You are on page 1of 80

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh,

Kerjasama internasional adalah elemen penting dalam pelaksanaan kebijakan dan politik luar negeri
Indonesia. Melalui kerjasama internasional, Indonesia dapat memanfaatkan peluang-peluang untuk
menunjang dan melaksanakan pembangunan nasionalnya. Kerjasama ASEAN memegang peran kunci dalam
pelaksanaan kerjasama internasional Indonesia karena ASEAN merupakan lingkaran konsentris pertama
kawasan terdekat Indonesia dan pilar utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia.

Tahun ini ASEAN genap berusia 41 tahun. Selama itu, telah banyak capaian-capaian yang telah diraih
ASEAN dan sumbangsih yang diberikan ASEAN bagi negara-negara anggotanya. Salah satu capaian dan
sumbangsih terpenting dari ASEAN adalah terciptanya perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara.
Terciptanya perdamaian dan stabilitas di kawasan merupakan hal utama sehingga program pembangunan
Indonesia dapat terus dilaksanakan. Pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN terus mengalami
peningkatan. Secara khusus, ASEAN telah membantu Indonesia dalam penanganan bencana Tsunami di
Aceh, gempa bumi di Yogyakarta, proses perdamaian di Aceh, penanggulangan kebakaran hutan dan lain-
lain.

Selama empat dekade keberadaannya, ASEAN telah mengalami banyak perubahan serta
perkembangan positif dan signifikan yang mengarah pada pendewasaan ASEAN. Kerjasama ASEAN kini
menuju tahapan baru yang lebih integratif dan berwawasan ke depan dengan akan dibentuknya Komunitas
ASEAN (ASEAN Community) pada tahun 2015. Hal ini diperkuat dengan disahkannya Piagam ASEAN
(ASEAN Charter) yang secara khusus akan menjadi landasan hukum dan landasan jati diri ASEAN ke
depannya.

Pembentukan Komunitas ASEAN diawali dengan komitmen para pemimpin ASEAN dengan
ditandatanganinya ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpur pada tahun 1997 yang mencita-citakan ASEAN
sebagai suatu komunitas yang berpandangan maju, hidup dalam lingkungan yang damai, stabil dan makmur,
dipersatukan oleh hubungan kemitraan dalam pembangunan yang dinamis dan masyarakat yang saling
peduli. Tekad untuk membentuk Komunitas ASEAN kemudian dipertegas lagi pada KTT ke-9 ASEAN di Bali
pada tahun 2003 dengan ditandatanganinya ASEAN Concord II. ASEAN Concord II yang menegaskan bahwa
ASEAN akan menjadi sebuah komunitas yang aman, damai, stabil, dan sejahtera pada tahun 2020.

Namun, pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina pada Januari 2007, komitmen untuk mewujudkan
Komunitas ASEAN dipercepat dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 dengan ditandatanganinya “Cebu
Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”. Tujuan dari
pembentukan Komunitas ASEAN adalah untuk lebih mempererat integrasi ASEAN dalam menghadapi
perkembangan konstelasi politik internasional. ASEAN menyadari sepenuhnya bahwa ASEAN perlu
menyesuaikan cara pandangnya agar dapat lebih terbuka dalam menghadapi permasalahan-permasalahan
internal dan eksternal.

Negara-negara ASEAN menyadari perlunya meningkatkan solidaritas, kohesivitas dan efektifitas


kerjasama. Kegiatan kerjasama dalam ASEAN tidak lagi hanya terfokus pada kerjasama ekonomi namun juga
harus didukung oleh kerjasama lainnya di bidang keamanan dan sosial budaya. Untuk menjaga
keseimbangan itu, pembentukan Komunitas ASEAN 2015 berlandaskan pada 3 pilar, yaitu Komunitas
Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community), dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community).

Namun demikian, masih banyak tantangan yang dihadapi ASEAN. ASEAN harus dapat melakukan
pelbagai penyesuaian seiring dengan adanya perkembangan yang pesat di bidang politik, keamanan,
ekonomi, sosial budaya, teknologi dan pengetahuan serta bidang-bidang lainnya yang terjadi di negara-
negara di luar kawasan Asia Tenggara. ASEAN juga harus menyadari pentingnya upaya untuk lebih
melibatkan masyarakat ASEAN sehingga tumbuh “rasa memiliki” (we feeling) terhadap ASEAN. ASEAN harus
memfokuskan dirinya untuk dapat menjalin kerjasama yang dapat memberikan manfaat langsung bagi
masyarakat ASEAN. Dengan demikian, diharapkan ASEAN tidak lagi menjadi forum kerjasama para pejabat
pemerintah negara-negara ASEAN atau kalangan elit tertentu, melainkan dapat menjadi organisasi yang

1
bertumpu pada masyarakat dan menjadi milik seluruh masyarakat ASEAN (people-centered organization).
Hal-hal tersebut merupakan tantangan yang membutuhkan tanggapan tepat dan cepat yang tentunya tidak
mudah untuk dilaksanakan.

Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Departemen Luar
Negeri, berkewajiban untuk memberikan informasi dan pemahaman mengenai perkembangan kerjasama
ASEAN kepada masyarakat. Penyebarluasan informasi mengenai ASEAN diantaranya dilakukan melalui
penerbitan buku, penyelenggaraan seminar, ceramah, diskusi, ASEAN Festival, dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang dapat membantu memberikan pemahaman mengenai ASEAN kepada masyarakat.

Buku ASEAN Selayang Pandang ini merupakan edisi ke-18 yang telah mengalami revisi dan
perubahan mengenai perkembangan terkini ASEAN. Kami berharap melalui buku ini akan didapatkan
gambaran menyeluruh dan pemahaman yang cukup mengenai ASEAN. Diharapkan pula, informasi dalam
buku ini dapat menggugah rasa kepemilikan kita terhadap ASEAN. Kepedulian dan keterlibatan masyarakat
secara maksimal dalam ASEAN merupakan kunci utama keberhasilan kerjasama ASEAN dan terwujudnya
Komunitas ASEAN. Kami yakin bahwa kawasan Asia Tenggara yang aman, damai dan sejahtera akan
membawa dampak positif bagi peningkatan stabilitas dan keamanan, taraf hidup masyarakat Indonesia serta
kelangsungan pembangunan Indonesia di segala bidang. Semoga sumbangan intelektual ini dapat berguna
bagi kehidupan berbangsa dan dalam membentuk masyarakat ASEAN.

Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh

Jakarta, November 2008

Dian Triansyah Djani, MA


Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN

2
Peta negara-negara Anggota ASEAN

3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Sejarah
B. Perkembangan

BAB II PIAGAM ASEAN


A. Tujuan dan Prinsip ASEAN
B. Keanggotaan ASEAN
C. Struktur Organisasi ASEAN
D. Sekretariat ASEAN
E. Keuangan ASEAN

BAB III KERJASAMA ASEAN DAN PERAN INDONESIA


A. Kerjasama Politik-Keamanan
B. Kerjasama Ekonomi
C. Kerjasama Social dan Budaya
D. Kerjasama Eksternal

BAB IV PROFIL
A. Profil ASEAN
B. Profil Negara-negara ASEAN

BAB V PENUTUP

LAMPIRAN
1. ASEAN CHARTER
2. DEKLARASI BANGKOK (THE ASEAN DECLARATION)
3. DECLARATION OF ASEAN CONCORD (BALI CONCORD)
4. DECLARATION OF ASEAN CONCORD II (BALI CONCORD II)
5. VIENTIANE ACTION PLAN (VAP)
6. ASEAN ECONOMIC COMMUNITY BLUEPRINT
7. SINGKATAN

4
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang dan Sejarah

Kawasan Asia Tenggara yang secara geopolitik dan geoekonomi mempunyai nilai strategis, menjadi
incaran bahkan pertentangan kepentingan negara-negara besar paska Perang Dunia II. Karenanya,
kawasan ini pernah dijuluki “Balkan-nya Asia”. Persaingan antar negara adidaya dan kekuatan besar
lainnya di kawasan antara lain terlihat pada Perang Viet Nam. Disamping itu, konflik kepentingan juga
pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara seperti “konfrontasi” antara Indonesia dan
Malaysia.

Dilatarbelakangi perkembangan situasi di kawasan pada saat itu, negara-negara Asia Tenggara
menyadari perlunya dibentuk suatu kerjasama yang dapat meredakan saling curiga sekaligus membangun
rasa saling percaya serta mendorong pembangunan di kawasan. Sebelum terbentuknya ASEAN tahun
1967, negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama
regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan seperti Association of Southeast Asia (ASA),
Malaya, Philippina, Indonesia (MAPHILINDO), South East Asian Ministers of Education Organization
(SEAMEO), South East Asia Treaty Organization (SEATO) dan Asia and Pacific Council (ASPAC).

Meredanya rasa saling curiga diantara negara-negara Asia Tenggara membawa dampak positif yang
mendorong pembentukan organisasi kerjasama kawasan. Pertemuan-pertemuan konsultatif yang
dilakukan secara intensif antara para Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan
Thailand menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang antara lain mencakup kesadaran perlunya
meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerjasama yang
bermanfaat diantara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.

Selanjutnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, lima Wakil Negara/ Pemerintahan Asia
Tenggara yaitu Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri Luar
Negeri Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand menandatangani Deklarasi ASEAN atau Deklarasi
Bangkok. Deklarasi tersebut menandai berdirinya suatu organisasi regional yang diberi nama Association
of Southeast Asian Nations/ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara). Organisasi ini
bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan
negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regional yang masih pada tahap
kooperatif dan belum bersifat integratif.

Proses perluasan keanggotaan ASEAN hingga tercapainya ASEAN-10 adalah sebagai berikut :
1. Brunei Darussalam secara resmi diterima menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7 Januari
1984, dalam Sidang Khusus Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN di Jakarta.
2. Viet Nam diterima menjadi anggota ke-7 ASEAN dalam Pertemuan Para Menteri Luar Negeri (AMM)
ke-28 pada tanggal 29 – 30 Juli 1995 di Bandar Seri Begawan.
3. Laos dan Myanmar diterima sebagai anggota penuh ASEAN melalui suatu upacara resmi pada
tanggal 23 Juli 1997 dalam rangkaian Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) ke-30 di
Subang Jaya, Malaysia, tanggal 23-28 Juli 1997.
4. Kamboja diterima sebagai anggota penuh ASEAN pada upacara penerimaan resmi di Ha Noi
tanggal 30 April 1999.

Dengan diterimanya Kamboja, maka cita-cita para pendiri ASEAN untuk mewujudkan ASEAN yang
mencakup sepuluh negara Asia Tenggara (visi ASEAN-10) telah tercapai.

Menjelang abad ke-21, ASEAN menyepakati untuk mengembangkan suatu kawasan yang
terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai,
stabil dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Harapan
tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997. Untuk merealisasikan harapan
tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang
menyetujui pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community).

Komunitas ASEAN tersebut terdiri atas 3 (tiga) pilar yaitu Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN
Security Community/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) dan
Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC). Indonesia menjadi
penggagas pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN dan memainkan peran penting dalam
perumusan dua pilar lainnya.

5
Pada saat berlangsungnya KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Laos, tahun 2004, konsep Komunitas
ASEAN mengalami kemajuan dengan disetujuinya tiga Rencana Aksi (Plan of Action/PoA) untuk masing-
masing pilar yang merupakan program jangka panjang untuk merealisasikan konsep Komunitas ASEAN.
KTT ke-10 ASEAN juga mengintegrasikan ketiga Rencana Aksi Komunitas ASEAN ke dalam Vientiane
Action Programme (VAP) sebagai landasan program jangka pendek–menengah untuk periode 2004-
2010.

Pencapaian Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya “Cebu Declaration on the
Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015” oleh para Pemimpin ASEAN pada
KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007. Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, para
Pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN dari tahun 2020 menjadi
tahun 2015.

Seiring dengan upaya perwujudan Komunitas ASEAN, ASEAN menyepakati untuk menyusun
semacam konstitusi yang akan menjadi landasan dalam penguatan kerjasamanya. Dalam kaitan ini,
proses penyusunan Piagam ASEAN dimulai sejak tahun 2006 melalui pembentukan Eminent Persons
Group dan kemudian dilanjutkan oleh High Level Task Force untuk melakukan negosiasi terhadap draft
Piagam ASEAN pada tahun 2007.

Pada usia ke-40 tahun para Kepala Negara/Pemerintah pada KTT-13 ASEAN di Singapura tanggal
2007 telah menandatangani Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang merubah ASEAN dari suatu asosiasi
longgar menjadi rule-based organisation dan mempunyai legal personality.

Dalam rangka mencapai komunitas ASEAN 2015, ASEAN juga menyusun blueprint (Cetak Biru) dari
ketiga pilar komunitas politik keamanan, ekonomi, dan sosial budaya, yang merupakan program aksi untuk
memperkuat kerjasamanya.

2. Perkembangan

Sejak tahun 1967, interaksi negara-negara ASEAN berlandaskan pada Deklarasi Bangkok atau
ASEAN Declaration yang pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan politik (political statement) yang
tidak mengikat hak dan kewajiban negara anggota maupun organisasi atas dasar hukum/konstitusi.
Dengan disepakatinya Bali Concord II untuk pembentukan suatu Komunitas ASEAN dan menghadapi
tantangan eksternal dan internal ke depan

Sejak tahun 1967, interaksi negara-negara ASEAN berlandaskan pada Deklarasi Bangkok atau
ASEAN Declaration yang pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan politik (political statement) yang
tidak mengikat hak dan kewajiban negara anggota maupun organisasi atas dasar hukum/konstitusi.
Dengan disepakatinya Bali Concord II untuk pembentukan suatu Komunitas ASEAN dan menghadapi
tantangan eksternal dan internal ke depan, ASEAN memulai penyusunan Piagam ASEAN yang telah
dimandatkan dalam Vientiane Action Programme (VAP).

Proses penyusunan Piagam ASEAN diawali pada tahun 2006 dengan disepakatinya Kuala Lumpur
Declaration on the Establishment of ASEAN Charter pada KTT ASEAN ke-11. Berdasarkan deklarasi
tersebut, proses penyusunan Piagam ASEAN mulai digulirkan melalui pembentukan Eminent Persons
Group (EPG) on the ASEAN Charter yang menyusun rekomendasi bagi penyusunan Piagam tersebut.
Kelompok para tokoh terkemuka ini dimandatkan untuk menyampaikan rekomendasi mengenai elemen-
elemen yang kiranya perlu dimuat dalam Piagam kepada para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN.
Setiap negara mengirimkan satu wakilnya pada EPG dan sebagai wakil Indonesia pada EPG adalah Ali
Alatas, mantan Menlu RI yang pada EPG menyampaikan proposal rekomendasi, yang dikenal sebagai
Alatas’ paper sebagai basis pembahasan EPG.

Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, melalui Cebu Declaration on the Blueprint of
the ASEAN Charter para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN kemudian menginstruksikan para Menlu
untuk membentuk High Level Task Force on the drafting of the ASEAN Charter (HLTF), yang akan
menindaklanjuti hasil rekomendasi EPG menjadi suatu draft Piagam ASEAN. Dian Triansyah Djani,
Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Deplu pada saat itu, telah ditunjuk untuk mewakili Indonesia dalam
rangkaian perundingan HLTF ini.

Setelah melewati proses perundingan yang panjang, dalam KTT ke-13 ASEAN tanggal 20 November
2007 di Singapura negara-negara anggota ASEAN telah menandatangani Piagam ASEAN. Piagam
ASEAN terdiri dari Preamble, 13 Bab dan 55 Pasal beserta lampiran-lampirannya yang menegaskan
kembali keberlakuan semua nilai, prinsip, peraturan dan tujuan ASEAN seperti yang telah tercantum
dalam berbagai perjanjian, deklarasi, konvensi, traktat dan dokumen-dokumen dasar ASEAN lainnya.

6
Untuk berlakunya Piagam tersebut, kesepuluh negara ASEAN perlu untuk meratifikasi dan menyampaikan
notifikasi kepada Sekretariat ASEAN.

Dalam rangkaian pembahasan di EPG maupun di HLTF, Indonesia telah menjadi tuan rumah untuk
kedua pertemuan tersebut yaitu pertemuan EPG ke-3 di Ubud, Bali tahun 2006, dan pertemuan HLTF ke-
7 di Jimbaran, Bali tahun 2007. Pada pertemuan EPG tersebut telah dilangsungkan konsultasi dengan
Civil Society, NGO, akademisi, dan perwakilan dari AIPA. Sedangkan pertemuan HLTF di Jimbaran
tersebut telah dimanfaatkan untuk melakukan konsultasi dengan Komnas HAM dari empat negara
ASEAN, yang membahas gagasan pembentukan Badan HAM ASEAN.

Setelah melalui proses internal di masing-masing negara anggota, Piagam ASEAN telah diratifikasi
dan disampaikan instrumen ratifikasinya kepada Sekjen ASEAN sehingga tiga puluh hari sejak
penyerahan kesepuluh instrumen ratifikasi, Piagam ASEAN mulai berlaku. Dalam kaitan ini, Piagam
ASEAN mulai berlaku pada tanggal 15 Desember 2008. Indonesia merupakan negara ke-9 yang
menyampaikan instrumen ratifikasinya.

Sesuai dengan Piagam ASEAN, terdapat lima prioritas kegiatan untuk mempersiapkan perubahan
ASEAN yaitu penyusunan Term of Reference (ToR) pembentukan Permanent Representatives to ASEAN,
penyusunan Rules and Procedures ASEAN Coordinating Council dan ASEAN Community Councils,
penyusunan supplementary protocols mengenai dispute settlement mechanism, penyusunan perjanjian
baru menggantikan perjanjian pendirian Sekretariat ASEAN tahun 1976, serta penyusunan ToR
pembentukan badan HAM ASEAN.

Untuk itu, pada pertemuan AMM ke-41 di Singapura, 21 Juli 2008, para Menlu ASEAN telah sepakat
untuk membentuk High Level Panel (HLP) on the ASEAN Human Rights Body yang akan menyusun
kerangka acuan (terms of reference/TOR) pembentukan Badan HAM ASEAN. Beberapa elemen penting
yang telah dibahas dalam pertemuan ini antara lain mengenai kebutuhan HLP melakukan konsultasi
dengan pemangku kepentingan serta batas waktu penyerahan draft pertama ToR kepada Menlu ASEAN
sebelum KTT ASEAN ke-14 di Bangkok, Desember 2008, dan draft final pada pertemuan Menlu ASEAN
tahun 2009.

Para menlu ASEAN juga memutuskan untuk membentuk High Level Legal Experts’ Group on the
follow up to the ASEAN Charter (HLEG) yang akan menyusun instrumen terkait legal personality ASEAN,
mekanisme penyelesaian sengketa khususnya terkait dengan mekanisme arbitrase serta penyusunan
instrumen hukum lainnya yang diperlukan Piagam ASEAN.

Dengan disepakatinya Term of Reference on the Committee of Permanent Representatives to ASEAN,


negara-negara anggota ASEAN akan menunjuk atau mengangkat Wakil Tetap (Watap) pada tingkat Duta
Besar di Jakarta. Tugas utama Wakil Tetap untuk ASEAN tersebut adalah menggantikan tugas-tugas
ASEAN Standing Committee serta membantu pelaksanaan tugas ASEAN Coordinating Council (ACC) dan
memfasilitasi koordinasi diantara Ministerial Community Councils dan Sectoral Ministerial Bodies. Para
Menteri Luar Negeri menyepakati bahwa Komite ini mulai dibentuk pada tanggal 1 Januari 2009 sehingga
dapat secara efektif berfungsi setelah berlakunya Piagam ASEAN.

7
BAB II
PIAGAM ASEAN

A. Tujuan dan Prinsip ASEAN

Dengan berlakunya Piagam ASEAN, tujuan ASEAN tertuang dalam Piagam adalah:

1. Memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta lebih memperkuat nilai-
nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan;
2. Meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerja sama politik, keamanan, ekonomi, dan
sosial budaya yang lebih luas;
3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Senjata Nuklir dan bebas dari semua
jenis senjata pemusnah massal lainnya;
4. Menjamin bahwa rakyat dan Negara-Negara Anggota ASEAN hidup damai dengan dunia secara
keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan harmonis;
5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat kompetitif, dan
terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di
dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya
pergerakan pelaku usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang
lebih bebas;
6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pembangunan di ASEAN melalui bantuan
dan kerja sama timbal balik;
7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang baik dan aturan hukum, dan
memajukan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental, dengan
memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari Negara-Negara Anggota ASEAN;
8. Menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan menyeluruh, segala bentuk ancaman,
kejahatan lintas-negara dan tantangan lintas-batas;
9. Memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin perlindungan lingkungan hidup di
kawasan, sumber daya alam yang berkelanjutan, pelestarian warisan budaya, dan kehidupan rakyat
yang berkualitas tinggi;
10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama yang lebih erat di bidang pendidikan dan
pembelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk
pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan Komunitas ASEAN;
11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi rakyat ASEAN melalui penyediaan
akses yang setara terhadap peluang pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan sosial,
dan keadilan;
12. Memperkuat kerja sama dalam membangun lingkungan yang aman dan terjamin bebas dari
narkotika dan obat-obat terlarang bagi rakyat ASEAN;
13. Memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang di dalamnya seluruh lapisan masyarakat
didorong untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari, proses integrasi dan
pembangunan komunitas ASEAN;
14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan
keanekaragaman budaya dan warisan kawasan; dan
15. Mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan penggerak utama dalam
hubungan dan kerja samanya dengan para mitra eksternal dalam arsitektur kawasan yang terbuka,
transparan, dan inklusif.

Sementara itu, dalam mencapai tujuan tersebut di atas, negara-negara anggota ASEAN memegang
teguh prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:

1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh
Negara-Negara Anggota ASEAN;
2. Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan
kemakmuran di kawasan;
3. Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau tindakan-tindakan lainnya dalam
bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional;
4. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai;
5. Tidak campur tangan urusan dalam negeri Negara-Negara Anggota ASEAN;
6. Penghormatan terhadap hak setiap Negara Anggota untuk menjaga eksistensi nasionalnya bebas dari
campur tangan eksternal, subversi, dan paksaan;
7. Ditingkatkannya konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius mempengaruhi kepentingan bersama
ASEAN;
8. Berpegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan
pemerintahan yang konstitusional;
8
9. Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, dan pemajuan
keadilan sosial;
10. Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional, termasuk hukum
humaniter internasional, yang disetujui oleh Negara-Negara Anggota ASEAN;
11. Tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan apa pun, termasuk penggunaan wilayahnya, yang
dilakukan oleh Negara Anggota ASEAN atau Negara non-ASEAN atau subjek non-negara mana pun,
yang mengancam kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas politik dan ekonomi Negara-Negara
Anggota ASEAN;
12. Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang dianut oleh rakyat ASEAN, dengan
menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan dalam keanekaragaman;
13. Sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, dengan
tetap berperan aktif, berpandangan ke luar, inklusif dan non-diskriminatif; dan
14. Berpegang teguh pada aturan-aturan perdagangan multilateral dan rezim-rezim yang didasarkan pada
aturan ASEAN untuk melaksanakan komitmen-komitmen ekonomi secara efektif dan mengurangi
secara progresif ke arah penghapusan semua jenis hambatan menuju integrasi ekonomi kawasan,
dalam ekonomi yang digerakkan oleh pasar.

B. Keanggotaan ASEAN

Prosedur pengajuan dan penerimaan keanggotaan ASEAN wajib diatur oleh Dewan Koordinasi
ASEAN dengan kriteria letaknya secara geografis diakui berada di kawasan Asia Tenggara; pengakuan
oleh seluruh negara anggota ASEAN; kesepakatan untuk terikat dan tunduk kepada Piagam ASEAN dan
kesanggupan serta keinginan untuk melaksanakan kewajiban keanggotaan. Di samping itu, penerimaan
anggota baru wajib diputuskan secara consensus oleh KTT ASEAN berdasarkan rekomendasi Dewan
Koordinasi ASEAN. Negara Pemohon wajib diterima ASEAN pada saat penandatanganan aksesi Piagam
ASEAN.

Hingga saat ini keanggotaan ASEAN terdiri dari sepuluh negara, yaitu Brunei Darussalam,Kamboja,
Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Viet Nam.

Negara-negara anggota ASEAN memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagaimana diatur dalam
Piagam ASEAN. Dalam kaitan ini, negara-negara anggota ASEAN wajib mengambil langkah-langkah yang
diperlukan, termasuk pembuatan legislasi dalam negeri yang sesuai, guna melaksanakan ketentuan
dalam Piagam ASEAN secara efektif dan mematuhi kewajiban-kewajiban keanggotaan. Dalam hal terjadi
suatu pelanggaran serius atau ketidakpatuhan negara anggota ASEAN terhadap Piagam, hal dimaksud
dirujuk ke KTT untuk diputuskan sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Piagam ASEAN.

C. Struktur Organisasi ASEAN

Struktur organisasi ASEAN yang selama ini berdasarkan Deklarasi Bangkok mengalami perubahan
paska penandatanganan Piagam ASEAN. Struktur sesuai Deklarasi Bangkok selama ini terdiri dari :
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT); Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial
Meeting/AMM); Pertemuan Menteri-menteri sektoral (Sectoral Bodies Ministerial Meeting); Sidang Panitia
Tetap ASEAN (ASEAN Standing Committee/ASC).

Struktur organisasi ASEAN yang baru sesuai dengan Piagam ASEAN terdiri dari:

1. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) sebagai pengambil keputusan utama, yang akan melakukan
pertemuan minimal 2 kali setahun;
2. Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council) yang terdiri dari para Menteri Luar
Negeri ASEAN dengan tugas mengkoordinasi Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community
Councils);
3. Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils) dengan ketiga pilar komunitas ASEAN
yakni Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community Council),
Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Council), dan Dewan
Komunitas Sosial-Budaya (ASEAN Socio-Cultural Community Council).
4. Badan-badan Sektoral tingkat Menteri (ASEAN Sectoral Ministerial Bodies).
5. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN yang terdiri dari Wakil Tetap negara ASEAN, pada tingkat Duta
Besar dan berkedudukan di Jakarta.
6. Sekretaris Jenderal ASEAN yang dibantu oleh 4 (empat) orang Wakil Sekretaris Jenderal dan
Sekretariat ASEAN.
7. Sekretariat Nasional ASEAN yang dipimpin oleh pejabat senior untuk melakukan koordinasi internal
di masing-masing negara ASEAN.
8. ASEAN Human Rights body yang akan mendorong perlindungan dan promosi HAM di ASEAN.
9
9. Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation) yang akan membantu Sekjen ASEAN dalam meningkatkan
pemahaman mengenai ASEAN, termasuk pembentukan identitas ASEAN.
10. Entities associated with ASEAN

D. Sekretariat ASEAN

Dalam dasawarsa pertama sejak berdirinya ASEAN pada tahun 1967, peningkatan program
kerjasama telah mendorong didirikannya sebuah sekretariat bersama. Sekretariat ini berfungsi untuk
membantu negara-negara anggota ASEAN dalam mengelola dan mengkoordinasikan berbagai kegiatan
ASEAN serta melakukan kajian-kajian yang dibutuhkan.

Pada KTT ke-1 ASEAN di Bali, tahun 1976, para Menteri Luar Negeri ASEAN menandatangani
Agreement on the Establishment of the ASEAN Secretariat. Sekretariat ASEAN berfungsi sejak tanggal 7
Juni 1976, dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal, dan berkedudukan di Jakarta. Semula bertempat di
Departemen luar Negeri Republik Indonesia hingga diselesaikannya pembangunan gedung Sekretariat
ASEAN di Jakarta, tahun 1981.

Pada awalnya, Sekretariat ASEAN berfungsi sebagai badan administratif yang membantu koordinasi
kegiatan ASEAN dan menyediakan jalur komunikasi antara negara-negara anggota ASEAN dengan
berbagai badan dan komite dalam ASEAN, serta antara ASEAN dengan negara-negara (Mitra Wicara
ASEAN) maupun organisasi lainnya.

Selanjutnya untuk memperkuat Sekretariat ASEAN, para Menteri Luar Negeri ASEAN
mengamandemen Agreement on the Establishment of the ASEAN Secretariat melalui sebuah protokol di
Manila, tahun 1992. Protokol tersebut menaikkan status Sekretariat Jenderal sebagai pejabat setingkat
menteri dan memberikan mandat tambahan untuk memprakarsai, memberikan nasihat, melakukan
koordinasi, dan melaksanakan kegiatan-kegiatan ASEAN. Sekretaris Jenderal ASEAN ditunjuk untuk
jangka waktu 5 tahun dan bertangggung jawab kepada KTT ASEAN, AMM, dan membantu ASC.

Sejak ditandatanganinya ASEAN Charter pada tahun 2007, Sekretariat ASEAN lebih difungsikan
sebagai tempat dilaksanakannya sidang-sidang ASEAN sehingga lingkup tugas Sekretariat ASEAN akan
semakin luas. Untuk itu, Sekretariat ASEAN menambah jumlah pos jabatan Wakil Sekretariat Jenderal
ASEAN yang semula 2 (dua) menjadi 4 (empat) orang Wakil untuk membantu kerja Sekretaris Jenderal.

Selain itu, di tahun-tahun selanjutnya jumlah staf Sekretariat ASEAN juga ditambah secara
signifikan, dan dilakukan melalui perekrutan terbuka. Kebutuhan staf sekretariat ASEAN untuk periode
2009-2018 diperkirakan berjumlah 470 orang terdiri dari 360 staf sekretariat dan 110 staf project. Selain itu
diperkirakan terdapat sedikitnya 50-70 orang staf dari negara-negara anggota ASEAN yang akan bertugas
untuk membantu sekretariat dalam melayani Ministerial Community Councils, Coordinating Council dan
Committee of Permanent Representatives. Sesuai dengan hasil Special ASEAN Directors-General
Meeting on the Restructuring of the ASEAN Secretariat pada tanggal 18-19 September 2008 di Halong
Bay, Viet Nam diperkirakan akan terdapat peningkatan sebanyak 33% staf profesional sampai dengan
tahun 2011.

Berikut gambaran mengenai kenaikan jumlah staf profesional tersebut:

Staff Saat ini Tambahan Total


2009 2010 2011
Secretary General 1 0 0 0 1
Deputy Secretary 4 0 0 0 4
General
Director 4 4 0 0 8
Assistant Director 23 4 0 0 27
Senior Officer 28 12 12 3 55
Technical Officer 76 14 12 7 109
Technical Assistant 19 4 0 0 23
Support Staff 75 4 0 0 79
Total 230 42 24 10 306
Total – Professional 155 38 24 10 227
Only

Berikut adalah nama-nama Sekretaris Jenderal ASEAN hingga saat ini:


1. Hartono Rekso Dharsono (Indonesia), 7 Juni 1976 – 18 Februari 1978;
2. Umarjadi Notowijono (Indonesia), 19 Februari 1978-30 Juni 1978;
10
3. Datuk Ali Bin Abdullah (Malaysia), 10 Juli 1978-30 Juni 1980;
4. Narciso G. Reyes (Filipina), 1 Juli 1980-1 Juli 1982;
5. Chan Kai Yau (Singapura), 18 Juli 1982-15 Juli 1984;
6. Phan Wannamethee (Thailand), 16 Juli 1984-15 Juli 1986;
7. Roderick Yong (Brunei Darussalam), 16 Juli 1986-16 Juli 1989;
8. Rusli Noor (Indonesia), 17 Juli 1989-1 Januari 1993;
9. Datuk Ajit Singh (Malaysia), 1 Januari 1993-31 Desember 1997;
10. Rodolfo C. Severino (Filipina),1 Januari 1998-31 Desember 2002;
11. Ong Keng Yong, (Singapura), 1 Januari 2003 – 31 Desember 2007;
12. DR. Surin Pitsuwan (Thailand), 1 Januari 2008 – sampai saat ini.

Dalam rangka menyongsong era globalisasi khususnya di bidang informasi, Sekretariat ASEAN
menyediakan jaringan informasi ASEAN atau ASEANWEB yang dapat diakses melalui internet dengan
alamat http://www.aseansec.org. ASEANWEB dimaksudkan untuk menyediakan informasi mengenai
berbagai hal yang menyangkut ASEAN bagi masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, juga untuk
lebih memperkenalkan ASEAN kepada masyarakat luas, baik di dalam maupun di luar lingkungan
ASEAN.

E. Keuangan ASEAN

Negara-negara Anggota ASEAN wajib menyediakan sumber-sumber keuangan yang diperlukan oleh
Sekretariat ASEAN untuk melaksanakan fungsi-fungsinya secara efektif, melalui kontribusi tahunan yang
setara yang dibayarkan secara tepat waktu.

Pasal 30 ASEAN Charter mengenai equal contributions among members status berpotensi
menimbulkan kenaikan kontribusi negara anggota. Annual budget Sekretariat ASEAN di masa mendatang
diperkirakan sebesar US$ 15-20 juta atau US$1.5-2 juta per negara anggota. Sesuai dengan hasil
Special ASEAN DGs Meeting di Halong Bay Viet Nam, sampai dengan tahun 2011, total anggaran
Sekretariat ASEAN mencapai USD 17.91 juta.

Meskipun anggaran rutin tahunan ASEAN selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya, namun
Sekretariat ASEAN sering menghadapi permasalahan dilematis berkaitan dengan defisit anggaran yang
selalu terjadi setiap akhir tahun anggaran. Hal tersebut tidak sepenuhnya merupakan kelemahan
perencanaan kegiatan oleh Sekretariat ASEAN, tetapi dipengaruhi juga oleh banyaknya pertemuan-
pertemuan ASEAN yang tidak terprogram sebelumnya. Untuk itu, selanjutnya penyusunan anggaran
keuangan Sekretariat ASEAN akan didasarkan pada a new paradigm yang memproyeksikan kebutuhan
keuangan jangka panjang sehingga tidak akan ada lagi defisit anggaran (budget shortfall).

Sebelum penandatanganan ASEAN Charter, terdapat ASEAN Budget Committee yang menangani
keuangan ASEAN. Sidang ASEAN Budget Committee merupakan agenda tahunan ASEAN untuk
membahas anggaran operasional Sekretariat ASEAN yang meliputi penyesuaian kenaikan anggaran
dengan kenaikan barang dan jasa, disamping jumlah kegiatan ASEAN yang semakin meningkat dan
diikuti oleh meningkatnya biaya perjalanan dan penyelenggaraan pertemuan. Sidang telah terselenggara
sebanyak 30 kali pertemuan (terakhir pada 23-25 April 2007). Sidang diketuai secara bergiliran oleh wakil
dari masing-masing negara anggota ASEAN, dan dihadiri oleh seluruh delegasi negara-negara anggota
ASEAN serta Sekretariat ASEAN.

Paska penandatanganan ASEAN Charter, ASEAN Budget Committe akan berada di bawah
Committee of Permanent Representatives to ASEAN (CPR) dan menjadi Finance sub-committee of the
CPR.

Sekretaris Jenderal ASEAN wajib menyiapkan anggaran operasional tahunan Sekretariat ASEAN
untuk mendapatkan persetujuan dari Dewan Koordinasi ASEAN berdasarkan rekomendasi Komite Wakil
Tetap dan Sekretariat ASEAN bekerja sesuai dengan aturan-aturan dan prosedur-prosedur keuangan
yang ditetapkan oleh Dewan Koordinasi ASEAN berdasarkan rekomendasi Komite Wakil Tetap.

ASEAN Fund dibentuk pada 17 Desember 1969 oleh 5 (lima) negara pendiri ASEAN sebagai salah
satu bentuk kerjasama ekonomi untuk mendukung pelaksanaan tujuan pembentukan ASEAN. Kewajiban
setiap anggota adalah membayar kontribusi ASEAN Fund yang ditetapkan sebesar US$ 1 juta.
Penggunaannya dibedakan antara penggunaan untuk operasional Sekretariat ASEAN dan untuk tujuan
sektoralnya. Paska penandatanganan ASEAN Charter, akan dilakukan tinjauan kembali terhadap
penggunaan 5 (five) ASEAN Trust Fund dan dana dari Mitra Wicara untuk projects dan initiative.

Pada Juli 1984 ditandatangani Agreement for the Establishment of a Fund for ASEAN oleh 6 negara,
setelah Brunei Darussalam bergabung pada 1984. Melalui ASEAN Fund yang bertujuan membiayai
11
berbagai proyek dari hasil bunga kontribusi negara anggota ASEAN yang terkumpul sebagai dana abadi
(endowment fund), maka disepakati untuk merubah ASEAN Fund menjadi ASEAN Development Fund
(ADF), yang telah disetujui oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada pertemuan informal AMM di New
York, 28 September 2004 dan para pemimpin ASEAN dalam KTT Ke+10 ASEAN di Vientianne, 29
November 2004.

Sedangkan ASEAN Cultural Fund dibentuk tahun 1978 untuk mendukung kegiatan ASEAN dalam
pelestarian warisan budaya dari anggota-anggota ASEAN. ASEAN Cultural Fund berasal dari kontribusi
negara-negara ASEAN, Mitra Wicara, badan internasional maupun organisasi lainnya yang
penggunaannya dibedakan antara Capital Fund dan untuk operasional Sekretariat ASEAN.

12
BAB III
KERJASAMA ASEAN DAN PERAN INDONESIA

A. KERJASAMA POLITIK-KEAMANAN

Selama 40 tahun pendiriannya, ASEAN telah berhasil mengembangkan dan mempertahankan


stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara, serta menumbuhkan saling percaya diantara negara
anggotanya dan para Mitra Wicara ASEAN. ASEAN juga telah berkontribusi kepada keamanan dan
kestabilan kawasan secara lebih luas di Asia Pasifik melalui Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional
Forum/ARF) sejak 1994. ARF mewadahi dialog dan pertukaran informasi mengenai masalah-masalah
keamanan di Asia Pasifik.

Walaupun terdapat keberagaman kondisi politik, ekonomi, dan budaya diantara negara-negara
anggotanya, ASEAN telah menumbuhkan tujuan dan arah kerjasama, khususnya dalam mempercepat
integrasi kawasan. Hal ini terlihat semakin jelas dengan disepakatinya Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur
tahun 1997 dan Deklarasi Bali Concord II di Bali tahun 2003 mengenai upaya perwujudan Komunitas
ASEAN dengan ketiga pilarnya (politik-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya).

Komunitas Politik Keamanan ASEAN

Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security Community/APSC) ditujukan untuk
mempercepat kerjasama politik keamanan di ASEAN untuk mewujudkan perdamaian di kawasan,
termasuk dengan masyarakat internasional. Komunitas Politik Keamanan ASEAN bersifat terbuka,
berdasarkan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta
pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy). Komunitas
Politik Keamanan ASEAN juga mengacu kepada berbagai instrumen politik ASEAN yang telah ada seperti
Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN), Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia
(TAC), dan Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ) selain menaati Piagam
PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional terkait lainnya.

Indonesia, selaku pemrakarsa Komunitas Politik Keamanan ASEAN, memelopori penyusunan


Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, yang disahkan pada KTT ke-10 ASEAN di Vientiane,
Lao PDR, November 2004. Dalam Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, telah ditetapkan
rencana kegiatan untuk mewujudkan Komunitas Politik Keamanan ASEAN yang terdiri atas 6 komponen:
Political Development, Shaping and Sharing of Norms, Conflict Prevention, Conflict Resolution, Post-
Conflict Peace Building, dan Implementing Mechanism. Rencana Aksi tersebut telah diintegrasikan ke
dalam Program Aksi Vientiane (Vientiane Action Programme/VAP) yang ditandatangani para Kepala
Negara ASEAN dalam KTT ke-10 ASEAN. VAP merupakan acuan pencapaian Komunitas ASEAN untuk
kurun waktu 2004-2010.

Mekanisme koordinasi antar badan-badan sektoral ASEAN yang menangani Komunitas Politik
Keamanan ASEAN dilakukan melalui ASEAN Security Community Coordinating Conference (ASCCO).
Sampai dengan tahun 2008, telah diselenggarakan sebanyak tiga kali dan terus mengkoordinasikan
langkah bersama untuk mencapai Komunitas Politik Keamanan ASEAN 2015.

Beberapa perkembangan mengenai implementasi Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan


ASEAN adalah sebagai berikut:

a. ASEAN Political-Security Community (APSC) Blueprint

Komunitas Politik Keamanan ASEAN dibentuk dengan tujuan mempercepat kerjasama politik
keamanan di ASEAN untuk mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan masyarakat
internasional. Sesuai Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, Komunitas bersifat terbuka,
menggunakan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta
pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy).

Penggunaan istilah ASEAN Security Community (ASC) sebagaimana dicantumkan di dalam VAP
kemudian diubah menjadi ASEAN Political Security Community (APSC) sebagaimana dipakai dalam
Piagam ASEAN. Pemakaian istilah baru ini didasari pengertian bahwa kerjasama ASEAN di bidang ini
tidak terbatas pada aspek-aspek politik semata namun juga pada aspek-aspek keamanan.

13
Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan ASEAN Political Security Community (APSC), ASEAN
telah menyusun draft ASEAN Political Security Community Blueprint untuk dapat disahkan pada KTT
ASEAN ke-14 di Thailand, Desember 2008.

ASEAN SOM Working Group (SOM WG) membahas mengenai draft ASEAN Political Security
Community (APSC) Blueprint, telah sepakat membagi menjadi 3 karakteristik yaitu: A) a Rules-based
Community of Shared Values and Norms; (B) a Cohesive, Peaceful, and Resilient Region which Shared
Responsibility for Comprehensive Security, dan (C) a Dynamic and Outward Looking Region in a
Globalized World.

Dalam kaitan ini, berbagai usulan Indonesia telah dapat diterima seperti antara lain:

1. Mendorong voluntary electoral observations;


2. Pembentukan Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak;
3. Memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip demokrasi;
4. Gagasan pembentukan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation;
5. Gagasan tentang pembentukan ASEAN Maritime Forum;
6. Kerjasama penanganan illegal fishing;
7. Penyusunan instrumen ASEAN tentang Hak Pekerja Migran.

