You are on page 1of 5

(08/14/2010)Peraturan pemerintah UU No, 23 Tahun 2006

Pemerintah bertekad pemutakhiran data kependudukan selesai pada 2010.

Bersamaan dengan itu, proyek layanan jasa akses internet kecamatan atau universal

service obligation (USO) internet kecamatan juga telah digarap. Dengan adanya USO

internet kecamatan, pemerintah daerah bisa meningkatkan unjuk kerja sistem

informasi administrasi kependudukan (SIAK). Jadi, peranan SIAK bisa lebih

ditingkatkan menjadi sistem cerdas yang bisa membantu pembangunan.

Kebutuhan dana yang besar untuk membangun infrastruktur SIAK telah menyentak

perhatian publik. Apalagi, pilihan teknologi untuk mengimplementasikan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan masih sarat

masalah. Pengadaan infrastruktur SIAK dengan semangat utama menanggulangi

identitas ganda melalui penerapan kartu tanda penduduk elektronik yang berbasis

nomor induk kependudukan (NIK) seperti adagium menembak nyamuk dengan

meriam. Penerapan teknologi untuk penerbitan NIK nasional yang unik dan

penggunaan teknologi biometrik plus blangko keamanan bisa jadi kurang optimal

tanpa disertai rekayasa sosial dan signifikansi nilai ekonomisnya.

Semestinya dalam era konvergensi teknologi sekarang ini arsitektur SIAK nasional

dan daerah ditujukan ke arah kecerdasan bisnis (business intelligence). Dengan

demikian, agregat data kependudukan bisa dimanfaatkan secara luas untuk

kepentingan berbagai sektor.

Dengan begitu, tercipta konsolidasi basis data yang cerdas untuk bidang sosial,
demokrasi, ekonomi, pendidikan, dan pertahanan keamanan. Perkembangan teknologi

web service yang pesat dewasa ini sangat relevan untuk mendorong faktor inteligensi

yang diterapkan dari tingkat nasional, provinsi, sampai kabupaten. Jadi, hasil layanan

pendaftaran penduduk dan catatan sipil di tempat perekaman data penduduk (TPDK)

setiap kecamatan yang langsung terhubung melalui virtual private network (VPN)

bisa dikelola dan diolah secara cerdas.

Sebab, kebijakan pembangunan di segala bidang membutuhkan landasan berupa

varian data kependudukan yang sudah diolah. Sebagai contoh, seorang kepala daerah

sangat membutuhkan korelasi data penduduk miskin dengan infrastruktur pendidikan,

kesehatan, dan lapangan kerja. Hal itu diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam

membuat program di daerahnya.

Belum optimal

Dewasa ini sebagian besar kabupaten/kota telah membangun SIAK. Namun, hampir

semua dalam kondisi belum optimal. Bahkan SIAK DKI Jakarta hingga saat ini

belum bisa menerapkan penggunaan cip pada KTP dengan NIK nasional.

Kendala pengoperasian SIAK, antara lain, masih lemahnya sumber daya manusia

pengelola kependudukan dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan

peristiwa penting kependudukan, seperti kelahiran, kematian, dan perpindahan.

Akibatnya, basis data kependudukan kurang valid. Selain itu, untuk mengoperasikan

SIAK diperlukan anggaran yang cukup besar sehingga daerah dengan pendapatan asli

daerah yang kecil sangat terbebani.


Hingga saat ini belum terwujud basis data kependudukan nasional yang

terkonsolidasi dengan baik. Diperlukan langkah untuk membenahi sistem aplikasi

serta mengevaluasi dan menyempurnakan SIAK yang telah eksis. Dengan demikian,

terwujud SIAK yang terkonsolidasi secara nasional dengan rancang bangun dan

aplikasi lebih ekonomis. Hal itu dapat dipergunakan sesuai dengan semangat otonomi

daerah serta demi pertumbuhan industri teknologi informasi dan komunikasi lokal.

