Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Ariani Kusumastuti J3F207138
Erni Afriani J3f107011
Lydia Silviani J3F107005
Silvana Rahmawati J3F207137
Stevia Budi Isnawanti J3F107054
Yudhi Adrianto J3F107060
Penanggung Jawab:
Tantri Warachesti AMG
Oleh :
Ariani Kusumastuti J3F207138
Erni Afriani J3f107011
Lydia Silviani J3F107005
Silvana Rahmawati J3F207137
Stevia Budi Isnawanti J3F107054
Yudhi Adrianto J3F107060
Penanggung Jawab:
Tantri Warachesti, AMG
Menyetujui,
Pembimbing PKL
Mengetahui,
Kepala Instalasi Gizi RSUP Persahabatan
Heriyana, S.KM
19681227 199203 2001
Tanggal Disetujui :
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat karunia
dan berkah-Nya sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak/Ibu :
1. dr. Vera Uripi, S.Ked selaku pembimbing dan Koordinator Program
Keahlian yang telah membimbing dan mengarahkan dalam penyelesaian
laporan ini.
2. Tantri W, AMG selaku pembimbing di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum
Pusat Persahabatan.
3. Heriyana, S.KM selaku Kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Pusat
Persahabatan.
4. Kedua orang tua, teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan
berpartisipasi dalam penyusunan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan. Kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan yang akan
datang.
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR.................................................................................. iv
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ii
DAFTAR TABEL......................................................................................... i
I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................. 2
1.3 Tempat dan Waktu............................................................................... 2
1.4 Objek Pengamatan............................................................................... 2
1.5 Manfaat................................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 2
2.1 Struktur Organisasi Asuhan Gizi Rumah Sakit.................................. 3
2.2 Pelayanan Asuhan Gizi Rawat Inap................................................... 3
2.2.1 Assasement atau Pengkajian Gizi............................................. 3
2.2.2 Perhitungan Status Gizi............................................................ 5
2.1.3 Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi............................ 6
2.3 Perencanaan Pelayanan Gizi............................................................... 7
2.3.1 Implementasi Pelayanan Gizi...................................................
12
2.3.2 Monitoring dan Evaluasi.......................................................... 12
2.4 Pengukuran Konsumsi........................................................................ 12
2.4.1 Metode Food Weighing............................................................. 13
2.4.2 Metode Food Recall.................................................................. 13
III.HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 15
3.1 Pasien Rawat Inap............................................................................. 15
3.2 Studi Kasus........................................................................................ 17
3.2.1 Metode Food Recall................................................................ 18
3.2.2 Metode Food Weighing........................................................... 20
3.3 Rata-rata Kebutuhan Energi, Konsumsi dan Ketersediaan Kasus 20
3.3.1 Rata-rata Kebutuhan Energi, Konsumsi dan Ketersediaan
Energi dan Protein Pasien Demam & Thypoid....................... 21
3.3.2 Rata-rata Kebutuhan Energi, Konsumsi dan Ketersediaan
Energi, Protein, Lemak , Karbohidrat,
Natrium Pasien CHF............................................................... 23
3.3.3 Rata-rata Kebutuhan Energi, Konsumsi dan Ketersediaan
Energi dan Protein Pasien Bedah............................................ 26
3.4 Jenis Makanan dan Frekuensi Makan Sesuai Jenis Diet................... 28
4.1 Kesimpulan........................................................................................ 31
4.2 Saran.................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 34
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
1 Faktor Aktivitas dan Faktor Stress Orang Sakit.................................... 5
2 Kategori IMT......................................................................................... 6
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya persaingan pada
berbagai aspek, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi agar
mampu bersaing dengan Negara lain. Masalah gizi klinis adalah masalah gizi
yang ditinjau secara individual mengenai apa yang terjadi dalam tubuh seseorang,
yang seharusnya ditanggulangi secara individu.
Ruang lingkup kegiatan pokok pelayaanan gizi di rumah sakit terdiri dari:
Asuhan Gizi Pasien Rawat jalan, Asuhan Gizi Pasien Rawat Inap.
Penyelenggaraan Makanan serta Penelitian dan Pengembangan Gizi, untuk
meningkatkan pelayanan paripurna pada pasien, maka perlu dibentuk Tim Asuhan
Gizi yang bertugas menyelenggarakan makanan pelayanan rawat inap, termasuk
pelayanan klinik gizi yang merupakan bagian dari Instalasi Rawat Jalan.
Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan
keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien.
Asuhan gizi merupakan sarana dalam upaya pemenuhan zat gizi pasien.
Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga dengan Terapi Gizi Medik.
Pelayanan kesehatan paripurna seorang pasien, baik rawat inap maupun rawat
jalan, secara teoritis memerlukan tiga jenis asuhan yang pada pelaksanaannya
dikenal sebagai pelayanan. Ketiga jenis asuhan tersebut adalah: Asuhan Medik,
Asuhan Keperawatan dan Asuhan Gizi.
