Professional Documents
Culture Documents
1. Pebgertian Frasa
Banyak sering memeprmasalahkan antara frasa dengan kata, ada yang membedakannya dan ada juga yang
mengatakan bahwa keduanya itu sama. Seperti yang telah dipelajari dalam morfologi bahwa kata adalah adalah satuan
gramatis yang masih bisa dibagi menjadi bagian yang lebih kecil. Frasa adalah satuan konstruksi yang terdiri dari dua kata
atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:138). Frasa juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang
berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi
sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu
kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Artinya sebanyak apapun kata tersebut
asal tidak melebihi jabatannya sebagai Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, maka masih bisa disebut
frasa.
Contoh:
1. gedung sekolah itu
2. yang akan pergi
3. sedang membaca
4. sakitnya bukan main
5. besok lusa
6. di depan.
Jika contoh itu ditaruh dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja.
1. Gedung sekolah itu(S) luas(P).
2. Dia(S) yang akan pergi(P) besok(Ket).
3. Bapak(S) sedang membaca(P) koran sore(O).
4. Pukulan Budi(S) sakitnya bukan main(P).
5. Besok lusa(Ket) aku(S) kembali(P).
6. Bu guru(S) berdiri(P) di depan(Ket).
Jadi, walau terdiri dari dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas fungsi. Pendapat lain mengatakan bahwa
frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemadu kalimat.
Contoh:
1. Mereka(S) sering terlambat(P).
2. Mereka(S) terlambat(P).
Ket: ( _ ) frasa.
Pada kalimat pertama kata ‘mereka’ yang terdiri dari satu kata adalah frasa. Sedangkan pada kedua kata
berikutnya hanya kata ‘sering’ saja yang termasuk frasa karena pada jabatan itu terdiri dari sua kata dan kata ‘sering
sebagai pemadunya. Pada kalimat kedua, kedua katanya adalah frasa karena hanya terdiri dari satu kata pada tiap
jabatannya.
Dari kedua pendapat tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa frasa bisa terdiri dari satu kata atau lebih selama itu
tidak melampaui batas fungsi atau jabatannya yang berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan. Jumlah
frasa yang terdapat dalam sebuah kalimat bergantung pada jumlah fungsi yang terdapat pada kalimat itu juga.
Sebelum mengenal lebih jauh tentang frasa, alangkah lebih baiknya jika mengenal tentang fungsi-fungsi
sintaksisi, karena fungsi-fungsi itula yang disebut frasa. Fungsi sintaksisi ada lima, yaitu Subjek(S), Predikat(P), Objek(O),
Pelengkap(Pel), dan Keterangan(Ket). Dari kelima fungsi tersebut hanya karakteristik dari Keterangan saja yang tidak
mempunyai lawan.
1. Subjek dan Predikat.
1. Bagian yang diterangkan predikat. Subjek dapat dicari dengan pertanyaan
‘Apa atau Siapa yang tersebut dalam predikat’. Sedangkan predikat adalah
bagian kalimat yang menerangkan subjek. Predikat dapat ditentukan dengan
pertanyaan ‘yang tersebut dalam subjek sedang apa, berapa, di mana, dan lain-
lain’.
Contoh:
Sedang belajar(P) mereka itu(S).
Fungsi tersebut bisa dibuktikan dengan pertanyaan ‘Siapa yang sedang
belajar? Jawabannya ‘mereka itu’.
2. Berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina. Sedangkan predikat bisa berupa frasa nomina, verba,
adjektiva, numeralia, atau pun preposisi.
3. Jika diubah menjadi kalimat tanya, subjek tidak dapat diberi partikel –kah. Predikat dapat diberi partikel –kal.
Contoh:
Merka itu(S) sedang belajar(P).
Sedang belajarkah mereka itu?
Merekakah sedang belajar? (salah)
2. Objek dan Pelengkap.
1. Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan pelengkap berupa frasa nomina, verba,
adjektiva, numeralia, preposisi, dan pengganti nomina.
2. Objek mengikuti predikat yang berupa verba transitif(memerlukan objek) atau semi-transitif dan pelengkap
mengikuti predikat yang berupa verba intransitif(tidak memerlukan objek).
