Professional Documents
Culture Documents
PERCOBAAN URIN
Kelompok 5:
Endah Fitri Maharani I14104017
Nurul Fitriyah I14104018
Resita Nurbayani I14104015
Stacey Athalia G I14104025
Yudhi Adrianto I14104004
Asisten Praktikum:
Irni Fahriani
Yulaika Widhiastuti
Latar Belakang
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinasi. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung
kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Cairan dan materi
pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin
berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh.
Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai
senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh
(Winarno 2002).
Ph urin berkisar antara 4,8-7,5 urin akan menjadi lebih asam jika
mengkonsumsi banyak protein, dan urin akan menjadi lebih basa jika
mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin 1,002-1,035. Secara kimiawi
kandungan zat dalan urin diantaranya adalah nitrogen (ureum, kreatinin dan
asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton
zat sisa metabolisme lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, amonium, sulfat, Ca,
dan Mg), hormon, zat toksin (obat, vitamin, dan zat kimia asing), dan zat
abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur).
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan laporan praktikum ini adalah untuk
mengetahui beberapa pengujian pada urin.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui hasil sifat-sifat urin
2. Mengetahui hasil jumlah zat padat total
3. Mengetahui hasil uji garam-garam amonium
4. Mengetahui hasil uji belerang dalam urin
5. Mengetahui hasil uji kreatinin pada urin
6. Mengetahui hasil uji protein pada urin
7. Mengetahui hasil uji klorida pada urin
METODOLOGI
Prosedur Percobaan
Pengamatan Sifat-Sifat Urin
*Sulfat Anorganik
Filtrat (i) dimasukkan dalam tabung reaksi
Ditambah HCL
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinasi. Ekskreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam
darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Peranan urin sangat penting untuk mempertahankan homeostasis tubuh, karena
sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin (Murray dan
Robert 2003).
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau
obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat
yang “kotor”. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari
ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urin pun akan mengandung
bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat
secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar
dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan
mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan
bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea. Menurut Ganong
(2003), disebutkan bahwa pada proses urinalisis terdapat banyak cara yang
dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam
urin. Analisis urin dapat berupa analisis fisik, analisis kimiawi dan analisis secara
mikroskopik.
Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis
cairan urin, pH, dan suhu urin. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis
glukosa, analisis protein, dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan
protein ada banyak sekali metode yang dapat digunakan, mulai dari metode uji
Millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Analisis secara mikroskopik, sampel
urin secara langsung diamati di bawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-
zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat,
serat tanaman, bahkan bakteri (Lehninger 1982)
Urin yang kita keluarkan terdiri dari berbagai unsur seperti air, protein,
amonia, glukosa, sedimen, bakteri, dan epitel. Unsur-unsur tersebut sangat
bervariasi perbandingannya pada orang yang berbeda dan juga pada waktu yang
berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang kita konsumsi. Kandungan urin
inilah yang menentukan tampilan fisik air urin seperti kekentalannya, warna,
kejernihan, bau, dan busa. Pada keadaan normal, urin memang tampak sedikit
berbusa karena urin mengandung unsur-unsur tersebut. Apalagi bila urin
dicurahkan ke dalam tempat berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi reaksi yang
menyebabkan urin tampak berbusa. Memastikan adanya kelainan pada urin
perlu diperhatikan beberapa hal seperti warna, bau, kejernihan, dan kekentalan.
Warna yang memerah menandakan adanya darah yang bercampur dalam urin.
Hal ini terjadi pada keadaan infeksi, luka, batu saluran kemih, tumor, atau
meminum obat tertentu. Jika warna sangat merah menandakan adanya
perdarahan yang hebat di saluran kemih (Ophart 2003).
Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang
terlarut di dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan dan adanya
infeksi yang mengeluarkan bakteri atau konsumsi air yang kurang. Bau urin
dapat bervariasi karena kandungan asam organik yang mudah menguap.
Diantaranya bau yang berlainan dari normal seperti bau oleh makanan yang
mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, dan asperse. Bau obat-
obatan seperti terpentin, menthol. Bau amonia biasanya terjadi kalau urin
dibiarkan tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum
di dalam kantong kemih. Bau keton sering pada penderita kencing manis dan
bau busuk sering terjadi pada penderita keganasan (tumor) di saluran kemih
(Ophart 2003).