Manajemen asuhan gizi klinik (MAGK) merupakan implementasi dalam
pelaksanaan asuhan gizi di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. salah satu
sarana dalam mengaplikasikan pemahaman teori penatalaksanaan diet, khususnya
pada pasien rawat inap. Adanya Manajemen Asuhan Gizi Klinik (MAGK) bagi
pelajar juga menjadi sarana dalam membantu pemahaman mengenai konsep
penatalaksanaan diet.
2
1.2 Tujuan
Tujuan umum dari pelaksanaan Manajemen Asuhan Gizi Klinik ini adalah
mempelajari upaya pemenuhan gizi pasien rawat inap melalui kegiatan pelayanan
gizi. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai adalah
Mempelajari pelaksanaan pelayanan gizi pasien rawat inap dengan food
weighing dan food recall 24 jam.
Menghitung kebutuhan energi, konsumsi, ketersediaan dan kecukupan pasien
demam dengan gangguan saluran pencernaan, gagal jantung dan gangguan
saluran pernafasan dan bedah.
Menghitung Asupan makanan pasien demam dengan gangguan saluran
pencernaan, gagal jantung dan gangguan saluran pernafasan dan bedah.
1.3 Tempat dan Waktu
Pengamatan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan pada
ruang perawatan kelas II dan Kelas III. Pelaksanaan Manajemen Asuhan Gizi
Klinik dilakukan mulai tanggal 24 Maret 2010 hingga 1 April 2010. Pengamatan
terhadap setiap pasien dilakukan selama 2-3 x 24 jam.
1.4 Obyek Pengamatan
Obyek yang diamati merupakan pasien dengan penyakit demam, gangguan
saluran pencernaan, penyakit gagal jantung, dan pasien dengan tindakan bedah.
Jumlah pasien yang diamati sebanyak 60 orang.
1.5 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam kegiatan Manajemen Asuhan Gizi Klinik
adalah mampu mengimplementasikan ilmu dietetika yang telah diterima dalam
penatalaksanaan pemberian diet kepada pasien.
3
hari, yang diukur dengan menggunakan atau diet meliputi food recall 24 jam
terakhir. Alergi, kegemaran, intoleransi terhadap makanan dan riwayat berat
badan, Data gizi kemudian disimpulkan dalam bentuk kecukupan konsumsi
makanan sesuai kebutuhan dan masalah lain yang ditemukan berkaitan dengan
gizi (Jellife, 1966).
2. Antropometri
Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri dapat dilakukan dengan berbagai cara pada setiap pasien dilakukan
pengukuran antropometri Tinggi badan (TB)/Panjang Badan (PB) dan Berat
Badan (BB). Pada kondisi tinggi badan pasien tidak dapat diukur, dapat dilakukan
pengukuran rentang lengan atau separuh rentang lengan atau tinggi lutut.
Pengukuran antropometri lain seperti Lingkar Lengan Atas (LLA), skin fold
thickness, lingkar kepala, Lingkar dada, RLPP (Rasio Lingkar Pinggang Pinggul)
dapat dilakukan sesuai kebutuhan (Jellife, 1966).
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan
biokimia dalam rangka mendukung doagnosa penyakit serta menengakan masalah
gizi pasien. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk menentukan intervensi gizi dan
memonitor atau mengevaluasi terapi gizi. Pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan antara lain : pemeriksaan darah (Hb, Kolesterol total, HDL, LDL, gula
darah, ureum, creatine, asam urat, trigliserida dll), urine (glukosa, kadar gula,
albumin), dan feses (Jellife, 1966).
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi kesan klinis keadaan gizi, jaringan lemak
subkutan, trofi otot dan defisiensi zat gizi lainnya. Pemeriksaan fisik dilakukan
untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berhubungan dengan gangguan gizi
atau untuk menentukan hubungan sebab akibat antara status gizi dengan kesehatan
serta menentukan terapi obat dan diet. Pemeriksaan fisik meliputi : Tanda-tanda
klinis kurang gizi (sangat kurus, pucat atau bengkak) atau gizi lebih (gemuk atau
sangat gemuk atau obesitas), sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, system
5
Keterangan :
BEE = Basal Energy Expenditure (Kal)
BB = Berat Badan (kg)
TB = Tinggi Badan (cm)
U = Umur (tahun)
Angka faktor aktivitas akan sangat mempengaruhi nilai dari Total Kebutuhan
Energi (TKE) sehari atau TDE (Total Dietary Energy). Penentuan nilai angka faktor
aktivitas dan faktor stress dapat dilihat pada Tabel 1.
BB ( Kg )
IMT
TB 2 (m 2 )
6
Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat dilihat pada Tabel 2. Kategori
Indeks Massa Tubuh (IMT) di bawah ini.
