You are on page 1of 10

Mesopotamia

Mesopotamia terletak di antara dua sungai besar, Eufrat dan Tigris. Daerah yang kini menjadi
Republik Irak itu di zaman dahulu disebut Mesopotamia, yang dalam bahasa Yunani berarti
"(daerah) di antara sungai-sungai". Nama Mesopotamia sudah digunakan oleh para penulis
Yunani dan Latin kuno, seperti Polybius (abad 2 SM) dan Strabo (60 SM-20 M).

Menurut keyakinan Kristen dan Yahudi seperti dalam Perjanjian Lama, ada usaha
menghubungkan keluarga Abraham (yang lalu disebut "Bapa Orang Beriman" dan diakui oleh
tiga agama monoteistik dunia, Islam, Kristen, dan Yahudi ) dengan Mesopotamia. Dalam kitab
Kejadian 11,31 dikatakan, pada suatu masa keluarga Abraham berpindah dari Ur- Kasdim ke
Haran sebelum akhirnya berpindah ke Kanaan (Daerah Israel dan Palestina sekarang).

Lokasi Ur-Kasdim biasanya dirujuk pada Tell el-Muqayyar, situs bekas reruntuhan Kota Ur
kuno dari periode Sumeria. Tapi, banyak ahli masih meragukan usulan ini. Sedangkan Haran
terletak di bagian utara Mesopotamia, di tepi Sungai Eufrat.

Mesopotamia dalam Alkitab


Beberapa catatan lain bisa dikemukakan untuk menunjukkan hubungan antara Abraham dengan
Mesopotamia. Dalam kitab Ulangan 26,3; Nabi Musa mengajak umat untuk berdoa kepada
Tuhan saat mempersembahkan panen pertama dengan mengawalinya, Bapaku adalah seorang
Aram, seorang pengembara.

Di tempat lain dikatakan bahwa Ishak, anak Abraham, diperintah Abraham untuk mencari istri
dari daerah Aram-Mesopotamia (aram-naharayim) (Kejadian 24,2.10). Demikian juga dengan
Yakub, cucu Abraham, dia disuruh pergi ke Padan-Aram untuk mendapatkan istri di sana
(Kejadian 28,2). Dalam terjemahan Yunani Septuaginta, kedua nama terakhir ini disebut
Mesopotamia.

Selain petunjuk yang secara eksplisit ada dalam Alkitab, masih bisa ditemukan informasi lain
yang menunjukkan pengaruh Mesopotamia yang cukup kuat. Kini sudah lazim diterima bahwa
kisah Penciptaan dan kisah Air Bah yang terkenal itu, yang dikisahkan pada bagian awal kitab
Kejadian, sebenarnya kuat dipengaruhi sastra Mesopotamia. Biasanya ada tiga karya sastra
Mesopotamia yang ditunjuk, yaitu Enuma Elish (dari abad 17 SM), Epic Gilgamesh (abad 20
SM), dan Athrahasis (abad 18-17 SM). Teks-teks itu cukup terkenal dan tersebar luas karena
ditemukan dalam berbagai versi dan bahasa, seperti versi Akkadia, Sumeria, Hittit, dan Asyur.

Kemiripan antara sastra Mesopotamia dengan teks-teks Alkitab begitu mencolok sehingga
seringkali disimpulkan bahwa ada ketergantungan antara keduanya. Karena teks-teks
Mesopotamia berasal dari periode yang jauh lebih tua dari teks-teks Alkitab, maka tidak
mengherankan jika bisa disimpulkan, teks Alkitab bergantung pada sastra Mesopotamia itu. Para
penulis Israel tampaknya mengambil dan memanfaatkan teks-teks Mesopotamia itu untuk
mengungkap keyakinan mereka, sekaligus menyesuaikannya dengan keyakinan itu, terutama di
bidang monoteisme.

Salah satu kemungkinan datangnya pengaruh Mesopotamia dalam kitab Kejadian adalah bahwa
kisah-kisah Mesopotamia dibawa ke Palestina lalu menyebar-saat terjadi perpindahan penduduk
besar-besaran dari Mesopotamia yang disebabkan situasi yang agak kacau sekitar abad 19 SM.
Kiranya ini juga yang menjadi konteks berpindahnya keluarga Abraham dari Ur ke Haran, lalu
ke Kanaan.

Berbagai kebiasaan dan peraturan yang tercermin dalam kitab Kejadian ternyata juga
menemukan banyak kesamaan dengan kebiasaan dan peraturan yang hidup di daerah
Mesopotamia. Sebagai contoh, kekhawatiran Abraham karena dia tidak mendapat keturunan,
karena itu harus mewariskan segala miliknya kepada abdinya yang setia, Eliezer (Kejadian 15,1-
4), ternyata sejajar dengan praktek yang dilakukan masyarakat Nuzi yang mendiami sebelah
timur Sungai Tigris. Hal ini bisa diketahui melalui analisis teks-teks hukum yang berlaku di
Nuzi, yang berasal dari abad 15 SM.