Namun demikian, sejauh ini, beberapa kepentingan Indonesia sudah tercermin dalam draft Blueprint,
meskipun beberapa diantaranya masih harus memerlukan negosiasi lebih lanjut seperti antara lain prinsip
demokrasi dan korupsi.

b. Piagam ASEAN (ASEAN Charter)

Penyusunan Piagam ASEAN bertujuan untuk mentransformasikan ASEAN dari sebuah asosiasi
politik yang longgar menjadi organisasi internasional yang memiliki legal personality, berdasarkan aturan
yang profesional (rule-based organization), serta memiliki struktur organisasi yang efektif dan efisien.
Piagam ini telah ditandatangani oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ke-13 di Singapura, November
2007. Piagam ASEAN akan mulai berlaku efektif dengan diratifikasinya Piagam tersebut oleh kesepuluh
negara anggota. Indonesia telah menjadi negara kesembilan yang meratifikasi Piagam ASEAN dan
Thailand menjadi negara kesepuluh pada bulan November 2008. Dengan demikian, Piagam ASEAN
dapat berlaku efektif mulai saat pelaksanaan KTT ASEAN ke-14 yang diselenggarakan di Chiang Mai,
Thailand, pada bulan Desember 2008.

c. Traktat Bantuan Hukum Timbal Balik di Bidang Pidana (Treaty on Mutual Legal Assistance in
Criminal Matters/MLAT)

MLAT telah ditandatangani oleh semua negara anggota ASEAN di Kuala Lumpur, Januari 2006.
Traktat ini melandasi kerjasama ASEAN di bidang hukum pidana. Indonesia telah meratifikasi MLAT
melalui UU No.15 Tahun 2008.

d. Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention on Counter


Terrorism/ACCT)

ACCT ditandatangani pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, Januari 2007. Indonesia sebagai
Lead Sheppherd di bidang pemberantasan terorisme telah memelopori proses perumusan ACCT.
Konvensi ini memberikan dasar hukum yang kuat guna peningkatan kerjasama ASEAN di bidang
pemberantasan terorisme. Selain memiliki karakter regional, ACCT bersifat komprehensif (meliputi aspek
pencegahan, penindakan, dan program rehabilitasi) sehingga memiliki nilai tambah bila dibandingkan
dengan konvensi sejenis.

e. ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM)

Pembentukan ADMM merupakan inisiatif Indonesia dan bertujuan untuk mempromosikan


perdamaian dan stabilitas kawasan, melalui dialog serta kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan.
ADMM telah mengadakan pertemuan pertamanya pada bulan Mei 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia.
ADMM bersifat outward looking, terbuka, transparan dan melibatkan Mitra Wicara ASEAN, sehingga di
masa mendatang dimungkinkan adanya mekanisme ADMM Plus;

f. Rencana Pembentukan Traktat Ekstradisi ASEAN

Rencana pembentukan traktat ekstradisi ASEAN merupakan amanat Bali Concord 1976 dan
Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN. Para pejabat tinggi ASEAN di bidang hukum dalam
pertemuan ASEAN Senior Law Officials Meeting (ASLOM) Ke-11 di Siem Reap, Kamboja, 29-30 Januari
14
2007, menyepakati untuk membentuk kelompok kerja untuk memulai proses perumusan traktat ekstradisi
ASEAN.

g. Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan

ASEAN telah berhasil mengelola potensi konflik di Laut China Selatan menjadi potensi kerjasama
yang melibatkan beberapa negara ASEAN dan China. ASEAN dan China telah berhasil menyepakati
Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) yang ditujukan untuk menyelesaikan
persengketaan secara damai. DOC akan diimplementasikan melalui suatu code of conduct in the South
China Sea. Dalam kaitan ini, ASEAN-China Working Group on the Implementation of the Declaration on
the Conduct of Parties in the South China Sea menyepakati enam proyek kerjasama dalam rangka
confidence building measures guna mendukung implementasi DOC.

Kawasan Damai, Bebas Dan Netral (Zone of Peace, Freedom And Neutrality Declaration/ZOPFAN)

Deklarasi ZOPFAN yang ditandatangani di Kuala Lumpur tahun 1971 merupakan upaya ASEAN
untuk menciptakan kawasan yang damai, bebas, dan netral dari segala bentuk campur tangan pihak luar di
Asia Tenggara. Pada KTT ke-1 ASEAN tahun 1976, ZOPFAN secara resmi diangkat oleh negara-negara
anggota sebagai kerangka bagi kerja sama politik ASEAN.

ZOPFAN tidak hanya merupakan kerangka perdamaian dan kerjasama di Asia Tenggara melainkan
juga mencakup kawasan Asia Pasifik yang lebih luas temasuk major powers dalam bentuk serangkaian
tindak pengekangan diri secara sukarela (voluntary self-restraints). Dengan demikian, ZOPFAN tidak
mengesampingkan peranan major powers, tetapi justru memungkinkan keterlibatan mereka secara
konstruktif dalam penanganan masalah-masalah keamanan kawasan.

Pedoman pelaksanaan ZOPFAN dirumuskan lebih lanjut pada April 1972, sebagai berikut:

a. Observance of the Charter of the United Nations, the Declaration on the Promotion of World Peace and
Cooperation of the Bandung Declaration of 1955, the Bangkok Declaration of 1967 and the Kuala
Lumpur Declaration of 1971;
b. Mutual respect for the independence, sovereignty, equality, territorial integrity and national identity of all
nations within and without the region;
c. The right of every state to lead its national existence free from external interference, subversion or
coercion;
d. Non-interference in the internal affairs of zonal states;
e. Refraining from inviting or giving consent to intervention by external powers in domestic or regional
affairs of zonal states;
f. Settlement of differences or disputes by peaceful means in accordance with the Charter of the United
Nations;
g. Renunciation of the threat, or use of force in the conduct of international relations;
h. Refraining from the use of armed forces for any purposes in the conduct of international relations
except for individual or collective self-defence in accordance with the Charter of the United Nations;
i. Abstention from involvement in any conflict of powers outside the zone from entering into any
agreement which would be inconsistent with the objectives of the zone;
j. The absence of foreign military bases in the territories of zonal states;
k. Prohibition of the use, storage, passage or testing of nuclear weapons and their components within the
zone;
l. The right to trade freely with any country or international agency irrespective of differences in socio-
political systems;
m. The right to receive aid freely for the purpose of strengthening national resilience except when the aid is
subject to conditions inconsistent with the objectives of the zone; and
n. Effective regional cooperation among the zonal states.

Traktat Persahabatan dan Kerjasama (Treaty Of Amity And Cooperation/TAC)

Salah satu instrumen penting dalam upaya mewujudkan ZOPFAN dan menciptakan stabilitas politik
dan keamanan di kawasan Asia Tenggara adalah TAC. Pada dasarnya prinsip-prinsip yang terkandung di
dalam TAC juga tercermin di dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) antara lain prinsip ‘non-
interference’ dan penggunaan cara-cara damai dalam menyelesaikan konflik yang timbul diantara negara-
negara penandatangan TAC.

Protokol ke-2 Amandemen TAC yang ditandatangani para Menteri Luar Negeri ASEAN dan Papua
New Guinea di Manila, 25 Juli 1998 menjadi titik awal perluasan TAC ke luar ASEAN. Upaya ASEAN untuk
mempertahankan perdamaian dan stabilitas regional mengalami kemajuan pesat pada bulan Oktober 2003
dengan aksesi China dan India pada TAC, pada KTT ke-9 ASEAN di Bali, 2003. Jepang dan Pakistan
15
mengaksesi TAC tanggal 2 Juli 2004 saat AMM ke-37 di Jakarta. Sedangkan Rusia dan Korea Selatan
mengaksesi pada Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ASEAN-Rusia dan PTM ASEAN-Korsel, pada
Nopember 2004 di Vientiane, Laos. Selandia Baru dan Mongolia pada AMM ke-38 mengaksesi TAC pada
bulan Juli 2005 di Vientiane. Australia mengaksesi TAC pada bulan Desember 2005 di Kuala Lumpur
sebelum penyelenggaraan KTT ke-11 ASEAN.

Pada KTT ke-12 ASEAN, Perancis dan Timor Leste mengaksesi TAC. Aksesi Perancis ke dalam
TAC merupakan pengakuan penting salah satu negara Uni Eropa (UE) terhadap eksistensi ASEAN dan
pentingnya pengembangan kerjasama dengan ASEAN. Uni Eropa juga telah menyatakan niatnya untuk
mengaksesi TAC yang menandakan kemajuan ASEAN sebagai organisasi regional yang signifikan,
khususnya bagi perkembangan kerjasama kedua kawasan. Proses lebih lanjut menyangkut aksesi Uni
Eropa ini masih berkembang.

Aksesi China, Rusia dan Perancis, yang merupakan negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB,
menandakan dukungan yang signifikan terhadap TAC sebagai suatu tata tertib (code of conduct) dalam
menjalankan hubungan antar negara di dalam dan luar kawasan ASEAN. ASEAN terus mendorong
negara-negara lain di luar kawasan untuk mengaksesi TAC.

Pada AMM ke-41 bulan Juli 2008, telah dilaksanakan aksesi Korea Utara terhadap Treaty of Amity
and Cooperation (TAC).

Kawasan Bebas Senjata Nuklir Di Asia Tenggara (South-East Asia Nuclear Weapon Free
Zone/SEANWFZ)

South-East Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) Treaty ditandatangani di Bangkok pada
tanggal 15 Desember 1995 dan telah diratifikasi oleh seluruh negara ASEAN. Traktat ini mulai berlaku
pada tanggal 27 Maret 1997. Pembentukan SEANWFZ menunjukkan upaya negara-negara di Asia
Tenggara untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas kawasan baik regional maupun global, dan dalam
rangka turut serta mendukung upaya tercapainya suatu pelucutan dan pelarangan senjata nuklir secara
umum dan menyeluruh.

Traktat SEANWFZ ini disertai protokol yang merupakan suatu legal instrument mengenai komitmen
negara ASEAN dalam upayanya memperoleh jaminan dari negara yang memiliki senjata nuklir (Nuclear
Weapon State/NWS) bahwa mereka akan menghormati Traktat SEANFWZ dan tidak akan menyerang
negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Saat ini, negara-negara ASEAN dan NWS masih
mengupayakan finalisasi formulasi beberapa masalah yang diatur dalam Protokol dimaksud.
Penandatanganan Traktat SEANWFZ merupakan tonggak sejarah yang sangat penting bagi ASEAN
dalam upaya mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang aman dan stabil, serta bagi usaha mewujudkan
perdamaian dunia.

Pada Pertemuan AMM ke-32 bulan Juli 1999 di Singapura, para Menlu ASEAN untuk pertama
kalinya mengadakan Sidang Komisi SEANWFZ. Hal ini merupakan langkah pertama yang penting ke arah
diterapkannya Traktat tersebut. Komisi menunjuk Komite Eksekutif untuk menyiapkan konsep “rules of
procedure” dan memulai langkah-langkah yang perlu untuk menjamin ketaatan terhadap Traktat, termasuk
konsultasi dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) dan badan-badan lain yang terkait.

Implementasi SEANWFZ perlu untuk segera dilaksanakan guna mewujudkan kawasan Asia
Tenggara yang aman dan stabil serta upaya mewujudkan perdamaian dunia. Dalam rangka implementasi
tersebut, negara-negara anggota ASEAN berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan terkait dengan
finalisasi Protokol, dan menjajagi langkah yang lebih konstruktif berupa kerjasama dengan IAEA. Setelah
10 tahun Traktat ini berlaku (enter into force), Komisi SEANWFZ di tahun 2007 melakukan major review
terhadap SEANWFZ.

Pada pertemuan SEANWFZ Commission pada tanggal 29 Juli 2007, telah disahkan Plan of Action to
Strengthen the Implementation of the Treaty of the Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone
(SEANWFZ – Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara–Traktat KBSN-AT) sesuai Artikel 20
Traktat KBSN-AT yang menetapkan bahwa reviewing the operation of operation of SEANFWZ Treaty
dilakukan 10 tahun setelah berlakunya Traktat tersebut (enter into force).

PoA tersebut menetapkan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Negara Pihak dalam jangka
waktu 2007-2012 sebagai berikut: (1) Compliance with the Undertakings in the SEANWFZ Treaty, (2)
Accession by Nuclear Weapons States, (3) Cooperation with the IAEA; (4) Institutional Arrangements.

Upaya-upaya negara anggota ASEAN untuk memperjuangkan traktat SEANWFZ di tingkat


internasional salah satunya adalah dengan diakuinya traktat tersebut melalui resolusi Majelis Umum PBB
pada tanggal 10 Januari 2008 dengan nomor A/Res/62/31 dengan perolehan suara 174 negara
16
mendukung termasuk Rusia dan China sebagai negara anggota Dewan Keamanan PBB, 1 negara
menolak yaitu Amerika Serikat dan 5 negara abstain yaitu Inggris, Perancis, Israel, Palau dan Micronesia.
Dengan diakuinya Traktat SEANWFZ oleh sidang Majelis Umum PBB tersebut telah menunjukkan upaya
negara-negara di Asia Tenggara untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas kawasan baik regional
maupun global, dan dalam rangka turut serta mendukung upaya tercapainya suatu pelucutan dan
pelarangan senjata nuklir secara umum dan menyeluruh.

Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF)

ASEAN Regional Forum (ARF) diprakarsai oleh ASEAN pada tahun 1994, sebagai forum untuk
saling tukar pandangan dan informasi bagi negara-negara Asia-Pasifik mengenai masalah-masalah politik
dan keamanan, baik regional maupun internasional. Sasaran yang hendak dicapai melalui ARF adalah
mendorong saling percaya (confidence building measures) melalui transparansi dan mencegah
kemungkinan timbulnya ketegangan maupun konflik di kawasan Asia Pasifik.

Sebagai satu-satunya forum dialog keamanan di luar PBB, yang dihadiri kekuatan besar dunia antara
lain: Amerika Serikat, China, Rusia, Uni Eropa dan Jepang, pembahasan dan tukar pandangan dalam ARF
memiliki makna penting dan strategis. Proses ARF lebih mencerminkan “ASEAN Way” yaitu menjalin
hubungan untuk menumbuhkan rasa saling percaya dan kebiasaan berdialog serta berkonsultasi dalam
masalah-masalah keamanan.

ARF telah berhasil meningkatkan kenyamanan (comfortability) diantara para peserta dalam
membicarakan isu keamanan. Sebagai contoh, China telah bersedia untuk membicarakan masalah Laut
China Selatan dalam ARF, yang sebelumnya sulit dilakukan. Oleh karena itu, di masa depan ARF perlu
tetap mempertahankan prinsip “at a pace comfortable to all” dan konsensus. Akan tetapi hal tersebut tidak
menutup terjadinya perdebatan dalam suasana informal untuk mendukung berlangsungnya pertukaran
pandangan yang bersifat terbuka.

Kegiatan-kegiatan antar-sesi yang dilakukan di antara pertemuan-pertemuan ARF, dibagi atas Jalur
Satu (Track I) yang dihadiri oleh wakil-wakil pemerintahan negara-negara ARF, dan Jalur Dua (Track II)
yang diadakan dan dihadiri oleh lembaga-lembaga penelitian (think tank) dari negara-negara ARF. Dalam
Jalur Satu, dua jenis kegiatan utama adalah Intersessional Support Group (ISG) dan beberapa
Intersessional Meeting (ISM) yang lebih bersifat teknis. Kegiatan ISM saat ini berupa ISM on Counter-
Terrorism and Transnational Crime (ISM on CT-TC) dan ISM on Disaster Relief (ISM-DR).

Proses kerjasama ARF terbagi atas 3 tahap yaitu tahap Confidence Building Measures (CBMs),
Preventive Diplomacy (PD) dan Conflict Resolution (CR). Saat ini, ARF melangkah ke tahap kedua sambil
tetap melaksanakan tahap pertama. Dalam kaitan tersebut pertemuan ISG, berubah nama menjadi ISG
CBMs and PD.

Kerjasama di Bidang Pemberantasan Kejahatan Lintas Negara

Kerjasama ASEAN dalam rangka memberantas kejahatan lintas negara (transnational crime)
pertama kali diangkat pada pertemuan para Menteri Dalam Negeri ASEAN di Manila tahun 1997 yang
mengeluarkan ASEAN Declaration on Transnational Crimes. Sebagai tindak lanjut dari deklarasi di atas,
kerjasama ASEAN dalam memerangi kejahatan lintas negara dilaksanakan melalui pembentukan
Pertemuan Para Menteri ASEAN terkait dengan Pemberantasan Kejahatan Lintas Negara (ASEAN
Ministerial Meeting on Transnational Crime/AMMTC). Beberapa perjanjian yang telah dihasilkan ASEAN
terkait dengan pemberantasan kejahatan lintas negara yaitu:

a. ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes yang mencakup kerjasama pemberantasan
terorisme, perdagangan obat terlarang, pencucian uang, penyelundupan dan perdagangan senjata
ringan dan manusia, bajak laut, kejahatan internet dan kejahatan ekonomi internasional;
b. Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLAT) ditandatangani tahun 2006;
c. Agreement of Information Exchange and Establishment of Communication Procedures ditandatangani
tahun 2002, merupakan perjanjian di tingkat sub regional guna penanganan kejahatan lintas batas
melalui pertukaran informasi;
d. ASEAN Declaration on Joint Action to Counter Terrorism ditandatangani tahun 2001 dalam
penanganan terorisme; dan
e. ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) ditandatangani tahun 2007 sebagai instrumen
hukum dalam penanganan terorisme. Konvensi ini telah diratifikasi oleh dua negara yaitu Thailand dan
Singapura, sementara Indonesia dalam proses untuk meratifikasi Konvensi tersebut. Telah
dilaksanakan dua Working Group untuk membahas ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter
Terrorism guna pengimplementasian ACCT.

17
Selain itu, telah pula digagas pembentukan suatu ASEAN Convention on Trafficking in Persons
(Konvensi ASEAN mengenai Perdagangan Manusia). Upaya realisasi Konvensi tersebut telah dimulai
dengan penyelenggaraan Pertemuan Pertama Working Group on TIP tanggal 16 Juni 2008.

Kerjasama di Bidang Hukum

Kerjasama ASEAN di bidang hukum dilaksanakan melalui mekanisme pertemuan para Pejabat
Tinggi ASEAN di bidang hukum (ASEAN Senior Law Officials’ Meeting /ASLOM) yang dilaksanakan setiap
tahun dan pertemuan para Menteri Hukum ASEAN (ASEAN Law Ministerial Meeting/ALAWMM) yang
dilaksanakan setiap 3 (tiga) tahun.

Pada tahun 2008, telah diselenggarakan Pertemuan ASLOM ke-12 dan ALAWMM ke-7 di Bandar
Seri Begawan, Brunei Darussalam. Hal-hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain
perkembangan Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters, dimana Indonesia telah meratifikasi
Traktat tersebut melalui UU No.15 Tahun 2008.

Dalam upaya pembentukan ASEAN Extradition Treaty telah dilaksanakan Working Group di
Indonesia dan Singapura dan telah disepakati untuk melaksanakan pertemuan ketiga Working Group.
Pembentukan traktat ekstradisi ASEAN telah diamanatkan dalam Declaration of ASEAN Concord tahun
1976 dan Rencana Kerja Komunitas Keamanan ASEAN.

Dalam pertemuan ALAWMM juga telah dibahas upaya pengembangan peran dan mandat ASLOM
dan ALAWMM setelah berlakunya Piagam ASEAN.

Kerjasama di Bidang Imigrasi dan Kekonsuleran

Kerjasama ASEAN di bidang imigrasi dan kekonsuleran dilaksanakan melalui pertemuan para
Direktur Jenderal Imigrasi dan Kepala Divisi Konsuler ASEAN (The Meeting of the ASEAN Directors-
General of Immigration Departments and Heads of Consular Affairs Divisions of the Ministries of Foreign
Affairs/DGICM). Pertemuan terakhir yaitu DGICM ke-12 telah dilaksanakan Kuala Lumpur, Malaysia,
November 2008.

Para Menteri Luar Negeri ASEAN telah menandatangani Perjanjian Kerangka ASEAN mengenai
Bebas Visa (ASEAN Framework Agreement on Visa Exemption) ditandatangani pada AMM ke-39 di Kuala
Lumpur, 25 Juli 2006. Persetujuan ini memberlakukan bebas visa kunjungan singkat bagi warga negara
anggota ASEAN yang melakukan perjalanan di wilayah ASEAN selama 14 hari. Perjanjian dimaksud
diharapkan dapat mendorong pencapaian Komunitas ASEAN melalui peningkatan perjalanan intra-ASEAN
dan people-to-people contact.

AMM ke-39 juga mengeluarkan pernyataan mengenai perlunya kerjasama ASEAN di bidang bantuan
kekonsuleran perwakilan-perwakilan negara anggota ASEAN bagi warga negara ASEAN di daerah konflik
dan situasi krisis di negara ketiga, terutama bagi warga negara anggota ASEAN di negara ketiga di mana
tidak terdapat perwakilan negaranya. Hal ini dilatarbelakangi oleh krisis di Lebanon pada saat operasi
militer Israel di tahun 2006, di mana tidak terdapat perwakilan dari semua negara anggota ASEAN.

Sesuai dengan mandat tersebut, telah dihasilkan Guidelines for Provision of Emergency Assistant by
ASEAN Missions in Third Countries to National of ASEAN Member States (bantuan kekonsuleran
perwakilan-perwakilan negara anggota ASEAN bagi warga negara ASEAN di daerah konflik dan situasi
krisis di negara ketiga) pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 telah dilakukan pembahasan-pembahasan
untuk implementasi Guidelines tersebut.

Kerjasama Kelembagaan Antar Parlemen

Kerjasama antar parlemen di ASEAN diselenggarakan melalui mekanisme ASEAN Inter-


Parliamentary Assembly (AIPA) yang dipelopori oleh Indonesia. Semula organisasi ini bernama ASEAN
Inter-Parliamentary Organization (AIPO) didirikan pada tahun 1977, beranggotakan parlemen-parlemen
dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Saat ini keanggotaannya telah pula mencakup
parlemen-parlemen dari Kamboja, Laos, dan Viet Nam, sementara Brunei Darussalam dan Myanmar
masih sebagai Special Observers.

Berdasarkan usulan dari Parlemen Indonesia dalam Sidang Umum AIPO ke-27 di Cebu, Filipina, 10-
15 September 2006, AIPO berganti nama menjadi ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA).
Pergantian nama ini dimaksudkan untuk mendorong proses transformasi AIPA dalam mendukung upaya
perwujudan Komunitas ASEAN.

18
Meskipun AIPA bukan badan ASEAN karena ASEAN merupakan organisasi antar-pemerintah,
namun AIPA memiliki status konsultatif dengan ASEAN. AIPA melakukan dialog dengan anggota parlemen
dari negara-negara Mitra Wicara ASEAN yang bertindak sebagai Observers seperti Australia, Kanada,
China, Uni Eropa, Jepang, Selandia Baru, Papua New Guinea, Rusia, dan Korea Selatan.

Upaya Pembentukan Mekanisme HAM ASEAN

Para Menteri Luar Negeri ASEAN pada AMM Ke-26 di Singapura, Juli 1993 menyepakati perlunya
mempertimbangkan pendirian mekanisme HAM regional yang sesuai di ASEAN. Hal ini merupakan
tanggapan ASEAN terhadap Vienna Declaration and Programme of Action (1993) mengenai antara lain
pendirian mekanisme HAM regional untuk mendukung promosi dan perlindungan HAM global. AIPA di
tahun yang sama mengeluarkan Human Rights Declaration yang mencantumkan himbauan kepada
kepada pemerintah negara-negara ASEAN untuk membentuk mekanisme HAM ASEAN.

Mekanisme HAM, pada umumnya terdiri atas 2 (dua) komponen, yaitu; instrumen hukum (deklarasi
atau konvensi) dan badan (komisi atau pengadilan HAM). Pada saat ini, Asia Pasifik (termasuk ASEAN)
merupakan satu-satunya kawasan yang belum memiliki mekanisme HAM regional.

Sebagai upaya awal merintis suatu mekanisme HAM di ASEAN, telah dibentuk Working Group on
ASEAN Human Rights Mechanism (WGAHRM) yang beranggotakan tokoh-tokoh Asia Tenggara baik dari
sektor pemerintahan maupun civil society. WGAHRM terdiri dari beberapa kelompok kerja nasional di
Indonesia, Malaysia, Thailand, Kamboja, Singapura, dan Filipina. Walaupun bukan merupakan badan
resmi ASEAN, WGAHRM telah bekerjasama dengan pemerintah beberapa negara anggota ASEAN dan
menyelenggarakan beberapa workshop dan roundtable discussion untuk mempelajari kemungkinan
pembentukan mekanisme HAM ASEAN dan memberikan rekomendasi ke pemerintah negara-negara
ASEAN.

Pada AMM ke-41 bulan Juli 2008, telah dimandatkan oleh Para Menteri Luar Negeri pembentukan
High Level Panel on an ASEAN Human Rights Body . Setiap negara anggota mengirimkan satu wakil
untuk membahas kerangka acuan (terms of reference/TOR) dari Badan HAM ASEAN yang akan dibentuk.
High Level Panel tersebut sepanjang semester kedua 2008 secara berkala telah mengadakan pertemuan
untuk melaksanakan mandat tersebut. Indonesia telah menjadi tuan rumah pada Pertemuan Kelima High
Level Panel tersebut di Nusa Dua, Bali, November 2008.

Diharapkan, sesuai dengan mandat dari Para Menlu pada AMM ke-41 Juli 2008 Higk Level Panel
dapat memberikan draft awal dari Badan HAM ASEAN pada bulan Desember 2008 kepada Menteri Luar
Negeri dan menyampaikan draft akhir pada Juli 2009.

Berkaitan pula dengan HAM, telah pula dilakukan upaya awal perlindungan atas pekerja migran
melalui penandatanganan ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Workers pada KTT Ke-12 ASEAN.

B. KERJASAMA EKONOMI

Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota
telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada
awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian preferensi perdagangan
(preferential trade), usaha patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation
scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti
ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial
Complementation scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced
Preferential Trading arrangement (1987). Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai
belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi,
negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling
membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan.

Pada KTT ke-5 ASEAN di Singapura tahun 1992 telah ditandatangani Framework Agreement on
Enhancing ASEAN Economic Cooperation sekaligus menandai dicanangkannya ASEAN Free Trade Area
(AFTA) pada tanggal 1 Januari 1993 dengan Common Effective Preferential Tariff (CEPT) sebagai
mekanisme utama. Pendirian AFTA memberikan impikasi dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif,
penghapusan hambatan-hambatan non-tarif, dan perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan fasilitasi
perdagangan. Dalam perkembangannya, AFTA tidak hanya difokuskan pada liberalisasi perdagangan
barang, tetapi juga perdagangan jasa dan investasi.

19
KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 menyepakati pembentukan komunitas ASEAN yang salah satu
pilarnya adalah Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC). AEC bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan
basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan
perpindahan barang modal secara lebih bebas. KTT juga menetapkan sektor-sektor prioritas yang akan
diintegrasikan, yaitu: produk-produk pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, produk-produk turunan dari
karet, tekstil dan pakaian, produk-produk turunan dari kayu, transportasi udara, e-ASEAN (ITC),
kesehatan, dan pariwisata. Dalam perkembangannya, pada tahun 2006 jasa logistik dijadikan sektor
prioritas yang ke-12.

KTT ke-10 ASEAN di Vientiene tahun 2004 antara lain menyepakati Vientiane Action Program (VAP)
yang merupakan panduan untuk mendukung implementasi pencapaian AEC di tahun 2020.

ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) di Kuala Lumpur bulan Agustus 2006 menyetujui untuk
membuat suatu cetak biru (blueprint) untuk menindaklanjuti pembentukan AEC dengan mengindentifikasi
sifat-sifat dan elemen-elemen AEC pada tahun 2015 yang konsisten dengan Bali Concord II dan dengan
target-target dan timelines yang jelas serta pre-agreed flexibility untuk mengakomodir kepentingan negara-
negara anggota ASEAN.

KTT ke-12 ASEAN di Cebu bulan Januari 2007 telah menyepakati ”Declaration on the Acceleration of
the Establishment of an ASEAN Community by 2015”. Dalam konteks tersebut, para Menteri Ekonomi
ASEAN telah menginstruksikan Sekretariat ASEAN untuk menyusun ”Cetak Biru ASEAN Economic
Community (AEC)”. Cetak Biru AEC tersebut berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek,
menengah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN, yaitu :

a. Menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa,
investasi, pekerja terampil, dan modal);
b. Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi (regional competition policy,
IPRs action plan, infrastructure development, ICT, energy cooperation, taxation, dan pengembangan
UKM);
c. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of equitable economic
development) melalui pengembangan UKM dan program-program Initiative for ASEAN Integration (IAI);
dan
d. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global (pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi
eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam global supply network).

Pelaksanaan rencana kerja strategis tersebut dijabarkan lebih lanjut melalui priority actions yang
pencapaiannya dievaluasi dan dimonitor dengan menggunakan score card. Disamping itu, diperlukan
dukungan berupa kemauan politik, koordinasi dan mobilisasi sumber daya, pengaturan pelaksanaan,
peningkatan kemampuan (capacity building) dan penguatan institusi, serta peningkatan konsultasi antara
pemerintah dan sektor swasta. Pelaksanaan rencana kerja strategis tersebut juga akan didukung dengan
program pengembangan sumber daya manusia dan kegiatan penelitian serta pengembangan di masing-
masing negara.

Pada KTT ASEAN Ke-13 di Singapura, bulan Nopember 2007, telah disepakati Blueprint for the
ASEAN Economic Community (AEC Blueprint) yang akan digunakan sebagai peta kebijakan (roadmap)
guna mentransformasikan ASEAN menjadi suatu pasar tunggal dan basis produksi, kawasan yang
kompetitif dan terintegrasi dengan ekonomi global. AEC Blueprint juga akan mendukung ASEAN menjadi
kawasan yang berdaya saing tinggi dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata serta kemiskinan
dan kesenjangan sosial-ekonomi yang makin berkurang.

ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint

Pada pertemuan ke-39 ASEAN Economic Ministers (AEM) tahun 2007, disepakati mengenai naskah
ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint beserta Strategic Schedule-nya, yang mencakup inisiatif-
inisiatif baru serta roadmap yang jelas untuk mencapai pembentukan ASEAN Economic Community tahun
2015.

Berkaitan dengan disepakatinya draft AEC Blueprint, pada pertemuan ke-39 AEM juga disepakati
mengenai Roadmap for ASEAN integration of the Logistics Services Sector sebagai priotitas ke-12 untuk
integrasi ASEAN dan menandatangani “Protocol to Amend Article 3 of the ASEAN Framework
(Amandment) Agreement for the Integration of the Priority Sectors”. Dengan demikian, ke-12 Priority
sectors dimaksud adalah agro-based products, air-travel, automotivr, e-ASEAN, electronics, fisheries,
healthcare, rubber-based products, textiles & apparels, tourism, wood-based products, logistics services.

20
ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint tersebut kemudian disahkan pada Rangkaian
Pertemuan KTT ASEAN ke-13. AEC Blueprint bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN lebih stabil,
sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan bebasnya lalu lintas barang, jasa, investasi dan aliran
modal. Selain itu, juga akan diupayakan kesetaraan pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan
serta kesenjangan sosial ekonomi pada tahun 2015.

AEC Blueprint merupakan suatu master plan bagi ASEAN untuk membentuk Komunitas Ekonomi
ASEAN pada tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh
melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci, dengan sasaran dan jangka waktu yang jelas.

Terkait dengan AEC Blueprint, ASEAN juga telah mengembangkan mekanisme Scorecard untuk
mencatat implementasi dan komitmen-komitmen negara anggota sebagaimana yang telah disepakati di
dalam AEC Blueprint. Scorecard dimaksud akan memberikan gambaran komprehensif bagaimana
kemajuan ASEAN untuk mengimplementasikan AEC pada tahun 2015. Dalam kaitan ini negara-negara
ASEAN telah menyepakati bahwa AEC Scorecard yang diusulkan akan dilaporkan pada KTT ke-14
ASEAN, Desember 2008 di Thailand.

Berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan “AEC awareness Year 2008”, para pertemuan ke-40
AEM, para Menteri Ekonomi ASEAN mengesahkan AEC Communication Plan dan menekankan
pentingnya untuk melibatkan berbagai stakeholders dalam proses komunikasi, yaitu Badan-badan sektoral
ASEAN, sektor swasta, otoritas di tingkat lokal dan nasional di negara-negara ASEAN, kalangan akademi
serta tokoh-tokoh masyarakat.

Terkait dengan implmentasi AEC Bluepint, pada tahun 2007-2008, Ditjen Kerjasama ASEAN telah
melakukan sosialisasi AEC Blueprint bersamaan dengan sosialisasi ASEAN Charter, baik di tingkat pusat,
khususnya kepada asosiasi-asosiasi bisnis maupun di daerah-daerah di Pulau Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Sosialisasi dilakukan dalam bentuk seminar, workshop, lokakarya
maupun Kuliah Umum, wawancara di media massa cetak dan elektronik lokal di pusat dan daerah. Salah
satu sasaran yang ingin dicapai adalah untuk memicu kesiapan masyarakat serta menimbulkan mengenai
“public awareness” mengenai ASEAN.

Kerjasama di Sektor Industri

Kerjasama di sektor industri merupakan salah satu sektor utama yang dikembangkan dalam
kerjasama ekonomi ASEAN. Kerjasama tersebut ditujukan untuk meningkatkan arus investasi, mendorong
proses alih teknologi dan meningkatkan keterampilan negara-negara ASEAN, termasuk dalam bentuk
pertukaran informasi tentang kebijaksanaan perencanaan industri nasional masing-masing. Kerjasama
ASEAN di sektor perindustrian diarahkan untuk menciptakan fasilitas produksi baru dalam rangka
mendorong perdagangan intra-ASEAN melalui berbagai skema kerjasama yang dikembangkan
berdasarkan konsep resource pooling dan market sharing.

ASEAN Industrial Cooperation (AICO) yang ditandatangani pada bulan April 1996 dan berlaku efektif
pada bulan Nopember 1999 merupakan insiatif kerjasama di sektor industri yang saat ini terus
dikembangkan. AICO merupakan skema kerjasama antara dua atau lebih perusahaan di kawasan ASEAN
dalam pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan, dalam rangka
memproduksi suatu barang yang bertujuan meningkatkan daya saing perusahaan ASEAN. AICO
menyediakan prasarana untuk menerapkan prinsip economic of scale and scope yang didukung oleh pajak
yang rendah untuk meningkatkan transaksi di ASEAN, menumbuhkan kesempatan investasi dari dalam
dan luar ASEAN, serta menciptakan pasar regional yang lebih besar. Perusahaan-perusahaan yang
memanfaatkan skema kerjasama ini antara lain akan mendapatkan preferensi berupa pengenaan bea
masuk hingga 5%.

AICO diharapkan akan mendorong kerjasama industri antar negara ASEAN dan mendorong investasi
pada industri berbasis teknologi dan kegiatan yang memberikan nilai tambah pada produk industri. AICO
juga memberikan kesempatan luas kepada perusahaan di negara ASEAN untuk saling bekerjasama guna
menghasilkan produk dengan menikmati preferensi tarif. Insentif lain yang juga diberikan kepada
perusahaan yang bekerjasama dalam payung AICO berupa akreditasi kandungan lokal serta insentif non-
tarif lainnya yang dapat diberikan oleh masing-masing negara anggota.

AICO tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan-perusahaan industri, tetapi juga untuk trading
companies yang membantu pemasaran produk-produk industri kecil. Pada 21 April 2004 para Menteri
Ekonomi ASEAN telah menandatangani Protocol to Amend the AICO Agreement yang mengatur
perubahan/penurunan tarif preferensi yang diberikan untuk proyek-proyek AICO yang disetujui.

Kerjasama di Sektor Perdagangan

21
1. Kerjasama Perdagangan Barang

Berkaitan dengan AFTA, pada pertemuan ke-21 AFTA Council tanggal 23 Agustus 2007, telah
dicapai kemajuan yang cukup signifikan mengenai implementasi Work Programme on Elimination of
Non-Tariff Barries (NTBs) serta dalam melakukan revisi mengenai CEPT AFTA Rules of Origin, yang
diharapkan akan mengurangi biaya transaksi perdagangan serta memfasilitasi perdagangan di
kawasan.

Berkaitan dengan perdagangan barang ini, ASEAN juga berhasil menyelesaikan pembahasan
substantif mengenai ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA), yang diharapkan akan
ditandatangani pada bulan Desember 2008. ATIGA mengintegrasikan semua inisiatif ASEAN yang
berkaitan dengan perdagangan barang kedalam suatu comprehensive framework, menjamin sinergi
dan konsistensi di antara berbagai inisiatif. ATIGA akan meningkatkan transparansi, kepastian dan
meningkatkan AFTA-rules-based system yang merupakan hal yang sangat penting bagi komunitas
bisnis ASEAN.

b. Fasilitasi Perdagangan

Dalam upaya meningkatkan perdagangan, ASEAN telah menandatangani Protocol 1-Designation


of Tansit Transport Routes and Facilities. Implementasi Protocol dimaksud akan memfasilitasi
transportasi barang-barang di kawasan serta tidak merintangi akses dan pergerakan kendaraan yang
mengangkut barang-barang tersebut di kawasan ASEAN.

Berkaitan dengan fasilitasi perdagangan, Indonesia juga telah melakukan pembentukan Nasional
Single Window (NSW) dan ASEAN Single Window (ASW) merupakan salah satu upaya fasilitasi
perdagangan di tingkat nasional dan ASEAN untuk mempermudah dan mempercepat arus
perdagangan dalam rangka mendukung proses pembentukan ASEAN Economic Community. National
Single Window diharapkan mulai dapat beroperasi pada akhir tahun 2008 di negara-negara ASEAN+6
dan tahun 2012 bagi negara-negara CLMV.

Untuk tingkat nasional, Perkembangan Tahap I Uji Coba NSW telah dilaksanakan di Tanjung Priok
dari Desember 2007 – Juni 2008. Sistem uji coba melibatkan 5 (five) Government Agencies (GA) yang
terkait dengan pemberian izin, yaitu Ditjen Bea dan Cukai–Depkeu, Ditjen Daglu, Badan POM, Badan
Karantina Deptan dan Pusat Karantina Perikanan (DKP) Draft Blueprint NSW. Uji coba dimaksud
difokuskan pada importir prioritas sebanyak 102. Tujuan yang dapat dicapai adalah penyederhanaan
dokumen impor dan pemendekan proses bisnis pengurusan perizinan impor dari 5.5 hari menjadi 8
jam.

Implementasi NSW Tahap II dimulai pada bulan Juli – Desember 2008. Pada Tahap II difokuskan
pada tingkat operasional dengan sasaran antara lain : penerapan di lima pelabuhan utama, yaitu
Tanjung Prior (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan) dan Bandara Soekarno Hatta
yang merupakan tempat bongkar muat barang ekspor impor dengan tingkat volume 90% dari total
ekspor impor Indonesia; GA yang terlibat menjadi 15 (total instansi yang terlibat perizinan sesudah
penyederhanaan/sebelumnya 34 instansi); jasa perizinan meliputi ekspor, impor, pengangkutan udara
dan pengangkutan laut. Di samping itu, sistem NSW juga mulai diujicobakan dengan ASW pada
tanggal 11 Agustus 2008 ditandai adanya pertukaran dokumen kepabeanan (SKA dan Form D antara
Indonesia dan Malaysia).

Diharapkan seluruh importir terdaftar (sekitar 17.500 importir) telah dapat menggunakan sistem
dimaksud pada bulan Desember 2008 dan masalah terkait dengan Service Level Agreement (SLA),
permanent help desk; fee structure, changing management dan Badan Pengelola telah dapat
diputuskan pada Implementasi Tahap II ini.

c. Realisasi ASEAN Free Trade Area

Pada pertemuan ke-40 ASEAN Economic Ministers tahun 2008, ASEAN Secretariat telah
melaporkan bahwa implementasi komitmen liberalisasi tariff CEPT telah mencapai 92.25 % dari semua
produk yang telah dimasukkan ke dalam inclusion list (IL), 88.48 % memiliki tarif berkisar antara 0-5 %
di antara negara-negara ASEAN. Tarif di antara negara-negara ASEAN yang telah dihapuskan sebesar
63.42 % dari IL products, rata-rata berkurang sebesar 2,58% dalam tahun 2007 menjadi 1.95 %
dalam tahun 2008.

d. Comprehensive Revised CEPT Rules of Origin

Sejak 1 Agustus 2008, ASEAN telah mengimplementasikan Comprehensive revised CEPT Rules of
Origin yang mencakup revisi terhadap teks CEPT ROO serta komponennya seperti Operational
22
Certification Procedures, Product Specific Rules (PSRs) dan Certificate of Origin (CO) Form D. Revisi
CEPT ROO termasuk revisi general rule of the CEPT Rules of Origin dari kriteria single “Regional
Value Content of 40 percent (RVC(40)” menjadi alternative co-equal rules of “Regional Value Content
of 40 percent or Change in Tariff Headings (RVC(40) or CTH)”.

e. Kerjasama Kepabeanan

Selama 3 (tiga) tahun terakhir, ASEAN Customs Administrations terus melakukan upaya-upaya
untuk mengimplementasikan Strategic Plan of Customs Development (SPCD) 2005 – 2010, khususnya
dalam bidang cargo clearance, risk management, e-customs, facilitation of goods in transit, customs
enforcement and human resource development. Disamping itu, ASEAN juga mengupayakan
penyelesaian mengenai finalisasi Protocol 2 (Designation of Frontier Posts) dan Protocol 7 (Customs
Transit Systems) guna memungkinkan implementasi penuh Framework Agreement on Facilitation of
Goods in Transit and the establishment of the ASEAN Customs Transit System.

f. Standards, Technical Regulations and Conformity Assessment Procedures (STRACAP)

Dalam upaya untuk fasilitasi implementasi priority sectors, ASEAN telah mengimpelementasikan
sejumlah ASEAN Sectoral Mutual Recognition Arrangement (MRA). Hingga tahun 2007, di bidang
produk barang, Indonesia telah menandatangani 3 (tiga) MRAs, yaitu di bidang cosmetics, electrical
and electronic equipment serta pharmaceutical. Namun demikian, mengalami hambatan dialami dalam
proses ratifikasi mengingat adanya benturan antara MRA dimaksud dengan peraturan perundangan
nasional terkait.
g. Initiative for ASEAN Integration (IAI)

Initiative for ASEAN Integration (IAI) adalah suatu policy framework yang dimaksudkan untuk
memberikan kontribusi, dengan dasar berkesinambungan, untuk mempersempit kesenjangan
pembangunan di antara negara-negara ASEAN, khususnya untuk negara-negara CLMV. Kebijakan
dimaksud ditegaskan di dalam Ha Noi Plan of Action 1998 serta Deklarasi mengenai Narrowing
Development Gap for Closer ASEAN Integration 2001.

IAI dituangkan di dalam IAI Work Plan, yang merupakan rencana 6 tahunan (Juli 2002 – Juni 2008).
Sampai dengan tanggal 15 Mei 2008, terdapat 203 proyek dalam IAI Work Plan dengan berbagai tahap
implementasinya. Pembiayaan telah disiapkan untuk 158 proyek (78%). 116 proyek telah berhasil
diselesaikan, 19 proyek sedang dilaksanakan, 2 proyek telah mendapatkan pendanaan dan menunggu
implementasi, 2 proyek masih mencari dana separuhnya, 10 proyek masih menunggu proses
pelaksanaan dan 18 proyek belum mendapatkan pendanaan.

Sumber pendanaan proyek-proyek IAI berasal dari negara-negara ASEAN + 6 dan negara-negara
donor lainnya. Kontribusi ASEAN + 6 sampai dengan tanggal 15 Mei 2008 berjumlah US $ 30.98 juta.
Kontribusi Indonesia tercatat sebesar US $ 804.437 untuk 9 (sembilan) proyek, dengan share sebesar
2,6 % dari total pendanaan yang disiapkan oleh ASEAN-6. Sedangkan Singapura memberikan
kontribusi tertinggi, sebesar US $ 22.811.330, dengan share 73.64% dari seluruh total pendanaan
ASEAN.

Di samping itu, kontribusi ASEAN-6 terhadap CLMV on bilateral basis, sampai dengan tanggal 15
Mei 2008 total berjumlah US $ 159.483.271, untuk implementasi proyek-proyek dari tahun 1992–2008.
Sedangkan kontribusi Indonesia on bilateral basis sebesar US $ 1.661.588, untuk implementasi 30 Juli
2000–2006. Kontribusi tertinggi diberikan oleh Thailand, sebesar US $ 100.358.255 (implementasi
proyek 1996 – 2004).

Kontribusi negara-negara dialogue partner ASEAN terhadap proyek-proyek IAI sampai dengan
tanggal 15 Mei 2008 berjumlah total US $ 20.18 juta, untuk 65 proyek. 5 (lima) negara donor utama
adalah Jepang, Korea, India, Norwegia dan Uni Eropa, menyumbang sebesar US $ 17.64 juta (87.3%
total dana dari negara donor).

