You are on page 1of 5

AMAN HINDU

1 Kerajaan Hindu di Talaga


.
  a. Pemerintahan Batara Gunung Picung
    Kerajaan Hindu di Talaga berdiri pada abad XIII Masehi, Raja tersebut masih keturunan
Ratu Galuh bertahta di Ciamis, beliau adalah putera V, juga ada hubungan darah
dengan raja-raja di Pajajaran atau dikenal dengan Raja Siliwangi. Daerah kekuasaannya
meliputi Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Lemahsugih, Maja dan sebagian Selatan
Majalengka.
    Pemerintahan Batara Gunung Picung sangat baik, agam yang dipeluk rakyat kerajaan
ini adalah agama Hindu.
    Pada masa pemerintahaannya pembangunan prasarana jalan perekonomian telah
dibuat sepanjang lebih 25 Km tepatnya Talaga – Salawangi di daerah Cakrabuana.
    Bidang Pembangunan lainnya, perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi saluran-
saluran pengairan semuanya di daerah Cikijing.
    Tampuk pemerintahan Batara Gunung Picung berlangsung 2 windu.
    Raja berputera 6 orang yaitu :
    - Sunan Cungkilak
    - Sunan Benda
    - Sunan Gombang
    - Ratu Panggongsong Ramahiyang
    - Prabu Darma Suci
    - Ratu Mayang Karuna
    Akhir pemerintahannya kemudian dilanjutkan oleh Prabu Drama Suci.
     
  b. Pemerintahan Prabu Darma Suci
    Disebut juga Pandita Perabu Darma Suci. Dalam pemerintahan raja ini Agama Hindu
berkembang dengan pesat (abad ke-XIII), nama beliau dikenal di Kerajaan Pajajaran,
Jawa Tengah, Jayakarta sampai daerah Sumatera. Dalam seni pantun banyak
diceritakan tentang kunjungan tamu-tamu tersebut dari kerajaan tetangga ke Talaga,
apakah kunjungan tamu-tamu merupakan hubungan keluarga saja tidak banyak
diketahui.
    Peninggalan yang masih ada dari kerajaan ini antara lain Benda Perunggu, Gong,
Harnas atau Baju Besi.
    Pada abad XIIX Masehi beliau wafat dengan meninggalkan 2 orang putera yakni:
    - Bagawan Garasiang
    - Sunan Talaga Manggung
     
  c. Pemerintahan Sunan Talaga Manggung
    Tahta untuk sementara dipangku oleh Begawan Garasiang,.namun beliau sangat
mementingkan Kehidupan Kepercayaan sehingga akhirnya tak lama kemudian tahta
diserahkan kepada adiknya Sunan Talaga Manggung.
    Tak banyak yang diketahui pada masa pemerintahan raja ini selain kepindahan beliau
dari Talaga ke daerah Cihaur Maja.
     
  d. Pemerintahan Sunan Talaga Manggung
    Sunan Talaga Manggung merupakan raja yang terkenal sampai sekarang karena sikap
beliau yang adil dan bijaksana serta perhatian beliau terhadap agama Hindu, pertanian,
pengairan, kerajinan serta kesenian rakyat.
    Hubungan baik terjalin dengan kerajaan-kerajaan tetangga maupun kerajaan yang jauh,
seperti misalnya dengan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Cirebon
maupun Kerajaan Sriwijaya.
    Beliau berputera dua, yaitu :
    - Raden Pangrurah
    - Ratu Simbarkencana
    Raja wafat akibat penikaman yang dilakukan oleh suruhan Patih Palembang Gunung
bernama Centangbarang. Kemudian Palembang Gunung menggantikan Sunan Talaga
Manggung dengan beristrikan Ratu Simbarkencana. Tidak beberapa lama kemudian
Ratu Simbarkencana membunuh Palembang Gunung atas petunjuk hulubalang
Citrasinga dengan tusuk konde sewaktu tidur.
    Dengan meninggalnya Palembang Gunung, kemudian Ratu Simbarkencana menikah
dengan turunan Panjalu bernama Raden Kusumalaya Ajar Kutamanggu dan dianugrahi
8 orang putera diantaranya yang terkenal sekali putera pertama Sunan Parung.
     
  e. Pemerintahan Ratu Simbarkencana
    Sekitar awal abad XIV Masehi, dalam tampuk pemerintahannya Agama Islam menyebar
ke daerah-daerah kekuasaannya dibawa oleh para Santri dari Cirebon.
    juga diketahui bahwa tahta pemerintahan waktu itu dipindahkan ke suatu daerah
disebelah Utara Talaga bernama Walangsuji dekat kampung Buniasih.
    Ratu Simbarkencana setelah wafat digantikan oleh puteranya Sunan Parung.
     