Tabel 2. Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
Nilai IMT (kg/m2) Keterangan
Keterangan :
< 18,5 Underweight
IMT = Indeks Massa
18,5 – 22,9 Normal Tubuh
23,5 – 24,9 At Risk BB = Berat Badan
≥ 23 Overweight (kg)
≥ 25 Obese I TB = Tinggi
≥ 30 Obese II Badan (cm)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator
yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Setelah diperoleh nilai IMT, maka
dapat dihitung nilai dari Angka Metabolisme Basal (AMB). Rumus yang
digunakan untuk menghitung nilai AMB adalah sebagai berikut. Berat badan ideal
tergantung pada besar kerangka dan komposisi tubuh, yaitu otot dan lemak. Cara
menetapkan berat badan ideal dengan menggunakan rumus Brocca, yaitu :
Angka faktor aktivitas akan sangat mempengaruhi nilai dari Total Kebutuhan Energi
(TKE) sehari atau TDE (Total Dietary Energy).
TDE : BEE X FA X IF
3. Makanan Cair
Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga
kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan
mengunyah, menelan dan mencerba makanan yang disebaabkan oleh
menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, muntah, serta pra dan pasca
bedah. Makanan dapat diberikan secara oral atau parenteral.
Pemberian makanan bagi pasien disesuaikan dengan jenis diet yang diberikan.
Adapun jenis-jenis dietnya adalah
1. Diabetes mellitus (DM)
Diabetes mellitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
hormone insulin secara absolute atau relaive. Pelaksanaan diet hendaknya
disertai dengan latihan jasmani dan perubahan perilaku tentang makanan. Diet
yang digunakan sebagai bagian dari penatalaksanaan disbetes mellitus
dikontrol berdasarkan energy, protein, lemak dan karbohidrat.
2. Diet Hati
Diet Hati I
Diet hati I diberikan bila pasien dalam keadaan akut atau bila pre koma dapat
diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan
pasien, makanan yang diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian
protein dibatasi (30g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna.
Formula enteral dengan asam amino rantai cabang yaitu leusin, isoleusin dan
valin dapat digunakan. Bila ada asites dan dieresis belum sempurna,
pemberian cairan minimal 1 liter per hari. Makanan ini rendah energi, protein,
kalsium, zat besi dan thiamin, oleh karena itu sebaiknya diberikan selama
beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan
diberikan sebagai diet hati I rendah garam. Bila ada asites hebat dan tanda-
tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet Hati I. untuk menambah
kandungan energy, selain makanan peroral juga diberikan makanan parenteral
berupa cairan glukosa.
9
Diet Hati II
Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati I kepada
pasien yang nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan
diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini mengandung cukup
energi, zat besi, vitamin A dan C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut
beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II garam
rendah. Bila ada asites hebat dan dieresis belum baik, diet mengikuti pola Diet
Rendah Garam I.
Diet Hati III
Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II atau
kepada pasein hepatitis akut dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik,
dapat menerima protein, dan tidak menunjukan gejala sirosis hati aktif.
Menurut kesanggupan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak atau
biasa.. makanan ini mengandung cukup energi, protein, lemak, mineral dan
vitamin, tetapi tinggi karbohidrat. Menurut beratnya retensi garam dan air,
makanan diberikan sebagai Diet Hati III Rendah Garam I.
3. Diet Jantung
Diet Jantung I
Diet Jantung diberikan pada pasien penyakit jantung akut seperti
dekompensasi kordis berat. Diet diberikan berupa 1-1,5 liter cairan/hari
selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya. Diet ini sangat
rendah garam dan semua zat gizi, sehingga sebaiknya diberikan 1-3 hari.
Diet Jantung II
Diet Jantung II diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet
diberikan sebagai perpindahan dari Diet Jantung II atau setelah faseakut dapat
diatasi. Jika disertai hipertensi atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung II
Rendah Garam. Diet ini rendah energi, protein, tiamin dan kalsium.
Diet Jantung III
Diet Jantung III diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Diet diberikan
sebagai perpindahan dari diet jantung III atau kepada pasien jantung dengan
kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi atau edema, diberikan
10
sebagai Diet Jantung III Rendah Garam. Diet ini rendah energy dan kalsium
tapi cukup zat gizi lainnya.
Diet Jantung IV
Diet Jantung IV diberikan dalam bentuk makanan biasa. Diet ini diberikan
sebagai perpindahan dari Diet Jantung III atau kepada pasien jantung dengan
kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi dan atau edema,
diberikan sebagai Diet Jantung IV Garam Rendah. Diet ini cukup energi dan
zat gizi lain, kecuali kalsium.
4. Diet Rendah Garam
Diet Rendah Garam adalah garam natrium seperti yang terdapat di dalam
garam dapur (NaCl), soda kue (NaHCO3), baking powder, natium benzoate,
dan vetsin (Monosodium Glutamat). Asupan natrium yang berlebihan,
terutama dalam bentuk natrium klorida, dapat menyebabkan edema atau asites
dan hipertensi. Penyakit-penyakit tertentu seperti yang terjadi pada penyakit
dekompensasi kordis, sirosis hati, penyakit ginjal tertentu, toksemia pada
kehamilan, dan hipertensi esensial dapat menyebabkan gejala edema atau
asites atau hipertensi. Dalam keadaan demikian asupan garam natrium perlu
dibatasi.
