You are on page 1of 9

Peter Kasenda

Soekarno, DN Aidit dan PKI

Di hari ulang tahun PKI ke-45 ada seratus ribu yang datang ke stadion Bung Karno pada
23 Mei 1965. Mereka yang dijuluki semut merah yang berbaris memasuki stadion. Banyaknya
tak terbilang, tertib, disiplin, siap mengorbankan diri, dan militan, dan sanggup menyengat jika
diganggu. Semut merah ini, mata Soekarno merupakan pemandangan kejayaan yang megah.
Presiden Soekarno menyambut acara itu dengan bahagia dan menyampaikan pidato berapi-api
dari podium, penuh pujian terhadap patriotisme PKI dan semangat perjuangnya melawan
kekuasaan kolonialisme dan neokolonialisme dunia. Tidak ada partai politik lain yang dapat
berharap untuk mengorganisasi rapat sebesar itu. PKI memiliki kombinasi yang langkah antara
kecukupan dana, keanggotaan yang sangat luas dan dukungan presiden.

Sebagai seorang yang menaruh minat studi tentang sejarah pemikiran Soekarno, ada
baiknya kalau saya mencoba memberi sedikit penjelasan tentang kaitan antara Soekarno dengan
DN Aidit dan PKI. Dengan kata lain, lewat tulisan ini sebenarnya pertanyaan yang harus
diajukan adalah di manakah tempat PKI dalam pemikiran politik Soekarno.

Tetapi sebelum saya berbicara panjang lebar tentang hal diatas, izinkanlah saya mengutip
pendapat Moh Hatta dalam bukunya, Bung Hatta Menjawab, mengenai hubungan Soekarno
dengan DN Aidit. Menurut M Hatta, ia ketika itu selaku penasehat pada balatentara Jepang,
berkantor di Jalan Pegangsaan. DN Aidit adalah satu dari satu pegawai dari sejumlah pegawai
orang Indonesia, Di kantor itu hanyalah terdiri dari orang Indonesia dan memang M Hatta tidak
menghendaki mempunyai pegawai orang Jepang.

Menurut Moh Hatta, ketika Soekarno memasuki ruangan, semua orang yang ada di
ruangan biasanya langsung berdiri. Tetapi DN Aidit tidak beranjak dari tempat duduknya dan
melihat perilaku yang diperlihatkan DN Aidit, Soekarno marah dan langsung mengajukan
pertanyaan, mengapa tidak tetap duduk dan tidak berdiri seperti pegawai yang lainnya.

Teguran Soekarno, dijawab DN Aidit dengan menyatakan,” Biasanya orang datang dan
memberi salam, baru kami bediri. Ini Bung masuk, tanpa memberi salam. Lihat Bung Hatta,
kalau dia masuk, dia memberi salam terlebih dahulu, baru kami berdiri membalasnya. Ini, Bung
minta berdiri. Ini sistem Jepang. Kami tidak biasa demikian ,”

Menurut pengakuan Moh Hatta, melihat situasi semacam itu, akhirnya Hatta memutuskan
untuk memindahkan DN Aidit ke kantor yang agak berjauhan tempat. Sebab kalau Hatta
membiarkan DN Aidit berada di tempat semula, hanya merepotkan dirinya saja. Tampaknya
Hatta mengerti betul tabiat kawan seperjuangannya, Soekarno.

Sebenarnya pengakuan Moh Hatta, telah menunjukkan bahwa Soekarno dan DN Aidit
mempunyai bibit-bibit saling tidak menyukai satu sama lain. Tetapi dalam perjalanannya,
masyarakat politik kemudian melihat hubungan Soekarno dengan DN Aidit begitu mesra.
Sebagaimana yang diperlihatkan di dalam perayaan ulang tahun PKI ke 45. Indonesia di bawah
Demokrasi Terpimpin semakin bergeser ke kiri saja.
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Kemarahan

Gerakan komunisme di Indonesia mengalami perjalanan panjang yang seringkali


diwarnai gelombang pasang surut. Dalam kurun waktu pergolakan pergerakan nasional pada
abad ke-20, gerakan komunis bersama dengan gerakan lainnya yang dilandasi oleh berbagai
ideologi seperti Islam dan nasionalisme mengekspresikan diri dalam bentuk aksi perlawanan
terhadap penguasa kolonial Hindia Belanda.

