You are on page 1of 15

POLYGAMI

1. Polygami adalah permasalahan fiqhiyah yang sejak dulu


sampai sekarang masih diperdebatkan.
2. Perdebatan ttg status hukum polygami semakin hangat
ketika salah seorang muballigh berskala nasional di
Indonesia melakukan praktek polygami
3. Ayat yang berkaitan dengan polygami adalah surat
annisa’ ayat 3.
4. Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama’ dan
pemikiran muslim ketika memahami surat an-Nisa’ ayat
3 ini. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa
polygami diperbolehkan, dan yang lainnya berpendapat
bahwa polygami dilarang dalam agama Islam.
5. Perbedaan pendapat di kalangan ulama dan pemikir
muslim bertitik tolak dari perbedaan mereka dalam
memahami makna kata adil dalam ayat 3 yang menjadi
syarat dakam berpolygami.
6. Bagi mereka yang menolak polygami mengatakan
bahwa yang dimaksud kata adil di sini adalah adil, baik
dalam hal fisik maupun dalam hal perasaan cinta dan
sayang. Padahal ayat 129 mengatakan kamu tidak akan
mampu berlaku adil terhadap istri-istrimu sekalipun kamu
sudah berusaha melakukannya. Karena suami mustahil
dapat berlaku adil, sedangkan keadilan merupakan syarat
mutlak berpolygami, maka ini berarti polygami juga
mustahil dapat dilakukan alias haram.
7. Untuk memperkuat argumentasi, mereka juga
mengemukakan hadits tentang kemarahan Rasulullah
SAW ketika Ali ibn Abi thalib hendak melamar wanita
lain sementara ia sudah memperistrikan Fathimah binti
Muhammad SAW.
8. Di samping itu mereka juga mengemukakan mudharat
yang akan muncul sebagai akibat dari praktek polygami
antara lain
• Istri pertama, secara psikologis, merasa rendah diri,
merasa memiliki kekurangan, dan merasa malu karena
oleh masyarakat dianggap tidak mampu membahagiakan
suami.
• Rumah tangga akan mengalami kekurangan ekonomi
karena harus membiayai dua, tiga atau empat keluarga.
•Sangat rawan terjadinya kecekcokan dalam rumah
tangga karena suami tidak mampu memberikan cinta
dan kasih sayang yang sama kepada semua istri
•Kebiasaan ganti-ganti pasangan rawan terhadap
penyakit kelamin (Virus HIV/AIDS)
•Polygami menunjukan ketidakadilan terhadap kaum
wanita
•polygami akan menimbulkan kecemburuan,
permusuhan dan kebencian sesama istri.
9. Pemikir Islam dan Undang-Undang yang menolak
polygami di antaranya adalah
•Ath-Thahir al-Hadad, seorang pemikir modernist
Tunisia
•Habib Bu Ruqayba, mantan presiden Tunisia
•The Turki Civil Code 1926 (Undang-undang Civil
Turki tahun 1926)
• Law of 24 Shabat 1948 (Undang-Undang nomor 24
tahun 1948 di Lebanon)
•Code of Personal Status/Majallat al-Ahwal asy-
Syakhshiah 66 tahun 1956 (Undang-undang Keluarga
Tunisia)
12. Hadits lain yang dijadikan landasan atas
diperbolehkannya polygami adalah hadits masuk
islamnya Ghailan ibn Salamah ats-Tsaqafi. Ketika itu dia
memiliki 10 istri, kemudian Rasulullah SAW menyuruh
ghailan memilih empat di antara mereka dan
menceraikan yang lainnya.
13. Adapun hadits tentang Ali ibn Abu Thalib, menurut
mereka, kemarahan Rasulullah SAW bukan disebabkan
karena Rasulullah SAW benci dengan polygami,
melainkan karena wanita yang dipinang Ali adalah putri
Abu Jahal, sehingga Rasulullah SAW mengatakan “demi
Allah Swt aku tidak akan mengizinkan putri rasulallah
dengan putri musuh Allah Swt bersama dalam satu laki-
laki.
14. Kemudian golongan yang membolehkan polygami
berbeda pendapat tentang syarat diperbolehkannya
polygami, sehingga mereka terpecah menjadi dua.
Pertama adalah golongan yang membolehkan polygami
dengan hanya satu syarat, yaitu adil. Kedua adalah
golongan yang memperketat kebolehan polygami dengan
menambah syarat-syarat dan kondisi-kondisi-kondisi
tertentu.
15. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan mereka
dalam memahami makna kata an-Nisa’ dalam ayat 3.
Siapakan yang dimaksud dengan an-nisa’ yang harus
dinikahi itu?
16. Menurut golongan pertama, an-Nisa’ adalah wanita
selain dari anak yatim yang berada dalam pemeliharaan
wali. Sehingga wali boleh menikah dengan wanita mana
saja dengan syarat mampu berlaku adil. Imam mazhab
yang empat berada pada golongan yang pertama ini.
17.Sedangkan golongan kedua, mereka lebih
memperhatikan konteks turunnya ayat. Menurut Fazlur
Rahman, konteks turunnya ayat adalah seorang wali
enggan mengembalikan harta anak yatim yang berada di
bawah perwaliannya setelah anak yatim itu dewasa.
Maka sebagai solusinya adalah Allah Swt
memerintahkan agar wali menikahi anak yatim tersebut
2, 3 atau 4. Jadi yang dimaksud dengan an-Nisa’ adalah
wanita-wanita yatim.
18. Berbeda dengan Fazlur Rahman, Quraish-Shihab
memahami konteks ayat 3 itu sebagai mana yang
dijelaskan oleh ‘Aisyah, istri nabi. Pada saat itu ada
seorang wali tertarik dengan kecantikan dan harta
anak yatim yang berada di bawah perwaliannya
namun ia enggan memberikan mahar yang sesuai dan
layak. Lalu Allah Swt melarang wali menikahi anak
yatim itu agar anak yatim selamat dari ketidakadilan
seorang wali, dan membolehkan wali menikah dengan
wanita lain selain anak yatim yang berada dibawah
perwaliannya, 2, 3, & 4.
19. Meskipun Fazlur Rahman dan Quraish Shihab
berbeda dalam memaknai kata an-Nisa’, namun mereka
sepakat bahwa perintah pembolehan polygami dalam ayat
3 itu adalah bersifat kasuistik sebagai problem sholping
(jalan keluar) terhadap permasalahan yang ada pada saat
itu. Mereka juga sepakat bahwa ayat ini berlaku umum,
tidak hanya untuk kasus anak yatim, tetapi berlaku juga
untuk kasus-kasus atau alasan-alasan yang lainnya seperti
banyaknya wanita janda yang butuh pertolongan, seperti
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, atau karena istri
tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai seorang
istri, dll.
‫العبرة لعموم اللفظ ال لخصوص السبب‬
20. Karena alasan-alasan atau syarat-syarat
diperbolehkannya polygami bersifat ijtihadi, maka
masing-masing ulama akan berbeda dalam menentukan
syarat-syarat itu.
21. Ulama Indonesia membuat persyaratan polygami
sebagaimana yang terdapat dalam UUP nomor I /1974,
yaitu suami harus mengajukan permohonan polygami ke
Pengadilan Agama. PA baru memberikan izin jika suami
telah memenuhi syarat alternatif (boleh hanya terpenuhi
salah satunya) dan syarat kumulatif (harus terpenuhi
semuanya).
22. Syarat alternatif adalah:
• Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai
seorang istri, seperti menderita penyakit rahoni atau
jasmani yang sulit disembuhkan dan menyebabkan istri
tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang
istri. Ini harus dibuktikan dengan keterangan dokter.
• Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak
dapat disembuhkan
• Istri tidak dapat melahirkan keturunan, atau belum
mendapatkan keturunan setelah pernikahan sekurang-
kurangnya 10 tahun. (UUP nomor I / 1974 pasal 4, jo PP
nomor 10 tahun 1983 pasal 10 ayat 2)
23. Syarat Kumulatif adalah
• Ada persetujuan tertulis dari istri pertama
• Suami memiliki penghasilan yang cukup untuk
menafkahi istri-istrinya
•adanya jaminan tertulis dari suami untuk berlaku adil
terhadap istri-istri dan anak-anaknya. (UUP nomor I / 1974
pasal 5 ayat 1, jo PP nomor 10 tahun 1983 pasal 10 ayat 3)
24. Draf Hukum terapan PA bidang Perkawinan pasal 50
ditambahkan bahwa jika istri tidak memberikan
persetujuan, maka PA baru akan memberikan izin setelah
mendengar keterangan dari istri. Dan penetapan PA tidak
dapat dimintakan banding atau kasasi.
‫وإن خفتم أالّ تقسطوا ىف اليتامى فانكحوا ماطاب لكم من النساء مثىن‬
‫وثالث ورباع‪ .‬فإن خفتم أالّ تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أميانكم‪ .‬ذلك‬
‫أدىن أالّ تعولوا ( النساء ‪)3‬‬

