You are on page 1of 26

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN

(Studi Kasus : Pengembangan Pengelolaan Sampah Di Kota Parepare)

Muhammad Aqly Satyawan*

*Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat

ABSTRAK

Pertambahan penduduk yang disertai dengan tingginya arus urbanisasi ke perkotaan


telah menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola setiap
hari. Di satu sisi sampah merupakan bahan-bahan yang tidak bernilai ekonomis
sehingga dibuang, disisi lain ada pihak yang menganggap sampah sebagai barang
berguna. Atas dasar masalah sampah yang terjadi di daerah perkotaan tersebut,
maka dilakukan penelitian agar masalah tersebut dapat teratasi. Penelitian ini
merupakan pengembangan dari sistem pengelolaan sampah perkotaan di kota
Parepare yang dilakukan di tiga kecamatan dan 20 kelurahan dengan luas wilayah
sekitar 99,33 km2. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang berasal dari
survai untuk mendapatkan gambaran secara langsung keadaan di lapangan dan data
sekunder yang dikumpulkan melalui dinas terkait. Responden menunjukkan bahwa
umur dan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap persepsi dalam pengelolaan
sampah. Pengelolaan sampah di kota Parepare saat ini belum memadai karena
minimnya partisipasi masyarakat, lemahnya implementasi hukum dan kurangnya
sumberdaya manusia yang siap terhadap kinerja pengelolaan sampah. Untuk itu
dirancang sebuah sistem pengelolaan yang tepat untuk kota Parepare yaitu
pengelolaan sampah dengan pola 3R+1P, yaitu reduce, reuse, dan recycle yang
dilakukan secara partisipasif berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
Kata kunci : reduce, reuse, dan recycle, pengelolaan sampah

ABSTRACT
Accretion of resident accompanied with urbanization current height to urban have
caused its excelsior of waste volume which must be managed every day. On one
hand, waste as considered as having no economic value, thus disposed, on the other
hand it is viewed as useful material. Beside the problem of that waste happened in
urban area, hence conducted by research. This research represent development of
system management of municipal solid waste in Parepare with three district and 20
village in a region of 99,33 km2. The collected data form primary data which survai
to get existing condition and the secondary data collected from various related
institutions . Responden indicate that age and education level have an effect in
perception of waste management . Waste management in Parepare for this time
unequal because low participation, poor implementation of law and less of human
1
source to organize of waste management. Therefore designed a correct waste
management system for Parepare which waste management with 3R+1P, that is
reduce, reuse, and recycle by participation base on enableness of society.
Keyword : reduce, reuse, and recycle, waste management

PENDAHULUAN

LatarBelakang

Pertambahan penduduk yang disertai dengan tingginya arus urbanisasi ke


perkotaan telah menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola
setiap hari. Hal tersebut bertambah sulit karena keterbatasan lahan untuk Tempat
pembuangan Akhir (TPA) sampah. Pengangkutan sampah ke TPA juga terkendala
karena jumlah kendaraan yang kurang mencukupi dan kondisi peralatan yang telah
tua. Masalah lainnya adalah pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan kaidah-
kaidah yang ramah lingkungan.
Sampah adalah limbah yang bersifat padat, yang terdiri dari zat atau bahan
organik dan non organik, yang dianggap tidak berguna / tidak memiliki manfaat lagi
dan harus dikelola dengan baik sedemikian rupa tidak membahayakan lingkungan.
Dewasa ini sistem pengelolaan sampah di daerah perkotaan dilakukan dengan
mengandalkan armada pengangkut sampah yang mengangkut sampah domestik dan
Industri (SDI),yaitu sampah rumah tangga, pasar, pabrik, rumah sakit, hotel,dsb dari
tempat pembuangan sementara (TPS) ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah-
sampah tersebut terdiri dari bahan organik (sisa-sisa makanan, dapur) dan bahan
nonorganik (kertas, kaca, barang pecah-belah, plastik, mika, kaleng, kain, besi dan
logam lainnya, dsbnya).
Sistem pengelolaan sampah konvensional ini,seperti terlihat pada Gambar 1,
membutuhkan sejumlah gerobak/truk pengangkut (G/T), rute transportasi truk

2
sampah, dan lahan penampung sampah yang lokasinya jauh dari pemukiman
domestik, serta sejumlah insinerator (INS) untukpembakaran sampah.

