You are on page 1of 47

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA atau sering disebut BRPN

Sebelum melangkah pada asuhan keperawatan brokopneumonia (BRPN) atau askep


bronkopneumonia,  kita perlu pahami pengertian bronkopneumonia,etiologi
bronkopneumonia,manifestasi klinik bronkopneumonia,patofisiologi bronkopneumonia baru kita
melangkah ke asuhan keperawatan bronkopneumonia

A. Pengertian
Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru ( Betz C, 2002 )
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang terjadi pada anak. (Suriadi
Yuliani, 2001)
Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam- macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (IKA, 2001)
Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru terutama alveoli atau
parenkim yang sering menyerang pada anak – anak

B. Etiologi
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit
yang terjadi karena etiologi di bawah ini
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia sedang
timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat menyebabkan timbulnya

? Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia,
streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis.
? Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan oleh virus
influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus yang merupakan sebagai
penyebab utama pneumonia virus.
? Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara
yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung.
? Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada pasien yang
mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS.
C. Manifestasi klinis
? Pneumonia bakteri
Gejala awal :
- Rinitis ringan
- Anoreksia
- Gelisah
artikel di blog.ilmukeperawatan.com
Berlanjut sampai :
- Demam
- Malaise
- Nafas cepat dan dangkal ( 50 – 80 )
- Ekspirasi bebunyi
- Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
- Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
- Leukositosis
- Foto thorak pneumonia lobar
? Pneumonia virus
Gejala awal :
- Batuk
- Rinitis
Berkembang sampai
- Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat dan lesu
- Emfisema obstruktif
- Ronkhi basah
- Penurunan leukosit
? Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
- Demam
- Mengigil
- Sakit kepala
- Anoreksia
- Mialgia
Berkembang menjadi :
- Rinitis
- Sakit tenggorokan
- Batuk kering berdarah
- Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak
D. Patofisiologi
Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen yaitu virus
dan stapilococcus aurens, H. Influenza dan streptococcus pneumoniae bakteri.
Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multipel lobus. Terjadinya destruksi sel dengan
menanggalkan debris celluler ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar
dan jalan nafas.
Pada anak kondisi ini dapat akut maupun kronik misal pad AIDS, Cystic Fibrosis, aspirasi benda
asing dan congenital yang dapat meningkatkan risiko pneumonia.
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status pulmoner
2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan
oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan adanya anemia, infeksi
dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi tuberkulosis jika
anak tidak berespon terhadap pengobatan
6. jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya
penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus

Pathway

F. Penatalaksanaan medis
? Pengobatan supportive bila virus pneumonia
? Bila kondisi berat harus dirawat
? Berikan oksigen, fisiotherapi dada dan cairan intravena
? Antibiotik sesuai dengan program
? Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik

G. Penatalaksanaan perawatan
1. Pengkajian
- Kaji status pernafasan
- Kaji tanda- tanda distress pernafasan
- Kaji adanya demam, tachicardia, malaise, anoreksia, kegeisahan
2. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
2. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi exudat
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea
4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan infus
5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit berhubungan dengan bed rest total
6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan kejang
3. Perencanaan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam jalan nafas menjadi bersih
Kriteria:
- Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau rales, wheezing
- Sekret di jalan nafas bersih
- Cuping hidung tidak ada
- Tidak ada sianosis
Intervensi:
- Kaji status pernafasan tiap 2 jam meliputi respiratory rate, penggunaan otot bantu nafas, warna
kulit
- Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas
- Posisikan kepala lebih tinggi
- Lakukan postural drainage
- Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melaakukan fisiotherapi dada
- Jaga humidifasi oksigen yang masuk
- Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan lendir
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya penumpukan cairan di alveoli paru
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pertukaran gas dalam alveoli
adekuat.
Kriteria:
- Akral hangat
- Tidak ada tanda sianosis
- Tidak ada hipoksia jaringan
- Saturasi oksigen perifer 90%
Intervensi:
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Keluarkan lendir jika ada dalam jalan nafas
- Periksa kelancaran aliran oksigen 5-6 liter per menit
- Konsul dokter jaga jika ada tanda hipoksia/ sianosis
- Awasi tingkat kesadaran klien
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi kekurangan
volume cairan.
Kriteria hasil:
- Tidak ada tanda dehidrasi
- Suhu tubuh normal 36,5-37 0C
- Kelopak mata tidak cekung
- Turgor kulit baik
- Akral hangat
Intervensi:
- Kaji adanya tanda dehidrasi
- Jaga kelancaran aliran infus
- Periksa adanya tromboplebitis
- Pantau tanda vital tiap 6 jam
- Lakukan kompres dingin jika terdapat hipertermia suhu diatas 38 C
- Pantau balance cairan
- Berikan nutrisi sesuai diit
- Awasi turgor kulit
4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan infus
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi infeksi akibat
pemasangan infus.
Kriteria hasil:
- Aliran infus lancar
- Tidak ada tanda infeksi pada tempat pemasangan infus
- Suhu tubuh dalam batas normal
- Tidak ada tromboplebitis
Intervensi:
- Awasi adanya tanda- tanda infeksi pada tempat pemasangan infus
- Jaga kelancaran aliran infus
- Jaga kenbersihan tempat pemasangan infus
- Jaga tempat pemasangan infus tetap kering
- Tutup tempat pemasangan infus dengankasa betadin
- Ganti lokasi pemasangan infus tiap 3 x 24 jam
5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit berhubungan dengan bed rest total
Tujuan: seletah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi kerusakan
integritas kulit
Kriteria hasil:
- Tidak terdapat luka dekubitus pda lokasi yang tertekan
- Warna kulit daerah tertekan tidak hipoksia, kemerahan
Intervensi:
- Lakukan massage pada kulit tertekan
- Monitor adanya luka dekubitus
- Jaga kulit tetap kering
- Berikan kamfer spiritus pada punggung dan daerah tertekan
- Jaga kebersihan dan kekencangan linen
6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan kejang
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi injuri akibat
kejang
Kriteria hasil:
- Tidak ada injuri pada bagian tubuh jika terjadi kejang
- Orang tua selalu mengawasi disamping anaknya
- Orang tua melapor jika terjadi kejang
- Tempat tidur terpasang pengaman
Intervensi:
- Pasang pengaman di sisi tempat tidur
- Anjurkan orang tua untuk melapor jika terjadi kejang
- Siapkan sudip lidah/ pasang pada mulut pasien
- Kolaborasi berikan anti kejang luminal dan diazepam
- Berikan obat sesuai program
- Awasi adanya kejang tiap 15 menit sekali