Aksi perlawanan itu disalurkan melalui protes terhadap berbagai kepentingan penguasa
kolonial. Yang paling konkret berupa aksi konfrontasi secara frontal yang mengandalkan
kekuatan fisik. Keterlibatan PKI dalam pergulatan ini terlihat dengan meletusnya aksi
perlawanan yang dirancang dan sekaligus dilakukan organisasi itu sepanjang tahun 1921-1927.

Akan tetapi penguasa kolonial Hindia Belanda berhasil menumpas aksi itu. Penguasa
kolonial kemudian melakukan penangkapan terhadap mereka yang terlihat secara besar-besaran.
Jumlahnya mencapai ribuan dan kemudian diantaranya dibuang ke daerah incognito Boven
Digul di pedalaman Papua Gerakan ini membuka mata pemerintah kolonial Belanda akan bahaya
eksploisif dan pergerakan rakyat. Boven Digul – sebagai tempat pengasingan – pun
diperkenalkan.

Ketika proklamasi Indonesia dikumandangkan. Proklamasi 17 Agustus 1945 yang


prinsipnya merupakan deklarasi resmi bahwa Indonesia untuk menentukan eksistensi, hidup, dan
masa depan sendiri yang bebas dari belenggu kekuatan asing, telah menempatkan berbagai
kekuatan politik di masa kolonial Belanda, untuk memainkan peranan dalam konstelasi politik
nasional pasca-proklamasi PKI sebagai salah satu dari kekuatan itu muncul kembali secara legal
pada 21 Oktober 1945. Terlebih lagi sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah 3 November
1945 oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, partai-partai politik semakin mencuat ke
permukaan.

Kegiatan PKI sendiri mulai ofensif. Di beberapa tempat terjadi “revolusi dalam revolusi.”
DN Aidit baru melibatkan diri, setelah Aidit bebas dari pembuangan yang dilakukan oleh tentara
Inggris ke Penjara Onrust. Secara nasional PKI melakukan konsolidasi partai pertama dalam
atmosfer repiblik, yaitu Kongres Nasional IV di Surakarta pada bulan Januari 1947. PKI seolah-
olah mendapat “suntikan baru“ sejak kembalinya tokoh lama Musso. Karena meletus
pemberontakan 1926-1927, ia tertahan dan terus menetap di Rusia dan baru kembali pada 11
Agustus 1948. Ia menyamar bernama Soeparto, sekretaris Suripno,

Pada saat negara RI yang masih sangat muda menghadapi ancaman yang paling serius
dan desakan kolonial Belanda, FDR/PKI melancarkan pemberontakan di Madiun. Hanya
berselang tiga tahun dari berdirinya PKI. Kalau pemberontakan tahun 1926-1927 ditujukan
kepada kekuasaan kolonial Hindia Belanda, kini tindakan itu ditujukan kepada pemerintah yang
sah. Bukankah dengan cara itu PKI telah memperkenalkan bencana perang saudara dalam
perjuangan nasional melawan Belanda yang ingin kembali menguasai tanah jajahannya yang
begitu kaya.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Pada tanggal 19 September 1948 Presiden Soekarno mengucapkan pidato radionya. Ia


menjelaskan kepada rakyat tentang betapa pentingnya arti persatuan dan kesatuan dalam
menghadapi ancaman Belanda dan pengacau dalam negeri. Selain itu Soekarno juga
menguraikan tentang terjadinya kerusuhan di Solo dan akhirnya PKI-Musso mengangkat senjata
melawan pemerintahan yang sah. Selanjutnya Presiden Soekarno berseru kepada rakyat antara
lain :

“Atas nama perjuangan untuk Indonesia Merdeka, aku berseru kepadamu. Pada saat
yang begini genting, di mana engkau dan aku sekalipun mengalami percobaan yang sebesar-
besarnya dalam menentukan nasib kita sendiri, dan kita adalah memilih antara dua : ikut Musso
dengan PKI-nya, yang akan membawa bangkrutnya cita-cita Indonesia Merdeka, atau ikut
Soekarno-Hatta yang Insya Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin Negara RI yang
merdeka, tidak dijajah oleh negara apa pun juga.”

