You are on page 1of 22

11 IPA 1

- Aisyah
- Ladira
- Arie Ferdiansyah
- Mega Rosiana
- Nadwa
- R.A. Julia Satriani
- Susi
 
SMA Negeri 1 Bekasi
Tahun Ajaran 2009/2010

KATA PENGANTAR

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN
Agama Hindu-Buddha tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi kita, karena kedua agama
tersebut mempengaruhi perkembangan awal sejarah Indonesia. Agama Hindu merupakan
suatu kepercayaan yang diciptakan oleh bangsa Arya yaitu bangsa pengembara dari utara yang
masuk ke India melalui celah Kaibar dan menduduki lembah sungai Gangga dan Yamuna.
Bangsa Arya mendesak bangsa Dravida.

Agama Hindu bersifat polytheisme dengan dewa utamanya Trimurti yang terdiri dari
Brahma, Wisnu dan Syiwa. Adapun kitab sucinya adalah Weda. Sedangkan agama Buddha
muncul setelah agama Hindu. Awalnya hanya sebagai suatu ajaran
dalam rangka mencari kebenaran yang dilakukan pertama kali oleh
Sidharta.
Sidharta adalah putra mahkota dari Kerajaan Kapilawastu yang
merupakan putra raja Sudhodana dan putri Maya, kemudian ia
mengemban menjadi cakyamuni (pendeta) sampai menerima
wahyu yang berupa kesadaran akan penderitaan dan cara
menindas penderitaan tersebut. Dalam hal ini Sidharta dianggap
sebagai Buddha Gautama.

Buddha sebagai suatu ajaran dapat berkembang menjadi suatu


Gambar 1: Siddharta Gautama agama dengan kitab sucinya Tripitaka (tiga keranjang) yang
menggunakan bahasa Pali bahasa rakyat Magadha. Untuk
selanjutnya agama Buddha
berkembang menjadi dua aliran
yaitu aliran Mahayana (kendaraan
besar) dan aliran Hinayana
(kendaraan kecil). Kemudian kedua
agama yaitu Hindu-Buddha tersebut
berkembang keberbagai negara di
Asia Timur maupun Asia Tenggara
termasuk ke Indonesia yang

4
akhirnya mempengaruhi
kebudayaan Indonesia begitu juga
dengan pendidikan yang di ajarkan
agama Hindu Buddha.
BAB II
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI ZAMAN HINDU
BUDDHA DAN PRASEJARAH

A. Pendidikan di Zaman Hindu Buddha


Pembahasan sejarah Hindu-Buddha di Indonesia akrab diawali dari kemunculan
beberapa kerajaan di abad ke-5 M, antara lain: Kerajaan Hindu di Kutei (Kalimantan) dengan
rajanya Mulawarman, putra Aswawarman atau cucu Kundung(ga). Di Jawa Barat muncul
Kerajaan Hindu Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman.

Pada masa itu, eksistensi pulau Jawa telah disebut Ptolomeus (pengembara asal
Alexandria – Yunani) dalam catatannya dengan sebutan Yabadiou dan demikian pula dalam epik
Ramayana eksistensinya dinyatakan dengan sebutan Yawadwipa. Ptolomeus juga sempat
menyebut tentang Barousai (merujuk pada pantai barat Sumatera Utara; Sriwijaya). Fa-Hien
(pengembara asal China) dalam perjalanannya dari India singgah di Ye-po-ti (Jawa) yang
menurutnya telah banyak para brahmana (Hindu) tinggal di sana. Maka tidak berlebihan jika
Lee Kam Hing kemudian menyatakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan telah ada di
Indonesia sejak periode permulaan.

Pada masa itu, pendidikan lekat terkait dengan agama. Menurut catatan I-Ching,
seorang peziarah dari China, ketika melewati Sumatera pada abad ke-7 M ia mendapati banyak
sekali kuil-kuil Buddha dimana di dalamnya berdiam para cendekiawan yang mengajarkan
beragam ilmu. Kuil-kuil tersebut tidak saja menjadi pusat transmisi etika dan nilai-nilai
keagamaan, tetapi juga seni dan ilmu pengetahuan.

Lebih dari seribu biksu Buddha yang tinggal di Sriwijaya itu dikatakan oleh I-Ching
menyebarkan ajaran seperti yang juga dikembangkan sejawatnya di Madhyadesa (India).
Bahkan, di antara para guru di Sriwijaya tersebut sangat terkenal dan mempunyai reputasi
internasional, seperti Sakyakirti dan Dharmapala. Sementara dari pulau Jawa muncul nama
Djnanabhadra. Pada masa itu, para peziarah Buddha asal China yang hendak ke tanah suci
India, dalam perjalanannya kerap singgah dulu di nusantara ini untuk melakukan studi
pendahuluan dan persiapan lainnya.
5
Sejarah agama Hindu-Buddha di Indonesia
berbeda dengan sejarahnya di India. Disini,
kedua agama tersebut dapat tumbuh
berdampingan dan harmonis. Bahkan ada
kecenderungan syncretism antara keduanya
dengan upaya memadukan figur Syiwa dan
Buddha sebagai satu sumber yang Maha Tinggi.
Sebagaimana tercermin dari satu bait syair
Sotasoma karya Mpu Tantular pada zaman
Majapahit “Bhinneka Tunggal Ika”, yakni dewa-
dewa yang ada dapat dibedakan (bhinna),
tetapi itu (ika) sejatinya adalah satu (tunggal).

