You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku
perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Untuk belajar menghormati orang yang
lebih tua serta membantu menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. Orang tua diharapkan
dapat membantu anaknya dalam menyesuaikan diri dengan lingkunganya untuk mengatasi
masalahnya secara realistik dan simpati. Oleh karena itu, keluarga sebagai tempat untuk
mengkondisikan pemberian nilai positif pada anak. Namun sayangnya, keluarga sering kali
menjadi sumber konflik bagi sejumlah orang suasana keluarga yang tidak harmonis sering
mendorong terjadinya konflik antara kedua orang tua. Belakangan ini sering kita jumpai kasus
perceraian dilingkungan sekitar maupun melalui pemberitaan mass media. Perceraian dalam
keluarga manapun merupakan peralihan besar dan penyesuaian terutama bagi anak. Anak akan
mengalami reaksi emosi dan perilaku karena kehilangan satu orang tua.

Bagaimana anak bereaksi terhadap perceraian orang tuanya sangat dipengaruhi oleh orang
tua berperilaku sebelum, selama, dan sesudah perpisahan. Anak akan membutuhkan dukungan,
kepekaan dan kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang
dialaminya selama masa sulit ini. Seperti orang tua yang mengalami kesedihan yang dalam
karena perceraian, anak juga memiliki perasaan sedih, marah, penyangkalan, takut dan bersalah.
Mereka mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku,
kesulitan belajar atau penarikan diri dari lingkungan sosial. Anak yang orang tuanya bercerai
sering merasa berbeda dengan teman sebayanya.

Peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidak stabilan emosi, mengalami rasa cemas,
tertekan, dan sering marah-marah. Menurut Piaget mengatakan bahwa perkembangan intelektual
itu terbentuk karena interaksi adaptif antara fungsi-fungsi giologis dengan lingkungan. Adaptasi
ini diungkapkan oleh dua hal saling melengkapi yaitu asimilasi dan akomodasi.

1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana pemahaman dan perasaan anak tentang perceraian?
1.2.2. Bagaimana dampak perceraian orang tua terhadap anak?
1.2.3. Bantuan apa yang dapat diberikan guru terhadap anak korban perceraian?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Pemahaman dan perasaan anak tentang perceraian.
1.3.2. Untuk mengetahui dampak perceraian orang tua terhadap anak.
1.3.3. Untuk mengetahui bantuan apa yang dapat diberikan guru terhadap anak korban
perceraian.

1.4. Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode kepustakaan

1.5. Sistematika Penulisan


Bab I Pendahuluan berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan berisi mengenai pengertian serta hal-hal penyebab perceraian, dampak
pada anaka, pemahaman anak pra sekolah mengenai perceraian, dan bagaimana guru bisa
membantu mereka menghadapi masalah tersebut,
Bab III Penutup berisi mengenai kesimpulan penelitian serta saran bagi pihak-pihak yang
bersangkutan.

BAB II
PEMBAHASAN

2
2.1. Pemahaman dan Perasaan Anak Tentang Perceraian
2.1.1. Pemahaman :
Anak mengetahui bahwa satu orang tua tidak lagi tinggal dirumah dan mereka akan
kehilangan banyak waktu dengan orangtua tersebut.

2.1.2. Perasaan :
a. Mungkin anak menyalahkan diri sendiri atas perceraian tersebut.
b. Mendapat lebih banyak mimpi buruk.
c. Menunjukkan tanda kesedihan dan kemurungan karena ketidakhadiran satu orang tua.
d. Anak bisa menjadi agresif dan marah kepada orang tua yang mereka salahkan.
e. Karena anak pra sekolah berjuang dengan perbedaan antara fantasi dan realitas, anak-anak
bisa memiliki fantasi yang kaya tentang bersatu kembalinya orang tua.