Walaupun Musso dalam pidato jawabannya tantangan Soekarno, mengatakan bahwa


Soekarno adalah budak-budak Jepang, penjual Romusha dan kini menjual rakyat Indonesia
kepada Imperialisme Amerika. Tetapi, apa yang terjadi selanjutnya. Ternyata PKI tidak
mendapat dukungan massa untuk mengadakan pemberontakan massa untuk berhasil
mencetuskan pemberontakan umum. Hanyalah merupakan suatu usaha sia-sia belaka, apa yang
dikatakan Musso tentang Soekarno, ternyata tidak mendapat tempat dalam pikiran rakyat.
Jelasnya, bangsa Indonesia lebih suka atau menaruh kepercayaan Indonesia di bawah
kepemimpinan Soekarno-Hatta, tidak kepada Musso dengan PKI-nya.

Pemerintah dan TNI berhasil memadamkan pemberontakan ini, tetapi sekian banyak
yang tidak berdosa ikut menjadi korban. Kekuatan Republik pun terkuras. Ketika itulah Belanda
melakukan pemerasan politiknya. Agresi militer pun dilancarkan, Yogyakarta diduduki. Para
pemimpin pemerintah ditangkap dan dibuang. Pemerintah Darurat Republik Indonesia didirikan
dan perjuangan lewat bersenjata dilancarkan di bawah Panglima Besar Sudirman.

Sebagai akibat perbuatannya itu terpaksa PKI harus turun panggung politik untuk
sementara waktu. Di sinilah hebatnya Soekarno dalam menempatkan dirinya sebagai lambang
persatuan negara yang masih muda usia ini. Sehingga seruannya dapat diartikan sebagai
kesanggupan dari Soekarno untuk menanamkan kepercayaan kepada bangsanya untuk bangkit
melawan pemberontakan itu.

Militer yang mempunyai andil besar dalam memadamkan pemberontakan tersebut


secepat mungkin. Lewat pengalaman pahit inilah militer tidak pernah lagi menaruh kepercayaan
terhadap PKI. Oleh karena itu, bisa dipahami kalau antara PKI dengan militer terjadi saling
curiga bahkan saling memusuhi. Dalam kedudukan serta dalam organisasi, yang melampui
kekuatan organisasi lain, posisi Soekarno pun secara otomatis bertambah meningkat, apalagi
karena dari dia diharapkan, kata putus mengenai segala sesuatu.

Menurut John D Legge, yang dikenal sebagai ahli Soekarno, menyebutkan bahwa
kemelut sejarah ini mempunyai arti penting bagi pribadi Soekarno. Kata sarjana berkebangsaan
Australia itu, Soekarno tetap menganggap bahwa PKI sebagai unsur asli dari revolusi Indonesia

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

dan kutukan atas pemberontakan tersebut adalah kutukan terhadap penyimpangan PKI dari jalan
yang benar, seperti yang dilakukan pada tahun 1926-1927.

Tampil Kembali

Hasil pemilu untuk parlemen (DPR) yang berlangsung pada tanggal 29 September itu
baru diumumkannya pada tanggal 1 Maret 1956. Hasil tersebut memperlihatkan empat besar
sebagai partai papan atas, yaitu PNI (22,1%), Masyumi (20,9), NU (18,4 %) dan PKI (16,3 %)
dengan jumlah suara berbeda mencolok dengan partai-partai lainnya. Bagi PKI, hasil itu
merupakan suatu yang menakjubkan dan bertolak belakang dengan citra buruk PKI selama ini,
sebab trauma politik peristiwa Madiun 1948 tidak berpengaruh. Perolehan suara itu sebagian
besar datang dari pulau Jawa.