Sebagai konsistensi untuk narrowing development gap, saat ini sedang disusun dan diselesaikan
IAI Work Plan II, yang diharapkan akan dapat segera diselesaikan pembahasannya.

h. Perkembangan Pembentukan FTA ASEAN Dengan Negara-negara Mitra Wicara

a) ASEAN–China Free Trade Agreement

Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement Mechanism Agreement ditandatangani oleh
Menteri Ekonomi ASEAN dan China pada bulan Nopember 2004. Sementara itu, Agreement on
Trade in Services dan Second Protocol to Amend the Framework Agreement ditandatangani pada
23
bulan Januari 2007 di Cebu, Filipina. Berkenaan dengan proses ratifikasi ketiga perjanjian
dimaksud, hanya tinggal Kamboja yang belum meratifikasi perjanjian tersebut.

Terkait dengan implementasi FTA ASEAN-China di bidang jasa, China telah mengajukan
request kepada Indonesia untuk 10 sektor jasa, yaitu business services; komunikasi; konstruksi dan
jasa engineering; distribusi; pendidikan; lingkungan; keuangan; jasa sosial dan kesehatan; jasa
olah raga ,budaya dan rekreasi; dan jasa transportasi. Berkenaan dengan hal tersebut, telah
disepakati bahwa basis offer untuk sektor-sektor yang masuk dalam Komitmen Pertama FTA
ASEAN-China bidang Jasa adalah AFAS-4 (business services, telekomunikasi, Konstruksi, Jasa
terkait dengan Air Travel dan Kepariwisataan) ditambah dengan jasa maritim, pendidikan,
keuangan khusus asuransi dan kesehatan yang kesemuanya telah masuk dalam AFAS-5.

Perundingan yang masih belum diselesaikan adalah bidang investasi dan kerjasama ekonomi.
Negosiasi di bidang investasi semula diharapkan dapat diselesaikan pada akhir tahun 2007.
Namun demikian setelah 4 (empat) tahun berjalan tidak terlihat tanda-tanda dimana akan tercapai
kesepakatan. Hal ini dikarenakan perbedaan posisi ASEAN yang tetap menginginkan memakai
pendekatan AIA atau negative list approach. Sedangkan China menghendaki penggunaan positive
approach.

Pada KTT ASEAN ke-13 para Pemimpin ASEAN menekankan pentingnya kerjasama ASEAN-
China yang tentunya akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat di kawasan Asia, khususnya ASEAN dan China. Bukti nyata
pertumbuhan ekonomi termaksud ditandai dengan meningkatnya volume perdagangan ASEAN-
China dari US$ 160 miliar pada tahun 2006 menjadi US$171.1 miliar pada tahun 2007. Sebagai
catatan, pada periode 2003-2007 total nilai perdagangan Indonesia China tumbuh sebesar 28.7%.
Pada tahun 2007, realisasi investasi China di Indonesia berjumlah 22 proyek dengan nilai US$ 28.9
juta. Sementara negosiasi perjanjian investasi ASEAN-China yang belum berhasil terselesaikan
diharapkan dapat rampung dalam tahun 2008.

Di sela-sela KTT ASEAN ke-13 diakhiri dengan penandatanganan Memorandum of


Understanding between ASEAN and the Government of the People’s Republic of China on
Strengthening Sanitary and Phytosanitary Cooperation oleh Sekjen ASEAN atas nama negara
anggota ASEAN dan Minister General Administration of Quality Supervision, Inspection and
Quarantine, China.

b) ASEAN-Canada Trade And Investment Framework Arrangement (TIFA)

Meskipun FTA ASEAN-Kanada masih merupakan tujuan jangka panjang, kedua belah pihak
mengakui mengenai adanya suatu keperluan untuk lebih memformalkan hubungan, dan meminta
Sekretariat ASEAN untuk menyusun draft awal ASEAN-Canada Economic Arrangement yang
sejenis dengan Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) yang telah ditanda-tangani
Kanada dengan MERCOSUR dan ASEAN Community.

Pada SEOM 1/39 di Baguio City, Filipina, Januari 2008, SEO bertukar pandangan mengenai
pembatalan sepihak oleh pihak Kanada karena isu Myanmar atas rencana pertemuan konsultasi
SEOM-Kanada di Vancouver, Kanada yang dijadwalkan pada bulan Nopember 2007. Selanjutnya
pada 2nd ASEAN Canada Informal Coordinating Mechanism (ICM) di Ha Noi, Viet Nam 10 Maret
2008, Indonesia telah menyampaikan penyesalannya dan berharap agar Kanada dapat
menggulirkan kembali pembahasan TIFA. Viet Nam sependapat dengan Indonesia dan meminta
konfirmasi lebih lanjut mengenai kepastian penjadwalan ulang pertemuan pembahasan TIFA.

Pada Pertemuan ke-5 ASEAN-Canada Dialogue di Ho Chi Minh, Viet Nam, 12-14 Mei 2008,
Kanada telah menyampaikan keputusannya untuk melaksanakan the 3rd ASEAN–Canada SEOM
yang tertunda di Vancouver, Kanada pada akhir bulan Nopember 2008.

Sebagai catatan, draft TIFA ASEAN-Kanada terdiri dari 5 sections dengan 1 Annex berupa
Trade and Investment Cooperation Arrangement between ASEAN Canada Work Plan, yaitu :
Section I Objectives; Section II Principles; Section III Expansion of Trade and Investment; Section
IV Joint Council on Trade and Investment; Section V Final Clauses.

c) ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA)

Terkait dengan ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZ FTA), setelah dilakukan


perundingan sejak 3 (tiga) tahun terakhir sudah dapat dikatakan selesai kecuali berkaitan dengan
”market access” untuk sektor otomotif. Dalam kaitan ini, Australia mengharapkan agar jika market
access dimaksud belum dapat disepakati maka AANZ FTA dapat ditandatangani pada bulan
24
Desember mendatang. Sedangkan isu-isu bilateral yang belum dapat diselesaikan akan
diselesaikan setelah AANZ FTA ditandatangani.

Dalam kaitan ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah konsekwensi hukum ditandatanganinya
AANZ FTA apabila belum dapat disepakati/diselesaikannya komitmen bilateral dengan Australia
dan New Zealand, mengingat offer dan request Australia serta New Zealand kepada Indonesia
belum disepakati.

Di samping itu, AANZ FTA menyisakan permasalahan lain, yaitu menyangkut 2 (dua) MOU
mengenai labour dan environment yang diharapkan oleh New Zealand dapat ditandatangani oleh
Indonesia dan New Zealand sebelum ditandatanganinya AANZ FTA. Kedua MOU tersebut masih
dibahas dan dipelajari lebih lanjut oleh pihak Depnaker serta Kementerian Lingkungan Hidup.

d) ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA)

Sejak ditandatanganinya Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation


between ASEAN and India pada tanggal 8 Oktober 2003, perundingan ASEAN-India Trade
Negotiating Committee (AITNC) telah memasuki pertemuan ke-21. Draft ASEAN–India Trade in
Goods Agreement telah berhasil disepakati kecuali “market acsess” kepada Viet Nam. Diharapkan
hal ini dapat segera diselesaikan secara bilateral. Di samping itu juga masih terdapat perbedaan
pandangan antara ASEAN dengan India berkaitan dengan penurunan tarif di dalam Exclusion List
(EL) dan Normal Track (NT).

e) ASEAN-EU Free Trade Agreement (AEFTA)

Pertemuan ASEAN-EU Commemorative Summit di Singapura pada tanggal 22 November


2007, berhasil menyepakati dua dokumen penting yaitu Plan of Action to Implement the Nuremberg
Declaration on an EU-ASEAN Enhanced Partnership dan Joint Declaration of the ASEAN-EU
Commemorative Summit. Kedua dokumen tersebut memuat paragraf kesepakatan peningkatan
kerjasama ekonomi kedua kawasan.

Hingga saat ini, telah diadakan 6 kali pertemuan Joint Committee on ASEAN-EU Free Trade
Agreement (JCAEFTA). Dalam pertemuan JCAEFTA ke-6 yang berlangsung di Ha Noi, Viet Nam
pada tanggal 14-17 Oktober 2008, masih terlihat keinginan dari pihak UE untuk memasukan isu-isu
non-tradisional seperti government procurement, competition policy, dan sustainable development.

Dalam isu Trade in Goods, UE juga mengemukakan penawaran dengan pendekatan country
specific adjustrment, yang mengindikasikan adanya offer yang berbeda dari UE kepada setiap
negara-negara anggota ASEAN. Namun, ASEAN tidak menyetujui tawaran EU tersebut karena
dikhawatirkan pendekatan ini akan menimbulkan diskriminasi.

Terkait dengan modalitas ASEAN-EU Free Trade Agreement (AEFTA), terdapat dua proposal
tentang working method (mekanisme perundingan) yang akan digunakan dalam kerangka AEFTA.
UE mengusulkan agar working method dilakukan dengan menggunakan mekanisme perundingan
dual track, yakni perundingan “fast track” yang dilakukan dengan beberapa negara (kelompok
kecil) terutama negara-negara yang memiliki tingkat ambisi tinggi baik dalam hal cakupan isu-isu
yang dirundingkan maupun ambisi yang cukup tinggi di masing-masing isu, dan “normal track” yang
dilakukan dengan negara anggota ASEAN lainnya yang tingkat ambisinya lebih rendah.

Berkenaan dengan proposal tersebut, Viet Nam juga mengusulkan pendekatan yang hampir
sama dengan UE, namun sifatnya sukarela. Di samping traditional issues (trade in goods, services
dan investment) kelompok pertama dapat merundingkan non-traditional issues (seperti competition
policy, sustainable development dan government procurement), namun sifatnya sukarela.
Sedangkan kelompok kedua hanya merundingkan traditional issues.

f) ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership

Landasan perundingan ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership adalah Joint


Declaration of the Leaders on Comprehensive Economic Partnership between ASEAN and Japan
yang telah ditandatangani pada tanggal 5 November 2002. Kemitraan ini juga kemudian diperkuat
dengan penandatanganan Framework for Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN
and Japan pada tanggal 8 Oktober 2003.

Saat ini perjanjian AJCEP telah ditandatangani secara ad-referendum pada bulan Maret 2008.
Sedangkan pihak Jepang telah meratifikasi perjanjian tersebut pada tanggal 21 Juni 2008. Saat ini
25
masing-masing negara ASEAN sedang melaksanakan prosedur legal nasional guna dapat
menerapkan perjanjian ini.

Kerjasama di Sektor Jasa

a. Perkembangan Liberalisasi Jasa ASEAN

1) Peranan Sektor Jasa ASEAN

Sektor Jasa memegang peranan penting di ASEAN dengan rata-rata 40-50% GDP negara
ASEAN berasal dari sektor jasa. Jasa juga berperan penting dalam perekonomian Indonesia
dengan porsi 46% total GDP pada tahun 2007.

Dalam upaya meningkatkan kerjasama ekonomi melalui liberalisasi perdagangan di bidang jasa,
Negara-negara ASEAN telah menyepakati dan mengesahkan ASEAN Framework Agreement on
Services (AFAS) pada tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand. Selanjutnya untuk
menindaklanjuti kesepakatan tersebut, telah dibentuk Coordinating Committee on Services (CCS)
yang memiliki tugas menyusun modalitas untuk mengelola negosiasi liberalisasi jasa dalam
kerangka AFAS yang mencakup 8 (delapan) sektor, yaitu: Jasa Angkutan Udara dan Laut, Jasa
Bisnis, Jasa Konstruksi, Jasa Telekomunikasi, Jasa Pariwisata, Jasa Keuangan, Jasa Kesehatan
dan Jasa Logistik.

Indonesia mendorong liberalisasi sektor jasa melalui Badan Kebijakan Fiskal, Departemen
Keuangan, yang bertindak sebagai koordinator (Tim Koordinator Bidang Jasa) di semua forum dan
sektor, termasuk sebagai pengelola sektor jasa keuangan non-bank dan jasa profesi (akuntan dan
penilai).

Sejak penandatangan AFAS hingga saat ini, Negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati
6 paket komitmen liberalisasi jasa. KTT ASEAN ke-13 di Singapura pada November 2007 telah
menyepakati pengesahan paket ke-6 tersebut sebagai kelanjutan liberalisasi jasa di bawah AFAS.
Prinsip, strategi dan modalitas untuk liberalisasi jasa tersebut ditujukan guna mewujudkan realisasi
bebasnya arus perdagangan jasa ASEAN dalam rangka pembentukan kawasan ekonomi
terintegrasi “Komunitas Ekonomi ASEAN” tahun 2015. Integrasi perdagangan jasa ASEAN akan
dilaksanakan dengan mengacu pada Cetak Biru Pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN yang
juga telah disepakati pimpinan ASEAN pada kesempatan KTT ASEAN tersebut.

Disamping itu juga telah ditandatangani ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalisation
of Air Freight Services and the ASEAN multilateral Agreement on Air Services pada pertemuan ke-
14 ASEAN Transport Ministers’ Meeting pada bulan November 2008.

2) Integrasi Sektor Jasa Prioritas Menjelang Realisasi Komunitas Ekonomi ASEAN 2015

ASEAN telah menetapkan 5 (lima) sektor jasa prioritas dari 12 sektor prioritas integrasi barang
dan jasa yang akan diliberalisasi menjelang pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, yaitu:
Jasa Kesehatan, Jasa Pariwisata, e-ASEAN, Jasa Logistik dan Jasa Transportasi Udara.

Target penghapusan hambatan dalam perdagangan bidang jasa di empat sektor prioritas bidang
jasa adalah tahun 2010 untuk jasa perhubungan udara, e-ASEAN, kesehatan, dan pariwisata dan
tahun 2013 untuk jasa logistik. Adapun liberalisasi bidang jasa seluruhnya ditargetkan pada tahun
2015.

Masing-masing sektor prioritas tersebut telah dilengkapi peta kebijakan (roadmaps) yang
mengkombinasikan inisiatif-inisiatif khusus dengan inisiatif yang lebih luas secara lintas sektor
seperti langkah-langkah fasilitasi perdagangan.

3) Jasa Angkutan Udara (Air Transport Services)

Sidang ke 18 ASEAN Air Transport Working Group (ATWG) di Kuala Lumpur tanggal 12 – 14
Agustus 2008 membahas berbagai hal terkait dengan upaya liberalisasi jasa angkutan udara
ASEAN, termasuk ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalisation of Air Freight Services,
ASEAN Multilateral Agreement on Air Services, ASEAN Single Aviation Market (SAM) dan
Kerjasama Angkutan Udara dengan Mitra Dialog.

4) Jasa Angkutan Laut (Maritime Transport Services)

26
Sidang ke-16 ASEAN Maritime Transport Working Group (MTWG) di Nha Trang, Viet Nam
tanggal 9-11 September telah membahas langkah-langkah lebih lanjut dalam
mengimplementasikan Roadmap Towards an Integrated and Competitive Maritime Transport.
Terkait Roadmap Towards an Integrated and Competitive Maritime Transport, Indonesia ditunjuk
bertanggung jawab sebagai lead coordinator untuk measure (langkah kebijakan) no.11 “Confirm the
Principle of Open Access to the International Maritime Trade of All ASEAN Member States” dan
measure no.12 “Develop the Strategies for an ASEAN Single Shipping Market” dari Roadmap
dimaksud.

5) Jasa Keuangan (Finance Services)

Pertemuan terkini Para Menteri Keuangan ASEAN dan ASEAN Finance Minister Investors
Seminar (AFMIS) diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab pada tanggal 7-9 Oktober 2008. Para
Menteri menegaskan komitmennya untuk memperkuat kerja sama ekonomi dan keuangan
sekaligus memperkuat tingkat kompetensi di pasar global. Pertumbuhan GDP regional diperkirakan
akan mengalami sedikit perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,7 %.

Untuk merespon hal tersebut, ditegaskan perlunya upaya kapitalisasi yang kuat pada sektor
perbankan dan institusi keuangan selain upaya untuk segera dapat mengimplementasikan Chiang
Mai Initiative Multilateralisation pada pertengahan tahun 2009 sejalan dengan inisiatif regional yang
lain dalam upaya kerjasama dan integrasi regional.

6) Jasa Telekomunikasi (Telecommunications Services)

ASEAN menyadari pentingnya Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi seluruh lapisan
masyarakat. Terkait hal ini telah disepakati upaya sinergis untuk membangun infrastruktur
komunikasi melalui “Siem Reap Ministerial Declaration on Enhancing Universal Access on ICT
Services in ASEAN” yang disepakati dalam sidang TELSOM/TELMIN ke-7 tahun 2007 di Siem
Reap, Kamboja.

9th ASEAN Telecommunications & Information Technology Senior Officials Meeting (TELSOM-9)
dan 8th ASEAN Telecommunications & Informations Technology Ministers Meeting (TELMIN-8)
dengan tema ‘’High Speed Connection to Bridge ASEAN Digital Divide” di Bali, pada tanggal 25-29
Agustus 2008 telah membahas dan mengesahkan indikator dan target dalam ICT Scorecard yang
diperlukan untuk mencapai proses integrasi dan pengembangan sektor ICT ASEAN tahun 2008-
2010.

7) Jasa Pariwisata (Tourism Services)

Dalam pertemuan ASEAN Tourism Meetings di Manila tanggal 6 – 9 Juli 2008, telah dibicarakan
beberapa hal antara lain:
- Penyusunan MRA di bidang Pariwisata diharapkan selesai pada akhir 2008 dan dapat
ditandatangani oleh para Menteri Pariwisata ASEAN pada saat ASEAN Tourism Forum
(ATF) 2009 di Ha Noi, Viet Nam, tanggal 5-12 Januari 2009.
- Dalam kerangka ASEAN Tourism Resource Management and Development Network
(ATMR) telah direncanakan untuk mengadakan beberapa kegiatan antara lain: Training on
eco tourism di Thailand, Pelatihan Tourism Heritage di Indonesia, ATMR Cruise di
Singapura, Workshop tentang Home stay di Malaysia.
- Guna lebih meningkatkan promosi ASEAN sebagai destinasi tunggal telah dibahas
beberapa kegiatan promosi bersama, yaitu: ASEAN Promotional Chapter for Tourism,
ASEAN Tourism Area in International tourism Fairs dan Joint Promotion Activities with
ASEAN Airlines.
- Terkait dengan NTO/VAC Fund dinyatakan bahwa Balance of NTO/VAC Fund hingga bulan
Mei 2008 adalah USD 58,791.25.

8) Jasa Logistik (Logistic Services)

Jasa logistik telah ditetapkan sebagai sektor prioritas kedua belas yang akan diliberalisasikan
oleh ASEAN. Roadmap for Integration of Logistics Services telah ditandatangani pada Sidang ke-39
ASEAN Economic Ministers’ di Makati City, Filipina, pada tanggal 24 Agustus 2007.

Mutual Recognition Arrangements Bidang Jasa

Para Menteri Ekonomi ASEAN telah menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA)
Framework on Accountancy Services, MRA on Medical Practitioner and MRA on Dental Practitioners.
MRA Framework on Accountancy Services yang akan menjadi prinsip-prinsip dasar dan kerangka
27
negosiasi bilateral atau multilateral. Sedangkan MRAs mengenai Medical Practitioners and Dental
Practitioners diharapkan dapat memfasilitasi mobilitas qualified medical and dental practitioners di
ASEAN.

Di samping itu juga telah ditandatangani MRAs di bidang engineering services, architectures
services, nursing services and surveying and urged renewed efforts by the related professional bodies
to implement the MRAs. Sedangkan Mutual Recognition Arrangements on Tourism Professionals,
diharapkan akan dapat ditandatangani pada ASEAN Tourism Ministers Meeting pada bulan Januari
2009.

Ratifikasi Perjanjian-perjanjian Ekonomi ASEAN

Hingga saat ini terdapat 92 Perjanjian Ekonomi ASEAN. Dari jumlah tersebut, 57 perjanjian telah
diratifikasi, sedangkan 35 masih dalam proses. Perlu disampaikan juga bahwa terdapat 12 perjanjian
dalam tahap akhir proses ratifikasi dan diharapkan selesai pada akhir tahun 2008.

Kerjasama di Sektor Investasi

Di sektor investasi, kerjasama ASEAN diawali dengan dikemukakannya gagasan pembentukan suatu
kawasan investasi ASEAN pada Pertemuan Pemimpin ASEAN di Bangkok pada tahun 1995. Untuk
menindaklanjuti gagasan tersebut, pada tahun 1996, dibentuk Komite Kerja Kawasan Investasi ASEAN
(WC-AIA), yang berada dibawah naungan SEOM, dengan mandat menyiapkan sebuah Persetujuan Dasar
tentang Kawasan Investasi ASEAN (Framework Agreement on ASEAN Investment Area/FA-AIA).
Framework Agreement on ASEAN Investment Area ditandatangani di Makati City, Filipina, pada
tahun 1998. Bersamaan dengan penandatanganan tersebut juga disahkan pembentukan AIA Council. FA-
AIA mencakup seluruh kegiatan investasi, kecuali investasi portfolio dan kegiatan investasi lainnya yang
sudah tercakup pada perjanjian ASEAN lainnya, seperti the ASEAN Framework Agreement on Services.
Tujuan utama yang hendak dicapai adalah menciptakan suatu Kawasan Investasi ASEAN yang liberal dan
transparan, sehingga dapat meningkatkan arus investasi ke kawasan. Liberalisasi investasi bagi negara
anggota ASEAN disepakati untuk mulai berlaku pada tahun 2010, sedangkan dengan negara non-ASEAN
disepakati untuk direalisasikan pada tahun 2020.

Kerangka kerja AIA mencakup semua arus investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI)
ke ASEAN maupun investasi langsung antar negara-negara ASEAN. Persetujuan tersebut antara lain akan
mengikat negara-negara anggota untuk menghapus hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi
peraturan-peraturan dan kebijaksanaan investasi, memberi persamaan perlakuan nasional dan membuka
investasi di industrinya terutama sektor manufaktur. Dengan menciptakan ASEAN sebagai suatu kawasan
investasi yang lebih berdaya saing dan terbuka, AIA diharapkan dapat menarik arus investasi langsung ke
ASEAN.

Pada pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN Ke-40 yang berlangsung di Singapura bulan Agustus
2008, negara-negara ASEAN sepakat untuk membentuk suatu rejim investasi ASEAN yang lebih terbuka
serta mendukung proses integrasi ekonomi di Asia Tenggara. Rejim yang dimaksud adalah ASEAN
Comprehensive Investment Agreement (ACIA) yang merupakan hasil revisi dan penggabungan dari
ASEAN Investment Area (AIA) dan ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN-IGA). ACIA
mencakup empat pilar utama yang meliputi: liberalisation, protection, facilitation and promotion.

ACIA lebih bersifat komprehensif dibandingkan dengan AIA dan ASEAN IGA, dikarenakan ACIA telah
mengadopsi international best practices dalam bidang investasi dengan mengacu kepada kesepakatan-
kesepakatan investasi internasional. Dengan adanya ACIA, diharapkan ASEAN dapat meningkatkan iklim
investasi di kawasan dan menarik lebih banyak investasi asing. Sebagai tambahan, nilai investasi asing di
ASEAN pada tahun 2005 berjumlah sebesar US$. 41.06 milyar dan tahun 2006 sebesar US$. 52.3 milyar.

Setelah mengalami pembahasan yang cukup alot sejak tahun 2006, ASEAN akhirnya berhasil
menyelesaikan pembahasan ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA). Draft ACIA
dimaksud telah dibahas dan di-endorse pada Pertemuan ke-40 ASEAN Economic Ministers (AEM) tahun
2008. Diharapkan ACIA akan dapat ditandatangani pada KTT ke- 14 ASEAN mendatang di Chiang Mai,
Thailand, Desember 2008. Dengan ditandatanganinya ACIA, diharapkan akan dapat menjadikan ASEAN
menjadi wilayah yang sangat kompetitif untuk menarik Foreign Direct Investment (FDI) serta mendukung
realisasi ASEAN Economic Community.

28
Kerjasama di Sektor Komoditi dan Sumber Daya Alam

Kerjasama Pertanian

1) Pangan

Secara umum kondisi pangan ASEAN pada tahun 2005/2006 stabil. ASEAN telah mampu
mencapai swasembada, khususnya untuk komoditi beras dan gula yang produksinya melebihi
kebutuhan di ASEAN. Untuk jagung dan kedelai, ASEAN masih mengandalkan impor karena
produksi lokal belum mampu memenuhi kebutuhan domestik.

Dalam skema kerja sama ASEAN Plus Three, 2 (dua) proyek telah dilaksanakan sejak tahun
2004 – 2008, yaitu East Asia Emergency Rice Reserves (EAERR) dan ASEAN Food Security
Information System (AFSIS). Kegiatan EAERR terutama difokuskan pada implementasi mekanisme
pengadaan beras (stock release mechanism) dan pemanfaatan cadangan beras darurat untuk
kondisi bencana. Sementara itu, kegiatan AFSIS difokuskan pada pembuatan jaringan informasi
mengenai ketahanan pangan dan pengembangan sumber daya manusia. Dalam proyek AFSIS,
sebuah website telah dibentuk yang memberikan informasi mengenai situasi dan perencanaan
kebijakan ketahanan pangan di kawasan.

ASEAN juga telah membentuk ASEAN General Guidelines on the Preparation and Handling of
Halal Food sebagai upaya memperluas perdagangan daging dan produk daging intra-ASEAN.

Menanggapi perkembangan krisis dunia yang berdampak pada sektor pangan, ASEAN sesuai
dengan usulan Presiden RI, telah menyusun sebuah skema strategis dan komprehensif untuk
memperkuat ketahanan pangan regional yang disebut ASEAN Integrated Food Security (AIFS)
Framework beserta rencana kerja jangka menengah yang disebut Strategic Plan of Action on Food
Security in the ASEAN Region (SPA-FS). Para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN
menyepakati untuk merekomendasikan dokumen tersebut ke ASEAN Summit di Thailand, bulan
Desember 2008. Selanjutnya, kedua dokumen tersebut akan di-endorse oleh para Pemimpin
ASEAN melalui Bangkok Statement on Food Security in the ASEAN Region.

2) Tanaman Pangan (Crops)

Sejak tahun 2006 – 2008, ASEAN telah membuat Daftar Hama Endemik untuk beberapa
komoditas pertanian yang diperdagangkan di kawasan, yaitu padi giling, jeruk (citrus), mangga,
kentang, dan anggrek potong dendrobium. Upaya harmonisasi phytosanitary untuk komoditas-
komoditas tersebut akan terus dilanjutkan khususnya untuk pengembangan panduan importasi.

ASEAN Plant Health Cooperation Network (APHCN) telah dibentuk sebagai sarana untuk
berbagi informasi mengenai kesehatan tanaman di negara-negara anggota ASEAN. Saat ini,
informasi mengenai Undang-undang Karantina Tanaman dan persyaratan impor untuk Malaysia
dan Singapura telah tersedia di website APHCN. Dalam inisiatif ini, akan dibentuk ASEAN Regional
Diagnostic Initiative sebagai proyek percontohan untuk mengatasi hambatan terhadap akses pasar
produk pertanian.

Melalui harmonisasi Maximum Residue Limits (MRLs) untuk pestisida, ASEAN terus berupaya
untuk melindungi kesehatan konsumen dan memfasilitasi perdagangan dengan meminimalisir
penggunaan pestisida dan memastikan keamanan pangan dan mencegah kerusakan lingkungan.
Dalam 29th ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry (29th AMAF) di Bangkok, 2007,
ASEAN telah mengadopsi harmonisasi 99 MRL untuk 16 pestisida. Sebelumnya ASEAN telah
memiliki 658 MRL untuk 61 pestisida.

ASEAN terus berupaya untuk melaksanakan upaya terpadu dalam mengharmonisasi standar
dan kualitas, jaminan keamanan pangan dan standarisasi sertifikasi perdagangan untuk
mendukung integrasi ekonomi dan meningkatkan daya saing produk-produk pertanian dan
kehutanan ASEAN di pasar internasional. Untuk itu, ASEAN telah mengadopsi ASEAN Good
Agricultural Practices (ASEAN GAP) mengenai penanganan produksi, panen dan paska panen
buah dan sayuran segar serta sejumlah produk hortikultura lainnya berupa Standar ASEAN untuk
mangga, nanas, durian, papaya, pumelo, dan rambutan.

Sebagai upaya kawasan untuk mengendalikan penggunaan pestisida, ASEAN telah memiliki
website untuk lembaga pengawasan pestisida “aseanpest” (http://agrolink.moa.my/doa/aseanpest)
yang memberikan landasan untuk saling bertukar informasi dan database serta penanganan
masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan pemanfaatan pestisida.
29
3) Agricultural Training and Extension

ASEAN terus melanjutkan program Pengelolaan Hama secara Terpadu (Integrated Pest
Management/IPM) untuk berbagai tanaman pangan, termasuk pengembangan modul pelatihan
untuk komoditas prioritas dan pengorganisasian pelatihan IPM di kawasan terhadap komoditas
prioritas tersebut. Komoditas dimaksud, di antaranya mangga, jeruk, bawang merah, beras, pumelo
dan kedelai. Pertukaran pejabat, pelatih dan petani terkait IPM untuk citrus telah diorganisir oleh
Thailand pada tanggal 10-16 Juni 2008.

Sejumlah aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan pekerja dan petani telah pula
dilaksanakan, di antaranya: Regional Training on Edible and Medicinal Mushroom Production
Technology for ASEAN Extension Workers and Farmers (1-2 November 2008 di Viet Nam) serta
pertukaran pejabat, pelatih dan petani yang diorganisir di Palembang, Indonesia, tanggal 5-10 Juli
2007.

4) Penelitian dan Pengembangan di bidang Pertanian

Kerjasama Penelitian dan Pengembangan di bidang pertanian telah dimulai sejak 2005.
Sejumlah aktivitas telah dilakukan, termasuk pembentukan ASEAN Agricultural Research and
Development Information System (ASEAN ARDIS), ASEAN Directory of Agricultural Research and
Development Centres in ASEAN, dan Guidelines for the Use of the Digital Information System.

5) Codex

ASEAN telah mengembangkan website ASEAN Food Safety Network


(www.aseanfoodsafetynetwork.net) untuk memberikan informasi yang berguna terkait keamanan
pangan, seperti upaya SPS di berbagai bidang, isu-isu yang muncul dalam badan-badan
penetapan standar internasional (Codex, OIE, IPPC, dll), serta hasil kerja dari berbagai badan di
ASEAN terkait keamanan pangan.

6) Skema Promosi Produk Pertanian dan Kehutanan

Untuk mempromosikan produk pertanian dan kehutanan, ASEAN telah memperpanjang


implementasi Memorandum of Understanding (MoU) on ASEAN Cooperation in Agriculture and
Forest Products Promotion Schemes untuk periode 5 tahun ke depan, dari 2004 menjadi 2009.
MoU ini tetap relevan sebagai basis kerjasama dengan sektor swasta dan berkoordinasi tentang
posisi bersama terkait perdagangan produk pertanian dan kehutanan ASEAN. Pembuatan MoU
saat ini tengah dikembangkan oleh Negara-negara Anggota ASEAN, termasuk pengkajian produk-
produk pertanian dan kehutanan yang dicakup dalam MoU. Dengan mempertimbangkan relevansi
situasi pasar yang ada serta aktivitasnya dalam 12 tahun terakhir, 5 produk, yaitu: udang beku,
ayam beku, nanas kaleng, tuna kaleng, dan karet alam telah disetujui untuk dihapus dari daftar.

7) Bioteknologi

ASEAN menyadari pentingnya bioteknologi pertanian sebagai cara untuk meningkatkan


produktifitas pangan secara berkelanjutan. Namun demikian, saat ini terdapat kekhawatiran publik
terhadap penggunaan bioteknologi yang perlu diatasi. ASEAN telah mengadopsi Guidelines on the
Risk Assessment of Agriculture-related Genetically Modified Organisms (GMOs). Panduan ini
memberikan Negara-negara Anggota ASEAN pendekatan dan pemahaman bersama saat
melakukan evaluasi ilmiah terhadap peluncuran GMOs di bidang pertanian. Panduan ini
menggambarkan prosedur notifikasi, persetujuan, dan registrasi GMOs di bidang pertanian.

Menyadari pentingnya pemahaman mengenai teknologi dan penilaian risiko untuk Manipulasi
Genetika (MG), serta untuk meningkatkan pembangunan kapasitas di bidang ini, ASEAN telah
mengembangkan Program Kesadaran Publik terhadap GMOs. Dalam program ini, Frequently
Asked Questions (FAQs) mengenai GMOs dari seluruh Negara Anggota ASEAN dikumpulkan dan
diterbitkan untuk informasi publik.

Dalam meningkatkan pembangunan kapasitas, ASEAN berkolaborasi dengan International Life


Sciences Institute Southeast Asia telah mengembangkan serangkaian pelatihan dan workshop
mengenai penggunaan ASEAN Guidelines on Risk Assessment of Agriculture-related GMOs yang
ditujukan bagi para pejabat dan pengambil keputusan. Tiga buah workshop telah diadakan di
Singapura (2001), Kuala Lumpur (2002), Bangkok (2003) dan Jakarta (2004).
30
Kerjasama Peternakan

Kerjasama ASEAN di bidang peternakan semakin berkembang, terutama mengenai Regularization of


Production and Utilization of Animal Vaccines; Promotion of International Trade in Livestock and Livestock
Products; dan Strengthening Animal Diseases Control Programme. Sejumlah inisiatif baru, termasuk
Common Stand on Codex Issues dan Veterinary Drug Residues in Food juga telah dimulai.

Dalam upaya mengatur produksi dan pemanfaatan vaksin hewan, ASEAN telah menyetujui untuk
memperbaiki mekanisme yang ada serta prosedur registrasi vaksin hewan yang diproduksi di dalam dan di
luar Negara Anggota ASEAN. Untuk tujuan ini, sebuah mekanisme tunggal akan dipakai. AMAF ke-29 di
Bangkok, 2007, telah menyetujui ASEAN Standard for Live Infectious Bronchitis Vaccine dan Inactivated
Infectious Bronchitis Vaccine. Para Menteri Pertanian ASEAN juga telah mengakreditasi ulang National
Veterinary Drug Assay Laboratory (NVDAL), Gunung Sindur, Indonesia sebagai laboratorium pengetesan
vaksin untuk 9 vaksin hewan selama periode 3 tahun.

Munculnya Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) di beberapa Negara Anggota ASEAN sejak
Desember 2003 memiliki dampak yang cukup besar terhadap perekonomian kawasan. Salah satu
kekhawatiran ialah kemampuan virus untuk menyebar dari unggas ke manusia. Untuk menanganinya,
dibentuk Regional Framework for Control and Eradication of HPAI. ASEAN telah menyelesaikan
implementasi 8 (delapan) komponen dalam kerangka regional tersebut, bekerjasama dengan organisasi
internasional/mitra wicara.

ASEAN telah membentuk dan menandatangani Agreement for Establishment of the ASEAN Animal
Health Trust Fund (AHTF) pada bulan November 2006 untuk mendukung aktivitas ASEAN mengendalikan
dan memberantas penyakit hewan di kawasan.

Kerjasama Perikanan

ASEAN Network of Fisheries Post-Harvest Technology Center melanjutkan kerjasamanya dengan


Departemen Penelitian Perikanan Laut dari Southeast Asia Fisheries Development Center (SEAFDEC)
untuk mengimplementasi kegiatan-kegiatan: (i) HACCP Training Programmes, (ii) Regional Code of
Conduct on Post-Harvest Practices and Trade, dan (iii) ASEAN-Australia Development and Cooperation
Programme (AADCP) mengenai “Quality Assurance and Safety of ASEAN Fish and Fishery Products”.
Kesuksesan kolaborasi dengan SEAFDEC juga mendorong pengembangan inisiatif baru berupa: Seafood
Safety Information Network dan Chloramphenicol, and Nitrofuran Residues in Aquaculture Fish and Fish
Products.

ASEAN terus melanjutkan kolaborasi dengan SEAFDEC dan telah menyetujui kerja sama untuk
memperkuat mekanisme dan implementasi program perikanan kawasan melalui pembentukan “ASEAN-
SEAFDEC Strategic Partnership (ASSP)”. Dalam AMAF ke-29, telah ditandatangani Letter of
Understanding (LoU) ASSP oleh Sekjen ASEAN dan Sekjen SEAFDEC.

Dengan bantuan dari Australia, ASEAN telah menyelesaikan Hazard Guide-A Guide to the
Indentification and Control of Food Safety Hazard in the Production of Fish and Fisheries Products in the
ASEAN Region, dan Guidelines on Development of Standard Operating Procedures (SOP) for Health
Certification and Quarantine Measures for the Responsible Movement of Live Food Finfish.

Negara-negara Anggota ASEAN juga telah menyetujui inisiatif untuk membentuk ASEAN Shrimp
Alliance (ASA) dan ASEAN Network on Aquatic Animal Health Centres (ANAAHC).

Kerjasama Kehutanan

Pengembangan kriteria nasional dan indikator untuk pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable
forest management/SFM), termasuk pengkajian kebijakan, dan penanaman hutan telah mengalami
kemajuan di masing-masing Negara Anggota ASEAN. Pada tingkat regional, pengembangan inisiatif Pan
ASEAN Timber Certification telah menggunakan kriteria yang diakui secara internasional untuk
memastikan diterimanya produk kayu ASEAN yang bersertifikat di pasar internasional. Sesuai dengan
persyaratan pelaporan kehutanan internasional, AMAF ke-29 telah menyetujui sebagai berikut:

i. ASEAN Criteria and Indicators for Sustainable Management of Tropical Forests;


ii. Monitoring, Asssesment and Reporting Format for Sustainable Forest Management in ASEAN; dan
iii. ASEAN Guidelines for the Implementation of IPF/IFF proposals for Action

Isu illegal logging untuk dikerjasamakan di ASEAN telah diperjuangkan oleh Indonesia lebih dari 3
(tiga) tahun lalu. Pada awalnya, Malaysia sangat resisten terhadap isu dimaksud. Namun akhirnya,
31
Malaysia dapat menerima illegal logging dikerjasamakan di ASEAN mengingat hal tersebut telah
mendapatkan dukungan dari anggota ASEAN lainnya. Akhirnya disepakati ASEAN Ministerial Statement
on Strengthening Forest Law Enforcement and Governance (FLEG) in ASEAN yang memuat mengenai
kerja sama ASEAN untuk memberantas illegal logging and its associated trade. FLEG tersebut telah
didukung dengan Work Plan for Strengthening FLEG in ASEAN 2008 – 2015.

Di bawah program ASEAN-German Regional Forest Program, ASEAN Forestry Clearing House
Mechanism (CHM) telah dibentuk untuk memberikan landasan informasi di antara Negara-negara Anggota
ASEAN terkait diskusi mengenai hal-hal yang menjadi kepentingan bersama.

Volume pertama dari Database on ASEAN Herbal and Medicinal Plants, yang terdiri dari 64 species
tanaman telah diselesaikan dan diterbitkan. Saat ini ASEAN tengah menyelesaikan volume kedua
Database yang berisikan 50 species.

ASEAN juga telah setuju untuk bekerjasama secara lebih proaktif dan intensif dalam implementasi
CITES. Menteri-menteri ASEAN yang bertanggungjawab untuk CITES telah mendeklarasikan Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India pada tanggal 8 Oktober
2003 pada tanggal 2-14 Oktober di Bangkok. ASEAN pun menunjukkan komitmennya pada bidang ini
dengan mengembangkan dan mengadopsi ASEAN Regional Action Plan on Trade in Wild Fauna and Flora
2005-2010. ASEAN Wildlife Enforcement Network (ASEAN-WEN) telah dibentuk pada Desember 2005
untuk menyediakan mekanisme koordinasi dan pertukaran informasi yang efektif di antara badan-badan
penegak ubli pada level nasional dan regional untuk memberantas perdagangan flora dan fauna liar
secara illegal.

Perkembangan Kerjasama di Bidang Energi

ASEAN telah menetapkan rencana aksi ASEAN yang disebut ASEAN Plan of Action for Energy
Cooperation (APAEC) 2004-2009, yang meliputi langkah-langkah: memperkuat ketahanan energi regional;
meningkatkan integrasi infrastruktur energi regional; menciptakan kebijakan energi regional yang responsif
yang secara bertahap mendorong reformasi pasar, liberalisasi dan lingkungan hidup yang berkelanjutan;
melibatkan sektor swasta dalam upaya mengamankan cadangan energi regional.

Adapun ruang lingkup kerjasama ASEAN di bidang energi mencakup isu-isu: (i). Ketahanan energi
(Energy Security); ii). Pembangunan jaringan kelistrikan (Power Interconnection); iii). Efisiensi energi
(Energy Efficiency); (iv). Kebijakan regional di bidang energi (Regional Energy Policy); (v). Penelitian dan
pengembangan energi terbarukan (Research and Energy, and Renewable Energy).

Berkaitan dengan kerjasama energi ASEAN, terdapat 3 (tiga) dasar hukum yang menjadi rujukan, yaitu
MoU on Trans ASEAN Gas Pipeline (MoU on TAGP), ditandatangani tahun 2002 dan MOU on ASEAN
Power Grid (MoU on APG), yang ditandatangani pada tahun 2007 dan saat ini masih menunggu proses
ratifikasinya. Disamping itu juga akan ditandatangani New ASEAN Petroleum Security Agreement (APSA),
yang akan ditandatangani pada KTT ke-14 ASEAN mendatang.

Proyek-proyek yang tercakup dalam kerjasama TAGP terdiri dari 8 (delapan) yaitu : Duri, Indonesia –
Melaka, Malaysia; West Natuna, Indonesia – Duyong, Malaysia; East Natuna, Indonesia – JDA – Erawan,
Thailand; East Natuna – West Natuna – Kerteh, Malaysia; East Natuna – West Natuna – Singapura; East
Natuna, Indonesia – Brunei Darrusalam – Sabah, Malaysia – Palawan-Luzon, Philippina; Malaysia –
Thailand JDA – Blok B Viet Nam; Pauh, Malaysia – Arun, Sumatera, Indonesia; East Kalimantan – Sabah
– Philippines.

Untuk proyek interkoneksi ASEAN, sejauh ini terdapat 14 proyek interkoneksi ASEAN. Proyek yang
terkait dengan Indonesia, yaitu Peninsular Malaysia – Sumatra (Medium term –TNB dan PLN); Batam –
Bintan – Singapura – Johor (Long term – PLN, SPPG dan TNB); Sarawak – West Kalimantan (Medium
term –Sesco dan PLN);

1) Kerjasama Energi ASEAN + 3

Kerjasama keamanan energi ASEAN+3 muncul sebagai akibat semakin meningkatnya kebutuhan
energi baik di tingkat regional maupun tingkat dunia. Pertemuan pertama ASEAN Ministers on Energy
Meeting (AMEM) + 3 berlangsung pada tanggal 9 Juni 2004 di Manila, Filipina dan mensahkan
program kegiatan Energy Security Forum, Natural Gas Forum, Oil Market Forum, Oil Stockpiling Forum
dan Renewable Energy Forum dan upaya bersama untuk mengatasi isu-isu di pasaran minyak regional
termasuk “Asian Premium”. Selain itu, disetujui untuk mendorong penetapan harga spot minyak
berorientasi pasar dan diimplementasikan di bursa berjangka untuk produk minyak mentah (crude oil)
dan produk-produk bahan bakar lainnya.
32
Pada pertemuan ke-5 AMEM + 3 di Bangkok, 2007, telah disepakati kerjasama energi ASEAN + 3,
yaitu energy security, oil market, oil stockpiling, natural gas serta New Renewable Energy (NRE) dan
Energy Efficiency and Conservation (EE&C). Sidang juga sepakat untuk memperluas kerjasama
regional dengan memasukkan kerjasama civilian nuclear energy. Dalam kaitan ini juga telah disepakati
Work Plan untuk Oil Stockpiling Roadmap yang akan didasarkan kepada 4 (empat) prinsip, yaitu
voluntary dan tidak mengikat, saling menguntungkan, saling menghormati, pendekatan tahap demi
tahap dengan perspektif jangka panjang.