Diet Rendah Garam I (200-400 mg Na)
Diet Rendah Garam I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau
hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam
dapur.
Diet Rendah Garam II (600-800 mg Na)
Diet Rendah Garam II diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau
hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet
Rendah Garam I. pada pengolahan makanannya boleh menggunakan ½ sdt (2
gr) garam dapur. Hindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na)
Diet Rendah Garam III diberikan kepada pasien dengn edema, asites dan atau
hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Rendah
Garam I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt (4 gr)
garam dapur.
11
5. Diet Lambung
Diet Lambung I
Diet lambung I diberikan kepada pasien gastritis akut, ulkus peptikum, pasca
pendarahan dan tifus abdominalis berat. Makanan diberikan dalam bentuk
saring dan merupakan perpindahan dari Diet Pasca-Hematemesis-Melena, atau
setelah fase akut teratasi. Makanan diberikan setiap 3 jam selama 1-2 hari saja
karena membosankan serta kurang energy, zat besi, tiamin dan vitamin C.
Diet Lambung II
Diet Lambung II diberikan sebagai perpindahan dari Diet Lambung I, kepada
pasien dengan Ulkus Peptikum atau Gastritis Kronis dan Tifus Abdominalis
ringan. Makanan berbentuk lunak, porsi kecil serta diberikan berupa 3 kali
makanan lengkap dan 2-3 kali makanan selingan. Makanan ini cukup energy,
protein, vitamin C, tetapi kurang thiamin.
Diet Lambung III
Diet Lambung III diberikan sebagai perpindahan dari Diet Lambung II pada
pasien dengan Ulkus Peptikum, Gastritis kronik atau tifus abdominalis yang
hampir sembuh. Makanan berbentuk lunak atau biasa tergantung pada
toleransi pasien. Makanan ini cukup energy dan zat gizi lainnya.
6. Diet Rendah Protein
Diet Rendah Protein dalam pemakaian bahan makanan yang mengandung
protein sangat dibatasi. Untuk diet rendah protein 40 gram diberikan nasi, lauk
hewani, sayur dan buah, sedangkan lauk nabati tidak diberikan.
7. Diet Rendah Purin
Penggunaan bahan makanan adalah makanan yang rendah purin. Makanan
yang diberikan berupa nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah.
8. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)
Diet ini diberikan dalam bentuk makan biasa atau lunak ditambah bahan
makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur dan daging. Diet ini
diberikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat
menerima makanan lengkap. Diet dalam keadaan khusus diterjemahkan sesuai
dengan kebutuhan energi dan zat gizi pasien. Kebutuhan energi dan zat gizi ini
12
tubuh, penyakit dan hubungannya dengan kebutuhan gizi serta pemeriksaan fisik.
Dari data tersebut dihitung skor SGA.
2. Pengukuran Antropometri
Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri dapat dilakukan dengan berbagai cara pada setiap pasien dilakukan
pengukuran antropometri Tinggi badan (TB)/Panjang Badan (PB) dan Berat Badan (BB).
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan meteran penjahit dan
pengukuran berat badan dilakukan dengan timbangan berat badan yang tersedia
diruangan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium didapat dengan melihat data rekam medik atau status
pasien. Data laboratorium terdiri dari pemeriksaan darah (Hb, Kolesterol total, HDL,
LDL, gula darah, ureum, creatine, asam urat, trigliserida dll), urine (glukosa, kadar gula,
albumin), dan feses.
4. Pengkajian Jasmani Untuk Pengkajian Status Gizi
Data antropometri digunakan untuk menghitung status gizi pasien
berdasarkan rumus brocca. Status gizi berkisar dari underweight, normal,
overweight dan obese II. Dalam menghitung kebutuhan energi diperlukan status
gizi normal dan menggunakan berat badan aktual. Apabila status gizi underweight
atau status gizi kurang, maka dalam menghitung kebutuhan energi ( Angka
Metabolisme Basal) menggunakan berat badan ideal. Setelah menentukan status
gizi dan angka metabolisme basal, maka menghitung kebutuhan TDE ( Total
Daily Energi ) dengan mengkalikan jumlah angka metabolisme basal dengan
faktor aktifitas dan faktor stress.
Pada tahap intervensi atau implementasi dapat dilakukan dengan berbagai
cara, seperti :
a. Bila pasien tidak melakukan terapi diet:
1. Pasien dipesankan makanan biasa (BK/NB/BTKTP/NTKTP) ke tempat
pengolahan makanan
2. Dari tempat pengolahan makanan didistribusikan ke ruang perawatan, di ruang
perawatan disajikan ke pasien.
