You are on page 1of 30

ANGGARAN DASAR

NAHDLATUL ULAMA

MUQADDIMAH

Bahwa agama Islam adalah rahmat bagi seluruh alam karena ajarannya mendorong
kegiatan para pemeluknya untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup
di dunia dan akhirat.

Bahwa para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah Indonesia terpanggil untuk melanjutkan
dakwah Islamiyah dan melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar dengan
mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam suatu wadah yang bernama
NAHDLATUL ULAMA, yang bertujuan untuk mengamalkan ajaran Islam menurut
faham Ahlussunnah wal Jama'ah.

Bahwa kemaslahatan dan kesejahteraan warga NAHDLATUL ULAMA menuju


Khaira Ummah adalah bagian mutlak dari kemaslahatan dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Maka dengan rahmat Allah Subahanahu wa Ta'ala, dalam
perjuangan mencapai masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh
masyarakat Indonesia, Perkumpulan/Jam'iyah NAHDLATUL ULAMA
beraqidah/berasas Islam menganut faham Ahlusunnah wal Jama’ah dan menurut salah
satu dari Madzhab Empat: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, NAHDLATUL ULAMA berdasar kepada


Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa bagi umat Islam merupakan keimanan kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, sebagai aqidah Islam yang meyakini bahwa tidak ada yang
berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Bahwa cita-cita bangsa Indonesia hanya dapat diwujudkan secara utuh apabila seluruh
potensi nasional difungsikan secara baik, dan NAHDLATUL ULAMA berkeyakinan
bahwa keterlibatannya secara penuh dalam proses perjuangan dan pembangunan
nasional merupakan suatu keharusan.

Bahwa untuk mewujudkan hubungan antar bangsa yang adil, damai dan manusiawi
menuntut saling pengertian dan saling memerlukan, maka NAHDLATUL ULAMA
bertekad untuk mengembangkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah Wathoniyah dan
ukhuwah Insaniyah yang mengemban kepentingan nasional dan internasional.
Menyadari hal-hal di atas, Perkumpulan/Jam'iyah sebagai suatu organisasi maka
disusunlah Anggaran Dasar NAHDLATUL ULAMA sebagai berikut :
BAB I
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1
Perkumpulan/Jam'iyah ini bernama NAHDLATUL ULAMA disingkat NU. Didirikan
di Surabaya pada tanggal16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926
M untuk waktu yang tak terbatas.

Pasal 2
Nahdlatul Ulama berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia yang
merupakan tempat kedudukan Pengurus Besarnya.

BAB II
AQIDAH/ASAS

Pasal 3
1. Nahdlatul Ulama sebagai Jam'iyah Diniyah Islamiyah beraqidah/berasas Islam
2. Menganut faham Ahlusunnah wal Jama'ah dan menurut salah satu dari Madzhab
Empat: Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.
3. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, NAHDLATUL ULAMA berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB III
LAMBANG

Pasal 4
Lambang Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali tersimpul,
dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak melingkari di atas garis
khatulistiwa yang terbesar di antaranya terletak di tengah atas, sedang 4 (empat)
bintang lainnya terletak melingkar di bawah garis khatulistiwa, dengan tulisan
NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan bola
dunia ke sebelah kiri, semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau.

BAB IV
TUJUAN DAN USAHA

Pasal 5
Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham
Ahlusunnah wal Jama'ah dan menurut salah satu dari Madzhab Empat untuk
terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi
kemaslahatan dan kesejahteraan umat.
Pasal 6
Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana Pasal 5 di atas, maka Nahdlatul Ulama
melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
a. Di bidang agama, mengupayakan terlaksananya ajaran Islam yang menganut
faham Ahlusunnah wal Jama'ah dan menurut salah satu Madzhab Empat dalam
masyarakat dengan melaksanakan dakwah Islamiyah dan amar ma'ruf nahi
munkar.
b. Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan terwujudnya
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan
yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar menjadi muslim yang
taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi
agama, bangsa dan negara.
c. Di bidang sosial,mengupayakan terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi
rakyat Indonesia.
d. Di bidang ekonomi, mengupayakan terwujudnya pembangunan ekonomi untuk
pemerataan kesempatan berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan,
dengan mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan.
e. Mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak
guna terwujudnya Khaira Ummah.

BABV
KEANGGOTAAN

Pasal 7
1. Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan
anggota kehormatan.
2. Tiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan sudah aqil baligh yang
menyatakan kesediaannya dan taat pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga.
3. Ketentuan menjadi anggota dan pemberhentian keanggotaan diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 8
Ketentuan mengenai kewajiban dan hak anggota serta lain­lainnya diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

BABVI
STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI

Pasal 9
Struktur Organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Pengurus Besar.
b. Pengurus Wilayah.
c. Pengurus Cabang/Pengurus Cabang Istimewa.
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang.
e. Pengurus Ranting.

Pasal 10
1. Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud Pasal 5 dan
6, Nahdlatul UIama membentuk perangkat organisasi yang meliputi: Lembaga,
Lajnah dan Badan Otonom yang merupakan bagian dari kesatuan organisasil
Jam'iyah Nahdlatul Ulama.
2. Ketentuan pembentukan Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

BAB VII
KEPENGURUSAN

Pasal 11
1. Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri dari Mustasyar, Syuriyah & Tanfidziyah.
2. Mustasyar adalah penasehat yang terdapat di Pengurus Besar, Pengurus Wilayah,
Pengurus Cabang/ Pengurus Cabang Istimewa, dan pengurus Majelis Wakil
Cabang.
3. Syuriyah adalah pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.
4. Tanfidziyah adalah pelaksana.
5. Tugas, wewenang, kewajiban dan hak Mustasyar, Syuriyah dan Tanfidziyah diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 12
1. Masa jabatan Pengurus sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 adalah 5 (lima) tahun
di semua tingkatan, kecuali Pengurus Cabang Istimewa selama 3 (tiga) tahun.
2. Masa jabatan pengurus Lembaga dan Lajnah disesuaikan dengan masa jabatan
Pengurus Nahdlatul Ulama di tingkat masing-masing.
3. Masa jabatan Pengurus Badan Otonom ditentukan dalam Peraturan Dasar Badan
Otonom yang bersangkutan.

Pasal 13
1. Pengurus Besar Nadhlatul Ulama terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Besar.
b. Pengurus Besar Harian Syuriyah.
c. Pengurus Besar Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Besar Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah.
f. pengurus Besar Pleno.
2. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Wilayah.
b. Pengurus Wilayah Harian Syuriyah.
c. Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Wilayah Pleno.
3. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Cabang.
b. Pengurus Cabang Harian Syuriyah.
c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Cabang Pleno.
4. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Mustasyar Pengurus Cabang.
b. Pengurus Cabang Harian Syuriah.
c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriah.
d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Cabang Pleno.
5. Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang.
b. Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Syuriyah.
c. Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno.
6. Pengurus Ranting Nadhlatul Ulama terdiri atas:
a. Pengurus Ranting Harian Syuriyah.
b. Pengurus Ranting Lengkap Syuriyah.
c. Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah.
d. Pengurus Ranting Pleno.
7. Ketentuan mengenai susunan dan komposisi pengurus diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.