Berbicara tentang kemenangan PKI pada pemilihan umum 1955, terasa sulit tanpa
melibatkan Soekarno dalam perbincangan. Betapa pandai issu yang digunakan untuk
memenangkan pemilihan umum itu, mereka mengatakan kepada rakyat bahwa apabila PKI
menang, PKI memilih Soekarno sebagai Presiden. PKI menjadi salah satunya partai yang
memberikan pernyataan demikian itu. PNI sendiri tidak melakukannya, meskipun tentunya bagi
PNI dengan sendirinya akan memilih Soekarno sebagai presiden. Dengan demikian nyata benar,
bagi PKI secara lihai sekali menunggangi kepopuleran Presiden Soekarno pada waktu itu.

Dengan diawali adanya Demokrasi Terpimpin, inilah PKI mulai lagi memainkan peranan
yang penting dalam peta politik Indonesia. Naik panggungnya PKI tidak lepas dari pemikiran
politik Soekarno. Untuk itu ada baiknya saya menjelaskan sedikit mengenai masa transisi ke arah
Demokrasi Terpimpin. Konsepsi Presiden, 21 Februari 1957, di mana Soekarno ingin
membentuk Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional. Artinya, kabinet semacam itu
diartikan Soekarno dengan menggunakan bahasa Belanda,” Alle kinderen aan een eettafel aan
werktafel .” (Semua makan bersama di satu meja dan kerja). Maksudnya Soekarno adalah di
dalam kabinet itu, nantinya semua partai dan golongan yang mempunyai suara minimal di DPR
harus diikutsertakan. Dengan demikian Presiden Soekarno secara tidak langsung
mengkondisikan PKI dimasukkan dalam kabinet itu, sebagaimana pemerintah 4 besar dalam
Pemilihan Umum 1955 dan dibantu oleh partai-partai kecil, maksudnya agar kabinet semacam
itu lebih mampu menjalankan koalisi yang senantiasa diganggu oposisi. Walaupun hasilnya tidak
seperti yang diiinginkan Soekarno.

Tentang gagasan Soekarno – Kabinet Gotong Royong- itu, tampaknya mendapat


tantangan dari mantan wakil presiden, Moh Hatta yang pernah mendampingi Soekarno sejak
tahun 1945 hingga tahun 1956 dalam suatu kesempatan acara makan di kediaman Hatta atas
keinginan Soekarno, sebelum kepergian Presiden Soekarno ke Tokyo pada awal tahun 1959.
Moh Hatta bertanya sambil memperingatkan Soekarno, “Kalau begini terus menerus, negara ini
kamu sampaikan kepada PKI. Kau naikkan PKI dengan cara “ kuda berkaki empat” Maksud
Hatta adalah melibatkan PKI dalam kabinet.

Situasi pada saat itu, terjadi aksi corat-coret yang berisikan tuntutan agar PKI sebagai
partai pemenang ke 4, dalam pemilihan umum 1955. agar bisa masuk kabinet pada waktu itu.
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Bisa diduga aksi-aksi tersebut dilakukan oleh pendukung-pendukung PKI, yang merasa bahwa
PKI berhak duduk dalam kabinet karena PKI adalah partai besar.

Berkaitan dengan itu, ternyata Soekarno mempunyai pandangan yang berbeda dengan
kawan seperjuangannya, Hatta. Dalam jawabannya terhadap Hatta, Soekarno menjawab : “Ya,
PKI di sini lain. Berbeda dengan partai komunis di negeri-negeri lain.” Tetapi Moh Hatta
menukas jawaban Soekarno tersebut.” Tidak lain. Sama saja. Tunduk pada Moskow dan
mengikuti kemauan-kemauannya.”

