Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
NASHIRATUN AMANAH
H1E108038
DOSEN
NOPI STIYATI P, S.Si, MT
Key words : management of environmental quality, ground of ex- mine, serasah, earth-
worm, lamtoro and turi.
ABSTRAK
Latar Belakang
Batasan Masalah
Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, digunakan teori kajian pustaka yang berasal
dari buku yang menunjang pembahasan tentang pengelolaan kualitas lingkungan.
Selain itu juga berasal dari referensi-referensi di internet yang tentunya
memberikan informasi-informasi tambahan yang terbaru. Sumber – sumber
tersebut kemudian dikumpulkan dan menjadi analisis untuk pembahasan masalah.
TINJAUAN PUSTAKA
b. Tanaman Turi
Turi umumnya ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias, di tepi jalan
sebagai pohon pelindung, atau ditanam sebagai tanaman pembatas pekarangan.
Tanaman ini dapat ditemukan di bawah 1.200 m dpl. Pohon 'kurus' berumur
pendek, tinggi 5-12 m, ranting kerapkali menggantung. Kulit luar berwarna
kelabu hingga kecoklatan, tidak rata, dengan alur membujur dan melintang tidak
beraturan, lapisan gabus mudah terkelupas. Di bagian dalam berair dan sedikit
berlendir. Percabangan baru keluar setelah tinggi tanaman sekitar 5 m. Berdaun
majemuk yang letaknya tersebar, dengan daun penumpu yang panjangnya 0,5-1
cm. Panjang daun 20-30 cm, menyirip genap, dengan 20-40 pasang anak daun
yang bertangkai pendek. Helaian anak daun berbentuk jorong memanjang, tepi
rata, panjang 3-4 cm, lebar 0,8-1,5 cm. Bunganya besar dalam tandan yang keluar
dari ketiak daun, letaknya menggantung dengan 2-4 bunga yang bertangkai,
kuncupnya berbentuk sabit, panjangnya 7-9 cm. Bila mekar, bunganya berbentuk
kupu-kupu.
Ada 2 varietas tanaman turi, yaitu berbunga putih dan berbunga merah.
Buah bentuk polong yang menggantung, berbentuk pita dengan sekat antara,
panjang 20-55 cm, lebar 7-8 mm. Biji 15-50, letak melintang di dalam polong.
Akarnya berbintil-bintil, berisi bakteri yang dapat memanfaatkan nitrogen,
sehingga bisa menyuburkan tanah.
Kegunaan tanaman turi bermacam – macam dan hamper seluruh bagian
tubuhnya dapat di manfaatkan. Daun, bunga dan polong muda dapat dimakan
sebagai sayur atau dipecel. Bunganya gurih dan manis, biasanya bunga berwarna
putih yang dikukus dan dimakan sebagai pecel. Daun dan ranting muda juga
merupakan makanan ternak yang kaya protein. Turi juga dipakai sebagai pupuk
hijau. Daunnya mengandung saponin sehingga dapat digunakan sebagai pengganti
sabun setelah diremas-remas dalam air untuk mencuci pakaian. Sari kulit batang
pohon turi digunakan untuk menguatkan dan mewarnai jala ikan. Kulit batang turi
merah kadang dijual dengan nama kayu timor. Turi berbunga merah lebih banyak
dipakai dalam pengobatan, karena memang lebih berkhasiat. Mungkin kadar
taninnya lebih tinggi, sehingga lebih manjur untuk pengobatan luka ataupun
disentri. Perbanyakan dengan biji atau stek batang.
Serasah dan Cacing Tanah
a. Serasah
Serasah atau seresah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan
berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah
membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah), dan
akhirnya menjadi tanah. Lapisan serasah juga merupakan dunia kecil di atas tanah,
yang menyediakan tempat hidup bagi berbagai makhluk terutama para
dekomposer. Berbagai jenis kumbang tanah, lipan, kaki seribu, cacing tanah,
kapang dan jamur serta bakteri bekerja keras menguraikan bahan-bahan organik
yang menumpuk, sehingga menjadi unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan kembali
oleh makhluk hidup lainnya. Jadi serasah dapat berguna untuk pertumbuhan
tanaman.
b. Cacing Tanah
Planet bumi telah diciptakan untuk menjadi tempat kehidupan yang baik.