Sekalipun demikian, patut diketahui sempat


adanya sejarah konflik politik antar kerajaan
yang berbeda agama pada masa-masa
permulaannya. Pada masa Hindu-Buddha ini,
kaum Brahmana merupakan golongan yang
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran.
Gambar 2: I Ching
Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah
diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana
yang terjadi di India. Adapun materi-materi pelajaran yang diberikan ketika itu antara lain:
teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu
perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan lain-lain.

Pola pendidikannya mengambil model asrama khusus, dengan fasilitas belajar seperti
ruang diskusi dan seminar. Dalam perkembangannya, kebudayaan Hindu-Buddha membaur
dengan unsur-unsur asli Indonesia dan memberi ciri-ciri serta coraknya yang khas. Sekalipun
nanti Majapahit sebagai kerajaan Hindu terakhir runtuh pada abad ke-15, tetapi ilmu
pengetahuannya tetap berkembang khususnya di bidang bahasa dan sastra, ilmu
pemerintahan, tata negara dan hukum.

Beberapa karya intelektual yang sempat lahir pada zaman ini antara lain: Arjuna Wiwaha
karya Mpu Kanwa (Kediri, 1019), Bharata Yudha karya Mpu Sedah (Kediri, 1157), Hariwangsa
karya Mpu Panuluh (Kediri, 1125), Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh, Smaradhahana karya
Mpu Dharmaja (Kediri, 1125), Negara Kertagama karya Mpu Prapanca (Majapahit, 1331-1389),
Arjunawijaya karya Mpu Tantular (Majapahit, ibid), Sotasoma karya Mpu Tantular, dan
Pararaton (Epik sejak berdirinya Kediri hingga Majapahit).
6
Menjelang periode akhir tersebut, pola pendidikan tidak lagi dilakukan dalam kompleks
yang bersifat kolosal, tetapi oleh para guru di padepokan-padepokan dengan jumlah murid
relatif terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius. Para murid disini sembari
belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Jadi secara
umum dapatlah disimpulkan bahwa:

1) Pengelola pendidikan adalah kaum brahmana dari tingkat dasar sampai dengan tingkat
tinggi;
2) Bersifat tidak formal, dimana murid dapat berpindah dari satu guru ke guru yang lain;
3) Kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk mengajar anak-anaknya di istana
disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi belajar ke guru-guru
tertentu;
4) Pendidikan kejuruan atau keterampilan dilakukan secara turun-temurun melalui jalur
kastanya masing-masing.

B. Pendidikan di Kerajaan Hindu-Buddha


I. Sriwijawa
Sriwijaya menjadi kerajaan besar adalah karena kehidupan social masyarakatnya
meningkat dengan pesat terutama dalam bidang pendidikan dan hasilnya Sriwijaya
terbukti menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Hal
ini sesuai dengan berita I-Tshing pada abad ke 8 bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang
pendeta yang belajar agama Buddha di bawah bimbingan pendeta Buddha terkenal
yaitu Sakyakirti. Di samping itu juga pemuda-pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama
Buddha dan ilmu lainnya di India, hal ini tertera dalam prasasti Nalanda. Kemajuan di
bidang pendidikan yang berhasil dikembangkan Sriwijaya bukanlah suatu hasil
perkembangan dalam waktu yang singkat tetapi sejak awal pendirian Sriwijaya, raja
Sriwijaya selalu tampil sebagai pelindung agama dan penganut agama yang taat. Sebagai
penganut agama yang taat maka raja Sriwijaya juga memperhatikan kelestarian
lingkungannya (seperti yang tertera dalam Prasasti Talang Tuo) dengan tujuan untuk
meningkatkan kemakmuran rakyatnya.
Dengan demikian kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Sriwijaya sangat
baik dan makmur, dalam hal ini tentunya juga diikuti oleh kemajuan dalam bidang
kebudayaan. Kemajuan dalam bidang budaya sampai sekarang dapat diketahui melalui
peninggalanpeninggalan suci seperti stupa, candi atau patung/arca Buddha seperti
ditemukan di Jambi, Muaratakus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit
Siguntang (Palembang). 7
II. Holing (Chopo)
Kerajaan ini ibukotanya bernama Chopo ( nama China ), menurut bukti- bukti
China pada abad 5 M. Mengenai letak Kerajaan Holing secara pastinya belum dapat
ditentukan. Ada beberapa argumen mengenai letak kerajaan ini, ada yang menyebutkan
bahwa negara ini terletak di Semenanjung Malay, di Jawa barat, dan di Jawa Tengah.
Tetapi letak yang paling mungkin ada di daerah antara pekalongan dan Plawanagn di
Jawa tengah. Hal ini berdasarkan catatan perjalanan dari Cina.
Kerajaan Holing adalah kerajaan yang terpengaruh oleh ajaran agama Buddha.
Sehingga Holing menjadi pusat pendidikan agama Buddha. Holing sendiri memiliki
seorang pendeta yang terkenal bernama Janabadra. Sebgai pusat pendidikan Buddha,
menyebabkan seorang pendeta Buddha dari Cina, menuntut ilmu di Holing. Pendeta itu
bernama Hou ei- Ning ke Holing, ia ke Holing untuk menerjemahkan kitab Hinayana dari
bahasa sansekerta ke bahasa cina pada 664-665.
Dengan bertambahnya populasi penduduk dan peningkatan standar pendidikan
yang dipegang oleh kaum Brahmana, secara berlahan muncullah sistem birokrasi, yang
tersusunn atas: hierarki abdi kerajaan, bangsawan dan tuan tanah, di masa kerajaan
Hindu-Buddha

