Professional Documents
Culture Documents
Asam sulfat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Identifikasi
Nomor
231-639-5
EINECS
Nomor
WS5600000
RTECS
Sifat
Rumus
H2SO4
molekul
Titik didih
337 °C, 610 K, 639 °F
Kelarutan
tercampur penuh
dalam air
Keasaman
−3
(pKa)
Bahaya
Klasifikasi
Korosif (C)
EU
Indeks EU 016-020-00-8
NFPA 704 0
3
2
W
Frasa-R Templat:R35
Senyawa terkait
Asam selenat
Asam kuat
Asam klorida
terkait
Asam nitrat
Asam sulfit
Asam
Senyawa
peroksimonosulfat
terkait
Sulfur trioksida
Oleum
Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas
berlaku
pada temperatur dan tekanan standar (25°C,
100 kPa)
Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut
dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan
merupakan salah satu produk utama industri kimia. Produksi dunia asam sulfat pada
tahun 2001 adalah 165 juta ton, dengan nilai perdagangan seharga US$8 juta.
Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan
air limbah dan pengilangan minyak.
Keberadaan
Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami
di bumi oleh karena sifatnya yang higroskopis. Walaupun demikian, asam sulfat
merupakan komponen utama hujan asam, yang terjadi karena oksidasi sulfur dioksida
di atmosfer dengan keberadaan air (oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah
produk sampingan utama dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak
yang mengandung sulfur (belerang).
Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya
besi sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air
asam tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam bijih
sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun. Oksidasi besi
sulfida pirit oleh oksigen molekuler menhasilkan besi(II), atau Fe2+:
Besi(III) atau ion feri juga dapat mengoksidasi pirit. Ketika oksidasi pirit besi(III)
terjadi, proses ini akan berjalan dengan cepat. Nilai pH yang lebih rendah dari nol
telah terukur pada air asam tambang yang dihasilkan oleh proses ini.
Atmosfer Venus
Asam sulfat diproduksi di atmosfer bagian atas Venus dari karbon dioksida,
sulfur dioksida, dan uap air secara fotokimia oleh cahaya matahari. Foton ultraviolet
dengan panjang gelombang kurang dari 169 nm dapat mengakibatkan fotodisosiasi
karbon dioksida menjadi karbon monoksida dan oksigen atomik.
CO2 → CO + O
SO2 + O → SO3
SO3 + H2O → H2SO4
Di bagian atas atmosfer Venus yang lebih dingin, asam sulfat terdapat dalam
keadaan cair, dan awan asam sulfat yang tebal menghalangi pandangan permukaan
Venus ketika dipandang dari atas. Awan permanen Venus menghasilkan hujan asam
yang pekat sama halnya atmosfer bumi menghasilkan air hujan.
Sulfur dioksida dan uap air kemudian naik secara arus konveksi dari lapisan
tengah atmosfer menuju lapisan atas, di mana keduanya akan diubah kembali lagi
menjadi asam sulfat, dan siklus ini kemudian berulang.
Pembuatan
Asam sulfat diproduksi dari belerang, oksigen, dan air melalui proses kontak.
Sulfur trioksida diserap ke dalam 97-98% H2SO4 menjadi oleum (H2S2O7), juga
dikenal sebagai asam sulfat berasap. Oleum kemudian diencerkan ke dalam air
menjadi asam sulfat pekat.
Perhatikan bahwa pelarutan langsung SO3 ke dalam air tidaklah praktis karena reaksi
sulfur trioksida dengan air yang bersifat eksotermik. Reaksi ini akan membentuk
aerosol korosif yang akan sulit dipisahkan.
Sebelum tahun 1900, kebanyakan asam sulfat diproduksi dengan proses bilik.[2]
Sifat-sifat fisika
Bentuk-bentuk asam sulfat
Walaupun asam sulfat yang mendekati 100% dapat dibuat, ia akan melepaskan
SO3 pada titik didihnya dan menghasilkan asam 98,3%. 98% asam sulfat lebih stabil
untuk disimpan, dan merupakan bentuk asam sulfat yang paling umum. Asam sulfat
98% umumnya disebut sebagai asam sulfat pekat. Terdapat berbagai jenis konsentrasi
asam sulfat yang digunakan untuk berbagai keperluan:
Terdapat juga asam sulfat dalam berbagai kemurnian. Mutu teknis H2SO4 tidaklah
murni dan seringkali berwarna, namun cocok untuk digunakan untuk membuat
pupuk. Mutu murni asam sulfat digunakan untuk membuat obat-obatan dan zat
warna.