Gambar 1. Sistem pengelolaan Sampah Konvensional

BatasanMasalah

Untuk mempermudah dalam memahami makalah ini, maka penulis membatasi


permasalahan yang dibahas di dalam tulisan ini. Batasan masalah tersebut antara lain
yaitu mengenai pembahasan lanjut tentang teknis oprasional pengelolaan
persampahan, membahas perencanaan pengelolaan sampah dalam perspektif
keberlanjutan, membahas lebih jauh mengenai sistem pengelolaan sampah dengan
pola 3R+1P, serta membahas pengembangan sistem pengelolaan sampah yang tepat
di kota Parepare.

Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah mengetahui definisi,
komposisi, sumber-sumber serta timbulan sampah, mengetahui teknis oprasional
pengelolaan persampahan, merencanakan pengelolaan sampah dalam perspektif
keberlanjutan, mengetahui dan menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan pola
3R+1P, serta mengetahui penentuan dan pengembangan sistem pengelolaan sampah
yang tepat di kota Parepare.

Metode Penulisan

3
Dalam pembuatan tulisan ini, metode yang digunakan adalah metode
kepustakaan, metode ini menggunakan buku-buku yang berkaitan serta metode
Internet, metode ini menggunakan media online sebagai bahan referensi.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Sampah

Banyak sekali pengertian mengenai sampah/limbah padat itu sendiri. Sampah


merupakan produk samping dari aktifitas manusia sehari-hari, sampah ini apabila
tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan tumpukan sampah yang semakin
banyak.  Menurut UU 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, mendefinisikan
sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.   Atau bisa juga diartikan sebagai ”Sampah adalah semua buangan
yang timbul akibat aktifitas manusia dan hewan yang biasanya berbentuk padat yang
dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi (tchobanoglous, 1993)”.
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah
umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon,
kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb (SNI 19-
2454-1991).
Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan terciptanya kehidupan
yang sejahtera lahir dan batin dalam suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pengelolaan sampah dengan paradigma yang sampai saat ini dianut tidaklah kondusif
untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Untuk dapat
melaksanakan amanat Undang-undang Dasar 1945 tersebut pengelolaan sampah
harus melandaskan diri pada paradigma baru yang memandang sampah sebagai
sumber daya yang dapat memberikan manfaat.

4
Sumber-Sumber Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 Bab I Pasal 1 menyebutkan sumber sampah adalah


asal timbulan sampah .Sumber sampah pada umumnya berkaitan dengan tata guna
lahan, seperti daerah perumahan, perkantoran, kawasan komersial, dan lain-lain
sehingga sumber-sumber sampah ini dapat dikembangkan sejalan dengan
pengembangan tata guna lahannya. Ada beberapa kategori sumber sampah yang
dapat digunakan sebagai acuan, yaitu :
1. Sumber sampah yang berasal dari daerah perumahan.
Contoh: perumahan masyarakat berpenghasilan tinggi, menengah, dan rendah.
2. Sumber sampah yang berasal dari daerah komersial.
Contoh: pasar, pertokoan, hotel, restoran, bioskop, industri, dll.
3. Sumber sampah yang berasal dari fasilitas umum.
Contoh: perkantoran, sekolah, rumah sakit, taman, jalan, saluran/sungai, dll.
4. Sumber sampah yang berasal dari fasilitas sosial.
Contoh: panti-panti sosial dan tempat-tempat ibadah.
5. Dari sumber-sumber lain.

Bahan Baku sampah

Pengolahan sampah

Proses Daur Ulang Pengolahan Lanjut

Konsumen

Pembuangan Akhir

5
Gambar 2. Proses Pembentukan Sampah

Jenis Sampah

Berdasarkan jenis sampah pada prinsipnya dibagi 3 bagian besar, yaitu :


a. Sampah padat.
b. Sampah cair.
c. Sampah dalam bentuk gas.
Sampah pada umumnya dibagi 2 jenis, yaitu :
1. Sampah organik : yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik,
karena itu tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N, dll, (umumnya sampah
organik dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan,
karton, kain, karet, kulit, sampah halaman).
2. Sampah anorganik : sampah yang bahan kandungan non organik, umumnya
sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca, kaleng,
alumunium, debu, logam-logam lain (Hadiwiyoto, 1983).