2.2. Dampak Pada Anak


Tahun pertama perceraian masa krisis yang paling sulit. Orang tua dari waktu ke waktu
memperlihatkan sikap kasar terhadap anaknya. Namun setelah dua tahun situasi mulai pulih
kembali. Pada anak-anak keluarga retak, aktivitas fisiknya menjadi lebih agresif untuk tahun
pertama. Namun tahun berikutnya anak ini kurang menampilkan kegirangan mereka lebih
diselimuti perasaan cemas. Setelah 2 tahun berlalu, anak ini masih memperlihatkan aktivitas fisik
yang menurun. Tetapi sebaliknya, aktivitas bahasa lebih agresif. Gejala ini tampak pada
pergaulan dengan teman dan teman yang berusia lebih kecil dari dirinya. Meski anak ini agresif
dalam berbicara namun ia tidak stabil, goyah. Mereka melakukan sesuatu tanpa suatu motivasi
jelas dan efektif, juga emosi tidak terkontrol.

Main telah menemukan juga bahwa kelompok anak yang menjalin hubungan baik hanya
pada satu orang tua saja, dapat menimbulkan keengganan relasi dengan orang dewasa lain, dan
gambaran ini diteguhkan pula dengan hasil penelitian Hess dan Camara. Kelompok ini akan
mengalami stres, tertekan, kurang efektif dalam kegiatan dan lamban bergaul dengan temannya.

3
2.2.2. Pengaruh Pada Anak.
Menurut Mary Ainsworth (Save M Dagun, 2002 :85) menjelaskan bahwa sikap anak
itu sebagai pertanda adanya terikatan kuat antara anak dengan orang tua. Main dan Weston
juga memperlihatkan ada kelompok ada anak yang tidak memberikan reaksi atas kepergian
orang tuanya. Bahkan ketika, orang tua kembali, reaksi anak ambivalen, kadang-kadang
antusias dan malah menjauhi orang tuanya. Ainsworth menggambarkan sikap ini tidak ada
keterikatan. Menurut Mildrad B. Parten (Save M Dagun, 2002 : 86) ada 6 kategori yang
muncul ketika anak masuk dalam era berinteraksi dengan teman sebaya:
1. Jumlah waktu anak berada diluar rumah.
2. Keterlibatan anak bermain dengan temannya.
3. Kecenderungan anak bermain sendiri.
4. Kecenderungan anak bermain paralel.
5. Bermain asosiasif.
6. Sikap kerja sama.

2.2.3. Perkembangan Pada Anak


Selanjutnya Hartup (Save M Dagun, 2002: 55), mendirikan 6 kategori yang
berkembang pada anak usia pra sekolah ini dalam kaitan interaksi dengan teman sebaya :
1. Perasaan ketergantungan pada teman sebayanya lebih besar daripada teman sebayanya.
2. Perasaan simpati dan perasaan semakin bertambah.
3. Ia ingin mempengaruhi yang lain, ingin menjadi pemimpin atas temannya.
4. Perasaan kompetisi bertambah.
5. Suka bertengkar.
6. Aktivitas bernada agresif semakin bertambah tetapi cenderung menurun setelah masa pra
pubertas.

Dalam perkembangan selanjutnya, semakin besar anak, semakin kuat kecenderungan untuk
terlibat kecenderungan bermain. Kecenderungan ini muncul adanya kebutuhan dalam dirinya

4
untuk mengenal dimensi social yang lebih luas lewat kegiatan bermain. Melalui bermain anak
menyiapkan diri melatih berinteraksi dengan orang lain.

Perkembangan sosial yang semakin meningkat pada anak tampak terlihat dalam
keinginannya untuk memperoleh berbagai stimulus dari luar. Setiap tingkat usia anak dalam
menyesuaikan diri dengan situasi baru ini memperlihatkan cara dan penyelesaian berbeda.
Kelompok anak yang belum berusia sekolah pada saat kasus ini terjadi, ada kecenderungan untuk
mempermasalahkan diri bila ia menghadapi masalah dalam hidupnya. Ia menangisi dirinya
umumya anak usia kecil ini sering tidak betah, tidak menerima cara hidup yang baru. Ia
tinggalkan salah satu orang tuanya. Bahwa anak usia belum sekolah akan lebih mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam situasi yang baru. Ia tidak akrab dengan orang tuanya.
Anak ini sering dibayangi rasa cemas, selalu ingin mencari ketenangan.

