,02212
5 DRS/Pk/P Persentase Desa Yang
Memiliki Prasarana
Kesehatan 0,02212
6 RRLS Rata-Rata Lama Sekolah 0,02783
7 TPSD Tingkat Partisipasi
Pendidikan Dasar 0,02783
PENDIDIKAN

8 ILLITERT Tingkat Melek Huruf 0,02783


9 RSKLH Rasio Murid dengan Ruang
Sekolah 0,00928
10 RGURU Rasio Murid Dengan Guru 0,00928
11 DSDSMP Persentase Desa Yang
Memiliki Pendidikan Dasar 0,00928
12 TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan
NAKER

Kerja 0,03051
13 UNEMPLOY Tingkat Pengangguran

0,04791
14 RBLK Rasio Balai Latihan Kerja 0,01096
terhadap Angkatan Kerja

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 181


SERVICE
GROUP
NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

15 RAKTD Persentase Angkatan Kerja


Yang Terdaftar 0,01096
16 RPAKTD Rasio Penempatan Angkatan
Kerja Yang Terdaftar

0,01096
17 RJLNW Rasio Panjang Jalan dengan
Luas Wilayah 0,01794
18 PAAB Persentase RT Yang
Mempunyai Akses ke Air
SARPRAS

Bersih 0,02737
19 TED Tingkat Elektrifikasi 0,00711
20 RTTELP 0,00654
Persentase RT Yang
Berlangganan Telpon Fix
21 RDKPL Persentase Desa Yang
Terkena Pencemaran Lingk. 0,01361
22 RDTAB Persentase Desa Yang
Tergenang Banjir 0,01361
LINGK

23 PLHKR Pertumbuhan Lahan-Lahan


Kritis 0,01361
24 MONITOR Frekuensi Monitoring
Kualitas Lingkungan 0,00454
25 PDKL Persentase Desa Kritis
Lingkungan 0,01361
26 PKUKM Pertumbuhan Koperasi dan
KUKM
PELAYANAN PERIJINAN

UKM 5 Tahun Terakhir 0,01412


27 PUKMLIK Persentase Koperasi dan
UKM di LIK 0,00887
28 KUKMI Pertumbuhan Kontribusi UKM
terhadap PDRB Industri 0,02749
29 PADUKM Pertumbuhan Alokasi 0,00582
Anggaran untuk UKM

182 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


SERVICE
GROUP
NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

30 RRIPI Rasio Antara Persetujuan


dengan Realisasi Investasi 0,01679
31 SATAP Keberadaan Pelayanan
Investasi Satu Atap 0,00420
MDL

32 RWPII Rata-Rata Waktu


Penyelesaian Perijinan
Investasi 0,00839
33 IDPM Keberadaan
Insentif/Disisentif Investasi 0,00839
34 RPKTP Rasio Penduduk Yang ber
KTP 0,03383
35 RBPAK Rasio Balita Ber Akte
PENDUDUK

Kelahiran 0,03383
36 SIKD Keberadaan Sistem Informasi
Kependudukan 0,00960
37 RWPKTP Rata-Rata Waktu Pengurusan
KTP 0,02046
38 SIPUD Keberadaan Sistem Informasi
Pemerintahan 0,00589
39 PAAUD Pertumbuhan Alokasi
ADMUM

Anggaran Untuk ADUMPEM 0,00542


40 PPJF Persentase Pegawai
Berpangkat Fungsional 0,02268
41 PPDS1 Persentase Pegawai
Pendidikan S1 Ke atas 0,01487
42 PTTS Persentase Luas Lahan Yang
PTANAH

Telah Tersetifikat 0,02813


43 RWPST Rata-Rata Lama Pengurusan
Sertifikat Tanah 0,01443
44 JPPT Kemudahan Pelayanan
Pendaftaran Tanah 0,00939
45 SIPPD Keberadaan Sistem 0,00436
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 183
SERVICE
GROUP
NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