Laju Timbulan Sampah

Dari definisinya dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sampah itu tidak
diproduksi, tetapi ditimbulkan (solid waste is generated, not produced). Oleh karena
itu dalam menentukan metode penanganan yang tepat, penentuan besarnya timbulan
sampah sangat ditentukan oleh jumlah pelaku dan jenis dan kegiatannya.
Idealnya, untuk mengetahui besarnya timbulan sampah yang terjadi, harus
dilakukan dengan suatu studi. Tetapi untuk keperluan praktis, telah ditetapkan suatu
standar yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum. Salah satunya adalah SK
SNI S-04- 1993-03 tentang Spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan kota

6
sedang. Dimana besarnya timbulan sampah untuk kota sedang adalah sebesar 2,75-
3,25 liter/orang/hari atau 0,7-0,8 kg/orang/hari.
Adapun faktor-faktor yang memepengaruhi macam, jenis, dan besarnya
timbulan sampah yaitu :
1. Jenis bangunan yang ada
2. Tingkat aktivitas
3. Iklim
4. Musim
5. Letak Geografis
6. Topografi
7. Jumlah Penduduk
8. Sosial-Ekonomi
9. Perkembangan Teknologi

Pengelolaan Persampahan

Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan


berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan
sampah adalah pengumpulan , pengangkutan , pemrosesan , pendaur-ulangan , atau
pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material
sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi
dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga
dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa
melibatkan zat padat , cair , gas , atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus
untuk masing masing jenis zat. Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung
banyak hal , diantaranya tipe zat sampah , tanah yg digunakan untuk mengolah dan
ketersediaan area.
Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam
penggunaannya, antara negara-negara atau daerah. Beberapa yang paling umum,
banyak-konsep yang digunakan adalah:
7
Gambar 3. Hirarki Pengelolaan Sampah

 Hirarki Sampah - hirarki sampah merujuk kepada " 3 M " mengurangi sampah,
menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang mengklasifikasikan strategi
pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari segi minimalisasi sampah.
Hirarki sampah tetap menjadi dasar dari sebagian besar strategi minimalisasi
sampah. Tujuan hirarki ini adalah untuk mengambil keuntungan maksimum dari
produk-produk praktis dan untuk menghasilkan limbah dalam jumlah minimum.
 Perpanjangan tanggung jawab penghasil sampah / Extended Producer
Responsibility (EPR). (EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk
mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-produk
mereka di seluruh siklus (termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup) ke dalam
pasar harga produk. Tanggung jawab produser diperpanjang dimaksudkan untuk
menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan kemasan yang
diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur, impor dan / atau
menjual produk diminta untuk bertanggung jawab atas produk mereka berguna
setelah kehidupan serta selama manufaktur.

8
 Prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah prinsip di
mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan. Sehubungan
dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah
untuk membayar sesuai dari pembuang.

Sistem pengelolaan sampah terdiri dari aspek manajemen pengelolaan


persampahan, aspek pembiayaan, , aspek pengaturan, aspek peran serta masyarakat,
dan aspek teknik oprasional.

1. Aspek Organisasi Dan Manajemen

Aspek ini mempunyai peranan pokok : menggerakan, mengaktifkan dan


mengarahkan sistem manajemen persampahan kota.Sub sistem ini meliputi bentuk
serta pola organisasi dan komponen pelengkapnya, yakni persoalan serta sistem
manajemen. Struktur manajemen meliputi perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian untuk jenjang strategis, teknik maupun operasional

2. Aspek Pembiayaan

Aspek ini merupakan komponen sumber dalam arti supaya sistem mempunyai
kinerja yang baik. Sub sistem ini diatur dengan struktur pembiayaan dalam bentuk
anggaran serta alternatif sumber pendanaan.

3. Aspek Pengaturan

9
Aspek ini merupakan komponen yang menjaga pola / dinamika sistem agar dapat
mencapai sasaran secara efektif. Umumnya kompleksitas permasalahan justru
diredam oleh penerbitan peraturan yang mengatur seluruh komponen yang secara
umum dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

1) Sebagai landasan pendirian instansi pengelola (Dinas Perusahaan Daerah dan


lainnya)
2) Sebagai landasan pemberlakuan struktur tarif
3) Sebagai landasan ketertiban umum (masyarakat) dalam pengelolaan persampahan

4. Aspek Peran Serta Masyarakat

Dalam kondisi keterbatasan kemampuan sistem, yakni penyediaan kapasitas


kerja maupun pendanaan, maka salah satu alternatif adalah peran serta masyarakat.
Untuk itu diperlukan upaya untuk menumbuhkan peran masyarakat dalam
pengelolaan sampah dengan membentuk program yang dilaksanakan secara terarah,
intensif, dan berorientasi kepada penyebarluasan pengetahuan, penanaman kesadaran,
peneguhan sikap dan pembentukan perilaku.

5. Aspek Teknik Oprasional

Aspek ini merupakan komponen yang paling dekat dengan obyek pengelolaan
sampah. Aspek ini terdiri dari perangkat keras, misalnya : sarana pewadahan,
pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Disini permasalahan yang
timbul pada umumnya berkisar pada perbedaan yang jauh antara kebutuhan dan
kapasitas operasi yang dapat disediakan oleh sistem.