Kisah tentang Abraham yang datang ke negeri asing lalu mengaku istrinya sebagai saudarinya
(Kejadian 12,10-20) sering membingungkan orang. Tetapi, kini, dengan ditemukannya teks-teks
yang berasal dari bangsa Hori di sebelah utara Mesopotamia, berdekatan dengan Haran, hal itu
bisa dipahami dengan lebih baik.

Dalam masyarakat Hori, ikatan perkawinan yang paling kuat adalah jika seorang istri sekaligus
mendapat status saudari secara hukum. Karena itu, sering terjadi, sesudah perkawinan diadakan
upacara lain untuk mengadopsi sang istri menjadi saudari. Hal ini disahkan dengan dua
dokumen. Pertama, dokumen tentang perkawinan. Kedua, berkait dengan pengangkatannya
sebagai saudari.

Salah satu warisan peradaban Mesopotamia Kuno yang amat bernilai bagi umat manusia adalah
kumpulan hukum yang biasa disebut Codex Hammurabi. Kumpulan hukum yang berbentuk
balok batu hitam itu ditemukan di Susa tahun 1901 dalam suatu ekspedisi yang dilakukan
arkeolog Perancis di bawah pimpinan M de Morgan. Pada bagian atas balok, yang kini ada di
Museum Louvre, Paris, ada relief yang menggambarkan Raja Hammurabi dari Babilonia Kuno
(1728-1686 SM) sedang menerima hukum dari Dewa Shamash, dewa Matahari yang juga
menjadi dewa pelindung keadilan.

Perbandingan dengan kumpulan hukum yang ada dalam kitab Keluaran 21-23 menunjukkan
adanya kesejajaran yang dekat. Adanya ketergantungan antara kedua kumpulan hukum itu tidak
bisa ditentukan dengan pasti, tetapi pengaruh tidak langsung rasanya merupakan sesuatu yang
amat masuk akal.

Codex Hammurabi, yang terdiri dari 282 pasal ditambah Prolog dan Epilog, tidak saja
berpengaruh pada kumpulan hukum yang ada dalam Alkitab, tetapi juga pada sistem hukum
pada periode selanjutnya. Yang menarik dan mungkin membuat kita (seharusnya) tertunduk
malu adalah, kumpulan hukum itu juga mengingatkan kita bahwa sejak abad 18 SM, di
Mesopotamia sudah ada seorang pemimpin besar yang sungguh-sungguh mempunyai kesadaran
bahwa manusia harus diperlakukan secara adil sebagai manusia.

Sejarah Mesopotamia
Sejarah Mesopotamia diawali dengan tumbuhnya sebuah peradaban, yang diyakini sebagai pusat
peradaban tertua di dunia, oleh bangsa Sumer(ia). Bangsa Sumeria membangun beberapa kota
kuno yang terkenal, yaitu Ur, Ereck, Kish, dll. Kehadiran seorang tokoh imperialistik dari
bangsa lain yg juga mendiami kawasan Mesopotamia, bangsa Akkadia, dipimpin Sargon Agung,
ternya melakukan sebuah penaklukan politis, tapi bukan penaklukan kultural. Bahkan dalam
berbagai hal budaya Sumer dan Akkad berakulturasi, sehingga era kepemimpinan ini sering
disebut Jilid Sumer-Akkad. Campur tangan Sumer tidak dapat diremehkan begitu saja, pada saat
Akkad terdesak oleh bangsa Gutti, bangsa Sumer-lah yg mendukung Akkad, sehingga mereka
masih dapat berkuasa di "tanah antara dua sungai" itu.
Mesir Kuno
Mesir Kuno adalah suatu peradaban kuno di bagian timur laut Afrika. Peradaban ini terpusat di
sepanjang hilir sungai Nil. Dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150 SM,
peradaban ini selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium. Sejarahnya mengalir
melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh periode
ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno mencapai puncak
kejayaannya pada masa Kerajaan Baru. Selanjutnya, peradaban ini mulai mengalami
kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing pada periode akhir. Kekuasaan
firaun secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31 SM, ketika Kekaisaran Romawi
menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemeus sebagai bagian provinsi Romawi.
Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi
menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap di lembah sungai Nil, yang
secara efektif menandai berakhirnya perkembangan peradaban independen Mesir.

Peradaban Mesir Kuno didasari atas kontrol keseimbangan yang baik antara sumber daya alam
dan manusia, ditandai terutama oleh:

 irigasi teratur terhadap Lembah Nil;


 eksploitasi mineral dari lembah dan wilayah gurun di sekitarnya;
 perkembangan awal sistem tulisan dan sastra independen;
 organisasi proyek kolektif;
 perdagangan dengan wilayah Afrika timur dan tengah serta Mediterania timur; serta
 aktivitas militer yang menunjukkan karakteristik kuat hegemoni kerajaan dan dominasi
wilayah terhadap kebudayaan tetangga pada beberapa periode berbeda.