Asam sulfat murni berupa cairan bening seperti minyak, dan oleh karenanya pada
zaman dahulu ia dinamakan 'minyak vitriol'.
H2SO4 anhidrat adalah cairan yang sangat polar. Ia memiliki tetapan dielektrik
sekitar 100. Konduktivitas listriknya juga tinggi. Hal ini diakibatkan oleh disosiasi
yang disebabkan oleh swa-protonasi, disebut sebagai autopirolisis.[3]
Sifat-sifat kimia
Reaksi dengan air
(C6H12O6)n → 6n C + 6n H2O
Efek ini dapat dilihat ketika asam sulfat pekat diteteskan ke permukaan kertas.
Selulosa bereaksi dengan asam sulfat dan menghasilkan karbon yang akan terlihat
seperti efek pembakaran kertas. Reaksi yang lebih dramatis terjadi apabila asam
sulfat ditambahkan ke dalam satu sendok teh gula. Seketika ditambahkan, gula
tersebut akan menjadi karbon berpori-pori yang mengembang dan mengeluarkan
aroma seperti karamel.
Reaksi lainnya
Hal yang sama juga berlaku apabila mereaksikan asam sulfat dengan kalium
nitrat. Reaksi ini akan menghasilkan asam nitrat dan endapat kalium bisulfat. Ketika
dikombinasikan dengan asam nitrat, asam sulfat berperilaku sebagai asam sekaligus
zat pendehidrasi, membentuk ion nitronium NO2+, yang penting dalam reaksi nitrasi
yang melibatkan substitusi aromatik elektrofilik. Reaksi jenis ini sangatlah penting
dalam kimia organik.
Hal ini dikarenakan asam pekat panas umumnya berperan sebagai oksidator,
manakala asam encer berperan sebagai asam biasa. Sehingga ketika asam pekat panas
bereaksi dengan seng, timah, dan tembaga, ia akan menghasilkan garam, air dan
sulfur dioksida, manakahal asam encer yang beraksi dengan logam seperti seng akan
menghasilkan garam dan hidrogen.
Asam sulfat digunakan dalam jumlah yang besar oleh industri besi dan baja
untuk menghilangkan oksidasi, karat, dan kerak air sebelum dijual ke industri
otomobil. Asam yang telah digunakan sering kali didaur ulang dalam kilang
regenerasi asam bekas (Spent Acid Regeneration (SAR) plant). Kilang ini membakar
asam bekas dengan gas alam, gas kilang, bahan bakar minyak, ataupun sumber bahan
bakar lainnya. Proses pembakaran ini akan menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2)
dan sulfur trioksida (SO3) yang kemudian digunakan untuk membuat asam sulfat
yang "baru".
Siklus sulfur-iodin
Senyawa sulfur dan iodin didaur dan digunakan ulang. Proses ini bersifat
endotermik dan haruslah terjadi pada suhu yang tinggi. Siklus sulfur iodin sekarang
ini sedang diteliti sebagai metode yang praktis untuk mendapatkan hidrogen. Namun
karena penggunaan asam korosif yang pekat pada suhu yang tinggi, ia dapat
menimbulkan resiko bahaya keselamatan yang besar apabila proses ini dibangun
dalam skala besar.
Sejarah
Alkimiawan abad ke-8 Abu Musa Jabir bin Hayyan (Geber) dipercayai
sebagai penemu asam sulfat. Asam ini kemudian dikaji oleh alkimiawan dan dokter
Persia abad ke-9 Ar-Razi (Rhazes), yang mendapatkan zat ini dari distilasi kering
mineral yang mengandung besi(II) sulfat heptahidrat, FeSO4 • 7H2O, dan tembaga(II)
sulfat pentahidrat, CuSO4 • 5H2O. Ketika dipanaskan, senyawa-senyawa ini akan
terurai menjadi besi(II) oksida dan tembaga(II) oksida, melepaskan air beserta sulfur
trioksida yang akan bergabung menjadi larutan asam sulfat. Metode ini dipopulerkan
di Eropa melalui terjemahan-terjamahan buku-buku Arab dan Persia.