10
Tchobanolous dkk. (1993), berdasarkan 6 komponen utama dalam sistem
pengelolaan sampah terpadu, maka teknik operasional persampahan terdiri dari :

(1) penentuan/perhitungan jumlah timbulan sampah


(2) penanganan dan pengolahan sampah di sumbernya
(3) pengumpulan sampah
(4) pemisahan, proses pengolahan dan perubahan sampah
(5) pemindahan dan pengangkutan sampah
(6) pengolahan akhir sampah.

Gambar 4. Skema Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan

Timbulan Sampah
11
Alasan utama diperlukannya penentuan/perhitungan jumlah timbulan sampah
adalah untuk mendapatkan informasi/data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
perencanaan dan pengoperasian sistem pengelolaan persampahan terpadu yang efektif
dan efisien. Jumlah timbulan sampah bisa ditentukan berdasarkan volume (m3) atau
berat sampah (kg). Penggunaan ukuran berat sampah lebih disarankan, karena
penggunaan ukuran volume sampah sangat dipengaruhi oleh kondisi sampah pada
saat pengukuran (dipadatkan atau tidak dipadatkan). Namun, penggunaan ukuran
volume sampah sebagai besaran timbulan sampah akan sangat berguna dalam
penentuan kapasitas lahan pengolahan akhir (landfill). Selain jumlah timbulan
sampah, hal yang perlu diketahui adalah laju timbulan sampah. Laju timbulan sampah
merupakan besaran yang digunakan untuk menjelaskan jumlah timbulan sampah
yang dihasilkan setiap orang per-hari dengan satuan berat (kg/orang/hari) atau dengan
satuan volume (m³/orang/hari). Beberapa metode penentuan/perhitungan jumlah
timbulan maupun laju timbulan sampah yang umum digunakan antara lain :
1. Load-Count Analysis
2. Material-Balance Analysis
3. Statistical Analysis

Penanganan Sampah Di Sumbernya

Penanganan sampah pada sumbernya adalah semua perlakuan terhadap sampah


yang dilakukan sebelum sampah di tempatkan di tempat pembuangan. Kegiatan ini
bertolak dari kondisi di mana suatu material yang sudah dibuang atau tidak
dibutuhkan, seringkali masih memiliki nilai ekonomis. Penanganan sampah ditempat,
dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan sampah pada tahap
selanjutnya.

12
Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi pemilahan
(shorting), pemanfaatan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle). Tujuan utama dan
kegiatan di tahap ini adalah untuk mereduksi besarnya timbulan sampah (reduce).

Pewadahan

Penyimpanan sampah yang bersifat sementara ini sebaiknya disediakan tempat


sampah yang berbeda untuk macam atau jenis sampah tertentu. Idealnya sampah
basah hendaknya dikumpulkan dengan sampah basah, demikian pula sampah kering,
sampah yang mudah terbakar, sampah yang tidak mudah terbakar dan lain sebagainya
hendaknya ditempatkan secara terpisah (Anonim, 1995).
Dalam pewadahannya sampah umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Individual : dimana disetiap sumber timbulan sampah terdapat tempat sampah.
Misalnya didepan setiap rumah dan pertokoan.
b. Komunal : yaitu timbulan sampah dikumpulkan pada suatu tempat sebelum sampah
tersebut diangkut ke TPA. Metode yang digunakan dalam pengumpulan sampah
secara komunal biasanya, yaitu :
1. Depo sampah, biasanya dipergunakan untuk menampung sampah dari perumahan
padat. Depo dibuat dari pasangan bata/batu dengan volume antara 12 – 25 m 3, atau
ekivalen dengan pelayanan terhadap 10 ribu jiwa. Jarak maksimum untuk
mendapatkan depo adalah 150 m.
2. Bak dengan pintu tertutup, pewadahan komunal yang paling umum. Biasanya
terbuat dari kayu atau bata atau beton dengan pintu. Kapasitas antara 1 -10 m 3.
Untuk bak dengan kapasitas 2 m3 mampu melayani 2 ribu orang. Biasanya
ditempatkan di pinggir jalan besar atau ditempat terbuka.
3. Bak sampah tetap, biasanya pewadahan ini terbuat dari balok beton, perbedaan
jenis ini dengan bak pintu penutup adalah tidak adanya pintu pembuangan.
Kapasitas biasanya tidak lebih dari 2 m3.