Terkait dengan pengembangan kerjasama Energy Efficiency and Conservation (EE & C) disepakati
bahwa kerjasama dapat dilakukan melalui peningkatan dialog, pengembangan networking serta
sharing informasi.

Disepakati Proposal Korea mengenai kerjasama Clean Development Mechanism (CDM) untuk
memperluas kesempatan bagi proyek-proyek CDM guna membantu mengurangi greenhouses gas
emission (GHG) serta meningkatkan sustainable development melalui kegiatan capacity building. Para
Menteri meminta ASEAN Center for Energy dan Korea Energy Management Cooperation dapat
menindaklanjuti proposal tersebut.

Para Menteri menyambut baik proposal Korea mengenai kerjasama civilian nuclear energy sesuai
dengan ASEAN + 3 Cooperation Work Plan (2007 – 2017), dengan kegiatan antara lain capacity
building seperti training staff/personnel untuk civilian nuclear development di kawasan. Korea
diharapkan dapat bekerjasama dengan ACE untuk meneruskan inisiatif tersebut.

2) Kerjasama East Asia Summit di bidang Energi

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-2 East Asia Summit (EAS) di Cebu, Filipina, tanggal 15
Januari 2007, isu yang menjadi fokus utama adalah energy security. Pembahasan isu energy security
dalam KTT ini diarahkan untuk mencapai tujuan bersama negara-negara EAS yaitu memastikan
ketersediaan sumber energi yang terjangkau (affordable) bagi pembangunan di kawasan. Dalam KTT
tersebut, para Pemimpin EAS sepakat bahwa pembahasan mengenai energi harus mencakup elemen-
elemen energy security, sumber daya energi alternatif dan terbarukan, efisiensi energi dan konservasi
energi, dan perubahan iklim global.

Untuk menegaskan komitmen kerjasama di bidang energi tersebut, para Pemimpin EAS
mengadopsi Cebu Declaration on East Asian Energy Security, yang bertujuan untuk mencapai tujuan
sebagai berikut:

o Meningkatkan efisiensi dan kinerja penggunaan bahan bakar fosil yang ramah lingkungan;

o Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar konvensional melalui peningkatan efisiensi


energi dan program-program konservasi, tenaga air, perluasan sistem energi terbarukan, produksi
dan penggunaan bio-fuel, dan penggunaan tenaga nuklir untuk maksud damai;

o Mendorong terciptanya suatu pasar regional dan internasional yang terbuka dan kompetitif, yang
bertujuan untuk menyediakan pasokan energi yang terjangkau untuk semua kalangan masyarakat;

o Mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kebijakan yang efektif, dengan tujuan untuk
berkontribusi mengurangi dampak perubahan iklim global;

o Mendorong investasi di bidang sumber daya energi dan pembangunan infrastruktur melalui
peningkatan keterlibatan sektor swasta;

KTT ke-2 EAS juga menyambut baik berbagai proposal kerjasama di bidang energy security,
termasuk inisiatif empat pilar yang diajukan oleh Jepang yang berjudul “Fueling Asia – Japan’s
Cooperation Initiative for Clean Energy and Sustainable Growth” dan kesediaan Jepang untuk
memberikan bantuan dana energy-related ODA sebesar US$ 2 Milyar untuk tiga tahun ke depan. Para
Pemimpin juga sepakat untuk membentuk suatu EAS Energy Cooperation Task Force (EAS ECTF),
berdasarkan mekanisme sektoral di bidang energi yang telah ada di ASEAN untuk menindaklanjuti
33
kesepakatan yang telah diambil para Pemimpin EAS mengenai energy security dan melaporkan
rekomendasinya pada KTT EAS mendatang.

Pada Pertemuan pertama East Asia Summit Energy Ministerial Meeting (1st EAS EMM) di
Singapura, tanggal 23 Agustus 2007, Sidang sepakat bahwa 3 (tiga) work stream yaitu energy
efficiency and conservation (EE & C); energy market integration; biofuels for transport and other
purposes sebagai langkah awal untuk mengembangkan kerjasama dalam rangka energy security
negara-negara anggota EAS. Sidang juga sepakat untuk terus mengembangkan kemungkinan
kerjasama teknologi baru untuk biofuels serta melakukan upaya-upaya konkrit untuk merealisasikan
kerjasama energy efficiency and conservation berdasarkan “voluntary basis” dan menyambut baik
pembentukan Asia Biomass Research Core dan Asia Biomass Energy Cooperation Promotion Office di
Jepang;

Pada Pertemuan Kedua Asia Summit Energy Ministerial Meeting (2nd EAS EMM), Agustus 2008,
para Menteri mendukung upaya-upaya yang berkesinambungan dari EAS Energy Cooperation Task
Force (ECTF) untuk mengembangkan kerjasama melalui 3 (tiga) Work Streams kerjasama energi, yaitu
Energy Efficiency and Conservation (EE & C), Energy Market Integration (EMI) dan Biofuels untuk
transportasi dan tujuan-tujuan lainnya. Disamping itu Para Menteri menyambut baik EAS Energy
Outlook yang dipersiapkan oleh Economic Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Dalam kaitan ini,
para Menteri mengharapkan agar ERIA dapat memperdalam analisisnya dan memberikan masukan
agar kerjasama dalam hal energy effisiency and conservation lebih efektif.

Para Menteri juga sepakat bahwa rekomendasi laporan hasil studi Energy Market Integration in the
East Asia Region perlu dipertimbangkan khususnya rekomendasi untuk mengadakan pertemuan
forum konsultasi atau pertemuan-pertemuan lainnya, untuk share pandangan mengenai policy
approaches dan untuk menentukan langkah-langkah dalam meningkatkan pasar energi yang
terintegrasi. Dalam kaitan ini, para Menteri meminta ECTF untuk memperdalam studi mengenai Energy
Market Integration untuk dilaporkan pada pertemuan EAS Energy Ministers Meeting mendatang.

Para Menteri sepakat menetapkan mengenai Asian Biomass Energy Principles sebagai pedoman
untuk produksi dan pengunaannya di kawasan. Dalam kaitan ini, para Menteri sepakat untuk
mempromosikan produksi dan penggunaan biofuels dan kerjasama regional yang tidak mengganggu
ketahanan pangan. Para Menteri menugaskan ERIA untuk mengembangkan metodologi bagi
assesment lingkungan dan social sustainability dalam produksi dan penggunaan biomass mengingat
kondisi-kondisi khusus di kawasan.

Kerjasama ASEAN di Sektor Usaha Kecil dan Menengah

Kerjasama ASEAN di sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) telah dirintis sejak tahun 1995, yang
ditandai dengan dibentuknya Kelompok Kerja Badan-Badan UKM ASEAN (ASEAN Working Group on
Small and Medium-size Enterprises Agencies). Dalam pertemuan pertamanya di Jakarta tanggal 24 April
1995 telah disahkan Rencana Aksi ASEAN bagi pengembangan UKM. Pertemuan ini juga menyepakati
bahwa pada tahap awal kerjasama ASEAN di bidang UKM akan terfokus pada sektor manufaktur.

Sidang ASEAN Economic Minister Meeting (AEM) ke-31 di Singapura tanggal 27 September–2
Oktober 1999 telah menyepakati kerangka kerjasama yang melibatkan UKM dalam ASEAN Industrial
Cooperation (AICO). Kerangka kerjasama ini didasari oleh pemahaman bahwa UKM sebagian besar
melaksanakan fungsinya sebagai industri pendukung bagi perusahaan-perusahaan besar, disamping
untuk memberikan kesempatan kepada UKM untuk berpartisipasi secara langsung dalam perdagangan
intra ASEAN.

ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development (APBSD) 2004-2014 telah disahkan pada Sidang AEM
ke-36 di Jakarta, 3 September 2004. Policy blueprint tersebut bertujuan untuk menjamin adanya
transformasi UKM ASEAN yang memiliki daya saing, dinamis, inovatif dalam rangka menuju integrasi
ekonomi ASEAN. Tujuan-tujuan tersebut telah dituangkan dalam aktivitas-aktivitas ASEAN Small and
Medium Enterprise Agencies Working Group (SMEWG) guna merealisasikan tujuan yang hendak dicapai
dalam APBSD. Pada pertemuan SMEWG ke-22 di Singapura, 27-28 Mei 2008, telah dibahas beberapa hal
yang mencakup: pembentukan common curriculum for entrepreneurship in ASEAN oleh Indonesia dan
Singapura, rencana penyusunan ASEAN SME White Paper, implementasi SME Section dalam AEC
Blueprint. Dan kerjasama dengan mitra wicara.

Hal ini dapat diwujudkan melalui suatu cooperative framework yang melibatkan secara aktif peran
sektor swasta di ASEAN disamping meningkatkan budaya wirausaha, inovasi dan networking di kalangan
UKM, memberikan fasilitas kepada UKM untuk memperoleh akses informasi, pasar, SDM, kredit dan
keuangan serta teknologi modern. Berdasarkan cetak biru tersebut telah dipilih lima bidang kerjasama
strategis dalam pengembangan UKM ASEAN, yaitu: Pembangunan Sumber Daya Manusia; Dukungan
34
dalam Bidang Pemasaran; Bantuan dalam Bidang Keuangan; Pengembangan Teknologi; dan Penerapan
Kebijakan yang Kondusif.

Dalam perkembangannya, kerjasama ASEAN di sektor UKM lebih difokuskan pada tindak lanjut
proyek-proyek peningkatan kapasitas dan daya saing UKM di bawah payung Vientiane Action Plan dan
ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development (APBSD) 2004-2014; kerjasama dengan negara-negara
Mitra Wicara; serta hal-hal berkaitan dengan prospek pengembangan UKM di tengah kemajuan kerjasama
ekonomi ASEAN. Dari 20 proyek yang disepakati dalam APBSD, sembilan proyek diantaranya telah
selesai, tiga sedang berjalan, tujuh dalam persiapan dan satu tidak dapat dilaksanakan. Proyek-proyek
APBSD 2004-2014 yang belum dapat dilaksanakan pada umumnya disebabkan oleh belum jelasnya
pendanaan bagi proposal yang telah masuk serta adanya permintaan sejumlah Mitra Wicara agar usulan
proyek-proyek baru dapat dikaitkan dalam kerangka FTA dengan ASEAN.

Pada pertemuan SMEWG ke-23 yang telah berlangsung di Vientiane, Lao PDR bulan Nopember 2008,
telah disepakati bahwa draft common curriculum for entrepreneurship in ASEAN akan diujicobakan di
Myanmar dan Viet Nam sebelum diterapkan di seluruh negara-negara ASEAN.

Kerjasama Ekonomi Sub-Regional ASEAN

Pelaksanaan Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) dilakukan untuk mengambil manfaat dan
saling melengkapi dalam mempercepat pembangunan ekonomi melalui peningkatan arus investasi,
pengembangan infrastruktur, pengembangan sumber daya alam dan manusia, serta pengembangan
industri. Tujuan utama pembentukan sub-wilayah pertumbuhan adalah untuk memadukan kekuatan dan
potensi-potensi tiap-tiap wilayah yang berbatasan sehingga menjadi wilayah pertumbuhan yang dinamis.
Kerjasama ekonomi sub-regional, sering juga disebut sebagai segitiga pertumbuhan (growth triangle) atau
wilayah pertumbuhan (growth area), merupakan salah satu bentuk keterkaitan (linkage) ekonomi antar
daerah dengan memiliki unsur internasional. Daerah anggota kerjasama tersebut lebih dari satu negara.

Dalam konteks ASEAN, sesuai dengan Agenda for Greater Economic Integration, pembentukan KESR
didasarkan pada prinsip keterbukaan dalam pembangunan wilayah (open regionalism) dan bukan pada
pembentukan blok kawasan yang tertutup (building block). Berbagai kendala yang muncul dalam
perkembangan kerjasama growth areas ini menjadi feed back bagi kemajuan skema pertumbuhan wilayah
ini dan ASEAN terus mengupayakan inisiatif-inisiatif baru dalam kerangka pengembangan kerjasama
tersebut seperti pembentukan ASEAN Mekong Basin Development Cooperation.

Kawasan Pertumbuhan ASEAN Bagian Timur: Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Filipina (BIMP-
EAGA)

Ide pembentukan Wilayah Pertumbuhan ASEAN Timur (BIMP-EAGA) pertama kali disampaikan
oleh Presiden Filipina, Fidel Ramos pada bulan Oktober 1992 untuk menghubungkan daerah Filipina
Selatan dengan Wilayah Timur Indonesia dan Wilayah Timur Malaysia. Ide tersebut kemudian
disampaikan kepada PM Malaysia Mahathir Muhamad dan Presiden Soeharto. Kerjasama BIMP-
EAGA secara resmi dibentuk melalui penandatanganan Agreed Minutes pada pertemuan tingkat
menteri di Davao City, Filipina, 26 Maret 1994. BIMP EAGA tersebut diikuti oleh empat negara di
kawasan timur ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan
Sulawesi Utara), Malaysia (Sabah, Serawak, dan Labuan), dan Filipina (Mindanao dan Palawan).

Kerjasama BIMP-EAGA dibentuk untuk menarik minat para investor lokal dan asing untuk
melakukan investasi dan meningkatkan perdagangan di kawasan timur ASEAN. Tujuan pembentukan
BIMP-EAGA adalah mengembangkan kerjasama sub-regional antara negara-negara anggota dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sub-kawasan tersebut. Sektor kerjasama yang
diprioritaskan adalah transportasi udara dan laut, perikanan, pariwisata, energi, kehutanan,
pengembangan sumber daya manusia dan mobilitas tenaga kerja. Untuk melibatkan pihak swasta
secara aktif telah dibentuk forum khusus East ASEAN Business Council (EABC) di Davao City 15-19
Nopember 1994.

Pembagian area kerja BIMP-EAGA digolongkan dalam beberapa cluster, yaitu: cluster bidang
transportasi dan pembangunan infrastruktur yang membawahi air linkages, sea linkages,
telekomunikasi dan konstruksi dengan Brunei Darussalam sebagai koordinator; Cluster bidang sumber
daya alam yang terdiri atas agro-industry, perikanan, kehutanan dan lingkungan hidup serta energi,
dengan Indonesia sebagai koordinator; cluster pariwisata, dengan Malaysia sebagai koordinator; dan
cluster UKM dan finansial dengan Filipina sebagai koordinator.

Pertemuan BIMP-EAGA Summit ke-3 di Cebu pada tanggal 12 Januari 2007 menghasilkan sebuah
Joint Statement for 3rd BIMP-EAGA Summit yang intinya antara lain menyepakati BIMP-EAGA
35
Roadmap to Development yang meliputi percepatan penerapan flagship projects, pembuatan database
perdagangan, investasi & pariwisata. Hal tersebut akan selaras dengan inisiatif AEC dan bertujuan
untuk memajukan proses integrasi ASEAN; menyepakati peningkatan keterlibatan pihak swasta untuk
berpartisipasi pada BIMP-EAGA Business Council; menggerakkan sektor UKM bekerjasama dengan
ADB serta meningkatkan peran pemuda dalam kerjasama sosial budaya, riset, olahraga, dan
pendidikan.

b) Segitiga Pertumbuhan: Indonesia, Malaysia dan Thailand (IMT-GT)

Pembentukan Segitiga Pertumbuhan (Growth Triangle) IMT-GT dimulai dengan pertemuan bilateral
tingkat menteri dan pejabat tinggi di Pulau Langkawi, Malaysia, 20 Juli 1993. Kerjasama segi tiga
pertumbuhan tersebut melibatkan tiga provinsi Indonesia yakni Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera
Barat; empat negara bagian Malaysia yaitu Perak, Penang, Kedah, Perlis dan empat belas provinsi
Thailand Selatan.

Kerjasama pertumbuhan tersebut diharapkan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan


memperlancar arus perdagangan, investasi, pariwisata, dan jasa, serta membuka peluang
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia secara optimal. Secara struktural
mekanisme kerjasama IMT-GT terbagi atas dua tingkatan, yaitu Sidang Pejabat Tinggi (Senior Officials
Meeting-SOM) dan Business Council Meeting (BCM). SOM terdiri dari pejabat-pejabat tinggi
pemerintah dari Departemen Perdagangan dan Perindustrian dan beberapa anggota teras BCM.
Sedangkan BCM terdiri dari pengusaha-pengusaha yang terlibat dalam kegiatan IMT-GT. SOM
melakukan pertemuan setahun sekali dengan didahului pertemuan BCM. Hasil pertemuan BCM
kemudian diajukan ke SOM.

Pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu telah diadakan pula KTT ke-2 IMT-GT yang menyepakati sebuah
Joint Statement of the 2nd IMT-GT Summit yang intinya antara lain penetapan IMT-GT Roadmap for
Development 2007-2011 dan penetapan empat IMT-GT Economic Corridors (extended Songkhla-
Penang-Medan, Straits of Malacca, Banda Aceh-Palembang, Dumai-Melaka); mendorong penguatan
peran Swasta dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kerjasama IMT-GT; dukungan penguatan
institusional IMT-GT; dan dukungan peran ADB dalam IMT-GT.

KERJASAMA SOSIAL DAN BUDAYA

Kerjasama di bidang sosial-budaya menjadi salah satu titik tolak utama untuk meningkatkan integrasi
ASEAN melalui terciptanya “a caring and sharing community”, yaitu sebuah masyarakat ASEAN yang
saling peduli dan berbagi. Kerjasama sosial-budaya mencakup kerjasama di bidang kepemudaan,
perempuan, kepegawaian, penerangan, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi,
lingkungan hidup, penanggulangan bencana alam, kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan
kemiskinan, dan ketenagakerjaan serta Yayasan ASEAN.

Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community)

Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASSC) merupakan bagian dari
tiga pilar penting yang saling terkait dan saling melengkapi dalam kerangka pembentukan komunitas
ASEAN tahun 2015. Bersama-sama dengan Pilar Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN
Political and Security Community) dan Pilar Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community),
Pilar Sosial Budaya ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk mempercepat proses pengintegrasian di
ASEAN dalam rangka mendukung upaya mewujudkan perdamaian di kawasan, meningkatkan
kesejahteraan serta memperkokoh persaudaraan di kalangan masyarakat ASEAN.

Komunitas Sosial Budaya ASEAN bersifat terbuka dan bergerak berdasarkan pendekatan
kemasyarakatan (People-Centered approach): dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Komunitas sosial budaya ASEAN mencakup kerjasama yang sangat luas dan multi-sektor, mulai dari
upaya pengentasan kemiskinan, penanganan isu kesehatan, ketenagakerjaan, kepemudaan,
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, penanggulangan narkoba, kerjasama pegawai negeri,
kerjasama pendidikan, penerangan, kebudayaan, lingkungan hidup, iptek hingga kerjasama penanganan
kebencanaan. Dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang keberadaan ASEAN (ASEAN Awareness).

Sebagai satu komunitas sosial budaya, masyarakat ASEAN akan bersama-sama mengatasi berbagai
tantangan pertumbuhan penduduk dan kemiskinan, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat.
Negara-negara ASEAN perlu meningkatkan kerjasama untuk memperkuat daya saing kawasan dengan
cara meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan lingkungan hidupnya. ASEAN akan berupaya
membuka akses seluas-luasnya bagi penduduknya dengan memperhatikan keseimbangan gender di
36
berbagai bidang, antara lain di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai
pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia, membangun kualitas hidup yang lebih baik,
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, serta terus melakukan pengawasan penyebaran wabah
penyakit, pengendalian penyebarluasan penyalahgunaan dan penyelundupan narkoba, penurunan kualitas
lingkungan dan polusi lintas batas. Untuk dapat melaksanakan kerjasama yang baik di seluruh sektor
pemerintahan maka ASEAN terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui peningkatan
kapabilitas pegawai negeri dan good governance serta meningkatkan keterlibatan masyarakat madani
(civil society).

Guna mewujudkan semua itu, warga ASEAN harus menciptakan “rasa ke-kita-an” (“We Feeling”)
yang begitu penting bagi manusia dalam membentuk sebuah komunitas. Masyarakat ASEAN juga perlu
menumbuhkan rasa saling menghormati dan solidaritas yang lebih besar sehingga warga ASEAN akan
berkembang menjadi komunitas yang saling peduli dan berbagi (a Caring and sharing Community).
Dengan demikian, masyarakat ASEAN akan lebih mengenali benang merah yang ada di dalam budaya-
budaya mereka yang sangat beragam dan akan lebih mampu menghargai identitas nasional satu sama
lain. ASEAN akan dapat menyelesaikan segala sengketa secara damai dan bersahabat, meskipun isu
yang dibahas sangat sensitf. Dengan “rasa ke-kita-an” tersebut, warga ASEAN akan dapat mewariskan
kepada generasi-generasi selanjutnya sebuah kawasan Asia Tenggara yang sejahtera, aman dan damai,
bukan saja sebagai kawasan yang bebas tetapi juga mampu mengelola sengketa dengan bijaksana.

Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint)

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya ASEAN Socio-Cultural Community
(ASSC), ASEAN telah menyusun suatu Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-
Cultural Community Blueprint) yang akan disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand (Februari 2009).
Penyusunan rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN ini dimaksudkan untuk memberian
pedoman (guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam persiapan menyongsong terbentuknya
Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui pilar sosial budaya.

Cetak biru diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam memperkuat integrasi ASEAN yang
berpusat pada masyarakat (people-centred) serta memperkokoh kesadaran, solidaritas, kemitraan dan
rasa kepemilikan masyarakat (We Feeling) terhadap ASEAN. Rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial
Budaya ASEAN memuat enam elemen utama (Core Element) & 348 Rencana Aksi (Action-lines). Struktur
Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN adalah sebagai berikut:

Pengantar (Introduction)
II. Karakteristik dan Elemen-elemen (Characteristic and Elements)
A. Pembangunan Manusia (Human Development), terdiri dari 60 action lines
B. Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial (Social Welfare and Protection), terdiri dari 94 action lines
C. Hak-Hak dan Keadilan Sosial (Social Justice and Rights), terdiri dari 28 action lines
D. Memastikan Pembangunan yang Berkelanjutan (Ensuring Environmental Sustainability), terdiri
dari 98 action lines
E. Membangun Identitas ASEAN (Building ASEAN Identity), terdiri dari 50 action lines
F. Mempersempit Jurang Pembangunan (Narrowing the Development Gap), terdiri dari 8 action lines
Pelaksanaan dan Review Cetak Biru ASCC (Implementation and Review of the ASCC Blueprint)
A. Mekanisme Pelaksanaan (Implementation Mechanism)
B. Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilisation)
C. Strategi Komunikasi (Communication Strategy)
D. Mekanisme Review (Review Mechanism)

Segera setelah disahkan, Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN diharapkan dapat segera
diintegrasikan kedalam perencanaan pembangunan di masing masing negara ASEAN dan diimplementasi
di tingkat nasional dan daerah. Kesuksesan implementasi ASCC Blueprint tentu memerlukan dukungan
kuat dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari Pemerintah, kalangan Masyarakat Madani
maupun anggota masyarakat secara luas.

Kerjasama Bidang Sumber Daya Manusia dan Yayasan ASEAN

a) Kerjasama Pemajuan Perempuan

Isu mengenai perempuan mulai diangkat pada ASEAN Women Leaders Conference di Jakarta
pada bulan Desember 1975. Pertemuan pertama ASEAN Standing Committee di Manila tahun 1975
membentuk ASEAN Sub-Committee on Women (ASW). Selanjutnya pada Pertemuan ke-20 ASW
tahun 2001, ASW ditingkatkan statusnya menjadi ASEAN Committee on Women (ACW).

37
Dari sisi perkembangan regional policy framework, terdapat tiga deklarasi penting ASEAN yang
terkait dengan isu perempuan dan telah disahkan, yakni:

i. Declaration on the Advancement of Women in ASEAN, tahun 1988;


ii. The Declaration against Trafficking in Persons Particularly Women and Children, tahun 2004;
dan
iii. The Declaration on the Elimination of Violence against Women (DEVAW), tahun 2004.

Sejauh ini, terdapat dua Work Plan yang telah disusun dan disahkan sebagai tindak lanjut dari
deklarasi-deklarasi yang dihasilkan, yaitu:

i. Work Plan on Women’s Advancement and Gender Equality (2005-2010) sebagai tindak lanjut
dari 1988 Declaration on the Advancement of Women in the ASEAN Region; dan
ii. Work Plan to Operationalize the Declaration on the Elimination of Violence against Women in
ASEAN sebagai tindak lanjut dari Declaration on the Elimination of Violence against Women
(DEVAW) 2004.

Kerjasama ASEAN dalam bidang perempuan menunjukkan perkembangan yang berarti.


Pertemuan ke-5 ACW tahun 2006 di Singapura mengangkat tema “Membangun Kemitraan melalui
Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di ASEAN”. Hal ini menjadi perhatian utama negara-negara
ASEAN dalam meningkatkan upaya peranan perempuan pada usaha kecil menengah (UKM).
Beberapa hal pokok yang dibahas antara lain: Third Regional Report on the Advancement of Women in
ASEAN; Gender Dimension of Globalisation and Regional Integration; serta Pelaksanaan Rencana
Kerja Declaration on the Elimination of Violence Against Women (DEVAW).

Indonesia telah mengambil insiatif dengan menyelenggarakan ASEAN High Level Meeting on
Gender Mainstreaming within the Context of CEDAW, BPFA and MDGs pada tanggal 15-16 November
2006 di Jakarta. Pertemuan ini menghasilkan Joint Statement dan komitmen negara-negara ASEAN
untuk menguatkan kapasitas institusi dalam rangka meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
mengenai konsep dan penerapan pengarusutamaan gender serta meningkatkan kerjasama regional
dalam pengawasan dan evaluasi efektifitas pengarusutamaan gender sebagai salah satu strategi
pembangunan.

Dalam upaya itu, pada tanggal 3-4 April 2007 di Bangkok telah dilaksanakan Regional Consultative
on the Establishment of ASEAN Commission on the Protection of the Rights of Women and Children
yang bertujuan menghimpun masukan dari unsur pemerintah dan non pemerintah.

Sehubungan dengan upaya ASEAN untuk membentuk ASEAN Human Right Body, maka negara
anggota telah membahas kemungkinan pembentukan Commission of the Promotion and Protection of
the right of Women and Children pada Joint Round Table Discussion tanggal 7-8 April 2008.
Sementara menunggu terbentuknya Badan HAM ASEAN, Indonesia mengharapkan pembentukan
Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak kiranya dapat dilakukan, dan bila
Badan HAM ASEAN sudah dapat dibentuk, maka Komisi tersebut akan menjadi bagian dari Badan
HAM ASEAN.

b) Kerjasama Bidang Pemuda

Kerjasama ASEAN di bidang kepemudaan dimulai sejak diselenggarakannya Konferensi Pemuda


tanggal 15-17 September 1975. Dalam perkembangannya, telah dibentuk Expert Group on Youth dan
disepakatinya Declaration of Principles to strengthen ASEAN Collaboration on Youth pada tahun 1983.
Tahun 1998 Expert Group on Youth berubah nama menjadi ASEAN Sub-Committee on Youth (ASY).
Selanjutnya pada tahun 2001, status ASY ditingkatkan menjadi ASEAN Senior Officials Meeting on
Youth (SOMY). Kegiatan dalam bidang kepemudaan juga melibatkan LSM dengan dibentuknya
Committee for ASEAN Youth Cooperation (CAYC).

Pelaksanaan program kerjasama pemuda ASEAN diselaraskan dengan Work Programme on


Preparing ASEAN Youth for Sustainable Employment and Other Challenges of Globalisation, yang
merupakan tindak lanjut dari Yangoon 2000 Declaration on Preparing ASEAN Youth for the Challenges
of Globalization. Dalam kaitan ini terdapat 4 bidang prioritas, yaitu:

i. Policy Development;
ii. Promoting ASEAN Awareness and Civic Responsibility / Youth Leadership;
iii. Promoting Employability of Youth; dan
iv. Other Issues (Information Exchange, Promoting NGO Involvement and Other non project activities).

38
Bidang prioritas tersebut kemudian juga tersirat dalam kesepakatan “Vientienne Action Programme
(VAP)” yang disepakati oleh para Kepala Negara pada KTT ke-10 tanggal 29-30 November 2004 di
Vientiane, Lao PDR. Tema utama VAP adalah untuk mencapai komunitas sosial budaya ASEAN
“ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC)” yang bertujuan untuk “nurturing human, cultural and
natural resources for sustained development in a harmonious and people-centred ASEAN” dengan
jangka waktu 2004 -2010.

Prioritas kerjasama pemuda terutama adalah “Building a Community of Caring Societies” dan
“Managing the Social Impact of Economic Integration” dan “Promoting an ASEAN Identity”. VAP
merekomendasikan program kegiatan bagi pemuda antara lain untuk meningkatan partisipasi pemuda
dalam angkatan kerja, meningkatkan kesadaran dan identitas tentang ASEAN (”ASEAN awareness”)
melalui program Youth Camp dan pertukaran pemuda. Pelaksanaan kegiatan mengenai pemuda
sebenarnya menjadi tanggung jawab SOMY namun mengingat kegiatan tersebut merupakan kegiatan
lintas sektoral, maka implementasi juga melibatkan sectoral bodies lainnya yang mulai dikoordinasi
melalui Coordinating Conference for the ASEAN Socio-Cultural Community (SOCCOM) sejak
pertemuan di Sekretariat ASEAN Jakarta, pada bulan November 2006.

Para Menteri Pemuda se-ASEAN dalam Sidangnya yang ke-5 di Singapura, 25-26 April 2007, telah
sepakat untuk mempertimbangkan aspirasi para pemuda dalam pengambilan kebijakan dan keputusan
guna mencapai visi ASEAN. Sidang ke-5 para Menteri Pemuda se-ASEAN yang bertema “Youth:
Creating Our Future Together” menghasilkan kesepakatan bahwa pemuda mempunyai peranan
penting menentukan masa depan kawasan ASEAN, oleh karena itu sudah waktunya bagi para pemuda
untuk menampilkan peranannya mulai dari sekarang.

Untuk pertama kalinya pada Sidang ke-5 Para Menteri Pemuda se-ASEAN diselenggarakan
Kaukus Pemuda. Para pemuda ASEAN yang tergabung dalam Kaukus Pemuda tersebut mengadakan
diskusi secara khusus, mengenai isu pendidikan, kewirausahaan, lingkungan hidup serta keterlibatan
pemuda dalam masyarakat. Rekomendasi Kaukus Pemuda disampaikan secara langsung kepada Para
Menteri Pemuda se ASEAN pada Sidang tersebut.

ASEAN juga melibatkan kerjasama dengan Mitra Wicara dalam upaya pemajuan pemuda di
kawasan seperti dengan China, Jepang dan Republic of Korea (RoK), dan juga India. Berbagai
program yang telah terlaksana dan diharapkan dapat dilaksanakan secara berkala antara lain:

- ASEAN – Korea Youth Exchange Programme: ASEAN Youth visit to Korea


- Regional Capacity Building Workshop to Promote Youth-Initiated (ICT) Enterprises
- ASEAN Youth Leadership Development Programme (AYDLP)
- ASEAN – China: ASEAN-China Youth Civil Servants Exchange Programme
- Bridge of Youth: ASEAN In Our Hands
- Program Kapal Pemuda ASEAN–Jepang
- Japan East Asia Network for Exchange Programme (JENESYS)
- ASEAN – India: ASEAN Youth Visit to India
- ASEAN Youth Creativity Expo
- East Asia Youth Leadership Programme

c) Kerjasama Bidang Penanggulangan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap


Narkotika dan Obat-obat Terlarang (P4GN)

Secara umum, inti dari kerjasama penanggulangan, pemberantasan penyalahgunaan dan


peredaran gelap narkoba (P4GN) di tingkat regional ASEAN diarahkan pada upaya realisasi komitmen
A Drug Free ASEAN 2015 (Kawasan Bebas Narkoba ASEAN 2015), yang dipertegas dalam Rencana
Aksi Komunitas Sosial-Budaya. Upaya di tingkat regional tersebut diselaraskan dengan langkah-
langkah di tingkat nasional yang menetapkan pencapaian Kawasan Bebas Narkoba Indonesia 2015.

Penanganan kejahatan lintas negara di bidang narkoba dibahas dalam ASEAN Senior Officials on
Drugs Matters (ASOD), Senior Officials Meeting on Transnational Crimes (SOMTC), ASEAN and
China Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs (ACCORD), dan ASEAN-EU Sub-
Committee on Narcotics.

Pada tanggal 25-26 Agustus 2008 diadakan Pertemuan ke-29 ASOD di Bandar Seri Begawan,
Brunei Darusssalam, yang dilanjutkan dengan Pertemuan ke-4 SOMTC + 3 Working Group Meeting on
Narcotics, Pertemuan ASOD + India Consultation dan Pertemuan ke-5 ACCORD Joint Task Force.
Rangkaian pertemuan membahas berbagai proyek kerjasama untuk peningkatan kapasitas dan
kerjasama dalam P4GN serta peningkatan kerjasama dengan Jepang, Republik Korea dan China (Plus
Three). Dalam Pertemuan ASOD ke-29 dihasilkan pula sejumlah rekomendasi dari working group,
antara lain:
39
(i) Working Group on ”Alternative Development” (AD) (dipimpin Indonesia), merekomendasikan agar
program AD yang berkelanjutan difokuskan juga pada tanaman pengganti ganja, bukan hanya
pengganti opium; agar lebih banyak penelitian kegiatan yang bernilai ekonomi; agar dilakukan
pendekatan menyeluruh untuk memperbaiki infrastruktur, pendidikan, kesehatan, kredit usaha
kecil, dan pelayanan sosial untuk mengentaskan kemiskinan serta perlunya komitmen politis untuk
kesinambungan AD, pemasaran produk dan pertukaran pengalaman.

(ii) Working Group on Preventive Education (PE) (dipimpin Filipina) merekomendasikan agar
Indonesia membagi pengalaman dengan Negara anggota lainnya dalam kemitraan dengan media.
Agar ASOD mencari proyek mengenai pendidikan bagi remaja sebagai inisiatif lintas sektoral.

(iii) Working Group on ”Treatment and Rehabilitation” (TR) (dipimpin Malaysia) terutama
merekomendasikan antisipasi penyalahgunaan narkoba melalui dihirup dan agar industri bahan
kimiawi mendukung program TR dari pemerintah.

(iv) Working Group on ”Law Enforcement” (dipimpin Thailand) merekomendasikan Workshop “Legal
Matters for “Drug Control” bagi anggota ACCORD, agar perundang-undangan domestik dan
internasional lebih dipahami.

(v) Working Group on “Research” (dipimpin Singapura) merekomendasikan penjajagan penggunaan


cairan biologi selain urine, misalnya keringat dan deteksi napas manusia untuk menguji adanya zat
Toluene dalam deteksi penyalahgunaan narkoba dengan cara dihirup. Indonesia memberi
rekomendasi agar dilakukan kerjasama dengan pabrik pengguna zat Toluene untuk mencari zat
pengganti.

Pertemuan ASOD ke-29 juga dihadiri berbagai lembaga terkait, yakni: ASEAN Inter-Parliamentary
Association (AIPA), United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan INTERPOL dan
International Federation of Non Government Organizations for the Prevention of Drugs and Substances
Abuse (IFNGO).

d) Kerjasama Bidang Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation)

Pembentukan Yayasan ASEAN merupakan tindak lanjut dari keputusan para Pemimpin ASEAN
pada KTT ke-5 di Bangkok tahun 1995. Maksud pembentukan Yayasan ASEAN adalah untuk
meningkatkan posisi kerjasama sosial budaya yang diharapkan dapat memberikan kemakmuran bagi
ASEAN, melalui pembangunan SDM, peningkatan Iptek dan kesadaran sosial. MoU pendirian Yayasan
ASEAN, ditandatangani oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN, pada 15 Desember 1997 di Kuala
Lumpur.

Untuk dapat melaksanakan program-program dan kegiatan-kegiatannya, Yayasan didukung


dengan dana abadi dan dana operasional (endowment fund and operational fund) yang didapat dari
kontribusi negara-negara anggota ASEAN, Mitra Wicara ASEAN yaitu pemerintah Jepang melalui
Japan ASEAN Solidarity Fund, Perancis, China, Republik Korea, Kanada (International Development
Research Centre) dan dari sektor swasta yaitu Microsoft Indonesia dan Hewlett Packard.

Berdasarkan Revised Memorandum of Understanding on the Establishment of the ASEAN


Foundation tertanggal 25 Juli 2000, Yayasan ASEAN mempunyai tiga organ penting, yaitu Dewan
Penyantun (Board of Trustees/BOT), Dewan Penasehat (Council of Advisor), dan Direktur Eksekutif
(Executive Director). Setiap negara anggota mempunyai seorang wakil di Dewan Penyantun yang
bertugas membuat kebijakan, menentukan prioritas-prioritas dan mengesahkan anggaran tahunan
serta persetujuan proyek. Dewan Penasehat bertugas memberikan masukan dan rekomendasi kepada
Dewan Penyantun.

Direktur Eksekutif dipilih berdasarkan seleksi terhadap calon memenuhi kualifikasi dengan tugas
mengepalai Sekretariat dan bertanggung jawab kepada Dewan Penyantun. Direktur Eksekutif
bertugas mewakili Yayasan ASEAN dalam segala kegiatan yang bersifat administratif maupun
operasional. Direktur Eksekutif sebelumnya dijabat oleh Dubes Wisber Loeis – Indonesia (1998-2001),
Prof. Dr. Ruben C. Umaly – Filipina (2002-2005), dan Dr. Apichai Sunchindah – Thailand (2005-2007).
Direktur Eksekutif Yayasan ASEAN tahun 2008 – 2010 adalah Dr. F.A. Uriarte, Jr. Dari Filipina.

40
Dalam perkembangannya Yayasan ASEAN telah melakukan berbagai kegiatan yang ditujukan
untuk mendorong adanya kepedulian dan partisipasi yang luas dari masyarakat ASEAN. Hal ini
tercermin dari berbagai proyek kegiatan dan pelatihan-pelatihan yang bersifat regional bagi masyarakat
(grass root) ASEAN serta proyek berkaitan dengan Initiative for ASEAN Integration (IAI). Dalam
memperingati usia Yayasan ASEAN yang ke-10 telah dilakukan survey ASEAN Awareness dikalangan
mahasiswa berbagai universitas di negara anggota. Berdasarkan hasil survey terbatas tersebut
diketahui bahwa masyarakat belum sepenuhnya menyadari keberadaan ASEAN. Oleh karena itu maka
perlu dilakukan berbagai upaya tambahan untuk memasyarakatkan ASEAN.

Tantangan yang dihadapi oleh Yayasan ASEAN adalah kemandirian dalam pembiayaan
operasional Yayasan ASEAN. Yayasan ASEAN diharapkan lebih proaktif dalam mengadakan kegiatan-
kegiatan penggalangan dana dan meningkatkan ASEAN Awareness di masyarakat ASEAN serta dan
lebih aktif mengundang sektor swasta untuk berpartisipasi dalam kegiatan Yayasan ASEAN. Pada
waktu ini Direktur Eksekutif Yayasan ASEAN melakukan inisiatif baru menjajagi kerjasama dengan
organisasi internasional seperti Asian Development Bank, United Nations Economics and Social
Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP), UNAIDS dan UNIFEM serta berbagai sektor swasta
di negara anggota ASEAN.

Dengan diberlakukannya Piagam ASEAN, akan dilakukan penyesuaian terhadap MOU, mengingat
berdasarkan Piagam ASEAN Yayasan ASEAN akan berada di bawah koordinasi Sekretariat ASEAN.
Piagam ASEAN memberi mandat kepada Yayasan ASEAN untuk mendukung pembangunan
masyarakat ASEAN dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai identitas ASEAN,
interaksi diantara masyarakat (people – to – people interaction) dan kolaborasi yang lebih erat dengan
sektor swasta, masyarakat madani, akadimisi, dan stakeholder lain di kawasan.

e) Kerjasama Bidang Kepegawaian dan Administrasi

Dibentuknya ASEAN Conference on Civil Service Matters (ACCSM) pada tahun 1981 mempunyai
tujuan untuk saling tukar menukar pengalaman kerja serta memperbaiki efisiensi dan efektivitas
manajemen publik yang dalam fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adapun
mekanisme ACCSM meliputi kegiatan-kegiatan antara lain: konferensi/seminar tingkat para pimpinan
(pejabat tinggi pemerintahan) maupun pakar dibidang pelayanan umum, pertukaran kunjungan antara
pejabat pemerintahan, pelatihan dan penelitian dibidang administrasi publik dan hal lain yang
berhubungan dengan kebijakan pegawai di lingkungan ASEAN.

Pada tahun 2007 – 2008 Indonesia menjadi Ketua ACCSM ke-14. Sesuai usulan Indonesia, tema
the 14th ASEAN Conference on Civil Service Matters (ACCSM) adalah “Developing Corporate Culture
in Public Service towards ASEAN Community 2015”. Tema ini dipilih untuk menjawab tantangan di era
globalisasi, dimana tuntutan publik akan pelayanan birokrasi yang baik, cepat dan sederhana semakin
besar sehingga perlu adanya corporate culture values melalui peningkatan kapasitas, pertukaran
informasi, pengalaman dan best practices.

Pada Pertemuan ke-14 ACCSM yang diadakan di Bali pada bulan Oktober 2007 dan Technical
Meeting dan Informal Meeting yang diadakan pada bulan Oktober 2008 di Bukittinggi, disadari bahwa
pegawai negeri memiliki peranan penting dalam berbagai aspek pembangunan dan kerjasama regional
yang meliputi bidang politik dan keamanan, ekonomi, sosial, kelembagaan dan pengembangan SDM.
Oleh karena itu, pertemuan menyepakati bahwa ACCSM dimasukkan dalam bagian Komunitas Sosial
Budaya ASEAN. Pertemuan telah mengesahkan ACCSM Work Plan (2008-2012) dan Technical
Committee bertugas untuk menyusun langkah strategi untuk melaksanakan Work Plan dimaksud.
Pertemuan menyambut baik usulan Indonesia untuk menjajagi kemungkinan menjalin kerjasama
dengan negara-negara Plus Three (China, Jepang dan Republik Korea) di bidang pegawai negeri dan
mengesahkan proposal Indonesia dan Singapura mengenai diadakannya Forum on Civil Service
Accountability and Good Governance yang diharapkan dapat dilakukan secara rutin sebelum
pelaksanaan Main Conference atau Technical Meeting ACCSM setiap tahun.

Kerjasama Kebudayaan, Penerangan, dan Pendidikan

a) Kerjasama Bidang Kebudayaan dan Penerangan

Kerjasama ASEAN di bidang kebudayaan dan penerangan pada awalnya ditangani oleh Komite
Tetap Kegiatan Sosial Budaya (Permanent Committee on Socio-Cultural Activities) dan Komite Tetap
Media Massa (Permanent Committee on Mass Media) yang didirikan tahun 1972. Baru pada tahun
1978, dibentuk ASEAN Committee on Culture and Information (ASEAN-COCI) yang bertujuan untuk
mempromosikan kerjasama yang efektif di bidang kebudayaan dan penerangan dalam rangka
meningkatkan saling pengertian (mutual understanding) dan solidaritas diantara masyarakat ASEAN.
ASEAN-COCI bersidang sekali dalam setahun untuk membahas proposal kegiatan dan melakukan
41
evaluasi pelaksanaan proyek yang telah dilaksanakan, yang meliputi antara lain pameran, pertunjukan
seni, seminar, pertukaran tenaga ahli dan peneliti, serta publikasi berbagai kegiatan kebudayaan.
Jabatan Ketua ASEAN-COCI dipegang secara bergilir dengan periode kepemimpinan tiga tahun. Pada
Pertemuan ke-34 ASEAN-COCI di Manila, Filipina, 10-14 Mei 1999, dibentuk dua Sub-Committee
dibawah COCI, yaitu Sub-Committee on Culture (SCC) dan Sub-Committee on Information (SCI) yang
masing-masing bersidang dua kali dalam setahun.