Pencapaian-pencapaian peradaban Mesir Kuno antara lain teknik pembangunan monumen


seperti piramida, kuil, dan obelisk; pengetahuan matematika; teknik pengobatan; sistem irigasi
dan agrikultur; kapal pertama yang pernah diketahui; teknologi tembikar glasir bening dan kaca;
seni dan arsitektur yang baru; sastra Mesir Kuno; dan traktat perdamaian pertama yang pernah
diketahui. Mesir telah meninggalkan warisan yang abadi. Seni dan arsitekturnya banyak ditiru,
dan barang-barang antik buatan peradaban ini dibawa hingga ke ujung dunia. Reruntuhan-
reruntuhan monumentalnya menjadi inspirasi bagi pengelana dan penulis selama berabad-abad.

Sejarah
Pada akhir masa Paleolitik, iklim Afrika Utara menjadi semakin panas dan kering. Akibatnya,
penduduk di wilayah tersebut terpaksa berpusat di sepanjang sungai Nil. Sebelumnya, semenjak
manusia pemburu-pengumpul mulai tinggal di wilayah tersebut pada akhir Pleistosen Tengah
(sekitar 120 ribu tahun lalu), sungai Nil telah menjadi nadi kehidupan Mesir. [7] Dataran banjir
Nil yang subur memberikan kesempatan bagi manusia untuk mengembangkan pertanian dan
masyarakat yang terpusat dan mutakhir, yang menjadi landasan bagi sejarah peradaban manusia.

Periode pradinasti

Pada masa pra dan awal dinasti, iklim Mesir lebih subur daripada hari ini. Sebagian wilayah
Mesir ditutupi oleh sabana berhutan dan dilalui oleh ungulata yang merumput. Flora dan fauna
lebih produktif dan sungai Nil menopang kehidupan unggas-unggas air. Perburuan merupakan
salah satu mata pencaharian utama orang Mesir. Selain itu, pada periode ini, banyak hewan yang
didomestikasi.

Sekitar tahun 5500 SM, suku-suku kecil yang menetap di lembah sungai Nil telah berkembang
menjadi peradaban yang menguasai pertanian dan peternakan. Peradaban mereka juga dapat
dikenal melalui tembikar dan barang-barang pribadi, seperti sisir, gelang tangan, dan manik.
Peradaban yang terbesar di antara peradaban-peradaban awal adalah Badari di Mesir Hulu, yang
dikenal akan keramik, peralatan batu, dan penggunaan tembaga.

Budaya Naqada membuat berbagai macam barang-barang material - yang menunjukkan


peningkatan kekuasaan dan kekayaan dari para penguasanya - seperti tembikar yang dicat, vas
batu dekoratif yang berkualitas tinggi, pelat kosmetik, dan perhiasan yang terbuat dari emas,
lapis, dan gading. Mereka juga mengembangkan glasir keramik yang dikenal dengan nama
tembikar glasir bening. Pada fase akhir masa pra dinasti, peradaban Naqada mulai menggunakan
simbol-simbol tulisan yang akan berkembang menjadi sistem hieroglif untuk menulis bahasa
Mesir kuno.

Periode Dinasti Awal

Pada Periode Dinasti Awal, sekitar 3150 SM, firaun pertama memperkuat kekuasaan mereka
terhadap Mesir hilir dengan mendirikan ibukota di Memphis. Dengan ini, firaun dapat
mengawasi pekerja, pertanian, dan jalur perdagangan ke Levant yang penting dan
menguntungkan.. Peningkatan kekuasaan dan kekayaan firaun pada periode dinasti awal
dilambangkan melalui mastaba (makam) yang rumit dan struktur-struktur kultus kamar mayat di
Abydos, yang digunakan untuk merayakan didewakannya firaun setelah kematiannya. Institusi
kerajaan yang kuat dikembangkan oleh firaun untuk mengesahkan kekuasaan negara atas tanah,
pekerja, dan sumber daya alam, yang penting bagi pertumbuhan peradaban Mesir kuno.

Kerajaan Lama

Kemajuan dalam bidang arsitektur, seni, dan teknologi dibuat pada masa Kerajaan Lama.
Kemajuan ini didorong oleh meningkatnya produktivitas pertanian, yang dimungkinkan karena
pemerintahan pusat dibina dengan baik. Dibawah pengarahan wazir, pejabat-pejabat negara
mengumpulkan pajak, mengatur proyek irigasi untuk meningkatkan hasil panen, mengumpulkan
petani untuk bekerja di proyek-proyek pembangunan, dan menetapkan sistem keadilan untuk
menjaga keamanan. Dengan sumber daya surplus yang ada karena ekonomi yang produktif dan
stabil, negara mampu membiayai pembangunan proyek-proyek kolosal dan menugaskan
pembuatan karya-karya seni istimewa. Piramida yang dibangun oleh Djoser, Khufu, dan
keturunan mereka, merupakan simbol peradaban Mesir Kuno yang paling diingat.