Pasal 14
1. Pengurus Nadhlatul Ulama di semua tingkatan dipilih dan ditetapkan dalam
permusyawaratan sesuai tingkatannya.
2. Ketentuan pemilihan dan penetapan Pengurus Nahdlatul Ulama diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 15
Apabila terjadi kekosongan jabatan antar waktu dalam kepengurusan Nahdlatul
Ulama, maka ketentuan pengisiannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
PERMUSYAWARATAN

Pasal 16
Permusyawaratan di lingkungan Nahdlatul Ulama meliputi:
a. Permusyawaratan Tingkat Nasional.
b. Permusyawaratan Tingkat Daerah.
c. Permusyawaratan bagi Perangkat Organisasi.

Pasal 17
1. Permusyawaratan tingkat nasional di lingkungan Nahdlatul Ulama adalah:
a. Muktamar.
b. Muktamar Luar Biasa.
c. Konferensi Besar.
d. Musyawarah Nasional Alim Ulama.
e. Rapat Koordinasi Nasional.
2. Ketentuan Permusyawaratan Nasional sebagaimana tersebut dalam ayat 1 Pasal
17 diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal18
1. Permusyawaratan untuk kepengurusan tingkat daerah meliputi:
a. Konferensi Wilayah.
b. Musyawarah Kerja Wilayah.
c. Konferensi Cabangl Konferensi Cabang Istimewa.
d. Musyawarah Kerja Cabang /Musyawarah Kerja Cabang Istimewa.
e. Konferensi Majelis Wakil Cabang.
f. Musyawarah Majelis Wakil Cabang.
g. Musyawarah Anggota.
2. Permusyawaratan tingkat daerah sebagaimana disebut dalam ayat 1 Pasal 18
diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 19
Permusyawaratan untuk lingkungan Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom diatur
dalam ketentuan internal Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom yang bersangkutan
dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Permusyawaratan Tertinggi Badan Otonom merujuk kepada Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, dan Program-program Nadhlatul Ulama.
b. Permusyawaratan Lembaga dan Lajnah diatur dalam Peraturan Organisasi
Lembaga dan Lajnah yang bersangkutan.
c. Permusyawaratan Badan Otonom diatur dalam Peraturan Dasar dan Peraturan
Rumah Tangganya
d. Segala hasil permusyawaratan dan kebijakan Lembaga, Lajnah dan Badan
Otonom dinyatakan tidak sah sepanjang bertentangan dengan Keputusan
Muktamar, Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar dan
Musyawarah Pimpinan Nasional.

BAB IX
KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 20
1. Keuangan Nahdlatul Ulama digali dari sumber-sumber dana di lingkungan
Nahdlatul Ulama, umat Islam, maupun sumber-sumber lain yang halal dan tidak
mengikat.
2. Sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama diperoleh dari:
a. Uang pangkal.
b. Uang I'anah Syahriyah.
c. Uang I'anah Sanawiyah.
d. Sumbangan dari warga dan simpatisan Nahdlatul Ulama.
e. Usaha-usaha lain yang halal.
3. Pemanfaatan uang pangkal, I'anah Syahriyah dan I'anah Sanawiyah diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 21
1. Kekayaan Nahdlatul Ulama dan perangkatnya berupa dana, harta benda bergerak
dan atau harta benda tidak bergerak harus dicatatkan sebagai kekayaan organisasi
Nahdlatul Ulama.
2. Rais Aam dan Ketua Umum mewakili Nahdlatul Ulama di dalam maupun di luar
Pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian, baik mengenai kepengurusan
maupun tindakan kepemilikan dengan tidak mengurangi pembatasan yang
diputuskan Muktamar.
3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat melimpahkan penguasaan, pengelolaan
dan atau pengurusan kekayaan Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Wilayah,
pengurus Cabang, pengurus Cabang Istimewa dan Anggaran Dasar Anggaran
Rumah Tangga NU atau kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang yang
ketentuannya diatur dalam Peraturan Organisasi.
4. Segala aset Nahdlatul Ulama hanya dapat digunakan untuk kepentingan organisasi
Nahdlatul Ulama dan atau perangkatnya.

BAB X
PERUBAHAN

Pasal 22
1. Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah oleh Keputusan Muktamar yang sah yang
dihadiri sedikitnya dua pertiga dari jumlah pengurus Wilayah dan Pengurus
Cabang/Pengurus Cabang Istimewa yang sah dan sedikitnya disetujui oleh dua
pertiga dari jumlah suara yang sah.
2. Dalam hal Muktamar yang dimaksud ayat (1) Pasal ini tidak dapat diadakan
karena tidak tercapai korum, maka ditunda selambat-Iambatnya 1 (satu) bulan
dan selanjutnya dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang sama Muktamar
dapat dimulai dan dapat mengambil keputusan yang sah.

BAB XI
PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 23
1. Pembubaran Perkumpulan Jam'iyah Nahdlatul Ulama sebagai suatu organisasi
hanya dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan dari seluruh anggota dan
pengurus di semua tingkatan.
2. Apabila Nahdlatul Ulama dibubarkan, maka segala kekayaannya diserahkan
kepada organisasi atau badan amal yang sefaham.

BAB XII
PENUTUP

Pasal 24
Muqaddimah Qanun Asasy oleh Rais Akbar Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan
Naskah Khittah Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran
Dasar ini.

Pasal 25
Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 26
Anggaran Dasar ini mulai berlaku sejak saat disahkan.

ditetapkan di BoyoIali
Pada Tanggal 18 Syawal 1425 H
01 Desember 2004 M

MUKTAMAR XXXI NAHDLATUL ULAMA


PIMPINAN SIDANG PLENO IX

Ttd ttd ttd


Drs KH A Hafizh Usman H M Rozy Munir SE MSc Drs H Taufiq R Abdullah
Ketua Wk. Ketua Sekretaris
Tim Perumus :

KH. A. Hafizh Utsman Ketua merangkap anggota (PBNU)


H.M. Rozy Munir, SE., MSc Anggota (PBNU)
Drs. H. Taufiq R Abdullah Anggota (PBNU)
Drs. H. Ahmad Fayumi Anggota (PBNU)
Drs. H. Syamsuddin Asyrofi M.Hum Anggota (PWNU Jateng)
H. Soleh Hayat, SH Anggota (PWNU Jatim)
H. Imron Masyhudi Anggota (PCI Saudi Arabia)
Drs. Isnadi Nori Anggota (PWNU Sumsel)
H. Koman, S.pd.i Anggota (PWNU Papua)
Tedy Suryana Anggota (PWNU Kalsel)
ANGGARAN RUMAH TANGGA
NAHDLATUL ULAMA

BAB I
KEANGGOTAAN

Pasal 1

Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari:


a. Anggota biasa, selanjutnya disebut anggota, ialah setiap Warga Negara Indonesia
yang beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menurut salah
satu Mazhab Empat. sudah aqil baligh, menyetujui aqidah. asas. tujuan, usaha-
usaha serta sanggup melaksanakan semua keputusan Nahdlatul Ulama.
b. Anggota luar biasa, ialah setiap orang yang beragama Islam, menganut faham
Ahlusunnah wal Jamaah dan menu rut salah satu Mazhab Empat, sudah aqil baligh.
menyetujui aqidah. asas. tujuan dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama. namun yang
bersangkutan berdomisili secara tetap di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
c. Anggota kehormatan, ialah setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota
luar biasa yang dinyatakan telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapkan
dalam keputusan Pengurus Besar.