Walaupun Moh Hatta telah memperingatkan akan bahaya bekerja sama dengan PKI yang
pernah mengadakan makar pada tahun 1926-1827 dan 1948, tetapi Soekarno tetap teguh dengan
pendiriannya dengan menganggap Komunis di Indonesia bersifat lain. Tampaknya Soekarno
menganggap PKI bisa diatur dan akan menuruti langkah-langkahnya.

Dilihat dari pemikiran politik Soekarno, yang pernah dinyatakan pada tahun 1920-an
tentang bersatunya tiga isme mau direalisir kembali. Bukankah ini berarti bahwa Soekarno ingin
mempertahankan PKI dalam persatuan nasional. Seperti apa yang dikatakan dalam pidatonya.”
Laksana Malaikat yang Menyerbu dari Langit: Jalannya Revolusi Kita 17 Agustus 1960,”
Soekarno menegaskan bahwa di Indonesia, ada tiga golongan besar revolutionaire krachten yang
tidak dapat diingkari keberadaannya di Indonesia, yaitu Nasakom yang merupakan kerja sama
aliran-aliran politik yang bersifat ideologis. Dan seringkali Soekarno menegaskan tentang
Nasakom sebagai suatu kebenaran yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

Perubahan kecil, namun penting, yang terjadi dalam ideologi PKI selama periode ini
menunjukkan sejauh mana dengan mengorbankan kesetiaan mereka pada doktrin. Pada tahun
1964, doktrin kelas dinomorduakan demi aliansi nasional untuk melawan musuh dari luar dan
sekutu-sekutunya di dalam negeri. Aliran, bukannya pengelompokan atas dasar kelas, yang
menjadi titik pusat dari program front persatuan nasional. Perjuangan untuk meruntuhkan
imperialisme di Asia Tenggara dan di seluruh dunia menjadi perhatian utama dari kebijakan dan
tindakan PKI, jadi bukan perjuangan untuk perombakan masyarakat Indonesia.

Dengan memberikan dukungan kepada ideologi dan struktur politik Soekarno,


mengagung-agungkan peranan nasionalnya, dan setuju menyusaikan diri dengan garis-garis
besar haluan negara, golongan komunis di tarik ke arah akomodasi yang lebih jelas ke arah
tradisi.

Namun, walaupun berbeda terdapat persamaan antara kedua ideologi atau kepentingan
(dari Soekarno dan PKI). Misalnya, antiimperialisme yang radikal dan antiasing, yang
dituangkan dalam kampanye-kampanye pembebasan Irian Barat dan konfrontasi dengan Malaya
sebagai suatu perang suci. Tetapi ada konflik yang terselubung antara keduanya dalam tujuan
yang ingin dicapai masing-masing pihak. Jika Soekarno sebagai sumber kekuasaan dan
perwujudan nilai-nilai priyayi, berusaha menggabungkan massa Jawa dengan massa suku lainnya
menjadi satu kesatuan yang secara sosial bersifat kolektif dan dipimpin oleh para pemimpin
mereka, sedangkan golongan komunis, sebagai pihak yang haus kekuasaan dan juru bicara dari
kaum abangan kelas rendah, mencoba memobilisir massa untuk menumbangkan kesatuan sosial
yang diinginkan Soekarno. Walaupun nantinya mereka berdua gagal mencapai ambisinya.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Soekarno gagal mempersatukan ketiga aliran itu dan golongan komunis juga gagal menanamkan
kesadaran kelas yang tinggi atau bisa dikatakan terdapat kesadaran kelas yang palsu ( false class
conciousness ).