Dari 1200 mL darah yang melalui glomeruli per menit akan terbentuk
filtrat 120 mL/menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi, dan
ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk 1 mL urin/menit. Secara umum
dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urin selain untuk mengetahui kelainan ginjal
dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan di berbagai
organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, dan uterus.
Beberapa hal perlu diperhatikan dalam persiapan penderita untuk analisa urin
misalnya pada pemeriksaan glukosa urin sebaiknya penderita jangan makan zat
reduktor seperti vitamin C, karena zat tersebut dapat memberikan hasil positif
palsu dengan cara reduksi dan hasil negatif palsu dengan cara enzimatik. Pada
pemeriksaan urobilin, urobilinogen, dan bilirubin sebaiknya tidak diberikan obat
yang memberi warna pada urin, seperti vitamin B2 (riboflavin) dan pyridium.
Susunan urin tidak banyak berbeda dari hari ke hari, tetapi pada mungkin banyak
berbeda dari waktu ke waktu sepanjang hari, karena itu penting untuk mengambil
contoh urin menurut tujuan pemeriksaan (Poedjiadi 1994).
Pembentukan Urin
Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak
ditentukan dengan khusus, urin sewaktu cukup baik untuk pemeriksaan rutin.
Urin pagi adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah
bangun tidur, urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan pada siang hari, urin
pagi baik untuk pemeriksaan sedimen, protein, dan berat jenis. Urin post prandial
adalah urin yang pertama kali dikeluarkan 1½-3 jam setelah makan, urin ini baik
untuk pemeriksaan terhadap glukosuria. Urin 24 jam adalah urin yang
dikumpulkan selama 24 jam. Urin 24 jam dapat digunakan untuk pemeriksaan
kuantitatif semua zat dalam urin. Selain itu, dikenal juga urin siang 12 jam, urin
malam 12 jam, urin 2 jam, urin 3 gelas, dan urin 2 gelas (Sudarmaji 1989).
Urin dihasilkan oleh ginjal melalui proses filtrasi plasma darah oleh
glomeruli, reabsorpsi oleh tubulus, sekresi oleh sel tubulus, pertukaran ion
hidrogen, dan pembentukan amonia. Sifat-sifat urin normal yaitu volumenya 800-
2500 mL/hari, berat jenis 1,003-1,030, pH asam dengan pH rata-rata 6 (4,7-8),
warna kuning pucat sampai kuning. Zat warna yang terkandung di dalamnya
adalah urokrom, urobilin, dan hematoporfirin. Zat normal dalam urin adalah urea
yang merupakan hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan
25 g, tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit
kencing manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea
dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2 dan NH3). Pembentukan urea menurun
pada penyakit hepar dan asidosis. Amonia dikeluarkan dari sel tubulus ginjal,
pada asidosis pembentukan amonia akan naik. Kreatinin merupakan hasil
katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang
diekskresikan dalam 24 jam/kg berat badan. Nilai normal pada laki-laki adalah
20-26 mg/kg berat badan. Sedang pada wanita adalah 14-22 mg/kg berat badan.
Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot. Asam urat adalah hasil oksidasi
purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air kecil tetapi larut dalam garam alkali.
Ekskresinya meningkat pada leukimia, penyakit hepar, dan gout. Penambahan
arsenofosfotungstat dan natrium sianida memberi warna biru. Ini merupakan
dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh folin. Enzim urikase akan
menjadi allantoin. Asam amino pada dewasa kira-kira diekskresikan 150-200 mg
N/hari. Allantoin merupakan hasil oksidasi asam urat. Klorida dikeluarkan dalam
bentuk NaCl, tergantung intake-nya, ekskresi 9-16 g/hari. Fosfat di urin berikatan
dengan natrium, kalsium, magnesium, dan kalsium. Oksalat pada metabolisme
herediter tertentu, ekskresinya naik. Mineral, kationnya (Na, K, Ca, Mg)
(Sudarmaji 1989).