Informasi Pertanahan Daerah


MANAJEMEN PEMBANGUNAN

46 DOKTTR Keberdaan Dokumen RTRWN


Yang Valid 0,00266
47 KBKPRD Keberadaan BKPRD 0,00301
48 PERDATR Keberadaan Perda RTRWN 0,00353
PPTTR

49 PKKL Kondisi Kawasan Kritis


Lingkungan 5 Tahun terakhir 0,00902
50 PKLL Kondisi Kemacetan Lalulintas
5 Tahun Terakhir 0,00902
51 RPOLPP Rasio Polisi PP terhadap
Penduduk 0,00666
52 PTK Pertumbuhan Kriminalitas 5
Tahun Terakhir 0,02307
TBUM

53 PDPL Persentase Desa Yang


Memiliki Permukiman Liar 0,01237
54 PPPD Pertumbuhan Jumlah
Pelanggaran Perda 0,01237
55 PPPSM Persentase Penyandang
Penyakit Sosial Terdaftar 0,01681
56 PPPSMSP Persentase Penyangdang
Penyakit Sosial Tersantuni 0,02359
SOSIAL

57 RPSMP Rasio PSM terhadap


Penduduk 0,00896
58 RAPPSM Pertumbuhan Alokasi
Anggaran Untuk Penanganan
Sos 0,00512
59 KTPPD Keberadaan Tim Pengendali
PEMBANG

Pembangunan 0,00340
60 KEPPW Keberadaan Evaluasi 0,00340
Pembangunan Paruh Waktu

184 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


SERVICE
GROUP
NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

61 PBRP Persentase Penyimpangan


Dari Rencana Pembangunan 0,01021
62 PDPRTRW Klasifikasi Simpangan
Rencana Tata Ruang Wilayah 0,01021

Sumber : hasil perhitungan, 2006

Lampiran 2

Tabel 4.2
Variabel, Satuan dan Hubungan Korelasi dengan Kinerja
Pelayanan Publik

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 185


NO VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN HUBUNGAN

1 AHH Angka Harapan Hidup Tahun Positif

2 MOBIDITY Persentase Angka Kesakitan % Negatif

3 RS/Pk/Pl Rasio Prasarana Kesehatan Tanpa Sat Positif


Dg Penduduk
4 PARAMED Rasio Tenaga Kesehatan Tanpa Sat Positif
dengan Penduduk
5 DRS/Pk/P Persentase Desa yang % Positif
Memiliki Prasarana
Kesehatan
6 RRLS Rata-Rata Lama Sekolah Tahun Positif

7 TPSD Tingkat Partisipasi % Positif


Pendidikan Dasar
8 ILLITERT Tingkat Melek Huruf % Positif

9 RSKLH Rasio Murid dengan Ruang Tanpa Sat Negatif


Sekolah
10 RGURU Rasio Murid Dengan Guru Tanpa Sat Negatif

11 DSDSMP Persentase Desa Yang % Positif


Memiliki Pendidikan Dasar
12 TPAK Tingkat Partisipasi Tanpa Sat Positif
Angkatan Kerja
13 UNEMPLOY Tingkat Pengangguran % Negatif

14 RBLK Rasio Balai Latihan Kerja Tanpa Sat Negatif


terhadap Angkatan Kerja

186 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


NO VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN HUBUNGAN

15 RAKTD Persentase Angkatan Kerja % Positif


Yang Terdaftar
16 RPAKTD Rasio Penempatan Tanpa Sat Positif
Angkatan Kerja Yang
Terdaftar
17 RJLNW Rasio Panjang Jalan dengan Tanpa Sat Positif
Luas Wilayah
18 PAAB Persentase RT Yang % Positif
Mempunyai Akses ke Air
Bersih
19 TED Tingkat Elektrifikasi % Positif
20 RTTELP Persentase RT Yang % Positif
Berlangganan Telpon Fix
21 RDKPL Persentase Desa Yang % Negatif
Terkena Pencemaran
Lingkungan