Daftar pustaka

1. Suriadi, Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto;2001


2. Staf Pengajar FKUI. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3. Jakarta:
3. Infomedika;2000
4. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC; 1997
5. Betz & Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC;2002
6. Wong and Whaley. ( 1995 ). Clinical Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia:

http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan-bronkopneumonia.html

ASUHAN KEPERAWATAN Bronkopneumonia

22 Des

1.      Definisi

Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. (Price, 1995)

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)

Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola


penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas
ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area
berbercak. (Smeltzer,2001).

2.      Klasifikasi Pneumonia

Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :

a.       Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :

Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau
lobularis.

Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan gambaran
infiltrat paru bilateral yang difus.

b.      Berdasarkan faktor lingkungan


Pneumonia komunitas

Pneumonia nosokomial

Pneumonia rekurens

Pneumonia aspirasi

Pneumonia pada gangguan imun

Pneumonia hipostatik

c.       Berdasarkan sindrom klinis

Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai
parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia
bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai
konsolidasi paru.

Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma,


Chlamydia pneumoniae atau Legionella.

Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :

a.       Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa
berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab
umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.

b.       Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini 
aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum
penyebab hospital acquired pneumonia.

c.       Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini
pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.

d.       Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur
sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.
 

3.      Etiologi

a.       Bakteri

Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti :
Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan  streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti
Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.

b.      Virus

Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus
dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.

c.       Jamur

Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang
mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.

d.      Protozoa

Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien


yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

4.      Pathways BrPn

5.      Manifestasi Klinis

a.       Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan

Nyeri pleuritik

Nafas dangkal dan mendengkur

Takipnea
b.      Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi

Mengecil, kemudian menjadi hilang

Krekels, ronki, egofoni

c.       Gerakan dada tidak simetris

d.      Menggigil dan demam 38,8  C sampai 41,1C, delirium

e.       Diafoesis

f.        Anoreksia

g.       Malaise

h.       Batuk kental, produktif

Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat

i.         Gelisah

j.        Sianosis

Area sirkumoral

Dasar kuku kebiruan

k.      Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

6.      Pemeriksaan Penunjang

a.       Sinar x  : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat,
empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran
/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.

b.      GDA    : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru
yang ada.
c.       Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah       : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab.

d.      JDL      : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi
tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.

e.       Pemeriksaan serologi    : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.

f.        LED     : meningkat

g.       Pemeriksaan fungsi paru            : volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.

h.       Elektrolit           : natrium dan klorida mungkin rendah

i.         Bilirubin            : mungkin meningkat

j.        Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka   :menyatakan intranuklear tipikal dan
keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)

7.      Penatalaksanaan

a.       Terapi oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang tidak adekuat. Ventilasi mekanik
mungkin diperlukan jika nilai normal GDA tidak dapat dipertahankan

b.      Blok saraf interkostal untuk mengurangi nyeri

c.       Pada pneumonia aspirasi bersihkan jalan nafas yang tersumbat

d.      Perbaiki hipotensi pada pneumonia aspirasi dengan penggantian volume cairan

e.       Terapi antimikrobial berdasarkan kultur dan sensitivitas

f.        Supresan batuk jika batuk bersifat nonproduktif


g.       Analgesik untuk mengurangi nyeri pleuritik

8.      Pengkajian

h.       Aktivitas / istirahat

Gejala  : kelemahan, kelelahan, insomnia

Tanda   : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas

i.         Sirkulasi

Gejala  : riwayat gagal jantung kronis

Tanda   : takikardi, penampilan keperanan atau pucat

j.        Integritas Ego

Gejala  : banyak stressor, masalah finansial

k.      Makanan / Cairan

Gejala  : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM

Tanda    : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor

buruk, penampilan malnutrusi

l.         Neurosensori

Gejala  : sakit kepala dengan frontal

Tanda   : perubahan mental

m.     Nyeri / Kenyamanan

Gejala  : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia, atralgia

n.       Pernafasan
Gejala  : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan
otot aksesori, pelebaran nasal

Tanda   : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen

Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi  pleural

Bunyi nafas  : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas Bronkial

Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi

Warna  : pucat atau sianosis bibir / kuku

o.      Keamanan

Gejala  : riwayat gangguan sistem imun, demam

Tanda      : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin pada kasus rubeda /
varisela

p.      Penyuluhan

Gejala       : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis

II.     Diagnosa keperawatan dan intervensi

1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif

Dapat dihubungkan dengan :

Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan produksi sputum

Nyeri pleuritik

Penurunan energi, kelemahan


Kemungkinan dibuktikan dengan :

Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan

Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori

Dispnea, sianosis

Bentuk efektif / tidak efektif dengan / tanpa produksi sputum

Kriteria Hasil :

Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas

Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea atau sianosis

Intervensi :

Mandiri

Kali frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada

Auskultasi paru catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas tambahan
(krakles, mengi)

Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam

Penghisapan sesuai indikasi

Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari

Kolaborasi

Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain

Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspetoran, bronkodilator, analgesik

Berikan cairan tambahan

Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri

Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan


2.      Kerusakan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan

Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi)

Gangguan kapasitas oksigen darah

Kemungkinan dibuktikan oleh :

Dispnea, sianosis

Takikandi

Gelisah / perubahan mental

Hipoksia

Kriteria Hasil :

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tak ada gejala distress pernafasan

Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen

Intervensi :

Mandiri

Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas

Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku

Kaji status mental

Awasi status jantung / irama

Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam
dan menggigil

Pertahankan istirahat tidur

Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif
Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.