17
20 Kasus Pasien Bedah (18 Food Recall diruang bedah kelas dan
cempaka atas, dan 2 food weghing diruang cempaka atas)
20 Kasus Pasien Demam( 18 Food Recall di ruang Melati atas, dahlia
atas, dahlia bawah dan cempaka bawah dan 2 Food Weighing diruang
Melati atas )
20 Kasus Pasien CHF ( 18 Food Recall dan 2 Food Weighing diruang
kardiologi).
Pengkajian status gizi merupakan landasan yang memberikan data-data
dasar untuk penyelenggaraan terapi gizi dan diet yang optimal pada pasien, data-
data yang diambil meliputi data subjektif, objektif, assasement, dan planning
(SOAP). Keempat komponen ini memberikan arah bagi pengembangan rencana
terapi gizi. Data dari hasil pengkajian gizi harus dievaluasi ulang secara teratur
untuk mendapatkan informasi yang valid mengenai kebutuhan gizi masing-masing
pasien.
Metode pengkajian gizi dilakukan dengan dua metode, food recall dan
food weighing. Metode food recall adalah metode yang dilakukan dengan
mencatat dan mensurvei tingkat konsumsi pasien selama 24 jam. Food weighing
adalah mencatat makanan yang dikonsumsi pasien dan menimbang sisa makanan
pada setiap acara waktu makan.
3.2.1 Metode Food Recall
Food recall adalah kegiatan yang mencatat jenis dan jumlah bahan makanan
yang dikonsumsi pada periode selama 24 jam yang lalu. Dalam metode ini,
biasanya responden menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24
jam yang lalu. Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat
tidur malam harinya.
Pengamatan pasien di RSUP Persahabatan dengan menggunakan metode
food recall dilakukan sejak tanggal 1 Maret sampai 2 April 2010. Pengamatan
dilakukan kepada 9 pasien pada masing-masing kasus jenis penyakit. Pasien
diamati dengan menggunakan form daily intake, pasien diwawancara konsumsi
makananan pada setiap acara makan selama 24 hari sejak 1 Maret sampai 2 April
2010. Pasien diamati daily intake makanan selama 3 hari ( 3 x 24 jam ). Pasien
19
dan diagnosa penyakit yang diamati dengan menggunakan metode food recall
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pasien dan Diagnosa Penyakit pada Studi Kasus Food Recall
Nama Ruangan
No Nama Pasien Diagnosa Diet
Mahasiswa
1 Stevia Budi Tn Rahman DHF Bk Dahlia Bawah
Tn Anggara DHF Bk Dahlia Atas
Nn Armelina DHF Bk Dahlia Atas
Tn Sutarno DHF Bk Dahlia Atas
Tn Fauzi DHF Bk Cempaka bawah
Ny Ngatinah DHF Bk Melati Atas
Tn Zulfahmi DHF Bk Melati Atas
Ny Sariyem Thyfoid Fever BDL II Melati Atas
Tn Musa Thyfoid Fever BDL II Cempaka Bawah
DHF
Tifoid & 97.
BRG III 1882 20 - 1 - 2519 - 2450 -
Hipertensi 3
78.
Rata-rata 2115 2431 1520 1895 71.9
1
P L P L P L P L
DHF 20 4 7 78.8 93.6 46.8 59.2 59.4 63.2
Bk DHF grade
1882 25.9 2 1 89.7 106.9 59.4 55.6 66.2 52.0
II
Tifoid
BDL II 22 1 2 92.5 85.6 63.6 59.2 68.8 69.2
Fever
Tifoid 21 1 - 83.6 - 49.7 - 59.4 -
BDL III 2064 Tifoid &
19.8 1 - 81.6 - 76.1 - 93.3 -
DHF
Tifoid &
BRG III 1882 20 - 1 - 104.7 - 98.0 - 93.6
Hipertensi
Rata-rata 85.2 57.7 59.1 68.0 69.3 69.6
Pasien Penderita Demam dan Tifoid.
laki-laki. Rata-rata asupan protein pada pasien dengan jenis kelamin perempuan
59,1 gram, sedangkan pada laki-laki 68,0 gram dan rata-rata tingkat kecukupan
protein pada pasien engan jenis kelamin perempuan 69,3% dan laki-laki 69,6%.