Periode Menengah Pertama Mesir

Setelah pemerintahan pusat Mesir runtuh pada akhir periode Kerajaan Lama, pemerintah tidak
lagi mampu mendukung atau menstabilkan ekonomi negara. Bebas dari kesetiaan kepada firaun,
pemimpin-pemimpin lokal mulai berebut kekuasaan. Pada 2160 SM, penguasa-penguasa di
Herakleopolis menguasai Mesir Hilir, sementara keluarga Intef di Thebes mengambil alih Mesir
Hulu. Dengan berkembangnya kekuatan Intef, serta perluasan kekuasaan mereka ke utara, maka
pertempuran antara kedua dinasti sudah tak terhindarkan lagi. Sekitar tahun 2055 SM, tentara
Thebes dibawah pimpinan Nebhepetre Mentuhotep II berhasil mengalahkan penguasa
Herakleopolis, menyatukan kembali kedua negeri, dan memulai periode renaisans budaya dan
ekonomi yang dikenal sebagai Kerajaan Pertengahan.

Kerajaan Pertengahan

Firaun Kerajaan Pertengahan berhasil mengembalikan kesejahteraan dan kestabilan negara,


sehingga mendorong kebangkitan seni, sastra, dan proyek pembangunan monumen. Mentuhotep
II dan sebelas dinasti penerusnya berkuasa dari Thebes, tetapi wazir Amenemhat I, sebelum
memperoleh kekuasaan pada awal dinasti ke-12 (sekitar tahun 1985 SM), memindahkan ibukota
ke Itjtawy di Oasis Faiyum. Dari Itjtawy, firaun dinasti ke-12 melakukan reklamasi tanah dan
irigasi untuk meningkatkan hasil panen. Selain itu, tentara kerajaan berhasil merebut kembali
wilayah yang kaya akan emas di Nubia, sementara pekerja-pekerja membangun struktur
pertahanan di Delta Timur, yang disebut "tembok-tembok penguasa", sebagai perlindungan dari
serangan asing.

Penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan, Amenemhat III, memperbolehkan pendatang dari Asia
tinggal di wilayah delta untuk memenuhi kebutuhan pekerja, terutama untuk penambangan dan
pembangunan. Penambangan dan pembangunan yang ambisius, ditambah dengan meluapnya
sungai Nil, membebani ekonomi dan mempercepat kemunduran selama masa dinasti ke-13 dan
ke-14. Semasa kemunduran, pendatang dari Asia mulai menguasai wilayah delta, yang
selanjutnya mulai berkuasa di Mesir sebagai Hyksos.

Periode Menengah Kedua dan Hyksos

Sekitar tahun 1650 SM, seiring dengan melemahnya kekuatan firaun Kerajaan Pertengahan,
imigran Asia yang tinggal di kota Avaris mengambil alih kekuasaan dan memaksa pemerintah
pusat mundur ke Thebes.

Setelah mundur, raja Thebes melihat situasinya yang terperangkap antara Hyksos di utara dan
sekutu Nubia Hyksos, Kerajaan Kush, di selatan. Setelah hampir 100 tahun mengalami masa
stagnansi, pada tahun 1555 SM, Thebes telah mengumpulkan kekuatan yang cukup untuk
melawan Hyksos dalam konflik selama 30 tahun. Firaun Seqenenre Tao II dan Kamose berhasil
mengalahkan orang-orang Nubia. Pengganti Kamose, Ahmose I, berhasil mengusir Hyksos dari
Mesir. Selanjutnya, pada periode Kerajaan Baru, kekuatan militer menjadi prioritas utama firaun
agar dapat memperluas perbatasan Mesir dan menancapkan kekuasaan atas wilayah Timur
Dekat.

Kerajaan Baru

Firaun-firaun Kerajaan Baru berhasil membawa kesejahteraan yang tak tertandingi sebelumnya.
Perbatasan diamankan dan hubungan diplomatik dengan tetangga-tetangga diperkuat. Kampanye
militer yang dikobarkan oleh Tuthmosis I dan cucunya Tuthmosis III memperluas pengaruh
firaun ke Suriah dan Nubia, memperkuat kesetiaan, dan membuka jalur impor komoditas yang
penting seperti perunggu dan kayu. Firaun-firaun Kerajaan juga memulai pembangunan besar
untuk mengangkat dewa Amun, yang kultusnya berbasis di Karnak. Para firaun juga
membangun monumen untuk memuliakan pencapaian mereka sendiri, baik nyata maupun
imajiner. Firaun perempuan Hatshepsut menggunakan propaganda semacam itu untuk
mengesahkan kekuasaannya. Masa kekuasaannya yang berhasil dibuktikan oleh ekspedisi
perdagangan ke Punt, kuil kamar mayat yang elegan, pasangan obelisk kolosal, dan kapel di
Karnak.

Ramses II naik tahta pada tahun 1279 SM. Ia membangun lebih banyak kuil, mendirikan patung-
patung dan obelisk, serta memiliki anak yang lebih banyak daripada firaun-firaun lain dalam
sejarah. Sebagai seorang pemimpin militer yang berani, Ramses II memimpin tentaranya
melawan bangsa Hittite dalam pertempuran Kadesh. Setelah bertempur hingga mencapai
kebuntuan (stalemate), ia menyetujui traktat perdamaian pertama yang tercatat sekitar 1258 SM.