13
4. Bak dari bis beton, biasanya digunakan didaerah dengan kepadatan relatif rendah,
ukuran relatif kecil dan relatif murah. Ukuran yang biasa digunakan adalah
diameter 1 m.
5. Drum 200 liter, pemanfaatan dari bekas drum minyak atau semacamnya. Bagian
dalam drum di cat dengan bitumen. Untuk jenis ini pengambilan dilakukan setiap
hari.
6. Bin baja yang mudah diangkat, biasanya dipergunakan di daerah pemukiman
kalangan atas, bin digalvanis dengan kapasitas 100 liter untuk 10 keluarga.

Tabel 1. Pola dan Karakteristik Pewadahan Sampah

Pengumpulan

Adalah kegiatan pengumpulan sampah dan sumbernya menuju ke lokasi TPS.


Penggunaan jenis atau cara pengumpulan bergantung dari daerah pelayanan, tingkat
social-ekonomi masyarakat, sarana dan prasarana yang dilayani. Secara umum
pengumpulan sampah digambarkan sebagai berikut :

14
Gambar 5. Sistem Pengumpulan Sampah

Keterangan :

E Sumber timbulan sampah

 Kendaraan pengumpul

 Transfer Depo

 Kendaraan Pengangkut

 Wadah komunal

Dari gambar di atas dapat dilihat berbagai jalur pengumpulan, yaitu :


1. Pengumpulan individual tidak langsung
Kendaraan pengumpul (gerobak) mengambil timbulan sampah langsung dari
pengguna jasa. Kemudian diangkut ke transfer depo lalu dibawa oleh kendaraan
pengangkut (truck) untuk di buang ke tempat pembuangan akhir (TPA)
2. Pengumpulan individual langsung
Kendaraan pengangkut (truk) langsung mengambil timbulan sampah dari
pengguna jasa untuk kemudian dibuang ke TPA
3. Pengumpulan komunal langsung
15
Pengguna jasa mengumpulkan sampah secara komunal pada wadah kmunal untuk
diangkut oleh kendaraan pengangkut dan langsung dibuan ke TPA
4. Pengumpulan komunal tidak langsung
Pengguna jasa mengumpulkan sampah secara komunal pada wadah komunal
untuk dibawa oleh kendaraan pengumpul, kemudian di bawa ke transfer depo,
lalu diangkut oleh kendaraan pengangkut untuk dibuang ke TPA.

Pemindahan dan Pengangkutan

Pemindahan yaitu penampungan sementara sampah sebelum diangkut oleh truk.


Sarana yang digunakan dapat berupa sebuah area pemindahan, atau sebuah wadah
besar yang peletakkannya terpusat atau tersebar. Pemindahan dapat dilakukan dengan
cara manual, mekanis, maupun gabungan dari keduanya. Tabel berikut adalah tipe-
tipe pemindahan.

Tabel 2. Tipe Pemindahan

16
Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan sampah dan TPS menuju lokasi
pembuangan pengolahan sampah atau lokasi pembuangan akhir. Operasi
pengangkutan yang ekonomis ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Dipilih rute yang sependek-pendeknya dan sedikit hambatan.
b. Mempergunakan truck yang kapasitas daya angkutan maksimal yang
memungkinkan.
c. Mempergunakan kendaraan yang hemat bahan bakar.
d. Jumlah trip pengangkutan sebanyak mungkin dalam waktu yang diizinkan.
Persyaratan untuk kendaraan pengangkutan sampah adalah :
 Sampah harus tertutup selama pengangkutan, minimal ditutup dengan jaring.
 Tinggi bak maksimum 1,6 m.
 Sebaiknya ada alat ungkit.
 Disesuaikan dengan kondisi jalan yang akan dilalui.
Sistem pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan metode Hauled Container
System (HCS) adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya
dapat dipindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat pemrosesan akhir. HCS merupakan
sistem wadah angkut untuk daerah komersil. Stationary Container System (SCS)
adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak dibawa
berpindah-pindah (tetap). Wadah pengumpulan ini dapat berupa wadah yang dapat
diangkat atau yang tidak dapat diangkat. SCS merupakan sistem wadah tinggal
ditujukan untuk melayani daerah permukiman.
Pola pengangkutan sampah dapat berupa langsung maupun tidak langsung.
Terdapat enam model pengangkutan sampah yang masing-masing memiliki kelebihan
dan kekurangan dalam aspek yang berbeda-beda baik dalam efisiensi waktu maupun
efisiensi daerah pelayanan. Jenis kendaraan pengangkut yang digunakan yaitu berupa
truk terbuka, dump truck, arm-roll truck, roll-on truck, multi-loader truck, compactor
truck.
Arm-roll Truck Dump Truck

17
Compactor Truck Truck with Separator

Gambar 6. Jenis Kendaraan Oprasional

Pengolahan

Bergantung dari jenis dan komposisinya, sampah dapat diolah. Berbagai alternatif
yang tersedia dalam pengolahan sampah, di antaranya adalah transformasi fisik,
pembakaran (incinerate), pembuatan kompos (composting), Energy recovery, dan
pembuangan akhir.