2.3. Bantuan yang dapat Diberikan Guru


Guru cukup berpengalaman dalam menangkap sesuatu yang salah dengan seorang anak.
Beberapa orang tua mungkin akan menemukan kesulitan untuk mengatakan yang sejujurnya
pada seorang guru, tapi mereka harus ingat bahwa beberapa guru mengabaikan urusannya sendiri
untuk memastikan agar anak-anak dari keluarga broken home mendapat cukup perhatian dan
perbaikan.

Guru dapat menjadi orang tua jika si anak mengalami perubahan perilaku kesulitan
akademik. Jika orang tua dan guru dapat segera turun tangan, mereka dapat membantu anak
untuk menyesuaikan diri lebih baik terhadap perceraian tersebut. Bagi seorang guru dia harus
menjaga kerahasiaan persoalannya.

Guru dapat menyarati kelebihan seorang anak dan melibatkannya dalam bidang-bidang yang
dikuasainya supaya dia dapat bekerjasama dengan orang tua untuk membentuk batasan bagi anak
yang telah berlaku mengganggu di kelas sebagai akibat dari perceraian orang tuanya.

5
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Setelah penulis menerangkan tugas akhir ini penulis dapat menyimpulkan bahwa:

6
3.1.1. Anak cukup memahami apa pengertian perceraian dan risiko yang harus diterima
apabila perceraian terjadi. Namun hal itu berdampak negatif bagi perasaan mereka
dimana mereka menjadi sedih dalam jangka waktu yang lama serta mengekspresikan
kesedihan dengan berbagai cara yang cenderung negatif.
3.1.2.. Banyak anak mengidolakan orang tuanya. Ketika hal-hal tidak berjalan lancar
diantara keduanya. Si anak akan dapat menerima bahwa, orang tuanya yang
“sempurna” bisa membuat kesalahan dan dia lebih mudah untuk menyalahkan
dirinya sendiri akibatnya si anak terbebani dengan rasa bersalahnya, dan
membangun kesan diri yang negatif. Bagi anak, kedudukan orang tua tidak
tergantikan ketika satu orang tua pergi, Si anak mungkin akan berpikir bahwa orang
tuanya tak lagi peduli dengannya. Ini membuatnya merasa ditolak dan tidak dicintai,
kesedihannya dapat diekspresikan dalam bentuk tangisan dan sikap murung. Dia
anak menjadi pendiam dan lesu dan sering melamun. Tingkahnya juga semakin
agresif terutama di sekolah untuk mencari perhatian orangtuanya. Beberapa tindakan
ini hanya sebagian dari perwujudan betapa tidak bahagianya anak-anak korban
perceraian ini.
3.1.3. Guru dapat membantu menjadi orangtua pengganti selama anak berada di sekolah.
Mencurahkan perhatian lebih bisa membuat anak lebih tenang karena merasa masih
ada yang menyayangi dan mempedulikannya ketika orangtua kandung mereka tak
lagi harmonis.

3.2. Saran
3.2.1. Bagi orang tua, sebaiknya sebelum orang tua memutuskan bercerai, orang tua
menemui psikolog atau berbicara dengan orang yang dianggap bias memberikan
solusi yang terbaik dan memikirkan apakah dampak akibat dari perceraian tersebut
dapat diterima anak mereka.
3.2.2. Orang tua sebaiknya memikirkan sejauh mana anak-anak terpengaruh perceraian
orang tuanya.
3.2.3. Sebaiknya bila di sekolah, antara orang tua dan guru dapat berkomunikasi dengan
lancar agar si anak dapat menyesuaikan diri lebih baik terhadap perceraian tersebut.

You might also like