You are on page 1of 5

BUDAYA POLITIK

a. Budaya politik parokial (parochial political


culture)
Budaya parokial yaitu budaya politik yang terbatas pada
wilayah tertentu bahkan masyarakat belum memiliki
kesadaran berpolitik, sekalipun ada menyerahkannya
kepada pemimpin lokal seperti suku.
Pada budaya politik parokial umumnya tingkat
partisipasi dan kesadaran politik masyrakatnya masih
sangat rendah. Hal tersebut disebabkan oleh poleh faktor kognitif, yaitu rendahnya tingkat
pendidikan/pengetahuan seseorang sehingga pemahaman dan kesadaran mereka terhadap politik
masih sangat kecil. Pada budaya politik ini, kesadaran obyek politiknya kecil atau tidak ada sama
sekali terhadap sistem politik. Kelompok ini akan ditemukan di berbagai lapisan masyarakat.
Budaya politik parokial biasanya terdapat dalam sistem politik tradisional dan sederhana,
dengan ciri khas spesialisasi masih sangat kecil, sehingga pelaku-pelaku politik belumlah
memiliki tugas. Tetapi peranan yang satu dilakukan secara bersamaan dengan peranan lain
aktivitas dan peranan pelaku politik dilakukan bersamaan dengan perannya baik dalam bidang
ekonomi, sosial, maupun keagamaan.

b. Budaya politik kaula/subjek (subject political culture)


Budaya Kaula artinya masyarakat sudah memiliki
kesadaran terhadap sistem politik namun tidak
berdaya dan tidak mampu berpartisipasi sehingga
hanya melihat outputnya saja tanpa bisa memberikan
input. Pada budaya politik ini, masyarakat yang
bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun
ekonominya, tetapi masih bersifat pasif. Budaya
politik kaula adalah mereka yang berorientasi terhadap
sistem politik dan pengaruhnya terhadap outputs yang mempengaruhi kehidupan mereka seperti
tunjangan sosial dan hukum. Namun mereka tidak berorientasi terhadap partisipasi dalam
struktur input.
Tipe ini memliki frekuensi yang tinggi terhadap sistem politiknya, yang perhatian dan
frekuensi orientasi terhadap aspek masukan (input) dan partisipasinya dalam aspek keluaran
sangat rendah.
Hal ini berarti bahwa masyarkat dengan tipe budaya subjek menyadari telah adanya
otoritas pemerintah.
Orientasi pemerintah yang nyata terlihat dari kebanggaan ungkapan saling , baik
mendukung atau permusuhan terhadap sistem. Namun demikian, posisinya sebagai subjek
(kaula) mereka pandang sebagai posisi pasif. Diyakini bahwa posisinya tidak akan menentukan
apa-apa terhadap perubahan politik. Mereka beranggapan bahwa dirinya adalah subjek yang
tidak berdaya untuk mempengaruhi ataupun mengubah sistem. Dengan demikian scara umum
mereka menerima segala keputusan yang diambil dari segala kebijaksanaan pejabat bersifat
mutlak, tidak dapat diubah-ubah. Dikoreksi, apalagi ditentang. Bagi mereka yang prinsip adalah
mematuhi perintahnya, menerima, loyal, dan setia terhadap anjuran, perintah, serta
kebijaksanaan pimpinannya.

c. Budaya politik partisipan (participant


political culture)
Adalah masyarakat yang terdiri dari individu-individu
yang berorientasi terhadap struktur inputs dan proses
dan terlibat didalamnya atau melihat dirinya sebagai
potensial terlibat, mengartikulasikan tuntutan dan
membuat keputusan. Pada budaya poltik ini ditandai
dengan kesadaran politik yang tinggi.
Budaya partisipan adalah budaya dimana masyarakat sangat aktif dalam kehidupan
politik. Masyarakat dengan budaya politik partisipasi, memiliki orientasi yang secara eksplisit
ditujukan kepada sistem secara keseluruhan, bahkan terhadap struktur, proses politik dan
administratif. Tegasnya terhadap input maupun output dari sistem politik itu. Dalam budaya
politik itu seseorang atau orang lain dianggap sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik,
masyarakat juga merealisasi dan mempergunakan hak-hak politiknya. Dengan demikian,
masyarakat dalam budaya politik partsipan tidaklah menerima begitu saja keputusan politik. Hal
itu karena masyarakat telah sadar bahwa betapa kecilnya mereka dalam sistem politik, meskipun
tetap memiliki arti bagi berlangsungnya sistem itu. Dengan keadaan ini masyarakat memiliki
kesadaran sebagai totalitas, masukan, keluaran dalam konstelasi sistem politik yang ada.
Anggota-anggota masyarakat partisipatif diarahkan pada peranan pribadi sebagai aktivitas
masyarakat, meskipun sebenarnya dimungkinkan mereka menolak atau menerima.

d. Budaya politik campuran (mixed political cultures)