Apalagi, saat ini di negeri ini paling sedikit ada 33 instansi yang mengeluarkan nomor

identitas secara sektarian. Setiap nomor berbeda, tergantung kepentingan instansi

yang mengeluarkan. Sistem informasi yang dibangun setiap instansi tidak terkait satu

sama lain. Akibatnya, replikasi dan redundansi data dan informasi tidak bisa

terhindarkan sehingga terjadilah inefisiensi penggunaan sumber daya. Kaidah nomer

identitas tunggal (SIN) seharusnya diintegrasikan dalam satu kartu identitas seorang

warga negara. Pada gilirannya, SIN dan kartu identitas akan membentuk basis data

kependudukan nasional yang dapat menjadi referensi untuk berbagai aplikasi

pelayanan publik.

Pada prinsipnya konsep SIAK online yang dirancang pemerintah merupakan sistem

informasi atau aplikasi yang ditujukan untuk memfasilitasi pelayanan bidang

administrasi kependudukan, seperti catatan sipil, daftar penduduk, dan

pendayagunaan informasi kependudukan. SIAK online didesain sebagai aplikasi

terpusat yang akan diakses dari TPDK yang berbasis di setiap kecamatan.

SIAK online dibangun menggunakan teknologi Java 2 Enterprise Edition (J2EE).

Adapun server basis data yang digunakan adalah Oracle Server 9i dan server
aplikasinya adalah Bea Web Logic Server 8.2. Sayang, teknologi tersebut sangat

berorientasi pada vendor dan masih tergolong mahal. SIAK online berbasis web dan

menggunakan VPN dial yang melakukan koneksi secara sinkron dari TPDK ke pusat

data administrasi kependudukan Kementerian Dalam Negeri dan sebaliknya. Dengan

jenis koneksi seperti itu, biaya operasional menjadi tinggi karena selalu

mempertahankan koneksi antara TPDK dan pusat. Kondisinya bisa lebih buruk jika

koneksi terputus sehingga proses harus dimulai dari awal lagi. Selain itu, dedikasi

Internet Explorer sebagai perambah (browser) tidak memungkinkan sistem operasi

lain bisa menjalankan aplikasi SIAK.

Perlu dievaluasi Hingga saat ini secara umum SIAK di daerah masih lemah

dari aspek unjuk kerja aplikasi, sumber daya manusia, pemeliharaan, pengembangan

lanjutan, dan scalability. Untuk itu, kondisi SIAK online dan offline perlu dievaluasi

dan dibenahi sehingga biaya operasionalnya lebih murah dan cepat. Strategi

pembenahan itu memakai prinsip penggunaan teknologi dengan platform yang umum

atau terbuka. Contohnya, menggunakan protokol komunikasi data (interoperabilitas)

yang memungkinkan terjadinya pertukaran data antara platform aplikasi dan basis

data yang berbeda-beda. Selain itu, masalah SIAK offline di tingkat kabupaten/ kota

dan provinsi. Sifat off-line pada kabupaten/kota hanya berfungsi sebagai perekam

data, baik pendaftaran penduduk maupun pencatatan sipil. Sementara sifat offline di

provinsi sekadar berfungsi sebagai laporan. Karena sifatnya offline antara

kabupaten/kota dan provinsi, komunikasi yang dilakukan cukup dengan saling tukar
media penyimpan data secara fisik, seperti flash disk, CD, atau media penyimpan

lain. Pertukaran data dapat dilakukan setiap minggu atau bulan, tergantung dari

kebutuhan.

Sifat offline tersebut sebenarnya kurang memenuhi harapan pemerintah

daerah yang sangat membutuhkan faktor inteligensi untuk membantu pengambilan

keputusan dan landasan pembangunan daerah yang lebih bermutu. Tren global yang

mengedepankan e-commerce berbasis web service semestinya bisa diimbangi dengan

factor inteligensi dalam infrastruktur SIAK daerah.

Dwi Nuryanto

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/01/11062846/faktor.inteligensi.dalam.siak

You might also like