Periode Menengah Ketiga

Setelah kematian firaun Ramses XI tahun 1078 SM, Smendes mengambil alih kekuasaan Mesir
utara. Ia berkuasa dari kota Tanis. Sementara itu, wilayah selatan dikuasai oleh pendeta-pendeta
agung Amun di Thebes, yang hanya mengakui nama Smendes saja. Pada masa ini, orang-orang
Libya telah menetap di delta barat, dan kepala-kepala suku penetap tersebut mulai meningkatkan
otonomi mereka. Pangeran-pangeran Libya mengambil alih delta dibawah pimpinan Shoshenq I
pada tahun 945 SM. Mereka lalu mendirikan dinasti Bubastite yang akan berkuasa selama 200
tahun. Shoshenq juga mengambil alih Mesir selatan dengan menempatkan keluarganya dalam
posisi kependetaan yang penting. Kekuasaan Libya mulai mengikis akibat munculnya dinasti
saingan di Leontopolis, dan ancaman Kush di selatan. Sekitar tahun 727 SM, raja Kush, Piye,
menyerbu ke arah utara. Ia berhasil menguasai Thebes dan delta.
Periode Akhir

Dibawah raja-raja Saite, Mesir mengalami kebangkitan singkat ekonomi dan budaya.
Sayangnya, pada tahun 525 SM, bangsa Persia yang dipimpin oleh Cambyses II memulai
penaklukan terhadap Mesir. Mereka berhasil menangkap firaun Psamtik III dalam pertempuran
di Pelusium. Cambyses II lalu mengambil alih gelar firaun. Ia berkuasa dari kota Susa, dan
menyerahkan Mesir kepada seorang satrapi. Pemberontakan-pemberontakan meletus pada abad
ke-5 SM, tetapi tidak ada satupun yang berhasil mengusir bangsa Persia secara permanen.

Setelah dikuasai Persia, Mesir digabungkan dengan Siprus dan Fenisia dalam satrapi ke-6
Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Periode pertama kekuasaan Persia atas Mesir, yang juga
dikenal sebagai dinasti ke-27, berakhir pada tahun 402 SM. Dari 380–343 SM, dinasti ke-30
berkuasa sebagai dinasti asli terakhir Mesir. Restorasi singkat kekuasaan Persia, kadang-kadang
dikenal sebagai dinasti ke-31, dimulai dari tahun 343 SM. Akan tetapi, pada 332 SM, penguasa
Persia, Mazaces, menyerahkan Mesir kepada Alexander yang Agung tanpa perlawanan.

Dinasti Ptolemeus

Pada tahun 332 SM, Alexander yang Agung menaklukan Mesir dengan sedikit perlawanan dari
bangsa Persia. Pemerintahan yang didirikan oleh penerus Alexander dibuat berdasarkan sistem
Mesir, dengan ibukota di Iskandariyah. Kota tersebut menunjukkan kekuatan dan martabat
kekuasaan Yunani, dan menjadi pusat pembelajaran dan budaya yang berpusat di Perpustakaan
Iskandariyah. Mercusuar Iskandariyah membantu navigasi kapal-kapal yang berdagang di kota
tersebut, terutama setelah penguasa dinasti Ptolemeus memberdayakan perdagangan dan usaha-
usaha, seperti produksi papyrus.

Budaya Yunani tidak menggantikan budaya asli Mesir. Penguasa dinasti Ptolemeus mendukung
tradisi lokal untuk menjaga kesetiaan rakyat. Mereka membangun kuil-kuil baru dalam gaya
Mesir, mendukung kultus tradisional, dan menggambarkan diri mereka sebagai firaun. Beberapa
tradisi akhirnya bergabung. Dewa-dewa Yunani dan Mesir disinkretkan sebagai dewa gabungan
(contoh: Serapis). Bentuk skulptur Yunani Kuno juga mempengaruhi motif-motif tradisional
Mesir. Meskipun telah terus berusaha memenuhi tuntutan warga, dinasti Ptolemeus tetap
menghadapi berbagai tantangan, seperti pemberontakan, persaingan antar keluarga, dan massa di
Iskandariyah yang terbentuk setelah kematian Ptolemeus IV. Lebih lagi, bangsa Romawi
memerlukan gandum dari Mesir, dan mereka tertarik akan situasi politik di negeri Mesir.
Pemberontakan yang terus berlanjut, politikus yang ambisius, serta musuh yang kuat di Suriah
membuat kondisi menjadi tidak stabil, sehingga bangsa Romawi mengirim tentaranya untuk
mengamankan Mesir sebagai bagian dari kekaisarannya.