C. Pendidikan di Zaman pra Sejarah


Seni lukis mungkin dapat mewakili pendidikan yang ada di zaman pra sejarah, lain lagi
dengan piramida yang dibangun dengan arsitektur tingkat sangat tinggi. Unutk itulah disini kami
selaku pemakalah mungkin hanya menjelaskan sedikit mengenai pendidikan seni lukis di zaman
pra sejarah.
Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan
prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah
mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting
dari kehidupan mereka.
Semua kebudayaan di dunia mengenal seni lukis. Ini disebabkan karena lukisan atau
gambar sangat mudah dibuat. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan
menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu
teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan
menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan daun-daunan atau
batu mineral berwarna.
Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa

8
dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk
berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.
Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai,
kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga
dengan dwi-matra (dua dimensi, dimensi datar). Seiring dengan perkembangan peradaban,
nenek moyang manusia semakin mahir membuat bentuk dan menyusunnya dalam gambar,
maka secara otomatis karya-karya mereka mulai membentuk semacam komposisi rupa dan
narasi (kisah/cerita) dalam karya-karyanya.
Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan
obyek-obyek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari obyek yang
digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh
pemahaman si pelukis terhadap obyeknya. Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan
proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini
dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling
mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam obyek menjadi
berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya. Pencitraan ini
menjadi sangat penting karena juga dipengaruhi oleh imajinasi. Dalam perkembangan seni
lukis, imajinasi memegang peranan penting hingga kini.
Pada mulanya, perkembangan seni lukis sangat terkait dengan perkembangan
peradaban manusia. Sistem bahasa, cara bertahan hidup (memulung, berburu dan memasang
perangkap, bercocok-tanam), dan kepercayaan (sebagai cikal bakal agama) adalah hal-hal yang
mempengaruhi perkembangan seni lukis. Pengaruh ini terlihat dalam jenis obyek, pencitraan
dan narasi di dalamnya. Pada masa-masa ini, seni lukis memiliki kegunaan khusus, misalnya
sebagai media pencatat (dalam bentuk rupa) untuk diulangkisahkan. Saat-saat senggang pada
masa prasejarah salah satunya diisi dengan menggambar dan melukis. Cara komunikasi dengan
menggunakan gambar pada akhirnya merangsang pembentukan sistem tulisan karena huruf
sebenarnya berasal dari simbol-simbol gambar yang kemudian disederhanakan dan dibakukan.
Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah
yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan.
Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa
tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada
biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan
terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-
seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis
mulai condong menjadi kegiatan seni.

9
Kerajaan Holing
1. Lokasi Kerajaan

Berita Cina berasal dari Dinasti T’ang yang menyebutkan bahwa letak Kerajaan Holing
berbatasan dengan Laut Sebelah Selatan, Ta-Hen-La (Kamboja) di sebelah utara, Po-Li (Bali)
sebelah Timur dan To-Po-Teng di sebelah Barat. Nama lain dari Holing adalah Cho-Po (Jawa),
sehingga berdasarkan berita tersebut dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Holing terletak di
Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. J.L. Moens dalam menentukan letak Kerajaan Holing
meninjau dari segi perekonomian, yaitu pelayaran dan perdagangan. Menurutnya, Kerajaan
Holing selayaknya terletak di tepi Selat Malaka, yaitu di Semenanjung Malaya. Alasannya, Selat
Malaka merupakan selat yang sangat ramai dalam aktifitas pelayaran perdagangan saat itu.
Pendapat J.L. Moens itu diperkuat dengan ditemukannya sebuah daerah di Semenajung Malaya
yang bernama daerah Keling.

2. Sumber Sejarah

I-Tsing menyebutkan bahwa seorang temannya bernama Hui-Ning dengan pembantunya


bernama Yunki pergi ke Holing tahun 664/665 M untuk mempelajari ajaran agama Buddha. Ia

10
juga menterjemahkan kitab suci agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Dalam
menerjemahkan kitab itu, ia dibantu oleh pendeta agama Buddha dari Holing yang bernama
Jnanabhadra. Menurut keterangan dari Dinasti Sung, kitab yang diterjemahkan oleh Hui-Ning
adalah bagian terakhir kitab Parinirvana yang mengisahkan tentang pembukaan jenazah Sang
Buddha.
3. Kehidupan Politik

Berdasarkan berita Cina disebutkan bahwa Kerajaan Holing diperintah oleh seorang raja putri
yang bernama Ratu Sima. Pemerintahan Ratu Sima sangat keras, namun adil dan bijaksana.
Rakyat tunduk dan taat terhadap segala perintah Ratu Sima. Bahkan tidak seorang pun rakyat
atau pejabat kerajaan yang berani melanggar segala perintahnya.

4. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Holing sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan karena
sistem pemerintahan yang keras dari Ratu Sima. Di samping ini juga sangat adil dan bijaksana
dalam memutuskan suatu masalah. Rakyat sangat menghormati dan mentaati segala keputusan
Ratu Sima.

5. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan perekonomian masyarakat Kerajaan Holing berkembang pesat. Masyarakat Kerajaan


Holing telah mengenal hubungan perdagangan. Mereka menjalin hubungan perdagangan pada
suatu tempat yang disebut dengan pasar. Pada pasar itu, mereka mengadakan hubungan
perdagangan dengan teratur.
Kerajaan ini ibukotanya bernama Chopo ( nama China ), menurut bukti- bukti China
pada abad 5 M. Mengenai letak Kerajaan Holing secara pastinya belum dapat ditentukan. Ada
beberapa argumen mengenai letak kerajaan ini, ada yang menyebutkan bahwa negara ini
terletak di Semenanjung Malay, di Jawa barat, dan di Jawa Tengah. Tetapi letak yang paling
mungkin ada di daerah antara pekalongan dan Plawanagn di Jawa tengah. Hal ini berdasarkan
catatan perjalanan dari Cina Kerajaan Holing adalah kerajaan yang terpengaruh oleh ajaran
agama Budha. Sehingga Holing menjadi pusat pendidikan agama Budha. Holing sendiri memiliki
seorang pendeta yang terkenal bernama Janabadra. Sebgai pusat pendidikan Budha,
menyebabkan seorang pendeta Budha dari Cina, menuntut ilmu di Holing. Pendeta itu bernama
Hou ei- Ning ke Holing, ia ke Holing untuk menerjemahkan kitab Hinayana dari bahasa
sansekerta ke bahasa cina pada 664-665. Sistem Administrasi kerajaan ini belum diketahui
secara pasti. Tapi beberapa bukti menunjukkan bahwa pada tahun 674-675, kerajaan ini
diperintah oleh seoarang raja wanita yang bernama Simo.
Holing sendiri banyak ditemukan barang-barang yang bercirikan kebudayaan Dong-Song
dan India. Hal ini menunjukkan adanya pola jaringan yang sudah terbentuk antar Holing dengan
bangsa luar. Wilayah perdaganganya meliputi laut China Selatan sampai pantai utara Bali.
Tetapi perkembangan selanjutnya sistem perdagangan Holing mendapat tantangan dari
Srivijaya, yang pada akhirnya perdagangan dikuasi oleh Srivijaya. Sehingga Srivijaya menjadi
kerajaan yang menguasai perdagangan pada pertengahan abad ke-8.
11
Kerajaan Yang Sangat Makmur Ini Bernama Kerajaan Holing. Letak Kerajaan Holing tidak
dapat diketahi secara pasti, sebab tidak ada prasasti yg ditinggalkan. Namun demikian ada
sumber berita dari China yang digunakan untuk menganalisis letaknya. Berita China dari dinasti
Tang menyebutkan bahwa letak Holing berbatasan dengan Laut sebelah selatan, Ta-Hr-
La(Kamboja) di sebelah utara, Po-Li (Bali) disebelah timur dan To-Po-Teng I disebelah barat.
Holing disebut dengan istilah Cho-Po (Jawa) .Berdasarkan berita China tersebut dapat
disimpulkan bahwa letak Holing ada di Jawa khususnya Jawa Tengah. Negri Yang Makmur
Dengan Ratu Yang Adil Kerajaan Holing diperintah oleh seorang Ratu yang bernama Ratu Sima
yang sangat keras namun adil dan bijaksana.Kejujuran sangat di tanamkan pada rakyatnya.
Pejabat kerajaan dan rakyat sangat taat pada aturan dari pemerintah di bawah
kekuasaan Ratu Sima hingga rakyat menjadi makmur. Berita tentang Ratu Sima yg adil beserta
negrinya yang makmur dan rakyatnya yang jujur telah terdengar sampai China dan sampai di
telinga Raja Ta-che. Raja Ta-che penasaran kenapa kerajaan Holing begitu terkenal akan
kejujurannya hingga sampai terdengar di China yg terbilang sangat jauh dari jawa. Akhirnya
Raja Ta-che ingin membuktikan kebenaran dari kejujuran rakyat Holing. Ia pun mengirim
utusann ke Holing untuk membuktikan hal itu.Utusan Raja Ta-che diperintah untuk menaruh
pundi-pundi emas secara diam-diam di tengah jalan dekat keramaian pasar. Berhari-hari,
berbulan-bulan, hingga sampai tiga tahun pundi-pundi itu berpindah dari tempatnya. Tidak
satupun orang yang menyentuh pundi-pundi itu. Hingga sampailah pada suatu hari Sang Putra
Mahkota yaitu anak tertua dari Ratu Sima berjalan melewati pasar tersebut. Ketika ia berjalan,
tak sengaja kakinya menyenggol pundi-pundi tersebut. Salah seorang warga melihat kejadian
tersebut..akhirnya ia melaporkan kepada pemerintah kerajaan akan kejadian tersebut.setelah
laporan tersebut terdengar oleh Ratu Sima, Ratu Sima langsung memerintahkan kepada hakim
untuk menghukum mati.
Sang Putra Mahkota yang tidak lain adalah anaknya sendiri.Ratu Sima menganggap itu
hal itu termasuk dalam kejahatan pencurian.Peraturan Kerajaan kerajaan bagi pencuri adalah
hukuman mati.karena Ratu Sima berpendapat bahwa mencuri itu berawal dari menyentuh
barang tersebut hingga timbul keinginan untuk mencuri. Beberapa Patih kerajaan tidak setuju
dengan keputusan Ratu Sima.Mereka mengajukan pembelaan untk Sang Putra Mahkota kepada
Ratu Sima.Pembelaan mereka yaitu, Sang Putra Mahkota menyenggol pundi-pundi tersebut
karena tidak sengaja dengan kakinya.maka lebih baik cukup kakinya saja yang di potong,tidak
perlu di hukum mati karena ada unsur ke tidak sengajaan Setelah melalui perdebatan yang
panjang..Ratu Sima akhirnya menyetujui pembelaan dari Patih kerajaan.Sang Putra Mahkota
pun akhirnya hanya di hukum potong kaki. Utusan Raja Ta-che kembali ke china setelah melihat
kebenaran tentang Adilnya Ratu Sima yang mau menghukum anaknya yang telah melakukan
kesalahan dan kejujuran rakyat Holing yang benar-benar luar biasa. Pembuktian Raja Ta-che
akhirnya dibenarkan oleh utusannya.