Guna mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan COCI, pada tahun 1978, para Menteri Luar
Negeri ASEAN sepakat untuk membentuk ASEAN Culture Fund (ACF). Jepang merupakan negara
Mitra Wicara pertama yang memberikan kontribusi kepada ACF sebesar ¥5 milyar yang menjadi dana
abadi ACF. ACF bersifat endowment fund, yang berarti hanya bunga pengelolaan dana tersebut yang
dapat digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan COCI. Penggunaan dana ACF dimonitor oleh
advisory committee yang beranggotakan pejabat-pejabat dari negara-negara anggota ASEAN. ACF
juga menerima sumbangan dari negara-negara anggota ASEAN, negara-negara Mitra Wicara lainnya
dan organisasi-organisasi internasional.

Sesuai dengan amanat Rencana Aksi Sosial Budaya Viantiane Action Programme (VAP),
kerjasama kebudayaan dan penerangan ASEAN diarahkan pada program “Promoting an ASEAN
Identity”. Program dimaksud meliputi langkah-langkah promosi kesadaran ASEAN dan identitas
regional ASEAN; pelestarian dan promosi warisan budaya ASEAN; pemeliharaan dialog bagi
terciptanya suatu pengertian yang lebih mendalam akan peradaban, kebudayaan, dan agama-agama
di ASEAN; serta promosi peran ASEAN dalam komunitas internasional.

Berbagai kegiatan ASEAN di bidang kebudayaan yang telah dilakukan antara lain workshop dan
simposium di bidang seni dan budaya, ASEAN Culture Week, ASEAN Youth Camp, ASEAN Quiz serta
pertukaran kunjungan antar seniman ASEAN. Sedangkan kegiatan di bidang informasi dilakukan
antara lain melalui pertukaran berita di antara negara-negara ASEAN yang ditayangkan pada televisi
nasional di masing-masing negara ASEAN (ASEAN TV News) dan penyiaran berita dan informasi
mengenai ASEAN melalui radio-radio nasional (ASEAN in Action).

ASEAN juga melakukan kerjasama di bidang kebudayaan dan penerangan yang erat dengan
negara-negara Mitra Wicara. Kerjasama dengan Korea Selatan di bawah Future Oriented Cooperation
Projects (FOCP) meliputi pertukaran kunjungan antar seniman, insan media, pemuda dan pejabat
pemerintah ASEAN dan Republik Korea yang secara teratur dilakukan setiap tahunnya. Kerjasama
dengan India meliputi pertukaran kunjungan antar jurnalis ASEAN dan India. Selain itu juga telah
ditandatangani Memorandum of Understanding (MOU) on ASEAN-China Cultural Cooperation yang
bertujuan untuk meningkatkan kerjasama ASEAN dan China di bidang kebudayaan.

i) ASEAN Ministers Responsible for Information (AMRI)

AMRI merupakan pertemuan tingkat menteri yang bertugas membahas masalah kebijakan di
tingkat regional dan melakukan evaluasi umum terhadap kegiatan kerjasama yang dilaksanakan.
Sidang tersebut diadakan setiap dua tahun dan didahului oleh sidang setingkat pejabat tinggi (SOM).

Pada Pertemuan AMRI ke-9 bulan Mei 2007 di Jakarta dengan tema “Staying Connected to
Advance A Sharing and Caring Community in ASEAN through Media,” ditegaskan peran penting
informasi dan media dalam mendukung upaya integrasi ASEAN dan mencapai tujuan ASEAN
sebagaimana terkandung dalam VAP. Kerjasama informasi ini dibutuhkan untuk meningkatkan
kesadaran dan saling pengertian antara masyarakat di negara-negara ASEAN di berbagai bidang
seperti politik, ekonomi, kebudayaan, dan sejarah. Pertemuan juga membahas perluasan kerjasama
ASEAN di bidang penerangan di masa depan dengan melibatkan negara-negara “Plus Three” (China,
Republik Korea dan Jepang).

Dalam kaitan memperluas kerjasama penerangan ASEAN tersebut, telah diadakan Workshop on
Enhancing ASEAN-China Cooperation through Information and Media di Jogjakarta bulan Mei 2006,
yang berhasil menyepakati ASEAN-China Work Plan to Enhance ASEAN-China Cooperation through
Information and Media 2006-2010. Hasil workshop juga menjadi bahan masukan bagi penyusunan
Memorandum of Understanding between ASEAN-China on Information and Media Cooperation (Nota
Kesepahaman Kerjasama Informasi dan Media antara ASEAN dan China), yang telah ditandatangani
pada forum ASEAN-China Ministers Responsible for Information di Nanning, China, 13-16 Oktober
2008.

ii) ASEAN Ministers Responsible for Culture and Arts (AMCA)

Untuk membahas kerjasama kebudayaan ASEAN di level Menteri, setiap dua tahun sekali
diadakan forum ASEAN Ministers Responsible for Culture and Arts (AMCA). Dalam pertemuan AMCA
42
pertama di Kuala Lumpur, Malaysia, 13-14 Oktober 2003, disepakati wilayah prioritas kerjasama
kebudayaan ASEAN, yaitu pengembangan sumber daya manusia di bidang kebudayaan dan
pengembangan UKM terkait budaya dan seni. Selanjutnya pada AMCA ke-2 tahun 2005 di Bangkok,
Thailand, untuk pertama kalinya diadakan pula pertemuan dengan China, Jepang dan Korea Selatan
dalam kerangka AMCA+3.

Pertemuan ke-3 AMCA berlangsung pada tanggal 12 -13 Januari 2008 di Nay Pyi Taw, Myanmar.
Agenda yang dibahas terkait dengan penyusunan ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint (ASCC
Blueprint), yaitu bagaimana work plan yang disusun di level teknis SOMCA (Senior Officials Meeting on
Culture and Arts) dapat bersinergi dengan ASCC Blueprint agar secara signifikan kerjasama
kebudayaan dibawah AMCA dapat memberi kontribusi dalam pembentukan ASEAN Socio-Cultural
Community 2015. Pertemuan juga menyepakati sejumlah kegiatan seni budaya untuk meningkatkan
ASEAN Awareness dan Identity: Showcase of the best of ASEAN’s arts and culture, ASEAN Cultural
City/Capital dan ASEAN Cultural Week.

b) Kerjasama Bidang Pendidikan

Kerjasama bidang pendidikan di wilayah Asia Tenggara dimulai dengan pembentukan South East
Asian Ministers of Education Organizaton (SEAMEO) tanggal 30 November 1965. Sedangkan
kerjasama pendidikan dalam kerangka ASEAN dilakukan oleh ASEAN Committee on Social
Development (COSD), yang kemudian diubah menjadi ASEAN Sub-Committee on Education
(ASCOE), dan diubah lagi menjadi ASEAN Committee on Education (mempergunakan akronim yang
sama: ASCOE) pada sidang ke-9 ASCOE di Vientiane, Laos, 26 – 27 September 2001.
Gagasan untuk mengadakan pertemuan ASEAN Ministers of Education (ASED) secara back-to-
back dengan pertemuan South East Asian Ministers of Education Organizaton (SEAMEO) muncul pada
pertemuan SEAMEO di Bangkok tahun 2005. Pertemuan ASED pertama dilaksanakan di Singapura
pada bulan Maret 2006, menyepakati strategi dasar dalam upaya mewujudkan Komunitas ASEAN
melalui kerjasama pendidikan guna meningkatkan kesadaran (promoting awareness) dan saling
pengertian (understanding). Kerjasama diwujudkan antara lain dengan kegiatan pertukaran mahasiswa
dan peningkatan kapasitas (capacity building) tenaga pengajar.

Di level teknis, kerjasama pendidikan dibahas dalam forum Pertemuan Pejabat Senior Pendidikan
ASEAN (ASEAN Senior Officials Meeting on Education (SOM-ED). Dalam SOM-ED di Bangkok, 24
November 2006, disepakati agar Sekretariat ASEAN, Sekretariat SEAMEO dan Sekretariat ASEAN
University Network (AUN) bekerjasama untuk mengembangkan jejaring regional (regional framework)
guna mendukung ASEAN Community Building, melalui pertukaran pelajar/mahasiswa dan akademisi,
serta kerjasama penelitian antara peneliti dengan akademisi. Jejaring regional (regional framework)
dimaksud akan difokuskan pada kegiatan-kegiatan untuk memajukan ASEAN awareness di sekolah-
sekolah, termasuk mempromosikan ASEAN Studies di sekolah-sekolah dasar dan menengah.

Pertemuan ASEAN Education Ministers Meeting (ASED) kedua berlangsung di Bali tanggal 16
Maret 2007, membahas antara lain hal-hal berikut:

i) Menghidupkan kembali ASEAN Student Exchange Programme pada tahun 2008 dan
seterusnya sampai 2013;
ii) Menegaskan pentingnya peran dunia pendidikan di ASEAN, membangun identitas ASEAN
dan lingkungan yang multi-kultural; dan
iii) Mengupayakan substansi pendidikan terefleksi dalam ASEAN Charter, yang tidak hanya
berada pada pilar sosial budaya melainkan mencakup ketiga pilar Komunitas ASEAN, yang
dapat meningkatkan competitiveness masing-masing negara anggota maupun ASEAN
sebagai organisasi regional.

The 3rd ASEAN Education Ministers Meeting (ASED) diselenggarakan di Kuala Lumpur, 15 Maret
2008, membahas antara lain kerjasama dalam peningkatan standar pengajaran, pelatihan bahasa
Inggris, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan, serta pelatihan kejuruan
dan teknis. Selain itu disepakati pula untuk mengembangkan ASEAN Scholarship Program,
menggunakan common content untuk bahan-bahan pelajaran mengenai ASEAN di sekolah dasar dan
menengah pertama, mengembangkan kerjasama yang lebih erat antara AUN dengan SEAMEO-RIHED
(Regional Centre for Higher Education and Development), dan memfokuskan kerjasama ke depan
dalam upaya mencapai Education For All (EFA) tahun 2015.

ASEAN University Network

Forum kerjasama lain di bidang pendidikan adalah ASEAN University Network (AUN) yang
merupakan jaringan kerjasama antar universitas terkemuka di ASEAN. AUN dibentuk dengan tujuan
memajukan sumber daya manusia, khususnya dengan memperkuat jaringan kerjasama antar
43
universitas dan lembaga pendidikan di ASEAN. Ide pembentukan AUN muncul pada KTT ke-4 ASEAN
di Singapura, Januari 1992. Charter AUN yang dirancang oleh Sekretariat ASEAN dan ASCOE
disepakati pada sidang ASCOE ke-3 di Manila, Filipina, 20-22 Juni 1995, sementara perjanjian
pembentukan AUN ditandatangani pada bulan November 1995.

Struktur AUN terdiri dari Board of Trustees (BOT), participating universities; dan sebuah
Sekretariat yang berpusat di Bangkok, Thailand. BOT beranggotakan wakil dari seluruh negara
anggota ASEAN yang ditunjuk oleh pemerintah masing-masing, Sekjen ASEAN, Ketua ASCOE, dan
Direktur Eksekutif AUN.

Universitas-universitas yang tergabung dalam AUN sampai saat ini adalah University Brunei
Darussalam (Brunei Darussalam), Royal University of Phnom Penh (Kamboja), Universitas Indonesia,
Universitas Gadjah Mada (Indonesia), National University of Lao (Laos), Universiti Sains Malaya,
Universiti Malaya (Malaysia), Institute of Economics, University of Yangon (Myanmar), University of the
Philippines, De La Salle University (Filipina), National University of Singapore, Nanyang Technological
University (Singapura), Chulalongkorn University, Burapha University (Thailand), Viet Nam National
University-Ha Noi dan Viet Nam National University-Ho Chi Minh City (Viet Nam).
Dalam kerangka AUN dilakukan berbagai kegiatan kerjasama pendidikan, yang hanya melibatkan
negara anggota ASEAN, maupun yang mengikutsertakan negara-negara mitra wicara. Bentuk
kerjasama internal ASEAN antara lain ASEAN Studies Programme, AUN Educational Forum and
ASEAN Young Speaker Contest, ASEAN Youth Cultural Forum, Student Exchange Programme, AUN
Distinguished Scholars Programme, Collaborative Research, Information Networking, AUN Quality
Assurance (AUN-QA), ASEAN Graduate Business and Economic Programme (AGBEP Network),
Initiative on ASEAN Integration (IAI) “Higher Education Management in CLMV Countries” dan AUN
Intellectual Property Network (AUNIP Network). Sementara kerjasama dengan mitra wicara ASEAN
antara lain: ASEAN-China Academic Cooperation and Exchange Programme, ASEAN-EU University
Network Programme, ASEAN-India Academic Cooperation, AUN-Southeast Asia Engineering
Education Development Network, The ASEAN-RoK Academic Exchange Programme, International
College Student Exchange Programme between and ASEAN Nations, ASEAN-Post-doctoral
Fellowship Programme, Promotion of ASEAN and Korean Studies.

Kerjasama Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Lingkungan Hidup dan Bencana Alam

a) Kerjasama Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Kerjasama ilmu pengetahuan, riset dan teknologi dalam kerangka ASEAN telah terbentuk sejak
tahun 1967 sebagai bagian dari program ASEAN-help-ASEAN Initiative. Kerjasama Iptek ASEAN tidak
hanya terfokus pada upaya pengembangan Iptek namun juga diarahkan untuk lebih memasyarakatkan
pemanfaatan Iptek terapan bagi pembangunan sosial dan ekonomi. ASEAN berupaya untuk
mendorong sebanyak mungkin partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pemanfaatan iptek
termasuk sektor swasta.

ASEAN telah menyusun ASEAN Plan of Action on Science and Technology (APAST) 2007-2011
yang merupakan kerangka strategis regional dalam pengembangan kerjasama Iptek. Rencana Aksi
Iptek ASEAN periode 2007-2011 dalam implementasinya diintegrasikan dengan VAP 2004-2010 dan
ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint (ASCC Blueprint).

Beberapa program kerja utama yang akan dilaksanakan antara lain adalah (a) memperkuat
kolaborasi dan jaringan kerjasama dengan berbagai institusi riset dan pengembangan, baik yang ada di
tingkat regional maupun global (b) meningkatkan intensitas kegiatan penelitian iptek termasuk melalui
pertukaran tenaga ahli dan pemberian beasiswa (c) memperkuat kerjasama alih teknologi serta (d)
memperkuat pembangunan dan pemanfaatan ‘digital content’

Kerjasama Iptek ASEAN ditangani oleh ASEAN Committee on Science and Technology (COST)
dan diperkuat dengan sembilan Sub-Komite sektoral, yang pembentukannya disesuaikan dengan
bidang-bidang kerjasama yang menjadi prioritas ASEAN, yaitu:

i. Sub-Committee on Meteorology & Geophysics (SCMG);


ii. Sub-Committee on Microelectronic and Information Technology (SCMIT);
iii. Sub-Committee on Non Conventional Energy Research (SCNCER);
iv. Sub-Committee on Materials Science & Technology (SCMST);
v. Sub-Committee on Food, Science & Technology (SCFST);
vi. Sub-Committee on Biotechnology (SCB);
vii. Sub-Committee on S&T Infrastructure and Resources Development (SCIRD);
viii. Sub-Committee on Marine Sciences and Technology (SCMSAT); dan
ix. Sub-Committee on Space Technology and Application (SCOSA).
44
b) Kerjasama Lingkungan Hidup

Secara formal kerjasama ASEAN di bidang lingkungan hidup dimulai sejak tahun 1978, ditandai
dengan dibentuknya ASEAN Experts Group on the Environment (AEGE) di bawah Committee on
Science and Technology (COST). Pembentukan wadah tersebut dimaksudkan untuk memperkuat
kerjasama yang sudah dirintis sejak tahun 1971 melalui Permanent Committee on Science and
Technology. Ketika itu, AEGE diberi mandat untuk mempersiapkan ASEAN Environmental Programme
(ASEP) yaitu program kegiatan ASEAN di bidang lingkungan hidup.

Seiring dengan makin meluasnya permasalahan lingkungan hidup di kawasan, pada tahun 1990
negara-negara ASEAN sepakat untuk secara reguler menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri
Lingkungan (ASEAN Ministerial Meeting on Environment/AMME) dan pertemuan tingkat pejabat senior
(ASEAN Senior Officials Meeting on the Environment/ASOEN), untuk membahas dan menyelesaikan
permasalahan lingkungan di kawasan. Mekanisme konsultasi formal dimaksud kemudian kemudian
dilengkapi dengan 5 Kelompok Kerja (Pokja) yaitu: (a) Pokja pembahasan kesepakatan kerjasama
lingkungan hidup di tingkat multilateral; (b) Pokja bidang Konservasi Alam dan keanekaragaman hayati;
(c) Pokja Bidang Lingkungan Kelautan; (d) Pokja bidang Pembangunan kawasan kota dan desa yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (e) Pokja bidang manajemen sumber daya air.

Misi utama yang ingin dicapai ASEAN dalam kerjasama lingkungan adalah mewujudkan
ASEAN sebagai kawasan yang bersih dan hijau (Creating Clean and Green ASEAN), dengan mengacu
pada prinsip-prinsip mekanisme pembangunan yang berkelanjutan, ramah lingkungan serta melakukan
pengelolaan sumber daya alam secara arif dan lestari.

ASEAN telah mengidentifikasikan 12 bidang kerjasama yang menjadi prioritas dalam pengelolaan
lingkungan hidup yang berkelanjutan di kawasan, yaitu:

i. Memperkuat kapasitas nasional dan regional dalam menindaklanjuti kesepakatan-kesepakatan di


bidang lingkungan, yang dicapai pada tingkat global seperti isu perubahan iklim (climate change)
serta penanganan produk kimia dan limbah kimia;
ii. Memperkuat kerjasama dalam penanganan polusi lingkungan lintas batas seperti polusi asap lintas
batas dan polusi limbah berbahaya lintas batas ;
iii. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya lingkungan;
iv. Mempromosikan pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan;
v. Memperbaiki pengelolaan lingkungan perkotaan sekaligus memperkuat good governance di
kawasan perkotaan;
vi. Memperkuat upaya pengawasan, pelaporan serta harmonisasi kebijakan sehingga pembangunan
dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
vii. Meningkatkan pengelolaan kawasan pantai dan bahari yang ramah lingkungan (coastal and marine
environment);
viii. Memperkuat konservasi alam dan keanekaragaman hayati;
ix. Mempromosikan tersedianya sumber air bersih bagi semua penduduk;
x. Memperkuat pemanfaatan lahan secara ramah lingkungan;
xi. Mempromosikan pengelolaan hutan secara lestari dan melakukan harmonisasi antara kebijakan
ekonomi, sosial dan lingkungan; dan
xii. Memperkuat kerjasama dalam pemanfaatan sumber daya mineral secara lestari.

Salah satu kerjasama bidang lingkungan yang menjadi prioritas ASEAN adalah memaksimalkan
upaya bersama dalam penanganan polusi kabut asap (haze) lintas batas yang ditimbulkan oleh
terjadinya kebakaran hutan dan lahan. ASEAN telah menyepakati ASEAN Agreement on
Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang ditandatangani di Kuala Lumpur, Juni 2002.

Pada tahun 2006, atas inisiatif Pemerintah Indonesia, di Riau telah diselenggarakan pertemuan
khusus negara anggota ASEAN untuk menuntaskan permasalahan polusi asap lintas batas yang
selama ini membawa dampak sosial dan ekonomi cukup besar bagi masyarakat Indonesia. Pertemuan
Riau antara lain telah menggulirkan pembentukan the ASEAN Sub-Regional Ministerial Steering
Committee on Transboundary Haze Pollution (MSC) yang beranggotakan 5 negara sub-regional
ASEAN yang selain ini terkena dampak dari polusi asap lintas batas yaitu Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.

Pertemuan Riau juga menghasilkan dokumen Rencana Aksi untuk mengatasi masalah kabut asap
lintas batas di kawasan Asia Tenggara yang meliputi aspek-aspek: (a) Pencegahan, pemantauan dan
penegakan hukum; (b) Pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan (peatlend management); (c)
pemadaman dan tanggap darurat; (d) pengembangan sistem peringatan dini dan pemantauan; serta
(d) penguatan kerjasama regional dan internasional.
45
Rencana Aksi tersebut secara sinergi melibatkan tiga unsur yang berperan dalam pengendalian
kebakaran hutan dan lahan, yaitu Pemerintah, petani/peladang, masyarakat, serta pelaku bisnis
(perkebunan, HTI/HPH). Implementasi program aksi Indonesia untuk penanganan polusi asap lintas
batas dalam dua tahun terakhir mulai menunjukkan perkembangan kearah yang cukup positif. Pada
tahun 2006/2007, jumlah titik panas (hotspot) di daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan di
wilayah Sumatera dan Kalimantan, berhasil ditekan dalam jumlah yang cukup substansial. Sementara
itu, kolaborasi antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia dan Singapura dalam penanganan polusi
asap di di kawasan Jambi dan Riau, juga mulai diimplementasikan.

Selain itu, untuk menunjang terbentuknya Kawasan ASEAN yang Bersih dan Hijau, tahun 2008,
ASEAN telah melaksanakan beberapa program penting antara lain :

- Penyelenggaraan pemilihan kota-kota terbaik di ASEAN yang berwawasan lingkungan (ASEAN


Environmentally Sustainable City Award). Pemilihan ini bertujuan untuk mendorong agar desa-desa
dan kota di negara-negara ASEAN menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan di wilayahnya, dengan menciptakan clean land, clean air dan clean
water. Indonesia dalam kaitan ini telah diwakili oleh Kotamadya Palembang

- Peluncuran ASEAN Environmental Education Plan 2008-2012, yang siap untuk disinergikan
dengan program nasional melalui kurikulum sekolah, agar isu kepedulian pada linkungan menjadi
bagian dari pendidikan formal maupun non formal.

- Peluncuran buku panduan ASEAN Marine Water Quality Criteria: management Guidelines and
Monitoring, yang akan menjadi bahan referensi bagi masing masing negara didalam mendukung
program konservasi dan pengelolaan kawasan pantai dan sumberdaya laut di tingkat nasional.

Ke depan, kerjasama di bidang lingkungan hidup ASEAN akan merujuk pada cetak biru komunitas
ASEAN (ASCC Blueprint) yang telah disepakati dan akan ditandatangani pada KTT-14 di Thailand
(Februari 2009).

c) Kerjasama Penanggulangan Bencana Alam

Kerjasama penanganan bencana alam dalam kerangka ASEAN sebenarnya sudah terbangun lebih
dari tigapuluh tahun lamanya. Deklarasi Bangkok tahun 1967 yang menandai berdirinya ASEAN
merupakan landasan bagi negara anggotanya untuk saling memperkuat kerjasama regional guna
meningkatkan kedamaian, stabilitas, kemajuan regional serta untuk saling memupuk persaudaraan dan
solidaritas terutama di saat salah satu anggotanya tertimpa bencana.

Komitmen negara-negara anggota ASEAN untuk saling membantu pada saat terjadi bencana
antara lain dimuat dalam Declaration of ASEAN Concord yang ditandatangani pada tanggal 24
Pebruari 1976. Deklarasi tersebut menyebutkan bahwa natural disasters and other major calamities
can retard the pace of development of member states, therefore they shall extend, within their
capabilities, assistance for relief of member states in distress. Para Pemimpin ASEAN ketika itu
sepakat untuk menjadikan isu penanganan bencana sebagai salah satu bagian penting dari tujuan
kerjasama ASEAN.

Babak baru dalam kerjasama ASEAN di bidang penanganan bencana dimulai ketika mekanisme
pengelolaan kerjasamanya ditingkatkan dari tingkat kelompok ahli menjadi komite penuh ASEAN pada
tingkat pejabat senior. Tahun 2003, Komite ASEAN untuk Penanganan Bencana (ASEAN Committee
on Disaster Management/ACDM) secara resmi dibentuk dengan mandat mempersiapkan program
kerja beserta prioritas kegiatan yang kemudian dikenal sebagai Program Regional ASEAN untuk
Penanganan Bencana (ASEAN Regional Programme on Disaster Management/ARPDM).

ARPDM memuat kerangka kerjasama antar negara ASEAN dan juga dengan Mitra Wicara dan
organisasi internasional untuk periode 2004 – 2011. Rangkaian program terpadu ARPDM, mencakup
lima komponen inti dan mencakup lebih dari 29 kelompok kegiatan. Kelima komponen inti dimaksud
adalah:

i. Pembentukan Kerangka Penanganan Bencana Regional ASEAN;


ii. Peningkatan Kapasitas;
iii. Pertukaran Informasi dan Sumber Daya;
iv. Peningkatan Kolaborasi dan Penguatan Kemitraan; serta
v. Peningkatan Pengetahuan, Kesadaran dan Advokasi Publik.

46
Tragedi tsunami di Aceh tahun 2004 memberikan catatan bahwa ASEAN ternyata belum
mempunyai mekanisme regional yang cukup memadai untuk penanganan bencana dalam skala besar.
Pada sisi lain, bencana tsunami juga menyadarkan kita bahwa negara-negara anggota ASEAN
ternyata memiliki ikatan persaudaraan yang kuat, memiliki kapasitas SDM serta aset yang sangat
memadai untuk membantu negara tetangganya yang tertimpa musibah. Pada saat terjadi tsunami, tim
SAR dan organisasi bantuan darurat dari negara-negara ASEAN merupakan salah satu yang pertama
tiba di lapangan dan menyalurkan bantuan darurat kepada para korban.

Kejadian tsunami di Aceh telah mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk menata kembali
dan memperkuat kerjasamanya di bidang penanganan bencana. Masalah penanganan bencana, tidak
dapat lagi hanya dilakukan di tingkat sektoral tetapi harus melibatkan seluruh sektor terkait, tidak hanya
di tingkat nasional tapi juga regional, bahkan melalui kerjasama internasional, bila memang diperlukan.
Paska terjadinya tsunami, Pemerintah Indonesia mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan
Pertemuan Khusus Para Pemimpin ASEAN di Jakarta pada tanggal 6 Januari 2005. KTT Tsunami
antara lain telah menghasilkan pernyataan bersama yang dikenal dengan nama Deklarasi Jakarta,
yang memuat program aksi untuk memperkuat kerjasama penanganan bencana, mulai dari
pengembangan system peringatan dini, penanganan pada periode tanggap darurat, tahap rehabilitasi
dan rekonstruksi serta pengurangan resiko bencana.

Sebagai tidak lanjut dari kesepakatan yang dicapai dalam KTT Tsunami di Jakarta, pada bulan Juni
2005, ASEAN segera menyusun ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency
Response/AADMER. AADMER merupakan suatu persetujuan penanganan bencana pada tingkat
regional ASEAN yang bersifat terpadu, komprehesif dan menyeluruh karena mencakup semua aspek
dan siklus penanganan bencana, mulai dari identifikasi resiko bencana, penilaian dan pemantauan
(disaster risk identification, assessment and monitoring); pencegahan dan mitigasi (prevention and
mitigation); peringatan dini (early warning); Kesiap-siagaan (preparedness); tanggap darurat
(emergency response); hingga rehabilitasi (rehabilitation).

Persetujuan dimaksud ditandatangani oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada kesempatan
Pertemuan ke-38 Para Menteri Luar Negeri ASEAN di Vientiane, Laos, tanggal 26 Juli 2005. Hingga
akhir 2008 persetujuan dimaksud telah diratifikasi oleh tujuh (7) negara yaitu Indonesia, Kamboja,
Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Viet Nam. Sementara Singapura, Filipina dan Brunei
Darussalam menyatakan bahwa proses ratifikasi AADMER di negara masing-masing saat ini sudah
memasuki tahap akhir.

Pemerintah Indonesia telah menyelesaikan proses ratifikasi AADMER melalui persetujuan oleh
Presiden dalam bentuk Peraturan Presiden No.32/2008 tanggal 15 Mei 2008. Penyerahan instrumen
ratifikasi kepada ASEAN Secretariat telah dilakukan pada tanggal 14 Juli 2008 dan instrumen ratifikasi
tersebut telah disirkulasikan kepada negara anggota pada tanggal 26 September 2008.

Salah satu komponen penting dalam Perjanjian AADMER adalah pembentukan ASEAN
Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Centre /Pusat
Bantuan Kemanusiaan ASEAN). Indonesia telah mendapatkan endorsement sebagai tuan rumah
lokasi AHA Centre pada pertemuan ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-40 di Singapura, Juli 2007.
Indonesia mulai menjalankan fungsi Interim AHA Centre terhitung sejak tanggal 1 Juli 2008. Centre
untuk sementara beroperasi di Kantor Badan Nasional Penanganan Bencana – BPNB Jakarta.

Penanganan Cyclon Nargis di Myanmar

Siklon Nargis yang menghantam Myanmar pada tanggal 2 dan 3 Mei 2008, merupakan bencana
terbesar kedua yang dialami negara ASEAN paska bencana tsunami di Aceh. Bencana topan Nargis
telah menelan korban lebih dari 137 jiwa manusia serta menyebabkan kerusakan infrastruktur yang
cukup parah di seluruh kawasan Yangon dan sekitarnya, serta wilayah Delta Sungai Irrawady
(Ayeyarwady), kira-kira 250 km Barat Daya Rangon. Nargis menyebabkan daerah delta tersebut
mengalami banjir di area seluas 5000 km2.

Dalam rangka membantu pemerintah Myanmar dalam penanganan siklon Nargis tersebut, ASEAN
telah menyelenggarakan pertemuan Khusus para Menteri Luar Negeri ASEAN di Singapura pada
tanggal 19 Mei 2008. Pertemuan memutuskan untuk membentuk ASEAN-led mechanism untuk
membantu mengkoordinasikan distribusi bantuan kemanusiaan baik yang bersumber dari ASEAN
maupun masyarakat internasional bagi para korban bencana di Myanmar. Mekanisme koordinasi
tersebut melibatkan negara-negara anggota ASEAN, Pemerintah Myanmar serta PBB sebagai wakil
dari masyarakat internasional.

47
Implementasi mekanisme koordinasi tersebut dilaksanakan melalui ASEAN Humanitarian Task
Force (AHTF) yang terdiri dari pejabat senior serta para ahli dari negara-negara ASEAN dan diketuai
oleh Sekjen ASEAN, sebagai penentu kebijakan (policy guidance), dan Tripatite Core Group (TCG)
sebagai unit pelaksana teknis di lapangan yang keanggotaannya juga melibatkan masyarakat
internasional. Struktur TCG terdiri dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan ASEAN (Financial
Coordinator), UN-OCHA (Resource Coordinator), Pemerintah Myanmar (Operation Coordinator) serta
ASEAN (Monitoring/Reporting Coordinator).

Negara donor dan organisasi internasional non-pemerintah memberikan tanggapan positif atas
kepemimpinan ASEAN dan sukses yang dicapai dalam ASEAN-Led Coordinating Mechanism on
Nargis, termasuk keberadaan TCG selaku unit operasional di lapangan. Negara Donor menyampaikan
apresiasinya atas peran ASEAN dan TCG dalam menjembatani komunikasi dengan Pemerintah
Myanmar sehingga mereka memperoleh akses untuk menyalurkan bantuan pada para korban.

Masyarakat internasional sangat mengharapkan keberadaan ASEAN-led mechanism dapat tetap


dipertahankan hingga proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Masyarakat internasional mengharapkan
agar pengalaman dan sukses yang dicapai Indonesia dalam penanganan bencana di Aceh serta
keberhasilan yang dicapai oleh ASEAN di Myanmar, dapat dijadikan sebagai model dalam mekanisme
penanganan bencana di berbagai belahan dunia lainnya.

Kerjasama Bidang Pembangunan Sosial

a) Kerjasama Bidang Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan

Kerjasama ASEAN di bidang pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan didasari oleh
Dokumen Ministerial Understanding on Rural Development and Poverty Eradication (RDPE), yang
mengacu pada Declaration of ASEAN Concord (Bali Concord I) 1976, menekankan kepedulian ASEAN
pada masalah penanggulangan kemiskinan, kelaparan, penyakit dan buta huruf, serta memutuskan
untuk meningkatkan kerjasama di bidang pembangunan sosial dan ekonomi, khususnya dalam rangka
meningkatkan keadilan sosial dan perbaikan standar hidup masyarakat ASEAN.

Pada pertemuan KTT ASEAN ke-12 bulan Januari 2007, Para pemimpin ASEAN antara lain telah
menegaskan kembali kesepakatannya untuk memberikan perhatian lebih besar pada penanganan
masalah kemiskinan, melalui berbagai program pemberdayaaan masyarakat. Dalam kaitan ini para
pemimpin ASEAN menggarisbawahi bahwa upaya penanggulangan kemiskinan akan dilaksanakan
melalui implementasi program-program yang lebih bersifat partisipatif yaitu dengan melibatkan
sebanyak mungkin keikutsertaan masyarakat.

Guna menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai di dalam KTT ASEAN, maka pada
pertemuan ke-5 ASEAN Ministerial Meeting on Rural Development and Poverty Eradication yang
berlangsung di Bangkok, pada bulan Januari 2007, antara lain telah disahkan Term of Reference
(TOR) pengembangan kerjasama penanggulangan kemiskinan, antara ASEAN dengan negara negara
anggota Plus Three Countries (Jepang, China dan Korea). Dalam TOR telah diidentifikasikan bentuk-
bentuk kerjasama yang akan diprioritaskan untuk dikembangkan, yaitu meliputi antara lain: (1)
People’s Forum, (2) Capacity Buidling, (3) SME and Social Enterprises Development, (4). Impact Trade
Liberalization on Poverty Alleviation Programmes dan (5) Micro Financing.

Dalam kaitan hal di atas, pertemuan 6th ASEAN Senior Officials Meeting on Rural Development
and Poverty Eradication, di Singapura tanggal 13-15 Oktober 2008, antara lain telah menyepakati
sejumlah kerjasama yang akan dikembangkan dalam kerangka kerjasama ASEAN Plus Three, terkait
dengan hal-hal sebagai berikut:

i. Adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dalam konteks pembangunan pedesaan dan
penanggulangan kemiskinan.

ii. Dukungan dan dan bantuan teknis bagi negara anggota ASEAN, kususnya CLMV countries, dalam
upayanya mencapai pembangunan milenium (MDGs).

iii. Pengembangan program-program pengentasan kemiskinan bagi kelompok rentan secara sosial,
termasuk para penyandang cacat, anak-anak, manula, dan kelompok/masyarakat yang terkena
bencana alam.
48
iv. Pembentukan joint fund untuk mendukung proyek-proyek pengentasan kemiskinan di daerah-
daerah miskin negara anggota.

Sementara itu, dalam menindaklanjuti upaya untuk mencapai MDGs di kawasan, ASEAN telah
menyusun suatu ASEAN Roadmap for the Implementation of the Millennium Development Goals yang
diselaraskan dengan UNESCAP/ADB/UNDP-lead regional MDG Roadmap, yang mencakup lima
bidang, yakni: (a) advocacy; (b) knowledge; (c) resources; (d) expertise; and (e) regional cooperation
and regional public goods.

b) Kerjasama Bidang Kesehatan

Kerjasama yang paling menonjol di bidang kesehatan adalah upaya penanggulangan penyakit
menular. Penanggulangan penyakit menular di ASEAN dilakukan melalui mekanisme ASEAN Expert
Group on Communicable Diseases (AEGCD). Program utama dalam kerangka AEGCD dilaksanakan
melalui ASEAN+3 Infectious Diseases Programme (ASEAN + 3 EID Programme). Fase ke-2 program
tersebut (2006-2009), terdiri dari sejumlah prioritas sebagai berikut:

- Identifikasi dini emerging infectious diseases/penyakit menular (termasuk HIV dan AIDS; SARS,
AI), serta langkah penanggulangannya.
- Pembangunan kapasitas yang terkait dengan emerging concerns di bidang kesehatan dan
kesejahteraan sosial;
- Penyusunan kebijakan dan pendekatan terpadu dalam penanganan kesehatan bagi para
manula serta obat tradisional.

Penanggulangan HIV dan AIDS melalui pelaksanaan ASEAN Work Programme (AWP) on HIV and
AIDS Prevention dilakukan sejak tahun 1995 dan sampai saat ini memasuki tahap III (AWP III) untuk
periode 2006-2010. Kerjasama penanganan HIV dan AIDS dipertegas kembali dalam KTT ke-12
ASEAN di Cebu melalui ASEAN Comitments on HIV and AIDS. Inti dari komitmen bersama itu antara
lain kesepahaman untuk memperhatikan kelompok masyarakat yang rentan, menghilangkan stigma
dan diskriminasi serta meningkatkan kerjasama pemerintah dengan civil society dan swasta.

Dalam penanganan flu burung, kerjasama ASEAN telah mencatat suatu kemajuan dengan adanya
ASEAN-Japan Project on stockpiles of tamiflu dan Personel Protective Equipment (PPE) against
Potential Pandemic Influenza, yang berlokasi di Singapura. Stockpiles tersebut merupakan bentuk
tindakan kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya pandemi flu burung dalam
kawasan.

Pertemuan ke-9 ASEAN Health Ministers Meeting (AHMM) di Manila, Oktober 2008 mencatat
bahwa 50% regional stockpile of PPE telah ditempatkan di seluruh negara anggota ASEAN. Demikian
pula Tamiflu telah ditempatkan di sejumlah negara anggota dan dijadwalkan pada akhir tahun 2008
keseluruhan negara anggota telah akan menerima Tamiflu dimaksud.

Sementara itu, dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi pandemi flu burung, melalui kolaborasi
ASEAN-US, ASEAN telah membentuk suatu mekanisme untuk meningkatkan kolaborasi multi-
sektoral ASEAN Technical Working Group (TWG) on Pandemic Preparadeness and Responses.
Dalam pertemuan ke-1, TWG telah berhasil menyusun suatu rencana kegiatan, termasuk diantaranya
strengthening of on-scene command and response system melalui Incindent Command System (ICS).

c) Kerjasama Bidang Ketenagakerjaan

Salah satu keberhasilan kerjasama ASEAN di bidang ketenagakerjaan adalah dibentuknya pusat
pelatihan dan informasi mengenai perbaikan lingkungan kerja, yang dikenal dengan ASEAN
Occupational Safety on Health Network (ASEAN OSHNET) pada bulan Agustus 2000. ASEAN-
OSHNET bertujuan meningkatkan daya saing dan kompetensi tenaga kerja ASEAN, serta
menciptakan jaringan kelembagaan yang kuat. Sekretariat ASEAN-OSHNET yang pertama kali
bertempat di Indonesia untuk tahun 2000-2004. Selanjutnya penempatan Sekretariat ASEAN-OSHNET
digilir setiap 3 tahun sekali untuk masing-masing negara anggota ASEAN.

KTT ke-12 di Cebu menghasilkan ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the
Rights of Migrant Workers. Deklarasi memuat kewajiban bagi negara pengirim, negara penerima
maupun ASEAN untuk memberikan perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran. Deklarasi
mewajibkan dibentuknya instrumen hukum yang lebih mengikat negara-negara ASEAN guna

49
memberikan jaminan dan perlindungan hak-hak pekerja migran. Deklarasi ini merupakan komitmen
ASEAN menuju terwujudnya a caring and sharing community.

Pada pertemuan SLOM ke-5, tanggal 15-16 Mei 2007, telah disepakati untuk mengawali proses
guna menindaklanjuti Deklarasi dimaksud. Melalui usulan Indonesia, telah disepakati pembentukan
suatu Forum on Migrant Workers dengan memanfaatkan kelompok kerja pada pertemuan ke-2 Ad-Hoc
Working Group on Labour Practices to Enhance Competitiveness di Singapura tanggal 1-2 Maret
2007. Forum mempunyai tugas untuk membahas tindak lanjut deklarasi.

Pada pertemuan ke-3 Ad Hoc-Working Group on Progressive Labour Practice, di Yogyakarta


tanggal 9-10 September 2007, antara lain telah disepakati bahwa Filipina akan menyusun TOR Forum
sebagai rujukan dalam pembentukan dan pelaksanaan kegiatan dalam membahas penanganan isu
migrant worker. Dalam kaitan ini, pertemuan ke-1 ASEAN Forum on Migrant Labour di Filipina tanggal
24-25 April 2008 telah menyepakati untuk menyelenggarakan Forum tersebut secara reguler dan
sepakat untuk menjadwalkan pertemuan ASEAN Committee on the Implementation of Declaration on
the Protection of the Rights of Migrant Workers serta menyusun struktur dan fungsi Komite dimaksud
sebelum KTT ke-14 tahun 2008. Disepakati bahwa kedudukan Forum akan berada dibawah Komite
dan menyampaikan laporan kepada SLOM.

Pertemuan ke-20 ASEAN Labour Ministerial Meeting (ALMM) di Bangkok tanggal 6-9 Mei 2008
menegaskan kembali untuk segera membentuk Komite (ASEAN Committee on Migrant
Workers/ACMW)) sebelum KTT ASEAN ke-14. Dalam kaitan ini, Pertemuan Komite pertama yang
berlangsung tanggal 15-16 September 2008, telah berhasil merumuskan suatu workplan dalam rangka
implementasi Deklarasi dan pembentukan instrumen bagi perlindungan dan pemajuan hak-hak para
pekerja.

d) Kerjasama Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial

Kerjasama di bidang pembangunan dan kesejahteraan sosial dilakukan melalui ASEAN Senior
Officials Meeting on Social Welfare and Development (SOMSWD). SOMSWD memfokuskan pada
program-program kesejahteraan sosial yang meliputi antara lain kependudukan, anak-anak,
penyandang cacat, lansia dan keluarga.

Selain itu, guna mencapai tujuan dalam membentuk komunitas ASEAN 2015, ASEAN juga telah
memfokuskan kerjasama pembangunan sosial melalui pendekatan right based approach. Upaya
tersebut dimaksudkan agar seluruh golongan masyarakat termasuk anak-anak, perempuan para
manula dan juga penyandang cacat dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh
kesejahteraan.

Upaya tersebut tercermin dari rekomendasi 2nd ASEAN GO-NGO Forum yang berlangsung secara
back-to-back dengan 6th ASEAN Ministerial Meeting for Social Welfare and Development di Ha Noi
tanggal 4-6 Desember 2007, yang berupaya mengarustamakan para penyandang cacat dalam setiap
kebijakan pembangunan dan kesejahteraan sosial dengan menggunakan right based approach
tersebut.

Pertemuan Preparatory Senior Officials Meeting for the 6th ASEAN Ministerial Meeting for Social
Welfare and Development (PrepSOM for the 6th AMMSWD) di Ha Noi, tanggal 4-5 Desember 2007
antara lain merekomendasikan sejumlah program kegiatan untuk dicantumkan dalam cetak biru
ASEAN Socio-Culture Community (ASCC Blueprint), ‘ sebagai acuan dalam pelaksanaan kerjasama
pembangunan dan kesejahteraan sosial yaitu:

- Pembentukan the ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Woman
and the ASEAN Commission on the Promotion and Protection of The Rights of Children through an
ASEAN Agreement by 2010.