Dominasi Romawi

Mesir menjadi provinsi Kekaisaran Romawi pada tahun 30 SM setelah Oktavianus berhasil
mengalahkan Mark Antony dan Ratu Cleopatra VII dalam Pertempuran Actium. Romawi sangat
memerlukan gandum dari Mesir, dan legiun Romawi, dibawah kekuasaan praefectus yang
ditunjuk oleh kaisar, memadamkan pemberontakan, memungut pajak yang besar, serta
mencegah serangan bandit.

Pada pertengahan abad pertama, Kekristenan mulai mengakar di Iskandariyah. Agama tersebut
dipandang sebagai kultus lain yang akan diterima. Akan tetapi, Kekristenan pada akhirnya
dianggap sebagai agama yang ingin menggantikan paganisme dan mengancam tradisi agama
lokal, sehingga muncul penyerangan terhadap orang-orang Kristen. Penyerangan terhadap orang
Kristen memuncak pada masa pembersihan Diokletianus yang dimulai tahun 303. Akan tetapi,
Kristen berhasil menang. Pada tahun 391, kaisar Kristen Theodosius memperkenalkan undang-
undang yang melarang ritus-ritus pagan dan menutup kuil-kuil. Iskandariyah menjadi latar
kerusuhan anti-pagan yang besar. Akibatnya, budaya pagan Mesir terus mengalami kejatuhan.
Meskipun penduduk asli masih mampu menuturkan bahasa mereka, kemampuan untuk
membaca hieroglif terus berkurang karena melemahnya peran pendeta kuil Mesir. Sementara itu,
kuil-kuil dialihfungsikan menjadi gereja, atau ditinggalkan begitu saja.

Pemerintahan dan ekonomi


Administrasi dan perdagangan

Firaun adalah raja yang berkuasa penuh atas negara dan, setidaknya dalam teori, memiliki
kontrol atas semua tanah dan sumber dayanya. Firaun juga merupakan komandan militer
tertinggi dan kepala pemerintahan, yang bergantung pada birokrasi pejabat untuk mengurusi
masalah-masalahnya. Yang bertanggung jawab terhadap masalah administrasi adalah orang
kedua di kerjaan, sang wazir, yang juga berperan sebagai perwakilan raja yang mengkordinir
survey tanah, kas negara, proyek pembangunan, sistem hukum, dan arsip-arsip kerajaan. Di level
regional, kerajaan dibagi menjadi 42 wilayah administratif yang disebut nome, yang masing-
masing dipimpin oleh seorang nomark, yang bertanggung jawab kepada wazir. Kuil menjadi
tulang punggung utama perekonomian yang berperan tidak hanya sebagai pusat pemujaan,
namun juga berperan mengumpulkan dan menyimpan kekayaan negara dalam sebuah sistem
lumbung dan perbendaharaan dengan meredistribusi biji-bijian dan barang-barang lainnya.

Status sosial

Masyarakat Mesir Kuno ketika itu sangat terstratifikasi dan status sosial yang dimiliki seseorang
ditampilkan secara terang-terangan. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani, namun
demikian hasil pertanian dimiliki dan dikelolah oleh negara, kuil, atau keluarga ningrat yang
memiliki tanah. Petani juga dikenai pajak tenaga kerja dan dipaksa bekerja membuat irigasi atau
proyek konstruksi menggunakan sistem corvée. Seniman dan pengrajin memiliki status yang
lebih tinggi dari petani, namun mereka juga berada di bawah kendali negara, bekerja di toko-
toko yang terletak di kuil dan dibayar langsung dari kas negara. Juru tulis dan pejabat
menempati strata tertinggi di Mesir Kuno, dan biasa disebut "kelas kilt putih" karena
menggunakan linen berwarna putih yang menandai status mereka. Perbudakan telah dikenal,
namun bagaimana bentuknya belum jelas diketahui.

Sistem hukum

Sistem hukum di Mesir Kuno secara resmi dikepalai oleh firaun yang bertanggung jawab
membuat peraturan, menciptakan keadilan, serta menjaga hukum dan ketentraman, sebuah
konsep yang disebut masyarakat Mesir Kuno sebagai Ma'at. Meskipun belum ada undang-
undang hukum yang ditemukan, dokumen pengadilan menunjukkan bahwa hukum di Mesir
Kuno dibuat berdasarkan pandangan umum tentang apa yang benar dan apa yang salah, serta
menekankan cara untuk membuat kesepakatan dan menyelesaikan konflik.

Pertanian

Kondisi geografi yang mendukung dan tanah di tepi sungai Nil yang subur membuat bangsa
Mesir mampu memproduksi banyak makanan, dan menghabiskan lebih banyak waktu dan
sumber daya dalam pencapaian budaya, teknologi, dan artistik. Pengaturan tanah sangat penting
di Mesir Kuno karena pajak dinilai berdasarkan jumlah tanah yang dimiliki seseorang.