BAB II
TATACARA PENERIMAAN DAN
PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN

Pasal 2
1. Anggota biasa diterima melalui Ranting di tempat tinggalnya.
2. Apabila tidak ada Pengurus Ranting di tempat tinggalnya maka pendaftaran
anggota dilakukan di Ranting terdekat.
3. Anggota luar biasa diterima melalui Pengurus Cabang Istimewa.

Pasal 3
1. Penerimaan anggota biasa maupun anggota luar biasa diatur dengan cara:
a. Mengajukan permintaan menjadi anggota disertai pernyataan setuju pada
aqidah, asas, tujuan, dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama secara tertulis atau lisan,
membayar uang pangkal sebesar Rp. 1000 (seribu rupiah).
b. Jika permintaan itu diluluskan, maka yang bersangkutan menjadi calon anggota
selama 6 (enam) bulan, dengan hak menghadiri kegiatan-kegiatan Nahdlatul
Ulama yang dilaksanakan secara terbuka.
c. Apabila selama menjadi calon anggota yang bersangkutan menunjukkan hal-hal
yang positif, maka ia diterima menjadi anggota penuh dan kepadanya diberikan
Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama (KARTANU).
d. Permintaan menjadi anggota dapat ditolak apabila terdapat alasan yang kuat,
baik syar'i maupun organisasi.
2. Anggota keluarga dari anggota biasa dan anggota luar biasa Nahdlatul Ulama diakui
sebagai anggota keluarga besar Perkumpulan Jam'iyah Nahdlatul Ulama.

Pasal 4
1. Anggota kehormatan dapat diusulkan oleh pengurus Cabang, Pengurus Cabang
Istimewa atau Pengurus Wilayah.
2. Setelah mempertimbangkan kesediaan yang bersangkutan dan memperoleh
persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, kepadanya diberikan surat
pengesahan.

Pasal 5
1. Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena
permintaan sendiri, dipecat, atau tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan
Nahdlatul Ulama.
2. Seseorang berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri
yang diajukan kepada Pengurus Ranting secara tertulis, atau jika dinyatakan
secara lisan perlu disaksikan oleh sedikitnya 2 (dua) orang anggota Pengurus
Ranting.
3. Seseorang dipecat dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena dengan sengaja
tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang
mencemarkan dan menodai nama Nahdlatul Ulama, baik ditinjau dari segi syar'i,
kemaslahatan umum maupun organisasi dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pemecatan anggota biasa dilakukan berdasarkan Rapat Pleno Pengurus
Cabang setelah menerima usul dari Pengurus Ranting berdasarkan Rapat
Pleno Pengurus Ranting.
b. Pemecatan anggota luar biasa dilakukan berdasarkan Rapat Pleno Pengurus
Cabang Istimewa.
c. Sebelum dipecat, anggota yang bersangkutan diberi surat peringatan oleh
pengurus Ranting.
d. Jika setelah 15 (lima belas) hari peringatan itu tidak diperhatikan, maka
Pengurus Cabang dapat memberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan.
e. Anggota biasa yang diberhentikan sementara atau dipecat dapat membela diri
dalam suatu Konferensi Cabang atau naik banding ke Pengurus Wilayah.
f. Anggota luar biasa yang diberhentikan sementara atau dipecat dapat
membela diri dalam suatu Konferensi Cabang Istimewa atau naik banding ke
Pengurus Besar.
g. Pengurus Besar pengurus Wilayah dapat mengambil keputusan atas
pembelaan itu.
h. Surat pemberhentian atau pemecatan sebagai anggota dikeluarkan oleh
Pengurus Cabangl Pengurus Cabang Istimewa bersangkutan atas keputusan
Rapat Pleno Pengurus Cabangl Rapat Pleno Pengurus Cabang Istimewa.
i. Jika selama pemberhentian sementara yang bersangkutan tidak ruju' ilalhaq,
maka keanggotaannya gugur dengan sendirinya.
j. Pengurus Besar mempunyai wewenang memecat anggota secara langsung jika
tidak dapat dilakukan oleh Pengurus di bawahnya.
k. Pemecatan kepada seorang anggota yang dilakukan langsung oleh Pengurus
Besar berdasarkan hasil Rapat Pleno pengurus Besar.
l. Anggota yang dipecat langsung oleh Pengurus Besar dapat membela diri
dalam Konferensi Besar atau Muktamar.
m. Pertimbangan dan tatacara tersebut pad a ayat (3) juga berlaku terhadap
pencabutan anggota kehormatan.

BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

Pasal 6
Anggota Nahdlalul Ulama berkewajiban:
a. Setia, tunduk dan taat kepada Perkumpulan Jam'iyah Nahdlatul Ulama.
b. Bersungguh-sungguh mendukung dan membantu segala langkah Nahdlatul
Ulama, serta bertanggungjawab atas segala sesuatu yang diamanahkan
kepadanya.
c. Membayar i’anah Syahriyah (iuran bulanan) dan I'anah Sanawiyah (iuran
tahunan) yang jumlahnya ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
d. Memupuk dan memelihara Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan
Ukhuwah Insaniyah serta persatuan nasional dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pasal 7
1. Anggota biasa berhak:
a. Menghadiri Rapat Anggota Ranting, mengemukakan pendapat dan
memberikan suara.
b. Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau menduduki jabatan lain yang
ditetapkan baginya.
c. Mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama.
d. Memberikan usulan, masukan dan koreksi kepada Pengurus dengan cara dan
tujuan yang baik.
e. Mendapatkan pembelaan, perlindungan dan pelayanan.
f. Melakukan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama terhadap dirinya.
2. Anggota luarbiasa berhak:
a. Mengikuti kegiatan-kegiatan yg diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama.
b. Memberikan usulan, masukan dan koreksi kepada Pengurus dengan tujuan
dan cara yang baik.
c. Mendapatkan pelayanan informasi tentang program dan kegiatan Nahdlatul
Ulama.
d. Melakukan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama terhadap dirinya.
3. Anggota kehormatan berhak menghadiri kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama atas
undangan Pengurus dan dapat memberikan saran-saran, pendapatnya, namun tidak
memiliki hak suara atas pendapatnya maupun hak memilih dan dipilih.
4. Anggota Biasa dan Luar Biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap
menjadi anggota organisasi sosial kemasyarakatan lain yang
mempunyai aqidah, asas dan tujuan yang berbeda atau merugikan Nahdlatul Ulama.
BAB IV
TINGKAT KEPENGURUSAN

Pasal 8
Tingkat kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Pengurus Besar (PS) untuk tingkat Pusat
b. Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat Propinsi
c. Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat Kabupaten Kota dan Pengurus Cabang
Istimewa (PCI) untuk Luar Negeri.
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat Kecamatan.
e. Pengurus Ranting (PR) untuk tingkat Kelurahan/desa

Pasal 9
1. Pengurus besar Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan Perkumpulan Jam'iyah
sebagai suatu organisasi di tingkat pusat dan berkedudukan di Ibukota Negara
Republik Indonesia.
2. Pengurus Sesar Nahdlatul Ulama sebagai tingkat kepengurusan tertinggi dalam
Nahdlatul Ulama merupakan penanggung jawab kebijakan dalam pengendalian
organisasi dan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar.