Pada umumnya kebudayaan dalam politik parokial, subjek,
dan partisipasi hampir sama dan sebangun dengan struktur
politik tradisional, struktur otoritarian, dan sentralistis.
Disamping itu mengingat bahwa dalam perubahan sistem
politik antara kultur dan struktur seringkali tidak selaras,
dalam pembahasan sistem politik yang cepat dewasa ini terjadi
perubahan format politik karena gagal mencapai harmoni.
Budaya politik campuran, maksudnya disetiap bangsa
budaya politik itu tidak terpaku kepada satu budaya, sekalipun sekarang banyak negara sudah
maju, namun ternyata tidak semuanya berbudaya partisipan, masih ada yang kaula dan parokial.
Inilah yang kemudian disebut sebagai budaya politik campuran.
Seperti telah dikemukakan bahwa tiga kebudayaan politik murni (parochial, kaula/subjek,
dan partisipan) tersebut merupakan awal bagi tipe-tipe kebudayaan politik atau disebut budaya
politik campuran (mixed political cultures). Adapun tiga bentuk kebudayaan itu adalah sebagai
berikut :
1.Kebudayaan subjek parokial (The Parochial-subject Culture)
Pada masyarakat dengan bentuk budaya subjek parokial terdapat sebagian besar yang menolak
tuntutan-tuntutan eksklusif masyarakat kerukunan desa atau otoritas feodal. Hal itu juga telah
mengembangkan kesulitan dalam sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur
pemerintahan pusat yang bersifat kompleks. Banyak bangsa yang melaui proses-proses peralihan
parokial awal dari parokialisme lokal menuju pemerintahan sentralisasi.
Dapat dikatakan bahwa sebuah sebuah kebudayaan politik yang memiliki "kewibawaan"
bersifat campuran. Dalam kondisi itu orientasi pribadi yang tergabung di dalamnya bersifat
campuran pula. Dengan demikian, kebudayaan politik parokial yang menuju hubungan politik
subjek dapatlah dimantapkan pada sebuah titik tertentu dengan menghasilkan perpaduan politik,
psikologi, dan kultural yang berbeda-beda. Namun demikian jenis perbedaan tersebut merupakan
manfaat yang besar terhadap stabilitas dan penampilan sistem politik itu.
Apabila kebudayaan warga negara merupakan sebuah kebudayaan politik campuran
seperti itu, di dalamnya terdapat banyak individu-individu yang aktif dalam politik, tetapi banyak
pula yang mengambil peranan subjek yang lebih aktif. Peranan peserta, dengan demikian telah
ditentukan ke dalam peranan subjek parochial. Hal itu berarti bahwa warga Negara yang aktif
melestarikan ikatan-ikatan tradisional dan nonpolitik, dan peranan politiknya yang lebih penting
sebagai seorang subjek.
Oleh karena itu, orientasi subjek dan parokial, telah melunakkan orientasi keterlibatan
dan aktivitas individu dalam politik.

2.Kebudayaan subjek partisipan (Subjek Participant Culture)


Peralihan dari budaya parochial ke budaya subjek bagaimanapun juga akan mempengaruhi
proses peralihan dari budaya subjek ke budaya partisipan. Secara umum masyarakat yang
memiliki bidang prioritas peralihan dari objek ke partisipan akan cenderung mendukung
pembangunan dan memberikan dukungan terhadap sistem yang demokratis.dalam budaya subjek
partisipan yang bersifat seperti ini sebagian warga negara telah memiliki orientasi-orientasi
masukan yang bersifat khusus dari serangkaian orientasi pribadi sebagai seorang aktivis.
Sementara itu sebagian warga negara yang lain terus diarahkan dan diorientasikan kearah suatu
struktur pemerintahan otoritarian dan secara relatif memiliki rangkaian orientasi pribadi yang
pasif. Dengan demikian, terjadi perbedaan orientasi pada masyarakat, sebagian yang cenderung
mendorong proses partisipasi aktif warga Negara, sebagian lain justru sebaliknya bersifat pasif.
Masyarakat dengan pola budaya itu, secara orientasi partisipan itu dapat mengubah
karakter bagian dari budaya subjek. Hal itu karena dalam kondisi yang saling berebut pengaruh
antara orientasi demokrasi dan otoritarian. Degan demikian, mereka harus mampu
mengembangkan sebuah bentuk infra struktur politik mereka sendiri yang berbeda. Meskipun
dalam beberapa hal tidak dapat menstransformasikan subkultur subjek kearah demokratis,
mereka dapat mendorong terciptanya bentuk-bentuk perubahan.

3.Kebudayaan parochial partisipan (The parochial Culture)


Budaya politik ini banyak didapati di negara-negara berkembang. Pada tatanan ini terlihat
Negara-negara tersebut sedang giat melakukan pembangunan kebudayaan. Norma-norma yang
biasanya diperkenalkan bersifat partisipatif, yang berusaha meraih keselarasan dan
keseimbangan sehingga tentu mereka lebih banyak menuntut kultur partisipan.
Persoalannya ialah bagaimana dalam kondisi masyarakat yang sedang berkembang
tersebut dapat dikembangkan orientasi terhadap masukan dan keluaran secara simultan. Pada
kondisi ini sistem politik biasanya diliputi oleh transformasi parokial, satu pihak cenderung
kearah otoritarianisme, sedangkan pihak lain kearah demokrasi. Struktur untuk bersandar tidak
dapat terdiri atas kepentingan masyarakat, bahkan infrastrukturnya tidak berakar pada warga
negara yang kompeten dan bertanggung jawab.

You might also like