Professional Documents
Culture Documents
DOSEN PEMBIMBING :
NOPI STIYATI P., S.Si, M.T
OLEH :
NIDYA PRASTIWI H1E108034
2010
ABSTRAK
Various efforts have been made the central and local governments to tackle
environmental damage since 1980, however, the environmental degradation is still felt
today. One cause of this environmental damage is the result of environmental pollution
that can cause environmental degradation is bersal of indstri activities, ie industrial
waste embuangan not meet environmental quality standards.
Current condition of most of the rubber factory in the area quite dense
settlements, increasing its production capacity besa semakn day, land is available to
process the waste, the average is not sufficient because the volume of water used more
and more dirty waste quality and effort in the factory its own conduct elections a clean
raw material to improve quality, increase efficiency, reduce water consumption and
pollution are less successful.
Keywords: Waste, Rubber
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Limbah dari hasil produksi karet harus ditangani secara baik dan benar. Semakin
tinggi produktivitas penghasil karet semakin tinggi pula limbah yang akan dihasilkan.
Memang sebagian limbah masih dapat digunakan manfaatnya, seperti limbah karet yang
berunsur bagus untuk menyuburkan tanaman. Dan ada pula limbah karet cair yang harus
dibuang sampai-sampai harus dibuat kolam limbah dari hasil produksi karet tersebut.
Ruang lingkup pembahasan dalam pedman ini meliputi: identifikasi sumber dan
karakteristik dan dampak limbah industri karet, teknologi proses karet, dan konsep
pengolahan limbah industri karet.
Tujuan
Metode Penulisan
Jurnal ilmiah ini bersifat diskriptif yang akan mengkaji industri karet beserta
pengelolaan limbah karet tersebut. Penyusunan makalah dilakukan dengan studi pustaka,
melalui tahapan pengumpulan pustaka yang diambil dari internet dan literature, data-data
pendukung dan pembuatan jurnal ilmiah.
TINJAUAN PUSTAKA
Industri Karet
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis
tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para
atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan lain juga
menghasilkan getah lateks dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet, seperti anggota
suku ara-araan (misalnya beringin), sawo-sawoan (misalnya getah perca dan sawo
manila), Euphorbiaceae lainnya, serta dandelion. Pada masa Perang Dunia II, sumber-
sumber ini dipakai untuk mengisi kekosongan pasokan karet dari para. Sekarang, getah
perca dipakai dalam kedokteran (guttapercha), sedangkan lateks sawo manila biasa
dipakai untuk permen karet (chicle). Karet industri sekarang dapat diproduksi secara
sintetis dan menjadi saingan dalam industri perkaretan.
Banyak sifat-sifat karet alam ini yang dapat memberikan keuntungan atau
kemudahan dalam proses pengerjaan dan pemakaiannya, baik dalam bentuk karet atau
kompon maupun dalam bentuk vulkanisat. Dalam bentuk bahan mentah, karet alam
sangat disukai karena mudah menggulung pada roll sewaktu diproses dengan open
mill/penggiling terbuka dan dapat mudah bercampur dengan berbagai bahan-bahan yang
diperlukan di dalam pembuatan kompon. Dalam bentuk kompon, karet alam sangat
mudah dilengketkan satu sama lain sehingga sangat disukai dalam pembuatan barang-
barang yang perlu dilapis-lapiskan sebelum vulkanisasi dilakukan.
Keunggulan daya lengket inilah yang menyebabkan karet alam sulit disaingi oleh
karet sintetik dalam pembuatan karkas untuk ban radial ataupun dalam pembuatan sol
karet yang sepatunya diproduksi dengan cara vulkanisasi langsung.
Karet alam mengandung beberapa bahan antara lain: karet hidrokarbon, protein,
lipid netral, lipid polar, karbohidrat, garam anorganik, dll.