22 RDTAB Persentase Desa Yang % Negatif


Tergenang Banjir
23 PLHKR Pertumbuhan Lahan-Lahan % Negatif
Kritis

24 MONITOR Frekuensi Monitoring Bulan Positif


Kualitas Lingkungan

25 PDKL Persentase Desa Kritis % Negatif


Lingkungan
26 PKUKM Pertumbuhan Koperasi dan % Positif
UKM 5 Tahun Terakhir

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 187


NO VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN HUBUNGAN

27 PUKMLIK Persentase Koperasi dan % Positif


UKM di LIK
28 KUKMI Pertumbuhan Kontribusi % Positif
UKM terhadap PDRB Indust

29 PADUKM Pertumbuhan Alokasi % Positif


Anggaran untuk UKM
30 RRIPI Rasio Antara Persetujuan Tanpa Sat Positif
dengan Realisasi Investasi
31 SATAP Keberadaan Pelayanan Ada/Tidak Positif
Investasi Satu Atap
32 RWPII Rata-Rata Waktu Hari Negatif
Penyelesaian Perijinan
Investasi

33 IDPM Keberadaan Ada/Tidak Positif


Insentif/Disisentif Investasi
34 RPKTP Rasio Penduduk Yang ber Tanpa Sat Positif
KTP
35 RBPAK Rasio Balita Ber Akte Tanpa Sat Positif
Kelahiran
36 SIKD Keberadaan Sistem Ada/Tidak Positif
Informasi Kependudukan
37 RWPKTP Rata-Rata Waktu Hari Negatif
Pengurusan KTP
38 SIPUD Keberadaan Sistem % Positif
Informasi Pemerintahan
39 PAAUD Pertumbuhan Alokasi % Positif
Anggaran Untuk ADUMPEM

188 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik


NO VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN HUBUNGAN

40 PPJF Persentase Pegawai % Positif


Berpangkat Fungsional
41 PPDS1 Persentase Pegawai % Positif
Pendidikan S1 Ke atas
42 PTTS Persentase Luas Lahan % Positif
Yang Telah Tersetifikat
43 RWPST Rata-Rata Lama % Negatif
Pengurusan Sertifikat
Tanah
44 JPPT Kemudahan Pelayanan Positif
Pendaftaran Tanah
45 SIPPD Keberadaan Sistem Ada/Tidak Positif
Informasi Pertanahan
Daerah
46 DOKTTR Keberdaan Dokumen Ada/Tidak Positif
RTRWN Yang Valid
47 KBKPRD Keberadaan BKPRD Ada/Tidak Positif
48 PERDATR Keberadaan Perda RTRWN Ada/Tidak Positif

49 PKKL Kondisi Kawasan Kritis Itensitas Negatif


Lingkungan 5 Tahun
terakhir
50 PKLL Kondisi Kemacetan Itensitas Negatif
Lalulintas 5 Tahun Terakhir

51 RPOLPP Rasio Polisi PP terhadap Tanpa Sat Positif


Penduduk
52 PTK Pertumbuhan Kriminalitas % Negatif
5 Tahun Terakhir

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 189


NO VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN HUBUNGAN

53 PDPL Persentase Desa Yang % Negatif


Memiliki Permukiman Liar
54 PPPD Pertumbuhan Jumlah % Negatif
Pelanggaran Perda
55 PPPSM Persentase Penyandang % Negatif
Penyakit Sosial Terdaftar
56 PPPSMSP Persentase Penyandang % Positif
Penyakit Sosial Tersantuni
57 RPSMP Rasio PSM terhadap Tanpa Sat Positif
Penduduk
58 RAPPSM Pertumbuhan Alokasi % Positif
Anggaran Penanganan Sos
59 KTPPD Keberadaan Tim Ada/Tidak Positif
Pengendali Pembangunan
60 KEPPW Keberadaan Evaluasi Ada/Tidak Positif
Pembangunan Paruh Waktu

61 PBRP Persentase Penyimpangan % Negatif


Dari Rencana Pembangunan
62 PDPRTRW Klasifikasi Simpangan A,B,C Negatif
Rencana Tata Ruang
Wilayah
Sumber : hasil perhitungan, 2006

190 Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

You might also like