Kolaborasi

Berikan terapi oksigen dengan benar

Awasi GDA

3.      Pola nafas tidak efektif

Dapat dihubungkan dengan :

Proses inflamasi

Penurunan complience paru

Nyeri

Kemungkinan dibuktikan oleh :

Dispnea, takipnea

Penggunaan otot aksesori

Perubahan kedalaman nafas

GDA abnormal

Kriteria Hasil :

Menunjukkan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang normal

Intervensi :

Mandiri

Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada

Auskultasi bunyi nafas

Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi

Observasi pola batuk dan karakter sekret


Dorong / bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif

Kolaborasi

Berikan Oksigen tambahan

Awasi GDA

4.      Peningkatan suhu tubuh

Dapat dihubungkan  : proses infeksi

Kemungkinan dibuktikan oleh :

Demam, penampilan kemerahan

Menggigil, takikandi

Kriteria Hasil :

Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh

Tidak menggigil

Nadi normal

Intervensi :

Mandiri

Obeservasi suhu tubuh (4 jam)

Pantau warna kulit

Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan

      Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik

Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari
5.      Resiko tinggi penyebaran infeksi

Dapat dihubungkan dengan :

Ketidakadekuatan pertahanan utama

Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun)

Kemungkinan dibuktikan oleh :

Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual

Kriteria Hasil :

Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi

Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi

Intervensi :

Mandiri

Pantau TTV

Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna


jumlah dan bau sekret

Dorong teknik mencuci tangan dengan baik

Ubah posisi dengan sering

Batasi pengunjung sesuai indikasi

Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu

Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.

      Kolaborasi

Berikan antimikrobal sesuai indikasi

6.      Intoleran aktivitas


Dapat dihubungkan dengan

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Kelemahan, kelelahan

Kemungkinan dibuktikan dengan :

Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan

Dispnea, takipnea

Takikandi

Pucat / sianosis

Kriteria Hasil :

Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur


dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan TTV dalam rentang normal

Intervensi :

Mandiri

Evaluasi respon klien terhadap aktivitas

Berikan lingkungan terang dan batasi pengunjung

Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan


aktivitas dan istirahat

Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur

Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan

7.      Nyeri
Dapat dihubungkan dengan :

Inflamasi parenkim paru

Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin

Batuk menetap

Kemungkinan dibuktikan dengan :

Nyeri dada

Sakit kepala, nyeri sendi

Melindungi area yang sakit

Perilaku distraksi, gelisah

Kriteria Hasil :

Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol

Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas dengan cepat

Intervensi :

Mandiri

Tentukan karakteristik nyeri

Pantau TTV

Ajarkan teknik relaksasi

Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.

8.      Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Dapat dihubungkan dengan :

Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi

Anoreksia distensi abdomen


Kriteria Hasil :

Menunjukkan peningkatan nafsu makan

Berat badan stabil atau meningkat

Intervensi :

Mandiri

Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah

Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin

Auskultasi bunyi usus

Berikan makan porsi kecil dan sering

Evaluasi status nutrisi

9.      Resti kekurangan volume cairan

Faktor resiko :

Kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak, hiperventilasi, muntah)

Kriteria Hasil :

Balance cairan seimbang

Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler cepat

Intervensi :

Mandiri

Kaji perubahan TTV

Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa

Catat laporan mual / muntah


Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine

Hitung keseimbangan cairan

Asupan cairan minimal 2500 / hari

Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi ; antipirotik, antiametik

Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

10.  Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan

Dapat dihubungkan dengan :

Kurang terpajan informasi

Kurang mengingat

Kesalahan interpretasi

Kemungkinan dibuktikan oleh :

Permintaan informasi

Pernyataan kesalahan konsep

Kesalahan mengulang

Kriteria Hasil :

Menyatakan permahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan

Melakukan perubahan pola hidup

Intervensi
Mandiri

Kaji fungsi normal paru

Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan


kesembuhan

Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal

Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif

Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Doenges, Marilynn.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.


2.      Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I,
Jakarta : EGC

1. Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

4.      Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba
Medica.

1. Lackman’s (1996). Care Principle and Practise Of Medical Surgical Nursing, Philadelpia : WB
Saunders Company.
2. Nettina, Sandra M.(2001).Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
3. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa
Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
4. Pasiyan Rahmatullah.(1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi Darmoso
dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI 

Bronkopneumonia
Minggu, Juni 06, 2010

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus
yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru
yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda
dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G.
Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia
adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai
dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda
asing.

2.1.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5
tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan
angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.(1)
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan,
baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health
Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia,
nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor
3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza.
Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka
kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika dengan cara invasif pun
penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan
memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia
diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001,
penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru
utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya
infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180
pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki
peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
2.1.3 Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
• Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
- Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

- Pada anak besar – dewasa muda :


Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
• Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
- Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon
seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
- Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli
petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti latoskizis,pemberian
makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan
pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak
contohnya seperti susu dan minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia.
Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon
imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi energy protein (MEP),
penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini.

2.1.4 Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya
pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa
pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang
lebih relevan.Pembagian secara anatomis :
- Pneumonia lobaris
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
- Pembagian secara etiologi :
- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia,
Haemofilus influenzae.
- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis, Blastomycosis,
Cryptoccosis.
- Corpus alienum
- Aspirasi
- Pneumonia hipostatik

2.1.5 Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :Inhalasi langsung dari
udaraAspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan langsung dari
tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen Mekanisme daya tahan traktus respiratorius
bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga
hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus
respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks
epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan
fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral
terutama dari Ig A. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka
mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada
dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk
suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 – 12 jam
pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam
berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi
kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti. D.
Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
2.1.6 Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40˚C dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar
hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler
mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar
lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
2.1.7 Pemeriksaan Laboratorium
a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm¬¬¬3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau
mycoplasma.
b. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
c. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat,
empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran
/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
d. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis metabolik.
e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati.
f. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus,
kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
g. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
h. LED : meningkat
i. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan
jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
j. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
k. Bilirubin : mungkin meningkat
l. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan
keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)
2.1.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan
gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen
dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin
biasanya normal atau sedikit menurun(1,2).
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan
mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat
ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
• Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah
sakit dan diberi antibiotika.
• Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

• Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
• Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu
diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri

2.1.9 Diagnosa Banding


• Bronkiolitis
• Aspirasi pneumonia
• Tb paru primer

2.1.10 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat
selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan
pengobatan polifarmasi maka yang biasanya diberikan:
a. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kgBB/hari atau
diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan
sampai bebas demam 4-5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl
0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang makan dapat
diberikan koreksi sesuai denagn hasil analisa gas darah arteri.
d. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.