12
BAB III
PENUTUP (KESIMPULAN)
Agama Hindu bersifat polytheisme dengan dewa utamanya Trimurti yang terdiri dari
Brahma, Wisnu dan Syiwa. Adapun kitab sucinya adalah Weda. Sedangkan agama Buddha
muncul setelah agama Hindu. Awalnya hanya sebagai suatu ajaran dalam rangka mencari
kebenaran yang dilakukan pertama kali oleh Sidharta.

Pada masa Hindu-Buddha, pendidikan lekat terkait dengan agama. Menurut catatan I-
Ching, seorang peziarah dari China, ketika melewati Sumatera pada abad ke-7 M ia mendapati
banyak sekali kuil-kuil Buddha dimana di dalamnya berdiam para cendekiawan yang
mengajarkan beragam ilmu. Kuil-kuil tersebut tidak saja menjadi pusat transmisi etika dan nilai-
nilai keagamaan, tetapi juga seni dan ilmu pengetahuan.

Pada masa Hindu-Buddha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang


menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah
diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India.

Pada masa Hindu-Buddha kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk


mengajar anak-anaknya di istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi
belajar ke guru-guru tertentu.

Sriwijaya menjadi kerajaan besar adalah karena kehidupan social masyarakatnya


meningkat dengan pesat terutama dalam bidang pendidikan.

Kerajaan Holing adalah kerajaan yang terpengaruh oleh ajaran agama Buddha. Sehingga
Holing menjadi pusat pendidikan agama Buddha.

Sejarah agama Hindu-Buddha di Indonesia berbeda dengan sejarahnya di India. Disini,


kedua agama tersebut dapat tumbuh berdampingan dan harmonis. Bahkan ada kecenderungan
syncretism antara keduanya dengan upaya memadukan figur Syiwa dan Buddha sebagai satu
sumber yang Maha Tinggi. Sebagaimana tercermin dari satu bait syair Sotasoma karya Mpu
Tantular pada zaman Majapahit “Bhinneka Tunggal Ika”, yakni dewa-dewa yang ada dapat
dibedakan (bhinna), tetapi itu (ika) sejatinya adalah satu (tunggal).

13
DAFTAR PUSTAKA
http://peziarah.wordpress.com/2007/02/05/pendidikan-di-zaman-hindu-Buddha/
http://id.wikipedia.org/wiki/Hindu
http://id.wikipedia.org/wiki/Buddha
http://yherlanti.wordpress.com/
http://phadli23.multiply.com/journal
http://sman2-pontianak.sch.id/home.php
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0408/16/utama/
http://priandoyo.wordpress.com/
http://elfarid.multiply.com/journal/item/574/Pendidikan_Adalah_Hak_Anak_Bangsa
http://wewaits.wordpress.com/2008/05/03/jika-pendidikan-adalah-pilihan/
http://kawansejati.ee.itb.ac.id/perbedaan-antara-pendidikan-dan-pengajaran
http://www.penulislepas.com/v2/?p=206

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Asal Mula Munculnya Agama Hindu dan Buddha

Sejarah Agama Hindu diawali dari kedatangan bangsa Arya dari Asia tengah (iran/ persia/

yaitu suku Dravida. Bangsa Arya bergerak terus dan menyebar kearah tenggara dan memasuki14
afganistan) pada tahun 1500 S.M. ke daerah lembah sungai Indus dan mendesak penduduk asli

daerah sungai Gangga dan Yamuna.di daerah tersebut terjadilah asimilasi budaya yang akhirnya
melahirkan kebudayaan Hindu . Kata Hindu berasal dari kata Sindu/ Sind . Dimana kebudayaan Arya
dan Dravida telah menyatu, dilafalkan dalam bahasa persia sebagai Hindi, dan Orang latin / yunani
menamainya Indi/India. Kepercayaan bangsa Hindu adalah Polytheisme (menyembah banyak
Tuhan/ dewa). Namun pada dasarnya mereka menyembah 3 dewa utama yang disebut Trimurti,
yaitu: Brahmana (pencipta alam semesta), Wisnu (pemelihara alam), dan Syiwa (menguasai
kematian ,kehancuran dan peleburan).

Kitab yang dibuat oleh para resi (Mahaguru) bangsa Hindu dinamakan Weda/Veda. Yang terdiri dari
Reg weda, Samaweda, Yayjurweda, Atharweda. Yang intinya berupa syair syair atau doa-doa serta
pujian pada sanghyang widi. Inti ajarannya yaitu bahwa manusia dalam keadaan samsara sebagai
akibat perbuatan pada masa lalunya. Manusia harus ber-reinkarnasi untuk memperbaiki hidup dan
mencapai Moksa dan masuk nirwana. Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat
dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Buddha.

Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa


orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi.
Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa.
Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal
adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa.