3.3.2 Rata-rata Kebutuhan,Konsumsi dan Ketersediaan Energi, Protein ,
Lemak, Kabohidrat dan Natrium Pasien CHF
Diet yang diberikan untuk pasien dengan penyakit CHF (cardio heart
failure) yaitu TDD dengan konsistensi lunak (makanan bubur) untuk TDDII dan
konsistensi biasa (makanan nasi biasa) untuk pasien TDDIII . Diet ini digunakan
untuk membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh,
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi (RG), dan memberikan makanan
secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung. Konsistensi yang diberikan terdiri
dari makanan lunak dan makanan biasa tergantung dari keadaan pasien. Rata-rata
kebutuhan dan asupan pasien menurut jenis penyakit dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Status gizi, Kebutuhan, Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi
Asupan
Kebthn
Ktrs Energi T. Kckpn
Status Jml Energi
Diet d Diagnosa (Kal) (%)
Gizi (Kal)
(Kal)
P L P L P L P L
CHF
TDDII RGII 1953 22.9 - 3 1800 2401 1933 1924 107.4 80.1
Pnemonia
TDDIII RGIII CHF dengan
1700 24 1 - 1700 - 1353 - 79.6 -
DM1700 DM 1700
Stemi
TDDIII RGIII
1900 CHF dengan 26.9 - 5 - 1800 - 1911 - 106.2
DM1900
DM 1900
Rata-rata 1750 2100 1643 1917 93.5 93.2
Pasien dengan Cardio Heart Failure
93,5% pada pasien laki-laki. Rata-rata status gizi, kebutuhan, asupan dan tingkat
kecukupan protein pasien dengan Cardio Heart Failure dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata Status gizi, Kebutuhan, Asupan dan Tingkat Kecukupan Protein
Pasien dengan Cardio Heart Failure
Kebthn Asupan
Ktrs T. Kckpn
Status Jml Protein Protein
Diet d Diagnosa (%)
Gizi (g) (g)
(Kal)
P L P L P L P L
CHF
TDDII RGII 1953 22.9 3 11 67.6 73.2 67.3 66.8 99.6 74.1
Pnemonia
TDDIII RGIII CHF dengan DM
1700 24 1 - 64.9 - 50.9 - 78.4 -
DM1700 1700
Stemi
TDDIII RGIII
1900 CHF dengan DM 26.9 - 5 - 71.3 - 70.0 - 98.2
DM1900
1900
Rata-rata 66.3 72.3 59.1 68.4 89.0 86.2
perempuan dan laki-laki adalah 76.4%, tingkat kecukupan lemak tertinggi yaitu
pada pasien CHF sebesar 86.8%, dan tingkat kecukupan lemak terendah pada CHF
dengan DM 1900 sebesar 69,8%. Rata-rata kebutuhan lemak pada pasien dengan
jenis kelamin perempuan 39,2 gram dan laki-laki 47,8 gram, rata-rata asupan lemak
pada pasien dengan jenis kelamin perempuan 32,1 gram dan 33,9 gram pada pasien
laki-laki dan rata-rata tingkat kecukupan 81,7% pada pasien dengan jenis kelamin
perempuan dan 71,1% pada pasien laki-laki. Rata-rata satus gizi, kebutuhan, asupan
dan tingkat kecukupan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata Status gizi, Kebutuhan, Asupan dan Tingkat Kecukupan
Karbohidrat Pasien dengan Cardio Heart Failure
Kebthn Asupan
T. Kckpn
Ktrsd Status Jml Khdrat Khdrat
Diet Diagnosa (%)
(Kal) Gizi (g) (g)
P L P L P L P L
TDDII CHF
1953 22.9 3 11 292.5 390.2 313.8 321.6 107.3 82.4
RGII Pnemonia
TDDIII CHF
RGIII 1700 dengan 24 1 - 281.1 - 260.3 - 92.6 -
DM1700 DM 1700
TDDIII Stemi
RGIII 1900 CHF DM 26.9 - 5 - 308.8 - 324.4 - 105.1
DM1900 1900
Rata-rata 286.8 349.5 287.1 323.0 99.9 93.8
Tabel 11. Rata-rata Status gizi, Kebutuhan, Asupan dan Tingkat Kecukupan
Natrium Pasien dengan Cardio Heart Failure
Kebthn Asupan
T. Kckpn
Ktrsd Status Jml Natrium Natrium
Diet Diagnosa (%)
(Kal) Gizi (mg) (mg)
P L P L P L P L
CHF 100 166. 166.
TDDII RGII 1953 22.9 3 11 600 600 1000
Pnemonia 0 6 6
TDDIII RGIII CHF dengan 100 100
1700 24 1 - - - 100 -
DM1700 DM 1700 0 0
TDDIII Stemi
100
RGIIIDM190 1900 CHF dengan 26.9 - 5 - - 1000 - 100
0
0 DM 1900
100 133. 133.
Rata-rata 800 800 1000
0 3 3
Berdasarkan Tabel 11 kecukupan natrium pasien CHF sudah sangat baik
dengan rata-rata tingkat kecukupan natrium pasien adalah 133.3% tingkat
kecukupan natrium tertinggi yaitu pada penderita CHF sebesar 166.6%, dan
tingkat kecukupan natrium terendah pada CHF dengan DM 1700 dan DM 1900
sebesar 100%.