Penatalaksanaan keperawatan:
Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit datang sudah dalam keadaan payah,
sangat dispnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan gelisah. Masalah yang perlu
diperhatikan ialah:
a. Menjaga kelancaran pernafasan.
b. Kebutuhan istirahat.
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan.
d. Mengontrol suhu tubuh.
e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.
f. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

2.1.11 Komplikasi
• Otitis media
• Bronkiektase
• Abses paru
• Empiema

2.1.12 Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak
dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial
tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi
memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.
2.1.13 Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia
ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita
terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus
2. Vaksinasi H. influenza
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

2. 2 Asuhan Keperawatan
1. Data focus
a. Data Subyektif
Anak dikeluhkan rewel, tidak mau makan, sesak nafas, terdengar suara grek-grek, orang tua
menyatakan kurang paham tentang penyakit yang diderita anaknya , anak mencret.
b. Data Obyektif
Pernafasan cepat dan dangkal , pernafasan cuping hidung, cianosis, batuk berdahak sputum
purulen, penggunaan otot Bantu nafas, bunyi nafas bronchovesikuler, ronchi, respirasi
meningkat, peningkatan suhu tubuh,penurunan nafsu makan, muntah malaise, penurunan berat
badan dan lain-lain.
2. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis
b. Pemeriksaan fisik
1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
2) Auskultasi paru ronchi basah
3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)

c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan


1) Usia tingkat perkembangan
2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
3) Koping
4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
d. Pengetahuan keluarga / orang tua
1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya
e. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
f. Sirkulasi
Gejala : Riwayat gagal jantung kronis
Tanda : Takikardi, penampilan keperanan atau pucat
g. Integritas Ego
Gejala : banyak stressor, masalah finansial
h. Makanan / Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
malnutrusi
i. Neurosensori
Gejala : sakit kepala dengan frontal
Tanda : perubahan mental
j. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia, atralgia
k. Pernafasan
Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan
otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen Perkusi ; pekak diatas area yang
konsolidasi, gesekan friksi pleural
Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas Bronkial
Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku
l. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin pada kasus rubeda /
varisela
m. Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
3. Diagnosa keperawatan dan intervensi
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
• Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan produksi sputum
• Nyeri pleuritik
• Penurunan energi, kelemahan
 Kemungkinan dibuktikan dengan :
• Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan
• Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori
• Dispnea, sianosis
• Bentuk efektif / tidak efektif dengan / tanpa produksi sputum
Kriteria Hasil :
• Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas
• Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea atau sianosis
Intervensi :
Mandiri
• Kali frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
• Auskultasi paru catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas tambahan (krakles,
mengi)
• Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
• Penghisapan sesuai indikasi
• Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Kolaborasi
• Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain
• Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspetoran, bronkodilator, analgesik
• Berikan cairan tambahan
• Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri
• Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan
2) Kerusakan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan
• Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi)
• Gangguan kapasitas oksigen darah
• Kemungkinan dibuktikan oleh :
Dispnea, sianosis
Takikardi
 Gelisah / perubahan mental
Hipoksia
• Kriteria Hasil :
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal
dan tak ada gejala distress pernafasan
 Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen
• Intervensi :
Mandiri
Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas
 Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku
Kaji status mental
 Awasi status jantung / irama
Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan
menggigil
 Pertahankan istirahat tidur
Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efekti
Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.
• Kolaborasi
 Berikan terapi oksigen dengan benar
Awasi GDA
3) Pola nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
Proses inflamasi
 Penurunan complience paru
Nyeri
Kemungkinan dibuktikan oleh :
• Dispnea, takipnea
• Penggunaan otot aksesori
• Perubahan kedalaman nafas
• GDA abnormal
Kriteria Hasil :
• Menunjukkan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang normal
 Intervensi :
Mandiri
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
Auskultasi bunyi nafas
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
Observasi pola batuk dan karakter sekret
 Dorong / bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif
Kolaborasi
• Berikan Oksigen tambahan
• Awasi GDA
4) Peningkatan suhu tubuh
Dapat dihubungkan : proses infeksi
Kemungkinan dibuktikan oleh :
 Demam, penampilan kemerahan
Menggigil, takikandi
Kriteria Hasil :
Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
 Tidak menggigil
Nadi normal
Intervensi :
Mandiri
• Obeservasi suhu tubuh (4 jam)
• Pantau warna kulit
• Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan

Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik
Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari
5) Resiko tinggi penyebaran infeksi
Dapat dihubungkan dengan :
Ketidakadekuatan pertahanan utama
Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun)
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual
Kriteria Hasil :
 Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
 Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
Intervensi :
Mandiri
Pantau TTV
Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna jumlah
dan bau sekret
Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
Ubah posisi dengan sering
Batasi pengunjung sesuai indikasi
Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu
Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
Kolaborasi
Berikan antimikrobal sesuai indikasi
6) Intoleran aktivitas
Dapat dihubungkan dengan
 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Kelemahan, kelelahan
Kemungkinan dibuktikan dengan :
Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan
Dispnea, takipnea
Takikandi
 Pucat / sianosis

Kriteria Hasil :
• Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan TTV dalam rentang normal
Intervensi :
Mandiri
Evaluasi respon klien terhadap aktivitas
Berikan lingkungan terang dan batasi pengunjung
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan istirahat
Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
7) Nyeri
Dapat dihubungkan dengan :
Inflamasi parenkim paru
 Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin
Batuk menetap
Kemungkinan dibuktikan dengan :
Nyeri dada
Sakit kepala, nyeri sendi
 Melindungi area yang sakit
Perilaku distraksi, gelisah
Kriteria Hasil :
Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol
Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas dengan cepat
Intervensi :
Mandiri
Tentukan karakteristik nyeri
Pantau TTV
 Ajarkan teknik relaksasi
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
8) Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Dapat dihubungkan dengan :
• Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi
• Anoreksia distensi abdomen
Kriteria Hasil :
• Menunjukkan peningkatan nafsu makan
• Berat badan stabil atau meningkat
Intervensi :
Mandiri
• Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah
• Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
• Auskultasi bunyi usus
• Berikan makan porsi kecil dan sering
• Evaluasi status nutrisi