Zat abnormal dalam urin yaitu protein, glukosa, fruktosuria, galaktosuria,
laktosuria, pentosuria, benda-benda keton, bilirubin, garam-garam kolat, darah,
porfirin, dan indikan. Protein tidak boleh lebih dari 200 mg/hari. Ekskresinya naik
berarti terjadi proteinuria misal terjadi glomeluronefritis sehingga ginjalnya bocor
(Lehninger 1982).
Glukosa bila dengan benedict positif berarti glikosuria, indikasi diabetes
mellitus. Benda-benda keton (Asetoasetat, β-hodroksi butirat, aseton), normal
ekskresinya hanya 3-15 mg/hari. Ekskresi naik pada kelaparan, gangguan
metabolisme karbohidrat (diabetes melitus), kehamilan, pemberian anestesi
dengan eter, asidosis tertentu. Ada benda keton yang baunya khas yaitu aseton,
diuji dengan reagen rhotera. Bilirubin dan garam-garam kolat ada di dalam urin
berarti terjadi sumbatan pada saluran empedu, empedu banyak masuk ke darah
dan diekskresi di urin, kemudian warna urin seperti air teh. Jika tertimbun di
jaringan subkutan menyebabkan ikterus. Ada bilirubin dibuktikan dengan reaksi
Gmelin, ada garam-garam kolat dibuktikan dengan percobaan Hay. Darah di
dalam urin berarti hematuria, misalnya pada penyakit radang ginjal atau saluran
kencing di bawahnya. Porfirin, koproporfitin diekskresi sebanyak 60-200 μg/hari
(Winarno 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat-sifat Urin
Endapan putih pada urin menandakan terdapat sulfat dalam urin tersebut,
belerang merupakan hasil dari metabolisme protein, hal ini diakibatkan karena
penambahan asam klorida dan BaSO4 yang digunakan yaitu tiga tetes ke dalam
sampel urin. Belerang tak teroksidasi merupakan senyawa yang mempunyai
gugus -SH, -S, -SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin),
tiosulfat, tiosianat, sulfida. Jumlahnya adalah 5-25% dari belerang total urin.
Pada percobaan ini, kertas saring yang dibasahi dengan Pb-asetat tidak berubah
menjadi berwarna hitam (hasil reaksi negatif atau tidak terbentuk). Pada sulfat
etereal didapatkan hasil keruh dan tidak ada endapan. Hal ini menandakan tidak
adanya sulfat dengan tidak terbentuknya endapan putih, endapan putih
merupakan indikator sampel mengandung sulfat atau belerang. Sulfat etereal di
dalam urin merupakan ester sulfat organik (R-O-SO 3H) yang dibentuk di dalam
hati dari fenol endogen dan eksogen, yang mencakup indol, kresol, esterogen,
steroid lain, dan obat-obatan. Zat-zat organik tersebut berasal dari metabolisme
protein atau pembusukan protein dalam lumen usus. Semuanya terurai pada
pemanasan dengan asam. Jumlahnya 5-15% dari belerang total urin. Pada urin
orang normal setelah ditambah dengan barium klorida (BaCl 2), urin menjadi
keruh tetapi tidak ada endapan sulfat.
Kreatinin
Protein
Pada uji protein dalam urin digunakan dua percobaan yaitu uji heller dan
uji koagulasi. Uji heller digunakan untuk melihat ada tidaknya protein dalam urin.
Kehadiran protein ditunjukkan dengan adanya cincin putih dipersimpangan solusi
dan asam nitrat pekat. Uji koagulasi merupakan tindak lanjut dari uji heller, yaitu
melihat adanya protein berlebih dalam urin. Uji protein ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi dan memantau fungsi ginjal, mendeteksi, dan mendiagnosis
kerusakan ginjal. Protein yang berlebih pada urin atau yang biasa disebut
proteinuria menunjukkan kerusakan pada ginjal atau mungkin sebelum dilakukan
tes orang tersebut mengkonsumsi obat-obatan, infeksi, olahraga berat atau
stress fisik. Kelebihan protein pada wanita hamil dapat dihubungkan dengan
preeklamsia (Poedjiadi 1994).