Protein dalam karet alam dapat mempercepat vulkanisasi atau menarik air dalam
vulkanisat. Beberapa lipid ada yang merupakan bahan pencepat atau antioksidan. Protein
juga dapat meningkatkan heat build up tetapi dapat juga meningkatkan ketahanan sobek.
Karet alam lama kelamaan dapat meningkat viskositasnya atau menjadi keras.
Ada jenis karet alam yang sudah ditambah bahan garam hidroksilamin sehingga tidak
bisa mengeras dan disebut karet CV (contant viscosity). Karet alam bisa mengkristal pada
suhu rendah (misalkan -26°C) dan bila ini terjadi, diperlukan pemanasan karet sebelum
diolah pabrik barang jadi karet.
Apabila dilihat dari tahapan poduksi baik dari bahan baku berasal dari lateks dan
bahan olahan karet rakyat (bokar), maka limbah yang terbentuk pada industri karet dapat
berupa limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Kualitas bahan baku berpengaruh
terhadap tingkat kuantitas dan kualitas limbah yang akan terjadi dengan rincian sebagai
berikut :
1. makin kotor bahan karet olahan akan mkin banyak air yang diperlukan untuk proses
pembersihannya, sehingga debit limbah cairpun meningkat.
2. makin kotor dan makin tinggi kadar air dari bahan baku karet olahan, akan makin
mudah terjadinya pembusukan, sehingga kuantitas limbah gas/bau pun meningkat.
3. bahan baku karet olahan yang kotor menyebabkan kuantitas lumpur, tatal dan pasir
relatif tinggi.
Pembersihan dilakukan melalui pengecilan ukuran, proses ini juga bertujuan untuk
memperbesar luas pemukaan karet agar waktu pengeringan relatif singkat. Dengan
demikian, limbah yang terbentuk dominan berbentuk limbah cair.
Sumber limbah cair dapat dikategorikan dari proses produksi dengan rincian
sebagai berikut:
1. Bahan baku olahan karet rakyat
Bahan baku karet rakyat berbentuk koagulum (bongkahan) yang telah dibubuhi asam
semut, dan banyak mengandung air dan unsur pengotor dari karet baik disengaja maupun
tidak disegaja oleh kebun rakyat. Sumber limbahnya antara lain:
a. penyimpanan koagulum
b. sebelum produksi terlebih dulu karet disempot air sehingga menghasilkan limbah
c. pencacahan koagulum lalu di cuci dengan air lagi
d. proses peremahan dengan hammer mill juga menghasilkan limbah cair, waaupun
jumlahnya relatif kecil
2. Bahan baku berasal dari lateks kebun
Dalam proses produksi untuk meghasilkan karet digunakan air lebih sedikit, tetapi
mempunyai bahan kimia didalam air limbahnya. Sumber limbahnya adalah dari proses
pencacahan dan peremahan.
Pengaruh tiap parameter terhadap lingukungan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. BOD
BOD merupakan salah satu parameter limbah yang ,e,beri gambaran atas tingkat polusi
air. Semakin tinggi nilai BOD menunjukkan makin besar oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme merubah organik. Makin tinggi kandungan bahan organik akan
menyebabkan makn berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut di dalam air yang
akhirnya berakibat kematian berbagai biota air. Pengurangan konsentrasi oksigen terlarut
menyebabkan kondisi aerob bergeser ke kondisi anaerob.
b. COD
COD mirip dengan BOD, bedanya osigen yang diperlukan merupakan oksigen
kimiawi seperti O2 atau oksidator lainnya untuk mengoksidasi secara kimia bahan
organik menjadi senyawa lain seperti gas metan, amoniak, dan karbon dioksida. Nilai
COD selalu lebih tinggi daripada nilai BOD karena hampir seluruh jenis bahan organik
dapat teroksidasi secara kimia termasuk bahan organik yang teroksidasi secara biologis.
c. Padatan Terendap
Padatan terendap menunjukkan jenos padatan yang terkandung di dalam cairan limbah
yang mampu mengendap di dasar cairan secara gravitasi dalam waktu paling lama sekitar
1 jam.