- Pembentukan suatu jejaring atau kelompok kerja bagi pencegahan kekerasan terhadap perempuan
dan anak serta mengesahkan Kerangka Acuannya pada tahun 2009.

- Pembentukan Jejaring untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, khususnya,


perempuan dan anak serta mengesahkan Kerangka Acuannya pada tahun 2011.

ASEAN Awareness di Kalangan Masyarakat ASEAN

50
Dalam rangka menuju Komunitas ASEAN 2015, ASEAN perlu melakukan upaya untuk menumbuhkan
rasa kepemilikan dan identitas ASEAN oleh masyarakatnya. Sebagai upaya mewujudkan ASEAN yang
berpusat dan berorientasi pada masyarakat (people centered and people oriented), dilakukan kegiatan
ASEAN awareness untuk memperkenalkan dan mendekatkan ASEAN kepada masyarakat. Dengan
pemahaman mengenai apa dan bagaimana pentingya ASEAN sebagai organisasi regional sekaligus
sebuah komunitas, diharapkan masyarakat dapat berperan aktif mengembangkan dan turut memetik
manfaat nyata dari adanya kerjasama ASEAN tersebut.

Di Indonesia, promosi ASEAN Awareness telah dilakukan melalui berbagai kegiatan, antara lain
sosialisasi ASEAN (melalui ASEAN Goes to School, seminar-seminar dan ceramah/kuliah umum),
kegiatan lomba (Seleksi Nasional ASEAN Anthem, Pemilihan Duta Muda ASEAN-Indonesia, Lomba
Cerpen ASEAN, Lomba Karya Tulis ASEAN, Lomba Lukis ASEAN, dll.), penerbitan buku-buku ASEAN,
dialog interaktif dan liputan media, kegiatan festival (ASEAN Festival, festival film ASEAN, festival rock
band ASEAN), serta perayaan Hari ASEAN.

D. KERJASAMA EKSTERNAL ASEAN

ASEAN telah memiliki 11 Mitra Wicara (Dialogue Partners), yaitu Australia, Selandia Baru, Uni Eropa,
Kanada, Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, China, India, Rusia dan UNDP. ASEAN juga memiliki
negara Mitra Wicara sektoral, yaitu Pakistan. Selain itu, ASEAN menjalin hubungan pula secara terbatas
dengan berbagai organisasi regional dan internasional.

Dalam menjalin kerjasama dengan negara Mitra Wicara, ASEAN menetapkan prinsip-prinsip dasar
sebagai berikut:

a. Kerjasama ASEAN dengan negara Mitra Wicara harus memperkuat ketahanan nasional negara-negara
ASEAN yang selanjutnya dapat meningkatkan ketahanan regional ASEAN;
b. Kerjasama ASEAN dengan negara Mitra Wicara tidak boleh mengandung ikatan-ikatan politik yang
merugikan kepentingan nasional;
c. Kerjasama ASEAN dengan negara Mitra Wicara tidak boleh merugikan salah satu negara ASEAN; dan
d. Proyek-proyek kerjasama sebaiknya dilaksanakan di kawasan ASEAN.

Peran sebagai negara koordinator dalam hubungan kerjasama ASEAN dengan negara-negara
Mitra Wicara dilaksanakan dengan sistem rotasi diantara negara-negara anggota ASEAN, untuk periode
per 3 tahun. Dalam periode 2006-2009, Indonesia menjadi negara koordinator hubungan kerjasama
ASEAN-India. Sebelumnya, pada periode 2003-2006 Indonesia menjadi koordinator untuk hubungan
kerjasama ASEAN-EU dan untuk periode 2009-2012 Indonesia akan menjadi negara koordinator
hubungan kerjasama ASEAN-Jepang.

AUSTRALIA

Australia menjadi Mitra Wicara penuh sekaligus pertama ASEAN pada tahun 1974, yang ditandai
dengan pembentukan ASEAN-Australia Consultative Meetings (AACM) dan kemudian diikuti dengan
mekanisme dialog ASEAN-Australia pada berbagai tingkatan, antara lain ASEAN Regional Forum (ARF),
Post Ministerial Conference (PMC) 10+1, Informal Consultations between AEM and Ministers from the
CER Countries, ASEAN-Australia Forum, ASEAN-Australia Joint Planning Committee (JPC), Project
Coordination Committees (PCCs), ASEAN-Canberra Committee, dan berbagai kelompok kerja (dalam
bidang perdagangan dan investasi, telekomunikasi, pendidikan dan pelatihan, industri dan teknologi,
lingkungan hidup serta budaya dan informasi).

Di bidang kerjasama politik dan keamanan, capaian penting kerjasama ASEAN-Australia adalah
aksesi Australia ke dalam Treaty of Amity and Cooperation (TAC) pada tahun 2005. Dalam bidang
penanggulangan terorisme, ASEAN – Australia telah menandatangani ASEAN-Australia Joint Declaration
on Counter Terrorism pada pertemuan AMM/PMC/ARF ke-37, Juli 2004 di Jakarta.

Perkembangan kerjasama ASEAN-Australia pada tahun 2007 ditandai dengan penandatanganan


Joint Declaration on ASEAN-Australia Comprehensive Partnership tanggal 1 Agustus 2007 di Manila,
Filipina oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN dan Australia. Untuk mengimplementasikan Joint
Declaration tersebut, telah disepakati Plan of Action (PoA) yang mencakup kerjasama dalam bidang politik
dan keamanan, ekonomi dan sosial-budaya yang akan berlaku untuk periode 2008-2013. Indonesia
berhasil memasukkan beberapa isu untuk dituangkan dalam PoA tersebut, yaitu korupsi, money
laundering, disaster management dan kerjasama penanggulangan terorisme.

51
Perundingan mengenai pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN Free Trade Area dengan
Australia-New Zealand Closer Economic Relations (AFTA-CER), telah diselesaikan pada tanggal 28
Agustus 2008 di Singapura. FTA akan diimplementasikan secara penuh dalam jangka waktu 10 tahun.
Diharapkan penggabungan AFTA-CER tersebut dapat memberikan manfaat yang nyata bagi sektor swasta
dan pelaku bisnis serta menjadi “building blocks” bagi fasilitasi perdagangan antara ASEAN dan Australia.

Kerjasama pembangunan ASEAN-Australia tertuang dalam MoU ASEAN-Australia Development


Cooperation Programme (AADCP) untuk periode 2002-2008. Sasaran utama AADCP adalah untuk
memberikan manfaat bagi negara-negara CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar dan Viet Nam) dalam
kerangka Initiative for ASEAN Integration (IAI) untuk mempersempit jurang perbedaan dan proses
percepatan integrasi CLMV. AADCP juga mencakup kerjasama ekonomi dan sosial, capacity building,
kerjasama Ilmu pengetahuan dan teknologi serta lingkungan.

Program AADCP tersebut telah berakhir pada bulan Juni 2008 dan Australia kemudian
melanjutkannya dengan AADCP II (2008-2015). Diharapkan AADCP II dapat membantu pencapaian
ASEAN Economic Community melalui kerjasama di bidang pendidikan, energi dan penanganan bencana
alam. Pembahasan mengenai rancangan MoU between the Government of Australia and ASEAN on the
Second Phase of AADCP diharapkan akan dapat diselesaikan pada KTT-14 ASEAN mendatang.

Pada tanggal 4 Juni 2008 di Sydney, dalam kesempatan AustralAsia Center Annual Dinner, Perdana
Menteri (PM) Kevin Rudd melontarkan visinya mengenai Asia Pacific Community (APC), yaitu: (i) Suatu
institusi regional yang mencakup kawasan Asia-Pasifik, termasuk Amerika Serikat, Jepang, China, India,
Indonesia dan negara-negara lainnya di kawasan; (ii) Suatu institusi regional yang memungkinkan
terjadinya dialog dan kerjasama di bidang politik, keamanan dan ekonomi.

Dalam kunjungannya di Indonesia pada tanggal 13 Juni 2008, PM Kevin Rudd kembali melontarkan
gagasan ini dalam pertemuannya dengan Presiden RI maupun dalam kunjungannya ke kantor Sekretariat
ASEAN. Dalam sambutannya, Presiden RI menjelaskan bahwa Indonesia melihat gagasan ini sebuah usul
yang menarik dan akan mempelajari usulan PM Rudd tersebut. Presiden RI juga menyebutkan bahwa
sebenarnya inti dari APC adalah penguatan berbagai arsitektur regional yang ada, yaitu ASEAN, ARF,
APEC dan EAS.

Peran penting Indonesia dalam hubungan kerjasama ASEAN-Australia tercatat signifikan terutama
antara lain dalam kerjasama pemberantasan terorisme, kejahatan transnasional dan disaster management
melalui pelaksanaan program peningkatan capacity building; serta perundingan-perundingan AANZFTA
yang telah disepakati oleh ASEAN dan Australia yang direncanakan akan ditandatangani pada KTT
ASEAN mendatang di Thailand. Australia juga telah mengangkat Mrs. Gillian Bird, sebagai Wakil Tetap
untuk ASEAN yang berdomisili di Canberra

SELANDIA BARU

Hubungan ASEAN-Selandia Baru berlangsung sejak tahun 1975 dengan dibentuknya ASEAN-New
Zealand Dialogue Relations. Hubungan kemitraan ini dilakukan melalui berbagai mekanisme pada
berbagai level, yaitu ASEAN Post Ministerial Conference (PMC)+New Zealand dan PMC 10+10
(ASEAN+10 Dialogue Partners) dan ASEAN-New Zealand Dialogue serta Joint Cooperation Committee,
untuk mengevaluasi dan membahas isu-isu politik, keamanan, ekonomi dan pembangunan yang menjadi
perhatian bersama; serta dalam kerangka ARF.

Para Pemimpin ASEAN dan Selandia Baru telah sepakat untuk meningkatkan kerjasama dalam
bidang pengembangan sumber saya manusia melalui pertukaran dan pemberian bea siswa bagi pelajar
dan mahasiswa, dan pencegahan terhadap penyakit menular seperti HIV/AIDS, SARS serta Avian
Influeza¸ sebagaimana dicetuskan dalam ASEAN-New Zealand Commemorative Summit di Vientiane,
Laos, pada bulan November 2004.

Di bidang kerjasama politik dan keamanan, Selandia Baru telah mengaksesi TAC pada ASEAN
Ministerial Meeting ke-38 di Vientiane, Laos, bulan Juli 2005. Selain itu, ASEAN-Selandia Baru telah
menandatangani Joint Declaration to Combat International Terrorism. Kerjasama dalam menanggulangi
terorisme juga akan memanfaatkan mekanisme yang sudah ada di ASEAN seperti Jakarta Centre for Law
Enforcement Cooperation (JCLEC).

Dengan meningkatnya hubungan ASEAN-Selandia Baru, kedua pihak menandatangani ASEAN-New


Zealand Framework for Cooperation 2006-2010) di Kuala Lumpur, tanggal 27 Juli 2006. Dokumen tersebut
meliputi kerjasama di bidang ekonomi, politik dan keamanan serta people-to-people education and cultural
links. Beberapa komitmen yang dihasilkan dalam Framework tersebut antara lain menyangkut Work
Programme untuk mengimplementasikan Joint Declaration to Combat International Terrorism serta

52
meningkatkan capacity building dalam pemberantasan terorisme dan aktivitas transnational crimes lainnya
dengan dukungan dana dari New Zealand’s Asia Security Fund yang telah dibentuk pada tahun 2006.

Atas masukan dari Indonesia, Framework juga memuat ‘’natural disaster mitigation’’ sebagai salah
satu bidang kerjasama yang dapat dikembangkan. Selanjutnya fokus dari kerjasama dalam bidang
penanganan bencana alam adalah penyelenggaraan pelatihan dan capacity building, termasuk
peningkatan public awareness.

Di bidang ekonomi, ASEAN-Selandia Baru berkomitmen untuk meningkatkan kerjasama dalam


bidang fasilitasi perdagangan, investasi dan pertumbuhan ekonomi di bawah Framework for AFTA-CER
Closer Economic Partnership yang telah disepakati di Brunei Darussalam, September 2002, sebagai awal
penggabungan AFTA-CER FTA. Perundingan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement telah
diselesaikan pada tanggal 28 Agustus 2008 di Singapura.

Kerjasama pembangunan antara ASEAN-Selandia Baru yang telah dilaksanakan selama ini
memberikan hasil cukup menggembirakan dan berjalan dengan lancar dengan menitikberatkan pada
Initiative for ASEAN Integration (IAI) seperti custom, standar dan conformance. Selandia Baru juga
mendukung program kerjasama pembangunan Mekong River Basin.

Pengembangan kerjasama ASEAN-Selandia Baru sedikit terhambat sehubungan dengan adanya isu-
isu yang bersifat politis. Selama ini, pelaksanaan kerjasama lebih bersifat parsial, yaitu dilakukan oleh
masing-masing negara anggota ASEAN tanpa menunjukkan komitmennya untuk tetap memperkuat
kerjasamanya dengan ASEAN seperti ditunjukkan dengan pengangkatan Dubes Selandia Baru untuk
Indonesia, H.E. Phillip Gibson, sebagai Wakil Tetap (Watap) Selandia Baru untuk ASEAN.

Peran Indonesia dalam hubungan kerjasama ASEAN-Selandia Baru tercermin pada berbagai aktifitas
bersama yang dilakukan dalam rangka peningkatan kemampuan sekaligus dukungan pada upaya
narrowing development gap diantara negara-negara ASEAN, misalnya melalui penyelenggaraan program
capacity building di bidang teorisme, kebudayaan dan people-to-people contact. Indonesia bersama-sama
dengan Filipina dan Selandia Baru menyelenggarakan interfaith dialogue yang diselenggarakan pada
tahun 2006 di Cebu, Filipina. Indonesia beranggapan bahwa Selandia Baru memiliki keahlian dan
pengetahuan di bidang preparedness dan disaster management, karenanya negara-negara ASEAN perlu
menyelenggarakan program capacity building di bidang tersebut agar jumlah korban dapat diminimalisir.
Indonesia juga telah menerima bantuan sebesar $NZ 13 juta untuk rehabilitasi Aceh/Nias paska Tsunami.

UNI EROPA

Uni Eropa (UE) merupakan mitra wicara ASEAN pertama yang merintis hubungan secara informal
pada tahun 1972 melalui pembentukan Special Coordinating Committee of ASEAN (SCCAN). Konsultasi
kedua pihak dilakukan melalui ASEAN Brussels Committee (ABC) yang beranggotakan para Duta Besar
negara-negara ASEAN di Brussels. Pada tahun 1977, ASEAN-UE menjalin hubungan formal.

Pelembagaan hubungan dengan European Economic Community (EEC) dilakukan melalui


penandatanganan the EC-ASEAN Cooperation Agreement pada pertemuan ASEAN-EEC Ministerial
Meeting ke-2 di Kuala Lumpur pada tanggal 7 Maret 1980. Perjanjian tersebut mendasari pembentukan
kerjasama perdagangan, ekonomi dan teknis, serta pembentukan Joint Cooperation Committee (JCC).

Hubungan kemitraan ASEAN-EU dilakukan melalui berbagai mekanisme pada berbagai level,
termasuk ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN-EU Ministerial Meeting (AEMM), ASEAN-EU Economic
Ministers’ Meeting, ASEAN-EU Senior Officials’ Meeting, the Post Ministerial Conferences (PMC) 9+1 dan
9+10 serta Joint Cooperation Committee. Pertemuan-pertemuan tersebut merupakan sarana bagi kedua
belah pihak untuk mengevaluasi dan membahas berbagai isu dalam bidang-bidang politik, keamanan,
ekonomi dan kerjasama pembangunan. Selain itu terdapat pula ASEAN-Brussels Committee, ASEAN-
Bonn Committee, ASEAN-London Committee dan ASEAN-Paris Committee untuk membantu pelaksanaan
kerjasama ASEAN-UE.

Pada perkembangan selanjutnya, komitmen hubungan kemitraan ASEAN-UE dilakukan pada tataran
yang sama antara kerjasama dalam bidang ekonomi dan politik. Hal tersebut tercermin dalam Pertemuan
Menteri Luar Negeri ASEAN-UE ke-14 pada tanggal 27-28 Januari 2003 di Brussels yang menghasilkan
kesepakatan Joint Co-Chairmen’s Statement dan Joint Declaration on Cooperation to Combat Terrorism
pada tanggal 27-28 Januari 2003. Tujuan utama dari kerjasama ini adalah untuk meningkatkan kerjasama
regional di kawasan ASEAN dan mendukung peningkatan capacity building dalam kerangka ASEAN untuk
memerangi aksi terorisme.

Pada tanggal 9 Juli 2003, UE telah mengesahkan European Commission (EC)’s Communication: A
New Partnership with Southeast Asia yang menjadi landasan EU untuk meningkatkan kerjasama dengan
53
negara-negara Asia Tenggara, termasuk dengan ASEAN. Komunikasi tersebut berisikan strategi
komprehensif UE dalam mengembangkan kerjasama dengan ASEAN pada masa-masa yang akan datang.

Komunikasi tersebut memfokuskan enam prioritas strategi yaitu:

a. Supporting regional stability and the fight against terrorism;


b. Human Rights, democratic principles and good governance;
c. Mainstreaming Justice and Home Affairs issue;
d. Injecting a new dynamism into regional trade and investment relations;
e. Continuing to support the development of less prosperous countries; dan
f. Intensifying dialogue and co-operation in specific policy areas.

Kemitraan komprehensif ASEAN-EU terwujud pada tahun 2007 dengan ditandatanganinya


Nuremberg Declaration on an EU-ASEAN Enhanced Partnership pada 16th ASEAN-EU Ministerial Meeting
di Nuremberg, Jerman, Maret 2007; Joint Declaration of the ASEAN-EU Commemorative Summit pada
KTT ASEAN ke-13 pada bulan November 2007 di Singapura; Plan of Action (PoA) to Implement the
Nuremberg Declaration on an EU-ASEAN Enhanced Partnership pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura.

Sesuai kesepakatan Joint Declaration ASEAN-EU Commemorative Summit, peningkatan kerjasama


ekonomi dilakukan dengan mengupayakan penyelesaian perundingan ASEAN-EU Free Trade Agreement
(FTA) berdasarkan region-to-region approach, dan memperhatikan tingkat perekonomian masing-masing
negara anggota ASEAN. Selain itu dilakukan pula upaya untuk mengintensifkan implementasi kegiatan di
bawah TREATI dan READI.

Kerjasama pembangunan ASEAN-UE dilakukan di bawah EC-ASEAN Regional Indicative


Programme (RIP). Sebagai implementasi, dalam RIP 2005-2006 yang diusulkan oleh UE, terdapat
anggaran dana sebesar 4-6 juta Euro bagi program Fight Against Terrorism yang terbagi dalam program
pelatihan kewaspadaan (awareness training) dan pengamanan dokumen (Regional Project on document
security) untuk jangka waktu 3 tahun mulai tahun 2006.

Untuk tahun 2007-2010, RIP difokuskan pada: ASEAN-EU Programme on Immigration and Border
Management; ASEAN-EU Cooperation on Statistic; EC-ASEAN Intellectual Property Rights Cooperation
Programme (ECAP) III; ASEAN Civil Aviation Cooperation Project; Enhancing Economic Partnership/
Support to ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) Negotiations Process; serta Support to EU-ASEAN
Sectoral Dialogue (READI).

Secara keseluruhan, kontribusi UE dalam kerja sama ASEAN difokuskan pada upaya mendukung
integrasi dan pembangunan masyarakat ASEAN. UE telah mengalokasikan sebesar €70 juta untuk
program ASEAN-UE periode 2007-2013, di antaranya untuk bidang-bidang kerja sama pembangunan
tersebut di atas. Untuk proyek yang sedang berjalan, kontribusi UE antara lain sebesar €7,3 juta pada
proyek kerja sama ASEAN-EU Program on Regional Integration Support Phase II (APRIS II) periode 2006-
2009; € 6 juta pada proyek ASEAN Centre for Biodiversity (ACB) periode 2005-2008.

Untuk membantu pencapaian integrasi ekonomi ASEAN, UE secara berkelanjutan melaksanakan


ASEAN Project for Regional Integration Support (APRIS). APRIS bertujuan meningkatkan iklim investasi
dan perdagangan di ASEAN melalui liberalisasi ekonomi, fasilitasi perdagangan, jasa, stabilitas sektor
keuangan, prosedur kepabeanan, promosi investasi, jaminan sosial, energi dan lingkungan hidup.

Pada tahun 2006, Indonesia telah menyelesaikan tugasnya sebagai negara koordinator ASEAN-Uni
Eropa periode 2003-2006. Selanjutnya, Kamboja menjadi negara koordinator untuk periode 2006-2009.
Salah satu perkembangan yang telah tercapai selama tahun 2006 adalah pertemuan Final Evaluation
Mission for ASEAN-EU Programme for Regional Integration Support (APRIS ) I for the Period of 2003-2006
yang telah memberikan kontribusi dalam merumuskan ASEAN Demand Driven Needs. EU juga telah
menyatakan dukungan pada terwujudnya ASEAN Single Window sebagai bentuk harmonisasi bea cukai
dalam proses integrasi ASEAN.

Selain itu, ASEAN dan EU juga telah merampungkan program ASEAN-EU Cooperation Programme
on Border Management and Document Security, sebagai salah satu implementasi kesepakatan pada
forum READI dan hasil pertemuan ASEAN-EU Senior Officials’ Meeting tahun 2006.

Dalam pertemuan ASEAN Post Ministerial Conference + 1 Session with EU pada tanggal 23 Juli
2008 di Singapura, ASEAN dan UE antara lain menyambut baik perkembangan perundingan ASEAN-EU
FTA dan UE tetap berkomitmen terhadap region-to-region approach; menyetujui pembentukan Core Group
yang diusulkan dalam pertemuan ASEAN-EU SOM pada tanggal 28-29 Mei 2008 di Kamboja guna
menyiapkan rancangan daftar kegiatan yang akan diterapkan dalam kerangka PoA; dan mendukung
pembentukan ASEAN Human Rights Body.
54
Dalam bidang politik, pada ASEAN-EU Commemorative Summit tahun 2007, EU telah
menyampaikan keinginannya untuk mengaksesi TAC. Saat ini proses amandemen terhadap TAC masih
dibahas dengan memperhatikan rumusan yang dapat mengakomodasi kepentingan ASEAN dan UE.
Berkaitan dengan keinginan UE untuk mengaksesi TAC, pada pertemuan ASEAN Post Ministerial
Conference +1 Session with the EU pada tanggal 23 Juli 2008 di Singapura, Delegasi UE mengharapkan
jika TAC dapat diamandemen, aksesi akan dilakukan pada saat Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-UE
pada tahun 2009 di Phnom Penh, Kamboja. Sementara itu secara individual, Perancis telah menjadi salah
satu negara anggota UE yang mengaksesi TAC pada tahun 2007.

Dalam periode 2007-2008, telah diselenggarakan berbagai seminar, workshop dan pelatihan dalam
kerjasama di bidang politik-keamanan, baik dalam rangka peningkatan capacity building maupun isu-isu
keamanan tradisional dan non-tradisional. Salah satu kegiatan yang diselenggarakan atas kerjasama
ASEAN-Indonesia dengan Uni Eropa adalah “Seminar on Regional Integration Process of ASEAN and EU
: Sharing Experiences and Fostering mutual learning”, di Jakarta pada tanggal 6 Juni 2007. Seminar
tersebut diselenggarakan dalam rangka memperingati 40 tahun ASEAN dan 30 tahun kerjasama kemitraan
ASEAN-EU.

KANADA

Kerjasama ASEAN-Kanada pertama kali dilakukan dengan ditandatanganinya ASEAN-Canada


Economic Cooperation Agreement (ACECA) di New York pada tanggal 25 September 1981. Persetujuan
tersebut diikuti oleh pembentukan ASEAN-Canada Joint Cooperation Committee (JCC) pada tanggal 1
Juni 1982 yang berfungsi sebagai forum dialog bagi ASEAN dan Kanada untuk membahas kerjasama di
bidang-bidang ekonomi, perdagangan, investasi, industri, dan kerjasama pembangunan.

Hubungan Mitra Wicara ASEAN-Kanada mengalami berbagai pasang surut seiring dengan
perkembangan isu penegakan HAM di beberapa negara ASEAN. Namun hubungan ASEAN-Kanada
kembali meningkat dengan disepakatinya pelaksanaan dialog reguler ASEAN-Canada Dialogue pada
tanggal 30 Maret 2004 di Bandar Seri Begawan. Pertemuan ini menjadi momentum penting dalam
meningkatkan “engagement” Kanada terhadap ASEAN.

Pada tahun 2006, hubungan kerjasama ASEAN-Kanada mengalami pertumbuhan yang cukup
prospektif. Hal ini dibuktikan dengan kesepakatan kedua belah pihak pada Post Ministerial Conference
(PMC) di Kuala Lumpur, Malaysia, berupa 2005-2007 ASEAN-Canada Joint Cooperation Work Plan pada
tanggal 27 Juli 2006 dan ASEAN-Canada Joint Declaration for Cooperation to Combat International
Terrorism pada tanggal 28 Juli 2006.

Bertepatan dengan 30 tahun hubungan kemitraan ASEAN-Kanada pada tahun 2007, di Filipina, telah
disepakati 2nd ASEAN-Canada Joint Cooperation Workplan 2007-2010 (ACJCWP). Work Plan tersebut
diprioritaskan pada kerjasama di bidang-bidang: 1) Counter-Terrorism and Transnational Crime; 2)
Economic Cooperation; 3) Health Security; 4) Interfaith Dialogue; 5) Technical assistance and capacity
building with ASEAN Secretariat.

Di bidang kerjasama politik dan keamanan, ASEAN-Kanada telah mengimplementasikan proyek


dalam bidang Counter-Terrorism seperti ASEAN Workshop on Preventing Bio-Terrorism di Jakarta pada
tanggal 12-13 Juli 2007 dan ASEAN Workshop on Forging Cooperation Among Anti-Terror Units di Jakarta
pada tanggal 23-24 Januari 2008. Kedua workshops tersebut mendapat dana dari Kanada dan merupakan
tindak lanjut kesepakatan Sidang ke-6 ASEAN Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC)
di Bali pada bulan Juni 2006 dan implementasi dari ASEAN-Canada Joint Declaration for Coopeartion to
Combat International Terrorism yang ditandatangani di Malaysia pada tanggal 28 Juli 2006;

Sedangkan di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) Kanada juga telah memberikan dana
penyelenggaraan Workshop on Supporting the Establishment of a Regional Human Rights Mechanism in
ASEAN di Bali pada tanggal 15-17 Mei 2008. Adapun dalam bidang Technical assistance and capacity
building with ASEAN Secretariat, Kanada telah memberikan persetujuan atas proposal ACTIV (ASEAN-
Canada Cooperation on Technical Initiatives for the VAP) sebagai fasilitas dukungan expertise dari Kanada
melalui Sekretariat ASEAN.

Dibidang kerjasama ekonomi, telah diselenggarakan ASEAN-Canada Business Forum dan


pertemuan Senior Economic Officials’ Meeting (SEOM) pada tanggal 2-3 Mei 2005 di Toronto. Pertemuan
tersebut dihadiri oleh pengusaha-pengusaha serta para pejabat tinggi ekonomi ASEAN dan Kanada. Pada
5th ASEAN-Canada Dialogue di Ho Chi Minh City, 12-14 Mei 2008, Pemerintah Kanada membuat
55
keputusan untuk melanjutkan kembali 3rd Senior Economic Officials’ Meeting (SEOM) guna melakukan
perundingan Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) yang dijadwalkan berlangsung pada
bulan November 2008 di Vancouver, Kanada. Keputusan tersebut dipertegas kembali oleh Kanada pada
PMC+1 Session with Canada pada tanggal 23 Juli 2008 di Singapura.

Dalam PMC tersebut, ASEAN-Kanada juga mempertegas kembali kesepakatan untuk menyusun
Joint Declaration on ASEAN-Canada Comprehensive on Enhanced Partnership serta Plan of Action untuk
hubungan ASEAN-Kanada ke depan. Kesepakatan lainnya adalah perhatian Kanada dalam upaya
memerangi terorisme dan peningkatan people-to-people contacts and exchanges, serta menunjuk Duta
Besar Kanada untuk ASEAN.

Sedangkan kegiatan prioritas dalam 2nd ACJCWP lainnya yang telah diselenggarakan adalah
ASEAN-Canada Dialogue on Interfaith Initiatives pada tanggal 5-7 November 2008 di Surabaya. Bersama
Kanada, Indonesia merupakan co-host dialog tersebut. Dialog merupakan kegiatan interfaith pertama, baik
di ASEAN maupun di antara ASEAN dan mitra wicara, dan dihadiri oleh perwakilan dari seluruh negara
anggota ASEAN, Kanada dan ASEAN Secretariat.

Dialog tersebut juga dihadiri oleh para tokoh agama, pendidikan, kepemudaan dan media Indonesia
antara lain KH. A. Hasyim Muzadi (Ketua Umum PBNU), Prof. Dr. Ahmad Syafii Ma’arif (mantan Ketua PP
Muhammadiyah, pendiri Ma’arif Institute for Culture and Humanity, peraih Magsaysay Award 2008), Dr.
Imam B. Prasodjo (Sosiolog, pendiri Yayasan Nurani Dunia), Bambang Harymurti (Pemred Majalah
Tempo) dan Prof. Dr. Philip K. Widjaja (Wakil Sekjen WALUBI).

Implementasi ACJCWP tidak dilakukan melalui Special Fund namun melalui mekanisme Canadian
International Development Agency (CIDA). Sampai saat ini, Kanada belum melakukan aksesi atas Treaty
of Amity and Cooperation (TAC).

JEPANG

Hubungan ASEAN-Jepang secara informal dijalin sejak tahun 1973 dan meningkat menjadi
hubungan formal pada tahun 1977 dengan diselenggarakannya ASEAN-Japan Forum pertama, yang
merupakan pertemuan antar para pejabat tinggi ASEAN dan Jepang. Hingga saat ini, kerjasama ASEAN-
Jepang terfokus pada pengembangan sumber daya manusia dan integrasi ASEAN.

Sejak dilembagakan pada 23 Maret 1977, kerjasama ASEAN-Jepang terus berkembang dengan
menggunakan beberapa forum antara lain:

a. ASEAN-Japan Forum yang merupakan pertemuan tingkat Pejabat Tinggi;


b. Post Ministerial Conference (PMC);
c. ASEAN Economic Ministers-Ministry of International Trade and Industry (MITI);
d. KTT ASEAN-Jepang; dan
e. Pertemuan-pertemuan antar swasta.

Jepang adalah salah satu Mitra Wicara yang aktif bagi ASEAN. Intensitas kerjasama yang tinggi
terlihat melalui pelaksanaan berbagai proyek dengan pembiayaan Jepang dalam kerangka Japan-ASEAN
General Exchange Fund (JAGEF), Japan-ASEAN Economic Partnership (JAEP) Fund, dan Japan-ASEAN
Integration Fund (JAIF).

Penguatan kerja sama ASEAN-Jepang ditandai dengan pelaksanaan ASEAN-Japan


Commemorative Summit, 11-12 Desember 2003 di Tokyo dan ditandatanganinya “Tokyo Declaration for
the Dynamic and Enduring ASEAN-Japan Partnership in the New Millennium” serta disahkannya ASEAN-
Japan Plan of Action yang merupakan cetak biru kerja sama ASEAN-Jepang yang secara komprehensif
mengidentifikasi bidang-bidang kerjasama yang penting dan memberikan arah bagi kerjasama di masa
mendatang.

Salah satu bidang kerjasama yang dikembangkan dalam kerja sama ASEAN-Jepang adalah dalam
bidang perdagangan, Investasi dan Turisme. Promotion Centre on Trade, Investment and Tourism yang
didirikan pada tanggal 25 Mei 1981, saat ini dirujuk sebagai ASEAN-Japan Centre (AJC). AJC sedang
dalam proses reformasi untuk memperluas fungsi dan aktivitasnya sesuai arahan ASEAN-Japan
Commemorative Summit pada tahun 2003. Berdasarkan rekomendasi Eminent Persons Committee,
perjanjian AJC kemudian mengalami proses amandemen dan disahkan oleh Council Director AJC pada
tanggal 20 November 2007. Ratifikasi amandemen AJC oleh Indonesia masih dalam proses legalisasi
internal.

Di bidang politik dan keamanan, Jepang juga telah mengaksesi TAC yang ditandatangani pada
tanggal 2 Juli 2004 di Jakarta. ASEAN dan Jepang juga telah menandatangani Joint Declaration for
56
Cooperation on the Fight Against International Terrorism pada KTT ASEAN-Jepang tanggal 30 Nopember
2004.

Di bidang maritime security, usulan Indonesia mengenai pembentukan ASEAN Maritime Forum telah
ditanggapi secara positif oleh Jepang. Sementara itu, terkait isu counter-terrorism, Indonesia telah menjadi
nara sumber dalam Pertemuan pertama ASEAN-Japan Counter Terrorism Dialogue di Tokyo tanggal 28-
29 Juni 2006.

Di bidang transnational crimes, Indonesia telah menyelenggarakan 3rd Senior Officials Meeting on
Transnational Crime (SOMTC) Plus Japan Consultation di Bali pada tanggal 9 Juni 2006. Pada pertemuan
tersebut disepakati untuk meningkatkan kerjasama ASEAN dan Jepang dalam memberantas transnational
crimes, terutama dalam upaya capacity building, pelatihan, dan pertukaran informasi mengenai tindak
kejahatan lintas negara yang pernah terjadi atau berpotensi terjadi.

Pada bidang capacity building, Indonesia telah berpartisipasi pada Seminar “People Building Peace:
Human Resources Development in Asia” dan mendukung diselenggarakannya pelatihan jangka pendek
serta jangka panjang di bidang peacekeeping, peacebuilding, dan conflict prevention bagi warga sipil.
Untuk itu, telah didirikan lembaga pendidikan Terakoya pada tahun 2007 di Jepang.

KTT ke-10 ASEAN-Jepang tahun 2007 mencatat komitmen Jepang untuk membantu Program
Narrowing Development Gap negara-negara ASEAN yang akan disampaikan melalui skema the ASEAN-
Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) senilai US$ 52 juta. Para pemimpin ASEAN juga
menghargai upaya Jepang mendukung terwujudnya ASEAN Community pada tahun 2015 serta
implementasi VAP dan IAI. Di bidang kesehatan, Jepang juga akan memberikan kontribusi sebesar US$
67 juta untuk penanganan avian influenza dan penyakit menular.

KTT ke-10 tersebut juga menyepakati usulan Jepang membentuk Eminent Persons’ Group (EPG).
Tugas EPG adalah mengelaborasi Joint Statement ASEAN-Jepang mengenai Deepening and Broadening
of the Strategic Partnership yang ditandatangani pada 9th ASEAN-Japan Summit di Kuala Lumpur untuk
diwujudkan dalam kegiatan nyata. Rekomendasi EPG direncanakan akan dilaporkan kepada para
pemimpin kedua belah pihak pada KTT ASEAN-Jepang ke-12 di Bangkok tahun 2008.

Pada KTT ASEAN-Jepang ke-11 tanggal 21 November 2007 telah dikeluarkan Joint Statement on
the Conclusion of the Negotiations for the ASEAN-Japan Economic Partnership Agreement. AJCEP
mencakup trade in goods, trade in services, investment dan economic cooperation. Negosiasi AJCEP
Agreement telah selesai dan ditandatangani pada awal tahun 2008, saat ini para pihak sedang
melaksanakan proses ratifikasinya untuk entry into force sebelum tahun 2009. Sebagai bagian dari
AJCEP, Jepang dan ASEAN harus mulai melakukan negosiasi untuk bidang jasa dan investasi satu tahun
setelah AJCEP entry into force.

Dalam kerangka kerja sama East Asia Summit (EAS), ASEAN-Jepang juga melihat pentingnya
people-to-people exchange. Pada KTT ASEAN-Jepang ke-10, Jepang berkomitmen untuk melaksanakan
program mengundang 6000 pemuda dari negara-negara East Asia Summit per tahun selama lima tahun
untuk berkunjung ke Jepang melalui program Japan-East Asia Network of Exchange for Students and
Youths (JENESYS) yang telah dimulai pada bulan November 2007.

Pada KTT ASEAN-Jepang ke-11 di Singapura tahun 2007 Jepang telah mengusulkan pembentukan
ASEAN-Japan Dialogue on Environmental Cooperation yang pertemuan pertamanya telah
diselenggarakan di Ha Noi pada bulan Maret 2008 back-to-back dengan 1st Officials Meeting for EAS
Environment Minister Meeting yang dibiayai oleh Japan ASEAN Integration Fund.

Dalam pertemuan ASEAN PMC Session with Japan ke-41 di Singapura tanggal 23 Juli 2008,
ditekankan untuk peningkatan kerja sama dalam pemajuan energy efficiency, energi terbarukan, serta
ketahanan pangan. Jepang juga menyampaikan komitmennya untuk menyediakan stockpiling 500 ribu
anti-viral di setiap negara ASEAN dalam membantu penanganan penyakit menular khususnya Avian
Influenza. Di samping itu pada kesempatan tersebut, Jepang juga menekankan isu-isu natural disaster,
lingkungan dan perubahan iklim sebagai beberapa sektor yang akan diperkuat kerja samanya.

Jepang berkomitmen dalam mendukung terbentuknya Komunitas ASEAN 2015 dengan ASEAN
sebagai driving force. ASEAN juga menyambut baik “Doktrin Fukuda” dimana PM Yasuo Fukuda
menyebutkan ”ASEAN is a partner that shares the vision of Japan” khususnya dalam konteks evolving
regional architecture.

Pada mulanya, kerja sama ASEAN-Jepang dibiayai melalui berbagai Trust Funds ASEAN-Jepang
yaitu Japan ASEAN General Exchange Fund (JAGEF), Japan ASEAN Exchange Project (JAEP) Fund, dan

57
Japan ASEAN Integration Fund (JAIF). Dalam rangka intensifikasi kerja sama ASEAN-Jepang, disepakati
untuk mengkonsolidasi semua trust funds tersebut menjadi Japan ASEAN Integration Fund (JAIF).

AMERIKA SERIKAT

Hubungan dialog ASEAN-Amerika Serikat (AS) telah berlangsung sejak tahun 1977 dengan prioritas
pada kerjasama ekonomi dan kerjasama pembangunan yang meliputi antara lain sektor komoditas, akses
pasar, akses modal dan alih teknologi dan people-to-people contacts. Hubungan kemitraan tersebut telah
memasuki periode komprehensif meliputi kerjasama dan dukungan terhadap pembangunan kapasitas
perdagangan, integrasi regional, kerjasama pembangunan dan sosial budaya, politik dan keamanan
regional, counter terrorism dan penanganan kejahatan lintas negara lainnya.

Mekanisme kerjasama ASEAN dan AS dilakukan antara lain melalui forum-forum: ASEAN-US
Dialogue, ASEAN Regional Forum (ARF), Post Ministerial Conference 10+1, ASEAN Economic Minister-
US Trade Representatives, Senior Economic Officials Meeting-USTR, ASEAN-US SOM TC, ASEAN
Washington Committee dan ASEAN-US Business Council (ABC) untuk sektor swasta.

Kemajuan kerjasama ASEAN-AS ditandai dengan penandatanganan Joint Vision Statement on


ASEAN-US Enhanced Partnership pada tanggal 17 November 2005 dengan Plan of Action 5 tahunan
(2006-2011). Dengan demikian untuk pertama kalinya hubungan ASEAN-AS memiliki payung kerjasama
berikut rencana aksi yang bersifat komprehensif. Dalam konteks ini, ASEAN dan AS telah menetapkan 8
(delapan) bidang prioritas implementasi, yaitu di bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, ICT, transportasi,
energi, disaster management dan lingkungan.

Komitmen kerjasama strategik lain yang perlu menjadi perhatian antara lain dalam bidang counter
terrorism dengan ditandatanganinya the ASEAN-US Declaration for Cooperation to Combat International
Terrorism, pada tanggal 1 Agustus 2002. Bagi ASEAN deklarasi ini lebih bersifat tindak lanjut dari
keterikatan politis para pemimpin ASEAN untuk memerangi terorisme, dan untuk kerjasama nyata guna
meningkatkan kemampuan ASEAN melalui pertukaran informasi intelijen dan capacity building.

Kerjasama di bidang terorisme juga dilakukan dalam kerangka ASEAN Regional Forum. ASEAN
Regional Forum Intersessional Meeting on Counter Terrorism and Transnational Crime (ARF ISM CT-TC)
bertujuan memfasilitasi interaksi antar berbagai stakeholders, baik dari kalangan Intelijen, Imigrasi, Bea
Cukai, Polisi maupun pengambil kebijakan untuk saling bertukar pengalaman dalam menanggulangi
terorisme.

Penandatanganan the ASEAN-US Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) pada
tahun 2006 merupakan bentuk kemajuan kerjasama lainnya. TIFA merupakan tindak lanjut dari program
kerjasama ASEAN-AS, yaitu implementasi Enterprise for ASEAN Initiative (EAI). EAI merupakan inisiatif
Presiden Bush yang disampaikan kepada para Pemimpin ASEAN di sela pertemuan APEC di Los Cabos,
Meksiko, 26 Oktober 2002. EAI menawarkan peluang perdagangan bebas bilateral antara negara-negara
anggota ASEAN dengan AS. Tujuan akhir EAI adalah terwujudnya berbagai bilateral free trade yang dapat
lebih mendekatkan ASEAN dengan AS, termasuk membantu APEC menciptakan perdagangan dan
investasi bebas di wilayah Asia Pasifik.

Belum terdapat mekanisme pendanaan khusus dalam kerangka kerjasama ASEAN-US. Mekanisme
kerjasama di bidang pembangunan dan ekonomi perdagangan yang telah well established antara lain
ASEAN-US Cooperation Plan (ACP) dan ASEAN Development Vision to Advance Economic Integration
(ADVANCE). Melalui kedua mekanisme itulah, pledge bantuan khusus untuk kawasan biasanya ditetapkan
dalam kerangka suatu inisiatif atau program.

Kerjasama pembangunan ASEAN-AS yang dikemas dalam proyek ACP yang telah dilaksanakan dan
sedang berlangsung antara lain adalah International Business Linkage Programme, Capability Mature
Model Programme, e-Marketing, e-Business Learning, IC Assessment, Workshop on Cyber-crime dan
Workshop on Building Capacity to Combat Impacts of Aquatic Alien Species and Associated
Transboundary Pathogens in ASEAN Countries. AS juga aktif dalam membantu implementasi Work
Programme on HIV/AIDS dan kerjasama penanganan bencana alam dan mitigasi.

Pertemuan 21st ASEAN-US Dialogue tersebut menyepakati perluasan kerjasama antara lain dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu, finalisasi dan penandatanganan ASEAN-US Science
and Technology Agreement direncanakan dapat dilakukan pada PMC+1 session with US, 23 Juli 2008, di
Singapura. Namun hal tersebut tidak dapat dilaksanakan karena Pertemuan ASEAN Committee on
Science and Technology (COST) ke-55 di Manila, 3-5 Juli 2008 menilai masih banyak revisi dalam draft
agreement yang akan disepakati. Diharapkan revisi itu dapat diselesaikan sebelum Pertemuan COST
berikutnya pada November 2008 di Kuala Lumpur.