  f. Pemerintahan Sunan Parung
    Pemerintahan Sunan Parung tidak lama, hanya beberapa tahun saja.
    Hal yang penting pada masa pemerintahannya adalah sudah adanya Perwakilan
Pemerintahan yang disebut Dalem, antara lain ditempatkan di daerah Kulur,
Sindangkasih, Jerokaso Maja.
    Sunan Parung mempunyai puteri tunggal bernama Ratu Sunyalarang atau Ratu Parung.
     
  g. Pemerintahan Ratu Sunyalarang
    Sebagai puteri tunggal beliau naik tahta menggantikan ayahandanya Sunan Parung dan
menikah dengan turunan putera Prabu Siliwangi bernama Raden Rangga Mantri atau
lebih dikenal dengan Prabu Puck Umum.
    Pada masa pemerintahannya Agama Islam sudah berkembang dengan pesat. Banyak
rakyatnya yang memeluk aama tersebut hingga akhirnya baik Ratu Sunyalarang
maupun Prabu Pucuk Umum memeluk Agama Islam. Agama Islam berpengaruh besar
ke daerah-daerah kekuasaannya antara lain Maja, Rajagaluh dan Majalengka.
    Prabu Pucuk Umum adalah Raja Talaga ke-2 yang memeluk Agama Islam
    Hubungan pemerintahan Talaga dengan Cirebon maupun Kerajaan Pajajaran baik
sekali. Sebagaimana diketahui Prabu Pucuk Umum adalah keturunan dari prabu
Siliwangi karena dalam hal ini ayah beliau yang bernama Raden Munding Sari Ageng
merupakan putera dari Prabu Siliwangi. Jadi pernikahan Prabu Pucuk Umum dengan
Ratu Sunyalarang merupakan perkawinan keluarga dalam derajat ke-IV.
    Hal terpenting pada masa pemerintahan Ratu Sunyalarang adalah Talaga menjadi pusat
perdagangan di sebelah Selatan.
     
  h. Pemerintahan Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum
    Dari pernikahan Raden Rangga Mantri dengan Ratu Parung (Ratu Sunyalarang)
melahirkan 6 orang putera yaitu :
    - Prabu Haurkuning
    - Sunan Wanaperih
    - Dalem Lumaju Agung
    - Dalem Panuntun
    - Dalem Panaekan
    Akhir abad XV Masehi, penduduk Majalengka telah beragama Islam.
    Beliau sebelum wafat telah menunjuk putera-puteranya untuk memerintah di daerah-
daerah kekuasaannya, seperti halnya :
    Sunan Wanaperih memegang tampuk pemerintahan di Walagsuji;
    Dalem Lumaju Agung di kawasan Maja;
    Dalem Panuntun di Majalengka sedangkan putera pertamanya, Prabu Haurkuning, di
Talaga yang selang kemudian di Ciamis. Kelak keturunan beliau banyak yang menjabat
sebagai Bupati.
    Sedangkan dalem Dalem Panaekan dulunya dari Walangsuji kemudian berpindah-
pindah menuju Riung Gunung, sukamenak, nunuk Cibodas dan Kulur.
    Prabu Pucuk Umum dimakamkan di dekat Situ Sangiang Kecamatan Talaga.
     