Pasal 10
1. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan organisasi Nahdlatul
Ulama di tingkat propinsi dan berkedudukan di ibukota propinsi.
2. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dapat dibentuk jika terdapat
sekurangkurangnya 5 (lima) Cabang.
3. Permintaan untuk membentuk pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama disampaikan
kepada pengurus Besar dengan disertai keterangan tentang daerah yang
bersangkutan dan jumlah Cabang yang ada di daerah itu setelah melalui masa
percobaan 3 (tiga) bulan.
4. Pengurus Wilayah berfungsi sebagai koordinator Cabang-Cabang di daerahnya
dan sebagai pelaksana pengurus Besar untuk daerah yang bersangkutan.

Pasal 11
1. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan organisasi Nahdlatul
Ulama di tingkat Kabupatenl Kota dan berkedudukan di ibukota Kabupaten Kota.
2. Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat (1) diatas disebabkan oleh
besarnya jumlah penduduk dan luasnya daerah atau sulitnya komunikasi dan atau
faktor kesejarahan, pembentukan Cabang diatur oleh kebijakan Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama.
3. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama dapat dibentuk jlka terdapat
sekurangkurangnya 3 (tiga) Majelis Wakil Cabang.
4. Permintaan untuk membentuk pengurus Cabang disampaikan kepada Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama dalam bentuk permohonan yang dikuatkan oleh Pengurus
Wilayah yang bersangkutan setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.
5. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama memimpin dan mengkoordinir Majelis Wakil
Cabang dan Ranting di daerah kewenangannya, melaksanakan kebijaksanaan
Pengurus Wilayah dan Pengurus Besar untuk daerahnya
Pasal 12
1. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan organisasi
Nahdlatul Ulama setingkat Cabang yang berada di luar negeri.
2. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama dibentuk oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama atas permohonan sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima)
orang anggota setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.

Pasal 13
1. Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama adalah tingkat kepengurusan
organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat Kecamatan.
2. Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama dapat dibentuk jika terdapat
sekurang-kurangnya 4 (empat) Ranting.
3. Permintaan untuk membentuk Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama
disampaikan kepada Pengurus Wilayah dengan rekomendasi Pengurus Cabang
dan dapat disahkan oleh Pengurus Wilayah setelah melalui masa percobaan
selama 3 (tiga) bulan.

Pasal 14
1. Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama adalah tingkat kepengurusan organisasi
Nahdlatul Ulama di tingkat Kelurahan/Desa.
2. Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 14 dapat
dibentuk jika di suatu Kelurahan/Desa terdapat sekurang-kurangnya 15 (lima
belas) orang anggota.
3. Permintaan pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama disampaikan kepada
Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus Majelis Cabang dan dapat
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga NU disahkan oleh Pengurus Cabang
setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.
4. Untuk efektivitas organisasi dan pengembangan anggota, dapat dibentuk
Kelompok Anak Ranting (KAR). Setiap KAR sedikitnya terdiri dari 10 (sepuluh)
orang anggota.

BAB V
PERANGKAT ORGANISASI

Pasal 15
Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Lembaga.
b. Lajnah
c. Badan Otonom

Pasal 16
1. Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang
berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan suatu
bidang tertentu.
2. Ketua Lembaga ditunjuk langsung dan bertanggung jav.db kepada pengurus
Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkatannya.
3. Ketua Lembaga dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) masa jabatan.
4. Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal15 butir (a) dan ayat(1) Pasal 16
adalah:
a. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang
menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah.
b. Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan
pengajaran formal.
c. Rabithah Ma'ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok pesantren.
d. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi
warga Nahdlatul Ulama.
e. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LP2NU,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan
pertanian, lingkungan hidup dan eksplorasi kelautan.
f. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang kesejahteraan
keluarga, sosial dan kependudukan.
g. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat
Lakpesdam, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang
pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia.
h. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum disingkat LPBHNU, bertugas
melaksanakan penyuluhan dan pemberian bantuan hukum.
i. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat Lesbumi, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan seni dan
budaya.
j. Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama disingkat
LAZISNU, bertugas menghimpun, mengelola dan mentasharufkan, zakat,
infaq dan shadaqah.
k. Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU, ertugas
mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta harta
benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.
l. Lembaga Bahtsul Masail disingkat LBM, bertugas membahas dan memecahkan
masalah-masalah yang maudlu'iyah (tematik) dan waqi'iyah (aktual) yang
memerlukan kepastian hukum.
m. Lembaga Ta'mir Masjid Indonesia disingkat LTMI, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan
Masjid.
n. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LPKNU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.
5. Pembentukan dan penghapusan Lembaga ditetapkan oleh permusyawaratan pada
masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
6. Pembentukan Lembaga di tingkat Wilayah, Cabang dan Cabang Istimewa,
disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program.
Pasal 17
1. Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan
program Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan khusus.
2. Lajnah sebagaimana yang dimaksud Pasal 15 butir (b) dan ayat (1) Pasal17 adalah:
a. Lajnah Falakiyah, bertugas mengurus masalah hisab dan ru'yah, serta
pengembangan IImu Falak.
b. Lajnah Ta'lifWan Nasyr, bertugas mengembangkan penulisan, penerjemahan
dan penerbitan kitab buku serta media informasi menurut faham
Ahlussunnah wal Jamaah.
3. Pembentukan dan penghapusan Lajnah ditetapkan oleh permusyawaratan pada
masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
4. Pembentukan Lajnah di tingkat Wilayah, Cabang dan Majelis Wakil Cabang
dilakukan sesuai dengan keperluan penanganan program khusus dan tenaga yang
tersedia.