Didalamnya terdapat berbagai jenis makluk hidup yang memiliki peran dan fungsi
berbeda. Segala perbedaan peran yang dijumpai dalam kehidupan mendukung
fungsi kehidupan agar dapat berjalan dengan baik. Manusia sebagai makluk
dengan tingkatan tertinggi, bertanggung jawab menjaga keseimbangan kehidupan
dan kelestarian semua makluk hidup. Salah satu hewan yang berperan penting
bagi lingkungan dan kesejahtraan manusia secara umum adalah cacing tanah.
Klasifikasi Cacing Tanah
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Oligochaeta
Famili : Lumbridae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus sp
Charles Darwin telah menghabiskan waktunya selama hampir 40 tahun
untuk mengamati kehidupan cacing tanah. Ia menyebut cacing tanah sebagai
mahluk penentu keindahan alam dan pemikat bumi. Para petani pun telah
mengetahui secara turun-temurun, bahwa cacing tanah dapat meningkatkan
kesuburan tanah pertanian. Lahan pertanian yang mengandung cacing tanah pada
umumnya akan lebih subur karena tanah yang bercampur dengan kotoran cacing
tanah sudah siap untuk diserap oleh akar tanaman. Cacing tanah yang ada di
dalam tanah akan mencampurkan bahan organik pasir ataupun bahan antara
lapisan atas dan bawah. Aktivitas ini juga menyebabkan bahan organik akan
tercampur lebih merata. Kotoran cacing tanah juga kaya akan unsur hara. Ahli-
ahli pertanian di luar negeri dari tahun ke tahun tertarik oleh gerak-gerak cacing
tanah. Mereka menyatakam bahwa kadar kimiawi kotoran cacing dan tanah asli-
nya banyak perbedaannya.
Pada tahun 1941 hasil penelitian T.C. Puh menyatakan, bahwa karena akti-
vitas cacing tanah, maka N, P, K tersedia dan bahan organik dalam tanah dapat
meningkat. Unsur-unsur tersebut merupakan unsur pokok bagi tanaman. Tahun
1949 Stockli dalam penelitiannya menjelaskan, bahwa humus dan mikroflora
kotoran cacing tanah lebih tinggi dari tanah aslinya. Demikian juga percobaan
pada tanah-tanah gundul bekas tambang di Ohio (Amerika Serikat) menunjukan,
bahwa cacing tanah dapat meningkatkan kadar K tersedia 19% dan P tersedia
165%. Ahun 1979, Wollny juga menyatakan bahwa cacing tanah mempengaruhi
kesuburan dan produktivitas tanah. Dengan adanya cacing tanah, kesuburan dan
produkvitas tanah akan meningkat. Selain itu cacing tanah juga dapat mening-
katkan daya serap air permukaan (Harun, 2009).
Proses pembentukan batu bara terdiri dari dua tahap, yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan
(peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi
tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang
buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Sedangkan tahap
pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan
fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya,
temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut.
METODE PENELITIAN
Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu
fosfor organik dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat
banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik
dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5
%. Tanah-tanah tua di Indonesia (podsolik dan litosol) umumnya berkadar alami P
rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan
suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah 2005).
Menurut Foth (1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman
terhambat dan pertumbuhannya kerdil.
3.C-Organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini
dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun
biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah
C-Organik
4. Kalium ( K )
Elemen ini diserap dalam bentuk hampir pada semua proses metabolisme
tanaman, mulai dari proses penyerapan air, transpirasi, fotosintesis, respirasi,
sintesa enzim dan aktifitas enzim. Esensi unsur K adalah sebagai berikut:
1. K merupakan elemen yang higrokopis ( mudah menyerap air) ini menyebabkan
air banyak diserap didalam stomata, tekanan osmotik naik, stomata membuka
sehingga gas CO2 dapat masuk untuk proses fotosintesis.
2. K berperan sebagai aktifitas untuk semua kerja enzim terutama pada sintesa
protein.