3. Objek dapat diubah menjadi subjek dan pelengkap tidak dapat diubah menjadi subjek.
Contoh:
1. Transitif(memerlukan objek)
1. Orang itu(S) menjual(P). (Salah)
2. Orang itu(S) menjual(P) es kelapa muda(O)
2. Semi-transitif (bisa atau tidak perlu objek)
1. Orang itu(S) minum(P).
2. Orang itu(S) minum(P) es kelapa muda(O).
3. Es kelapa muda(S) diminum(P) orang itu(O).
3. Intransitif(tidak memerlukan objek).
1. Tidak lengkap. Orang itu(S) mandi(P).
2. Semi-lengkap.
1. Orang itu(S) berjualan(P).
2. Orang itu(S) berjualan(P) es kelapa muda(Pel).
3. Lengkap.
1. Organisasi itu(S) berlandaskan(P). (salah)
2. Organisasi itu(S) berlandaskan(P) kegotongroyongan(Pel).
3. Keterangan.
1. Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat, objek atau pelengkap.
2. Berupa frasa nomina, preposisi, dan konjungsi.
3. Mudah dipindah-pindah, kecuali diletakkan diantara predikat dan objek atau predikat dan pelengkap.
Contoh:
Dulu(Ket) orang itu(S) menjual(P) es kelapa muda(O) di jalan surabaya(Ket).
2. Jenis Frasa
Jenis frasa dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya) dan
berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya.
1. Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).
Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya, frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris
dan Frasa Eksosentris.
1. Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang
dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa
endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa(S) diteras(P).
Kalimat tersebut tidak bisa jika hanya ‘Sejumlah di teras’ (salah) karena kata mahasiswa adalah unsur pusat dari
subjek. Jadi, ‘Sejumlah mahasiswa’ adalah frasa endosentris.
Frasa endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.
1. Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang
berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
Contoh:
1. rumah pekarangan
2. suami istri dua tiga (hari)
3. ayah ibu
4. pembinaan dan pembangunan
5. pembangunan dan pembaharuan
6. belajar atau bekerja.
2. Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang disamping mempunyai unsur pusat juga mempunyai unsur yang
termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk
frasa yang bersangkutan.
Contoh:
1. pembangunan lima tahun
2. sekolah Inpres
3. buku baru
4. orang itu
5. malam ini
7. sedang belajar
8. sangat bahagia.
Kata-kata yang dicetak miring dalam frasa-frasa di atasseperti adalah unsur pusat, sedangkan kata-kata yang
tidak dicetak miring adalah atributnya.
3. Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang
sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi bagi unsur pusat yang lain.
Contoh:
Ahmad, anak Pak Sastro, sedang belajar.
Ahmad, …….sedang belajar.
……….anak Pak Sastro sedang belajar.
Unsur ‘Ahmad’ merupakan unsur pusat, sedangkan unsur ‘anak Pak Sastro’ merupakan aposisi. Contoh lain:
1. Yogya, kota pelajar
2. Indonesia, tanah airku
3. Bapak SBY, Presiden RI
4. Mamad, temanku.
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris koordinatif, atributif,
dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara unsur yang satu dengan unsur
yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris
atributif. Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris koordinatif
2. Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya. Frasa ini tidak
mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa di teras.
2. Frasa Verba, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori verba. Secara morfologis, UP frasa verba
biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’ untuk
verba aktif, dan kata ‘sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya
menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Dia berlari.
Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis dapat diberi kata ‘sedang’ yang
menunjukkan verba aktif.
3. Frasa Ajektifa, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori ajektifa. UP-nya dapat diberi afiks ter-
(paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Rumahnya besar.
Ada pertindian kelas antara verba dan ajektifa untuk beberapa kata tertentu yang mempunyai ciri verba sekaligus
memiliki ciri ajektifa. Jika hal ini yang terjadi, maka yang digunakan sebagai dasar pengelolaan adalah ciri
dominan.
Contoh:
menakutkan (memiliki afiks verba, tidak bisa diberi kata ‘sedang’ atau ‘sudah’. Tetapi bisa diberi kata ‘sangat’).
4. Frasa Numeralia, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori numeralia. Yaitu kata-kata yang secara
semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu
bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.
Contoh:
dua buah
tiga ekor
lima biji
duapuluh lima orang.
5. Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai penanda dan diikuti kata atau
kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata) di teras
ke rumah teman
dari sekolah
untuk saya
6. Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda dan diikuti klausa
sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai
predikat.
Contoh:
Penanda (konjungsi) + Petanda (klausa, mempunyai P)
Sejak kemarin dia terus diam(P) di situ.
Dalam buku Ilmu Bahasa Insonesia, Sintaksis, ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa keterangan, karena
keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori konjungsi.
KLAUSA
1. Pengertian Klausa
Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek (S) dan
predikat (P), dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana dkk, 1980:208). Klausa ialah unsur kalimat,
karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa (Rusmaji, 113). Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun
demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan
kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas predikat,
baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa
adalah P, tetapi yang menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S, klausa terdiri atas S dan P. Jika mempunyai S,
klausa terdiri dari atas S, P, dan O. jika tidak memiliki O dan Ket, klausa terdiri atas P, O, dan Ket. Demikian
seterusnya.Penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap sebagai unsure inti klausa adalah S dan P.
Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak muncul misalnya dalam kalimta jawaban atau dalam
bahasa Indonesia lisan tidak resmi. Contoh :
Pertanyaan : kamu memanggil siapa?
Jawaban : teman satu kampus S dan P-nya dihilangkan.
Contoh pada bahasa tidak resmi : saya telat! P-nya dihilangkan.
Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi
lengkap. Sementara itu kalimat sudah mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan
kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai. Klausa sudah pasti mempunyai P, sedangkan
kalimat belum tentu mempunyai P.
2. Jenis-jenis Klausa
Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu adalah (1) Klasifikasi klausa
berdasarkan struktur internnya (BSI), (2) Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN), dan
(3) Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF). Berikut hasil klasifikasinya :
1. Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P.
Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar
itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut klasifikasinya :
1. Klausa Lengkap
Klausa lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir.
Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi :
1. Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :
Kondisinya sudah baik.
Rumah itu sangat besar.
Mobil itu masih baru.
2. Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :
Sudah baik kondisinya.
Sangat besar rumah itu.
Masih baru mobil itu.
2. Klausa Tidak Lengkap
Klausa tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang hadir hanya S saja
atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan.
2. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P.
Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya
unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P menghasilkan :
1. Klausa Positif
Klausa poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh :
Ariel seorang penyanyi terkenal.
Mahasiswa itu mengerjakan tugas.
Mereka pergi ke kampus.
2. Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P. Contoh :
Ariel bukan seorang penyanyi terkenal.
Mahasiswa itu belum mengerjakan tugas.
Mereka tidak pergi ke kampus.
Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik belum tentu menegatifkan
P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya, memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam
klausa Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang
dimaksudkan 'Dia tidak mengambil sesuatu apapun', maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak
mengambil pisau, melainkan sendok.
3. Analisis Klausa
Klasifikasi dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu :
1. Berdasarkan fungsi unsur-usurnya
2. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya
3. Berdasarkan makna unsur-unsurnya.
1. Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket. Kelima unsur itu tidak selalu
bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O,
kadang-kadang terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada
dalam klausa ialah P.
1. S dan P
Contoh : Budi(S) tidak berlari-lari(P) Tidak berlari-lari(P) Budi(S)
Badannya(S) sangat lemah(P) Sangat lemah(P) badannya(S)
2. O dan Pel
P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata verbal intransitif, dan mungkin
pula terdirri ari golongan-golongan lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang
mengikuti P itu. Contoh :
Kepala Sekolah(S) akan menyelenggarakan(P) pentas seni(O).
Pentas seni(S) akan dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)
3. KET
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki fungsi Ket. Berbeda
dengan O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat, dalam suatu klausa Ket pada umumnya letak yang bebas, artinya
dapat terletak di depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan dapat terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak
mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel, karena O dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung
dibelakang P. Contoh :
Akibat banjir(Ket) desa-desa itu(S) hancur(P)
Desa-desa itu(S) hancur(P) akibat banjir(O)
2. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini itu disebut analisis
kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
Contoh :
Aku Sudah menghadap Komandan Tadi
F S P O Ket
K N V N Ket
F S P O Ket 1) Ket 2)
K N V N FD N
KALIMAT
1. Pengertian
Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang kalimat dikemukan. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud
lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun
tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58).Panjang atau pendek, kalimat hanya dan harus terdiri atas subjek dan
predikat. Kalimat pendek menjadi panjang atau berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada
subjek, pada predikat, atau pada keduanya (Wijayamartaya, 1991: 9).