Masyarakat Hindu menganut system Kasta, di mana masyarakat dibagi dalam lima tingkatan, yaitu:

1.  Brahmana: Para pemimpin agama/ biksu

2.  Ksatria: Para raja dan bangsawan

3.  Waisya: Para pengusaha /pedagang

4.  Sudra: Para petani dan pekerja kasar

5.  Paria: Gelandangan, pengemis dsb.(orang orang yang hina)

Sedangkan agama Buddha muncul setelah agama Hindu. Awalnya hanya sebagai suatu ajaran
dalam rangka mencari kebenaran yang dilakukan pertama kali oleh Sidharta. Sidharta adalah putra
mahkota dari Kerajaan Kapilawastu yang merupakan putra raja Sudhodana dan putri Maya,
kemudian ia mengemban menjadi cakyamuni (pendeta) sampai menerima wahyu yang berupa
kesadaran akan penderitaan dan cara menindas penderitaan tersebut. Dalam hal ini Sidharta
dianggap sebagai Buddha Gautama.

Buddha sebagai suatu ajaran dapat berkembang menjadi suatu agama dengan kitab sucinya
Tripitaka (tiga keranjang) yang menggunakan bahasa Pali bahasa rakyat Magadha . Untuk
selanjutnya agama Buddha berkembang menjadi dua aliran yaitu aliran Mahayana (kendaraan
15
besar) dan aliran Hinayana (kendaraan kecil). Kemudian kedua agama yaitu Hindu-Buddha tersebut
berkembang keberbagai negara di Asia Timur maupun Asia Tenggara termasuk ke Indonesia yang
akhirnya mempengaruhi kebudayaan Indonesia begitu juga dengan pendidikan yang di ajarkan
agama Hindu Buddha.
 

B.      Masuknya Agama Hindu dan Buddha ke Indonesia

Agama Hindu masuk ke Indonesia dengan berbagai cara. Ada beberapa teori yang menyatakan
tentang proses masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia . Teori tersebut adalah :

1. Teori Sudra

Menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Indonesia yang
berkasta Sudra, karena mereka dianggap sebagai orang buangan.

2. Teori Waisya oleh N.J.Krom

Menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu di bawa oleh orang-orang India yang berkasta
Waisya, karena mereka terdiri dari pedagang yang datang dan kemudian menetap di Indonesia .

3. Teori Ksatria dikatakan oleh Moekerjee,

Menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Indonesia
yang berkasta Ksatria, karena terjadi kekacauan politik di India , maka banyak para ksatria yang
kalah yang melarikan diri ke Indonesia .

4.      Teori Brahmana Prof.Dr.F.D.K..Bosch

Menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Indonesia
yang berkasta brahmana. Kedatangan mereka untuk memenuhi undangan kepala suku yang
tertarik dengan agama Hindu. Mereka inilah yang mengerti bahasa Sanskerta yang banyak
ditemukan di prasati=prasati yang ditemukan di Indonesia .

5.     Hipotesis Arus Balik, dinyatakan bahwa terdapat penduduk asli(pelajar) Indonesia yang
melakukan perjalanan ke India belajar mengenai kebudayaan india dan kembali ke Indonesia
kemudian menyebarkan budaya tersebut.

Penyiaran agama Buddha di Indonesia lebih awal dari agama Hindu.. Dalam penyebarannya, agama
Buddha mengenal misi penyiar agama yang disebut Dharmaduta. Tersiarnya agama Buddha di
Indonesia, diperkirakan sejak abad ke-2 Masei, dibuktika dengan penemuan arca Buddha dari
perunggu di Jember, Jatim dan Sulawesi Selatan. Arca-arca itu berlanggam Amarwati. Namun belum

16
diketahui siapa pembawanya dari India Selatan ke Indonesia . Disamping itu juga ditemukan arca
Buddha dari batu di Palembang .

 
C.    Pengaruh Masuknya Agama Hindu-Buddha di Indonesia

Masuknya unsur-unsur budaya Hindu Buddha dari India telah mengubah dan menambah khasanah
budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan seperti:

1.  Di Bidang Agama

Sebelum mendapat pengaruh agama-agama dari India , penduduk nusantara telah memiliki
kepercayaan:

 Animisme: Keyakinan adanya berbagai roh yang menempati alam sekeliling tempat
tinggalnya.Tingkatan tinggi dari animisme adalah pemujaan kepada roh para leluhur.

 Dinamisme: Kepercayaan tentang adanya kekuatan gaib yang luar biasa pada benda-
benda tertentu : rambut, kepala, batu, akik, dan lain-lain.

 Totemisme: Kepercayaan kepada binatang sebagai lambang nenek moyang.

 Animatisme: Kepercayaan bahwa benda / pohon tertentu berjiwa dan berfikir seperti
manusia. Contohnya keris, pohon beringin, dan lain-lain.

Fetisisme: Kepercayaan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu. Dengan masuknya


budaya India , penduduk nusantara secara berangsur-angsur memeluk agama Hindu dan
Buddha diawali oleh lapisan elit para datu dan keluarganya. Walaupun demikian, lapisan
bawahterutama di pedesaan masih banyak yang tetap menganut kepercayaan asli berupa
pemujaan kepada nenek moyang. Dalam perkembangan, agama Hindu-Buddha berpadu
menjadi agama Siwa Buddha. Bahkan agama campuran ini masih diwarnai dengan kepercayaan-
kepercayaan asli nusantara.

2.  Di Bidang Sosial dan Pemerintahan

Sistem masyarakat di nusantara sebelum kedatangan pengaruh budaya India , diatur dan dibedakan
berdasarkan profesi : petani, perajin, peramu, dan lain-lain. Dengan masuknya pengaruh budaya
India sistem masyarakat ditata berdasarkan sistem kasta brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
Meskipun dalam pelaksanaan di Indonesia tidak dilakukan pembedaan secara ketat.