Pasal 18
1. Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok
masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
2. Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan dengan aqidah, asas dan tujuan
Nahdlatul Ulama.
3. Kepengurusan Badan Otonom diatur menu rut Peraturan Dasar dan Peraturan
Rumah Tangga masing-masing sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
4. Keputusan Kongres atau Konferensi Badan Otonom dilaporkan kepada pengurus
Besar Nahdlatul Ulama atau Pengurus Nahdlatul Ulama menurut tingkatannya
masing-masing.
5. Dalam melaksanakan program, Badan Otonom memiliki keleluasaan yang tidak
bertentangan dengan kebijakan Nahdlatul Ulama.
6. Badan Otonom sebagaimana dimaksud Pasal15 butir (c) dan ayat (1) Pasal18
adalah:
a. Jam'iyyah Ahli Thariqah AI Mu'tabarah An-Nahdliyyah, adalah Badan Otonom
yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlalul Ulama pada
pengikut tharekat yang mu'tabar di lingkungan Nahdlatul Ulama serta
membina dan mengembangkan seni hadrah.
b. Jam'iyyatul Qurra Wal Huffazh, adalah Badan Otonom yang berfungsi
membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok
Qori/Qoriah dan Hafizh Hafizhah di lingkungan Nahdlatul Ulama.
c. Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimah NU, adalah Badan Otonom
yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlalul Ulama pada
anggota perempuan Nahdlatul Ulama.
d. Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Falayat NU, adalah Badan Otonom yang
berfungsi membanlu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada anggota
perempuan muda Nahdlatul Ulama.
e. Gerakan Pemuda Ansor disingkat GP Ansor, adalah Badan Otonom yang
berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada anggota
pemuda Nahdlatul Ulama.
f. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU, adalah Badan Otonom yang
berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada pelajar
laki-Iaki dan santri laki-Iaki.
g. Ikatan Pelajar Putri Nahdlalul Ulama disingkal IPPNU, adalah Badan Otonom
yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada
pelajar perempuan dan santri perempuan.
h. Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang
berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada
kelompok sarjana dan kaum intelektual di kalangan Nahdlatul Ulama.
i. Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat Sarbumusi, adalah Badan Otonom
yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang
kesejahteraan dan pengembangan ketenagakerjaan.
j. Pagar Nusa, adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama pada pengembangan seni bela diri.

Pasal 19
Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban membina dan mengayomi seluruh Lembaga,
Lajnah dan Badan Otonom pada tingkat masing-masing.

BAB VI
SUSUNAN PENGURUS BESAR

Pasal 20
1. Mustasyar Pengurus Besar terdiri dari beberapa orang.
2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais Aam, Wakil Rais Aam, beberapa Rais,
Katib Aam dan beberapa Wakil Katib.
3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A'wan.

Pasal 21
1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua Umum, beberapa Ketua,
Sekretaris Jenderal, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara dan beberapa
Wakil Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan
Ketua Lembaga dan Lajnah Pusat.

Pasal 22
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah. Pengurus
Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Umum Badan Otonom tingkat pusat.

BAB VII
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH

Pasal 23
1. Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri dari beberapa orang.
2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
beberapa Wakil Katib.
3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari pengurus Anggatan Dasar Anggaran
Rumah Tangga NU Harian Syuriyah dan A'wan.
Pasal 24
1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua,
Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil
Bendahara.
2. pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurui! Harian Tanfidziyah dan
Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat wilayah.

Pasal 25
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus
Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkatwilayah.

BAB VIII
SUSUNAN PENGURUS CABANG PENGURUS CABANG ISTIMEWA

Pasal 26
1. Mustasyar pengurus Cabang terdiri dari beberapa orang.
2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
beberapa Wakil Katib.
3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari pengurus Harian Syuriyah dan A'wan.

Pasal 27
1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua,
Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil
Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah dan
Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat cabang.

Pasal 28
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus lengkap
Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat cabang.

BAB IX
SUSUNAN PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG

Pasal 29
1. Mustasyar Majelis Wakil Cabang terdiri dari beberapa orang.
2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
beberapa Wakil Katib.
3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari pengurus Harian Syuriyah dan A'wan.

Pasal 30
1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua,
Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil
Bendahara.
2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah dan
Ketua Lembaga tingkat Majelis Wakil Cabang.
Pasal 31
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus
Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Majelis Wakil Cabang.

BABX
SUSUNAN PENGURUS RANTING

Pasal 32
1. Pengurus Harian Syuriyeh terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
beberapa Wakil Katib.
2. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A'wan.

Pasal 33
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris,
Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.

Pasal 34
Pengurus Pleno terdiri dari pengurus Syuriyah dan pengurus Tanfidziyah dan Ketua
Badan Otonom tingkat ranting.

BAB XI
SYARAT MENJADI PENGURUS

Pasal 35
1. Untuk menjadi pengurus Ranting atau Majelis Wakil . Cabang, seorang calon
harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya
sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
2. Untuk menjadi Pengurus Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi
anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 2
(dua) tahun.
3. Untuk menjadi Pengurus Wilayah, seorang calon harus sudah aktif menjadi
anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 3
(tiga) tahun. Untuk menjadi pengurus Besar, seorang calon harus sudah aktif
menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya
selama 4 (empat) tahun.
4. Keanggotaan pada ayat 1, 2, 3 dan 4 pasal ini adalah sebagaimana dimaksud Pasal
7 ayat (2) Anggaran Dasar dan Pasal 1 butir (a) dan (b) Anggaran Rumah Tangga.

BAB XII
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS

Pasal 36
Pemilihan dan penetapan pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
a. Rais Aam dipilih secara langsung oleh Muktamar.
b. Wakil Rais Aam ditunjuk oleh Rais Aam terpilih setelah mempertimbangkan
aspirasi yang berkembang.
c. Ketua Umum dipilih secara langsung oleh Muktamar dengan terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari Rais Aam terpilih setelah mempertimbangkan
aspirasi yang berkembang.
d. Rais Aam terpilih, Wakil Rais Aam dan Ketua Umum terpilih bertugas
melengkapi susunan pengurus : Mustasyar, Harian Syuriyah dan Harian
Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Muktamar.
e. Pengisian A'wan, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh pengurus
Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
f. Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu
untuk menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Lajnah.

Pasal 37
Pemilihan pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama:
a. Rais Syuriyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Wilayah.
b. Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Wilayah dengan
terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah terpilih estela
mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c. Rais Syuriyah. dan Ketua Tanfidziyah terpilih bertugas melengkapi susunan
Pengurus Mustasyar, Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan dibantu
oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta
Konferensi Wilayah.
d. Pengisian A'wan Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh pengurus
Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
e. Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim untuk
menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Lajnah.

Pasal 38
Pemilihan Pengurus Cabang/Pengurus Cabang Istimewa Nadhlatul Ulama:
a. Rais Syuriyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Cabang/Cabang Istimewa.
b. Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Cabangl Cabang
Istimewa dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah
terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c. Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah terpilih bertugas melengkapi susunan
pengurus: Mustasyar, Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan dibantu
oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta
Konferensi Cabangl Cabang Istimewa.
d. Pengisian A'wan. Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh Pengurus
Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
e. Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu
untuk menyusun kelengkapan pengurus Lembaga dan Lajnah.

Pasal 39
Pemilihan pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama:
a. Rais Syuriyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Majelis Wakil Cabang.
b. Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh Konferensi Majelis Wakil Cabang
dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah terpilih
setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c. Rais Syuriyah. dan Ketua Tanfidziyah terpilih bertugas melengkapi susunan
Pengurus : Mustasyar, Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan dibantu
oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta
Konferensi Majelis Wakil Cabang.
d. Pengisian A'wan dan Ketua Lembaga ditetapkan oleh Pengurus Harian syuriyah
dan Tanfidziyah.
e. Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu
untuk menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga.

Pasal 40
Pemilihan Pengurus Ranting Nadhlatul Ulama:
a. Rais Syuriyah dipilih secara langsung oleh Musyawarah Anggota.
b. Ketua Tanfidziyah dipilih secara langsung oleh Musyawarah Anggota dengan
terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Rais Syuriyah terpilih estela
mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
c. Rais Syuriyah, dan Ketua Tanfidziyah terpilih bertugas melengkapi susunan
pengurus : Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah dengan dibantu oleh
beberapa anggota mid formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah
Anggota.
d. Pengisian A'wan ditetapkan oleh Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.