9) Resti kekurangan volume cairan


Faktor resiko :
• Kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak, hiperventilasi, muntah)
Kriteria Hasil :
• Balance cairan seimbang
• Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler cepat
Intervensi :
Mandiri
• Kaji perubahan TTV
• Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa
• Catat laporan mual / muntah
• Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine
• Hitung keseimbangan cairan
• Asupan cairan minimal 2500 / hari
Kolaborasi
• Berikan obat sesuai indikasi ; antipirotik, antiametik
• Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
10) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan
Dapat dihubungkan dengan :
Kurang terpajan informasi
Kurang mengingat
Kesalahan interpretasi
 Kemungkinan dibuktikan oleh :
Permintaan informasi
Pernyataan kesalahan konsep
Kesalahan mengulang
Kriteria Hasil :
• Menyatakan permahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan
• Melakukan perubahan pola hidup
Intervensi
Mandiri
• Kaji fungsi normal paru
• Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan
kesembuhan
• Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal
• Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif
• Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan.
2.3 Konsep Dasar Farmakologi
2.3.1 Pengertian Farmakologi
a. Farmakologi dalam arti luas, adalah ilmu yang mempelajari sejarah, asal usul obat, sifat fisika
dan kimia, cara mencampur dan membuat obat, efek terhadap fungsi biokimia dan faal, cara
kerja, absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi, penggunaan dalam klinik dan efek
toksiknya.
b. Farmakologi dalam arti sempit, adalah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk
diagnosis, pencegahan dan penyembuhan penyakit.
2.3.2 Pengetahuan Dasar Tentang Obat
a. Pengertian
• Obat : ialah semua zat, baik kimiawi, hewani maupun nabati yang dalam dosis layak dapat
menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit maupun gejala-gejalanya. Zat tersebut
berbentuk padat, cair, atau gas dan diberikan kepada pasien dengan maksud tertentu sesuai
dengan guna obat tersebut.
• Indikasi : ialah petunjukyang diperoleh untuk menentukan cara pengobatan mana yang harus
diikuti.
• Kontra Indikasi : ialah petunjuk yang menyatakan adanya bahaya atau pengaruh apabila obat
diberikan.
• Mekanisme kerja obat : ialah cara kerja obat atau proses kerja obat di dalam tubuh.
• Dosis obat : ialah ukuran tertentu dari suatu obat yang disesuaikan dengan diagnose dan
keadaan pasien.
• Efek samping : ialah efek atau pengaruh obat yang tidak ada hubungannya dengan tujuan utama
pemberian obat.
• Toxic effect : ialah efek racun dari suatu obat terhadap tubuh.
• Resep : ialah perminttan tertulis dari dokter kepeda Apoteker atau asisten Apoteker, supaya
menyiapkan obat dan menyerahkannya kepada pasien.
b. Kegunaan obat
• Untuk menyembuhkan penyakit
• Untuk mencegah penyakit
• Untuk mengurangi rasa sakit
• Untuk menghambat perkembangan penyakit
• Untuk menambah kekuatan
• Untuk menambah nafsu makan
c. Mekanisme kerja obat
Beberapa mekanisme kerja obat, dapat digolongkan sebagai berikut:
• Secara fisika
• Secara kimiawi
• Melalui proses metabolisme
• Secara kompetisi (saingan)
2.3.3 Peran Perawat Dalam Pengobatan
1. Melaksanakan pemberian obat kepada pasien sesuai program terapi dengan menerapkan
prinsip minimal 4 tepat 1 waspada :
a. Tepat Penderita
Dalam memberikan obat, harus memastikan dan memeriksa identitas klien pada setiap kali
pemberian obat. Apakah obat yang diberikan sesuai dengan penderitanya.
b. Tepat Obat
Sebelum memberikan obat pada klien, perlu membaca kembali label obat serta interaksi obat dan
memastikan kembali bahwa klien menerima obat yang telah diresepkan sesuai dengan penyakit
yang derita.
Dalam memberikan obat pada klien, sebaiknya mengecek obat pada saat menerima resep, akan
memberikan pada klien dan pada saat pemberian pada klien agar tidak terjadi kesalahan
memberikan obat.
c. Tepat Dosis
Memastikan dan memeriksa dosis tertentu yang telah diresepkan dokter untuk klien dengan
penyakit tertentu agar tidak terjadi over dosis atau under dosis yang dapat menimbulkan efek
yang tidak dingin (efek skunder)
d. Tepat Waktu
Memberikan obat yang telah diresepkan pada waktu-waktu tertentu serta memperhatikan kapan
obat tersebut diberikan, sebelum makan atau sesudah makan. Misal: obat x diberikan dengan
dosis harian 2 x sehari sebelum makan
e. Waspada
Waspada terhadap efek samping yang ditimbulkan obat.
2. Mengelola penempatan, penyimpanan, pemeliharaan, dan administrasi obat di ruangan agar
selalu tersedia, siap pakai, tidak rusak, mudah ditemukan dan tidak kadaluwarsa.
3. Memberikan penyuluhan berkaitan dengan obat yang digunakan, meliputi khasiat obat,
makanan yang boleh, dan tidak boleh selama terapi, ESO obat dan cara mengatasi, kepatuhan
obat, dampak ketidakpatuhan, penghentian obat.
4. Mengamati dan mencatat efek samping, efek terapi, efek toksis dari pengalaman klinis dan
empiris beberapa pasien selama menggunakan obat untuk bahan masukan dan laporan.