Walaupun PKI pengaruhnya semakin dirasakan disemua bidang kehidupan sosial-politik,


wakil-wakil PKI duduk dalam pemerintahan dan lembaga-lembaga tertinggi negara, itu terjadi
berkat kelihaian DN Aidit dan perlindungan Soekarno. Tetapi sebenarnya DN Aidit tidak puas
terhadap peranan dan posisi PKI yang tidak menentu dalam alam Soekarnoisme ( Soekarno telah
mengatakan dalam autobiografinya, bahwa terdapat perbedaan ideologis antara Soekarnoisme
dengan Komunisme). Tampaknya DN Aidit menyadari semakin lama bergandengan dengan
Soekarno, tipis harapan untuk menghancurkan Soekarnoisme. Begitu kata Rex Mortimer yang
menulis masalah Komunisme di Indonesia,

Pada permulaan bulan Mei 1964, DN Aidit mengejutkan kalangan politisi di Jakarta,
sewaktu mempertanyakan sahnya Pancasila sebagai falsafah negara DN Aidit mengatakan
demikian,” Dan disinilah betulnya Pancasila sebagai alat pemersatu. Pancasila tidak perlu lagi
apabila kita sudah bersatu. Sebab Pancasila alat pemersatu, bukan. Kalau sudah “satu” semuanya
apa yang kita persatukan lagi. Justru kita berbeda, perlunya Pancasila itu. Ada “Nas”, ada “A”,
ada “ Kom”, perlu Pancasila itu sebagai alat pemersatu. Juga Bhinneka Tunggal Ika harus
pegang teguh, berbeda-beda tapi satu jua. Ada alat pemersatu kita, Pancasila kita. Nasakom kita.
Ini, saya kira, sebagai peserta-peserta dalam persatuan NASAKOM masing-masing pihak
mengakui adanya berbagai aliran itu. “ Tampaknya. Ketua CC PKI DN Aidit ingin
menggantikan Pancasila dengan ideologi yang dia inginkan.

Tampaknya Soekarno sangat terpengaruh oleh pernyataan DN Aidit yang hendak


menggantikan Pancasila apabila persatuan Indonesia sudah tercapai, maka tiba-tiba saja Presiden
Soekarno menuntut diadakan peringatan Hari Lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1964.
Tentu saja, kejadian itu mengejutkan berbagai pihak, kenapa baru sekarang diperingati. Dan
untuk acara peringatan itu digunakan slogan-solgan “sepanjang massa.” Dari kenyataan ini
memperlihatkan betapa bertolak pandangan Soekarno dengan DN Aidit mengenai Pancasila. DN
Aidit melihat Pancasila sebagai alat pemersatu, sebaliknya Soekarno lebih jauh dari itu.
Pancasila juga dilihat sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang bisa bertahan sepanjang
massa.

Hancurnya PKI

PKI tampil sebagai ancaman bagi kekuatan angkatan darat di panggung politik. Dua
komandan tertinggi, AH Nasution dan Ahmad Yani, yang sangat memusuhi PKI, senantiasa
bersiasat untuk menghambat pertumbuhan PKI selama bertahun-tahun. Sudah menjadi
pengetahuan umum bahwa komando tertinggi angkatan darat tidak pernah membiarkan PKI
merebut kekuasaan negara, baik melalui kotak suara maupun dengan peluru. Dua lembaga ini
pada tahun 1960-an mati langkah. PKI menguasai politik sipil, sedangkan Angkatan Darat
mengendalikan lebih dari 300.000 prajurit bersenjata.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Diantara dua kekuatan yang saling berhadapan ini, berdirilah Presiden Soekarno. Setelah
membubarkan parlemen hasil pemilu 1955 pada tahun 1959, ia berperan ibarat sebagai
pengganjal dua kekuatan itu. Banyak perwira militer dan politisi antikomunis dengan harapan
Presiden Soekarno akan menjadi perintang bagi PKI. Banyak orang percaya ketika itu bahwa
PKI akan merebut suara terbanyak seandainya pemilu diadakan lagi. Pada tahun 1063 elemen-
elemen antikomunis memprakarsai mosi di DPR yang mengangkat Soekarno sebagai “Presiden
Seumur Hidup” untuk memastikan bahwa seorang komunis tidak akan pernah menguasai
pemerintah.