Tabel 12. Rata-rata Status gizi, Kebutuhan, Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi
Pasien dengan Tindakan Bedah
Asupan
Kebthn
Ktrs Energi T. Kckpn
Status Jml Energi
Diet d Diagnosa (Kal) (%)
Gizi (Kal)
(Kal)
P L P L P L P L
Hernia Inguinalis &
BTKTP 2057 21.1 - 10 - 2377 - 1863 - 78.4
Scrotalis
Skin deglosing 20 2 - 2187 - 1374 - 62.8 -
Hematom 20 1 - 2183 - 1460 - 66.9 -
Spondilitis TB 19 1 - 2093 - 2038 - 97.4 -
NTKTP 2187 Haemotom Subrudal 21 - 1 - 2611 - 1610 - 61.7
Fraktur Metatarsal 17 - 1 - 2604 - 1460 - 56.1
Fr Tulang Terbuka 20 - 1 - 2604 - 1904 - 73.1
Traumatic Amputasi 18,4 - 1 - 2531 - 1460 - 57.7
Rata-rata 2153 2545 1642 1659 75,4 65,1
laki-laki dan rata-rata tingkat kecukupan pada pasien dengan jenis kelamin pria
93,6% dan 77,6% pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki. Rata-rata satus gizi,
kebutuhan, asupan dan tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rata-rata Status gizi, Kebutuhan, Asupan dan Tingkat Kecukupan Protein Pasien
dengan Tindakan Bedah
Kebthn Asupan
Ktrs T. Kckpn
Status Jml Protein Protein
Diet d Diagnosa (%)
Gizi (g) (g)
(Kal)
P L P L P L P L
Hernia
BTKTP 2057 Inguinalis & 21.1 - 10 - 120.8 - 68.4 - 55.6
Scrotalis
Skin 20
2 - 82 - 62.4 - 76 -
deglosing
Hematom 20 1 - 81.8 - 55.3 - 67.6 -
Spondilitis 19
1 - 78.6 - 109.3 - 139.1 -
TB
Haemotom 21
- 1 - 75.8 - 68.9 - 90.9
NTKTP 2187 Subrudal
Fraktur 17
- 1 - 65.1 - 55.3 - 84.9
Metatarsal
Fr Tulang 20
- 1 - 65.1 - 79.7 - 122.4
Terbuka
Traumatic 18,4
- 1 - 94.9 - 55.3 - 58.3
Amputasi
Rata-Rata 80.8 84.3 75.7 65.5 94.2 82.4
3.4 Jenis Makanan, Frekuensi Makan Pasien Sesuai dengan Diet yang
Diberikan
1. Diabetes mellitus (DM)
Diet Diabetes mellitus (DM) diberikan makanan yang tinggi serta
mengontrol asupan glukosa terutama yang berasal dari bahan makanan tinggi
karbohidrat dan gula seperti beras, kentang, tepung-tepungan, dan berbagai
macam gula. Diet Diabetes Melitus yang didapat selama studi kasus yaitu DM
1500, DM 1700, DM 1900 dan DM 2100. Perbedaan diet tersebut membedakan
pemberian makanan pokok yang disesuaikan dengan perhitungan kebutuhan
pasien. Setiap diet DM diberikan sayur dua macam. Untuk DM 4 porsi diberikan
ekstra roti pada malam hari. Snack yang diberikan untuk diet DM adalah buah
pepaya dan pisang yang dikonsumsi dua kali pada jam 10.00 sdan jam 16.00
tetapi pemberiannya pada jam 10.00. Diet DM diberikan pula gula rendah kalori
sebanyak 2 bungkus perhari.
29
2. Diet Jantung
Diet jantung terdiri dari DJ I, DJ II, DJ III dan DJ IV. Ketersediaan DJ I,
II, III dan IV dibedakan berdasarkan jumlah kalori serta memperhatikan
kemampuan pasien dalam menerima makanan.
Diet Jantung II
Diet jantung II diberikan tanpa lauk nabati yang diganti dengan penambahan
ekstra sayur pada waktu makan siang dan sore. Pasien dengan DJ II belum
dapat menerima makanan dengan baik, jumlah kalori pada DJ II masih belum
memenuhi kebutuhan. Jam 10.00 diberikan snack manis dan susu. Jam 16.00
diberikan buah. Apabila disertai hipertensi dan edema atau untuk menghindari
penimbunan cairan diet yang diberikan DJ II, Rendah Garam II.
Diet Jantung III
Diet Jantung III diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makan pagi
diberikan roti dan telur atau makanan pokok, lauk hemani dan sayur. Jam
10.00 diberikan snack dan teh manis. Siang dan sore diberiikan makanan
pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayur. Jam 16.00 diberikan buah. Gula
pasir untuk minuman diberikan tiga bungkus dengan ukuran 10 g tiap
bungkus. Diet diberikan sebagai perpindahan dari diet jantung III atau kepada
pasien jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi
atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung III Rendah Garam III.