Pendapat laing mengatakan, kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada
akhir naik dan turun (Ramlan, 1981:6). Menurut Kridalaksana, kalimat adalah suatu bahasa yang secara relative berdiri sendiri,
mempunyai pola intonasi final, dan baik secara actual maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksan dkk, 1984:224). Satu bagian
nujaran yang didahului dan diikuti kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap, adalah
kalimat (Keraf, 1978: 156).
kalimat adalah satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa
kalimat itu sudah selesai (lengkap).
2. Macam-macam Kalimat
Kalimat dapat diklasifikasikan berdasarkan dengan: (1) jumlah dan kenis klausa yang terdapat di dalamnya, (2) jenis
response yang diharapkan, (3) sifat hubungan actor_aksi, dan (4) ada tidaknya unsure negative pada kalimat utama.
1. Berdasarkan jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, kalimat dapat dibedakan atas kalimat minor dan
kalimat mayor.
1. Kalimat minor adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa terikat atau sama sekali
tidak mengandung struktur klausa. Kalimat minor dibedakan atas:
1. Kalimat minor berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai lanjutan, pelengkap, atau
penyempurna kalimat utuh atau klausa lain yang terdahulu dalam wacana (Samsuri, 1985:278).
Berdasarkan sumber penurunnya, kalimat minor berstruktur dibedakan atas:
Kalimat elips, yaitu kalimat minor yang terjadi karena pelepasan beberapa bagian dari klausa kalimat
tunggal.
Contoh:
Terserah saja. (Penyelesainnya terserah kamu saja)
Kalimat jawaban, yaitu kalimat minor yang bertindak sebagai jawaban atas pentanyaan-pertanyaan.
Contoh :
(Ada yang kau bawa itu?) Lukisan.
Kalimat sampingan, yaitu kalimat minor yang terjadi penurunan klausa terikat dari kalimat majemuk
subordinat.
Contoh :
cepat)
Meskipun hujan. (Dia tetap datang)
Kalimat urutan, yaitu kalimat mayor, tetapi didahului oleh konjungsi, sehingga menyatakan bahwa kalimat
tersebut merupakan bagian kalimat lain. (Samsuru, 1985:263)
Contoh :
Karena itu, harga minyak naik.
2. Kalimat minor tak berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai akibat pengisian wacana yang
ditentukan oleh situasi, dibedakan atas:
Panggilan. Contoh :
Bakso!
Seruan, biasanya terdiri dari kata yang menyatakan ungkapan perasaan.
Contoh :
Halo!
Judul, merupakan suatu ungkapan topic atau gagasan.
Contoh :
Dampak negative penayangan TV.
Semboyan, yaitu uangkapan ide secara tegas, tepat dan tanpa hiasan bahasa atau kelengkapan sebuah klausa.
Contoh :
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Salam
Contoh :
Selamat pagi!
Inskripsi, yaitu kalimat minor tak berstruktur yang berisi penghormatan atau persembahan pada awal sebuah
karya (buku, lukisan dsb.).
Contoh :
Untuk para pengikrar Sumpah Pemuda 1928.
1. Kalimat mayor adalah kalimat yang terdiri atas sekurang-kurangnya satu klausa
bebas. Berdasarkan statusnya, dalam kalimat mayor, pembentuk yang inti saja.
Berdasarkan statusnya, dalam kalimat mayor, terdapat unsure pembentuk yang inti
saja, berdasarkan jumlah klausa yang terdapat didalamnya, kalimat mayor dapat
dibedakan atas:
1. Kalimat majemuk subordinatif, yaitu kalimat majemuk yang salah satu klausanya menduduki : (a) salah satu fungsi
sintaksis dari klausa yang lain atau (b) atribut dari salah satu fungsi sintaksis klausa yang lain.
Contoh :
Yang berkaca mata hitam itu teman saya.
Orang itu badannya sangat gemuk.
Polisi telah mengatakan bahwa kabar itu bohong.
2. Kalimat majemuk koordinat, yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa
lain (Samsuri, 1985:316).