d. Padatan Tersuspensi
Padatan tersuspensi adalah padatan yang membentuk suspensi atau koloid. Secara
kasat mata padatan ini terlihat mengapung atau mengambang serta mengeruhkan air
karena berat jenisnya relatif rendah.
e. Padatan Terlarut
Padatan ini bersama-sama dengan suspensi koloid tidak dapat dipisahkan secara
penyaringan. Pemisahannya hanya dapat dilakukan dengan proses oksidasi biologis atau
koagulasi kimia.
f. Kandungan Nitrogen
Bentuk senyawa nitrogen yang paling umum adlah protein amonia, nitrit dan nitrat.
Ketiga jenis terakhir ini dihasilkan dari perombakan protein, sisa tanaman dan pupuk
yang tersisa di dalam cairan limbah.
g. Derajat Keasaman (pH)
Suatu cairan dikatan bersifat normal bila pH = 7 . makin rendah nilai pH artinya air
makin bersifat asam, sebaliknya makin tinggi bersifat basa.
Karakteristik dan jumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi karet
dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan
1. Perkiraan Debit Limbah Cair
Proses pengolahan karet tergolong proses basah, banyaknya kebutuhan air untuk
keperluan pngolahan akan menentukan banyaknaya limbah cair yang dihasilkan,
sekaligus menetukan rancangan ukuran sarana pengolah limbah. Jumlah air yang
digunakan dalam proses produksi, hampir seluruhnya menjadi limbah, karena
karet baik berupa bahan baku maupun setengah jadi tidak menyerap air. Pengaruh
kebutuhan air adalah tingkat kotoran yang ada dalam bahan baku, serta efesiensi
kinerja sarana pengolahan. Nilai parameter limbah pada setiap bagian proses
pengolahan berbeda-beda. Nilai parameter BOD atau COD yang sangat besar dari
air buangan menunjukkan tingginya kadar bahan organiknya, peningkatan kadar
bahan organik akan makin mengganggu ekosistem lingkungan yang menerima air
buangan karena oksigen banyak digunakan oleh bakteri pengurai untuk
menghancurkan bahan organik tersebut. Total padatan merupakan bahan yang
berasal dari emecahan komponen organik, sedangkan padatan tersuspendi
merupakan bahan yang tidak larut d dalam air dan cenderung mengalami
pembusukan jika suhu air meningkat (musim panas). Dampak negatif juga timbul
jika air limbah langsung dibuang ke sungai atau perairan umum. Bagi pabrik yang
berlokasi di areal perkebunan, penanganan limbah cair relatif mudah, bahkan
dapat dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman karetnya.
2. Karakteristik dan Dampak Limbah Padat
Secara umum limbah padat yang terbentuk pada pengolahan karet tidak tergolong
limbah beracun. Limbah biasanya hanya berupa tatal, lumpur, pasir rotan, kayu,
daun, dan plastik bekas kemasan. Bokar yang kotor merupakan sumber utama
pembawa limbah padat. Beberapa jenis padatan dalam jumlah yang sudah
sedemikian besar akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Limbah tersebut
jika dibuang ke sungai, dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan
pendangkalan badan air. Limbah padat akan dikirim ke TPA dalam keadaan sudah
cukup kering, lebih baik lagi jika sudah bersifat kompos, sehingga di TPA tinggal
proses pelapukan akhir.
Bahan baku yang diperoleh industri karet berasal dari industri perkebunan, bahan
baku tersebut berbentuk lateks dan dari perkebunan rakyat berbentuk koagulum yang
sudah diawetkan dengan asam sulfit. Bahan baku tersebut harus dibersihkan dan juga
harus dalam kondisi stabil. Dalam proses pencucian dan penstabilan karet tersebut
diperlukan bahan pencucinya adalah air bersih cukup banyak, dan umumnya diambil dari
air pemukaan sungai.