Diet Jantung IV
Diet Jantung IV diberikan dalam bentuk makanan biasa. Makanan yang
diberikan sama dengan diet jantung III perbedaan hanya dalam jumlah kalori
dan konsistensi makanan. Diet ini diberikan sebagai perpindahan dari Diet
Jantung III atau kepada pasien jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat.
Jika disertai hipertensi dan atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung IV
Garam Rendah. Diet ini cukup energy dan zat gizi lain, kecuali kalsium.
3. Diet Lambung
Diet Lambung II
Diet Lambung II diberikan sebagai perpindahan dari Diet Lambung I,
kepada pasien dengan Ulkus Peptikum atau Gastritis Kronis dan Tifus
Abdominalis ringan. Makanan berbentuk lunak. Makan pagi diberikan roti isi dan
30
telur atau makanan pokok, lauk hewani dan sayur. Siang dan sore dberikan
makanan pokok, lauk hewan, lauk nabati, sayur dan buah. Snack yang diberikan
pada jam 10.00 adalah biskuit dan susu. Pada pukul 20.00 diberikan tambahan roti
isi palm suiker. Makanan diberikan dalam porsi kecil namun sering.
Diet Lambung III
Diet Lambung III diberikan sebagai perpindahan dari Diet Lambung II
pada pasien dengan Ulkus Peptikum, Gastritis kronik atau tifus abdominalis yang
hampir sembuh. Makanan berbentuk lunak atau biasa tergantung pada toleransi
pasien. Pada jam 10.00 diberikan snack dan pada pukul 20.00 diberikan biskuit
sebanyak 3 keping. Makanan ini cukup energy dan zat gizi lainnya.
Rata-rata kebutuhan protein 85,2 gram pada pasien dengan jenis kelamin
perempuan dan 57.7 gram pada pasien laki-laki, rata-rata asupan protein
pada pasien dengan jenis kelamin perempuan 59,1 gram, sedangkan pada
laki-laki 68 gram dan rata-rata tingkat kecukupan protein pada pasien
dengan jenis kelamin perempuan 69,3% dan laki-laki 69,6%.
Rata-rata kebutuhan energi pada pasien CHF dengan jenis kelamin
perempuan 1750 kalori, sedangkan pada pasien dengan jenis kelamin laki-
laki 2100 kalori, Rata-rata asupan energi pada pasien dengan jenis kelamin
perempuan 1643 kalori dan 1917 kalori pada pasien dengan jenis kelamin
laki-laki dan tingkat kecukupan 93,5% pada pasien perempuan dan 93,2%
pada pasien laki-laki.
Rata-rata kebutuhan protein pada pasien dengan jenis kelamin pria 66,3
gram dan laki-laki 72,3 gram, Rata-rata asupan protein pada pasien dengan
jenis kelamin perempuan 59,1 gram dan pada laki-laki 68.4 gram dan rata-
rata tingkat kecukupan pada pasien perempuan 89% dan laki-laki 86,2%,
Rata-rata kebutuhan lemak pada pasien dengan jenis kelamin perempuan
39,2 gram dan laki-laki 47,8 gram, rata-rata asupan lemak pada pasien
dengan jenis kelamin perempuan 32,1 gram dan 33,9 gram pada pasien
laki-laki dan rata-rata tingkat kecukupan 81,7% pada pasien dengan jenis
kelamin pria dan 71,1% pada pasien laki-laki.
Rata-rata kebutuhan karbohidrat pada pasien dengan jenis kelamin
perempuan 286,4 gram dan 349,5 gram pada pasien laki-laki, rata-rata
asupan karbohidrat 287,1 gram pada pasien dengan jenis kelamin
perempuan dan 323,0 gram pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan
rata-rata tingkat kecukupan pada pasien dengan jenis kelamin perempuan
99,9% dan 93,8% pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki.
Rata-rata tingkat kecukupan natrium pasien adalah 133.3% tingkat
kecukupan natrium tertinggi yaitu pada penderita CHF sebesar 166.6%,
dan tingkat kecukupan natrium terendah pada CHF dengan DM 1700 dan
DM 1900 sebesar 100%.
Rata-rata kebutuhan energi pada pasien dengan jenis kelamin perempuan
2153 kalori dan 2545 pada pasien laki-laki, rata-rata asupan energi pada
33
pasien dengan jenis kelamin perempuan 1624 kalori dan 1659 kalori pada
pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan rata-rata tingkat kecukupan pada
pasien dengan jenis kelamin perempuan 75,4% dan 65,1% pada pasien
dengan jenis kelamin laki-laki.
Rata-rata kebutuhan protein pada pasien dengan jenis kelamin perempuan
80,8 gram dan 84,3 gram pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki, rata-
rata asupan protein pada pasien dengan jenis kelamin perempuan 75,7
gram dam 65,5 gram pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan rata-
rata tingkat kecukupan pada pasien dengan jenis kelamin pria 93,6% dan
77,6% pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta.
Hartono, A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. EGC, Jakarta.