58
Pada PMC 10+1 Session with US, 23 Juli 2008, AS menyampaikan komitmen Pemerintah AS
sebagai strategic partner bagi ASEAN yang direfleksikan antara lain melalui pengangkatan Scot Marciel
sebagai US Ambassador for ASEAN Affairs. Dengan demikian, AS merupakan negara mitra wicara
ASEAN pertama yang mengangkat duta besarnya untuk ASEAN. AS juga menegaskan komitmen atas
ASEAN-US Enhanced Partnership. Secara umum, negara-negara ASEAN menyambut baik kerjasama
dengan AS untuk memecahkan permasalahan strategis di kawasan, khususnya melalui mekanisme
ASEAN Regional Forum (ARF), dan mendorong AS untuk mengaksesi TAC guna meningkatkan
perdamaian di kawasan.

Untuk meningkatkan kerjasama politik dan keamanan, ASEAN menghimbau agar AS bersedia untuk
mengaksesi TAC. Namun sejak peristiwa 11 September 2001, AS cenderung menitikberatkan kerjasama
dengan ASEAN dalam penanganan masalah terorisme. Pada tanggal 1 Agustus 2002, ASEAN dan AS
telah menandatangani “ASEAN-US Declaration on Cooperation to Combat Terrorism”.

Dalam rangka sosialisasi dan penggalian input untuk perkembangan ASEAN-AS, Deplu c.q Ditjen
Kerjasama ASEAN telah menyelenggarakan Seminar on Deepening ASEAN-US Relations di Jakarta
tanggal 12 Oktober 2006 dan dalam rangka Commemorative Activities, Deplu bekerjasama dengan
Kedubes AS di Jakarta telah menyelenggarakan seminar ASEAN-US Enhanced Partnership bulan Agustus
2007 di Jakarta sebagai satu upaya meningkatkan awareness kalangan akademik, pengusaha dan
masyarakat mengenai hubungan kerjasama ASEAN-AS.

Pada Pertemuan 21st ASEAN-US Dialogue di Singapura, 10 Mei 2008, Indonesia meyampaikan
harapannya agar AS dapat membantu dalam proses implementasi ASEAN Convention on Counter-
Terrorism (ACCT) terutama Rehabilitative Program.

KOREA SELATAN

Sejak tahun 1989 Korea Selatan/Republic of Korea (RoK) menjadi Mitra Wicara sektoral, kemudian
menjadi Mitra Wicara penuh pada ASEAN Ministerial Meeting ke-24, bulan Juli 1991 di Kuala Lumpur.
Kerjasama ASEAN-RoK meliputi bidang ekonomi, perdagangan, investasi, pariwisata, kerjasama
pembangunan, dan bidang politik-keamanan. Mekanisme kerjasama ASEAN-RoK dilakukan melalui
beberapa tingkatan yaitu KTT, Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri, ASEAN-RoK Dialogue, dan
ASEAN-RoK Joint Planning and Review Committee (JPRC).

Dalam KTT ASEAN-RoK di Vientiane, tanggal 30 Nopember 2004 telah ditandatangani Joint
Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership, yang bertujuan mewujudkan kerjasama yang
lebih erat dan lebih terarah di masa mendatang.Hal ini diwujudkan dengan ditandatanganinya Plan of
Action (POA) untuk mengimplementasikan berbagai komitmen dalam Joint Declaration tersebut, pada KTT
ASEAN-RoK ke-9 di Kuala Lumpur, 13 Desember 2005. Dengan demikian, kerjasama ASEAN-RoK telah
memiliki dasar bagi pengembangan hubungan kerjasama kedua belah pihak di masa-masa mendatang.

Di bidang ekonomi, ASEAN-RoK telah menandatangani Framework Agreement on Comprehensive


Economic Cooperation dan Agreement on Trade in Goods pada tahun 2005. Sedangkan dalam rangka
pembentukan ASEAN-RoK Free Trade Area, ASEAN dan RoK telah menandatangani the Agreement on
Trade in Goods pada tanggal 24 Agustus 2006 di Kuala Lumpur dan telah entry into force pada bulan Juni
2007, serta telah menandatangani the Agreement on Trade in Services pada tanggal 21 November 2007 di
Singapura. Saat ini, ASEAN-RoK sedang dalam proses negosiasi perjanjian dalam bidang investasi.

Total nilai perdagangan ASEAN-RoK mengalami peningkatan sebesar 9,5% dari US$ 52.5 milyar
pada tahun 2006 menjadi US$ 61.3 milyar pada tahun 2007. Nilai ekspor ASEAN ke RoK meningkat
sebesar 8.5% dari US$ 21.2 milyar pada tahun 2006 menjadi US$ 29.5 milyar pada tahun 2007.
Sedangkan nilai impor ASEAN dan RoK meningkat 10.5% dari US$ 28.8 milyar menjadi US$ 31.8 milyar
pada kurun waktu yang sama. Nilai FDI RoK di ASEAN meningkat lebih dari dua kali lipat dari US$ 1.3
milyar pada tahun 2006 menjadi US$ 2.8 milyar pada tahun 2007.

Dalam bidang development cooperation, kerjasama ASEAN-RoK telah berkembang dalam bidang
trade, investment, transport, tourism, agriculture, science and technology, ICT, environment, health, human
resource development, culture, people to people exchange and narrowing the development gaps.

Adapun kerjasama politik dan keamanan ASEAN-RoK telah ditandai dengan aksesi RoK terhadap
TAC pada KTT ASEAN-RoK di Vientiane tanggal 27 Nopember 2004. Penandatanganan ini merupakan
komitmen kuat RoK untuk menyumbang bagi perdamaian dan stabilitas kawasan. Hal ini juga menjadikan
RoK sebagai negara non-ASEAN ke-6 dan negara ASEAN+3 terakhir yang mengaksesi TAC.

Selain itu, ASEAN dan RoK juga berkerjasama dalam meningkatkan upaya menangani isu-isu
kejahatan lintas batas. Pada bulan Juli 2006, Pertemuan pertama SOMTC plus RoK telah diselenggarakan
59
di Indonesia dengan pembahasan yang mengemuka adalah kerjasama dalam menghentikan pengedaran
gelap narkoba dan kejahatan dunia maya.

Sedangkan kerjasama di bidang people-to-people exchange, beberapa kegiatan yang telah


dilaksanakan antara lain saling kunjung para pegawai negeri, akademisi, aktivis media dan pemuda yang
berlangsung secara reguler.

RoK telah menyampaikan komitmennya untuk melipatgandakan bantuan pembangunan kepada


ASEAN pada tahun 2009 yang dilontarkan pada KTT ke-10 ASEAN-RoK yaitu peningkatan kerjasama
bidang teknologi informasi terkait good governance, pemberantasan korupsi dan penanganan bencana
alam. Selain itu, disepakati pula pendirian Pusat Promosi Perdagangan, Investasi dan Pariwisata RoK.
Kedua pihak juga akan memperpanjang batas waktu penyelesaian pembahasan Agreements on Trade in
Services sampai bulan Nopember 2007.

Pada KTT ke-11 ASEAN-RoK, tanggal 21 Desember 2007 di Singapura, para Menteri Luar Negeri
ASEAN dan RoK telah menandatangani MoU Pendirian ASEAN-Korea Centre yang bertujuan untuk
meningkatkan perdagangan, mempermudah aliran investasi, mendorong kunjungan pariwisata dan
pertukaran misi kebudayaan antara negara anggota ASEAN dan RoK
.
Seluruh negara anggota ASEAN telah meratifikasi MoU on Establishing ASEAN-Korea Centre dan
mendepositkan piagam ratifikasinya kepada Sekretariat ASEAN. Centre akan memulai kegiatannya dalam
bulan November 2008. Indonesia meratifikasi MoU ASEAN-Korea Centre dengan Peraturan Presiden No.
65 Tahun 2008.

RoK telah menyampaikan usulan untuk menyelenggarakan ASEAN-RoK Commemorative Summit


pada tahun 2009 dalam rangka peringatan ulang tahun ke-20 ASEAN-RoK Dialogue. Pihak RoK
mengusulkan penyelenggaraan summit pada tanggal 1-2 Juni 2009 di Jeju Island, RoK. Partisipasi
Indonesia pada Commemorative Summit tersebut belum dapat dipastikan pada tingkat Kepala Negara
mengingat pada waktu yang hampir bersamaan Indonesia menyelenggarakan pemilu legislatif dan
Presiden.

Negara-negara anggota ASEAN telah menyampaikan bahwa pada prinsipnya dapat mendukung
usulan penyelenggaraan summit tersebut tetapi harus diperhatikan mengenai substantive outcome
document serta tempat dan waktu pelaksanaan summit tersebut.

Proyek dan kegiatan dalam kerjasama ASEAN-RoK didanai oleh the ASEAN-RoK Special
Cooperation Fund (SCF) dan Future Oriented Cooperation Project (FOCP) Fund yang dibentuk pada tahun
1990 dan 1997. Jumlah dana SCF per tanggal 31 Juli 2008 adalah USD 3,495,811.59 sedangkan jumlah
dana FOCP adalah USD 113,457.88.

Sebagaimana dengan mitra wicara lainnya, peran Indonesia dalam hubungan kerjasama ASEAN-
RoK terlihat pada upaya capacity building di bidang-bidang terorisme, disaster management dan
transnational crime. Di bidang peningkatan ekonomi dan perdagangan dengan RoK, Indonesia terlibat aktif
dalam perundingan-perundingan ASEAN-RoK Free Trade Area (FTA).

CHINA

Hubungan kerjasama informal ASEAN-China dimulai pada AMM ke-24 di Kuala Lumpur, Malaysia,
pada bulan Juli 1991 yang kemudia menjadi Mitra Wicara penuh ASEAN pada bulan Juli 1996. China
merupakan Mitra Wicara ASEAN pertama yang menandatangani Treaty of Amity and Cooperation pada
KTT ASEAN-China di Bali pada tanggal 8 Oktober 2003. China juga telah menyampaikan keinginannya
untuk mengaksesi Protocol to the Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapons-Free Zone (SEANWFZ).

Mekanisme kerjasama ASEAN-China dilakukan melalui beberapa tingkatan yaitu KTT, Pertemuan
Tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN-China, ASEAN-China Senior Officials’ Consultation (ACSOC),
ASEAN-China Joint Cooperation Committee (ACJCC), dan ASEAN-China Working Group on Development
Cooperation (ACWGDC).

Dokumen dasar kerjasama ASEAN dan China adalah Joint Declaration of the Heads of
State/Government of the Association of the Southeast Asia Nations and the People’s Republic of China on
Strategic Partnership for Peace and Prosperity yang ditandatangani pada KTT ASEAN-China di Bali
tanggal 8 Oktober 2003. Untuk melaksanakan Deklarasi Bersama tersebut, pada KTT ASEAN-China di
Vientiane, 29 Nopember 2004, para Pemimpin ASEAN dan China mengadopsi Plan of Action to implement
the Joint Declaration on Strategic Partnership, serta Joint Statement of ASEAN-China Commemorative
Summit di Nanning tahun 2006.

60
Prioritas bidang kerjasama ASEAN dan China meliputi 10 (sepuluh) bidang: pertanian, informasi dan
teknologi komunikasi (ICT), sumber daya manusia, mutual investment, Mekong development, transportasi,
budaya, pariwisata, kesehatan publik. Pada KTT ASEAN-China ke-11, November 2007, di Singapura, isu
‘lingkungan hidup’ ditambahkan sebagai prioritas bidang kerjasama ke-11.

Terkait dengan kesepuluh prioritas kerjasama ASEAN dan China, kedua belah pihak juga telah
menandatangani beberapa MoU antara lain: MoU on Cooperation in Information and Communication, MoU
on Transport Cooperation, MoU on Cultural Cooperation, MoU on Sanitary and Phytosanitary Cooperation.
Direncanakan MoU on Media and Information akan ditandatangani pada Pertemuan AMRI (ASEAN
Ministers Responsible for Information) pada tahun 2009.

Selain itu China telah menandatangani beberapa kesepakatan dengan ASEAN antara lain MoU
Between the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) and the Government of the People’s Republic of China on Cooperation in the Field of Non-
traditional Security Issues di Bangkok, 10 Januari 2003 dan the Declaration on the Conduct of Parties in
the South China Sea (DOC) sebagai confidence-building measures antara pihak-pihak yang
berkepentingan.

Pada KTT ke-10 ASEAN-China, telah disepakati untuk mempercepat penyusunan code of conduct in
the South China Sea sebagai pedoman untuk mempertahankan perdamaian di Laut China Selatan. Dalam
kaitan ini, Kepala Negara memberikan instruksi kepada pejabat senior untuk memfinalisasi Guidelines for
the Implementation of the DOC dan menyelenggarakan the ASEAN-China Joint Working Group (ACJWG)
on the DOC dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Di bidang ekonomi, para Menteri Ekonomi ASEAN dan China telah menjalin interaksi melalui
Konsultasi AEM dengan China. Pada KTT ASEAN-China di Phnom Penh, 4 Nopember 2002, para
pemimpin ASEAN dan China telah menandatangani ASEAN-China Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation yang merupakan landasan bagi perundingan ASEAN-China Free
Trade Area (ACFTA). Mengenai jangka waktu ACFTA, disepakati bagi ASEAN-6 pada tahun 2010 dengan
fleksibilitas hingga 2012 bagi produk-produk sensitif, dan untuk negara-negara CLMV pada tahun 2015.
Dalam Framework Agreement ini tercakup “special and differential treatment and flexibility” bagi negara-
negara CLMV, serta pengaturan mengenai “early harvest” bagi barang-barang dan jasa-jasa tertentu.

Selanjutnya pada pertemuan tingkat menteri tanggal 27 Nopember 2004, ASEAN dan China telah
menandatangani Agreement on Trade and Goods of the Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation between ASEAN and China; dan Agreement on Dispute Settlement Mechanism
between ASEAN and China. Penandatanganan kedua dokumen tersebut menegaskan tekad ASEAN dan
China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan.

Di bidang ekonomi, kerjasama ASEAN dan China juga mengalami peningkatan. Jumlah volume
perdagangan ASEAN dan China meningkat sebesar 26% dari USD 160 milyar di tahun 2006 menjadi USD
200 milyar di tahun 2007. Investasi ASEAN dan China juga meningkat menjadi USD 48,9 milyar di tahun
2007. ASEAN dan China telah menyelesaikan negosiasi Agreement on Trade in Good and Service dan
mulai diimplementasikan sejak Juli 2007. Sementara itu, kedua belah pihak diharapkan dapat
menyelesaikan negosiasi Agreement on Investment sebelum KTT ASEAN-China pada Desember 2008.
Saat ini, Agreement on Investment mengalami kendala dalam mencapai kesepakatan mengenai Non-
Conforming Measures.

ASEAN dan China telah merayakan peringatan 15 tahun hubungan ASEAN-China dengan puncak
perayaan ASEAN-China Commemorative Summit di Nanning, China, 30-31 Oktober 2006. Pertemuan ini
menghasilkan Joint Statement of ASEAN-China Commemorative Summit: Towards an Enhanced ASEAN-
China Cooperation, yang memuat arah strategis bagi pengembangan kerjasama di bidang politik-
keamanan, ekonomi dan sosial-budaya untuk 15 tahun ke depan. Dokumen tersebut juga memuat esensi
pentingnya peningkatan kerjasama di bidang post-disaster reconstruction and rehabilitation dan bidang
penegakan hukum.

Untuk meningkatkan people-to-people contacts, China telah menawarkan program pelatihan di


berbagai bidang untuk 8000 tenaga profesional dari negara-negara ASEAN serta mengundang 1000
pemuda ASEAN berkunjung ke China selama 5 tahun ke depan. China juga secara konsisten mendukung
upaya integrasi ASEAN dengan memberikan kontribusi dana sebesar USD 1 juta masing-masing kepada
ASEAN-China Cooperation Fund dan pelaksanaan Initiative for ASEAN-Integration.

Pencapaian penting lainnya dalam kerjasama ASEAN-China selama tahun 2006 adalah dibentuknya
mekanisme pertemuan reguler para Menteri Kesehatan ASEAN-China yang bertujuan untuk memajukan
kerjasama di bidang kesehatan masyarakat. Sementara itu ASEAN-China Funds for Public Health dibentuk
pada tanggal 22 Juni 2006, di Yangon, Myanmar.
61
Bobot kerjasama ASEAN-China semakin meningkat pada KTT ke-10 ASEAN-China di Cebu, Filipina
tanggal 14 Januari 2007. Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin ASEAN dan China telah menyepakati
antara lain:
a. Memperkuat rasa saling percaya secara politis (Strengthening political mutual trust);
b. Upaya peningkatan hubungan kerjasama ekonomi ASEAN-China ke tataran yang lebih tinggi (Bringing
ASEAN-China economic relations and trade to a new level);
c. Mengembangkan kerjasama di bidang non-tradisional isu (Carrying out cooperation in non-traditional
security fields); dan
d. Secara aktif mendukung upaya pembangunan masyarakat ASEAN dan integrasi ASEAN (Actively
supporting ASEAN community building and integration).

Pertemuan tersebut juga menghasilkan dokumen kerjasama ASEAN-China yaitu ASEAN-China


Agreement on Trade in Services (TIS) of the Framework on Comprehensive Economic Cooperation,
kerjasama di bidang ICT serta MoU ASEAN-China di bidang pertanian. Sedangkan dalam bidang
perdagangan dan investasi, ASEAN dan China telah sepakat untuk mempercepat pembahasan
pembentukan Free Trade Agreement serta pembentukan ASEAN-China Centre for Promoting Trade,
Investment and Tourism.

Sebagai tindak lanjut KTT ASEAN-China ke-11, November 2007 di Singapura, ASEAN dan China
tengah menegosiasikan draft ASEAN-China Air Service Agreement, MoU on Establishing the ASEAN
China Centre dan draft Guidelines, of implementation of Joint Declaration on Code of Conduct in the South
China Sea.

Pendanaan aktifitas kerjasama ASEAN dan China diwadahi oleh ASEAN-China Cooperation Fund.
Pemasukan diperoleh dari kontribusi pemerintah China dan pengembalian dana dari penyelenggaraan
berbagai konferensi.

Pada Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-China di Singapura bulan Juli 2008, China menyatakan
akan menunjuk seorang Duta Besar untuk ASEAN. Untuk kerjasama di masa mendatang, ASEAN dan
China pada Pertemuan ASEAN-China Joint Cooperation Committee, Maret 2008 di Chongqing, sepakat
untuk mengimplementasikan berbagai kegiatan dalam Cetak Biru tiga pilar Komunitas ASEAN bersamaan
dengan implementasi ASEAN-China Plan of Action.

INDIA

India menjadi Mitra Wicara penuh ASEAN pada saat KTT ke-5 ASEAN di Bangkok tanggal 14-15
Desember 1995. Semenjak dicanangkannya kebijakan ‘Look East Policy’ oleh Pemerintah India, hubungan
kemitraan ASEAN-India mendapatkan momentum. Penyelenggaraan KTT pertama ASEAN-India, tanggal
5 Nopember 2002 di Phnom Penh, Kamboja, memperkuat momentum itu. Pada KTT tersebut, para
Pemimpin ASEAN dan India menegaskan komitmen untuk meningkatkan kerjasama di bidang
perdagangan dan investasi, pengembangan sumber daya manusia, iptek, teknologi informasi dan people
to people contact.

Selanjutnya komitmen ASEAN dan India tersebut dikukuhkan melalui penandatanganan ASEAN-
India Partnership for Peace, Progress and Shared Prosperity and Plan of Action pada KTT ASEAN-India di
Vientiane, tanggal 30 Nopember 2004. Kedua dokumen tersebut merupakan dokumen inti dari dasar
pelaksanaan kerjasama kemitraan ASEAN-India saat ini. Bidang-bidang kerjasama yang diatur di dalam
kedua dokumen itu adalah bidang politik, ekonomi dan sosial budaya.

Sejak tahun 2006, Indonesia telah menjadi negara koordinator untuk hubungan kerjasama ASEAN-
India sampai tahun 2009. Dalam kaitan ini, Indonesia menekankan kerjasama ASEAN-India yang
berorientasi pada upaya implementasi dari berbagai proyek kerjasama dalam segala bidang, khususnya
dalam rangka mendorong terwujudnya Komunitas ASEAN 2015.

Dalam kepemimpinan Indonesia, secara spesifik hubungan kerjasama ASEAN-India diarahkan pada
upaya-upaya pengembangan kerjasama di bidang farmasi, kesehatan, bioteknologi, ilmu pengetahuan dan
teknologi, teknologi komunikasi dan informasi, peningkatan kapasitas SDM dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan managerial capabilities, peningkatan volume perdagangan hingga mencapai
USD 30 milyar, kerjasama investasi, pengembangan energi alternatif, dan disaster management. Pada
Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN dan India pada bulan Juli 2008 telah disepakati
peningkatan kerjasama di bidang pemberantasan terorisme, energy and food security serta climate
change.

Di bidang kerjasama politik dan keamanan, ASEAN dan India terus menunjukkan komitmen untuk
meningkatkan kerjasamanya. Beberapa kesepakatan penting antara lain adalah aksesi India terhadap
62
Treaty of Amity and Cooperation in the Southeast Asia (TAC) pada KTT ASEAN-India di Bali tanggal 8
Oktober 2003 dan Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism pada KTT ke-9
ASEAN di Bali, bulan Oktober 2003.

Sedangkan kemajuan di bidang ekonomi, ASEAN dan India telah menandatangani Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and the Republic of India
pada KTT ke-2 ASEAN-India tanggal 8 Oktober 2003 di Bali. Sesuai dengan Framework Agreement
tersebut, proses negosiasi pengurangan dan penghapusan tarif untuk perdagangan barang telah dimulai
pada Januari 2004. Setelah mengatasi berbagai kendala, khususnya perbedaan penerapan aturan untuk
Rules of Origin (RoO), ASEAN dan India tengah berupaya untuk menyelesaikan negosiasi ASEAN-India
Free Trade Agreement (AIFTA). ASEAN telah menyelesaikan perundingan Trade in Goods dan akan
melakukan negosiasi Trade in Services and Investment.

Kerjasama pembangunan ASEAN-India selama tahun 2006 meliputi bidang transportasi dan
infrastruktur, perdagangan dan investasi, bioteknologi, pengembangan SDM dan pariwisata. Proyek yang
telah berhasil dilaksanakan antara lain kunjungan pengusaha kecil dan menengah ASEAN ke India.
Kegiatan ini bertujuan menciptakan inter-firm linkages antar kalangan pengusaha di masa mendatang.
Kegiatan lainnya adalah ASEAN-India Workshop for System Administrators yang berlangsung pada bulan
Agustus 2006 dan ASEAN-India Seminar on e-learning pada bulan Nopember 2006. Kerjasama bidang
bioteknologi juga dilaksanakan dalam bentuk ASEAN-India Workshop on Bioinformatics yang telah
berlangsung untuk kedua kalinya pada bulan Desember 2006. Kerjasama pembangunan tersebut didanai
oleh ASEAN-India Cooperation Fund.

Sejalan dengan kebijakan India “Look East Policy”, pada KTT ke-5 ASEAN-India di Cebu tahun 2007,
ASEAN dan India menyepakati untuk pengembangan kerjasama khususnya di bidang Iptek, SMEs,
teknologi informasi dan pengembangan sumber daya manusia. Seperti halnya Mitra Wicara ASEAN
lainnya, India juga menyatakan dukungannya untuk proses integrasi ASEAN.

Untuk meningkatkan kedekatan dan saling pengertian antar masyarakat ASEAN dan India, maka
dalam KTT ke-5 ASEAN-India juga disepakati undangan kepada 100 pemuda ASEAN yang terdiri dari 10
orang dari masing-masing negara anggota ASEAN untuk berkunjung ke India dalam rangka memperingati
40 tahun ASEAN dan 60 tahun kemerdekaan India.

Di samping itu, di bawah koordinasi Indonesia, sebagai bagian dari peningkatan people-to-people
contact telah dilaksanakan berbagai program, antara lain: program ASEAN-India Media Exchange
Programme dimana wartawan ASEAN telah mengunjungi India pada tahun 2006 dan 2007; ‘Special
Course for Diplomats from ASEAN Countries’ tahun 2006, 2007, dan 2008 di New Delhi, serta
pelaksanaan program ‘Visit of 100 ASEAN Students to India’; pada tanggal 9-18 Desember 2007 di India.

Pada KTT ASEAN-India ke 6 di Singapura, bulan November 2007, Pemimpin ASEAN dan India
sepakat untuk melembagakan kegiatan ‘Special Course for Diplomats from ASEAN Countries’, ‘Visit of 100
ASEAN Students to India’ dan ‘ASEAN-India Media Exchange Programme’. Pada Pertemuan ASEAN-India
Joint Cooperation Committee (JCC) ke-10, tanggal 23 April 2008 di Bali, disepakati untuk mengembangkan
modalitas program ‘Visit of 100 ASEAN Students to India’ dan memperluas kerjasama people-to-people
contact dengan menjajaki kemungkinan penyelenggaraan aktivitas exchange programme lainnya dengan
target yang berbeda, seperti antara lain ASEAN-India Parliamentarian Exchange Programme.

Dalam rangka meningkatkan kerjasama di bidang ilmu pengetahuan, pada KTT ASEAN-India ke-6
tanggal 21 November 2007, India membentuk ASEAN-India Science and Technology Fund dengan dana
sejumlah USD 1 juta. India akan menyusun Rules of Procedures bagi Fund dimaksud. India juga telah
mencanangkan pembentukan ASEAN-India Green Fund yang pemanfaatannya akan ditujukan bagi
kerjasama di bidang lingkungan hidup.

India mendirikan Entrepeneurship Development Centres (EDCs) di Kamboja, Laos, Viet Nam dan
Myanmar. Selain itu, India juga mendirikan Centres for English Language Training (CELT) di Kamboja,
Laos dan Viet Nam. Hal tersebut sebagai upaya India mendukung program pengurangan kesenjangan
pembangunan di antara negara ASEAN di bawah payung Initiative for ASEAN Integration (IAI).

Pertemuan ASEAN-India Joint Cooperation Committee di Bali pada bulan April 2008 dan ASEAN-
India Ministerial Meeting di Singapura pada bulan Juli 2008 mencatat bahwa India secara prinsip
menyetujui usulan Indonesia mengenai pembentukan CELT di Indonesia. Disepakati juga untuk
meningkatkan kerjasama ASEAN-India di bidang pertanian dengan membentuk ASEAN-India Ministers’
Meeting on Agriculture yang diharapkan dapat dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian pertemuan
ASEAN Agricultural Ministers’ Meeting.

63
Komitmen India dalam meningkatkan hubungan ASEAN-India terlihat dari kontribusi yang diberikan
kepada ASEAN antara lain diwujudkan dengan adanya ASEAN-India Fund, dimana Pemerintah India
memberikan kontribusi dana sejumlah USD 7.396.390 guna membiayai proyek kerjasama ASEAN-India.
Dari dana tersebut, sampai 31 Juli 2008 tersisa dana sebesar USD 6.380.627,60. Indonesia sedang
mengupayakan pemanfaatan ASEAN-India Fund untuk proyek ASEAN Networking for Agriculture
Vulnerability to Exceptional Climate dan the Indian Ocean Dipole Mode, El Nino Southern Oscillation
(ENSO) and Monsoon Interaction and Their Socio-Economic Impact on ASEAN-Indian Nations.

Sebagai country coordinator, Indonesia berupaya untuk meningkatkan kerjasama kemitraan ASEAN-
India dalam upaya mendukung terwujudnya ASEAN Community 2015 dengan mengedepankan
kepentingan Indonesia.
Indonesia secara proaktif berupaya meningkatkan kerjasama tersebut melalui bidag-bidang energy
security, ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi inforasi dan komunikasi, bio-teknologi, farmasi,
kesehatan, pembuatan obat-obatan dengan harga terjangaku dan disaster management.

Indonesia juga mengusulkan kerjasama di bidang pembarantasan terorisme, kejahatan


transnasional, korupsi dan memajukan good governance serta perlindungan dan pemajuan HAM. India
telah menyetujui usulan Indonesia mengenai pendirian ASEAN-India Center for English Language
Training di Jakarta.

RUSIA

Kerja sama ASEAN-Rusia telah dimulai sejak tahun 1991. Rusia secara resmi menjadi Mitra Wicara
penuh ASEAN pada Sidang AMM/PMC ke-29 di Jakarta bulan Juli 1996. Sebagai tindak lanjut, Sidang
ASEAN Standing Committee (ASC) 4/30 di Bali bulan Mei 1997 sepakat untuk mewadahi kerjasama sosial
budaya ASEAN-Rusia di bawah “ASEAN-Russia Joint Cooperation Committee” (ARJCC).

Dasar pertimbangan untuk membentuk kemitraan tersebut adalah status Rusia sebagai anggota
tetap Dewan Keamanan PBB, yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum ASEAN.
Disamping itu, besarnya pasar ekonomi Rusia serta sumber daya alam yang dimilikinya juga merupakan
peluang bagi ASEAN untuk lebih meningkatkan hubungan dengan Rusia di bidang-bidang pembangunan,
ilmu pengetahuan dan teknologi, perdagangan, sumber daya manusia, investasi dan ekonomi, lingkungan
hidup, pariwisata, kebudayaan serta peningkatan people-to-people contacts.

Kerja sama ASEAN-Rusia secara komprehensif baru terbentuk tahun 2005 sejak ditandatanganinya
dokumen-dokumen penting antara lain: Joint Declaration of the Heads of State/Government of ASEAN and
Russian Federation on Progressive and Comprehensive Partnership, Comprehensive Programme of
Action to Promote Cooperation between ASEAN and Russian Federation 2005-2015, serta Agreement
between the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the
Government of the Russian Federation on Economic and Development Cooperation (berlaku sejak tanggal
11 Agustus 2006), Terms of Reference on ASEAN-Russia Joint Cooperation Committee (ARJCC) dan
ASEAN-Russia Dialogue Partnership Financial Fund (DPFF) yang dihasilkan pada pertemuan ke-5 ARJCC
di Moskow, Russia, pada tanggal 2-3 Nopember 2006.

Peningkatan kerjasama politik ASEAN-Rusia ditandai dengan penandatanganan Joint Declaration on


the Ministers of Foreign Affairs of Russia and Member States of the Association of South East Asian
Nations on Partnership for Peace, Stability and Security in the Asia-Pacific Region, di Phnom Penh,
Kamboja bulan Juni 2003 pada saat pertemuan ASEAN PMC+1 Session with Russia. Kerjasama politik
ASEAN-Rusia juga terus meningkat sejalan dengan aksesi Rusia pada Treaty of Amity and Cooperation in
Southeast Asia (TAC), tanggal 29 Nopember 2004 di sela-sela KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Laos.

Untuk meningkatkan kerjasama ekonomi ASEAN-Rusia membentuk ASEAN-Russia Working Group


on Trade and Economic Cooperation (ARWTEC). Pertemuan pertama kelompok kerja tersebut
diselenggarakan pada tanggal 19 September 2002 dengan tujuan untuk memfasilitasi usaha, pertukaran
informasi mengenai perdagangan dan investasi serta sebagai forum interaksi yang diharapkan dapat
meningkatkan kerjasama perdagangan dan ekonomi ASEAN-Rusia.

Beberapa bidang prioritas kerjasama yang memungkinkan dilaksanakan di bidang Iptek telah
diidentifikasi dalam pertemuan tersebut antara lain biotechnology, new materials, information technology,
microelectronics, meteorology dan geophysics.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kemajuan yang telah dicapai dalam kemitraan ASEAN-Rusia
baru pada tataran politis. Kemajuan-kemajuan yang berkelanjutan dalam bidang dialog politik antara lain
dapat dilihat dengan adanya penandatanganan Joint Declaration on Partnership for Peace, Stability and
Security in the Asia-Pacific Region tahun 2003; Joint Declaration on Cooperation to Combat International
Terrorism tahun 2004; serta aksesi Rusia pada Treaty of Amity and Cooperation (TAC) in Southeast Asia
64
tahun 2004. Rusia masih memperlihatkan adanya keinginan untuk menjadi partisipan dalam East Asia
Summit.

Salah satu proyek yang akan dibiayai dengan menggunakan DPFF adalah proyek usulan Indonesia
“Russian Language Course for ASEAN Tour Operators”. Proyek tersebut secara prinsip telah disetujui oleh
ASEAN dan juga didukung oleh sectoral bodies ASEAN (Task Force on Tourism Manpower Development)
serta Rusia, namun masih menunggu komitmen Rusia untuk implementasinya.

Dalam kesempatan Post Ministerial Conference Session (PMC) with Russia tanggal 23 Juli 2008 di
Singapura telah diadopsi Roadmap on the Implementation of Comprehensive Programme of Action to
Promote Cooperation between ASEAN and Russia 2005-2015 Russia yang merupakan acuan kegiatan
konkret tindak lanjut ASEAN-Russia Plan of Action. Agreement on Cultural Cooperation dan MoU on the
Establishment of the ASEAN Centre in Moscow masih dalam proses finalisasi. Draft Agreement on Cultural
Cooperation, berdasarkan keputusan Pertemuan Sub-Committee on Culture of the 43rd Meeting of the
ASEAN Committee on Culture and Information, tanggal 1 Juli 2008 di Myanmar, masih akan dibahas pada
Pertemuan ke-6 ASEAN Senior Officials Meeting on Culture and Art (SOMCA) tahun depan.

Pada bulan Juni 2007 Rusia telah mengucurkan dana sejumlah US$ 500 ribu untuk pendanaan
proyek kerja sama ASEAN-Rusia yang tercakup dalam skema ASEAN-Russia Dialogue Partnership
Financial Fund (DPFF). Namun hingga saat ini belum ada satupun proyek yang berhasil dibiayai dari dana
tersebut. Dalam kesempatan PMC dengan Rusia tanggal 23 Juli 2008 di Singapura, Rusia kembali
menyampaikan akan memberikan dana tambahan kontribusi untuk ASEAN-Russia Dialogue Partnership
Financial Fund (DPFF) sebesar US$ 500 ribu tahun ini. Dana bantuan ini telah diberikan oleh Rusia dalam
Pertemuan ASEAN-Russia Joint Planning Management Committee (ARJPMC) dan ASEAN-Russia Joint
Cooperation Committee (ARJCC) di St. Petersburg, tanggal 8-10 Oktober 2008.

Peran Indonesia dalam hubungan kemitraan ASEAN-Rusia terlihat melalui upaya untuk mendesak
Rusia agar segera mengimplementasikan Comprehensive Programme of Action 2005-2011. Upaya
tersebut antara lain dengan mengusulkan diselenggarakannya pengajaran bahasa Rusia bagi tour
operator negara-negara ASEAN, mengingat meningkatnya turis Rusia yang mengunjungi negara-negara
ASEAN.

UNDP

Hubungan ASEAN dengan United Nations Development Programme (UNDP) telah dimulai hampir
sejak dibentuknya ASEAN pada tahun 1967. Namun demikian hubungan keduanya baru terasa sejak awal
dasawarsa 70-an, ketika UNDP mensponsori suatu kegiatan pendidikan selama dua tahun dan melibatkan
sebanyak 41 tenaga ahli internasional untuk membantu inisiatif pertama ASEAN dalam kerjasama
ekonomi. Inisiatif ini pada tahun 1972 menghasilkan dasar-dasar kerjasama ASEAN dalam bidang
pengembangan industri, pertanian dan kehutanan, transportasi, keuangan, moneter dan jasa-jasa
asuransi.

Pada tahun 1977 UNDP resmi menjadi Mitra Wicara ASEAN dan merupakan satu-satunya badan
multilateral yang mendapat status sebagai Mitra Wicara. Hubungan ASEAN dengan UNDP semakin dekat
dengan diluncurkannya Program Sub-Regional ASEAN-UNDP pada tahun 1990 yang bertujuan untuk
membantu ASEAN menyusun langkah-langkah dalam mengadakan kerjasama regional. Mekanisme dialog
disesuaikan dengan kerangka kerja regional atau inter-country missions dari UNDP untuk kawasan
ASEAN.

Selanjutnya pada pertemuan ASEAN-UNDP Working Breakfast di Kuala Lumpur pada tanggal 28 Juli
2006, telah disepakati peningkatan kerjasama ASEAN-UNDP dengan memasukkan isu-isu baru
sebagaimana termuat dalam Vientiane Action Programme (VAP), yakni: disaster management, pengungsi,
bantuan teknis untuk negara-negara CLMV, good governance dan kegiatan lain terkait Treaty of Mutual
Legal Assistance in Criminal Matters.

UNDP sebagai mitra ASEAN yang tertua banyak memberikan bantuan kepada ASEAN, khususnya
penyaluran dana melalui Partnership Facility. Bantuan UNDP pada umumnya ditujukan untuk mendorong
ASEAN dalam upaya menciptakan integrasi ekonomi regional dalam bentuk studi penelitian maupun
program-program pembangunan.

PAKISTAN

Dialog sektoral ASEAN–Pakistan secara resmi terbentuk melalui Exchange of Letters mengenai
pembentukan ASEAN–Pakistan Joint Sectoral Cooperation Committee (APJSCC) antara Sekjen ASEAN
dan Menteri Luar Negeri Pakistan pada tanggal 29 Mei 1997.
65
Peresmian pembentukan hubungan dialog sektoral ASEAN-Pakistan diselenggarakan di Islamabad
pada tanggal 5-7 Nopember 1997 yang membahas modalitas hubungan dialog sektoral ASEAN-Pakistan
meliputi APJSCC, ASEAN-Islamabad Committee (AIC) dan ASEAN-Pakistan Business Council (APBC).

AIC yang terdiri dari para Kepala Perwakilan negara-negara ASEAN di Islamabad, bertugas
memfasilitasi hubungan dialog sektoral ASEAN-Pakistan. Adapun APBC yang terdiri dari ASEAN Chamber
of Commerce and Industry (ASEAN-CCI) dan Federation of Pakistan Chamber of Commerce and Industry
(FPCCI), merupakan forum hubungan bisnis antara kalangan swasta kedua belah pihak khususnya
kerjasama pengusaha kecil dan menengah.

Di bidang kerjasama politik dan keamanan, pada Pertemuan ke-36 Menteri Luar Negeri ASEAN di
Phnom Penh, Juni 2003, para Menteri sepakat untuk menerima Pakistan sebagai anggota ARF. Pakistan
juga telah menandatangani protokol aksesi terhadap TAC dan menjadi anggota ARF, pada rangkaian
pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM/PMC) bulan Juli 2004.

Pada pertemuan ke-3 ASEAN-Pakistan Joint Sectoral Cooperation Committee di Islamabad, 5 Juni
2006, Pakistan telah menyampaikan komitmen untuk memberikan kontribusi sebesar US$ 1 juta kepada
ASEAN-Pakistan Cooperation Fund. Pemerintah Pakistan juga memberikan program beasiswa Prime
Minister’s Scholarship for ASEAN Countries di bidang studi Teknologi Informasi (S1) dan Business
Management (S2).

ASEAN PLUS THREE (APT)

Kerjasama ASEAN Plus Three (ASEAN+3/APT) dimulai dengan diselenggarakannya KTT Informal di
Malaysia bulan Desember 1997, antara para Pemimpin ASEAN dan 3 negara Asia Timur: China, Jepang,
dan Republik Korea. Munculnya kerjasama ASEAN Plus Three dipicu oleh adanya krisis ekonomi Asia
yang telah menimbulkan kesadaran akan pentingnya menggalang kerjasama dengan negara-negara besar
di wilayah Asia Timur.

ASEAN Plus Three kemudian dilembagakan melalui kesepakatan dalam Joint Statement on East
Asia Cooperation pada saat KTT ke-3 ASEAN`Plus Three di Manila tahun 1999. ASEAN Plus Three
menekankan komitmen untuk peningkatan kerjasama dalam berbagai bidang, khususnya bidang ekonomi
dan sosial (kerjasama ekonomi, keuangan, sumber daya manusia, Iptek, budaya, informasi,
pembangunan), dan bidang politik (termasuk isu-isu lintas batas negara).

Untuk memperkuat kerjasama ASEAN Plus Three telah dibentuk the East Asia Vision Group (EAVG)
dan the East Asia Study Group (EASG) tahun 2002. Pada tahun 2001, EAVG, kelompok yang terdiri dari
para intelektual dari negara-negara ASEAN Plus Three, menghasilkan rekomendasi bagi kerjasama
regional Asia Timur di masa datang. Selanjutnya pada tahun 2002, EASG, terdiri dari para pejabat
pemerintah dan bertugas mengevaluasi rekomendasi EAVG, telah menghasilkan 17 rekomendasi jangka
pendek, dan 9 rekomendasi jangka menengah-panjang sebagai langkah konkret yang perlu mendapat
prioritas.

Di bidang politik-keamanan, ASEAN Plus Three telah mengadakan berbagai kerjasama untuk
menghadapi ancaman terorisme dan kejahatan lintas batas lainnya. Dalam kaitan ini, sejak tahun 2003
telah diselenggarakan ASEAN SOM Plus Three Consultation on Transnational Crime (SOMTC+3), yang
diadakan di Ha Noi untuk pertama kalinya.

Selain itu, diselenggarakan pula ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime Plus Three
pertama di Bangkok, tanggal 10 Januari 2004. Pada pertemuan ini, para Menteri mengadopsi konsep
untuk mengatasi kejahatan lintas batas negara seperti terorisme, perdagangan obat terlarang (illicit drug
trafficking), perdagangan manusia (trafficking in persons), pembajakan di laut (sea piracy), penyelundupan
senjata (arms smuggling), pencucian uang (money laundering), kejahatan ekonomi internasional
(international economic crime), dan cyber crime.

Kerjasama di bidang ekonomi diatur dalam Chiang Mai Intiative (CMI) yang terdiri dari Bilateral Swap
Arrangements (BSAs) dan ASEAN Swap Arrangement (ASA). Pada KTT ke-10 ASEAN Plus Three, para
pemimpin ASEAN Plus Three sepakat untuk memperluas kerjasama bidang ekonomi, keuangan,
perdagangan dan pembangunan termasuk pengembangan bilateral swapt arrangements dari Chiang Mai
Initiative sejumlah US$ 75 milyar. Selain itu, Asian Bond Market Initiative diharapkan dapat menjadi
pendorong pertumbuhan ekonomi/keuangan jangka panjang di kawasan.

Pada KTT ke-10 ASEAN Plus Three juga menghasilkan kesepakatan dengan fokus kerjasama di
bidang pemberdayaan perempuan, pengentasan kemiskinan, penanganan bencana alam, dan kerjasama
di bidang sumber daya alam mineral. Dalam kesempatan yang sama, China dan Jepang bersedia menjadi
66
penyelenggara kegiatan-kegiatan tersebut. China juga berinisiatif untuk mendirikan pusat monitoring
regional bagi penyakit menular dan keinginan Jepang sebesar US$ 67 juta untuk penanganan Avian
Influenza.

Pada KTT ke-11, ASEAN Plus Three pada bulan November 2007 di Singapura, para Pemimpin
menyepakati Second Joint Statement on East Asia Cooperation dan ASEAN Plus Three Cooperation
Work Plan 2007-2017. Second Joint Statement dimaksud bertujuan untuk mendorong terciptanya ASEAN
Community 2015 melalui 3 pilar yaitu, pilar politik-keamanan, pilar ekonomi dan pilar sosial-budaya.
Sementara Work Plan 2007-2017 memuat program-program prioritas yang akan menjadi pedoman
bersama ASEAN Plus Three selama sepuluh tahun mendatang. Program-program di bawah East Asia
Studies Group Measures yang relevan juga dijadikan bagian dari implementasi Work Plan 2007-2017.