Klorida
Urin dititrasi dengan Merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl diikat
oleh merkuri membentuk HgCl2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat merkuri nitrat
berlebihan, maka ion-ion merkuri tersebut dengan indikator difenilkarbazon akan
membentuk warna ungu.
Dalam penetapan kadar Klorida dalam urin, digunakan cara Schales dan
Schales. Urin dititrasi dengan merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl-
diikat oleh ion merkuri membentuk HgCl2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat
merkuri nitrat yang berlebih, ion-ion merkuri ini akan bereaksi dengan indikator
difenilkarbazon membentuk warna ungu (urin ditambahkan difenilkarbazon 0,1%
lalu dititrasi dengan merkuri nitrat sampai berwarna ungu) (Ganong 2003).
Kesimpulan
Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksresi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring
oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Peranan urin sangat
penting untuk mempertahankan homeostasis tubuh, karena sebagian
pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Fungsi utama urin
adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam
tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang “kotor”. Hal ini
berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran
kencing yang terinfeksi, sehingga urin pun akan mengandung bakteri.
Pada uji sifat-sifat urin yang telah dilakukan volume urin yang digunakan
untuk sampel adalah 600 mL dari 1,4 L urin selama 24 jam. Warna urin kuning
pekat dengan bau amonia yang menyengat dan jernih. pH urin 5 yang
menunjukan keadaan normal (asam). Berat jenis urin 0,94628 dibawah 1,003-
1,030 yang termasuk dalam batas yang belum normal. Sampel urin mengandung
jumlah zat padat total 101,92 g/L hasil ini dibawah kisaran nomal yaitu berkisar
150,8 g/L urin 24 jam.
Pada percobaan garam-garam amonium, urin dibasakan terlebih dahulu
menggunakan NaOH dan kemudian dipanaskan. Bau yang timbul akibat
pemanasan adalah bau amonia berarti urin sampel mengandung garam
amonium. Warna yang terbentuk setelah penambahan pereaksi nessler tidak
ada, akan tetapi karena bau amonium yang menyengat tetap menandakan
adanya kandungan amonium.
Pada percobaan belerang dalam urin dengan menggunakan HCL dan
BaCL2 pada sulfat anorganik menghasilkan endapan tetapi pada sulfat etereal
tidak terdapat endapan dan keruh. Sulfat tak-teroksidasi menggunakan Kristal Zn
dan disaring menggunakan kertas saring yang sebelumnya ditetesi Pb-asetat
tidak terbentuk endapan dan kertas tidak berubah warna menjadi hitam.
Pada percobaan kreatinin dalam urin, dilakukan reaksi Jaffe. Dari hasil
percobaan, diperoleh warna merah kecoklatan (jernih) dari penambahan urin
dengan asam pikrat jenuh dan NaOH 10%. Warna larutan pada salah satu
tabung yang ditambahkan dengan HCL tetap berwarna merah, hal ini
dikarenakan larutan HCl yang digunakan kurang pekat.
Pada uji percobaan uji heller urin dengan menggunakan asam nitrat
pekat, diperoleh hasil pengamatan bahwa urin tersebut ketika dicampurkan
dengan asam nitrat pekat tidak terbentuk cincin putih yang menandakan tidak
terdapat protein dalam urin. Uji koagulasi yang dilakukan dengan pemanasan
urin dengan menggunakan asam asetat tidak terbentuk endapan karena dalam
sampel tidak terdapat protein.
Pada uji Klorida urin diasamkan dengan 3 tetes asam nitrat encer. Ketika
asam nitrat encer ini dimasukkan, urin berubah menjadi lebih bening. Kemudian
ditambahkan 1 tetes perak nitrat. Tidak lama kemudian terdapat endapan putih
tipis didasar tabung yang menunjukkan bahwa urin mengandung klorida.
Saran
Sebaiknya pada uji kreatinin dalam urin, larutan HCL yang ditambahkan
menggunakan larutan HCL pekat karena sangat mempengaruhi perubahan
warna yang terjadi pada sampel. Sampel yang dipilih dalam pembuatan laporan
sebaiknya yang mempunyai jumlah zat padat total yang mendekati kadar normal
150 g/dL.
DAFTAR PUSTAKA
K. Murray dan Robert, dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN