You are on page 1of 61

BIOTEKNOLOGI

Pada akhir tahun 1970-an, bioteknologi mulai dikenal sebagai salah


satu revolusi teknologi yang sangat menjanjikan di abad ke 20 ini.

Pentingnya bioteknologi secara strategis dan potensinya untuk


kontribusi dalam bidang pertanian, pangan, kesehatan, sumberdaya alam
dan lingkungan mulai menjadi kenyataan yang semakin berkembang.

Saat ini walaupun masih dalam taraf pengembangan, industri


bioteknologi mulai matang dan menghasilkan produk-produk yang dapat
dipasarkan. Dimana keberhasilan-keberhasilan komersial dan terobosan-
terobosan teknologi yang dramatis telah dan sedang diraih.

Walaupun demikian, harapan-harapan mengenai penerapan


bioteknologi pada 15-20 tahun yang lalu dapat dikatakan belum
seluruhnya menjadi kenyataan

Dan bahkan hambatan-hambatan yang muncul kadangkala tidak


diantisipasi sebelumnya.

Dalam GBHN 1993 khususnya sasaran Bidang Pembangunan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi dalam Pelita VI, Bioteknologi juga dimasukkan
dalam Kebijaksanaan Nasional sebagai suatu bidang Iptek yang perlu
dikembangkan.

BEBERAPA DEFINISI BIOTEKNOLOGI :

Penggunaan terpadu biokimia, mikrobiology dan ilmu keteknikan untuk


mewujudkan aplikasi teknologi dari mikro-organisme, kultur jaringan dan
bagian-bagian lainnya.

Aplikasi dari organisme, system atau proses untuk industri manufaktur


dan pelayanan jasa.

Teknologi yang menggunakan fenomena biology untuk mengopi dan


menghasilkan bermacam-macam produk yang berguna.

Bioteknologi adalah tidak lebih dari sebuah istilah diberikan untuk


sekumpulan teknik-teknik dan proses-proses.

Bioteknologi adalah penggunaan organisme hidup dan komponennya


dalam bidang pertanian, pangan dan proses-proses industri lainnya.

Aplikasi berbagai teknik yang menggunakan organisme hidup atau


bagiannya serta untuk menghasilkan produk dan/atau jasa.
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan
makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari
makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa.[1] Dewasa ini, perkembangan bioteknologi
tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu
terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular,
mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya.[1] Dengan
kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan
berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.

Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan


tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah
pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19,
pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang
pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan.[2] Di bidang medis,
penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara lain dengan
penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah
yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan
signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur.[1]
Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara
massal.

Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara


negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai
macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA
rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain.[3]
Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan
penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan,
seperti kanker ataupun AIDS.[4] Penelitian di bidang pengembangan sel
induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain
yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh
dapat sembuh seperti sediakala.[4] Di bidang pangan, dengan
menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan DNA
rekombinan, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul
karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa,
serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan.[5]
Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian
lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak
bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang
bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri
jenis baru.[2]

Kemajuan di bidang bioteknologi tak lepas dari berbagai kontroversi yang


melingkupi perkembangan teknologinya. Sebagai contoh, teknologi
kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat
kecaman dari bermacam-macam golongan.

Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme


melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi
fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari
organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.[2]

Perubahan sifat Biologis melalui rekayasa genetika tersebut menyebabkan


"lahirnya organisme baru" produk bioteknologi dengan sifat - sifat yang
menguntungkan bagi manusia. Produk bioteknologi, antara lain[2]:

• Jagung resisten hama serangga


• Kapas resisten hama serangga
• Pepaya resisten virus
• Enzim pemacu produksi susu pada sapi
• Padi mengandung vitamin A
• Pisang mengandung vaksin hepatitis

Garis waktu bioteknologi


• 8000 SM Pengumpulan benih untuk ditanam kembali. Bukti bahwa
bangsa Babilonia, Mesir, dan Romawi melakukan praktik
pengembangbiakan selektif (seleksi artifisal) untuk meningkatkan
kualitas ternak.
• 6000 SM Pembuatan bir, fermentasi anggur, membuat roti,
membuat tempe dengan bantuan ragi.
• 4000 SM Bangsa Tionghoa membuat yogurt dan keju dengan bakteri
asam laktat.
• 1500 Pengumpulan tumbuhan di seluruh dunia.
• 1665 Penemuan sel oleh Robert Hooke(Inggris) melalui mikroskop.[6]
• 1800 Nikolai I. Vavilov menciptakan penelitian komprehensif tentang
pengembangbiakan hewan.
• 1880 Mikroorganisme ditemukan.
• 1856 Gregor Mendel mengawali genetika tumbuhan rekombinan.[7]
• 1865 Gregor Mendel menemukan hukum hukum dalam
penyampaian sifat induk ke turunannya.[8]
• 1919 Karl Ereky, insinyur Hongaria, pertama menggunakan kata
bioteknologi.
• 1970 Peneliti di AS berhasil menemukan enzim pembatas yang
digunakan untuk memotong gen gen.
• 1975 Metode produksi antibodi monoklonal dikembangkan oleh
Kohler dan Milstein.
• 1978 Para peneliti di AS berhasil membuat insulin dengan
menggunakan bakteri yang terdapat pada usus besar.[9]
• 1980 Bioteknologi modern dicirikan oleh teknologi DNA rekombinan.
Model prokariot-nya, E. coli, digunakan untuk memproduksi insulin
dan obat lain, dalam bentuk manusia. Sekitar 5% pengidap diabetes
alergi terhadap insulin hewan yang sebelumnya tersedia).
• 1992 FDA menyetujui makanan GM pertama dari Calgene: tomat
"flavor saver".
• 2000 Perampungan Human Genome Project
Bioteknologi dapat memberikan manfaat bagi manusia dalam
berbagai bidang kehidupan, antara lain:

1. Bidang Pangan

Bioteknologi memainkan peranan penting dalam bidang pangan yaitu


dengan memproduksi makanan dengan bantuan mikroba
(tempe,roti,keju,yoghurt,kecap,dll) , vitamin, dan enzim. Untuk
penejelasan selanjutnya dapat dipelajari pada materi aplikasi
bioteknologi bidang pangan

2. Bidang Kesehatan

Bioteknologi juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya


dalam pembuatan antibodi monoklonal, pembuatan vaksin, terapi gen
dan pembuatan antibiotik. Proses penambahann DNA asing pada
bakteri merupaka prospek untuk memproduksi hormon atau obat-
obatan di dunia kedokteran. contohnya pada produksi hormon insulin,
hormon pertumbuhan dan zat antivirus yang disebut interferon. Orang
yang menderita diabetes melitus membutuhkan suplai insulin dari luar
tubuh. Dengan menggunakan teknik DNA rekombinan, insulin dapat
dipanen dari bakteri. Selenkapnya dapat dipelajari pada materi
aplikasi bioteknologi bidang kesehatan

3. Bidang Lingkungan

Bioteknologi dapat digunakan untuk perbaikan lingkungan misalnya


dalam hal mengurangi pencemaran dengan adanya teknik pengolahan
limbah dan dengan memanipulasi mikroorganisme. Selenkapnya dapat
dipelajari pada materi aplikasi bioteknologi bidang lingkungan

4. Bidang Pertanian

Adanya perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan dengan teknik


modifikasi genetik dengan bioteknologi melalui rekayasa genetika
untuk memperoleh varietas unggul, produksi tinggi, tahan hama,
patogen, dan herbisida. Perkembangan Biologi Molekuler memberikan
sumbangan yang besar terhadap kemajuan ilmu pemuliaan ilmu
tanaman (plant breeding). Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri
bahwa perbaikan genetis melalu pemuliaan tanaman konvemsional
telah memberikan kontribusi yng sangat besar dalam penyediaan
pangan dunia.
Dalam bidang pertanian telah dapat dibentuk tanaman dengan
memanfaatkan mikroorganisme dalam fiksasi nitogen yang dapat
membuat pupuknya sendiri sehingga dapat menguntungkan pada
petani. Demikian pula terciptanya tanaman yang tahan terhadap tanah
gersang. Mikroba yang di rekayasa secara genetik dapat meningkatkan
hasil panen pertanian, demikian juga dalam cara lain, seperti
meningkatkan kapasitas mengikat nitrogen dari bacteri Rhizobium.
Keturunan bacteri yang telah disempurnakan atau diperbaiki dapat
meningkatkan hasil panen kacang kedelai sampai 50%. Rekayasa
genetik lain sedang mencoba mengembangkan turunan dari bacteri
Azotobacter yang melekat pada akar tumbuh bukan tumbuhan kacang-
kacangan (seperti jagung) dan mengembangbiakan, membebaskan
tumbuhan jagung dari ketergantungan pada kebutuhan pupuk amonia
(pupuk buatan).
Hama tanaman merupakan salah satu kendala besar dalam
budidaya tanaman pertanian. Untuk mengatasinya, selama ini
digunakan pestisida. Namun ternyata pestisida banyak menimbulkan
berbagai dampak negatif, antara lain matinya organigme nontarget,
keracunan bagi hewan dan manusia, serta pencemaran lingkungan.
Oleh karena itu, perlu dicari terobosan untuk mengatasi masalah,
tersebut dengan cara yang lebih aman. Kita mengetahui bahwa
mikroorganisme yang terdapat di alam sangat banyak, dan setiap jenis
mikroorganisme tersebut memiliki sifat yang berbeda-beda. Dari
sekian banyak jenis mikroorganisme, ada suatu kelompok yang
bersifat patogenik (dapat menyebabkan penyakit) pada hama tertentu,
namun tidak menimbulkan penyakit bagi makhluk hidup lain. Contoh
mikroorganisme tersebut adalah bakteri Bacillus thuringiensis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Bacillus thuringiensis mampu
menghasilkan suatu protein yang bersifat toksik bagi serangga,
terutama seranggga dari ordo Lepidoptera. Protein ini bersifat mudah
larut dan aktif menjadi menjadi toksik, terutama setelah masuk ke
dalam saluran pencemaan serangga. Bacillus thuringiensis mudah
dikembangbiakkan, dan dapat dimafaatkan sebagai biopestisida
pembasmi hama tanaman. Pemakaian biopestisida ini diharapkan
dapat mengurangi dampak negatif yang timbul dari pemakaian
pestisida kimia.
Dengan berkembangnya bioteknologi, sekarang dapat diperoleh
cara yang lebih efektif lagi untuk membasmi hama. Pada saat ini sudah
dikembangkan tanaman transgenik yang resisten terhadap hama.
Tanaman transgenik diperoleh dengan cara rekayasa genetika. Gen
yang mengkode pembentukan protein toksin yang dimiliki oleh B.
thuringiensis dapat diperbanyak dan disisipkan ke dalam sel beberapa
tanaman budidaya. Dengan cara ini, diharapkan tanaman tersebut
mampu menghasilkan protein yang bersifat toksis terhadap serangga
sehingga pestisida tidak diperlukan lagi.

( video penerapan bioiteknologi bidang pertanian )

5. Bidang Peternakan

Peningkatan produksi ternak ,meningkatkan efisiensi dan kualitas


pakan seperti manipulasi mikroba rumen, menghasilkan embrio yang
banyak dalam satu kali siklus reproduksi, menciptakan jenis ternak
unggul, dan dapat memproduksi asam amino tetentu.

Hewan ternak diberi perlakuan dengan produk-produk yang dihasilkan


dari metode DNA rekombinan. Produk ini mencakup vaksin-vaksin baru
atau yang didesain ulang, antibodi dan hormon-hormon pertumbuhan.
Misalnya, beberapa sapi perah disuntik dengan hormon pertumbuhan
sapi (BGH, bovine growth hormone) yang dibuat oleh E.coli untuk
menaikkan produksi susu (vaksin ini dapat meningkatkan hingga 10%).
BGH juga meningkatkan perolehan bobot dalam daging ternak. Sejauh
ini telah lulus dari semua uji keamanan dan BGH sekarang digunakan
secara meluas dalam kelompok pabrik susu.

Adapun hewan transgenik, organisme yang mengandung gen dari


spesies lain,termasuk ternak penghasil daging dan susu, serta
beberapa spesies ikan yang yang dipelihara secara komersial,
dihasilkan dengan menyuntikkan DNA asing ke dalam nukleus sel telur
atau embrio muda.

6. Bidang Hukum

Dengan teknologi DNA, menawarkan aplikasi bagi kepentingan


forensik. Pada kriminalitas dengan kekerasan, darah atau jaringan lain
dalam jumlah kecil dapat tertinggal di tempat kejadian perkara. Jika
ada perkosaan, air mani dalam jumlah kecil dapat ditemukan dalam
tubuh korban. Melalui pengujian sidik jari DNA (DNA finngerprint),
dapat diidentifikasi pelaku dengan derajat kepastian yang tinggi
karena urutan DNA setiap orang itu unik (kecuali untuk kembar
identik). Sampel darah atau jaringan lain yang dibutuhkan dalam tes
DNA sangat sedikit (kira-kira 1000 sel).

DNA fingerprint merupakan satu langkah lebih maju dalam proses


pengungkapan kejahatan di Indonesia. Keakuaratan hasil yang hampir
mencapai 100% menjadikan metode DNA fingerprint selangkah lebih
maju dibandingkan dengan proses biometri yang telah lama digunakan
kepolisian untuk identifikasi.

Tetapi, tidak sedikit pula orang yang menyalahgunakan perkembangan ilmu


biologi ini sehingga menimbulkan dampak negatif. Berikut ini beberapa dampak
negatif perkembangan ilmu biologi.

1. Digunakan untuk senjata biologis. Bakteri dan virus yang mematikan dapat
digunakan sebagai senjata biologis untuk memusnahkan manusia.
2. Memunculkan organisme strain jahat. Dengan adanya rekayasa genetika, sifat
– sifat makhluk hidup dapat diubah dengan mudah, termasuk menyisipkan gen
jahat yang dapat digunakan untuk membunuh atau meneror manusia.
3. Mengganggu keseimbangan lingkungan. Organisme baru hasil rekayasa
manusia dikhawatirkan akan dapat memenangkan kompetisi dan menyingkirkan
organisme yang telah ada di alam sehingga dapat menimbulkan
ketidakseimbangan alam.
4. Pelanggaran hukum dan nilai – nilai masyarakat. Misalnya ada seorang ibu
yang hamil dengan teknik bayi tabung yang spermanya berasal dari bank sperma
(tidak dari suaminya). Hal ini tentu akan nengaburkan status anak dan
menimbulkan permasalahan di lain waktu.

Peranan dan Produk


Bioteknologi
1. Peranan Bioteknologi
a. Teknik enzimatis
Enzim merupakan katalis dalam reaksi kimia sehingga reaksi tersebut
dapat berlangsung lebih cepat Dalam bioteknologi, Enzim digunakan
dalam bahan makanan, industri kimia, dan farmasi ( sintesis asam amino
dan antibiotik) . Pada produk makanan minuman, Enzim telah lam
digunakan untuk membuat keju, bir, pemanis, dan anggur. Di Amerika
Serikat, sirup berkadar gula tinggi dari jagung merupakan produk terbesar
yang dibuat menggunakan teknologi enzimatis. Enzim renin yang
dihasilkan dari lambung anak sapi bermanfaat untuk menghasilkan dalah
susu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan keju. Pada industri
minuman, enzim digunakan untuk membuat minuman sari buah, anggur
dan bir agar tahan terhadap dingin. Selain itu, bahan ini dapat dipakai
untuk membuat permen dengan rasa manis sedang.

b. Teknik fermentasi
Fermentasi (peragian) adalah proses penguraian motabolik senyawa
organik oleh makrob pada kondisi anaerob yang menghasilkan energi dan
gas. Teknik dapat digunakan dalam pengelolahan bahan baku untuk
menghasilkan produk berupa makanan, minuman, dan obat-obatan.
Proses teknik fermentasi adalah sebagai berikut :

1. Tahap Pengelolahan bahan baku


Bahan baku yang akam difermentasi lebih dahulu diolah menjadi subtrat
dengancara menghauluskan (pada bahan baku padat) atau dengna
mengantur pH, penambangan air, dan pengaturan komposisi senyawa
makro / mikro.

2. Tahap sterlisasi
Bahan subtrat disetrilkan agar tidak terkontaminasi oleh mikrob lain yang
dapat mengangu proses.

3. Tahap fermentasi
Proses fermentasi biasanya dilakukan dalam bioeraktor, yaitu suatu
tabung tertutup yang dapat diataur mengadukan, pengudaraan (aeransi),
suhu optimumnya. Di dalam bioreaktor telah terdapat ragi atau yang
dibutuhkan

4. Tahap pemisahan hasil


Pemisahan antara produk dan residu ( hasil sampingan ) dapat dilakukan
dengna cara filtrasi (penyaringan )

5. Tahap pengelolahan hasil


Produk yang sudah dihasilkan diolah lebih lanjut dengan menambahkan
zat adiktif untuk menambah aroma atau warna yang lebih menarik

6. Tahap produk akhir


Produk akhir merupakan produk yang telah siap di pasarkan.

Bioremediasi adalah proses pengguanan mikrob untuk menyingkirkan atau


melenyapkan polutan dari lingkungan. Bioremendiasi dibedakan menjadi
bioremendiasi intristik, yaitu biodegradsi yang terjadi pada kondisi alami
dan bioremendiasi yang direkayasa.
Keberhasilan bioremediasi sangat di tentukan oleh beberapa faktor, yaitu
kontak antara mikrob dan subtrat, keadaan fisik lingkungan yang tepat,
nutrien oksigen, dan keberadaan senyawa toksik bioremediasi meliputi
dua tipe, yaitu fitoremediasi dan biofiltrasi, fitoremidiasi adalah
pemanfaatan atau fungsi untuk menyisihkan polutan komplek dari
buangan limbah industri.
Bahan-bahan sisa dari minyak bumi dan minyak kelapa tersebut masih
mengandung berbagai macam asam lemaka berantai panjang dan pendek
yang dapat dimanfaatkan sebagai subtrat penghasil asam laurat. Asam
lemak tersebut dapat dikomersialisasikan sebagai kompenen utama sabun
dan deterjen. Produksi asam laurat dari limbah- limbah tersebut dapat
ditingkatkan dengan menggunakan mikrob yang telah dimodifikasi. Salah
satu mikrob tertsebut adalah Candida sp.

Bioteknologi berasal dari dua kata, yaitu 'bio' yang berarti makhuk hidup
dan 'teknologi' yang berarti cara untuk memproduksi barang atau jasa.
Dari paduan dua kata tersebut European Federation of Biotechnology
(1989) mendefinisikan bioteknologi sebagai perpaduan dari ilmu
pengetahuan alam dan ilmu rekayasa yang bertujuan meningkatkan
aplikasi organisme hidup, sel, bagian dari organisme hidup, dan/atau
analog molekuler untuk menghasilkan produk dan jasa (Goenadi & Isroi,
2003).

Dengan definisi tersebut bioteknologi bukan merupakan sesuatu yang


baru. Dimulai dari nenek moyang kita, pemanfaatkan mikroba telah
dilakukan untuk membuat produk-produk berguna seperti tempe, oncom,
tape, arak, terasi, kecap, yogurt, dan nata de coco . Hampir semua
antibiotik berasal dari mikroba, demikian pula enzim-enzim yang dipakai
untuk membuat sirop fruktosa hingga pencuci pakaian. Dalam bidang
pertanian, mikroba penambat nitrogen telah dimanfaatkan sejak abad ke
19. Mikroba pelarut fosfat telah dimanfaatkan untuk pertanian di negara-
negara Eropa Timur sejak tahun 1950-an. Mikroba juga telah dimanfaatkan
secara intensif untuk mendekomposisi limbah dan kotoran. Bioteknologi
memiliki gradien perkembangan teknologi, yang dimulai dari penerapan
bioteknologi tradisional yang telah lama dan secara luas dimanfaatkan,
hingga teknik-teknik bioteknologi baru dan secara terus menerus
berevolusi (Gambar 1).

Gambar 1. Gradien Bioteknologi (dimodifikasi dari Doyle & Presley, 1996).

Perkembangan bioteknologi secara drastis terjadi sejak ditemukannya


struktur helik ganda DNA dan teknologi DNA rekombinan di awal tahun
1950-an. Ilmu pengetahuan telah sampai pada suatu titik yang
memungkinkan orang untuk memanipulasi suatu organisme di taraf
seluler dan molekuler. Bioteknologi mampu melakukan perbaikan galur
dengan cepat dan dapat diprediksi, juga dapat merancang galur dengan
bahan genetika tambahan yang tidak pernah ada pada galur asalnya.
Memanipulasi organisme hidup untuk kepentingan manusia bukan
merupakan hal yang baru. Bioteknologi molekuler menawarkan cara baru
untuk memanipulasi organisme hidup.

Seperti halnya teknologi-teknologi yang lain, aplikasi bioteknologi untuk


pertanian selain menawarkan berbagai keuntungan juga memiliki potensi
risiko kerugian. Keuntungan potensial bioteknologi pertanian antara lain:
potensi hasil panen yang lebih tinggi, mengurangi penggunaan pupuk dan
pestisida, toleran terhadap cekaman lingkungan, pemanfaatan lahan
marjinal, identifikasi dan eliminasi penyakit di dalam makanan ternak,
kualitas makanan dan gizi yang lebih baik, dan perbaikan defisiensi
mikronutrien (Jones, 2003). Satu pendekatan baru yang sedang
mendapatkan banyak perhatian adalah Bio-farming , seperti antibiotika
dalam buah pisang.

Potensi risiko bioteknologi terhadap pertanian dan lingkungan – walaupun


masih dalam perdebatan - antara lain efek balik terhadap organisme non-
target, pembentukan hama resisten, dan transfer gen yang tidak
diinginkan yang meliputi transfer gen ke tanaman liar sejenis, transfer gen
penyandi untuk produksi gen toksik, dan transfer gen resisten antibiotik
melalui gen penanda ( marker ) antibiotik. Beberapa kritikan menyebutkan
bahwa modifikasi DNA rekombinan menyebabkan pangan tidak aman
untuk dimakan. Kelompok pecinta lingkungan mengkritik bahwa
organisme trasgenik menyebabkan kerusakan keragaman hayati, karena
membunuh organisme liar yang berguna, atau membuat organisme invasif
yang dapat merusak lingkungan (Conko, 2003).

Terlepas dari perdebatan keuntungan dan kerugian di atas, prinsip


”kehati-hatian” harus dikedepankan dalam aplikasi bioteknologi untuk
agribisnis, khususnya rekayasa genetika. Pelajaran yang baik dapat kita
peroleh dari pengalaman Revolusi Hijau yang semula dianggap aman,
namun intensifikasi penggunaan pupuk dan pestisida terbukti berakibat
buruk terhadap lingkungan dan baru diketahui setelah beberapa puluh
tahun kemudian.

PRODUK BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

Produk-produk bioteknologi pertanian di Indonesia berdasarkan gradien


bioteknologi antara lain : (1) bahan tanam unggul, (2) biofertilizer, (3)
biodecomposer, dan (4) biocontrol.

Bahan tanam dapat ditingkatkan kualitasnya melalui pendekatan


bioteknologi. Peningkatan kualitas bahan tanam berdasarkan pada empat
kategori peningkatan, yaitu peningkatan kualitas pangan, resistensi
terhadap hama atau penyakit, toleransi terhadap cekaman lingkungan,
dan manajemen budidaya (Huttner, 2003). Produk bahan tanam unggul
yang saat ini telah berhasil dipasarkan antara lain adalah bibit kultur
jaringan, misalnya: bibit jati dan bibit tanaman hortikultura. Namun, bahan
tanam unggul yang dihasilkan dari rekayasa genetika yang dilakukan oleh
peneliti di Indonesia sampai saat ini belum ada yang dikomersialkan.
Produk-produk bahan tanam rekayasa genetika yang ada di pasaran
Indonesia umumnya merupakan produk dari negera lain, sebagai contoh :
Jagung Bt dan Kapas Bt yang dipasarkan oleh Monsanto. Kultur jaringan
merupakan tingkatan umum penguasaan bioteknologi di Indonesia.
Bagaimanapun juga, produksi bibit kelapa kopyor telah berhasil di
komersialkan melalui teknik transfer embrio (Paten ID 0 001 957).

Produk biofertilizer merupakan salah satu produk bioteknologi yang


banyak beredar di pasaran Indonesia. Produk-produk tersebut sebagian
dikembangkan oleh peneliti di Indonesia maupun di impor dari negara lain.
Salah satu produk biofertilizer bernama Emas ( Enhancing Microbial
Activity in the Soils ) telah dirakit oleh BPBPI (Paten ID 0 000 206 S),
dilisensi oleh PT Bio Industri Nusantara dan digunakan di berbagai
perusahaan perkebunan (BUMN dan BUMS) (Goenadi, 1998). Produk
biofertilizer lain yang dikembangkan oleh peneliti di Indonesia antara lain:
Rhizoplus , Rhiphosant , Bio P Z 2000, dan lain-lain. Produk sejenis
biofertilizer/ bioconditioner dari luar negeri misalnya: Organic Soil
Treatment (OST).

Produk-produk biodecomposer juga banyak beredar di pasaran Indonesia.


Biodecomposer dipergunakan untuk mempercepat proses penguraian
limbah-limbah organik segar pertanian menjadi kompos yang siap
diaplikasikan ke dalam tanah. Contoh produk-produk biodecomposer
antara lain: Orgadec (BPBPI), SuperDec (BPBPI), Degra Simba (ITB),
Starbio , EM4 , dan lain sebagainya. Produk-produk baru terus
bermunculan sejalan dengan kebutuhan untuk mengatasi masalah limbah
padat organik.

Mikroba juga telah dimanfaatkan untuk mengendalikan hama dan


penyakit tanaman. Aplikasi mikroba untuk biokontrol hama dan penyakit
tanaman meliputi mikroba liar yang telah diseleksi maupun mikroba yang
telah mengalami rekayasa genetika. Contoh mikroba yang telah banyak
dimanfaatkan untuk biokontrol adalah Beauveria bassiana untuk
mengendalikan serangga, Metarhizium anisopliae untuk mengendalikan
hama boktor tebu ( Dorysthenes sp) dan boktor sengon ( Xyxtrocera
festiva ), dan Trichoderma harzianum untuk mengendalikan penyakit tular
tanah ( Gonoderma sp, Jamur Akar Putih, dan Phytopthora sp). Produk-
produk biokontrol yang telah dikomersialisasikan oleh unit kerja lingkup
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) antara lain : Meteor, Greemi-
G, Triko SP, NirAma , dan Marfu . Keuntungan pemanfaatan biokontrol
untuk pertanian antara lain adalah ramah lingkungan, dan mengurangi
konsumsi pestisida yang tidak ramah lingkungan.

Mikroba juga dimanfaatkan dalam proses pembuatan pupuk anorganik.


Peneliti di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI)
mengembangkan teknologi pembuatan pupuk superfosfat yang disebut
dengan Bio-SP dengan menggunakan bantuan mikroba pelarut fosfat.
Kualitas dari Bio-SP menyamai kualitas pupuk superfosfat konvensional
(SP 36). Keunggulan dari teknologi ini adalah penggunaan agensia hayati
untuk mengurangi konsumsi asam anorganik dan lebih aman lingkungan
serta mampu mengurangi biaya produksi.

KOMERSIALISASI PRODUK BIOTEKNOLOGI

Komersialisasi merupakan serangkaian upaya dari pengembangan dan


pemasaran sebuah produk atau pengembangan sebuah proses dan
penerapan proses ini dalam kegiatan produksi. Kegiatan ini merupakan
rangkaian yang cukup kompleks dengan melibatkan berbagai aspek yang
mencakup kebijakan ekonomi, sumberdaya manusia, investasi, waktu,
lingkungan pasar, dan sebagainya. Tahapan-tahapan komersialisasi
sebuah produk bioteknologi umumnya seperti yang terlihat pada Gambar
2.

Sebuah invensi bioteknologi pada dasarnya merupakan ide atau solusi


bagi sebuah masalah teknis. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk
memperoleh perlindungan hukum sebelum mengkomersialkannya. Dalam
beberapa kasus, penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan sebelum sebuah
invensi dapat diwujudkan dalam bentuk produk yang dapat dipasarkan
atau proses yang dapat diterapkan dalam produksi komersial. Bahkan
setelah produksi dari invensi baru dilaksanakan, upaya lebih lanjut masih
dibutuhkan untuk memasarkannya, yang juga memerlukan dukungan
sumberdaya manusia, investasi, waktu, dan kerja kreatif.

Gambar 2. Tahapan umum komersialisasi produk bioteknologi (Goenadi,


2004)

Banyak penelitian-penelitian bioteknologi pertanian yang sejak awal


memiliki defisiensi, misalnya penelitian yang sudah ada sebelumnya untuk
menangani masalah yang sama dan penelitian baru ini tidak memiliki
keunggulan ekonomis dan teknis dibandingkan yang telah ada di pasar,
atau ada produk baru yang lebih baik muncul setelah invensi bioteknologi
sebelumnya dan invensi sebelumnya akan menjadi tidak berharga
sebelum sempat dikomersialisasikan.

Riset pengembangan merupakan tahapan yang sangat penting sebelum


sebuah hasil penelitian bioteknologi dapat menjadi sebuah produk atau
proses. Walaupun banyak tahapan yang dapat ditempuh, pengalaman
penulis menunjukkan bahwa riset pengembangan menentukan keyakinan
pihak investor dalam mengkomersialisasikan teknologi yang dihasilkan.
Tahapan umumnya adalah seperti yang digambarkan pada Gambar 3.
Produk-produk rekayasa genetika memerlukan serangkain tahapan
pengujian yang lebih rumit lagi sebelum dapat dikomersialkan secara luas
(Carpenter & Gianessi. 2001).

Faktor lain yang penting adalah menyangkut kebijakan keuangan, pajak,


dan yang terkait lainnya. Manfaat yang besar dapat diperoleh dari
penerapan produk bioteknologi baru, namun komersialisasi invensi
bioteknolgi itu sendiri mengandung risiko yang tinggi. Sangat sering
sebuah produk baru atau proses digantikan oleh yang lebih baru dan lebih
efisien dalam tempo yang singkat sebelum investornya mampu
memperoleh kembali investasinya. Tanpa adanya preferensi kebijakan
keuangan, pajak, dan yang terkait lainnya, investor akan enggan untuk
menanamkan modalnya pada komersialisasi invensi yang berisiko.

Gambar 3. Tahapan riset pengembangan produk bioteknologi hingga


komersialisasi (Goenadi, 2004)

PENGALAMAN PEMASARAN INVENSI PRODUK BIOTEKNOLOGI


Salah satu kunci keberhasilan komersialisasi produk bioteknologi adalah
adanya kebutuhan pasar dan mutu produk yang dihasilkan cukup
memadai. Produk-produk berbasis bioteknologi memperoleh apresiasi
pasar karena masyarakat lebih sadar terhadap pentingnya produk hayati.
Oleh karena itu, produk-produk pupuk hayati, pelapuk hayati, dan
tanaman hasil kultur jaringan relatif mudah memperoleh tanggapan positif
dari pasar.

Faktor kunci lainnya adalah jenis produk yang dihasilkan harus mampu
menawarkan peningkatan efisiensi pada tingkat harga yang layak.
Memasarkan produk pupuk hayati, yang mampu menghemat penggunaan
pupuk kimia pada saat harga pupuk terus meningkat dan subsidi oleh
pemerintah dihapus akan sangat efektif. Diperolehnya invensi terobosan
dalam menghasilkan tanaman kelapa kopyor yang buahnya dalam satu
pohon seluruhnya kopyor merupakan nilai jual yang sangat unik dan
strategis.

Di samping aspek produk tersebut di atas, pengenalan terhadap segmen


pasar adalah sangat penting artinya agar invensi yang diciptakan mampu
secara potensial memiliki pasar utama ( captive market ). Untuk itu
diperlukan strategi mengamankan pasar produk melalui keterkaitan yang
erat antara produsen dan konsumen. Salah satunya adalah bahwa
produsen adalah sekaligus bertindak sebagai konsumen utama.

Jenis Bioteknologi
Bioteknologi memiliki beberapa jenis atau cabang ilmu yang beberapa
diantaranya diasosikan dengan warna, yaitu:[10]

Bir, salah satu produk bioteknologi putih konvensional.

• Bioteknologi merah (red biotechnology) adalah cabang ilmu


bioteknologi yang mempelajari aplikasi bioeknologi di bidang medis.
[10]
Cakupannya meliputi seluruh spektrum pengobatan manusia,
mulai dari tahap preventif, diagnosis, dan pengobatan. Contoh
penerapannya adalah pemanfaatan organisme untuk menghasilkan
obat dan vaksin, penggunaan sel induk untuk pengobatan
regeneratif, serta terapi gen untuk mengobati penyakit genetik
dengan cara menyisipkan atau menggantikan gen abnomal dengan
gen yang normal.[10]
• Bioteknologi putih/abu-abu (white/gray biotechnology) adalah
bioteknologi yang diaplikasikan dalam industri seperti
pengembangan dan produksi senyawa baru serta pembuatan
sumber energi terbarukan.[10] Dengan memanipulasi mikroorganisme
seperti bakteri dan khamir/ragi, enzim-enzim juga organisme-
organisme yang lebih baik telah tercipta untuk memudahkan proses
produksi dan pengolahan limbah industri. Pelindian (bleaching)
minyak dan mineral dari tanah untuk meningkakan efisiensi
pertambangan, dan pembuatan bir dengan khamir.[10]
• Bioteknologi hijau (green biotechnology) mempelajari aplikasi
bioteknologi di bidang pertanian dan peternakan.[10] Di bidang
pertanian, bioteknoogi telah berperan dalam menghasilkan tanaman
tahan hama, bahan pangan dengan kandungan gizi lebih tinggi dan
tanaman yang menghasilkan obat atau senyawa yang bermanfaat.
Sementara itu, di bidang peternakan, binatang-binatang telah
digunakan sebagai "bioreaktor" untuk menghasilkan produk penting
contohnya kambing, sapi, domba, dan ayam telah digunakan
sebagai penghasil antibodi-protein protektif yang membantu sel
tubuh mengenali dan melawan senyawa asing (antigen).[10]
• Bioteknologi biru (blue biotechnology) disebut juga bioteknologi
akuatik/perairan yang mengendalikan proses-proses yang terjadi di
lingkungan akuatik.[10] Salah satu contoh yang paling tua adalah
akuakultura, menumbuhkan ikan bersirip atau kerang-kerangan
dalam kondisi terkontrol sebagai sumber makanan, (diperkirakan
30% ikan yang dikonsumsi di seluruh dunia dihasilkan oleh
akuakultura). Perkembangan bioteknologi akuatik termasuk
rekayasa genetika untuk menghasilkan tiram tahan penyakit dan
vaksin untuk melawan virus yang menyerang salmon dan ikan yang
lain. Contoh lainnya adalah salmon transgenik yang memiliki
hormon pertumbuhan secara berlebihan sehingga menghasilkan
tingkat pertumbuhan sangat tinggi dalam waktu singkat.[11][12]

Bioteknologi terbagi atas dua yaitu :


1. Bioteknologi Konvensional
Bioteknologi konvensional biasanya dilakukan secara sederhana, tidak
diproduksi dalam jumlah besar, tidak menggunakan prinsip-prinsip ilmiah
dan hanya menggunakan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri.
Contoh : tempe, oncom, tape, tuak, kecap

No Bahan Makanan Mikroorganisme yang dipakai Makanan yang dihasilkan


1 Beras ketan, anggur Sacharomyces (ragi) Minuman berakohol
2 Kedelai Rhizopus stoloferus Tempe
3 Kedelai Aspergilus wentii Kecap
4 Kacang tanah Neurospora crassa Oncom
5 Air / sari kelapa Acetobacter xylinum Nata de Coco
6 Susu Lactobasillus bulgaricus
Sterptococcus thermophillus Yoghurt

2. Bioteknologi Modern
Bioteknologi modern biasanya dilakukan dengan peralatan canggih,
diproduksi dalam jumlah besar, menggunakan prinsip-prinsip ilmiah,
menggunakan mikroorganisme dan bagian dari mikroorganisme seperti
tumbuhan dan hewan.
Contoh : Asam amino, penisilin, pengolahan limbah, pembasmi hama
tanaman, pemisahan logam, obat.

No Jenis Mikroorganisme Yang dihasilkan Keterangan


1 Spirulina Protein Ganggang hijau, berfotosintesis
2 Ganggang Chlorella Makanan suplemen protein tinggi Ganggang biru,
50% x berat kering
3 Saccaromyces cerevicea Protein dengan asam nukleat tinggi
4 Candida utilis Protein dengan asam nukleat tinggi
5 Penicillium notatum
Penicillium chrysogenum Antibiotika penisilin Alexander Flemming
6 Streptomyces griserus Streptomisin Jamur kapang, Obat TBC
7 Cephalosporium acremonium Sefalosporin Jamur kapang, obat radang
paru paru
8 Corynebacterium glutamicum Asam glutamate Asam amino tinggi
9 Bakteri Pengurai selulose Gas bio Energi
10 Bacilus thuringiensis Patogen ulat hama tanaman Produksi pertanian
11 Rhizobium
Azobacter Pengikat nitrogen di udara Produksi pertanian
12 Kemolitorof Pengambil/ pengumpul logam beracun Mencegah
pencemaran
13 Thiobacillus ferroxidans Pemisah tembaga dari bijinya Industri tambang

Penggunaan Mikroorganisme
Dalam Bioteknologi

Bioteknologi umumnya menggunakan mikroorganisme, seperti bakteri dan


khamir (kapang) dengan alasan sebagai berikut:

1) pertumbuhannya cepat, walaupun dalam skala besar seperti industri;

2) sel-selnya mengandung protein yang tinggi;

3) dapat menggunakan produk-produk sisa sebagai substratnya, misalnya


dari limbah pertanian;

4) menghasilkan produk yang tidak toksik;

5) sebagai organisme hidup, reaksi biokimianya dikontrol oleh enzim yang


berarti tidak memerlukan tambahan reaktan dari luar.

Pemanfaatan mikroorganisme telah digunakan pada bioteknologi


tradisional maupun modern. Bioteknologi yang menggunakan
mikroorganisme, antara lain: digunakan dalam bidang pangan, obat-
obatan, pembasmian hama tanaman, pencemaran, dan pemisahan logam
dari bijih logam.

1. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Bidang Pangan

a. Pemanfaatan mikroba untuk menghasilkan protein

Protein merupakan bahan makanan yang mutlak diperlukan manusia.


Protein yang dihasilkan dengan memanfaatkan mikroorganisme disebut
SCP (Single Cell Protein) protein sel tunggal. SCP ini mempunyai kadar
protein hingga 80% lebih tinggi dibandingkan protein kedelai dan ragi.
Beberapa mikroorganisme yang efektif untuk pembuatan SCP antara lain:
Methylophylus methylotropus. SCP ini biasa digunakan untuk makanan
ternak agar hewan ternak mampu menghasilkan susu dan daging
berkualitas tinggi. Fusarium, SCP yang digunakan untuk nutrisi manusia.

b. Penggunaan jasa mikroorganisme untuk mengubah makanan

Melalui proses fermentasi yang dilakukan


mikroorganisme, bahan makanan tertentu diubah menjadi bahan bentuk
lain sehingga cita rasanya lebih menarik atau mengandung nilai gizi yang
lebih tinggi. Contoh makanan ini ialah keju, mentega, roti, alkohol, dan
cuka.

1) Keju

Keju bahan utamanya adalah dadih yang dipisahkan dari Whey (air dadih
utama). Dadih dibuat dari protein kasein yang umumnya terbentuk karena
aktivitas enzim renin dan kondisi asam yang
ditimbulkan karena aktivitas bakteri asam laktat. Bakteri yang dibiarkan
pada media keju menyebabkan proses fermentasi yang memberikan
suasana asam. Selain itu, juga memberikan cita rasa khas dan bau harum
(aroma) pada produk susu tersebut. Makin lama masa inkubasinya, makin
tinggi keasamannya dan makin tajam cita rasanya. Mikroorganisme yang
digunakan dalam pembuatan keju ialah jamur Penicillium camemberti.

2) Mentega

Mentega dibuat dengan mengaduk kepala susu (krim) hingga tetesan-


tetesan mentega yang berlemak memisah dari susu mentega. Susu
mentega adalah cairan susu yang tinggal setelah membuat mentega. Krim
(kepala susu) memiliki rasa masam dan digunakan untuk pembuatan
produk lain, seperti yoghurt. Yoghurt dibuat dari krim yang ditanami
mikroorganisme seperti yang digunakan membuat susu mentega. Yoghurt
banyak kamu jumpai di toko. Yoghurt terbuat dari susu dengan lemak
kadar rendah yang sebagian airnya telah diuapkan. Untuk meningkatkan
keasamannya, susu kental yang terbentuk ditanami dengan Streptococcus
thermophillus, sedangkan untuk meningkatkan cita rasa dan aroma
ditanami Lactobacillus bulgaris.

Fermentasi Lactobacillus bulgaris berlangsung pada subtrat yang


bertemperatur 45° C selama beberapa jam. Pada temperatur tersebut
Lactobacillus bulgaris masih mungkin tumbuh dan berkembang. Untuk
menjaga cita rasa, aroma, dan keasamannya maka perlu dijaga
keseimbangan antara kedua jenis mikroorganisme tersebut.

c. Fermentasi makanan nonsusu


Pemanfaatan mikroorganisme, seperti ragi banyak
digunakan dalam pembuatan roti, asinan, minuman alkohol, minuman
anggur, dan cuka. Dalam pembuatan roti, adonan roti akan ditanami ragi
yang sebenarnya kultur spora suatu jenis jamur. Spora jamur akan tumbuh
dan memfermentasi gula dalam adonan, dan terbentuklah gelembung-
gelembung karbondioksida. Fermentasi yang berlangsung dalam kondisi
aerob ini akan mendorong produksi CO2.

Pada pembuatan asinan kubis atau sauerkraut, acar, dan olive maupun
kecap diperlukan mikroba jamur penghasil enzim yang mampu mengubah
zat tepung menjadi gula yang dapat difermentasikan. Prinsip ini juga
digunakan dalam pembuatan brem dan minuman khas Jepang, sake yang
dibuat dari ketan dan beras.

Dalam pembuatan kecap diperlukan jamur Aspergillus oryzae. Jamur ini


dibiakkan dalam kulit gandum terlebih dahulu. Selanjutnya, jamur ini
bersama-sama bakteri asam laktat yang tumbuh pada kedelai yang sudah
dimasak, menghancurkan campuran gandum. Setelah melalui fermentasi
karbohidrat yang cukup lama, dihasilkanlah kecap.

Beberapa jenis mikroba yang digunakan untuk mengubah bahan makanan


menjadi bentuk lain, misalnya:

1) Rhizopus oligospora untuk membuat tempe dengan substrat kedelai.

2) Neurospora sitophila untuk membuat oncom dengan

substrat kacang tanah.


3) Saccharomyces cerevisiae untuk membuat tape dengan substrat ketan
atau singkong atau ubi kayu.

4) Acetobacter xulinum untuk membuat nata de coco dengan substrat air


kelapa.

d. Pembuatan alkohol dan asam cuka

1) Proses pembuatan alkohol

Hampir semua pembuatan minuman beralkohol, seperti bir, ale, dan


anggur memerlukan jasa mikroorganisme. Bir dan ale dibuat dari tepung
biji padi-padian yang difermentasi oleh ragi. Ragi tidak dapat
menggunakan tepung secara langsung. Tepung tersebut diubah terlebih
dahulu menjadi glukosa atau maltosa. Selanjutnya, glukosa dan maltosa
difermentasi menjadi etanol dan CO2.

Dalam proses pembuatan minuman ini, malting, yaitu biji padi-padian


dibiarkan berkecambah, terus dikeringkan, selanjutnya digiling
menghasilkan malt. Malt ini mengandung enzim amilase yang mampu
mengubah amilum menjadi glukosa dan maltosa sehingga dapat
difermentasi oleh ragi. Pada pembuatan minuman keras berkadar alkohol
tinggi, seperti vodka, wiski, dan rum, karbohidrat dari biji padipadian,
kentang dan sirup atau tetes gula difermentasi menghasilkan alkohol.
Selanjutnya, alkohol ini disuling untuk menghasilkan minuman berkadar
alkohol tinggi.

Minuman anggur atau wine dapat dibuat dari buah anggur maupun dari
buah lain. Karena buah anggur mengandung gula, maka langsung dapat
difermentasikan oleh ragi. Jika bahannya selain buah anggur, untuk
meningkatkan produksi alkoholnya perlu ditambah gula. Tahapan proses
pembuatan anggur dapat dilihat seperti pada Gambar 8.10.

b. Proses pembuatan cuka

Bahan dasar pada proses pembuatan cuka adalah etanol yang dihasilkan
oleh fermentasi anaerob oleh ragi. Oleh bakteri asam asetat, seperti
Acetobacter dan Gluconobacter, etanol akan dioksidasi menjadi asam
asetat.

Masih banyak lagi bahan makanan yang diubah melalui proses fermentasi
sehingga dihasilkan variasi makanan atau minuman.
2. Mikroorganisme sebagai Pembasmi Hama Tanaman

Banyak bakteri yang hidup sebagai parasit pada jenis organisme saja dan
tidak mengganggu atau merugikan organisme jenis lainnya. Sifat
mikroorganisme semacam ini dapat dimanfaatkan dalam Bioteknologi
pembasmian hama atau dikenal dengan biological control. Contohnya,
adalah bakteri hasil rekayasa yang disebut bakteri minumes, merupakan
keturunan dari Pseudomonas. Bakteri ini dapat melawan pembentukan es
selama musim dingin. Contoh lain adalah penggunan bakteri Bacillus
thuringensis yang patogen terhadap ulat hama tanaman. Pengembangan
bakteri memberikan banyak keuntungan. Pembasmian ulat hama dengan
menggunakan Bacillus thuringensis ternyata tidak menimbulkan dampak
negatif kepada lingkungan serta tidak meninggalkan residu.

Cara lain mengatasi hama tanaman adalah dengan


menghambat perkembangbiakan hewan hama. Caranya adalah
menyemprotkan feromon insekta pada lahan pertanian. Feromon adalah
substansi yang dikeluarkan hewan dan menyebabkan respon pada hewan
sejenis seperti respon untuk seksualnya menurun. Akibatnya, populasi
hewan hama akan berkurang secara perlahan-lahan.

3. Peran Mikroorganisme dalam Mengatasi Pencemaran


Salah satu dampak dari peledakan jumlah penduduk dan perkembangan
teknologi adalah pencemaran terhadap lingkungan. Sebenarnya, pada
batas-batas tertentu lingkungan sekitar kita masih mampu membersihkan
dirinya dari segala macam zat pencemar. Namun, kalau jumlahnya sudah
melebihi kemampuan lingkungan, maka untuk mengatasinya memerlukan
keterlibatan manusia.

Untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan ini, para pakar telah


mencoba merekayasa mikroba untuk mendapatkan strain mikroba yang
membantu mengatasi pencemaran, khususnya pencemaran limbah
beracun. Apabila konsentrasinya berada di atas ambang batas, maka akan
mengancam kelangsungan organisme yang lain. Yang dikembangkan saat
ini antara lain, penanganan limbah oleh mikroorganisme yang mampu
menghasilkan gas hidrogen. Mikroba tersebut adalah Clostridium
butyrium. Dalam hal ini, bakteri akan mencerna dan menguraikan gula
serta menghasilkan gas hidrogen. Gas ini dapat digunakan sebagai bahan
bakar yang tidak menimbulkan polusi.

4. Mikroorganisme sebagai Pemisah Logam dari Bijihnya

Selama ribuan tahun, penyulingan minyak atau mineral dan memisahkan


tembaga dari bijih yang berkualitas rendah dengan proses leaching atau
meluluhkan. Pada 1957, berhasil dikembangkan teknik pemisahan
tembaga dari bijinya dengan menggunakan jasa bakteri. Bakteri yang
dapat memisahkan tembaga dari bijihnya adalah Thiobacillus ferooxidans
yang berasal dari hasil oksidasi senyawa anorganik khususnya senyawa
besi dan belerang. Bakteri ini termasuk jenis bakteri khemolitotrop atau
bakteri pemakan batuan. Bakteri khemolitotrop tumbuh subur pada
lingkungan yang miskin senyawa organik, karena mampu mengekstrak
karbon langsung dari CO2 di atmosfer.

Proses pemisahan tembaga dari bijihnya berlangsung sebagai berikut.


Bakteri Thiobacillus ferooxidans mengoksidasi senyawa besi belerang
(besi sulfida) di sekelilingnya. Proses ini membebaskan sejumlah energi
yang digunakan untuk membentuk senyawa yang diperlukannya. Selain
energi, proses oksidasi tersebut juga menghasilkan senyawa asam sulfat
dan besi sulfat yang dapat menyerang batuan di sekitarnya serta
melepaskan logam tembaga dari bijihnya. Jadi, aktivitas Thiobacillus
ferooxidans akan mengubah tembaga sulfida yang tidak larut dalam air
menjadi tembaga sulfat yang larut dalam air. Pada saat air mengalir
melalui bebatuan, senyawa tembaga sulfat (CuSO4) akan ikut terbawa dan
lambat laun terkumpul pada kolam berwarna biru cemerlang. Proses
pemisahan logam dari bijihnya secara besar-besaran dapat dijelaskan
sebagai berikut.

Bakteri ini secara alami terdapat di dalam larutan peluluh. Penambang


tembaga akan menggerus batu pengikat logam atau tembaga dan akan
menyimpannya ke dalam lubang tempat buangan. Kemudian, mereka
menuangkan larutan asam sulfat ke tempat buangan tersebut. Saat
larutan peluruh mengalir melalui dasar tempat buangan, larutan peluluh
akan mengandung tembaga sulfat. Selanjutnya, penambang akan
menambah logam besi ke dalam larutan peluluh. Tembaga sulfat akan
bereaksi dengan besi membentuk besi sulfat yang mampu memisahkan
logam tembaga dari bijinya.

Secara umum, Thiobacillus ferooxidans membebaskan tembaga dari bijih


tembaga dengan cara bereaksi dengan besi dan belerang yang melekat
pada batuan sehingga batuan mengandung senyawa besi dan belerang,
misalnya FeS2. Saat larutan peluluh mengalir melalui batu pengikat bijih,
bakteri mengoksidasi ion Fe2+ dan mengubahnya menjadi Fe3+. Unsur
belerang yang terdapat dalam senyawa FeS2 dapat bergabung dengan ion
H+ dan molekul O2 membentuk asam sulfat (H2SO4). Bijih yang
mengandung tembaga dan belerang, misalnya CuS, ion Fe3+ akan
mengoksidasi ion Cu+ menjadi tembaga divalen atau Cu2+. Selanjutnya,
bergabung dengan ion sulfat (SO4 2-) yang diberikan oleh asam sulfat
untuk membentuk CuSO4.

Dengan cara tersebut, bakteri tersebut mampu menghasilkan tembaga


kelas tinggi. Selain itu, bakteri pencuci, seperti Thiobacillus juga dapat
digunakan untuk memperoleh logam berkualitas tinggi, seperti emas,
galiu, mangan, kadmium, nikel, dan uranium.

Ciri utama bioteknologi:

• 1. Adanya Benda biologi berupa mikroorganisme, tumbuhan atau hewan

• 2. Adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri

• 3. Produk yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian


Perkembangan Bioteknologi :

• 1. Era bioteknologi generasi pertama = bioteknologi sederhana.


Penggunaan mikroba masih secara tradisional, dalam produksi makanan
dan tanaman serta pengawetan makanan.
o Contoh: pembuatan tempe, tape, cuka, dan lain-lain.

• 2. Era bioteknologi generasi kedua. Proses berlangsung dalam keadaan


tidak steril.
o Contoh: a. produksi bahan kimia: aseton, asam sitrat b. pengolahan
air limbah c. pembuatan kompos

• 3. Era bioteknologi generasi ketiga. Proses dalam kondisi steril.


o Contoh: produksi antibiotik dan hormon

• 4. Era bioteknologi generasi baru = bioteknologi baru.


o Contoh: produksi insulin, interferon, antibodi monoklonal

BIOTEKNOLOGI DALAM
PRODUKSI PANGAN
Makanan Bahan Susu

Prinsipnya adalah memfermentasi susu menghasilkan asam laktat.

• 1.Keju Mikroba: Propiabacterium (bakteri asam laktat) yang juga berperan


memberi rasa dan tekstur keju.
• 2.Yoghurt
o Mikroba: 1. Lactobacillusbulgaris = pemberi rasa dan aroma
o 2. Streptococcus thermophilus = menambah keasaman

• 3.Mentega Mikroba: Leuconostoc cremoris

Makanan Non Susu

• 1.Roti, asinan, dan alkohol (bir, anggur "wine", rum), oleh ragi
• 2.Kecap, oleh Aspergillus oryzae
• 3.Nata de Coco, oleh Acetobacter xilinum Prinsipnya adalah pemecahan
amilum oleh mikroba menghasilkan gula, yang kemudian difermentasi
• 4.Cuka, oleh Acetobacter aseti Alkohol difermentasi dalam kondisi aerob

BIOTEKNOLOGI DALAM INDUSTRI


1. Asam Sitrat

mikroba : Aspergillus niger bahan : tetes gula dan sirup Fs. Asam Sitrat :
pemberi citarasa, pengemulsi susu, dan antioksidan. Umumnya asam ini
banyak terdapat pada jeruk.

2. Vitamin

B1 oleh Assbya gossipii - B12 oleh Propionibacterium dan Pseudomonas

3. Enzim
• a. Amilase = digunakan dalam produksi sirup, kanji, glukosa. Glukosa
isomerase : mengubah amilum menjadi fruktosa. Fruktosa digunakan
sebagai pemanis makanan menggantikan sukrosa.
o
 mikroba = Aspergillus niger Aspergillus oryzae Bacillus
subtilis

• b. Protease = Digunakan antara lain dalam produksi roti, bir - protease


proteolitik berfungsi sebagai pelunak daging dan campuran deterjen untuk
menghilangkan noda protein
o
 mikroba = Aspergillus oryzae Bacillus subtilis

• c. Lipase = Antara lain dalam produksi susu dan keju Þ untak


meningkatkan cita rasa.
o
 mikroba = Aspergillus niger Rhizopus spp

• d. Asam Amino
o asam glutamat = bahan utama MSG (Monosodium Glutamat)
o Lisin = asam amino esensial, dibutuhkan dalam jumlah besar oleh
ternak. Keduanya oleh Corynobacterium glutamicum

PROTEIN SEL TUNGGAL


Protein Sel Tunggal (Single Cell Protein = SCP), adalah makanan berkadar
protein tinggi, berasal dari mikroorganisme

Contoh:

1. Mikoprotein dari Fusarium Substrat: tepung gandum dan ketan


2. Spirulina dan Chlorella

Kelebihan SCP:

1. 1.Kadar protein lebih tinggi dari protein kedelai atau hewan


2. 2.Pertumbuhan cepat
REKAYASA GENETIKA / ADN
REKOMBIAN
1. Vektor, berupa plasmid bakteri atau viral ADN
virus.

2. Bakteri, berperan dalam perbanyakan plasmid melalui perbanyakan


bakteri.

3. Enzim, terdiri dari enzim Restriksi (pemotong plasmid/ADN) dan enzim


Ligase (penyambung ptongan-potongan ADN)

BIOTEKNOLOGI DALAM
KEDOKTERAN DAN PRODUKSI
OBAT
1. Antibodi Monoklonal

adalah antibodi sejenis yang diproduksi oleh sel plasma klon sel-sel b
sejenis. Antibodi ini dibuat oleh sel-sel hibridoma (hasil fusi 2 sel berbeda;
penghasil sel b Limpa dan sel mieloma) yang dikultur. Bertindak sebagai
antigen yang akan menghasilkan anti bodi adalah limpa. Fungsi antara
lain diagnosis penyakit dan kehamilan

2. Terapi Gen

adalah pengobatan penyakit atau kelainan genetik dengan menyisipkan


gen normal

3. Antibiotik

Dipelopori oleh Alexander Fleming dengan penemuan penisilin dari


Penicillium notatum.
• Penicillium chrysogenum = memperbaiki penisilin yang sudah ada.
Dilakukan dengan mutasi secara iradiasi ultra violet dan sinar X.
• Cephalospurium = penisilin N.
• Cephalosporium = sefalospurin C.
• Streptomyces = streptomisin, untuk pengobatan TBC

4. Interferon

Adalah antibodi terhadap virus. Secara alami hanya dibuat oleh tubuh
manusia. Proses pembentukan di dalam, tubuh memerlukan waktu cukup
lama (dibanding kecepatan replikasi virus), karena itu dilakukan rekayasa
genetika.

5. Vaksin

Contoh: Vaksin Hepatitis B dan malaria. Secara konvensional pelemahan


kuman dilakukan dengan pemanasan atau pemberian bahan kimia.
Dengan bioteknologi dilakukan fusi atau transplantasi gen.

BIOTEKNOLOGI DALAM
MENYELESAIKAN MASALAH
PENCEMARAN
1. Pencemaran oleh minyak. Strain-strain Pseudomorms = mengkonsumsi
hidrokarbon. Rekayasa genetik membentuk bakteri super
yangmeogandung empat jenis plasmid pembawa gen untuk konsumsi
hidrokarbon.

2. Limbah organik
dapat diuraikan oleh bakteri aerob atau anaerob.
BIOTEKNOLOGI DALAM
PEMBERANTASAN HAMA
Dalam membatasi pemakaian pestisida, dilakukan upaya pemberantasan
hama secara biologi antara lain penggunaan musuh alami dan
menciptakan tanaman resisten hama.

• Bacillus thuringiensis = menghasilkan bioinsektisida yang toksin terhadap


larva serangga.

1. Transplantasi gen penghasil toksin pada tanaman menghasilkan tanaman


yang bersifat resisten hama serangga.
2. Kristal (racun Bt) diolah menjadi bentuk yang dapat disemprotkan ..ke
tanaman. Racun akan merusak saluran pencernaan serangga.

• Baculovirus sp. Virus disemprotkan ke tanaman. Bila termakan, serangga


akan mati dengan sebelumnya, menyebarkan virus melalui perkawinan.

1. Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki


2. Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu
tanaman dewasa

Pengertian Rekayasa Genetika


Rasa ingin tahu manusia dan keinginan untuk selalu mendapatkan yang terbaik
dalam memecahkan semua masalah kehidupan membawa manusia untuk
berfantasi dan mengembangkan imajinasinya. Hal inilah yang dialami oleh para
ilmuwan di bidang biologi ketika mereka dihadapkan pada masalah kesehatan
dan biologi. Mereka berimajinasi dan berandai-andai adanya suatu makhluk
hidup yang merupakan perpaduan dari sifat-sifat positif makhluk hidup yang
sudah ada. Percobaan-percobaan yang mereka lakukan akhirnya menemukan
teknik yang dinamakan rekayasa genetika dimana dapat dihasilkan makhluk
hidup seperti apa yang mereka inginkan walaupun masih terbatas hanya pada
makhluk hidup tertentu seperti bakteri dan tumbuhan.

Pada awalnya, proses rekayasa genetika ditemukan oleh Crick dan Watson pada
tahun 1953. Rekayasa genetika merupakan suatu rangkaian metode yang
canggih dalam perincian akan tetapi sederhana dalam hal prinsip yang
memungkinkan untuk dilakukan pengambilan gen atau sekelompok gen dari
sebuah sel dan mencangkokkan gen atau sekelompok gen tersebut pada sel lain
dimana gen atau sekelompok gen tersebut mengikat diri mereka dengan gen
atau sekelompok gen yang sudah ada dan bersama-sama menanggung reaksi
biokimiawi penerima .

Secara sederhana, proses rekayasa genetika tersebut dapat dijelaskan sebagai


berikut. Setiap makhluk hidup terdiri atas jutaan sel individu yang masing-masing
sel tersebut mengandung satu set gen yang identik. Gen-gen tersebut berfungsi
memberikan perintah-perintah biologi yang hanya mengeluarkan satu dari ribuan
perintah yang diperlukan untuk membangun dan menjaga kelangsungan suatu
makhluk hidup serta menentukan penampakan yang dimunculkan dalam bentuk
fisik suatu makhluk hidup.

Gen-gen tersebut tersusun atas deoxyribonucleic acid atau asam


deoksiribonukleat yang lazimnya disingkat menjadi DNA. DNA merupakan
molekul yang mengkode perintah-perintah biologi di dalam struktur kimianya.
Struktur kimia DNA seperti sebuah rangkaian surat-surat yang berisi pesan-pesan
genetika. Surat-surat itu hanya memiliki empat huruf menurut abjad genetik
(Adenin/A, Guanin/G, Timin/T, dan Cytosin/C), yang disebut basa . Setiap gen
mengandung ribuan rantai basa yang tersusun menjadi sebuah rangkaian
dimana gen tersebut berada dalam kromosom sebuah sel. DNA mudah
diekstraksi dari sel-sel, dan kemajuan biologi molekuler sekarang memungkinkan
ilmuwan untuk mengambil DNA suatu spesies dan kemudian menyusun
konstruksi molekuler yang dapat disimpan di dalam laboratorium. DNA yang
telah mengalami penyusunan molekuler tersebut disebut DNA rekombinan
sedangkan gen yang diisolasi dengan metode tersebut dinamakan gen yang
diklon.

DNA rekombinan ini dapat dipindahkan ke makhluk hidup lain bahkan yang
berbeda jenisnya. Hasil dari perpaduan tersebut menghasilkan makhluk hidup
rekombinan yang memiliki kemampuan baru dalam melangsungkan proses hidup
dan bersaing dengan makhluk hidup lainnya. Dengan kata lain makhluk hidup
rekombinan memiliki sifat unggul bila dibandingkan dengan makhluk hidup
asalnya.

Perkembangan Rekayasa Genetika Sebagai Bagian dari Perkembangan


Bioteknologi

Secara umum bioteknologi adalah ilmu terapan proses biologi. Akan tetapi
pembatasan ini masih terlalu luas yang pada akhirnya membawa pembatasan-
pembatasan dengan definisi yang berlainan di tiap wilayah dimana disesuaikan
dengan kebutuhan dan keadaan alam yang dimiliki. Pada dasarnya dapat
disimpulkan bahwa bioteknologi merupakan teknologi pemanfaatan organisme
(mikroba) atau produk organisme yang bertujuan untuk menghasilkan bahan
atau jasa.

Pengertian diatas merupakan pengertian dari sudut ilmu alam dimana jika dilihat
dari ilmu hukum, maka pengertian bioteknologi dapat dilihat di Konvensi
Keanekaragaman Hayati pada pasal 2. Bioteknologi dinyatakan sebagai
penerapan teknologi yang menggunakan sistem-sistem hayati, makhluk hidup,
atau derivatifnya untuk membuat atau memodifikasi produk-produk atau proses-
proses penggunaan khusus.

Dalam era globalisasi, selain perkembangan perdagangan dunia yang amat pesat
dengan tidak dihiraukannya lagi batas-batas wilayah dan kemungkinan mata
uang dalam perdagangan bebas, patut diperhatikan pula perkembangan
teknologi yang menyertainya. Perkembangan semua bidang kehidupan saat ini
sama sekali tidak terlepas dari perkembangan dunia teknologi. Dimana kemudian
tolak ukur kemajuan suatu negara banyak ditentukan dari teknologi yang
dimilikinya karena teknologi telah menjadi pendukung sehingga mendorong
setiap negara untuk memiliki keunggulan teknologi dari negara lainnya. Secara
khusus, John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam bukunya “Megatrends 2000”
menyebutkan bahwa kehadiran bioteknologi akan berkuasa di kehidupan kita.
Tidak ada sains lain yang dapat memiliki kekuatan begitu besar untuk mengubah
jalannya perkembangan organisme hidup kecuali bioteknologi.

Seperti halnya perkembangan segala sesuatunya dimuka bumi ini dimana akan
selalu membawa dua sisi yaitu positif dan negatif. Begitu pula halnya dengan
perkembangan bioteknologi yang walaupun membawa pengaruh sangat besar
bagi kehidupan manusia, tak dapat dihindarkan memiliki potensi untuk
mendatangkan kerugian. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah bagaimana
kita sebagai manusia yang berakal dan berbudi menyikapi hal tersebut. Apakah
akan menentang dan menghalangi segala perkembangan bioteknologi dengan
akibat tidak juga mendapatkan sisi positifnya atau dicarikan jalan keluar akan
akibat negatif yang ditimbulkan dengan tetap menerima perkembangan tersebut.

Sebenarnya bioteknologi bukan merupakan hal baru bagi peradaban manusia


karena pembuatan tempe, tape, kecap, dan tuak telah menunjukkan adanya
pemanfaatan mikroba untuk mengubah bahan dasar menjadi bahan yang bernilai
ekonomis dalam taraf sederhana atau tradisional. Bioteknologi tradisional
bersifat sederhana dengan menggunakan jasad renik (mikroba) alami yang pada
mulanya penggunaannya bersifat untung-untungan belum berdasarkan ilmiah.
Sedangkan bioteknologi modern saat ini menggunakan organisme hasil rekayasa
genetik melalui perlakuan yang mengubah landasan penentu kemampuan hidup,
yaitu mengubah tatanan gen yang menentukan sifat spesifik suatu organisme,
sehingga proses pengubahan dapat berlangsung secara lebih efisien dan efektif.
Selain itu dituntut pula untuk hasil yang lebih komersial. Pada awal
perkembangannya metode perpindahan gen hanya dapat dilakukan antara satu
jenis makhluk hidup, akan tetapi dikemudian hari gen dapat dipindahkan dari
satu jenis ke jenis lainnya.

Bidang-bidang tersebut diatas yang tercakup dalam ruang lingkup bioteknologi


menurut ukuran orang awam, bila diperhatikan sebagian besar berkaitan erat
dengan kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah inseminasi buatan (bayi
tabung) dimana bidang ini mau tidak mau menyentuh sisi personal/pribadi dari
kehidupan manusia. Telah diketahui bersama bahwa segala sesuatu yang
bersinggungan dengan sisi personal/pribadi dari kehidupan manusia selalu
menimbulkan pro dan kontra apapun itu masalahnya. Tulisan ini selanjutnya
akan membahas mengenai inseminasi buatan sebagai bagian dari
perkembangan bioteknologi dilihat dari segi hukum perdata
Rekayasa Genetika Tanaman

Sekira 20 produk pertanian hasil modifikasi genetik telah beredar di


pasaran Amerika, Kanada, bahkan Asia Tenggara. Dalam enam tahun ke
depan, berbagai perusahaan telah menyiapkan 26 produk lainnya, mulai
dari kedelai, jagung, kapas, padi hingga stroberi. Dari yang tahan hama,
herbisida, jamur hingga pematangan yang dapat ditunda.

PADA dasarnya prinsip pemuliaan tanaman, baik yang modern melalui


penyinaran untuk menghasilkan mutasi maupun pemuliaan tradisional
sejak zaman Mendel, adalah sama, yakni pertukaran materi genetik. Baik
seleksi tanaman secara konvensional maupun rekayasa genetika,
keduanya memanipulasi struktur genetika tanaman untuk mendapatkan
kombinasi sifat keturunan (unggul) yang diinginkan.

Bedanya, pada zaman Mendel, kode genetik belum terungkap. Proses


pemuliaan dilakukan dengan ”mata tertutup” sehingga sifat-sifat yang
tidak diinginkan kembali bermunculan di samping sifat yang diharapkan.
Cara konvensional tidak mempunyai ketelitian pemindahan gen.
Sedangkan pada new biotechnology pemindahan gen dapat dilakukan
lebih presisi dengan bantuan bakteri, khususnya sekarang dengan
dikembangkannya metode-metode DNA rekombinan.

Varietas baru

Apa yang ingin dilakukan oleh para ahli genetika ialah memasukkan gen-
gen spesifik tunggal ke dalam varietas-varietas tanaman yang
bermanfaat. Hal ini akan meliputi dua langkah pokok. Pertama,
memperoleh gen-gen tertentu dalam bentuk murni dan dalam jumlah
yang berguna. Kedua, menciptakan cara-cara untuk memasukkan gen-gen
tersebut ke kromosom-kromosom tanaman, sehingga mereka dapat
berfungsi.

Langkah yang pertama bukan lagi menjadi masalah. Dengan teknik DNA
rekombinan sekarang, ada kemungkinan untuk menumbuhkan setiap
segmen dari setiap DNA pada bakteri. Tidak mudah untuk mengidentifikasi
segmen khusus yang bersangkutan di antara koleksi klon. Khususnya
untuk mengidentifikasi segmen tertentu yang bersangkutan di antara
koleksi klon, apalagi untuk mengidentifikasi gen-gen yang berpengaruh
pada sifat-sifat seperti hasil produksi tanaman.

Langkah kedua, memasukkan kembali gen-gen klon ke dalam tanaman


juga bukan sesuatu yang mudah. Peneliti menggunakan bakteri
Agrobacterium yang dapat menginfeksi tumbuhan dengan lengkungan
kecil DNA yang disebut plasmid Ti yang kemudian menempatkan diri
sendiri ke dalam kromosom tumbuhan. Agrobacterium merupakan vektor
yang siap pakai. Tambahkan saja beberapa gen ke plasmid, oleskan pada
sehelai daun, tunggu sampai infeksi terjadi, setelah itu tumbuhkan sebuah
tumbuhan baru dari sel-sel daun tadi. Selanjutnya tumbuhan itu akan
mewariskan gen baru kepada benih-benihnya.

Rekayasa genetika pada tanaman tumbuh lebih cepat dibandingkan dunia


kedokteran. Alasan pertama karena tumbuhan mempunyai sifat
totipotensi (setiap potongan organ tumbuhan dapat menjadi tumbuhan
yang sempurna). Hal ini tidak dapat terjadi pada hewan, kita tidak dapat
menumbuhkan seekor tikus dari potongan kepala atau ekornya. Alasan
kedua karena petani merupakan potensi besar bagi varietas-varietas baru
yang lebih unggul, sehingga mengundang para pebisnis untuk masuk ke
area ini.

Kapas transgenik

Tanaman hasil rekayasa genetika atau sering kita sebut sebagai tanaman
transgenik melangkah dari eksperimen laboratorium ke uji lapangan dan
akhirnya komersialisasi hampir tanpa hambatan yang berarti. Memang,
kadang ada eksperimen yang gagal, tetapi tidak sampai menimbulkan
”kecelakaan.”

Tahun 1989 untuk pertama kalinya uji lapangan dilakukan pada kapas
transgenik yang tahan terhadap serangga (Bt cotton) dan pada tahun
yang sama dimulai proses pemetaan gen pada tanaman (Plant Genome
Project). Pada tahun 1992 sebuah perusahaan penyedia benih
memasukkan gen dari kacang Brasil ke kacang kedelai dengan tujuan agar
kacang kedelai tersebut lebih sehat dengan mengoreksi defisiensi alami
kacang kedelai untuk bahan kimia metionin. Meskipun sedikit, ada orang
yang alergi terhadap kacang Brasil dan kacang kedelai transgenik tersebut
menimbulkan efek alaergi pada orang yang sama.

Perusahaan tersebut menghentikan projek tersebut padahal ratusan ribu


orang dapat diselamatkan dari kekurangan gizi tersebut dibandingkan
satu atau dua orang saja yang alergi terhadap kedelai tersebut. Dua tahun
kemudian untuk pertama kalinya Badan Pengawas Obat dan Makanan AS
(FDA) menyetujui pangan transgenik (tomat) yang dapat ditunda proses
kematangannya (FLARSAVR Tomatoes). Pada tahun 1999, di Inggris,
dengan badan regulasi keamanan produk pangan yang telah kehilangan
kepercayaan setelah epidemi ”sapi gila.” Produk hasil rekayasa genetika
menjadi perkara besar, padahal di Amerika perkara yang sama telah
menjadi biasa pada tiga tahun sebelumnya.

Serap tenaga kerja

Memang di dalam teknologi rekayasa genetika ada yang aman ada juga
yang tidak, sama amannya atau sama bahayanya dengan gen-gen yang
direkayasa. Apabila gen introduksi menghasilkan racun, tanaman
transgenik dengan sendirinya akan menjadi racun. Kelebihan dari proses
rekayasa genetika tanaman transgenik dibandingkan dengan pemuliaan
tanaman secara tradisional yaitu dalam tanaman transgenik, gen yang
dipindahkan dapat diketahui dengan persis dan dapat diikuti
"perjalanannya". Tanaman yang tahan terhadap serangga tertentu, tidak
begitu banyak memerlukan insektisida, bahan bakar untuk alat semprot,
dan tidak ada kaleng bekas insektisida menjadikan tanaman transgenik
ramah terhadap lingkungan.