Hewan

Bangsa Mesir percaya bahwa hubungan yang seimbang antara manusia dengan hewan
merupakan elemen yang penting dalam susunan kosmos; maka manusia, hewan, dan tumbuhan
diyakini sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Hewan, baik yang didomestikasi maupun liar,
merupakan sumber spiritualitas, persahabatan, dan rezeki bagi bangsa Mesir Kuno. Sapi adalah
hewan ternak yang paling penting; pemerintah mengumpulkan pajak terhadap hewan ternak
dalam sensus-sensus reguler, dan ukuran ternak melambangkan martabat dan kepentingan
pemiliknya. Selain sapi, bangsa Mesir Kuno menyimpan domba, kambing, dan babi. Unggas
seperti bebek, angsa, dan merpati ditangkap dengan jaring dan dibesarkan di peternakan. Di
peternakan, unggas-unggas tersebut dipaksa makan adonan agar semakin gemuk. Sementara itu,
di sungai Nil terdapat sumber daya ikan. Lebah-lebah juga didomestikasi dari masa Kerajaan
Lama, dan hewan tersebut menghasilkan madu dan lilin.

Sumber daya alam

Mesir kaya akan batu bangunan dan dekoratif, bijih tembaga dan timah, emas, dan batu-batu
semimulia. Kekayaan itu memungkinkan orang Mesir Kuno untuk membangun monumen,
memahat patung, membuat alat-alat, dan perhiasan. Pembalsem menggunakan garam dari Wadi
Natrun untuk mumifikasi, yang juga menjadi sumber gypsum yang diperlukan untuk membuat
plester. Batuan yang mengandung bijih besi dapat ditemukan di wadi-wadi gurun timur dan
Sinai yang kondisi alam yang tidak ramah. Membutuhkan ekspedisi besar (biasanya dikontrol
negara) untuk mendapatkan sumber daya alam di sana. Terdapat sebuah tambang emas luas di
Nubia, dan salah satu peta pertama yang ditemukan adalah peta sebuah tambang emas di
wilayah ini. Wadi Hammamat adalah sumber penting granit, greywacke, dan emas. Rijang
adalah mineral yang pertama kali dikumpulkan dan digunakan untuk membuat alat-alat, dan
kapak Rijang adalah potongan awal yang membuktikan adanya habitat manusia di lembah
Sungai Nil. Nodul-nodul mineral secara hati-hati dipipihkan untuk membuat bilah dan kepala
panah dengan tingkat kekerasan dan daya tahan yang sedang, dan ini tetap bertahan bahkan
setelah tembaga digunakan untuk tujuan tersebut.

Perdagangan

Orang Mesir kuno berdagang dengan negeri-negeri tetangga untuk memperoleh barang yang
tidak ada di Mesir. Pada masa pra dinasti, mereka berdagang dengan Nubia untuk memperoleh
emas dan dupa. Orang Mesir kuno juga berdagang dengan Palestina, dengan bukti adanya kendi
minyak bergaya Palestina di pemakaman firaun Dinasti Pertama. Koloni Mesir di Kanaan
selatan juga berusia sedikit lebih tua dari dinasti pertama. Firaun Narmer memproduksi tembikar
Mesir di Kanaan, dan mengekspornya kembali ke Mesir.

Bahasa
Perkembangan historis

Bahasa Mesir adalah bahasa Afro-Asiatik yang berhubungan dekat dengan bahasa Berber dan
Semit. Bahasa ini memiliki sejarah bahasa terpanjang kedua (setelah Sumeria). Bahasa Mesir
telah ditulis sejak 3200 SM dan sudah dituturkan sejak waktu yang lebih lama. Fase-fase pada
bahasa Mesir Kuno adalah bahasa Mesir Lama, Pertengahan, Akhir, Demotik, dan Koptik.
Tulisan Mesir tidak menunjukkan perbedaan dialek sebelum Koptik, tetapi mungkin dituturkan
dalam dilek-dialek regional di sekitar Memphis dan nantinya Thebes.

Tulisan

Tulisan hieroglif terdiri dari sekitar 500 simbol. Sebuah hieroglif dapat mewakili kata atau suara.
Simbol yang sama dapat menyajikan tujuan yang berbeda dalam konteks yang berbeda pula.
Hieroglif adalah aksara resmi, digunakan pada monumen batu dan kuburan. Pada penulisan
sehari hari, juru tulis membuat tulisan kursif, yang disebut keramat. Tulisan kursif ini lebih cepat
dan mudah. Sementara hieroglif formal dapat dibaca dalam baris atau kolom di kedua arah
(walaupun biasanya ditulis dari kanan ke kiri), aksara keramat selalu ditulis dari kanan ke kiri,
biasanya pada baris horisontal. Sebuah bentuk baru penulisan, demotik, menjadi gaya penulisan
umum, dan inilah bentuk tulisan -bersama dengan hieroglif formal - yang menyertai teks Yunani
di Batu Rosetta.
Sekitar abad ke-1 Masehi, aksara Koptik mulai digunakan bersama aksara demotik. Koptik
adalah modifikasi abjad Yunani dengan penambahan beberapa tanda-tanda demotik. Meskipun
hieroglif formal digunakan dalam acara seremonial hingga abad ke-4, menjelang akhir abad
hanya segelintir kecil imam yang masih bisa membacanya. Akibat institusi keagamaan
tradisional dibubarkan, pengetahuan tulisan hieroglif semakin menghilang. Usaha untuk
mengartikannya muncul pada masa Bizantium dan Islam di Mesir, tetapi baru pada tahun 1822,
setelah penemuan batu Rosetta dan penelitian oleh Thomas Young dan Jean-François
Champollion, hieroglif baru dapat diartikan.