BAB XIII
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU

Pasal 41
1. Apabila terjadi kekosongan jabatan Rais Aam, maka Wakil RaisAam menjadi
pejabat Rais Aam.
2. Apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Rais Aam, maka Rais Aam menunjuk
salah seorang Rais untuk menjadi Wakii Rais Aam.
3. Apabila Wakil Rais Aam menjadi pejabat Rais Aam, maka pengisian Wakil Rais
Aam ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah.
4. Apabila Rais Aam dan Wakil Rais Aam berhalangan tetap dalam waktu yang
bersamaan, maka :
a. Rapat Pengurus Lengkap Syuriyah menetapkan Pejabat Rais Aam.
b. Pejabat Rais Aam yang telah ditetapkan menunjuk Pejabat Wakil Rais Aam.
5. Apabila terjadi kekosongan jabatan Mustasyar, Rais Syuriyah, Katib Aam, Katib,
dan A'wan, maka pengisian jabatan tersebut ditetapkan melalui rapat Pengurus
Besar Harian Syuriyah.

Pasal 42
1. Apabila Ketua Umum berhalangan sementara, maka Ketua Umum menunjuk
salah seorang Ketua Tanfidziyah sebagai Pelaksana Tugas Harian.
2. Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka rapat Pengurus Besar Harian
Syuriyah dan Tanfidziyah menetapkan Pejabat Ketua Umum.
3. Apabila terjadi kekosongan jabatan Ketua Tanfidziyah. Sekretaris Jenderal, Wakil
Sekretaris Jenderal, Bendahara, Wakil Bendahara, dan Ketua Lembaga, serta
Ketua Lajnah maka pengisian jabatan tersebul ditetapkan melalui rapat Pengurus
Besar Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal 43
Apabila terjadi kekosongan jabatan pada pimpinan Wilayah, pimpinan Cabang,
Cabang Istimewa, Majelis Wakil Cabang, dan Ranting, maka proses pengisian jabatan
tersebut disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 41 dan
42 Anggaran Rumah Tangga ini.

BAB XIV
MASA JABATAN

Pasal 44
1. Masa jabatan dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama mengikuti ketentuan Pasal12
Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama.
2. Rais Aam dan Ketua Umum dapat dipilih kembali.
3. Pengurus Lembaga dan Lajnah yang masa jabatannya sudah berakhir, tetap
melaksnakan tugasnya sampai dengan terbentuknya kepengurusan yang baru,
dengan tidak mengambil kebijakan yang mendasar.
4. Masa jabatan Badan Otonom sesuai dengan ketentuan Badan Otonom yang
bersangkutan.

BAB XV
RANGKAP JABATAN

Pasal 45
1. Jabatan pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga. Lajnah dan Badan Otonom,
tidak dapat dirangkap dengan jabatan pengurus harian pada semua tingkat
kepengurusan yang lain, baik dalam organisasi Nahdlatul Ulama maupun dalam
perangkatnya.
2. Jabatan pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga. Lajnah dan Badan Otonom
pada semua tingkat kepengurusan tidak dapat dirangkap dengan jabatan Pengurus
Harian Partai Politik dan atau Organisasi yang berafiliasi kepadanya.
3. Jika pengurus Harian Nahdlatul Ulama mencalonkan diri atau dicalonkan untuk
mendapatkan jabatan politik. maka yang bersangkutan harus non aktif sementara
hingga penetapan jabatan politik tersebut dinyatakan final dan apabila terpilih
maka yang bersangkutan dapat mengundurkan diri atau diberhentikan dengan
hormat.
4. Rincian aturan pelarangan rangkap jabatan pad a ayat (1 ). (2) dan (3) diatur
dalam Peraturan Organisasi.

BAB XVI
PENGESAHAN DAN PEMBEKUAN PENGURUS

Pasal 46
1. Susunan dan personalia pengurus Wilayah. Pengurus Cabang dan Pengurus
Cabang Istimewa disahkan oleh Pengurus Besar.
2. Dalam pengesahan susunan dan personalia Pengurus Cabang, kecuali Pengurus
Cabang Istimewa harus dengan rekomendasi Pengurus Wilayah.
3. Susunan dan personalia pengurus Majelis Wakil Cabang disahkan oleh Pengurus
Cabang.
4. Susunan dan p.ersonalia Pengurus Ranting disahkan oleh Pengurus Cabang
dengan rekomendasi Pengurus Majelis Wakil Cabang.

Pasal 47
1. Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah tingkat pusat ditetapkan
oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
2. Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah tingkat Wilayah ditetapkan
oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dan dilaporkan lepada Pimpinan Pusat
Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan.
3. Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah tingkat Cabang ditetapkan
oleh Pengurus Cabangl Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama dan dilaporkan kepada
Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan.

Pasal 48
1. Pengurus Besar dapat membekukan Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang
melalui keputusan yang ditetapkan oleh Rapat Pleno rengurus Besar.
2. Pengurus Besar dapat membekukan Pengurus Majelis Wakil Cabang dan
Pengurus Ranting setelah mendapat rekomendasi dari Pengurus Cabang dan
Pengurus Cabang.
3. Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) Pasal ini didasarkan pada
pertimbangan syar'i dan atau ketentuan organisasi.
4. Sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari sebelum pembekuan dilakukan, terlebih
dahulu diberi peringatan tertulis untuk memperbaiki.
5. Kepengurusan yang dibekukan diambil alih oleh Pengurus setingkat lebih tinggi
dengan tugas mempersiapkan penyelenggaraan permusyawaratan yang akan
memilih pengurus baru.
6. Selambat-Iambatnya 3 (tiga) bulan setelah pembekuan harus sudah terselenggara
permusyawaratan untuk memilih Pengurus baru.

BAB XVII
TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS

Pasal 49
1. Mustasyar adalah ulama atau tokoh yang telah memberikan dedikasi, pengabdian
dan loyalitasnya kepada Nahdlatul Ulama.
2. Mustasyar bertugas memberikan nasehat kepada Pengurus Nahdlatul Ulama
menurut tingkatannya baik diminta atau tidak.