Dapat menjadi bahan renungan bagi kita, saat ini enam puluh persen
benih yang dijual di Amerika adalah benih hasil rekayasa genetika. Tak
heran, jika sejak 1992 pertumbuhan industri bioteknologi mengalami
pertumbuhan lebih dari tiga kali lipat. Dengan peningkatan pendapatan
dari 8 miliar dolar AS di tahun 1992 menjadi 27,6 miliar dolar AS di tahun
2001.

Bukan hanya itu, industri bioteknologi telah menyediakan lapangan kerja


bagi 179.000 orang, jumlah ini lebih banyak dari jumlah pekerja di bidang
makanan, mainan, dan jasa. Inilah kemajuan bioteknologi yang kita
harapkan. Coba kita cermati apa yang dikatakan William Shakespeare
dalam Measure for Measure, keraguan adalah pengkhianatan, membuat
kita kehilangan peluang untuk menang karena rasa takut untuk mencoba.
Ya, dari totipotensi telah menjadi potensi bisnis. Bagaimana dengan di
Indonesia?***

Proses introduksi gen

Beberapa langkah dasar proses introduksi gen adalah[2]:

1. Membentuk sekuen gen yang diinginkan yang ditandai dengan


penanda yang spesifik
2. Mentransformasi sekuen gen yang sudah ditandai ke jaringan
3. Mengkultur jaringan yang sudah mengandung gen yang
ditransformasikan

Mutagenesis

Memodifikasi gen pada organisme tersebut dengan mengganti sekuen


basa nitrogen pada DNA yang ada untuk diganti dengan basa nitrogen lain
sehingga terjadi perubahan sifat pada organisme tersebut, contoh: semula
sifatnya tidak tahan hama menjadi tahan hama. Agen mutagenesis ini
biasanya dikenal dengan istilah mutagen. Beberapa contoh mutagen yang
umum dipakai adalah sinar gamma (mutagen fisika) dan etil metana
sulfonat (mutagen kimia).[5]

Human Genome Project

Human Genome Project adalah usaha international yang dimulai pada


tahun 1990 untuk mengidentifikasi semua gen (genom) yang terdapat
pada DNA dalam sel manusia dan memetakan lokasinya pada tiap
kromosom manusia yang berjumlah 24.[12] Proyek ini memiliki potensi tak
terbatas untuk perkembangan di bidang pendekatan diagnostik untuk
mendeteksi penyakit dan pendekatan molekuler untuk menyembuhkan
penyakit genetik

Aplikasi di Bidang Medis


Aplikasi dari bioteknologi medis sudah berlangsung lama, sebagai contoh
100 tahun lalu lintah umum digunakan untuk merawat penyakit dengan
cara membiarkan lintah menyedot darah pasien bloodletting| bloodletting.
Hal ini dipercaya dapat menghilangkan darah yang sudah terjangkit
penyakit. Pada zaman sekarang, lintah ditemukan memiliki enzim pada
kelenjar salivanya yang dapat menghancurkan gumpalan darah yang bila
tidak dihancurkan dapat menyebabkan strok dan serangan jantung. Selain
contoh tersebut, terdapat banyak aplikasi bioteknologi di bidang medis
sebagai berikut.

Sel Punca

Sel punca adalah jenis sel khusus dengan kemampuan membentuk ulang
dirinya dan dalam saat yang bersamaan membentuk sel yang
terspesialisasi. Aplikasi Terapeutik Sel Stem Embrionik pada Berbagai
Penyakit Degeneratif. Dalam Cermin Dunia Kedokteran, meskipun
kebanyakan sel dalam tubuh seperti jantung maupun hati telah terbentuk
khusus untuk memenuhi fungsi tertentu, stem cell selalu berada dalam
keadaan tidak terdiferensiasi sampai ada sinyal tertentu yang
mengarahkannya berdiferensiasi menjadi sel jenis tertentu.
Kemampuannya untuk berproliferasi bersamaan dengan kemampuannya
berdiferensiasi menjadi jenis sel tertentu inilah yang membuatnya unik .
Karakteristik biologis dan diferensiasi stem cell fokus pada mesenchymal
stem cell. Cermin Dunia Kedokteran

Aplikasi dari sel punca diantaranya adalah pengobatan infark jantung yaitu
menggunakan sel punca yang berasal dari sumsum tulang untuk
mengganti sel-sel pembuluh yang rusak (neovaskularisasi). Aplikasi
terapeutik sel stem embrionik pada berbagai penyakit degeneratif. Cermin
Dunia Kedokteran . Selain itu, sel punca diduga dapat digunakan untuk
pengobatan diabetes tipe I dengan cara mengganti sel pankreas yang
sudah rusak dengan sel pankreas hasil diferensiasi sel punca. Hal ini
dilakukan untuk menghindari reaksi penolakan yang dapat terjadi seperti
pada transplantasi pankreas dari binatang. Sejauh ini percobaan telah
berhasil dilakukan pada mencit
Rekayasa Genetika Hewan

DNA mikroinjeksi dan prosedur transfer nukleus merupakan


metode yang sukses menghasilkan hewan ternak transgenik.
Meskipun sulit, tahap perkembangan model transgenik
relatif mengalami kemajuan.
Pada DNA mikroinjeksi dan transfer nukleus, sekali gabungan gen terklon
dan terkarakterisasi, sejumlah persediaan diisolasi, dimurnikan, dan dites
pada kultur sel. Jika ekspresi gen mRNA in vitro dapat teridentifikasi,
fragmen yang cocok kemudian diluruskan, dimurnikan, dan disiapkan
untuk percobaan transfer gen mamalia. Berbeda dengan transfer nukleus,
percobaan DNA mikroinjeksi pertama kali dicoba pada tikus. Karena
ekspresi fenotip model tikus transgenik tidak selalu teridentifikasi seperti
pada hewan ternak, maka tidak dilakukan pengamatan susunan gen yang
akan berfungsi pada hewan ternak karena tidak ada kejadian ekspresi
transgene-encoded pada model tikus pilot.
Kesuksesan kloning domba diikuti dengan transfer nukleus untuk
memproduksi domba dan sapi transgenik, telah memenuhi imajinasi
banyak peneliti di seluruh dunia (Wlimut dkk., 1997). Dalam beberapa
tahun ke depan, teknologi berikutnya akan memainkan peranan penting
dalam perkembangan prosedur baru dalam rekayasa genetika spesies
mamalia. Dengan catatan, bahwa transfer nukleus dengan nukleus
didapat dari sel stem mamalia atau sel terdiferensiasi dewasa, merupakan
perkembangan penting pada spesies non-tikus. Hal ini dikarenakan
penghalang teknologi telah terlampaui untuk memungkinkan manipulasi
spesifik in vitro yang memungkinkan modifikasi genetik tertarget pada
banyak hewan generasi awal (G0). Sebelumnya tidak mungkin melakukan
produksi transgenik kompetent germline pada spesies mamalia (selain
tikus), menggunakan teknik selain DNA mikroinjeksi (yang memungkinkan
integrasi acak dari hewan awal transgenik). Jadi, dengan pengecualian
percobaan transfer nukleus pada domba dan sapi, hanya sedikit
kesempatan metode digunakan untuk memproduksi mamalia transgenik,
burung, dan ikan selama tahun terakhir. Sayangnya, efisiensi relatif untuk
percobaan transfer nukleus di luar batas perbandingan dengan DNA
mikroinjeksi konvensional. Namun, transfer nukleus mungkin
dipertimbangkan tidak efisien pada bentuk umum, kebanyakan langkah
pada penambahan protokol percobaan dalam beberapa tahun ke depan,
dapat dibandingkan dengan manfaat awal teknologi DNA mikroinjeksi.

Pertimbangan percobaan
Dengan menggunakan DNA mikroinjeksi, tipe gen diperkenalkan pada
spesies hewan ternak menjadi pertimbangan yang penting. Pada 1993,
Pursel dan Rexroad mengungkapkan catatan komprehensif mengenai
susunan gen yang digunakan pada produksi sapi, kambing, babi, dan
domba transgenik tidak mengalami perubahan materi yang merupakan
refleksi dari kepentingan sumber yang sangat besar. Kebanyakan batasan
ilmu pengetahuan pada aplikasi teknologi transgenik skala besar untuk
meningkatkan hewan ternak yang tidak berubah dasarnya selama dekade
terakhir ini. Batasan tersebut antara lain:
a) Kekurangan pengetahuan mengenai dasar genetika dari faktor yang
membatasi produksi sifat.
b) Kekurangan kontrol waktu dan ruang atau sekuen yang dapat diinduksi
untuk digunakan dalam mengembangkan susunan gen, vektors ekspresi,
dan penargetan gen.
c) Penetapan metode novel untuk meningkatkan efisiensi produksi hewan
transgenik.
Dalam upaya mengoptimalkan usaha rekayasa genetika, pengaturan gen
dan ekspresi dapat dievaluasi pada tikus, sebagai pendahuluan percobaan
lain dengan tenaga, uang dan waktu yang lebih intensif untuk spesies lain.
Pada studi tikus, dibutuhkan waktu kurang dari dua bulan sampai susunan
DNA siap untuk mikroinjeksi. Sedangkan pada percobaan babi, dibutuhkan
waktu yang lebih lama dari sinkronisasi donor embrio jumlah ovum yang
akan dimikroinjeksi, interval generasi, dan waktu untuk mengidentifikasi,
berkembang biak dan mengkarakterisasi babi transgenik. Jadi, terlihat
jelas manfaat pengkarakterisasi tikus transgenik yaitu untuk percepatan
apa yang akan memerlukan waktu yang lama.

Sifat yang mempengaruhi produktifitas hewan ternak


Ketertarikan dalam memodifikasi sifat yang menentukan produktifitas
hewan ternak telah dilakukan oleh percobaan pertama mengenai ukuran
tubuh dan tingkat pertumbuhan yang mempengaruhi tikus transgenik
dengan transgene hormon pertumbuhan (GH) dan promoter/enhancer
metallothionein (MT) (Palmiter dkk., 1982). Dari poin awal tersebut,
beberapa perlakuan yang mirip dilakukan pada studi babi dan domba
untuk menambah pertumbuhan melalui pengenalan berbagai susunan gen
GH di bawah kontrol sejumlah promoter pengatur yang berbeda-beda.
Penggunaan susunan ini memungkinkan regulasi yang ketat pada ekspresi
transgene individual dengan suplemen makanan. Namun, meskipun
menghasilkan fenotip peningkatan komposisi lemak, efisiensi makanan,
dan tingkat keuntungan dan pengurangan komposisi lemak tubuh, namun
tetap memiliki efek samping yang tidak diinginkan (patologi sendi,
abnormalitas skeetal, peningkatan tingkat metabolisme, ulser gastric dan
infertilitas). Masalah lain yaitu ekspresi kronis transgene pertumbuhan dan
dapat dikelirukan pada beberapa kasus hewan normal yang ditreatment
peningkatan dosis GH. Usaha berikutnya untuk meningkatkan tingkat GH
secara genetik telah memproduksi babi dan sapi transgenik yang memiliki
ekspresi oncogen asing c-ski atau gen GDF-8 (myostatin), yang memiliki
target otot skeletal, dan studi pertumbuhan keturunan tikus dan domba
yang terpisah ekspresi transgene encoding hormon releasing factor (GRF)
atau insulin-like growth factor-I (IGF-I). Secara keseluruhan, pengetahuan
yang lebih banyak tentang biologi pertumbuhan otot dan perkembangan
akan dibutuhkan untuk merekayasa keturunan hewan domestik secara
genetik dengan karakter pertumbuhan yang diinginkan.
Sifat produktifitas lain yang merupakan target utama untuk rekayasa
genetika adalah peningkatan kebutuhan kasein, atau lemak susu sapi dan
kambing transgenik, peningkatan efisiensi produksi wool, dan peningkatan
resistensi terhadap penyakit virus dan bakteri (termasuk perkembangan
imunitas atau transmisi gen antibodi spesifik).

Hewan ternak sebagai bioreaktor


Area kedua ketertarikan signifikan pada rekayasa genetika hewan ternak
berhubungan dengan perkembangan hewan bioreaktor untuk
mengarahkan ekspresi transgene encoding protein aktif secara biologis
(manusia). Pada beberapa strategi, tujuannya adalah secara ekonomi
mencukupi jumlah besar protein fungsional, yang memiliki nilai terapi, dari
serum atau dari susu betina menyusui. Hingga kini, ekspresi gen asing
encoding a1-antitrypsin, aktivator plasminogen jaringan, clotting faktor IX,
dan protein C telah diproduksi dengan berbagai efisiensi (sebanyak
gram/liter) pada glandula mammaria sejumlah spesies hewan ternak.
Terlebih lagi, keturunan hewan ternak transgenik diciptakan untuk
memproduksi hemoglobin manusia, atau imunoglobulin sirkulasi spesifik,
dengan tujuan utama pemanenan protein serum, untuk digunakan dalam
penggantian transfusi darah atau digunakan dalam testing diagnosa.

kloning
Kloning merupakan teknik penggandaan gen yang menghasilkan turunan
yang sama sifat baik dari segi hereditas maupun penampakannya. 27
Maret 2007, para ilmuwan Korea Selatan mengumumkan keberhasilannya
mengkloning serigala langka. Mereka merupakan tim peneliti yang
sebelumnya berhasil mengkloning anjing jenis afgan dan pudel.

Tim yang dipimpin Lee Byung-Chun dan Shin Nam-Shik, para profesor ilmu
kedokteran hewan dari Universitas Nasional Singapura (SNU), berhasil
mengkloning dua ekor serigala betina yang lahir pada 18 dan 26 Oktober
2005. Masing-masing diberi nama Snuwolf dan Snuwolfy, yang merupakan
kependekan dari Seoul National University wolf.

Pada bulan November 2007, dunia dikejutkan oleh para ilmuwan Oregon
yang menyatakan, berhasil mengkloning embrio kera dan mengekstraknya
dalam sel induk, yang sangat potensial untuk penelitian kloning manusia.
Kesuksesan ini dilaporkan oleh ilmuwan Australia, Soukhrat Mitalipov, dari
Pusat Penelitian Primata Nasional Oregon di Portland.

Seperti dikutip dari USA Today, para ilmuwan Oregon itu telah mencoba
selama beberapa tahun untuk mengkloning embrio kera dan
mengekstraksinya menjadi sel induk karena kera dianggap paling mirip
dengan manusia.
Langkah-langkah dasar kloning gen
Ada beberapa langkah dasar dalam Kloning Gen yaitu sebagai berikut:

Suatu frakmen DNA yang mengandung gen yang akan diklon diinsersikan
pada molekul DNA sirkular yang di sebut sektor untuk menghasilkan
chimoera atau molekul DNA rekombiner.
Vektor bertindak sebagai wahana yang membawa gen masuk kedalam sel
tuan rumah ( host ) yang biasanya berupa bakteri, walau pun sel-sel jenis
lain dapat di gunakan.
Elemen Didalam sel host, vektor mengadakan replikasi menghasilkan
banyak kopi atau turunan yang identik, baik vektornya sendiri maupun
gen yang dibawanya.
Elemen Ketika sel host membelah, kopi molekul DNA rekombinasi
diwariskan pada progeni dan terjadi replikasi vektor selanjutnya.
Elemen Setelah terjadi sejumlah besar pembelahan sel, maka dihasilkan
koloni atau klonsel host yang identik. Tiap-tiap sel dalam klon
mengandung satu kopi atau lebih molekul DNA rekombinasi dengan
demikian dikatakan bahwa gen yang dibawa oleh molekul rekombinasi
telah diklon.