Kompetensi perawat dalam pemberian obat


No Kompetensi Keterampilan
1 Mengkaji keadaan umum pasien kaitannya dalam penggunaan obat a. Memkaji pasien riwayat
pengobatan dan alergi.
b. Mengkaji kondisi umum pasien berkaitan dengan efektifitas farmakokinetik (absorbs,
distribusi, metabolism dan ekskresi).
c. Mengkaji diet yang berkaitan dengan interaksi farmakokinetik obat.
d. Mengkaji tanggapan, kerjasama dan penilaian pasien terhadap pemberian obat.
e. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien terhadap tindakan pengobatan yang diberikan.
2 Merencanakan pemberian obat kepada pasien untuk mencapai tingkat efektivitas maksimal a.
Merencanakan diet pasien sehubungan dengan obat yang diberikan.
b. Menetapkan waktu pemberian obat untuk memperoleh efektifitas terapi.
c. Memprediksi efek, terapi toksisitas dan ESO serta rencana pengawasan dan
penanggulangannya.
d. Merencanakan penyuluhan kesehatan yang diperlukan.
3 Melaksanakan pemberian obat sesuai progam terapi a. Identifikasi progam terapi menuju 5
benar.
b. Memberikan obat.
1. Peroral (ditelan).
2. Sub lingual (bawah lidah).
3. Personde (melalui sonde).
4. Memberikan obat parenteral.
• Intra muskuler
• Intra vena
• Subkutan
• Intrakutan
5. Perrektal (supositoria)
6. Inhalasi
7. Efek lokal
• Perkonjungtival.
• Pernasal.
• Tetes telinga.
• Pada luka (antiseptik).
• Topical (dioleskan kulit).
c. Melaksanakan penyuluhan obat pada pasien pada saat terapi dan menjelang pulang, meliputi:
• ESO yang mungkin timbul.
• Penghentian obat.
• Kepatuhan obat, kaitannya dengan penyembuhan.
• Efek lain yang mungkin muncul dan cara mengatasi.

2.4 Terapi Obat Dan Cairan


2.4.1 Ampisilin
• Nama & Struktur Kimia
: Asam (2S,5R,6R)-6-[(R)-2-amino-2-fenilacetamido]-3-3-dimetil-7-okso- 4-tia-1-
azabisiklo[3,2,0]-heptana-2-karboksilat [69-53-4] (Trihidrat [7177-48-2]). C16H19N3O4S
• Sifat Fisikokimia : Ampisilin berbentuk anhidrat atau trihidrat mengandung tidak kurang dari
900 µg tiap milligram C16H19N3O4S dihitung terhadap zat anhidrat. Secara komersial, sediaan
ampisilin tersedia dalam bentuk trihidrat untuk sediaan oral dan garam natrium untuk sediaan
injeksi. Potensi ampisilin trihidrat dan natrium penisilin dihitung berdasarkan basis anhidrous.
Ampisilin trihidrat berwarna putih, praktis tidak berbau , serbuk kristal, dan larut dalam air.
Ampisilin trihidrat mempunyai kelarutan dalam air sekitar 6 mg/mL pada suhu 200C dan 10
mg/mL pada suhu 40 0C. Ampisilin sodium berwarna hampir putih, praktis tidak berbau, serbuk
kristal, serbuk hidroskopis, sangat larut dalam air, mengandung 0.9% natrium klorida. Pelarutan
natrium ampicilin dengan larutan yang sesuai, maka 10 mg ampicilin per mL memiliki pH 8-10.
Jika dilarutkan secara langsung ampisillin trihidrat oral suspensi memiliki pH antara 5-7.5
• Keterangan : Ampisilin adalah aminopenisilin. Perbedaan struktur ampisilin dengan penicillin
G hanya terletak pada posis gugus amino pada alpha cincin benzena yang terletak pada R dalam
inti penisilin.

Golongan/Kelas Terapi
Anti Infeksi
Nama Dagang
- Actesin inj - Ambripen - Amcillin - Ampi
- Arcocillin - Bannsipen - Bimapen - Binotal
- Biopenam - Broadapen - Cinam - Corsacillin
- Dancillin - Decapen - Erphacillin - Etabiotic
- Etrapen - Hufam - Kalpicillin - Kemocil
- Lactapen - Medipen - Megapen - Metacillin
- Mycill - Opicillin - Pampicillin - Parpicillin
- Penbiotic - Penbritin - Pincyn - Polypen
- Primacillin - Ronexol - Sanpicillin - Standacillin
- Unasyn - Varicillin - Viccillin - Xepacillin
- Akrotalin