Pasal 50
1. Pengurus Syuriyah selaku pimpinan tertinggi sebagai pembina, pengendali,
pengawas dan penentu kebijakan Nahdlatul Ulama mempunyai tugas dan
wewenang:
a. Menentukan arah kebijakan Nahdlatul Ulama dalam melakukan usaha dan
tindakan untuk mencapai tujuan Nahdlatul Ulama.
b. Memberikan petunjuk, bimbingan dan pembinaan pemahaman, pengamalan
dan pengembangan ajaran Islam berdasar faham Ahlussunnah wal Jamaah,
baik di bidang aqidah, syari'ah maupun akhlaq/tasawuf.
c. Mengendalikan, mengawasi dan memberikan koreksi sesuai dengan
pertimbangan syar'i dan ketentuan organisasi.
d. Membatalkan keputusan perangkat organisasi Nahdlatul Ulama sebagaimana
yang dimaksud pad a Pasal19 butir (d)Anggaran Dasar.
2. Pembagian tugas di antara anggota pengurus Syuriah diatur dalam Peraturan Tata
Kerja Organisasi

Pasal 51
1. Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana mempunyai kewajiban memimpin
jalannya organisasi.
2. Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana mempunyai tugas:
a. Memimpin jalannya organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang
ditentukan oleh Pengurus Syuriyah.
b. Melaksanakan program Jam'iyah Nahdlatul Ulama.
c. Membina dan mengawasi kegiatan semua perangkat Jam'iyah yang berada di
bawahnya.
d. Menyampaikan laporan secara periodik kepada pengurus Syuriyah tentang
pelaksanaan tugasnya.
3. Dalam menggerakkan dan mengelola program, pengurus Tanfidziyah berwenang
membentuk tim kerja tetap atau sementara sesuai kebutuhan.
4. Ketua Umum pengurus Besar, Ketua pengurus Wilayah, Ketua Pengurus Cabang,
Cabang Istimewa, Ketua pengurus Majelis Wakil Cabang dan Ketua pengurus
Ranting karena jabatannya berhak menghadiri Rapat Harian dan Rapat Lengkap
Pengurus Syuriyah sesuai dengan tingkatannya masingmasing.
5. Pembagian tugas diantara anggota Pengurus Tanfidziyah diatur dalam Peraturan
Tata Kerja Organisasi.

BAB XVIII
KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS

Pasal 52
1. Pengurus berkewajiban :
a. Menjaga dan menjalankan amanat organisasi.
b. Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar.
c. Mematuhi ketentuan-ketentuan organisasi.
2. Pengurus berhak :
a. Membuat kebijakan, keputusan dan peraturan organisasi sepanjang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau
keputusan pengurus Nahdlatul Ulama yang lebih tinggi.
b. Memberikan saran atau koreksi kepada Pengurus setingkat lebih tinggi dengan
tujuan dan cara yang baik.
c. Memberikan motivasi dan dorongan kepada Lembaga, Lajnah dan Badan
Otonom untuk meningkatkan kinerjanya.
BAB XIX
PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL

Pasal 53
1. Muktamar adalah instansi permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi
Nahdlatul Ulama, diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sekali
dalam 5 (lima) tahun.
2. Muktamar dipimpin oleh pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
3. Muktamar dihadiri oleh :
a. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
b. Pengurus Wilayah.
c. pengurus Cabang/ Cabang Istimewa.
4. Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah Wilayah dan
Cabang/ Cabang Istimewa yang sah.
5. Untuk penyelenggaraan Muktamar, pengurus Besar Nahdlatul Ulama membentuk
Panitia Penyelenggara yang bertanggung jawab kepada pengurus Besar Nahdlatul
Ulama.
6. PBNU berkewajiban menyampaikan Laporan Pertanggung Jawaban Organisasi
dalam Muktamar.
7. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama membuat Susunan Acara Muktamar dan
Rancangan Peraturan Tata Tertib Muktamar yang mencakup susunan dan tata
cara pemilihan Pengurus.

Pasal 54
Muktamar Luar Biasa sebagaimana dimaksud Pasal17 ayat (1) butir (b) Anggaran
Dasar, dapat diselenggarakan atas permintaan Pengurus Besar Syuriyah dengan
ketentuan:
a. Diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalah nasional atau
mengenai keberadaan Perkumpulan/Jam'iyah Nahdlatul Ulama.
b. Penyelesaian masalah-masalah dimaksud butir (a) tak dapat diselesaikan
dalam permusyawaratan lain.
c. Atas dasar keputusan Rapat Pleno Pengurus Besar dan rekomendasi
Konferensi Besar.

Pasal 55
1. Konferensi Besar merupakan instansi permusyawaratan tertinggi setelah
Muktamar dan diadakan oleh Pengurus Besar.
2. Konferensi Besar dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan utusan
Pengurus Wilayah.
3. Konferensi Besar dapat juga diselenggarakan atas permintaan sekurangkurangnya
separuh dari jumlah Pengurus Wilayah yang sah.
4. Konferensi Besar membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar
dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya ditengah masyarakat.
5. Konferensi Besar tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru.
6. Konferensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah
peserta sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini.
7. Susunan acara dan peraturan Tata Tertib Konferensi Besar ditetapkan oleh
pengurus Besar.
8. Konferensi Besardipimpin oleh pengurus Besar.
9. Konferensi Besar diadakan satu kali dalam tengah masa jabatan pengurus Besar.

Pasal 56
1. Musyawarah Nasional Alim Ulama yang diselenggarakan oleh pengurus Besar
Syuriyah. sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) masa jabatan
kepengurusan untuk membicarakan masalah keagamaan.
2. Musyawarah tersebut dapat mengundang Alim Ulama, pengasuh Pondok
Pesantren dan Tenaga Ahli, baik dari dalam maupun dari luar Pengurus Nahdlatul
Ulama.
3. Musyawarah Nasional Alim Ulama tidak dapat mengubah Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Muktamar dan tidak mengadakan
pemilihan Pengurus.
4. Musyawarah Alim Ulama yang serupa dapat juga diselenggarakan oleh Wilayah
atau Cabang, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) masa jabatan.

Pasal 57
1. Rapat Koordinasi Nasional diselenggarakan oleh Pengurus Besar untuk
melaksanakan koordinasi atas suatu masalah atau kewajiban organisasi yang
mendesak.
2. Rapat Koordinasi Nasional dapat diselenggarakan sewaktu-waktu sesuai dengan
keperluan.
3. Rapat Koordinasi Nasional dihadiri oleh Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah.

BAB XX
PERMUSYAWARATAN TlNGKAT DAERAH

Pasal 58
1. Konferensi Wilayah adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat
Wilayah, dihadiri oleh Pengurus Wilayah dan utusan pengurus Cabang yang ada
di daerahnya. terdiri dari Syuriyah dan Tanfidziyah.
2. Konferensi Wilayah diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
3. Konferensi Wilayah diselenggarakan atas undangan Pengurus Wilayah atau atas
permintaan sekurang-kurangnya separuh jumlah Cabang yang ada di daerahnya.
4. Konferensi Wilayah membicarakan pertanggung jawaban Pengurus Wilayah.
menyusun rencana kerja 5 (lima) tahun. memilih pengurus Wilayah yang baru dan
membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya
terutama yang terjadi diwilayah bersangkutan.
5. Pengurus Wilayah membuat Rancangan Tata Tertib Konferensi termasuk di
dalamnya tata cara pemilihan pengurus baru sebagaimana dimaksud Pasal (37)
Anggaran Rumah Tangga.
6. Konferensi Wilayah adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah
Cabang di daerahnya dan dalam pengambilan keputusan, pengurus Wilayah
sebagai lembaga dan tiap-tiap Cabang yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.
Pasal 59
1. Musyarawah Kerja Wilayah diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah
sekurangkurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan.
2. Musyawarah Kerja Wilayah dihadiri oleh pengurus Pleno Wilayah dan Pengurus
Cabang di daerahnya.
3. Musyawarah Kerja Wilayah membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan
Konferensi Wilayah, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di
tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
4. Dalam Musyawarah Kerja Wilayah tidak diadakan pemilihan Pengurus baru.

Pasal 60
1. Konferensi Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat
Cabang, dihadiri oleh Pengurus Cabang, utusan Pengurus Majelis Wakil Cabang
dan Pengurus Ranting yang ada di daerahnya, terdiri dari Syuriyah dan
Tanfidziyah.
2. Konferensi Cabang diadakan atas undangan Pengurus Cabang atau atas
permintaan sekurang-kurangnya separuh dari jumlah Majelis Wakil Cabang dan
Ranting didaerahnya.
3. Konferens Cabang membicarakan pertanggungjawaban Pengurus Cabang,
menyusun rencana kerja 5 (lima) tahun, memilih Pengurus Cabang dan
membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya.
terutama yang terjadi di Cabang yang bersangkutan.
4. Pengurus Cabang membuat Rancangan Tata Tertib Konferensi, termasuk tata
cara pemilihan pengurus sebagaimana dimaksud Pasal 38 Anggaran Rumah
Tangga.
5. Konferensi Cabang adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah
Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya dan dalam pengambilan
keputusan, Pengurus Cabang sebagai lembaga dan tiap-tiap Majelis Wakil Cabang
dan Ranting yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.

Pasal 61
1. Musyarawah Kerja Cabang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang
sekurangkurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan.
2. Musyawarah Kerja Cabang dihadiri oleh pengurus Pleno Cabang dan Pengurus
Majelis Wakil Cabang di daerahnya.
3. Musyawarah Kerja Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan
Konferensi Cabang, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah
masyarakat. membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
4. Dalam Musyawarah Kerja Cabang tidak diadakan pemilihan Pengurus baru.

Pasal 62
1. Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah instansi permusyawaratan tertingi ada
tingkat Majelis Wakil Cabang, dihadiri oleh pengurus Majelis Wakil Cabang dan
utusan Pengurus Ranting yang ada di daerahnya. terdiri dari Syuriyah dan
Tanfidziyah.
2. Konferensi Majelis Wakil Cabang diselenggarakan atas undangan pengurus
Majelis Wakil Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya setengah dari
jumlah Ranting di daerahnya.
3. Konferensi Majelis Wakil Cabang membicarakan pertanggungjawaban Pengurus
Majelis Wakil Cabang, penyusunan rencana kerja untuk masa 5 (lima) tahun,
memilih Pengurus Wakil Cabang dan membahas masalah kemasyarakatan pada
umumnya, terutama yang terjadi di daerahnya.
4. Pengurus Majelis Wakil Cabang membuat Rancangan Tata Tertib Konferensi,
termasuk tata cara pemilihan Pengurus sebagaimana dimaksud Pasal 39 Anggaran
Rumah Tangga.
5. Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari
separuh dari jumlah Ranting di daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan,
Pengurus Majelis Wakil Cabang sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap Ranting yang
hadir masing-masing mempunyai 1 (satu) suara.

Pasal 63
1. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang diselenggarakan oleh pengurus Majelis
Wakil Cabang sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode
kepengurusan.
2. Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang dihadiri oleh Pengurus Pleno Majelis
Wakil Cabang dan Pengurus Ranting di daerahnya.
3. Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-
keputusan Konferensi Majelis Wakil Cabang, mengkaji perkembangan organisasi
dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan
kemasyarakatan.
4. Dalam Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang tidak diadakan pemilihan
Pengurus baru.

Pasal 64
1. Musyawarah Anggota adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat
Ranting yang dihadiri oleh anggota-angota Nahdlatul Ulama di daerah Ranting
dan diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
2. Musyawarah Anggota diselenggarakan atas undangan pengurus Ranting atau atas
permintaan sekurang-kurangnya separuh dari jumlah anggota Nahdlatul Ulama di
Ranting bersangkutan.
3. Musyawarah Anggota adalah sah apabila dihadiri lebih dari separuh anggota
Nahdlatul Ulama di Ranting tersebut. Setiap anggota mempunyai hak 1 (satu)
suara
4. Musyawarah Anggota membicarakan Laporan Pertanggungjawaban Pengurus
Ranting, menyusun rencana kerja untuk 5 (lima) tahun, memilih Pengurus Ranting
dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang
terjadi di daerahnya sebagaimana dimaksud Pasal 40 Anggaran Rumah Tangga.

BAB XXI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 65
Uang pangkal, I'anah Syahriyah dan I'anah Sanawiyah yang diterima dari anggota
Nahdlatul Ulama digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi dan dimanfaatkan
dengan perimbangan sebagai berikut:
a. 55% untuk membiayai kegiatan Ranting.
b. 20% untuk membiayai kegiatan Majelis Wakil Cabang.
c. 15% untuk membiayai kegiatan Cabangl Cabang Istimewa.
d. 10% untuk membiayai kegiatan Wilayah.

Pasal 66
1. Dalam laporan pertanggungjawaban pengurus Besar kepada Muktamar dimuat
pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Pengurus Besar, Lembaga,
Lajnah dan Badan Otonom.
2. Dalam laporan pertanggungjawaban pengurus Wilayah kepada Konferensi
dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris pengurus Wilayah,
Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom.
3. Dalam laporan pertanggungjawaban pengurus Cabangl Cabang Istimewa kepada
Konferensi dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris
pengurus Cabangl Cabang Istimewa, Lembaga. Lajnah dan Badan Otonom.
4. Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil Cabang kepada
Konferensi dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Majelis
Wakil Cabang, Lembaga dan Badan Otonom.
5. Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Ranting kepada Rapat Anggota
dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Ranting dan Badan
Otonom.

Pasal 67
Kekayaan Nahdlatul Ulama yang berupa harta benda tidak bergerak tidak dapat
dialihkan hak kepemilikannya kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Pengurus
Besar.

BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 68
1. Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini
ditetapkan lebih lanjut oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
2. Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh Muktamar.

Ditetetapkan di : Boyolali
Pada Tanggal :18 Syawal1425 H
01 Desember 2004 M

MUKTAMAR XXXI NAHDLATUL ULAMA


PIMPINAN SIDANG PLENO IX

ttd ttd ttd


Drs KH A Hafizh Usman H M Rozy Munir SE MSc Drs H Taufiq R Abdullah
Ketua Wk. Ketua Sekretaris

Tim Perumus :
KH. A. Hafizh Utsman Ketua merangkap anggota (PBNU)
H.M. Rozy Munir, SE., MSc Anggota (PBNU)
Drs. H. Taufiq R Abdullah Anggota (PBNU)
Drs. H. Ahmad Fayumi Anggota (PBNU)
Drs. H. Syamsuddin Asyrofi M.Hum Anggota (PWNU Jateng)
H. Soleh Hayat, SH Anggota (PWNU Jatim)
H. Imron Masyhudi Anggota (PCI Saudi Arabia)
Drs. Isnadi Nori Anggota (PWNU Sumsel)
H. Koman, S.pd.i Anggota (PWNU Papua)
Tedy Suryana Anggota (PWNU Kalsel)

You might also like