Kloning Gen
Kita sekarang hidup di era revolusi teknologi. Melalui Biologi molekuler
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang science
mengalami revolusi yang sangat pesat.

Kloning gen merupakan suatu terobosan baru untuk mendapatkan


sebuah gen yang mungkin sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia.
Kloning gen meliputi serangkaian proses isolasi fragmen DNA spesifik
dari genom suatu organisme, penentuan sekuen DNA, pembentukan
molekul DNA rekombinan, dan ekspresi gen target dalam sel inang.

Penentuan sekuen DNA melalui sekuensing bertujuan untuk memastikan


fragmen DNA yang kita isolasi adalah gen target sesuai dengan kehendak
kita. Gen target yang kita peroleh selanjutnya kita klon dalam sebuah
vektor (plasmid, phage atau cosmid) melalui teknologi DNA
rekombinan yang selanjutnya membentuk molekul DNA rekombinan. DNA
rekombinan yang dihasilkan kemudian ditransformasi ke dalam sel inang
(biasanya sel bakteri, misalnya strain E. coli) untuk diproduksi lebih
banyak. Gen-Gen target yang ada di dalam sel inang jika diekspresikan
akan mengahsilkan produk gen yang kita inginkan.
Aplikasi kloning gen yang sudah pernah kita dengar adalah produksi
insulin dengan pendekatan kloning gen. Fragmen DNA spesifik penyandi
insulin kita isolasi dan diklon dalam suatu vektor membentuk DNA
rekombinan yang selanjutnya produksi insulin dilakukan di dalam sel inang
bakteri E. coli.

1. Kloning DNA rekombinan

Kloning ini merupakan pemindahan sebagian rantai DNA yang diinginkan dari suatu
organisme pada satu element replikasi genetik, contohnya penyisipan DNA dalam
plasmid bakteri untuk mengklon satu gen.

2. Kloning Reproduktif

Merupakan teknologi yang digunakan untuk menghasilkan hewan yang sama, contohnya
Dolly dengan suatu proses yang disebut SCNT (Somatic Cell Nuclear Transfer).

3. Kloning Terapeutik

Kloning ini merupakan suatu kloning untuk memproduksi embrio manusia sebagai bahan
penelitian. Tujuan utama dari proses ini bukan untuk menciptakan manusia baru, tetapi
untuk mendapatkan sel batang yang dapat digunakan untuk mempelajari perkembangan
manusia dan penyembuhan penyakit.

Kloning reproduktif pertama kali dilakukan oleh seorang Ilmuan Inggris, John Gurdon.
Beliau berhasil melakukan kloning pada katak. Kemudian para peneliti dengan antusias
melakukan percobaan lain pada mamalia. Sampai dengan tahun 1996 tepatnya 5 Juli, Ian
Wilmut dan para peneliti yang lain dari Roslin Institute di Edinburg (Skotlandia) berhasil
menciptakan biri-biri yang diberi nama Dolly, akan tetapi penelitian ini dikatakan belum
berhasil karena Dolly yang seharusnya dapat mencapai umur 11 tahun ternyata hanya
dapat mencapai umur 6 tahun. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Dolly mengalami
penuaan dini, menderita penyakit radang sendi, dan infeksi paru kronis. Dari kenyataan
ini, para peneliti mengambil keputusan untuk melakukan euthanasia pada Dolly.

Bagaimana jika kloning reproduktif ini dilakukan pada manusia?

Peminakan sel-sel induk merupakan salah satu langkah awal dari baik peminakan
terapeutik, maupun peminakan reproduktif. Peminakan terapeutik pada manusia
mempunyai tujuan untuk kepentingan klinis dalam rangka memperbaiki kualitas
kehidupan menusia, maksud dari peningkatan kualitas kehidupan manusia dilihat dari
keuntungan kloning itu sendiri yaitu: memproduksi organ tubuh untuk transplantasi ,
menghindarkan penyakit, memecahkan permasalahan reproduksi, menyediakan bahan
riset.

Peminakan sel-sel induk dan proses diferensiasi ke arah pembentukan tubuh embrionik
pada manusia telah dilakukan (Thomson, et al., 1998). Tubuh embrionik yang terbentuk
dideteksi aktifitas telomerasenya untuk meyakinkan bahwa sel-sel embrionik tersebut
bersifat totipoten dan dapat berdiferensiasi menjadi manusia apabila dilakukan transfer
embrio ke dalam rahim.,

Peminakan yang dilakukan Thompson, et al., (1998) adalah sebagai berikut:


1. Sel donor didapat dari embrio segar atau yang telah dibekukan, yang diproduksi
dengan pembiakan in vitro. Setelah itu,

2. Embrio dipelihara sampai pada tahap blastula, 14 massa sel bagian dalam
diisolasi.dan diperoleh lima bentuk sel batang dari lima embryo.dan didapatkan:

a. Tiga bentuk sel yang mempunyai karyotype XY normal (H1,H13,H14)


b. Dua bentuk yang mempunyai karyotype XX normal (H7 dan H9)
3. Empat dari bentuk sel dibekukan selama 5 sampai 6 bulan pada perkembangan
yang tidak lagi terdeferensiasi.

Bentuk sel yang lain yaitu H9 dengan karyotype XX yang dikulturkan tertahan
selama 6 bulan dan terus dijalankan selama lebih dari 8 bulan.

Dari uraian di atas berdasarkan pemikiran teoritis dan dengan adanya metode – metode
yang telah banyak dilakukan oleh para ahli, maka terjadinya kloning pada manusia
merupakan bukan suatu hal yang tidak mungkin. Karena konsep dari kloning sendiri baik
untuk manusia, hewan, atau spesies yang lainnya adalah sama.

Kemajuan dalam pengembangan berbasis dasar biologi diperlukan untuk mengatur sel
batang embrionic secara efisien ke garis keturunan manusia. Bagaimanapun, kemajuan
dalam hal ini telah dibuat secara in vitro pada deferensiasi sel batang embrionic menjadi
jaringan atau sel – sel yang spesifik dan tidak menutup kemungkinan untuk
dikembangkan lagi menjadi satu individu utuh dalam upaya melakukan kloning terhadap
manusia untuk menghasilkan manusia/individu baru.

Seperti telah diuraikan pada teknik kloning, bukti – bukti yang ada tentang kloning yang
telah dilakukan pada saat ini sudah sampai pada tahap kloning embrio manusia yang
telah membelah sampai masa blastula yang terus dikembangkan sampai pada tahap sel
– sel itu telah berhenti terdeferensiasi.

Keterbatasan yang dihadapi pada kloning manusia:

• Masa kritis replikatif tidaklah diamati untuk bentuk sel manapun.

• Sel batang embryonic manusia didapat dari perkembangan dan pemilihan koloni
individu yang seragam dengan morfologi yang tidak terdeferensiasi.

• Sel batang tidak ada yang didapat dari pengembangan clon sel tunggal. Oleh
karena itu tidak bisa dikesampingkan adanya kemungkinan bahwa ada variasi
pengembangan diantara sel yang tidak terdeferensiasi.

• Banyak sel yang berkaitan dengan kanker. Jika sel yang berkaitan dengan kanker
ini dijadikan donor untuk kloning, secara otomatis sel atau jaringan yang
dihasilkan merupakan sel kanker yang perkembangannya tidak dapat
dikendalikan.

• Belum ada metode untuk mendeteksi gen yang rusak. Kerusakan gen dapat
menyebabkan penyakit keturunan, ketidaknormalan gen itu akan menjadikan
ketidaknormalan sel, sehingga mengakibatkan ketidaknormalan juga fungsi sel
tersebut.

• Diperlukan banyak sel donor yang pada proses kloning terbuang percuma. Untuk
melakukan suatu percobaan dibutuhkan beberapa ulangan, setiap ulangan
membutuhkan satu sel, sedangkan pada akhirnya hanya didapatkan satu hasil
kloning, ini berarti banyak sel yang terbuang.

Tingkat Keberhasilan

Sampai saat ini tingkat keberhasilan dari kloning sendiri pada manusia belum mencapai
tahap yang diinginkan karena banyaknya keterbatasan – keterbatasan seperti yang
diuraikan. Namun perkembangan dan upaya untuk menuju keberhasilan kloning pada
manusia tetap dilakukan.

Jika menuruti bukti – bukti yang ada maka dapat dikatakan bahwa keberhasilan kloning
manusia baru sampai pada tahap pembelahan menjadi beberapa sel embrionik saja, yang
terdekat dari terbentuknya suatu individu baru adalah pembelahan pada saat setelah
tahap Blastula.

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara


vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan
bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan
zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga
bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman
lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman
dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan
yang dilakukan di tempat steril.

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak


tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara
generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan
tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu
yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit
lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur


jaringan adalah:
1) Pembuatan media
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.


Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin,
dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan
lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik
jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang
dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-
botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara
memanaskannya dengan autoklaf.

Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan.
Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah
tunas.

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di
tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga
steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol
yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril.

Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam


eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari
adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.
Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan
ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.

Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya


pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan
mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat
pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi
oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan
gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk
(disebabkan bakteri).

Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic


ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan
memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar
dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan
terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu
beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup
dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan
pemeliharaan bibit generatif.

Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai


mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa
tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan,
antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll.

Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam di beberapa areal menunjukkan


pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur jaringan yang sering disebut
dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek
dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal dari benih generatif, terlepas
dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia. Hal ini sangat
menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil yang lebih cepat.
Selain itu, dengan adanya pertumbuhan tanaman yang lebih cepat maka lahan-
lahan yang kosong dapat c

KEUNTUNGAN PEMANFAATAN

KULTUR JARINGAN
¨ Pengadaan bibit tidak tergantung musim

¨ Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak

dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari

satu mata tunas yang sudah respon dalam 1

tahun dapat dihasilkan minimal 10.000

planlet/bibit)

¨ Bibit yang dihasilkan seragam

¨ Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (meng

gunakan organ tertentu)

¨ Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah

dan mudah

¨ Dalam proses pembibitan bebas dari gang

guan hama, penyakit, dan deraan lingkungan

lainnya

KULTUR jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman)
tumbuh
menjadi tanaman utuh (sempurna) dikondisi invitro (didalam gelas).
Keuntungan dari kultur jaringan lebih hemat tempat, hemat waktu, dan
tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan mempunyai sifat
sama
atau seragam dengan induknya. Contoh tanaman yang sudah lazim
diperbanyak secara kultur jaringan adalah tanaman anggrek.

Kola Lemahkan Tulang

BOSTON – Konsumsi senyawa kola yang berlebihan pada tubuh, menurut


penelitian baru-baru ini, membuat tulang manusia, terutama wanita menjadi
makin lemah.
Hasil tersebut ditemukan oleh Dr. Katherine L. Tucker dari Universitas Boston,
yang melakukan studi korelasi kelemahan tulang pada 2500 peminum kola, yang
dilangsir kantor berita AP awal minggu ini.
Pada penelitiannya tersebut, Dr. Katherine menemukan bahwa peminum kola,
memiliki tingkat kekuatan tulang lebih rendah daripada orang yang tidak
meminum kola. “Tingkat kekuatan tulang dikenal dengan istilah BMD atau Bone
Mineral Density, yang mempengaruhi berbagai masalah kerapuhan tulan,”
paparnya.
“Karena kola merupakan salah satu minuman terpopuler yang ada saat ini. Hasil
penelitian ini seharusnya diumumkan secara luas, karena berpengaruh pada
taraf kesehatan kita,” urainya, pada artikel yang telah dimuat di bulan Oktober
ini di Jurnal Klinik Nutrisi Amerika.
Penelitian ini juga menunjukan kebanyakan peminum kola perempuan memiliki
tingkat kerapuhan tulan lebih besar. Dalam catatannya, menurut Dr. Katherine
hal ini dimungkinkan karena banyak wanita lebih banyak meminum susu, namun
banyak meminum soda pada kola.
Fenomena ini dijelaskan oleh Dr. Katherine dikarenakan kola mengandung zat
bernama phosporic acid. Zat tersebut menyerap fungsi kalsium yang telah masuk
dalam tubuh sehingga mineral yang ada dalam kalsium, yang seharusnya dapat
membantu proses penguatan tulang menjadi hilang.
“Sayangnya baru sekarang ada bukti kuat, yang menyatakan zat berkarbonasi
seperti kola, ternyata sangat berpengaruh pada tulang,” tambah Katherine.
Sementara itu, pada kaum lelaki, lebih sedikit efek perapuhan tulang yang
dikarenakan konsumsi kola. (slg)

Bayi Tabung
Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan bayi tabung dan bagaimana prosesnya
sampai melahirkan..?

Bayi tabung adalah bayi hasil konsepsinya (yi dari pertemuan antara sel telur dan
sperma) yang dilakukan dalam sebuah tabung yang dipersiapkan sedemikian rupa di
laboratorium.
Didalam laboratorium tabung tsb dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai dengan
tempat pembuahannya yang asli yaitu rahim ibu atau wanita...ya nggak..?
Dibuat sedemikian rupa sehingga temperatur dan situasinya persis sama dengan aslinya.

Prosenya mula-mula dengan suatu alat khusus semacam alat untuk laparoskopi
dilakukan pengambilan sel telur dari wanita yang baru saja mengalami ovulasi.
Kemudian sel telur yang diambil tadi dibuahi dengan sperma yang sudah dipersiapkan
dalam tabung yang suasananya dibuat persis seperti dalam rahim.

Setelah pembuahan hasil konsepsi tsb dipelihara beberapa saat dalam tabung tadi
sampai pada suatu saat tertentu akan dicangkokan ke dalam rahim wanita tsb.
Selanjutnya diharapkan embrio itu akan tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim
wanita..
Sudah tentu wanita tsb akan mengalami kehamilan ,perkembangan selama kehamilan
seperti biasa.