Indikasi
Pengobatan infeksi yang peka (non-betalaktamase-producting organisme); bakteri yang peka
yang disebabkan oleh streptococci, pneumococci nonpenicillinase-producting staphilocochi,
listeria, meningococci; turunan H.Influenzae, salmonella, Shigella, E.coli, Enterobacter, dan
Klebsiella .Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
DOSIS ANAK :
Infeksi ringan – sedang: I.M., I.V.: 100 -150 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam.
(maksimal:2-4 mg/hari). Oral: 50-100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam (maksimal: 2-
4 g/hari)
Infeksi berat/mengitis: I.M.,I,V: 200-400 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam (maksimal;
6-12 g/hari).
Endocarditis profilaxis: Gigi, mulut, saluran pernafasan atau esophagus: 50 mg/kg digunakan 30
menit sebelum penerapan protokol, Saluran kemih, GI: pasien resiko tinggi: 50 mg/kg (maksimal
2 g) digunakan 30 menit sebelum penerapan protokol. Pasien risiko tinggi: 50 mg/kg digunakan
30 menit sebelum prosedur operasi.
DOSIS DEWASA
Dosis lazim:
Oral : 250 – 500 mg tiap 6 jam.IM.IV: 50-100 mg/kg/hari setiap 6 jam.
Sepsis/meningitis: IM.IV: 150-250 mg/kg/24 jam dosis terbagi setiap 3-4 jam (rentang:6-
12g/hari).
PENYESUAIAN DOSIS.
ClCr >50 mL/menit: diberikan tiap 6 jam. ClCr 10-50 mL/menit diberikan setiap 6-12 jam. ClCr
<10 mL/menit diberikan setiap 12-24 jam.
Lama pemberian:
Lama pemberian ampicillin tergantung pada tipe dan tingkat kegawatan serta tergantung juga
pada respon klinis dan bakteri penginfeksinya. Seperti contoh umum jika ampisillin digunakan
untuk penanganan infeksi gonore maka ampicillin diberikan tidak kurang dari 48 – 72 jam
setelah pasien mengalami gejala infeksi maupun sesuai temuan hasil uji laboratorium. Untuk
infeksi persisten, kemungkinan diberikan untuk beberapa minggu.
CARA PEMBERIAN:
Disesuaikan dengan jeda waktu yang telah ditetapkan untuk mempertahankan kadar obat dalam
plasma. Diberikan dalam keadaan perut kosong untuk memaksimalkan absorpsi (1 jam sebelum
makan dan 2 jam setelah makan).
Farmakologi
Absorbsi: oral: 50%.
Distribusi: empedu, dan plasma jaringan; menembus ke cairan serebrospinal terjadi hanya ketika
terjadi inflamasi meningitis.
Ikatan protein: 15 – 25%
T½ eliminasi:
Anak – anak dan dewasa: 1-1.8 jam.
Anuria/ARF:7-20 jam.
T max: Oral: 1-2 jam
Eksresi: urin (90% bentuk utuh) dalam 24 jam.
Dialisis: Moderat diálisis melalui Hemo atau peritonial dialisis: 20-50%
Stabilitas Penyimpanan
Ampisilin kapsul, serbuk oral suspensi disimpan pada wadah kedap dengan suhu antara 15-30°C,
setelah mengalami pencampuran, ampisilin trihidrat disimpan dalam lemari pendingin dengan
suhu antara 2-8°C dan akan bertahan selama 14 hari, tapi jika disimpan dalam suhu ruangan
maka akan bertahan selama 7 hari. Ampisilin injeksi, setelah mengalami pelarutan sebaiknaya
digunakan kurang dari 1 jam setelah pencampuran. Stabilitas ampisilin injeksi setelah dilarutkan
tergantung kenaikan konsentrasinya, ampisillin peka sekali dengan cairan yang mengandung
dextrose, karena akan mengakibatkan efek katalitik dan menghidrolisis obat.
Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin, atau komponen
lain dalam sediaan.
Efek Samping
SSP : Demam, penisilin encephalitis, kejang.
Kulit : Erythema multifom, rash, urticaria.
GI : Lidah hitam berambut, diare, enterochollitis, glossitis, mual, pseudomembranouscollitis,
sakit mulut dan lidah, stomatitis, muntah.
Hematologi : Agranulositosis, anemia, hemolitik anemia, eosinophilia, leukopenia,
trombocytopenia purpura.
Hepatik : AST meningkat.
Renal : Interstisisal nephritin (jarang)
Respiratory : Laringuela stidor
Miscellaneous : Anaphilaxis.
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Meningkatkan efek toksik:
1. Disulfiran dan probenezid kemungkinan meningkatkan kadar ampisilin.
2. Warfarin kemungkinan dapat meningkatkan kadar ampisilin
3. Secara teori, jika diberikan dengan allopurinol dapat meningkatkan efek ruam.
Menurunkan efek:
Dicurigai ampisilin juga dapat menurunkan efek obat kontrasepsi oral.
Dengan Makanan : Makanan dapat menurunkan tingkat absorbsi ampisillin, sehingga
kemungkinan akan menurunkan kadar ampisillin.
Pengaruh
Terhadap Kehamilan : Data keamanan penggunaan pada ibu hamil belum ada sehingga CDC
(center for disease controle and prevention) memasukannya pada Kelas faktor risiko B.
Terhadap Ibu Menyususi : CDC mengklasikasikan keamananya kategori B Karena amoksisilin
terdistribusi kedalam ASI (air susu ibu) maka dikhawatirkan amoksisilin dapat menyebabkan
respon hipersensitif untuk bayi, sehingga monitoring perlu dilakukan selama menggunakan obat
ini pada ibu menyusui.
Terhadap Anak-anak : Data tentang keamanan masih establish
Terhadap Hasil Laboratorium : Berpengaruh terhadap hasil pengukuran : Hematologi dan hepar.
Parameter Monitoring
Pengamatan rutin terhadap : Fungsi ginjal (ClCr), Fungsi Hepar (SGPT, SGOT), Hematologi.
(Hb), Indikator infeksi.(Suhu badan, kultur ).
Bentuk Sediaan
Kapsul, Serbuk Kering Suspensi Oral, Serbuk Injeksi
Peringatan
Pada pasien yang mengalami gagal ginjal, perlu penyesuaian dosis. Tingkat kejadian ruam akibat
penggunaan ampisilin pada anak – anak sebanyak 5 – 10% kebanyakan muncul pada 7-14 hari
setelah penggunaan obat.
Kasus Temuan Dalam Khusus
Informasi Pasien
Untuk menghindari timbulnya resistensi, maka sebaiknya amoksisilin digunakan dalam dosis dan
rentang waktu yang telah ditetapkan. Obat digunakan dalam keadaan perut kosong (1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan). Amati jika ada timbul gejala ESO obat, seperti mual,
diare atau respon hipersensitivitas. Jika masih belum memahami tentang penggunaan obat, harap
menghubungi apoteker. Jika keadaan klinis belum ada perubahan setelah menggunakan obat,
maka harap menghubungi dokter.
Mekanisme Aksi
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-
protein (PBPs – Protein binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan
akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis
dinding sel terhambat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis). Monitoring Penggunaan Obat
Lamanya penggunaan obat : Menilai kondisi pasien sejak awal hingga akhir penggunaan obat.
Mengamati kemungkinan adanya efek anafilaksis pada pemberian dosis awal.