Budaya
Sebagian besar masyarakat Mesir Kuno bekerja sebagai petani. Kediaman mereka terbuat dari
tanah liat yang didesain untuk menjaga udara tetap dingin di siang hari. Setiap rumah memiliki
dapur dengan atap terbuka. Di dapur itu biasanya terdapat batu giling untuk menggiling tepung
dan oven kecil untuk membuat roti. Tembok dicat warna putih dan beberapa juga ditutupi
dengan hiasan berupa linen yang diberi warna. Lantai ditutupi dengan tikar buluh dilengkapi
dengan furnitur sederhana untuk duduk dan tidur.

Masakan

Masakan Mesir cenderung tidak berubah selama berabad-abad; Masakan Mesir modern
memiliki banyak persamaan dengan Masakan Mesir Kuno. Makanan sehari-hari biasanya
mengandung roti dan bir, dengan lauk berupa sayuran seperti bawang merah dan bawang putih,
serta buah-buahan berbentuk biji dan ara. Wine dan daging biasanya hanya disajikan pada
perayaan tertentu, kecuali di kalangan orang kaya yang lebih sering menyantapnya. Ikan, daging,
dan unggas dapat diasinkan atau dikeringkan, serta direbus atau dibakar.

Arsitektur

Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno yang paling terkenal antara lain: Piramida Giza dan kuil di
Thebes. Proyek pembangunan dikelola dan didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius,
sebagai bentuk peringatan, maupun untuk menunjukkan kekuasaan firaun. Bangsa Mesir Kuno
mampu membangun struktur batu dengan peralatan sederhana namun efektif, dengan tingkat
akurasi dan presisi yang tinggi.

Seni

Bangsa Mesir Kuno memproduksi seni untuk berbagai tujuan. Selama 3500 tahun, seniman
mengikuti bentuk artistik dan ikonografi yang dikembangkan pada masa Kerajaan Lama. Aliran
ini memiliki prinsip-prinsip ketat yang harus diikuti, mengakibatkan bentuk aliran ini tidak
mudah berubah dan terpengaruh aliran lain. Standar artistik—garis-garis sederhana, bentuk, dan
area warna yang datar dikombinasikan dengan karakteristik figure yang tidak memiliki
kedalaman spasial—menciptakan rasa keteraturan dan keseimbangan dalam komposisinya.
Perpaduan antara teks dan gambar terjalin dengan indah baik di tembok makam dan kuil, peti
mati, maupun patung.

Agama dan kepercayaan

Kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan adanya kehidupan setelah kematian dipegang secara
turun temurun. Kuil-kuil diisi oleh dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan
menjadi tempat untuk meminta perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai
sosok yang baik; orang mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajen agar tidak mengeluarkan
amarah. Struktur ini dapat berubah, tergantung siapa yang berkuasa ketika itu.

Dewa-dewa disembah dalam sebuah kuil yang dikelola oleh seorang imam. Di bagian tengah
kuil biasanya terdapat patung dewa. Kuil tidak dijadikan tempat beribadah untuk publik, dan
hanya pada hari-hari tertentu saja patung di kuil itu dikeluarkan untuk disembah oleh
masyarakat. Masyarakat umum beribadah memuja patung pribadi di rumah masing-masing,
dilengkapi jimat yang dipercaya mampu melindungi dari marabahaya. Setelah Kerajaan Baru,
peran firaun sebagai perantara spiritual mulai berkurang seiring dengan munculnya kebiasaan
untuk memuja langsung tuhan, tanpa perantara. Di sisi lain, para imam mengembangkan sistem
ramalan (oracle) untuk mengkomunikasikan langsung keinginan dewa kepada masyarakat.

Militer

Angkatan perang Mesir kuno bertanggung jawab untuk melindungi Mesir dari serangan asing,
dan menjaga kekuasaan Mesir di Timur Dekat Kuno. Tentara Mesir kuno melindungi ekspedisi
penambangan ke Sinai pada masa Kerajaan Lama, dan terlibat dalam perang saudara selama
Periode Menengah Pertama dan Kedua. Angkatan perang Mesir juga bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan terhadap jalur perdagangan penting, seperti kota Buhen pada jalan
menuju Nubia. Benteng-benteng juga didirikan, seperti benteng di Sile, yang merupakan basis
operasi penting untuk melancarkan ekspedisi ke Levant. Pada masa Kerajaan Baru, firaun
menggunakan angkatan perang Mesir untuk menyerang dan menaklukan Kerajaan Kush dan
sebagian Levant.

You might also like