5. Kalsium (Ca)
Elemen ini diserap dalam bentuk Ca. Sebagaian basar terdapat dalam daun
dan batang dalam bentuk kalsium pektat yaitu dalam lamella pada dinding sel
yang menyebabkan tanaman menpunyai dinding sel yang lebih tebal sehingga
tahan serangan hama dan penyakit. Fungsi fisiologis Kalium yang sangat penting
dalam tubuh tanaman adalah dalam hubungan dengan sintesa protein yang
dibutuhkan untuk pembelahan dan pembesaran sel-sel tanaman, disamping dapat
menetralkan asam - asam organik yang dihasilkan pada proses metabolisme
tanaman sehingga tanaman terhindardari keracunan, Selain berpengaruh pada
pem-bentukan Net pada tanaman melon, elemen ini berperan dalam menaikkan
pH.
6. Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan
beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna
yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya
merupakan akibat dari kekurangan magnesium.
7. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
KTK merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan
kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat
tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan
bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK
tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan tanah topsoil memilki kandingan K, C, N
dan Mg lebih tinggi dibangdingkan tanah tambang sedangakn kandungan Pnya
lebih rendah dari tanah tambang. Pada sifat fisika tanah, tanah tambang memiliki
persentase pasir yang lebih tinggi daripada topsoil. Hal itu berakibat pada tanah
tambang kadar airnya menjadi sedikit.
Pada penelitian tersebut secara umum di dapat bahwa semua tanah bekas tambang
memilki pH rendah yang berarti tanah bekas tambang bersifat asam karena apabila
Pirit (FeS2), jarosit, dan epsonit bila teroksidasi menyebabkan pH tanah menjadi
masam (4-5). Kandungan garam-garam sulfat yang tinggi seperti MgSO4, CaSO4,
dan AlSO4 dapat menyebabkan tanaman mengalami keracunan. Tetapi pada tanah
berkas tambang yang diberi serasah atau tanah bekas tambang yang diberi serasah
dan cacing tanah pHnya meningkat, hal ini dapat disebabkan menurunnya kadar H
dan Al serta meningkatnya nilai K, Ca dan Mg.
Secara umum dilihat dari hasil penelitian tersebut, terlihat perbedaan yang
jelas dari keempat perlakuaan yang telah dilakukan. Letak perbedaan yang
dilakukan yaitu pada media tanam. Pada media tanam yang pertama dan kedua
yang berupa topsoil dan tanah bekas tambang batu bara, hasil tanamannya jauh
tertinggal dengan tanaman yang ditanam pada media tanah bekas tambang di
tambah serasah dan tanah bekas tambang yang ditambah serasah dan cacing tanah
hal ini dapat disebabkan karena kandungan C dan N meningkat. Sedangkan pada
media perlakuan tanaman di tambah seresah dan tanaman yang ditambah seresah
dan cacing tanah hasilnya lebih bagus hasil yang di tambah seresah saja hal itu
dikarenakan kurang maksimalnya pemberian cacing tanah yang berakar dari
permasalahan musuh alami cacing tanah. Hal itu terlihat dari banyaknya cacing
yang mati pada awal percobaan dan pada akhir percobaan, populasi cacing
mengalami penurunan. Padahal pada penelitian ini pemberian cacing tanah
bertujuan untuk mempercepat dekomposisi bahan organik yang terkandung pada
lahan bekas tambang tersebut. Tetapi secara umum disimpulkan bahwa
penambahan serasah atau serasah dan cacing tanah pada tanah bekas tambang
dapat meningkatkan kesuburan pada tanah.
Indikator yang digunakan untuk peningkatan tanah adalah kesuburan
tanaman yaitu dilihat dari tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, berat
kering dan massa. Pertambahan tinggi, diameter dan jumlah daun pada tanah
tambang lebih rendah dibandingkan ketiga media lain. Sedangkan pada tanah
yang diberi serasah atau serasah dan cacing tanah pertumbuhan tanamananya
lebih baik dari pada tanaman pada tanah tambang yang tidak di tambah apa - apa.
Tingginya pertumbuhan tanaman ini kemungkinan disebabkan karena cepatnya
dekomposisi seresah sehingga ketersediaan hara dalam tanah meningkat.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Joko, Sabtanto. 2008. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang Dan Aspek
Konservasi Bahan Galian.
http://www.dim.esdm.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=609&Itemid=528
Diakses tanggal 11 Maret 2010.