Dibawah Demokrasi Terpimpin, Soekarno sebagai perisai bagi mereka yang anti komunis
dan sekaligus bagi mereka yang mendukung komunis. Presiden Soekarno membutuhkan PKI
sebagai basis massa untuk mempopulerkan agendanya, terutama perjuangannya melawan the
establish forces dan kekuatan Nekolim (neokolonialisme, kolonialisme dan imperialisme).
Presiden Soekarno juga membutuhkan PKI sebagai kekuatan tawar dalam urusannya dengan
Angkatan Darat. PKI merupakan jaminan baginya bahwa Angkatan Darat tidak akan dapat
mendongkelnya. Saat ini baik Angkatan Darat maupun PNI sedang mencari kesempatan untuk
menguasai kehidupan politik. Di atas segalanya Presiden Soekarno memerlukan Indonesia yang
bersatu untuk merebut Irian Barat.

Perimbangan kekuatan segitiga – PKI, Angkatan Darat dan Presiden Soekarno – tidak
pecah berantakan ketika PKI semakin menjadi besar. Presiden Soekarno tetap berdiri kokoh pada
sikap politik yang antikapitalisme dan antiimperialisme. Kelompok–kelompok antikomunis
menjadi semakin cemas pada 1965, merapatkan barisan di belakang Angkatan Darat dan percaya
bahwa kegunaan Presiden Soekarno sebagai penghambat PKI sudah selesai. Sisi segitiga ini
mulai membayangkan satu sistem di luar Presiden Soekarno. Begitu kata John Rossa dalam buku
Dalih Pembunuhan Massal. Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto.(2008).

Pimpinan PKI cukup menyadari bahwa hasil-hasil yang mereka peroleh itu
dimungkinkan oleh adanya politik perlindungan dari Presiden Soekarno. Karena itu, timbul
persoalan bagaimana nasib partai komunis apabila Presiden Soekarno tidak ada lagi.
Kekhawatiran itu terjadi ketika sekitar awal bulan Agustus 1965, ketika tim dokter dari RRC
datang ke Jakarta untuk melakukan pemeriksaan ganjal yang sudah lama diderita Presiden
Soekarno. Tim dokter RRC ini kemudian memberi informasi kepada DN Aidit, bahwa penyakit
Soekarno itu amat parah serta Soekarno tidak akan bertahan lama lagi. Menurut sumber PKI
sendiri, para dokter itu memberi keterangan semacam itu, berdasarkan atas perintah dari Peking.
Berita dari dokter RRC itu, tentunya menjadi bahan pembicaraan utama dalam sidang-sidang
CC PKI. Atas dasar perhitungan bahwa TNI-AD juga akan berusaha merebut kekuasaan apabila
Presiden meninggal, PKI mengambil keputusan untuk tidak tinggal menunggu tetapi
mendahului “memukul “.

Sementara itu, permusuhan antara Soekarno dengan DN Aidit meledak lagi, dua hari
sebelum Gerakan 30 September. Tepatnya pada tanggal 28 September, malam. pada hari itu
terakhir rapat umum organisasi komunis Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) di Istora
Senayan. Setelah Soekarno tidak menuruti kemauan mahasiswa komunis untuk membubarkan
Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) dengan diiringi yel-yel mahasiswa –mahasiswa
komunis., DN Aidit secara tidak langsung dalam rapat itu mengeritik pemerintahan di bawah

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

kepemimpinan Soekarno dengan mengtakan,” Ada pemimpin-pemimpin palsu yang merampok


uang rakyat dan memelihara bini empat sampai lima,” Kritik ini tentu saja ditujukan orang-orang
yang berada di sekitar Soekarno. Tetapi dua minggu, sebelumnya, DN Aidit mengeritik secara
tidak langsung Soekarno dengan mengatakan,” Ada seorang pemimpin revolusi yang merasa
dirugikan oleh revolusi bukanlah seorang pemimpin yang sejati.”