Sebelum dilakukan proses pencacahan karet yang berbentuk koagulum terlebih
dahulu dilakukan pencucian dengan menyemprotkan air ke tumpukan koagulum karet
tersebut, selanjutnya dilakukan pemecahan (breaker), dan pencacahan rextunderyang
ditindaklanjuti dengan mixing tank. Kemudian dilakukan proses penggilingan di crapper
berulang-ulang sampai diperoleh karet yang benar-benar murni atau berdih dan kondisi
stabil. Kemudian dilakukan pengeringan selama kurang lebih dari 8 jam, kemudian
dipotong-potong.
Proses produksi karet meliputi hal-hal berikut :
1. Bahan baku (lateks kebun)
2. Penerimaan lateks di gudang pabrik
3. Pengenceran Lateks
4. Penambahan bahan kimia
5. Penggumpalan
6. Penggilingan
7. Pengemasan
Pasokan air bagi proses produksi maupun untuk penunjang memerlukan jumah
yang besar/banyak dengan fungsinya sebagai pembersih atau pencuci. Apabila air yang
diperoleh dari sumbernya sudah layak sebagai pencuci maka langsung digunakan atau
sebaliknya. Pembakuan air bertujuan untuk menghilangkan kontaminan yang berada dala
air baku berupa padatan tersuspensinya, padat terlarutnya dan kontaminasi logam.
Apabila tidak ditemukan unsur logam, maka pengbakuan air dilakukan secara fisika saja
yaitu cara filtrasi dan sedimentasi.
METODE PENELITIAN
Seiring dengan keinginan manusia menggunakan barang yang bersifat tahan dari
pecah dan elastis maka kebutuhan akan karet saat ini akan terus berkembang dan
meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri otomotif, kebutuhan rumah sakit, alat
kesehatan dan keperluan rumah tangga dan sebagainya. Diperkirakan untuk masa yang
akan datang kebutuhan akan karet akan terus meningkat. Tentu hal ini akan menjadi
peluang yang baik bagi Indonesia mengekspor karet dan hasil olahan industri karet yang
ada di Indonesia ke negara-negara lainnya.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan akan bahan karet alami
di negara-negara industri terhadap komoditi karet dimasa yang akan datang, maka upaya
untuk meningkatkan persediaan akan karet alami dan industri produksi karet merupakan
langkah yang bagus untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini semua, perlu
diperhatikan perkembangan perkebunan karet, industri hilir guna memberi nilai tambah
dari hasil industri hulu.
Karet tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini dan yang akan
datang. Barang yang berbahan dasar karat diperlukan di seluruh negara di dunia baik
untuk kehidupan sehari-hari, maupun keperluan khusus yang berkaitan dengan teknologi
tinggi. Penggunaan karet alam untuk berbagai keperluan yang semakin meningkat seiring
dengan kemajuan industri, di sisi lain menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran.
Salah satu dampak negatif tersebut adalah menumpuknya/tidak terolahnya limbah padat
karet alam. Limbah padat karat alam adalah produk jadi atau setengah jadi berbahan baku
karet alam, yang telah kadaluwarsa, cacat atau tidak dipergunakan lagi karena tidak
dikehendaki.
Limbah lateks memiliki kandungan bahan organik yang sangat tinggi seperti
terlihat pada tingginya kadar COD dan nitrogen totalnya, sehingga merupakan sumber
pencemaran yang potensial dan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai medium
pertumbuhan mikroba, khususnya untuk produksi biomassa protein sel tunggal. Dengan
demikian kadar cemaran dapat diturunkan dan sekaligus diperoleh nilai tambah.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
menggunakan lima taraf perlakuan dan tiga ulangan yaitu A. Limbah lateks 0%, B.
Limbah lateks 2,5%, C. Limbah lateks 5%, D. Limbah lateks 7,5% dan E. Limbah lateks
10%. Parameter yang diamati adalah berat biomassa kering dan kadar protein Spirulina
platensis. Data dihitung dengan analisis varians satu jalan dan diuji lanjut dengan LSD.