Perencanaan Kegiatan Operasional Daerah Pelayanan

Perencanaan daerah pelayanan berupa identifikasi masalah dan potensi yang


tergambar dalam peta-peta sebagai berikut :
1) Peta problem minimal, menggambarkan kerawanan sampah, tingkat kesulitan
pelayanan, kerapatan timbulan sampah, tat guna lahan
2) Peta pemecahan masalah, menggambarkan pola yang digunakan, kapasitas
perencanaan (alat dan personil), jenis sarana dan prasarana

18
 Strategi Pelayanan
Mendahulukan pencapaian keseimbangan pelayanan dilihat dari segi
kepentingan sanitasi dan ekonomis, kuantitas dan kualitas pelayanan
 Frekuensi Pelayanan
Berdasarkan hasil penentuan skala kepentingan daerah pelayanan, frekuensi
pelayanan dapat dibagi dalam beberapa kondisi sebagai berikut :
1) Wilayah dengan pelayanan intensif adalah daerah di jalan protokol, pusat
kota,kawasan pemukiman tidak teratur dan daerah komersial
2) Wilayah dengan pelayanan menengah adalah kawasan pemukiman teratur
3) Wilayah dengan pelayanan rendah adalah daerah pinggiran kota

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di kota Parepare meliputi 3 Kecamatan dan 21


Kelurahan, dengan luas wilayah sekitar 99,33 km2. Penentuan lokasi didasarkan atas
tingkat kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk rendah yaitu kurang dari 8.000
jiwa/km2, kepadatan penduduk sedang yaitu antara 8.000 – 15.000 jiwa/km 2 dan
kepadatan penduduk tinggi yaitu lebih dari 15.000 jiwa/km 2 (BPS Kota Parepare
2006).

Metode Penentuan Jumlah Sampel

Berdasarkan rumus Stroin dan Bag (Fauzy 2001), dengan batas kesalahan untuk
penelitian deskriptif sebesar 10% dengan rumus :

Maka jumlah populasi kepala keluarga yang tinggal dilokasi penelitian yakni 97
kepala keluarga. Hasil jumlah kepala keluarga tersebut dibulatkan menjadi 100
kepala keluarga dengan pertimbangan untuk memudahkan perhitungan. Dengan
banyak kepala keluarga tiap kelurahan yang berbeda-beda.

19
Jenis dan Sumber Data :

 Pengumpulan data primer :


a. Survai di lakukan dalam rangka, mendapatkan gambaran secara langsung
keadaan saat ini (existing condition) pada kelurahan terpilih dan
mengumpulkan data primer : jumlah TPS dan container
b. Wawancara dilakukan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan.
Informasi yang dikumpulkan dari responden mencakup : umur dan jenis
kelamin, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga,
jenis sampah yang diproduksi, dan cara membuang sampah.
c. Data primer mencakup : jumlah TPS dan container, jumlah sampah pada TPS
dan container, serta sampah organic dan sampah anorganik.
 Pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data diperoleh melalui DKP Kota
Parepare dan dinas terkait.

Analisis Data

 Data primer dan data sekunder yang terdiri dari keadaan jumlah penduduk,
jumlah sampah, sampah organik dan anorganik, jumlah TPS dan container,
jumlah armada dan jumlah tenaga lapang. Data yang diperoleh diolah dengan
cara tabulasi dan dianalisis secara deskriptif ( Sevilla et al, 1993)
 Pemodelan. Analisis model pengelolaan sampah perkotaan dilakukan dengan
memperhatikan variabel yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. Analisis
simulasi dilakukan untuk melihat perilaku dari model. Rancangan model
disusun menggunakan perangkat lunak program Powersim. (Arne et al,1996
dan Muhammadi et al, 2001).