Untuk memulai proses bayi tabung dibutuhkan tekad yang kuat mengingat
prosesnya yang tidak mudah. Berikut ini adalah tahap-tahap proses bayi
tabung di salah satu rumah sakit di Singapore yang telah saya jalani.
1. Persiapan mental diwajibkan bagi pasangan lewat konseling yang
diberikan oleh pekerja sosial yang disediakan oleh rumah sakit.
Intinya kita disuruh bersiap untuk menghadapi keadaan kalau proses
bayi tabung berhasil maupun tidak berhasil.
2. Perkembangan hormon yang terkontrol dimulai sesaat setelah
mendapatkan mens, tepatnya pada hari ke dua lewat suntikan yang
diberikan setiap hari selama kurang lebih tiga minggu… ya betul 3
minggu! sampai mencapai ukuran telur yang diharapkan.
3. Tahap pematangan telur melalui injeksi obat hormon satu hari
sebelum sel telur yang matang dikeluarkan.
4. Pengeluaran telur melalui proses operasi kecil, telur diambil
sebanyak-banyaknya.
5. Tahapan proses pembuahan sel telur dengan sperma menjadi
embrio, dilakukan oleh embriologist di rumah sakit.
6. Setelah dua hari pembuahan, embrio yang terbaik dipilih dan
dimasukkan kedalam rahim. Kali ini prosesnya mudah, hanya
memerlukan wantu sekitar 10 menit.
7. Agar emrio dalam rahim dapat bertahan & berkembang dengan baik
maka saya harus mengalami suntikan hormon setiap hari selama 17
hari. Setelah itu barulah didapatkan kepastian hamil atau tidak.

Inseminasi Buatan

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang sangat besar. Manusia
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menggunakan rasa, karsa dan
daya cipta yang dimiliki. Salah satu bidang iptek yang berkembang pesat dewasa ini
adalah teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu
tentang perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk
menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu teknologi reproduksi yang telah
banyak dikembangkan adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan merupakan
terjemahan dari artificial insemination yang berarti memasukkan cairan semen (plasma
semen) yang mengandung sel-sel kelamin pria (spermatozoa) yang diejakulasikan
melalui penis pada waktu terjadi kopulasi atau penampungan semen.

Berdasarkan pengertian di atas, maka definisi tentang inseminasi buatan adalah


memasukkan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin wanita dengan
menggunakan alat-alat buatan manusia dan bukan secara alami. Namun perkembangan
lebih lanjut dari inseminasi buatan tidak hanya mencangkup memasukkan semen ke
dalam saluran reproduksi wanita, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan
sperma, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan
(pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan, dan
penentuan hasil inseminasi pada manusia dan hewan. Adapun tujuan dari inseminasi
buatan adalah sebagai suatu cara untuk mendapatkan keturunan bagi pasutri yang
belum mendapat keturunan.

Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan

Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan


sejak berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang
berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda
tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar
cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang
pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru
saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon
tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri
yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting
dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa
awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai
pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut.

Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang


reproduksi. Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana
Belanda penemu mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang
pertama yang melihat sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya
sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang tak terhitung
jumlahnya tersebut animalcules atau animalculae yang berarti jasad renik
yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel kelamin
jantan tersebut dikenal dengan spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya,
1678, seorang dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf,
menemukan folikel pada ovarium kelinci.

Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada


hewan piarann dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia,
yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi
amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada
anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda
birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke
dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah
inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya
mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya. Dua tahun
kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi
dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa
kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan
menghasilkan keturunan normal.

Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen


terletak pada spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia
membuktikannya dengan menyaring semen yang baru ditampung. Cairan
yang tertinggal diatas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti
yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya
mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup
spermatozoatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan
dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh
spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak
bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama
tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk
lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin
dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian
masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak
Inseminasi.

Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan


oleh seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan
pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran.
Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan
penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu,
Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB
setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan
dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan
susu sapi dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun
diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan.

Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil


memperoleh empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka
menganjurkan IB sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan
dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan memajukan
peternakan pada umumnya.

Penanganan IB secara serius dilakukan di Rusia, sebagai usaha


untuk memajukan peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka dalam
bidang IB di Rusia adalah Elia I. Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur
Peternakan Kuda Kerjaaan Rusia, untuk menentukan kemungkinan-
kemungkinan pemakaian IB. Dan dilah orang pertama yang berhasil
melakukan IB pada sapi dan domba.

Hasil spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di


Askaniya-Nova (1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepesi yang 39
kuda yang di IB, sedang dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10
konsepsi dari 23 kuda yang di IB. Tahun 1914, Geuseppe amantea Guru
Besar fisiologi manusia di Roma, banyak mengadakan penelitian tentang
spermatozoatologi, dengan hewan percobaan anjing, burung merpati dan
ayam. Kemudian dia berhasil membuat vagina buatan pertama untuk
anjing. Berdasar penemuan ini banyak peneliti lain membuat vagina
buatan untuk sapi, kuda dan domba. Tahun 1926, Roemelle membuat
yang pertama kali membuat vagina buatan untuk sapi, dan orang pertama
yang membuat vagina buatan untuk domba dan kambing adalah Fred F.
Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pada tahun 1938 Prof. Enos
J. Perry mendirikan koperasi IB pertama di Amerika Serikat yang terletak di
New Jersey.

Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya


penemuan teknologi pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge,
A.U. Smith dan A.S. Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil
menyimpan semen untuk waktu panjang dengan membekukan sampai -79
0
C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan gliserol
sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan
dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang
menghasilkan daya simpan yang lebih lama dan lebih praktis, dengan
suhu penyimpanan -169 0C.

B. Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia

Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada


awal tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan
dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana
kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa
daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur
(Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga
FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah
Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang,
timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.

Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan


aplikasi IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih
mengikuti jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki
mutu genetik ternak sapi perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk
sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat memburuk,
karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga
kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di
enam tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan.

Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk,


melaksanakan kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi
onggolisasi untuk Mirit dengan semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di
Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama produksi
susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai
Pembibitan Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik,
kecuali Balai Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah
namanya menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah
pelayanan samapi sekarang di daerah jalur susu Semarang – Solo – Tegal.

Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh


FKH IPB, di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula
dilakukan pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut
disebabkan adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat
pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2)
rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB
merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3)
pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi
permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera dapat
terlihat.

Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup


dapat memberi harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya
peningkatan produksi tidak diikuti oleh peningkatan penampungan
produksi itu sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi rakyat setempat.
Akibatnya produsen susu menjadi lesu, sehingga perkembangan IB di
Pangalengan sampai tahun 1970, mengalami kemunduran akibat
munculnya industri-industri susu bubuk yang menggunakan susu bubuk
impor sebagai bahan bakunya.

Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak


disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa
simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit
pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu
sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat
perhatian.

Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana


Pembangunan Lima Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang
peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah
akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB.
Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia.
Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan
pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.

Semen beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian


gratis pemerintah Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun
1976 pemerintah Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi
Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di
daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik
semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan
berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur.

Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang,


Banten, dengan IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai
sponsornya (1978). Namun perkembangannya kurang memuaskan karena
dukungan sponsor yang kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau
belum banyak diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalakan di
Tanah Toraja Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.

Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang


dilaksanakan tahun 1974, menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama
dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari
survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak
pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator,
melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak
betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan
pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat kelamin
betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya
evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang
organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan,
manajemen, pengendalian penyakit.

C. Tujuan, Keuntungan dan Kerugian Insemiasi Buatan

Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik


adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa
atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang
berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan
menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.
Tujuan Inseminasi Buatan
a) Memperbaiki mutu genetika ternak;
b) Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang
dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ;
c) Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas
dalam jangka waktu yang lebih lama;
d) Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
e) Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c) Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat
simpan dalam jangka waktu yang lama;
e) Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian
walaupun pejantan telah mati;
f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan
karena fisik pejantan terlalu besar;
g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang
ditularkan dengan hubungan kelamin.
Kerugian IB
a) Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak
tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
b) Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang
digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar
dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen
beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek
apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik
(tidak melalui suatu progeny test).

Mengapa inseminasi buatan dilakukan?


Hadirnya seorang anak merupakan tanda dari cinta kasih pasangan suami
istri, tetapi tidak semua pasangan dapat melakukan proses reproduksi
secara normal. Sebagian kecil diantaranya memiliki berbagai kendala
yang tidak memungkinkan mereka untuk memiliki keturunan.
Inseminasi buatan pertama kali dilakukan pada manusia dengan
menggunakan sperma dari suami telah dilakukan secara intravagina pada
tahun 1700 di Inggris. Sophia Kleegman dari Amerika Serikat adalah salah
satu perintis yang menggunakan inseminasi buatan dengan sperma suami
ataupun sperma donor untuk kasus infertilitas. Pada wanita kendala ini
dapat berupa hipofungsi ovarium, gangguan pada saluran reproduksi dan
rendahnya kadar progesterone. Sedangkan pada pria berupa abnormalitas
spermatozoa kriptorkhid, azoospermia dan rendahnya kadar testosteron.
Selain untuk memperoleh keturunan, faktor kesehatan juga merupakan
fokus utama penerapan teknologi reproduksi. Sebagai contoh kasus:
Di Colorado Amerika Serikat pasangan Jack dan Lisa melakukan program
inseminasi, bukan semata-mata untuk mendapatkan keturunan tetapi
karena memerlukan donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun yang
menderita penyakit fanconi anemia, yaitu suatu penyakit yang disebabkan
oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah.
Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya
pengobatan adalah melakukan pencangkokan sumsum tulang dari
saudara sekandung, tetapi masalahnya Molly anak tunggal. Yang
dimaksud inseminasi disini diterapkan untuk mendapatkan anak yang
bebas dari penyakit fanconi anemia agar dapat diambil darahnya sehingga
diharapkan akan dapat merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk
memproduksi darah.

Teknik Inseminasi
1. Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim
hingga ke lubang uterine (rahim).
2. Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination)
Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan
dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke peritoneal (rongga
peritoneum).
Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan
mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk
memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke
dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI
dimasukkan ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang
disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah
inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan
inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit.

Sumber Sperma
Ada 2 jenis sumber sperma yaitu:
1. Dari sperma suami
Inseminasi yang menggunakan air mani suami hanya boleh dilakukan jika
jumlah spermanya rendah atau suami mengidap suatu penyakit. Tingkat
keberhasilan AIH hanya berkisar 10-20 %. Sebab-sebab utama kegagalan
AIH adalah jumlah sperma suami kurang banyak atau bentuk dan
pergerakannya tidak normal.
2. Sperma penderma
Inseminasi ini dilakukan jika suami tidak bisa memproduksi sperma atau
azoospermia atau pihak suami mengidap penyakit kongenital yang dapat
diwariskan kepada keturunannya. Penderma sperma harus melakukan tes
kesehatan terlebih dahulu seperti tipe darah, golongan darah, latar
belakang status physikologi, tes IQ, penyakit keturunan, dan bebas dari
infeksi penyakit menular. Tingkat keberhasilan Inseminasi AID adalah 60-
70 %.

Penyiapan sperma
Sperma dikumpulkan dengan cara marturbasi, kemudian dimasukkan ke
dalam wadah steril setelah 2-4 hari tidak melakukan hubungan seksual.
Setelah dicairkan dan dilakukan analisa awal sperma, teknik “Swim-up”
standar atau “Gradient Percoll” digunakan untuk persiapan penggunaan
larutan garam seimbang Earle atau Medi. Cult IVF medium, keduanya
dilengkapi dengan serum albumin manusia. Dalam teknik Swim-up,
sampel sperma disentrifugekan sebanyak 400 g selama 15 menit.
Supernatannya dibuang, pellet dipisahkan dalam 2,5 ml medium,
kemudian disentrifuge lagi. Sesudah memisahkan supernatannya, dengan
hati-hati pellet dilapisi dengan medium dan diinkubasi selama 1 jam pada
suhu 37º C. Sesudah diinkubasi, lapisan media yang berisi sperma motile
dikumpulkan dengan hati-hati dan digunakan untuk inseminasi.
Pada teknik Percoll, sperma dilapiskan pada Gradient Percoll yang berisi
media Medi. Cult dan disentrifugekan sebanyak 500 g selama 20 menit. 90
% dari pellet kemudian dipisahkan dalam 6 ml media dan disentrifugekan
lagi sebanyak 500 g selama 10 menit. Pellet sperma kemudian dipisahkan
dalam 0,5 atau 1 ml medium dan digunakan untuk inseminasi.

Analisis Kualitas Sperma


Pemeriksaan Laboratorium Analisis Sperma dilakukan untuk mengetahui
kualitas sperma, sehingga bisa diperoleh kualitas sperma yang benar-
benar baik. Penetapan kualitas ekstern di dasarkan pada hasil evaluasi
sampel yang sama yang dievaluasi di beberapa laboratorium, dengan
tahapan-tahapan: Pengambilan sampel, Penilaian Makroskopik, Penialain
Mikroskopis, Uji Biokimia, Uji Imunologi, Uji mikrobiologi, Otomatisasi,
Prosedur ART, Simpan Beku Sperma.
Resiko Injeksi Sperma
Dalam pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma, berlomba
membuahi 1 sel telur. Dalam pembuahan normal, berlaku teori seleksi
alamiah dari Charles Darwin, dimana sel yang paling kuat dan sehat
adalah yang menang. Sementara dalam inseminasi buatan, sel sperma
pemenang dipilih oleh dokter atau petugas labolatorium. Jadi bukan
dengan sistem seleksi alamiah. Di bawah mikroskop, para petugas
labolatorium dapat memisahkan mana sel sperma yang kelihatannya
sehat dan tidak sehat. Akan tetapi, kerusakan genetika umumnya tidak
kelihatan dari luar. Dengan cara itu, resiko kerusakan sel sperma yang
secara genetik tidak sehat, menjadi cukup besar.
Belakangan ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak sehat,
para ahli juga menduga prosedur inseminasi memainkan peranan yang
menentukan. Kesalahan pada saat injeksi sperma, merupakan salah satu
faktor kerusakan genetika. Secara alamiah, sperma yang sudah dilengkapi
enzim bernama akrosom berfungsi sebagai pengebor lapisan pelindung sel
telur. Dalam proses pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor
sperma yang masuk ke dalam inti sel telur.
Sementara dalam proses inseminasi buatan, dengan injeksi sperma,
enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut masuk ke
dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai, maka pembuahan
akan terhambat. Selain itu prosedur injeksi sperma memiliko resiko
melukai bagian dalam sel telur, yang berfungsi pada pembelahan sel dan
pembagian kromosom.
Dampak Inseminasi Buatan
Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium,
walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan
dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih besar daripada dibandingkan
pada bayi normal. Penyebab dari munculnya cacat bawaan adalah
kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi
karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada inseminasi
buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel
sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat
bawaan yang paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down
sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan
kelenjar pankreas.

BIOTEKNOLOGI
BIOLOGI

NAMA KELOMPOK :
Rizky Bintang Pratama (19)
Rehulina Ginting (26)
Rofa Dwi Aafini (27)
Oscar Govinda Duarsa (40)

You might also like