Pada puncak pemerintahan, atau pucuk sistem masyarakat sebelum datangnya budaya pengaruh

17
India terdapat para pemimpin :

Ketua Suku, Ketua adat, dengan gelar Datu / Datuk, Ratu dan Raka. Sejak datangnya pengaruh
budaya India , para Datu / Ratu berganti gelar Raja / Maharaja.. Meskipun posisi tidak berubah
tetap sebagai pucuk pimpinan dalam pemerintahan. Dengan adanya sistem kasta, para dukun / ahli
nujum, yang menjadi penasehat Datu / Ratu, meskipun bergelar Brahmana, posisi tetap di bawah
raja, rakyatmerdeka tetap sebagai waisya, dan para budak tetap sebagai kaum sudra.

3.  Di Bidang Arsitektur

Sebelum masuknya pengaruh India , di Indonesia telah dikenal tradisi Megalitikum berupa
bangunan Punden berundak. Bentuk bangunan ini berpadu dengan budaya India dan di Nusantara
terwujuddalam bentuk bangunan Candi. Hal ini dapat kita saksikan pada bentuk bangunan Candi
Borobudur

4.  Di Bidang Bahasa dan Tulisan

Pengaruh dari India telah membawa budaya tulisan ke Indonesia . Bahasa Sanksekerta yang berasal
dari India juga banyak digunakan di kerajaan-kerajaan Nusantara. Hingga saat ini bangsa
Indonesiamasih banyak menggunakan bahasa Sanksekerta yang diserap ke dalam bahasa
Indonesia .

Karya-karya sastra dari India seperti Ramayana dan Mahabaratha banyak mempengaruhi karya-
karya pujangga di Nusantara. Karya-karya sastra yang muncul dengan pengaruh India antara lain:

 Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa

Sutasoma, karya Mpu Tantular

 Negarakertagama, karya Mpu Prapanca

D.   Munculnya Kerajaan Hindu Buddha di Indonesia

Masuknya ajaran agama Hindu dan Buddha telah membawa banyak pengaruh terhadap pola piker
dan perilaku bangsa Indonesia . Mereka mulai mengenal Tuhan dan tidak lagi percaya pada benda
atu roh-roh halus. Penyebaran agama Hindu Buddha inilah yang mendorong orang untuk
membangun sebuah kerajaan. TUjuannya agar membantu penyebaran agama yang mereka anut

18
dan memperoleh kejayaan terhadap suatu masyarakat. Untuk itulah, terbentuk banyak kerajaan
bercorak Hindu ataupun Buddha. Salah satunya adalah Kerajaan Holing yang akan dibahas di bab
selanjutnya.
Agama Hindu bersifat polytheisme dengan dewa utamanya Trimurti yang terdiri dari Brahma,
Wisnu dan Syiwa. Adapun kitab sucinya adalah Weda. Sedangkan agama Buddha muncul setelah
agama Hindu. Awalnya hanya sebagai suatu ajaran dalam rangka mencari kebenaran yang
dilakukan pertama kali oleh Sidharta.

Sidharta adalah putra mahkota dari Kerajaan Kapilawastu yang merupakan putra raja Sudhodana
dan putri Maya, kemudian ia mengemban menjadi cakyamuni (pendeta) sampai menerima wahyu
yang berupa kesadaran akan penderitaan dan cara menindas penderitaan tersebut. Dalam hal ini
Sidharta dianggap sebagai Buddha Gautama.

BAB II
KERAJAAN HOLING
1. Lokasi Kerajaan

Berita Cina berasal dari Dinasti Tang yang menyebutkan bahwa letak Kerajaan Holing
berbatasan dengan Laut Sebelah Selatan, Ta-Hen-La (Kamboja) di sebelah utara, Po-Li (Bali)
sebelah Timur dan To-Po-Teng di sebelah Barat. Nama lain dari Holing adalah Cho-Po (Jawa),
sehingga berdasarkan berita tersebut dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Holing terletak di
Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. J.L. Moens dalam menentukan letak Kerajaan Holing
meninjau dari segi perekonomian, yaitu pelayaran dan perdagangan. Menurutnya, Kerajaan
Holing selayaknya terletak di tepi Selat Malaka, yaitu di Semenanjung Malaya . Alasannya,
Selat Malaka merupakan selat yang sangat ramai dalam aktifitas pelayaran perdagangan saat
itu. Pendapat J.L. Moens itu diperkuat dengan ditemukannya sebuah daerah di Semenajung
Malaya yang bernama daerah Keling.

 
19
2. Sumber Sejarah
I-Tsing menyebutkan bahwa seorang temannya bernama Hui-Ning dengan pembantunya
bernama Yunki pergi ke Holing tahun 664/665 M untuk mempelajari ajaran agama Buddha.
Ia juga menterjemahkan kitab suci agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina.
Dalam menerjemahkan kitab itu, ia dibantu oleh pendeta agama Buddha dari Holing yang
bernama Jnanabhadra. Menurut keterangan dari Dinasti Sung, kitab yang diterjemahkan
oleh Hui-Ning adalah bagian terakhir kitab Parinirvana yang mengisahkan tentang
pembukaan jenazah Sang Buddha.