  i. Pemerintahan Sunan Wanaperih
    Terkenal Sunan Wanaperih, di Talag sebagai seorang Raja yang memeluk Agama Islam
pun juga seluruh rakyat di negeri ini semua telah memeluk Agama Islam.
    Beliau berputera 6 orang, yaitu :
    - Dalem Cageur
    - Dalem Kulanata
    - Apun Surawijaya atau Sunan Kidul
    - Ratu Radeya
    - Ratu Putri
    - Dalem Wangsa Goparana
    Diceritakan bahwa Ratu Radeya menikah dengan Arya Sarngsingan sedangkan Ratu
Putri menikah dengan putra Syech Abu Muchyi dari Pamijahan bernama Sayid Ibrahim
Cipager.
    Dalem Wangsa Goparana pindah ke Sagalaherang Cianjur, kelak keturunan beliau ada
yang menjabat sebagai bupati seperti Bupati Wiratanudatar I di Cikundul. Sunan
Wanaperih memerintah di Walangsuji, tetapi beliau digantikan oleh puteranya Apun
Surawijaya, maka pusat pemerintahan kembali ke Talaga. Putera Apun Surawijaya
bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan Ciburuy atau dikenal juga dengan
sebutan Pangeran Surawijaya menikah dengan putri Cirebon bernma Ratu Raja
Kertadiningrat saudara dari Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon.
    Pangeran Surawijaya dianungrahi 6 orang anak yaitu :
    - Dipati Suwarga-Mangunjaya
    - Jaya Wirya
    - Dipati Kusumayuda
    - Mangun Nagara
    - Ratu Tilarnagara
    Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu yang bernama Pangeran Arya
Secanata yang masih keturunan Prabu Haur Kuning.
    Pengganti Pangeran Surawijaya ialah Dipati Suwarga menikah dengan Putri Nunuk dan
berputera 2 orang, yaitu :
    - Pangeran Dipati Wiranata
    - Pangeran Secadilaga atau pangeran Raji
    Pangeran Surawijaya wafat dan digantikan oleh Pangeran Dipati Wiranata dan setelah
itu diteruskan oleh puteranya Pangeran Secanata
    Eyang Raga Sari yang menikah dengan Ratu Cirebon mengantikan Pangeran Secanata.
Arya Secanata memerintah ± tahun 1962; pengaruh V.O.C. sudah terasa sekali.
    Hingga pada tahun-tahun tersebut pemerintahan di Talaga diharuskan pindah oleh
V.O.C. ke Majalengka. Karena hal inilah terjadi penolakan sehingga terjadi perlawanan
dari rakyat Talaga.
    Peninggalan masa tersebut masih terdapat di museum Talaga berupa pistol dan
meriam.
     
2.Kerajaan Hindu Terakhir di Majalengka
  Sekitar tahun 1480 (pertengahan abad XV) Mesehi, di Desa Sindangkasih 3 Km dari Kta
Majalengka ke Selatan, bersemayam Ratu bernama Nyi Rambut Kasih keturunan Prabu
Sliliwangi yang masih teguh memeluk Agama Hindu.
  Ratu masih bersaudara dengan Rarasantang, Kiansantang dan Walangsungsang,
kesemuanya telah masuk Agama Islam.
  Adanya Ratu di daerah Majalengka adalah bermula untuk menemui saudaranya di daerah
Talaga bernama Raden Munding Sariageng suami dari Ratu Mayang Karuna yang waktu
itu memerintah di Talaga.
  Di perbatasan Majalengka – Talaga, Ratu mendengar bahwa di darah tersebut sudah
masuk Islam. Sehingga mengurungkan maksudnya dan menetaplah Ratu tersebut di
Sindangkasih, dengan daerahnya meliputi Sindangkasih, Kulur, Kawunghilir, Cieurih,
Cicenang, Cigasong, Babakanjawa, Munjul dan Cijati.
  Pemerintahannya sangat baik terutama masalah pertanian yang beliau perhatikan dan
juga pengairan dari Beledug-Cicurug-Munjul dibuatnya secara teratur. Kira-kira tahun 1485
putera Raden Rangga Mantri yang bernama Dalem Panungtung diperintahkan menjadi
Dalem di Majalengka, yang mana membawa akibat pemerintahan Nyi Rambut Kasih
terjepit oleh pengaruh Agama Islam.
  Kemudian lagi pada tahun 1489 utusan Cirebon, Pangeran Muhammad dan istrinya Siti
Armilah atau Gedeng Badori diperintahkan untuk mendatangi Nyi Rambut Kasih dengan
maksud agar Ratu maupun Kerajaan Sindangkasih masuk Islam dan Kerajaan
Sindangkasih masuk kawasan ke Kesultanan Cirebon. Nyi Rambut Kasih menolak
sehingga timbul pertempuran antara pasukan Sindangkasih dengan pasukan Kesultanan
Cirebon. Kerajaan Sindangkasih menyerah dan masuk Islam, sedangkan Nyi Rambut
Kasih tetap memeluk agama Hindu.
  Mulai saat inilah ada Candra Sangkala Sindangkasih Sugih Mukti – tahun 1490.
 