Asam sulfat dikenal oleh alkimiawan Eropa abad pertengahan sebagai minyak
vitriol. Kata vitriol berasal dari bahasa Latin vitreus yang berarti 'gelas', merujuk pada
penampilan garam sulfat yang seperti gelas, disebut sebagai garam vitriol. Garam-
garam ini meliputi tembaga(II) sulfat (vitriol biru), seng sulfat (vitriol putih), besi(II)
sulfat (vitriol hijau), besi(III) sulfat (vitriol Mars), dan kobalt(II) sulfat (vitriol
merah).
Pada abad ke-17, kimiawan Jerman Belanda Johann Glauber membuat asam
sulfat dengan membakar sulfur bersamaan dengan kalium nitrat, KNO3, dengan
keberadaan uap. Kalium nitrat tersebut terurai dan mengoksidasi sulfur menjadi SO3,
yang akan bergabung dengan air membentuk asam sulfat. Pada tahun 1736, Joshua
Ward, ahli farmasi London, menggunakan metode ini untuk memulai
produksi asam sulfat berskala besar.
Pada tahun 1831, saudagar asam cuka Britania Peregrine Phillips mematenkan proses
kontak, yang lebih ekonomis dalam memproduksi sulfur trioksida dan asam sulfat.
Sekarang, hampir semua produksi asam sulfat dunia menggunakan proses ini.
Keselamatan
Bahaya laboratorium
Tetesan 98% asam sulfat akan dengan segera membakar kertas tisu menjadi karbon
Pembuatan asam sulfat encer juga berbahaya oleh karena pelepasan panas
selama proses pengenceran. Asam sulfat pekat haruslah selalu ditambahkan ke air,
dan bukannya sebaliknya. Penambahan air ke asam sulfat pekat dapat menyebabkan
tersebarnya aerosol asam sulfat dan bahkan dapat menyebabkan ledakan. Pembuatan
larutan lebih dari 6 M (35%) adalah yang paling berbahaya, karena panas yang
dihasilkan cukup panas untuk mendidihkan asam encer tersebut.
Bahaya industri
Walaupun asam sulfat tidak mudah terbakar, kontak dengan logam dalam
kasus tumpahan asam dapat menyebabkan pelepasan gas hidrogen. Penyebaran
aerosol asam dan gas sulfur dioksida menambah bahaya kebakaran yang melibatkan
asam sulfat.
Asam sulfat dianggap tidak beracun selain bahaya korosifnya. Resiko utama
asam sulfat adalah kontak dengan kulit yang menyebabkan luka bakar dan
penghirupan aerosol asap. Paparan dengan aerosol asam pada konsentrasi tinggi akan
menyebabkan iritasi mata, saluran pernafasan, dan membran mukosa yang parah.
Iritasi akan mereda dengan cepat setelah paparan, walaupun terdapat resiko edema
paru apabila kerusakan jaringan lebih parah. Pada konsentrasi rendah, simtom-
simtom akibat paparan kronis aerosol asam sulfat yang paling umumnya dilaporkan
adalah pengikisan gigi. Indikasi kerusakan kronis saluran pernafasan masih belum
jelas. Di Amerika Serikat, batasan paparan yang diperbolehkan ditetapkan sebagai
1 mg/m³. Terdapat pula laporan bahwa penelanan asam sulfat menyebabkan
defisiensi vitamin B12 dengan degenarasi gabungan subakut.
Pembatasan hukum
Perdagangan internasional asam sulfat dikontrol oleh Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika
tahun 1988, yang meletakkan asam sulfat di Tabel II konvensi tersebut sebagai bahan
kimia yang sering diguakan dalam produksi gelap narkotika ataupun psikotropika.[6]
Di Indonesia, konvensi ini disahkan oleh Undang-Undang Dasar Nomor 7 Tahun
1997. [7]