Menindaklanjuti komitmen Presiden RI dalam kerjasama APT, Indonesia telah menjadi prime-mover
dari beberapa measures yang direkomendasikan oleh East Asia Study Group (EASG), hingga tahun 2008
Indonesia telah mengimplementasikan short-term measures dalam kerangka “promotion of East Asia
Studies” dengan tiga kali menyelenggarakan promotion of language programme untuk ASEAN Plus Three
Officials di Yogyakarta dan Bandung. Selain itu, Indonesia juga telah dua kali menyelenggarakan APT
Senior Diplomatic Training Course selama 2 bulan di Jakarta.

Sementara itu, untuk pelaksanaan komitmen medium and long-term measures, Indonesia telah
menyelenggarakan workshop on work closely with NGOs in policy consultation and coordination to
encourage civic participation and state-civil partnership in tackling social problems pada tanggal 22-23
Oktober 2007 di Jakarta.

EAST ASIA SUMMIT

Pertemuan 1st East Asia Summit (EAS) telah diselenggarakan pada tanggal 14 Desember 2005 di
Kuala Lumpur dan dihadiri oleh para Pemimpin ASEAN, Jepang, China, Republik Korea, India, Australia
dan Selandia Baru. Pertemuan telah menyepakati Kuala Lumpur Declaration on the East Asia Summit
yang merupakan cerminan pandangan bersama bahwa EAS dapat memainkan peranan penting dalam
proses pembentukan komunitas di kawasan. Upaya-upaya EAS tersebut akan dilaksanakan secara
konsisten dalam memperkuat proses terwujudnya ASEAN Community dan merupakan bagian integral dari
evolusi suatu arsitektur kawasan. Meskipun dalam proses EAS ASEAN akan tetap berada pada driver’s
seat, namun rasa ownership diantara para peserta EAS non-ASEAN akan tetap dipelihara.

Deklarasi lain yang dihasilkan dalam pertemuan EAS pertama adalah East Asia Summit Declaration
on Avian Influenza Prevention, Control and Response yang merupakan komitmen negara-negara peserta
EAS untuk bekerjasama dalam menghadapi ancaman pandemik avian influenza, serta langkah-langkah
yang akan dilakukan untuk mengawasi serta menghadapinya.

KTT EAS ke-2 telah dilaksanakan pada tanggal 15 Januari 2007 di Cebu dan membahas energy
security sebagai fokus utama yang menghasilkan Deklarasi yang ditandatangani oleh para Kepala Negara
EAS. Pemimpin EAS mengadopsi Cebu Declaration on East Asian Energy Security, yang bertujuan untuk
mencapai sebagai berikut:

a. Meningkatkan efisiensi dan kinerja penggunaan bahan bakar fosil yang ramah lingkungan.
b. Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar konvensional melalui peningkatan efisiensi energi
dan program-program konservasi, tenaga air, perluasan sistem energi terbarukan, produksi dan
penggunaan bio-fuel, dan penggunaan tenaga nuklir untuk maksud damai.
c. Mendorong terciptanya suatu pasar regional dan internasional yang terbuka dan kompetitif, yang
bertujuan untuk menyediakan pasokan energi yang terjangkau untuk semua kalangan masyarakat.
d. Mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kebijakan yang efektif, dengan tujuan untuk berkontribusi
mengurangi dampak perubahan iklim global.
e. Mendorong investasi di bidang sumber daya energi dan pembangunan infrastruktur melalui
peningkatan keterlibatan sektor swasta.

KTT ke-2 EAS juga menyambut baik berbagai proposal kerjasama di bidang energy security,
termasuk inisiatif empat pilar yang diajukan oleh Jepang yang berjudul “Fueling Asia – Japan’s
Cooperation Initiative for Clean Energy and Sustainable Growth” dan kesediaan Jepang untuk memberikan
bantuan dana energy-related ODA sebesar US$ 2 Milyar untuk tiga tahun ke depan.

Para Pemimpin juga sepakat untuk membentuk suatu EAS Energy Cooperation Task Force,
berdasarkan mekanisme sektoral di bidang energi yang telah ada di ASEAN untuk menindaklanjuti
kesepakatan yang telah diambil para Pemimpin EAS mengenai energy security dan melaporkan
rekomendasinya pada KTT ke-3.

67
Pada EAS ke-3 di Singapura tanggal 21 November 2007, para pemimpin secara khusus
membicarakan masalah energy, environment, climate change and sustainable development, dan telah
menandatangani Singapore Declaration on Climate Change, Energy, and the Environment yang
menugaskan para menteri terkaitnya untuk melakukan tindak lanjut atas diskusi tersebut.

Pertemuan Pertama EAS Energy Cooperation Task Force (EAS ECTF) telah berlangsung di
Singapura pada tanggal 1 Maret 2007 dan menyepakati Kerangka Acuan (TOR) EAS ECTF, memulai
kerjasama di bidang efisiensi dan konservasi energi, integrasi pasar energi, serta penggunaan bio-fuel
untuk transportasi dan tujuan lainnya. Jepang akan mengkoordinasikan kerjasama di bidang efisiensi dan
konservasi energi, Singapura menyangkut integrasi pasar energi, dan Filipina berkaitan dengan
penggunaan bio-fuel untuk transportasi dan tujuan lainnya.

Pertemuan Kedua EAS Energy Cooperation Task Force yang berlangsung di Auckland, New
Zealand, pada tanggal 26 Maret 2007 telah mensahkan kerangka acuan (TOR) dari EAS Energy
Cooperation Task Force. TOR dimaksud akan menjadi dokumen rujukan bagi operasionalisasi EAS
Energy Cooperation Task Force. Pertemuan Kedua Task Force telah mendengarkan presentasi dari
Jepang, Singapura dan Filipina masing-masing selaku lead-focals untuk isu efisiensi dan konservasi
energi, integrasi pasar energi dan bio-fuels mengenai isu yang mereka tangani. Pertemuan Kedua Task
Force mencatat pula kesediaan Malaysia, Australia dan India untuk menjadi co-chairs kerjasama energi
EAS, masing-masing untuk isu efisiensi dan konservasi energi, integrasi pasar energi dan bio-fuels.

Pertemuan Kedua Task Force menyambut niat Jepang untuk memperluas mekanisme risetnya yang
berkaitan dengan pendataan kebutuhan atau konsumsi energi di negara-negara ASEAN+3, agar meliputi
pula negara-negara EAS seperti Australia, India dan New Zealand.

Mengenai isu bio-fuels dan upaya negara-negara EAS untuk menjajagi sumber-sumber energi baru
atau alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, Pertemuan Kedua EAS Energy Cooperation
Task Force mencatat klarifikasi yang diberikan oleh Jepang bahwa alokasi bantuan pembangunan
resminya sebesar US$ 2 milyar, sebagaimana dinyatakan oleh Perdana Menterinya pada KTT Asia Timur
ke-2, merupakan bantuan berbasis bilateral, dan bukan berbasis multilateral.

Peran Indonesia dalam EAS misalnya terlihat pada kerjasama keuangan. Dalam 2nd EAS Summit
para pemimpin EAS sepakat menugaskan para pejabat tingginya mengembangkan usulan Australia guna
memperkuat mekanisme regional bidang keuangan. Dalam hal ini Indonesia c.q. Departemen Keuangan,
Bank Indonesia bersama Australia Treasury telah menyelenggarakan Workshop on East Asian Summit
(EAS) Regional Financial Cooperation and Integration (RFCI) pada tanggal 10 September 2007 di Jakarta.

Jepang secara khusus telah menyatakan komitmennya untuk menyediakan sejumlah US$ 2 milyar
untuk periode 3 (tiga) tahun dalam bentuk bantuan keuangan dan teknis serta pinjaman investasi. Dalam
rangka kerjasama di bidang efisiensi dan konservasi energi, Jepang akan memberikan kepada sekitar
1000 petani dan dari kalangan pemangku kepentingan terkait, serta mengirimkan 500 pakar pertaniannya
ke negara-negara EAS dalam periode 5 (lima) tahun untuk mempromosikan pentingnya efisiensi dan
konservasi energi. Jepang akan memberikan pelatihan bagi 500 petani dan dari kalangan pemangku
kepentingan terkait selama 5 (lima) tahun dari negara-negara EAS khusus mengenai penggunaan energi
biomass.

Pada tanggal 9-10 September 2008, telah diselenggarakan Environtment Ministerial Meeting (EMM)
di Ha Noi, Viet Nam. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk memfokuskan kerjasama di
masa depan pada bidang-bidang climate change, particularly on emissions from agriculture; research on
agriculture, particularly emissions from rice paddy fields, coastal and marine environment, urban
environmental management and education for sustainable development, monitoring network on climate
change, network for early warning system in terms of disaster risk management, waste management,
environmentally sustainable cities.

Sebagai tindak lanjut pada 3rd EAS, para pemimpin telah menyepakati pembentukan ERIA (gagasan
Jepang). Pada 18 September 2008, telah diresmikan ERIA Annex Office dengan proyek awal “Developing
a Roadmap toward East Asian Economic Integration” dan “Energy Security in East Asia”. Pelaksanaan
oleh para ahli ERIA berada di bawah payung kerja sama EAS dan memiliki fokus pada kajian-kajian
strategis guna mendorong integrasi regional dan memperkuat kemitraan di Asia Timur.

Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA) yang digagas oleh Jepang bertujuan
untuk menjajaki kemungkinan kerangka kerja sama bagi integrasi ekonomi di Asia Timur, me-review status
integrasi ekonomi di antara Negara anggota EAS dan melakukan analisa terhadap dampak ekonomi
CEPEA terhadap negara-negara EAS. Kelompok pengkaji telah melaksanakan empat kali pertemuan dan
sedang dalam proses penyelesaian laporan akhir rekomendasinya guna diserahkan melalui para Menteri
Ekonomi pada 4th East Asia Summit tahun 2008.
68
Dalam Ad-hoc Consultation Meeting yang berlangsung di Singapura bulan Mei 2008 delegasi
Indonesia telah mengusulkan kemungkinan perluasan keanggotaan Network of East Asia Think Tanks
(NEAT) yang sebelumnya hanya beranggotakan para think-tanks ASEAN Plus Three untuk meliputi pula
think-tanks dari India, Australia dan New Zealand. Beberapa delegasi menyatakan dukungan terhadap
usulan ini dan pertemuan menyepakati untuk mempertimbangkan lebih lanjut kemungkinan ini.

Peran Indonesia pada EAS antara lain berupaya menjadikan EAS sebagai sarana yang ditujukan
untuk mendukung Komunitas ASEAN 2015 dan berkembang secara evolutif dan saling mendukung dalam
perkembangan arsitektur regional Asia Timur, dengan ASEAN sebagai driving force.

ASEAN – ECO

Economic Cooperation Organization (ECO) didirikan bulan Januari 1985 sebagai pengganti Regional
Cooperation of Development (RCD) yang didirikan tahun 1964 yang pada waktu itu hanya beranggotakan
Iran, Pakistan dan Turki. Pada tahun 1992, anggota ECO diperluas meliputi negara-negara Asia Tengah,
yaitu Azerbaijan, Turkmenistan, Tajikistan, Kazakhstan, Kirghizstan, Uzbekistan, dan Afghanistan. Tujuan
ECO adalah pengembangan kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan; infrastruktur transportasi dan
komunikasi; liberalisasi ekonomi; lingkungan hidup dan memperkuat keterkaitan sejarah dan budaya di
kawasan.
Mekanisme hubungan antara ASEAN dan ECO adalah Pertemuan Tahunan para Menteri Luar
Negeri ASEAN dan ECO pada kesempatan Sidang Majelis Umum PBB di New York yang telah
diselenggarakan sejak tahun 1995. Pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN-ECO telah
diselenggarakan sebanyak 7 (tujuh) kali. Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-ECO ke-7 dilaksanakan pada
tanggal 27 September 2004 di New York.

Pada tahun 2006, ASEAN-ECO telah menandatangani MoU kerjasama di bidang perdagangan dan
investasi, penanggulangan narkotika, pengembangan pengusaha kecil dan menengah (SMEs) serta
pariwisata. MoU tersebut menandai tataran baru dalam sebelas tahun kerjasama kedua organisasi.
Sebagai tindak lanjut, ASEAN-ECO sepakat untuk membentuk Work Plan guna implementasi MoU
tersebut.

ASEAN-SCO

Shanghai Cooperation Organization (SCO) adalah organisasi yang didirikan di Shanghai pada 15
Juni 2001 oleh enam negara yaitu China, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyztan, Tajikistan dan Uzbekistan. SCO
merupakan kelanjutan dari Shanghai Five Mechanism (SCO tanpa Uzbekistan) yang didirikan untuk
memperkuat confidence-building dan disarmament di sepanjang perbatasan negara-negara tersebut.
Dalam perkembangannya, SCO memfokuskan diri untuk penanganan masalah-masalah keamanan seperti
ancaman terorisme, separatisme dan kejahatan lintas batas negara, terutama narkotika.

Sekretariat ASEAN dan Sekretariat SCO telah menandatangani MoU pada tanggal 21 April 2005 di
Jakarta. MoU ini akan melandasi kerjasama kedua belah pihak dalam berbagai bidang, seperti
penanganan kejahatan lintas batas negara yang mencakup kontra-terorisme, pengawasan narkotika dan
obat-obat terlarang, penyelundupan senjata, pencucian uang dan human trafficking. Selain itu, kerjasama
ini mencakup bidang ekonomi dan keuangan, pariwisata, lingkungan hidup, pembangunan sosial,
kerjasama energi khususnya hydroelectric power dan biofuels.

Kedua pihak berusaha untuk mengidentifikasi dan mengelaborasi beberapa bidang kerjasama,
seperti counter terrorism. Hal tersebut dikemukakan dalam pertemuan the 4th ASEAN-Russia Joint
Planning and Management (JPMC,) Moscow 21-22 Juni 2006, dan ditegaskan dalam AMM/PMC ke-39.
Dalam ASEAN SOM 6 November 2006, dikemukakan adanya kemungkinan untuk menciptakan hubungan
antara SCO’s Regional Anti Terrorist Structure (RATS) di Tashkent dengan counter terrorism centre di
negara-negara ASEAN. Selain itu dapat dielaborasi kerjasama di bidang pariwisata dan energi. ASEC
menekankan pula perlunya dana, karena ketiadaan dana merupakan hambatan dalam implementasi
kerjasama Sekretariat ASEAN-SCO.

ASEAN-GCC

Dewan Kerjasama Teluk (The Gulf Cooperation Council/GCC) merupakan suatu organisasi regional
di kawasan Arab yang beranggotakan Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman, Persatuan Emirat Arab, dan
Qatar yang dibentuk pada tahun 1981. Tujuannya adalah mengembangkan kerjasama ekonomi, sosial,
dan budaya. Dalam perkembangannya kemudian GCC juga memasukkan unsur kerjasama keamanan
dalam kegiatan organisasinya.

69
Hubungan formal ASEAN-GCC dilakukan pada tahun 1990 yang dilontarkan pertama kali oleh
Menteri Luar Negeri Oman yang pada waktu itu sebagai Ketua Dewan Menteri GCC, untuk menjalin
hubungan dan kerjasama dengan ASEAN. Pada tahun 2000, ASEAN mendirikan ASEAN Riyadh
Committee (ARC) untuk membantu meningkatkan hubungan ASEAN-GCC. Hubungan kerjasama ASEAN-
GCC dikembangkan melalui kerangka kerjasama antar Sekretariat.

Pada tahun 2006, ASEAN-GCC telah menyelenggarakan pertemuan di sela-sela Sidang ke-61
Majelis Umum PBB di New York. Dalam pertemuan tersebut, kedua organisasi sepakat untuk
mengembangkan potensi kerjasama di berbagai bidang, terutama di bidang investasi dan perdagangan
serta energi.

Sekretaris Jenderal ASEAN telah mengadakan kunjungan resmi ke Sekretariat GCC pada tanggal 15
April 2007. Sekretaris Jenderal GCC juga berencana untuk berkunjung ke Sekretariat ASEAN di Jakarta,
namun beberapa kali rencana itu batal dilaksanakan.

ASEAN-SAARC

Kerjasama Regional negara-negara Asia Selatan (South Asian Association for Regional
Cooperation/SAARC) dibentuk pada tanggal 8 Desember 1985 dalam suatu Konferensi Tingkat Tinggi
Negara-negara Asia Selatan di Dhaka.

Keinginan SAARC untuk menjalin kerjasama dengan ASEAN pertama kali dibahas pada pertemuan
ASEAN Standing Committee ASEAN 5/24, 7-9 Mei 1991 di Kuala Lumpur dan pertemuan menyepakati
bahwa kerjasama di antara kedua organisasi hanya pada tingkat antar Sekretariat. Pertemuan pertama
tingkat menteri antara ASEAN dengan SAARC berlangsung pada tanggal 25 September 1998 di New
York.

Dari ASEAN, SAARC menginginkan kerjasama dalam bidang ekonomi dan perdagangan, khususnya
skema pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Sebagai hasil pembahasan dalam pertemuan
tingkat Menteri ASEAN-SAARC yang diselenggarakan sejak tahun 2002, dalam kesimpulan akhir
workshop yang diadakan di Sekretariat ASEAN, tanggal 19-21 Januari 2004, Sekretariat ASEAN-SAARC
telah menyetujui Partnership Work Plan (2004-2005) dan Guidelines for ASEAN-SAARC Secretariat’s
Partnership. Sejumlah kegiatan telah dilaksanakan oleh kedua pihak dibawah Work Plan tersebut, antara
lain wakil Sekretariat ASEAN menghadiri pertemuan the SAAR Committee of Experts Meeting on South
Asia Free Trade Area (SAFTA), 5-7 Mei 2004, di Islamabad, Pakistan; Sekretariat ASEAN memberikan
informasi tentang ASEAN Cooperation on Investment dan ASEAN Industrial Cooperation (AICO) Scheme
kepada pertemuan the SAARC Inter-Governmental Expert Group (IGEG) on Investment, Arbitration and
Avoidance of Double Taxation, 26-28 Mei 2008.

ASEAN SOUTHERN AFRICAN DEVELOPMENT COMMUNITY (SADC)

Hubungan ASEAN-SADC dimulai pada tahun 1995 pada tingkat antar Sekretariat. Pertemuan
informal ASEAN-SADC dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 1996 di Singapura pada kesempatan
Konferensi Tingkat Menteri WTO. Pertemuan dihadiri oleh para Menteri Ekonomi ASEAN, para Menteri
Ekonomi SADC, Sekjen ASEAN dan Sekjen SADC. Dalam kesempatan tersebut, kedua pihak saling
bertukar informasi mengenai perkembangan organisasi masing-masing dan berbagai kerjasama regional di
bidang politik, ekonomi, serta kerjasama eksternal.

Pada bulan Juli 2004, Indonesia mengadakan pertemuan dengan SADC di Sekretariat SADC,
Bostwana, sebagai awal menuju Pertemuan ASEAN-SADC. Pertemuan membahas mengenai
kemungkinan diadakannya suatu konferensi yang dikoordinasi bersama oleh Sekretariat SADC dan
Sekretariat ASEAN.

ASEAN-AASROC

Asian-African Sub-Regional Organisations Conference (AASROC) merupakan suatu forum untuk


memfasilitasi kerjasama antara Asia dan Afrika. Pertemuan AASROC I di Bandung bulan Juli 2003 dan
Pertemuan Kelompok Kerja AASROC di Durban bulan Maret 2004 menyepakati Sekretariat SADC dan
Sekretariat ASEAN akan bekerjasama untuk menyelenggarakan Konferensi Pertama AASROC.

Sekretariat ASEAN telah menyumbangkan dua studi mengenai proses AASROC yaitu: (i)
pengalaman pertumbuhan ekonomi East Asia; dan (ii) langkah-langkah meningkatkan perdagangan dan
investasi.

70
ASEAN-RIO GROUP

Rio-Group mempunyai 12 negara anggota yaitu: Argentina, Bolivia, Brazil, Chile, Columbia, Ecuador,
Mexico, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay dan Venezuela, serta dua perwakilan masing-masing dari
negara-negara Amerika Tengah dan negara-negara Karibia. Hubungan antara ASEAN-Rio Group yang
terjalin selama ini adalah hubungan informal setingkat Menteri yang diawali oleh Pertemuan Tingkat
Menteri yang pertama pada tanggal 1 Oktober 1990 di New York.

Pada tahun 1999, Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN dan Rio Group diselenggarakan di
New York pada kesempatan Sidang Majelis Umum PBB. Pertemuan dipimpin bersama oleh Menteri Luar
Negeri RI, Ali Alatas dan Menteri Luar Negeri Meksiko, Mrs. Maria del Rosario Green Macias. Topik utama
pertemuan tersebut adalah exchange of views mengenai Developments in the International Financial
Situation dan East Asia-Latin America Forum (EALAF). Sampai saat ini, belum ada perkembangan yang
berarti dalam hubungan kerjasama antara ASEAN dengan Rio Group.

ASEAN – PBB

Keterlibatan ASEAN di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan semakin mendalam dengan


diberikannya status peninjau kepada ASEAN oleh PBB pada sesi Sidang Umum organisasi dunia terbesar
tersebut tanggal 4 Desember 2006.

Sebelumnya pada tanggal 22 September 2006, para Menlu ASEAN telah bertemu dengan Sekjen
PBB, Kofi Annan, dan Presiden Sidang Majelis Umum PBB ke-61, H.E. Sheikha Haya Rashed Al Khalifa,
di sela-sela Sidang. Pada pertemuan tersebut, ASEAN dan PBB sepakat untuk menjalin kerjasama yang
baik untuk menangani berbagai masalah crucial seperti avian flu, pembangunan tsunami early warning
system, pengentasan kemiskinan dan pemberantasan terorisme. Khusus mengenai pengentasan
kemiskinan dan kerjasama pembangunan merupakan 2 (dua) sasaran yang ingin dicapai dunia
internasional sebagaimana termuat dalam Millennium Development Goals (MDGs).

Setelah ASEAN diberikan status Observer pada Desember 2006 yang dinilai sebagai salah satu
bentuk pengakuan PBB terhadap eksistensi ASEAN sebagai salah satu organisasi regional, pada tahun
2007 kerjasama ASEAN-PBB ditingkatkan melalui penandatanganan MoU on ASEAN-UN Cooperation.
MoU tersebut merupakan perangkat kerjasama untuk membentuk kemitraan ASEAN-UN yang meliputi
kerjasama di bidang politik, ekonomi dan sosial-budaya, seperti pertukaran informasi dan pengalaman,
kerjasama dalam mengimplementasikan program-program dalam upaya memelihara perdamaian dan
keamanan regional dan internasional serta mempercepat pencapaian MDGs.

Hubungan ASEAN dan PBB semakin kuat paska terjadinya bencana Cyclon Nargis di Myamar. Pada
tanggal 25 Mei 2008, ASEAN dan PBB mengadakan the ASEAN and UN Chairmen of the Myanmar
Cyclon Nargis Pledging Conference yang dihadiri 51 negara, di Yangoon, Myanmar. Pelaksanaan dan
pengawasan bantuan kemanusiaan internasional bagi para korban bencana di Myanmar, dilakukan oleh
ASEAN-UN-Myanmar Tripartite Core Group yang dibentuk untuk segera melaksanakan tugas-tugasnya.

ASEAN-MERCOSUR

Mercado Commun Del Sur/The South Common Market (MERCOSUR) dibentuk pada tanggal 26
Maret 1991 oleh 4 negara Amerika Latin yaitu Argentina, Brazil, Paraguay, Uruguay dan Venezuela.
Negara-negara pendiri MERCOSUR menetapkan tanggal 1 Januari 1995 untuk berlakunya common
market dan common tariff.

Kontak awal antara ASEAN dan MERCOSUR dimulai ketika para Menlu ASEAN dan MERCOSUR
mengadakan Informal Breakfast Meeting di sela-sela the 3rd Foreign Ministers’ Meeting of the Forum for
East Asia-Latin America Cooperation (FEALAC) pada tanggal 22 Agustus 2007 di Brasilia, Brazil. Dalam
pertemuan tersebut, ASEAN-MERCOSUR sepakat untuk mencari cara-cara memperkuat ikatan kerjasama
kedua pihak.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Sekjen MERCOSUR menyampaikan undangan kepada Sekjen


ASEAN untuk menghadiri Presidential Summit of MERCOSUR pada tanggal 17-18 Desember 2007 di
Montevideo, Uruguay. Sekretaris Jenderal ASEAN hadir selaku pengamat.

Diantara hasil pengamatan Sekjen ASEAN adalah:

1. MERCOSUR ingin mendalami modalitas pengelolaan proses integrasi ekonomi ASEAN dan
kebijakannya yang eksklusif.
2. Proses integrasi ekonomi MERCOSUR berjalan sangat lambat karena terkait dengan permasalahan-
71
permasalahan politik internal yang ada, namun elemen-elemen sosial-ekonomi MERCOSUR cukup
terharmonisasi.
3. MERCOSUR adalah organisasi regional di bidang perdagangan yang paling maju di Amerika Selatan.
ASEAN dapat memperoleh manfaat dengan melakukan pertukaran informasi dan pengalaman dengan
MERCOSUR di bidang-bidang yang menjadi kepentingan bersama.

Pertemuan tingkat Menteri ASEAN-MERCOSUR pertama telah berlangsung pada tanggal 24


November 2008 di Brazil.

72
BAB IV
PROFIL ASEAN DAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN

A. Profil ASEAN

1. Bahasa ASEAN adalah Bahasa Inggris

2. Motto ASEAN: “One Vision, One Identity, One Community”

3. Bendera dan Lambang ASEAN:

Bendera dan lambang ASEAN menggambarkan ASEAN yang stabil, damai, bersatu, dan dinamis.
Warna-warna yang tertuang dalam lambing –biru, merah, putih dan kuning- melambangkan warna-
warna utama lambing-lambang Negara-negara Anggota ASEAN.Biru melambangkan perdamaian dan
stabilitas. Merah menggambarkan keberanian dan dinamisme. Putih menunjukkan kesucian,
sedangkan kuning melambangkan kemakmuran.
Ikatan rumpun padi melambangkan harapan para tokoh-tokoh pendiri ASEAN agar ASEAN yang
beranggotakan seluruh negara yang berada di Asia Tenggara bersama-sama terikat dalam
persahabatan dan solidaritas. Lingkaran melambangkan kesatuan ASEAN.

4. Lagu ASEAN (ASEAN Anthem)

Lagu ASEAN dipilih melalui sebuah kompetisi terbuka (Kompetisi ASEAN Anthem) yang dilaksanakan
mulai bulan Juni sampai dengan November 2008. Pada putaran final penjurian Kompetisi ASEAN
Anthem tingkat ASEAN di Bangkok, Thailand, 20 November 2008, lagu berjudul “The ASEAN Way”
karya Kittikhun Sodprasert, Sampao Triudom dan Payom Valaiphatchra dari Thailand ditetapkan
sebagai Lagu resmi ASEAN.

5. Hari ASEAN diperingati pada tanggal 8 Agustus setiap tahunnya.

B. Profil Negara-negara ASEAN

I. BRUNEI DARUSSALAM

Nama Resmi Negara : Brunei Darussalam


Tanggal Kemerdekaan : 1 Januari 1984
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFI
Ibu Kota : Bandar Seri Begawan
Luas Wilayah : 5.765 KM2
Perbatasan : Laut China Selatan dan Malaysia

73
DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 396.000 (November 2007 est.)
Pertumbuhan Penduduk : 3,5 % (November 2007 est.)
Kelompok Etnis : Melayu 67 %, China 15 %, lain-lain 18 %
Agama : Islam (agama resmi) 67 %, Budha 13 %,
Kristen 10 %, lain-lain 10 %
Bahasa : Melayu (bahasa resmi), Inggris, China

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 12.317 juta (Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : 0,6 % (Oktober 2007)
GDP Perkapita : USD $ 31.076 (Oktober 2007)

II. KAMBOJA

Nama Resmi Negara : Kingdom of Cambodia


Tanggal Kemerdekaan : 9 November 1953
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFI
Ibu Kota : Phnom Penh
Luas Wilayah : 181.035 KM2
Perbatasan : Teluk Thailand, Thailand, Laos, dan Viet Nam

DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 14.475.000 (November 2007 est.)
Pertumbuhan Penduduk : 2,2 % (November 2007 est.)
Kelompok Etnis : Khmer 90 %, Viet Nam 5 %, China 1 %, lain 4 %
Agama : Budha Theravada 95 %, lain-lain 5 %
Bahasa : Khmer (bahasa resmi) 95 %, Prancis, Inggris

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 8.662 juta ( Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : 10,1 % (Oktober 2007)
GDP Perkapita : USD $ 598,4 (Oktober 2007)

III. INDONESIA

Nama Resmi Negara : Republic of Indonesia


Tanggal Kemerdekaan : 17 Agustus 1945
Bentuk Pemerintahan : Republik

GEOGRAFI
Ibu Kota : Jakarta
Luas Wilayah : 1.890.754 KM2
Perbatasan : Samudera India, Timor Leste, Australia, Papua New
Guinea, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan
Singapura
74
DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 224.905.000 (November 2007 est.)
Pertumbuhan Penduduk : 1,2 % (November 2007 est.)
Kelompok Etnis : Jawa 40,6 %, Sunda 15 %, Madura 3,3 %, Minangkabau 2,7 %, Betawi 2,4
%, Bugis 2,4 %, Banten 2 %, Banjar 1,7 %, lain-lain 29,9 %
Agama : Islam 88 %, Kristen Protestant 5 %, Katholik 3 %,
Hindu 2 %, Budha dan lainnya 1 %
Bahasa : Bahasa Indonesia (bahasa resmi), Inggris, berbagai
bahasa daerah

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 431.717 juta (Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : 6,3 % (Oktober 2007)
GDP Perkapita : USD $ 1.919(Oktober 2007)

IV. LAO PDR

Nama Resmi Negara : Lao People’s Democratic Republic


Tanggal Kemerdekaan : 19 Juli 1949
Bentuk Pemerintahan : Republik Sosialis

GEOGRAFI
Ibu Kota : Vientiane
Luas Wilayah : 236.800 KM2
Perbatasan : Myanmar, Kamboja, China, Thailand, dan Viet Nam

DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 5.608.000 (November 2007 est.)
Pertumbuhan Penduduk : 2,8 %(November 2007 est.)
Kelompok Etnis : Lao Loum 68 %, Lao Theung 22 %, Lao Soung
(Hmong danYao) 9 %, Viet Nam dan China 1 %
Agama : Budha 65 %, animisme 32,9 %, Kristen 1,3%, lain-lain 0,8 %
Bahasa : Lao (bahasa resmi), Prancis, Inggris

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 4.128,1 juta (Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : 6,0 % (Oktober 2007)
GDP Perkapita : USD $ 736,1 (Oktober 2007)

V. MALAYSIA

Nama Resmi Negara : Malaysia


Tanggal Kemerdekaan : 31 Agustus 1957
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFI
Ibu Kota : Kuala Lumpur
75
Luas Wilayah : 330.252 KM2
Perbatasan : Brunei Darussalam, Indonesia, Thailand, Singapura, dan Filipina

DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 27.174.000 (Februari 2008 est.)
Pertumbuhan Penduduk : 2,0 % (November 2007 est.)
Kelompok Etnis : Melayu 62%, China 24%, India 8 %, lain-lain 6 %
Agama : Islam (60,4 %), Budha (19,2 %), Kristen (9,1 %), Hindu (6,3%),
Konfusianisme (2,6%), lainnya 2,4 %
Bahasa : Bahasa Melayu (bahasa resmi), China, Inggris, Tamil

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 186.960,7 juta (Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : 6,3 % (Oktober 2007)
GDP Perkapita : USD $ 6.880,2 (Oktober 2007)

VI. MYANMAR

Nama Resmi Negara : Union of Myanmar


Tanggal Kemerdekaan : 4 Januari 1948
Bentuk Pemerintahan : Junta Militer

GEOGRAFI
Ibu Kota : Naypyidaw
Luas Wilayah : 676.577 KM2
Perbatasan : Bangladesh, China, India, Laos, Thailand, Laut Andaman, dan Teluk
Bengala

DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 58.605.000 (November 2007 est.)
Pertumbuhan Penduduk : 2,3 % (November 2007 est.)
Kelompok Etnis : Burma 68 %, Shan 9 %, Karen 7 %, Rakhine 4 %, China 3 %, India 2 %,
lain-lain 7 %
Agama : Budha 89 %, Kristen 4 %, Islam 4 %, lainnya 3 %
Bahasa : Burma (bahasa resmi), beberapa bahasa etnis minoritas

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 12.632,7 juta (Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : 5,6 % (Oktober 2007)
GDP Perkapita : USD $ 215,6 (Oktober 2007)

VII. FILIPINA

Nama Resmi Negara : Republic of the Philippines


Tanggal Kemerdekaan : 4 Juli 1946
Bentuk Pemerintahan : Republik

76
GEOGRAFI
Ibu Kota : Manila
Luas Wilayah : 300.000 KM2
Perbatasan : Laut China Selatan, Laut Sulawesi, Laut Filipina, dan
Laut Sulu

DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 88.875.000 (November 2007 est.)
Pertumbuhan Penduduk : 2,0 % (November 2007 est.)
Kelompok Etnis : Tagalog 28,1 %, Cebuano 13,1 %, Ilocano 9 %, Bisaya/ Binisaya 7,6 %,
Hiligaynon Ilonggo 7,5 %, Bikol 6%, Waray 3,4 %, lain-lain 25,3 %
Agama : Katholik 81 %, Kristen 9 %, Muslim 5 %, lain-lain 5 %
Bahasa : Filipino/Tagalog (bahasa resmi) dan Inggris

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 146.894 juta (Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : 7,4 % (Oktober 2007)
GDP Perkapita : USD $ 1.652 (Oktober 2007)

VIII. SINGAPURA

Nama Resmi Negara : Republic of Singapore


Tanggal Kemerdekaan : 9 Agustus 1965
Bentuk Pemerintahan : Republik

GEOGRAFI
Ibu Kota : Singapore
Luas Wilayah : 704 KM2
Perbatasan : Malaysia dan Indonesia

DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 4.589.000 (November 2007 est.)
Pertumbuhan Penduduk : 2,3 % (November 2007 est.)
Kelompok Etnis : China 76,8 %, Melayu 13,9 %, India 7,9 %, lain-lain 1,4 %
Agama : Budha 42,5 %, Islam 14,9 %, Taoist 8,5 %, Hindu 4 %, Katholik 4,8 %,
Kristen 9,8 %, lain-lain 0,7%, tidak beragama 14,8 %
Bahasa : Mandarin (bahasa resmi), Inggris, Melayu, Tamil

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 161.546,6 juta (Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : 9,3 % (Oktober 2007)
GDP Perkapita : USD $ 35.206,1 (Oktober 2007)

IX. THAILAND

Nama Resmi Negara : The Kingdom of Thailand


77
Tanggal Kemerdekaan : Tidak pernah dijajah
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFI
Ibu Kota : Bangkok
Luas Wilayah : 513.120 KM2
Perbatasan : Laut Andaman, Teluk Thailand, Myanmar,
Kamboja, Laos, dan Malaysia

DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 65.694.000 (November 2007 est.)
Pertumbuhan Penduduk : 4,6 % (November 2007 est.)
Kelompok Etnis : Thai 75 %, China 14 %, lain-lain 11 %
Agama : Budha 94,6 %, Islam 4,6 %, Kristen 0,7 %, lain-
lain 0,1 %
Bahasa : Thai (bahasa resmi), Inggris

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 245.701,9 juta (Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : 4,8 % (Oktober 2007)
GDP Perkapita : USD $ 3.740 (Oktober 2007)

X. VIETNAM

Nama Resmi Negara : Socialist Republic of Viet Nam


Tanggal Kemerdekaan : 2 September 1945
Bentuk Pemerintahan : Republik Sosialis

GEOGRAFI
Ibu Kota : Ha Noi
Luas Wilayah : 329.315 KM2
Perbatasan : Teluk Thailand, Teluk Tonkin, Laut China
Selatan, China, Laos, dan Kamboja

DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 85.205.000 (November 2007 est.)
Pertumbuhan Penduduk : 1,2 % (November 2007 est.)
Kelompok Etnis : Kinh (Viet) 86,2 %, Tay 1,9 %, Thai 1,7 %, Muong 1,5%, Khome 1,4 %,
Hoa 1,1 %, Nun 1,1 %, Hmong 1 %, lain-lain 4,1 %
Agama : Budha 9,3 %, Katholik 6,7 %, Hoa Hao 1,5 %, Cao Dai 1,1 %, Protestant
0,5%, Islam 0,1 %, tidak beragama 80,8 %
Bahasa : Viet Nam (bahasa resmi), Inggris, Perancis, China, Khmer

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 71.292 juta (Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : 8,5 % (Oktober 2007)
GDP Perkapita : USD $ 836,7 (Oktober 2007)

78
BAB V
PENUTUP

Politik luar negeri Indonesia menerapkan pendekatan strategis lingkaran-lingkaran konsentrik yang
menegaskan kedekatan geografis dan lingkup pengaruh lingkungan eksternal dapat memberikan dampak
terhadap Indonesia. Pendekatan strategis lingkaran-lingkaran konsentris tersebut menentukan perumusan
kebijakan dalam pelaksanaan polugri terutama jika dikaitkan dengan isu-isu utama global.

Dalam kaitan ini, Asia Tenggara merupakan lingkaran konsentris pertama kawasan terdekat Indonesia.
Oleh karena itu Indonesia telah menetapkan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) sebagai soko
guru atau salah satu pilar utama dalam pelaksanaan politik luar negerinya. Kawasan Asia Tenggara yang
stabil, aman, damai dan kondusif merupakan modal dasar yang penting untuk pembangunan nasional
Indonesia.

ASEAN telah mengalami perkembangan pesat dan saat ini tengah bertransformasi menjadi suatu
organisasi yang lebih terstruktur, terintegrasi menuju perwujudan komunitas tunggal. Perkembangan ini telah
menandai makin solidnya jalinan kerjasama antar anggota untuk menciptakan cara pandang dan visi yang
sama.

Selanjutnya, upaya pembentukan Komunitas ASEAN merupakan upaya ASEAN untuk lebih
mempererat integrasinya dalam menghadapi perkembangan konstelasi politik internasional. Selain itu, juga
merupakan upaya ASEAN untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam membahas
permasalahan domestik yang berdampak kepada kawasan.

Pencapaian Komunitas ASEAN terus ditingkatkan dan diperkuat. Proses pembentukan komunitas yang
dipererat menjadi tahun 2015 memerlukan suatu landasan hukum dan arahan kegiatan yang jelas.
Memperhatikan kebutuhan tersebut, Piagam ASEAN telah disusun dan diratifikasi oleh negara-negara
anggota. Selanjutnya, guna melengkapi arahan menuju suatu komunitas, ASEAN telah menyusun dan
menyepakati blueprint yaitu APSC, AEC, dan ASCC.

Perwujudan Komunitas Keamanan ASEAN didasarkan pada prinsip non-intervention, konsensus,


national and regional resilience, kedaulatan, pencegahan penggunaan senjata dalam situasi konflik dan
peaceful settlement of disputes. Prinsip-prinsip ini juga dianut dalam Treaty of Amity and Cooperation (TAC)
dan penyelesaian konflik yang akan mempengaruhi perdamaian dan stabilitas kawasan diarahkan pada
penyelesaian secara politis. TAC merupakan kunci code of conduct hubungan antar negara dan berfungsi
sebagai instrumen diplomatik dalam mempertahankan perdamaian dan stabilitas kawasan. Aksesi negara-
negara diluar ASEAN khususnya negara-negara besar di kawasan Asia telah membuktikan penghargaan atas
meningkatnya peran ASEAN di kawasan.

Sebagai negara pemrakarsa Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN, Indonesia memberi
perhatian besar pada implementasi butir-butir yang dimuat dalam Rencana Aksi Komunitas Keamanan
ASEAN. Selanjutnya, Indonesia juga memberikan kontribusi yang signifikan dalam penyusunan APSC
blueprint yang memuat berbagai kepentingan Indonesia.

Menyangkut perkembangan Komunitas Ekonomi ASEAN, telah disusun ”Cetak Biru ASEAN Economic
Community (AEC)” yang berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah dan panjang hingga
tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN.

Tujuan AEC seperti yang digariskan dalam Visi ASEAN 2020, yaitu menciptakan sebuah kawasan
ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan kompetitif, yang dibarengi dengan terdapatnya kebebasan arus
barang, jasa, investasi dan pekerja terampil serta arus modal yang lebih bebas, pembangunan ekonomi yang
sederajat dan pengurangan tingkat kemiskinan serta perbedaan tingkat sosial ekonomi. Pembentukan AEC
akan menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang mempunyai daya saing tinggi dan tingkat pembangunan
ekonomi yang merata serta terintegrasi dalam ekonomi global. Selain itu, pembentukan AEC juga disepakati
atas dasar kesamaan kepentingan untuk memperdalam dan memperluas upaya-upaya ekonomi melalui
inisiatif-inisiatif yang ada maupun inisiatif-inisiatif baru dengan tenggat waktu yang jelas.

Dalam menghadapi hal tersebut, Indonesia perlu bekerja secara sinergi dengan seluruh pemangku
kepentingan di tanah air agar mewakili suatu kesamaan pandangan dan langkah.

Dengan demikian, diharapkan Indonesia akan dapat menarik manfaat dari integrasi ekonomi kawasan
yang berdaya saing tinggi dan terintegrasi dalam ekonomi global, sehingga pada gilirannya akan memberikan
manfaat ekonomi secara luas bagi seluruh rakyat Indonesia.

79
Adapun mengenai Komunitas Sosial Budaya, para Pemimpin ASEAN telah memberikan penekanan
penting pada pilar Sosial Budaya terutama dalam menumbuhkan “Caring and Sharing Community”.
Perwujudan Caring and Sharing Community dilakukan dengan membangun identitas regional yang lebih kuat;
pelaksanaan ASEAN Strategic Framework for Social, Welfare and Family (2007-2010); pembuatan instrumen
guna melindungi hak-hak pekerja migran; percepatan implementasi ASEAN Framework on Rural Development
and Poverty Eradication (2006-2010); perhatian terhadap penanganan masalah lingkungan; penanggulangan
bahaya penyakit menular.

Perkembangan kerjasama ASEAN juga semakin meningkat dalam kaitannya dengan negara maupun
organisasi internasional yang menjadi mitra wicara ASEAN. Kegiatan puncak yang dilaksanakan dengan mitra
wicara adalah ASEAN-China Commemorative Summit di Nanning, China, pada tanggal 30-31 Oktober 2006
yang menghasilkan Joint Statement of ASEAN-China Commemorative Summit: Towards an Enhanced
ASEAN-China Cooperation. Deklarasi ini telah memuat arah bagi perkembangan kerjasama ASEAN-China di
bidang politik-keamanan, ekonomi, dan social-budaya untuk 15 tahun ke depan.

Sebagai langkah tindak lanjut dari pertemuan East Asia Summit, telah ditetapkan 5 sektor prioritas
yaitu energi, keuangan, pendidikan, avian flu, dan disaster management. Namun demikian EAS tetap
merupakan Leaders Lead Forum yang membahas isu-isu strategik dan kawasan. Selama itu, ASEAN akan
tetap memainkan peran sentral dalam pembentukan arsitektur kawasan.

Kerjasama ASEAN dengan negara mitra wicara melalui format ASEAN+1 dan ASEAN+3 diarahkan
untuk memberikan dukungan dan bantuan terhadap upaya ASEAN mewujudkan Komunitas ASEAN 2015.
Selain itu kerjasama yang dikembangkan juga dimaksudkan untuk memberikan kontribusi bagi pemeliharaan
perdamaian dan mendorong kesejahteraan di kawasan. Berbagai perjanjian dan kesepakatan telah dilakukan
dengan negara-negara mitra wicara, tetapi masih banyak yang belum diimplementasikan secara optimal.

80

You might also like