Hasil analisis statistik dengan Anava Satu Jalan untuk berat rata-rata biomassa kering dan
rata-rata kadar protein Spirulina platensis,F hitung > F tabel. Hasil uji lanjut LSD
terhadap berat rata-rata Spirulina platensis dan didapatkan hasil yaitu kelompok A tidak
berbeda signifikan dengan kelompok B. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok D dan
E. Kelompok C berbeda signifikan dengan kelompok A, B, D dan E. Uji lanjut dengan
LSD terhadap kadar protein Spirulina platensis dan didapatkan hasil yaitu kelompok A
berbeda signifikan dengan kelompok B. Kelompok B tidak berbeda signifikan dengan
kelompok C. Kelompok D tidak berbeda signifikan dengan kelompok B dan C.
Sedangkan kelompok E berbeda signifikan dengan kelompok A, B, C dan D.
Disimpulkan bahwa konsentrasi limbah lateks berpengaruh terhadap produksi protein sel
tunggal (Spirulina platensis) dan kadar protein sel tunggal (Spirulina platensis). Kadar
terbaik untuk produksi Spirulina platensis terdapat pada konsentrasi limbah lateks
sebesar 10%. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan konsentrasi limbah lateks di atas
10% dengan rentangan suhu dan pH yang bervariasi dan penelitian serupa dengan spesies
alga yang lain. Disamping itu perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan limbah
lain yang tersedia di lingkungan sehingga didapatkan hasil yang bermanfaat bagi
masyarakat luas.
Beberapa akibat merugikan yang disebabkan oleh adanya limbah produk karet
alam adalah :
1. Gangguan terhadap kesehatan;
2. Gangguan terhadap kehidupan biotik;
3. Gangguan terhadap keindahan dan kenyamanan.
Limbah padat ini karena tidak dapat didaur-ulang, maka biasanya dibiarkan menumpuk
begitu saja, ditimbun atau dibakar. Hal ini disebabkan karena karat alam merupakan
bahan polimer yang bersifat termoset atau bahan polimer yang tidak dapat diolah kembali
dengan cara pemanasan dan pengepresan. Selain itu karat alam juga merupakan bahan
polimer yang sulit terdegradasi dialam, sehingga limbah karet alam tersebut akan
menumpuk di permukaan bumi.
Dalam mengatasi limbah produk karet alam, beberapa upaya telah dilakukan
antara lain pembakaran ataupun penimbunan, di mana hal ini menimbulkan masalah baru
karena dengan pembakaran (insenerasi) selain biayanya cukup mahal juga menghasilkan
asap hitam yang mengganggu pernafasan dan mengganggu kenyamanan. Sedangkan bila
ditimbun di dalam tanah, akan mengganggu masuknya unsur hara dan menghambat
resapan air kedalam tanah. Untuk mengantisipasi semakin menumpuknya limbah karet,
saat ini sedang dikembangkan bermacam-macam penelitian untuk menanggulangi limbah
tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Pedoman Minimisasi
Limbah (BAPEDAL,1992).
Limbah lateks pekat merupakan polutan yang potensial jika tidak ditangani
dengan baik. Pengolahan limbah lateks untuk memenuhi persyaratan lingkungan semata,
akan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Kini limbah lateks dapat dikonversi secara mikrobiologis untuk menghasilkan
berbagai produk yang bernilai tambah ekonomis tinggi seperti: IAA (hormon tumbuhan),
pupuk bio organik, dan biomassa mikroalga.
Proses biokonversi dapat dibuat berlangsung simultan dengan pengolahan limbah,
sehingga bisa mengurangi volume limbah dan sekaligus menghilangkan bau busuk.
Pupuk bio organik yang dihasilkan terbukti dapat menghemat sampai 50% pupuk kimia
pada tanaman pangan, tanaman perkebunan, serta tanaman penutup tanah
DAFTAR PUSTAKA