Contoh :
Semalam suntuk saya tidur di kursi, dan orang-orang itu bermain kartu.
Mula-mula dinyalakannya api, lalu ditaruhnya cerek diatasnya.
Dalam perang, kita harus berani membunuh lawan, kalau tidak kita sendiri yang dibunuh.
3. Kalimat majemuk rapatan, yaitu kalimat majemuk koordinatif yang klausa-klausanya mempunyai kesamaan-kesamaan,
baik kesamaan subjek, predikat objek, maupun keterangan.
Contoh :
Rumah itu baru saja diperbaiki, tetapi sekarang sudah rusak.
Saya mengerjakana bagian depan, adik bagian belakang.
Dengan susah payah orang tuaku membangun rumah ini, tetapi saya tinggal menempati saja.
SINTAKSIS
1. Pengertian Sintaksis
Banyak pengertian dan definisi tentang sintaksis. Tentu saja diantara definisi-definisi yang diberikan oleh para ahli
tersebut, memiliki persamaan maupun perbedaan, baik dalam jumlah aspek yang tercakup di dalamnya, maupun redaksi atau kata-
kata yang digunakannya.
Sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata, kelompok kata menjadi
kalimat. Menurut istilah sintaksis dapat mendefinisikan : bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kalimat, klausa,
dan frasa (Ibrahim, dkk:1). Pendapat lain mengatakan, sintaksis adalah studi kaidah kombinasi kata menjadi satuan yang lebih besar,
frase dan kalimat (Moeliono, 1976:103). Dan definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa satuan yang tercakup dalam sintaksis
adalah frase dan ka1imat, dengan kata sebagai satuan dasarnya. Sintaksis (Yunani:Sun + tattein = mengatur bersama-sama) ialah
bagian dari tata bahasa yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa. (Keraf,
1978:153). Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan terbesar dalam sintaksis dan setiap bahasa
mempunyai kaidah sintaksis tersendiri yang tidak dapat diterapkan begitu saja pada bahasa yang lain.
Bidang sintaksis (Inggris, syntax) menyelidiki semua hubungan antar kelompok kata (atau antar-frase) dalam satuan dasar
sintaksis itu. Sintaksis itu mnempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam satuan yang kita sebut kalimat
(verhaar, 1981:70).
Istilah sintaksis (Belanda, syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat,
klausa, dan frase (Ramlan, 2001:18).
Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan para ahli bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah bagian
dari tata bahasa yang membicarakan kaidah kombinasi kata menjadi satuan gramatik yang lebih besar yang berupa frase, klausa, dan
kalimat, serta penempatan morfem-morfem supra sekmental (intonasi) sesuai dengan struktur sematik yang diinginkan oleh
pembicara sebagai dasarnya.
2. Cakupan Sintaksis
Pembahasan sintaksis mencakup frase, klausa, kalimat, dan morfem-morfem suprasegmental (intonasi). Tetapi, dalam
sintaksis, pembicaraan mengenai jenis kata mutlak diperlukan, karena (1) struktur frase dan kalimat hanya dapat dijelaskan melalui
penggolongan (penjenisan) kata (Ramlan, 1976:27), dan (2) Studi tentang kalimat suatu bahasa yang merupakan rangkaian yang
berstruktur dari kata-kata, tidak akan banyak artinya tanpa mempelajari yang unsur-unsur itu sendiri (Samsuri, 1985:74). Memang,
kelas (jenis) kata tau kategori kata adalah bagian dari sintaksis (Kridalaksana, 1986:31).
Dengan demikia, aspek-aspek ketatabahasaan yang tercakup dalam sintaksis adalah jenis kata, frase, klausa, kalimat, dan morfem-
morfem
Daftar Rujukan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Ibrahim, Syukur, dkk. Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang.
Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Samsuri. 1985. Tata Bahasa Indonesia Sintaksis. Jakarta: Sastra Budaya.
Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: C.V. Kilat Grafika.
Rusnaji, Oscar. Aspek-aspek Linguistik. IKIP Malang.
Wirjosoedjarmo. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Wijaya
Rusnaji, Oscar. 1983. Aspek-aspek Sintaksis Bahasa Indonesia. IKIP Malang.
Verhaar. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press.
Alwi, Hasan dan Dery Sugono. 2002. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
http://zieper.multiply.com/journal/item/38