20
HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Responden

Karakteristik rsponden diidentifikasi melalui daftar angket yang meliputi jenis


kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jumlah anggota rumah
tangga. Analisis regresi untuk menguji pengaruh peubah bebas (jenis kelamin dan
umur responden) terhadap peubah tak bebas (persepsi responden mengenai
pengelolaan samapah) dilakukan dengan uji t.
Hasil uji t menunjukkan berbagai macam variasi nilai signifikansi terhadap jenis
kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, serta jumlah
anggota keluarga. Apabila signifikansi berada diatas 0,05, maka tidak terdapat
pengaruh sinifikan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas.
Uji t yang dilakukan terhadap nilai signifikansi jenis kelamin memperlihatkan
bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi persepsi dalam pengelolaan sampah karena
nilai signifikansi berada diatas 0,05. Terhadap pengaruhnya pada umur ternyata
terdapat pengaruh yang signifikan antara umur terhadap persepsi dalam pengelolaan
sampah, hal ini dikarenakan nilai signifikansi yang diperoleh berada di bawah 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua responden, semakin memahami tentang
masalah lingkungan khususnya tentang pengelolaan samapah. Selain itu, tingkat
pendidikan juga memiliki pengaruh terhadap persepsi responden tentang pengelolaan
sampah karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia dapat semakin
memahami pentingnya pengelolaan lingkungan. Pada jenis pekerjaan, tingkat
pendapatan dan jumlah anggota rumah tangga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
pengaruh terhadap persepsi dalam pengelolaan sampah hal ini dikarenakan
signifikansi dari tiga variable tersebut di atas 0,05.

Sistem Pengelolaan Sampah Kota Parepare Saat Ini

21
Timbulan sampah kota Parepare terus meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk, pola konsumsi dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Data DKP
kota Parepare tahun 2007, timbulan sampah sebanyak 153.360 m3/th atau sekitar 426
m3/hari. Jumlah tersebut berasal dari sampah rumah tangga (65,5%), sampah pasar
(15,7%), sampah pertokoan, hotel dan restoran (5,7%), sampah industry (4,8%)
sampah fasilitas umum (4,5%) dan sampah sapuan jalan (3,8%). Pengelolaan sampah
yang dilakukan saat ini dengan cara memindahkan sampah dari sumbernya ke TPA
tanpa melakukan pemilahan sampah.

Produksi Sampah, Sarana dan Aspek Manajemen

Produksi sampah kota Parepare terus meningkat seiring dengan meningkatnya


penduduk dengan segala aktifitasnya, sehingga dapat menimbulkan ketidak
seimbangan antara produksi dan kemampuan pengelolaannya. Namun jenis sampah
yang diproduksi oleh rumah tangga pada 3 kelurahan yang dijadikan lokasi penelitian
telah dilakukan pengolahan.
Sarana pengumpulan dan armada pengakut sampah yang ada ternyata tidak
sebanding dengan produksi sampah per hari masyarakat di kota Parepare, sehingga
mesyarakat cenderung membuang sampah di sembarang tempat. Untuk itu DKP kota
Parepare perlu menambah sekitar 10 unit armada pengangkut sampah serta beberapa
sarana tempat pembuangan sampah (container, tong dan TPS) sehingga sesuai dengan
produksi sampah per hari.
Dengan berorientasi pada tujuan yang akan dicapai pada pengelolaan sampah di
kota Parepare yaitu kota yang bersih, maka manajemen sampah yang ditempuh
sebagai berikut : (1) diperlukan adanya suatu perencanaan pengelolaan sampah yang
dapat ditetapkan secara oprasional yang dapat diperhitungkan dengan berhasil guna
dan berdaya guna, (2) mengembangkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia
sesuai dengan tuntutan organisasi, (3) terdapatnya sumberdaya yang mampu
menangani dari sudut manusia, dana, srana, dan etos kerja. Berdasarkan hal tersebut,
maka pemecahan pengelolaan sampah dengan pola 3R+1P untuk mewujudkan kota
22
Parepare menjadi kota bersih dan dapat mengurangi ketergantungan lahan yang
dipergunakan untuk pembuangan akhir sehingga kebutuhan lahan menurun. Tujuan
akhir yang ingin dicapai dalam pengelolaan sampah adalah system manajemen yang
berbasis masyarakat yang dimulai dari partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah ditingkat rumah tangga.

Zero Waste dan Partisipasi

Zero waste merupakan suatu konsep yang mendukung agar segala tindakan atau
usaha sama sekali tidak menghasilkan sampah yang dapat mencemari lingkungan.
Widyatmoko dan Sintorini (2002) mengemukakan bahwa prinsip pengelolaan sampah
asal buang tanpa memilah-milah dan mengolahnya terlebih dahulu akan
menghabiskan lahan yang sangat luas sebagai TPA juga merupakan pemborosan
energy dan bahan baku yang tersedia sangat terbatas di alam. Berdasarkan hal
tersebut maka perlu dilakukan pengelolaan sampah dengan benar yakni dengan
melakukan pola 3R+1P yakni : reduce, reuse, recycle dan partisipasi.

Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah dengan Pola 3R+1P

Untuk mengantsipasi system pengelolaan sampah dengan pola 3R+1P kota


Parepare, maka diperlukan adanya pembenhan dan penyempurnaan yang perlu
dilakukan yakni :
 Aspek sumberdaya manusia
Diperlukan adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dan dinas-dinas terkait
kota Parepare. Karena system pengelolaan sampah dengan pola 3R+1P akan
memberikan manfaat kepada masyarakat sendiri, disamping untuk kebersihan
lingkungan juga sampah anorganik dapat dimanfaatkan kembali sesuai
kegunaannya. Partisipasi masyarakat dalam melakukan pemisahan sampah
merupakan faktor penting dalam keberhasilan pengelolaan sampah perkotaan.
23
Selain itu diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang diharapkan
siap untuk meghadapi peningkatan kinerja pengelolaan sampah dengan pola
3R+1P .
 Aspek hukum
Aspek hukum yang mengatur system pengelolaan sampah kota parepare
tercantum dalam Perda Nomor 4 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Kebersihan
dan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Parepare. Perda ini perlu
dilakukan penyempurnaan dan masih lemah dalam implementasinya.
Kelemahannya tidak memuat cara-cara pengelolaan sampah yang baik yang
dilakukan masyarakat secara individual maupun secara bersama oleh pemerintah.
Disamping itu seharusnya dalam Perda tersebut memuat tentang pengelolaan
sampah akan memberikan dasar hukum terhadap tindakan atau sanksi dapat
dilakukan dalam setiap pelanggaran.
 Aspek institusi
Penanganan sampah kota Parepare berada di bawah tanggung jawab DKP yang
bertanggung jawab langsung pada walikota. Namun keberadaan lembaga ini
belum efektif karena masih adanya seksi pada lembaga ini dipandang kurang
relevan, sehingga perlu penyempurnaan. Penyempurnaan yang perlu dilakukan
antara lain yaitu dipisahkannya seksi pemakaman dan dimasukkan ke Dinas Tata
Kota dan Lingkungan Hidup. DKP Kota Parepare bertanggung jawab hanya
khusus menangani masalah kebersihan dengan tugasnya yaitu untuk menciptakan
kota yang bersih, indah, nyaman dan sehat agar menjadi tempat tinggal yang ideal
bagi penduduknya dalam bentuk : (1) kebersihan kota, (2) kebersihan jalan, (3)
kebersihan saluran-saluran air dalam sektornya dan (4) penataan taman-taman
kota.

KESIMPULAN

24
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah :
1. Sampah adalah semua buangan yang timbul akibat aktifitas manusia dan hewan
yang biasanya berbentuk padat yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak
diinginkan lagi (tchobanoglous, 1993)
2. Sistem pengelolaan sampah terdiri dari aspek manajemen pengelolaan
persampahan, aspek pembiayaan, , aspek pengaturan, aspek peran serta
masyarakat, dan aspek teknik oprasional
3. Teknik oprasional dalam pengelolaan sampah perkotaan terdiri dari
penentuan/perhitungan jumlah timbulan sampah, penanganan dan pengolahan
sampah di sumbernya, pengumpulan sampah, pemisahan, proses pengolahan dan
perubahan sampah, pemindahan dan pengangkutan sampah dan pengolahan akhir
sampah.
4. Model pengelolaan sampah yang ideal di Kota Parepare adalah pengelolaan
sampah dengan pola 3R+1P yaitu reduce, reuse dan recycle yang dilakukan
secara partisipasif berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Karakteristik 3R+1P
yakni reduce dengan melakukan pengurangan jumlah sampah dengan
menghindari penggunaan bungkus yang berlebihan, reuse dengan melakukan
pemakaian kembali barang berdasarkan ide dan penemuannya, recycle dengan
melakukan daur ulang barang bekas sehingga menjadi barang yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
Aji, Mukti, 2008. Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu. (Available from URL:
http: //mukti-aji.blogspot.com/2008/05/system-pengelolaan-sampah-
terpadu.html,diakses tanggal 10 Maret 2010)
Anonim, 1991. Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, (SNI 19-2454-
1991). Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Anonim, 2009.Pengelolaan Sampah. (Available from URL:
http://id.wikipedia.org/wiki/index.php?
title=Pengelolaan_sampah&action=edit&redlink=1,diakses tanggal 10 Maret
2010)
Hadiwiyoto. S, 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu.
Jakarta.
25
Jefrihutagalung, 2009. Sampah. (Available from URL:
http://jefrihutagalung.wordpress.com/2009/06/24/sampah.html,diakses
tanggal 10 Maret 2010)
Tchobanoglous. G. Theisen. H & Vigil. S.A, 1993. Integrated Solid Waste
Management Engineering Principles and Management Issues. Mc Graw-Hill.
Singapore.

26

You might also like