3.   Kehidupan Politik

Berdasarkan berita Cina disebutkan bahwa Kerajaan Holing diperintah oleh seorang raja putri
yang bernama Ratu Sima. Pemerintahan Ratu Sima sangat keras, namun adil dan bijaksana.
Rakyat tunduk dan taat terhadap segala perintah Ratu Sima. Bahkan tidak seorang pun rakyat
atau pejabat kerajaan yang berani melanggar segala perintahnya.
 

4.   Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Holing sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan karena
sistem pemerintahan yang keras dari Ratu Sima. Di samping ini juga sangat adil dan
bijaksana dalam memutuskan suatu masalah. Rakyat sangat menghormati dan mentaati
segala keputusan Ratu Sima.
 

5. Kehidupan Agama

Kerajaan Holing adalah kerajaan yang terpengaruh oleh ajaran agama Budha. Sehingga
Holing menjadi pusat pendidikan agama Budha. Holing sendiri memiliki seorang pendeta
yang terkenal bernama Janabadra. Sebgai pusat pendidikan Budha, menyebabkan seorang
pendeta Budha dari Cina, menuntut ilmu di Holing. Pendeta itu bernama Hou ei- Ning ke
Holing, ia ke Holing untuk menerjemahkan kitab Hinayana dari bahasa sansekerta ke
bahasa cina pada 664-665.
 

6.  Kehidupan Kerajaan Holing

20
Pejabat kerajaan dan rakyat sangat taat pada aturan dari pemerintah di bawah kekuasaan
Ratu Sima hingga rakyat menjadi makmur. Berita tentang Ratu Sima yg adil beserta
negrinya yang makmur dan rakyatnya yang jujur telah terdengar sampai China dan sampai
di telinga Raja Ta-che. Raja Ta-che penasaran kenapa kerajaan Holing begitu terkenal akan
kejujurannya hingga sampai terdengar di China yg terbilang sangat jauh dari jawa. Akhirnya
Raja Ta-che ingin membuktikan kebenaran dari kejujuran rakyat Holing. Ia pun mengirim
utusann ke Holing untuk membuktikan hal itu.Utusan Raja Ta-che diperintah untuk menaruh
pundi-pundi emas secara diam-diam di tengah jalan dekat keramaian pasar. Berhari-hari,
berbulan-bulan, hingga sampai tiga tahun pundi-pundi itu berpindah dari tempatnya. Tidak
satupun orang yang menyentuh pundi-pundi itu. Hingga sampailah pada suatu hari Sang
Putra Mahkota yaitu anak tertua dari Ratu Sima berjalan melewati pasar tersebut. Ketika ia
berjalan, tak sengaja kakinya menyenggol pundi-pundi tersebut. Salah seorang warga
melihat kejadian tersebut..akhirnya ia melaporkan kepada  pemerintah kerajaan akan
kejadian tersebut.setelah laporan tersebut terdengar oleh Ratu Sima, Ratu Sima langsung
memerintahkan kepada hakim untuk menghukum mati.

Sang Putra Mahkota yang tidak lain adalah anaknya sendiri.Ratu Sima menganggap itu hal itu
termasuk dalam kejahatan pencurian.Peraturan Kerajaan kerajaan bagi pencuri adalah hukuman
mati.karena Ratu Sima berpendapat bahwa mencuri itu berawal dari menyentuh barang tersebut
hingga timbul keinginan untuk mencuri. Beberapa Patih kerajaan tidak setuju dengan keputusan
Ratu Sima.Mereka mengajukan pembelaan untk Sang Putra Mahkota kepada Ratu Sima.Pembelaan
mereka yaitu, Sang Putra Mahkota menyenggol pundi-pundi tersebut karena tidak sengaja dengan
kakinya.maka lebih baik cukup kakinya saja yang di potong,tidak perlu di hukum mati karena ada
unsur ke tidak sengajaan Setelah melalui perdebatan yang panjang..Ratu Sima akhirnya menyetujui
pembelaan dari Patih kerajaan.Sang Putra Mahkota pun akhirnya hanya di hukum potong kaki.
Utusan Raja Ta-che kembali ke china setelah melihat kebenaran tentang Adilnya Ratu Sima yang
mau menghukum anaknya yang telah melakukan kesalahan dan kejujuran rakyat Holing yang
benar-benar luar biasa. Pembuktian Raja Ta-che akhirnya dibenarkan oleh utusannya.

7.  Kehidupan Ekonomi

Kehidupan perekonomian masyarakat Kerajaan Holing berkembang pesat. Masyarakat Kerajaan


Holing telah mengenal hubungan perdagangan. Mereka menjalin hubungan perdagangan pada

21
suatu tempat yang disebut dengan pasar. Pada pasar itu, mereka mengadakan hubungan
perdagangan dengan teratur.

Holing sendiri banyak ditemukan barang-barang yang bercirikan kebudayaan Dong-Song dan India .
Hal ini menunjukkan adanya pola jaringan yang sudah terbentuk antar Holing dengan bangsa luar.
Wilayah perdaganganya meliputi laut China Selatan sampai pantai utara Bali . Tetapi perkembangan
selanjutnya sistem perdagangan Holing mendapat tantangan dari Srivijaya, yang pada akhirnya
perdagangan dikuasi oleh Srivijaya. Sehingga Srivijaya menjadi kerajaan yang menguasai
perdagangan pada pertengahan abad ke-8.

8.  Peninggalan Kerajaan Holing

Prasasti peninggalan Kerajaan Ho-ling adalah Prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di Desa
Dakwu daerah Grobogan, Purwodadi di lereng Gunung Merbabu di Jawa Tengah.. Prasasti
bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang
bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga
di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan
bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu

22

You might also like