ABAD XVI AGAMA ISLAM MASUK DAERAH MAJALENGKA
Daerah-daerah yang masuk Daerah Kesultanan Cirebon, dan telah semuanya memeluk
Agama Islam adalah Pemerintahan Talaga, Maja, Majalengka. Penyebaran Agama Islam di
daerah Majalengka terutama didahului dengan masuknya para Bupati kepada agama itu.
Kemudian dibantu oleh penyebar-penyebar lain antaranya : Dalem Sukahurang atau Syech
Abdul Jalil dan Dalem Panuntun, semua di Maja; Pangeran Suwarga di Talaga dan yang
lainnya Pangeran Muhammad, Siti Armilah, Nyai Mas Lintangsari, Wiranggalaksana,
Salamuddin, Puteran Eyang Tirta, Nursalim, RH Brawinata, Ibrahim, Pangeran Karawelang,
Pangeran Jakarta, Sunan Rachmat di Bantarujeg dan masih banyak lagi.
Tahun 1650 Majalengka masuk pengaruh Mataram karena Cirebon telah menjadi kekuasaan
Mataram. Waktu itu Cirebon dipegang oleh Panembahan Ratu II atau Sunan Girilaya.
 
PENGARUH SULTAN AGUNG MATARAM ABAD XVII
Tahun 1628 Tumenggung Bahureksa diperintahkan oleh Sultan Agung untuk menyerang
Batavia, dengan bantuan pasukan-pasukan dari daerah-daerah manapun masalah
logistiknya, juga pendirian loji-loji sebagai persediaan loistiknya di daerah Majalengka Utara,
loji-loji banyak didirikan di Jatiwangi, Jatitujuh dan Ligung.
Mataram berpengaruh besar terhadap Majalengka, dimana banyak orang Mataram yang
tidak sempat kembali ke tempat asalnya dan menetap di Majalengka.
Abad ke-XVII merupakan juga bagian dari pada peristiwa pertempuran Rangga Gempol yang
berusaha membendung pasukan Mataram ke wilayah Priangan. Hal ini perlu diketahui
bahwa wilayah Priangan akan diserahkan kepada V.O.C. (tahun 1677). Pasukan Rangga
Gempol mundur ke Indramayu dan Majalengka.
Hubungan sejarah Sumedang yang menyatakan bahwa Geusan Ulun merupakan penurun
para bupati Sumedang. Majalengka waktu itu masuk kekuasaan Sunan Girilaya, konon
menyerahkan daerah Majalengka kepada Sunan tersebut sebagai pengganti Putri Harisbaya
yang dibawa lari dari Keraton Cirebon ke Sumedang. Tahun 1684 Cirebon diserahkan
Mataram kepada V.O.C. maka otomatis Majalengka masuk daerah V.O.C.
 
MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN PENGHAPUSAN KEKUASAAN BUPATI ABAD
XVIII
Tahun 1705, seluruh Jawa Barat masuk kekuasaan Hindia Belanda, pada tahun 1706
pemerintah kolonial menetapkan Pangeran Aria Cirebon sebagai seorang Gubernur untuk
seluruh Priangan. Olehnya para bupati diberi wewenang untuk mengambil pajak dari rakyat,
termasuk Majalengka bagi kepentingan upeti kepada pemerintah Belanda.
Paksaan penanaman kopi di daerah Maja, Rajagaluh dan Lemahsugih mengakibatkan
banyak rakyat yang jatuh kelaparan.
 
MAJALENGKA PADA ABAD XIX
Tidak saja tanam paksa kopi, Pemerintah Hindia Belanda pun memaksa rakyat untuk
menanam lada, tebu dan tanaman lain yang laku di pasaran Eropa. Hal ini semakin
menambah berat beban rakyat sehingga kesengsaraan dan kelaparan terjadi di mana-man.
Tahun 1805 terjadi pemberontakan oleh Bagus Rangin dari Bantarjati menentang Belanda.
pertempuran pun pecah dengan sengitnya di daerah Pangumbahan.
Pasukan Bagus Rangin yang berkekuatan ± 10.000 orang kalah dan terpaksa mengakui
keunggulan Belanda. Tanggal 12 Juli 1812 Bagus Rangin menerima hukuman penggal
kepala di kali Cimanuk dekat Karangsambung, sekarang beliau dinobatkan sebagai
pahlawan. Waktu itu pada masa pemerintahan Gubernur Hindia Belanda Henrick Wiesel
(1804-1808) dan dilanjutkan oleh herman Willem Daendels (1808-1811) kemudian oleh
Thomas ST Raffles (1811-1816).

Februari 3, 2008
Kategori: Seputar Majalengka . . Penulis: arthur maja kelana

Suka
Be the first to like this post.
Perang Lagu antar Rapper MAJALENGKA RAIH 3 SATYA LENCANA DARI
PRESIDEN RI

You might also like