‫وأتوا اليتام ى أمواهل م وال تتبدلوا اخل بيث ب ا الطيب‪ .‬وال تأكلوا أمواهلم‬
‫إىل أموالكم‪ .‬إنه كان حوبا كبريا (النساء ‪)2‬‬

‫ول ن تس تطيعوا أ ن تعدلوا بني النس اء ول و حرص تم فال متيلوا ك ل املي ل‬


‫فتذروه ا كااملعلقة‪ .‬وإ ن تص لحوا وتتقوا فإ ن اهلل كان غفورا رحيم ا‬
‫(النساء ‪)129‬‬
‫أن النيب ص‪.‬م كان يعدل ىف القسمة بني نسائه وكان يقول أللهم‬
‫هذا قسمي فيما أملك فال تأخذين فيما ال أملك يعين من زيادة احملبة‬
‫لبعضهن‬
‫ان رسول اهلل ص‪.‬م قال لرجل من ثاقيف أسلم وعنده عشر نسوة‬
‫منهن أربعا وفارق سائرهن‬
‫حنب اسلم أمسك ّ‬

‫منهن‬
‫ّ‬ ‫احدة‬ ‫و‬ ‫فارق‬ ‫ص‪.‬م‬ ‫النيب‬ ‫فقال‬ ‫نسوة‬ ‫مخس‬ ‫وحتيت‬ ‫أسلمت‬
‫ُ‬
‫(نوفال ابن معوية)‬

You might also like