Hanya dua malam kemudian, pada tanggal 30 September 1965, meletuslah Peristiwa
Gerakan 30 September di Jakarta. Tetapi pemberontakan itu tidak dibiarkan berlangsung lama
dengan cepat dalam tempo sehari, pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh TNI AD di bawah
kepemimpinan Jendral Soeharto, yang dikenal sebagai seorang Jendral yang memimpin operasi
pembebasan Irian Barat.

Kalau ada berita-berita dan isu-isu tentang adanya Dewan Jendral yang bekerja sama
dengan Nekolim akan diadakan kudeta, merupakan suatu reasoning bagi PKI untuk melakukan
kudeta lebih dahulu. Tetapi dengan terjadinya pemberontakan ini, tanpa ragu-ragu dengan
dijadikan sebagai dasar oleh Angkatan Darat untuk secara bebas menghantam dan
membinasakan PKI sebagai musuh negara yang mengancam keutuhan dan keselamatan seluruh
bangsa.

Sejak itulah peranan Presiden Soekarno sebenarnya telah berkurang banyak dan berarti
rontoknya perimbangan kekuatan politik antara PKI dan TNI AD yang sejak lama secara sengaja
maupun tidak, telah dipertahankan dan diciptakan Presiden Soekarno. Bisa jadi dia prihatin atau
kecewa dengan hilangnya PKI yang sering mendukung kebijakannya, tetapi ia lebih sedih lagi
melihat betapa persatuan nasional yang dibinanya sejak muda hancur begitu saja.

Soekarno benar-benar negeri melihat suatu bangsa yang bersatu ditemukan oleh
pemandangan di mana orang Indonesia membunuh kejam orang-orang Indonesia lainnya. Oleh
karena itu, tidak usah heran, kalau Soekarno berkata,”…telah mengganggu sukmaku, telah
membuatku sedih, membuat khawatir…dengan terus terang kukatakan aku meratap kepada
Allah, bagaimana Allah, Robbi, bagaimana semua ini dapat terjadi ?”

Peringatan Soekarno kepada bangsanya,” kalau kita melanjutkan keadaan seperti ini,
saudara-saudara kita akan masuk ke dalam neraka, benar-benar kita akan masuk neraka.”
Ternyata tidak diindahkan sebagian rakyatnya, ini tentu membuat ia bersedih hati dan kecewa.
Dan itulah kenyataan yang dihadapi pada akhir kekuasaan Presiden Soekarno.

Dengan kebesaran jiwa dan disertai kearifan Soekarno, dan kebijaksanaan Jendral
Soeharto, akhirnya Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Jendral Soeharto. Presiden
Soekarno rela surut dari panggung politik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia dari
perpecahan nasional. Itulah jalan yang terbaik yang harus ditempuh. Apabila Indonesia terkoyak-
koyak hanya menguntungkan Nekolim.

Sebenarnya kekuasaan yang diberikan PKI adalah untuk membeli warisan kekuasaan
Soekarno apabila yang terakhir ini meninggal dunia. Dan kata hubungan Soekarno-DN Aidit
bersifat semu belaka, seandainya Persitiwa Gerakan 30 September sukses, bukan tidak mungkin

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Aidit bakal tidak sabar menunggu meninggalnya Soekarno. Ingat apa yang terjadi dengan Lenin-
Stalin, berakhir dengan antagonis.

Kalau kita berbicara tentang Peristiwa Gerakan 30 September seringkali muncul


pertanyaan, Apakah Soekarno terlihat dalam gerakan itu, dengan melihat begitu dekatnya
hubungan Soekarno dengan PKI. Memang pada waktu itu ada tuduhan bahwa Soekarno terlibat
dalam gerakan itu, tetapi betul tidaknya kita tidak tahu. Dan kita tidak pernah tahu. Karena
prengadilan belum berbicara dan tidak akan pernah berbicara. Hingga kini pun tidak ada bukti
kalau Soekarno terlibat dalam Gerakan 30 September dan untuk itu, kemudian pemerintahan
Soeharto mengenangnya sebagai Pahlawan Paroklamator.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com

You might also like