GENTAMISIN 2.4.2
Golongan : Aminoglikosida
Komposisi : Gentamicin / Gentamisin sulfat
Indikasi : Infeksi Gram negatif (Pseudomonas, Proteus, Serratia) dan Gram positif
(Staphylococcus), infeksi tulang, infeksi saluran nafas, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi
saluran urin, abdomen, endokarditis dan septikemia , penggunaan topical, dan profilaksis untuk
bakteri endokarditis dan tindakan bedah.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Dosis diberikan secara individu karena indek terapinya relatif sempit
Dosis umum :
Bayi dan anak < 5 tahun : 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m. Anak > 5 tahun : 2 -
2,5 mg/kg BB setiap 8 jam secara i.v. atau i.m.
Note : Usual dose yang lebih tinggi dan/atau frekuensi yang lebih tinggi (setiap 6 jam) yang
diberikan pada kondisi klinik secara selektif ( cystic fibrosis) data serum level yang dibutuhkan
Anak dan dewasa :
Intratekal : 4 – 8 mg/hari
Optalmik :
Salep : Dioleskan pada mata 2 – 3 kali sehari sampai setiap 3 – 4 kali
Tetes mata : Teteskan pada mata yang sakit 1 – 2 tetes setiap 2 – 4 jam, naikan 2tetes setiap jam
untuk infeksi parah
Topikal :
Salep : Salep dioleskan pada kulit yang sakit 3 – 4 kali sehari
Dewasa : Diberikan secara i. v. atau i. m.
Konfensional : 1 – 2,5 mg/kg BB/ dosis setiap 8 – 12 jam untuk mendapatkan kadar puncak
secara cepat pada terapi, dosis inisial yang lebih tinggi dapat diberikan dengan pertimbangan
yang cermat untuk pasien jika cairan ekstraseluler meningkat (udem, syok
Dosis tunggal : 4 – 7 mg/kg BB/dosis tunggal/hari; beberapa klinisi memberikan rekomendasi
dosis tersebut untuk pasien yang fungsi ginjalnya normal.
Indikasi spesifik :
Bruselosis : 240 mg/hari i.m. atu 5 mg/kg BB/hari secara i. v. selama 7 hari. Dapat juga
dikombinasi dengan Doxyciclin
Kolangitis : 4 – 6 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan Ampisilin
Divertikulitis (komplikasi) : 1,5 – 2 mg/kg BB setiap 8 jam (kombinasi dengan Ampisilin dan
Metronidazol)
Profilaksis endokarditis : Gigi, mulut, saluran nafas bagian, atas, saluran pencernaan, saluran
urin 1,5 mg/kg BB dikombinasi dengan Ampisilin 50 mg/kg BB 30 menit sebelum operasi
Endokarditis atau sejenisnya (untuk infeksi Gram Positif) : 1 mg/kg BB setiap 8 jam (kombinasi
dengan Ampisilin)
Meningitis Listeria : 5 – 7 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan Penicillin selama 1 minggu
Meningitis Neonatal, 0 – 7 hari :
Neonatal dengan BB < 2000 gr : 2.5 mg/kg BB setiap 18 – 24 jam.
Neonatal dengan BB > 2000 gr : 2,5 mg/kg BB setiap 12 jam
Meningitis Neonatal, 8 – 28 hari :
Neonatal dengan BB < 2000 gr : 2.5 mg/kg BB setiap 8 – 12 jam.
Neonatal dengan BB > 2000 gr : 2,5 mg/kg BB setiap 8 jam
Inflamasi pelvik :
Loading Dose : 2 mg/kg BB, selanjutnya 1,5 mg/kg BB setiap 8 jam
Alternate therapy : 4,5 mg/kg BB/hari
Plague (Yersinia pestis) : 5 mg/kg BB/hari diikuti dengan postexposture dengan Doksisiklin.
Pneumonia : 7 mg/kg BB/hari dikombinasi dengan antipseudomonas beta laktam atau Carbapene
Tularemia : 5 mg/kg BB/hari dibagi setiap 8 jam untuk 1 – 2 minggu
Infeksi saluran Urin :1,5 mg/kg BB/dosis setiap 8 jam
Interval Dosis pada penurunan fungsi ginjal
Dosis konvensional :
Klirens kreatinin >= 60 ml/menit : diberikan setiap 8 jam
Klirens kreatinin 40 – 60 ml/menit : diberikan setiap 12 jam
Klirens kreatinin 20 – 40 ml/menit : diberikan setiap 24 jam
Klirens kreatinin < 20 ml/menit : loading dose, kemudian monitor
Dosis tinggi untuk terapi : Interval diperpanjang ( mis. setiap 48 jam) pada pasien dengan
gangguan ginjal yang moderat (klirens kreatinin 30 – 59 mL/menit) dan atau dasar perhitungan
pada serum level determination.
Hemodialisa :
Dilanjutkan dengan dialisa : 30% lanjutan dari Aminoglikosida dilaksanakan selama 4 jam
hemodialisa.; pemberian dosis selama hemodialisa dan follow level.
Terapi lanjutan dengan Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) : Pemberian melalui
cairan CAPD :
Infeksi Gram–negative : 4 – 8 mg/L(4 – 8 mc/L) dari cairan CAPD
Infeksi Gram–positif (mis. siergis) : 3 – 4 mg/L (mcg/L) dari cairan CAPD
Pemberian injeksi dengan rute i. m. Atau i. v. Selama CAPD.
Dosis untuk Clcr <10 mL/menit dan follow level
Lanjutan melalui kontinius arterovenous atau venovenous hemofiltration :
Dosis untuk Clcr 10 - 40 mL/menit dan follow level
Penyesuaian dosis pada penyakit hepar : Monitor konsentrasi dalam plasma
Cara pemberian :
1Injeksi i. m.atau i.v.
Tetes mata
Lama penggunaan :
Sesuai dengan aturan pada pemberian dosis
Farmakologi
Didistribusikan melalui plesenta
Volume distribusi meningkat pada odem, asites dan menurun pada dehidrasi.
Neonatus : 0,4- 0,6 per kg BB,
Anak 0,3 -0,35 /kg BB.
Dewasa 0,2-0,3 /kg BB
Protein binding : < 30 %
Waktu paruh eliminasi :
Infant : umur < 1 minggu 3-11,5 jam. 1 minggu -6 bulan 3-3,5 jam.
Dewasa ; 1,5-3 jam.
Pasien dengan gangguan ginjal 36-70 jam
Kadar puncak serum : i.m 30-90 menit; i.v. 30 menit setelah pemberian dengan infus
Ekskresi : Urin
Stabilitas Penyimpanan
Stabilitas :
Stabil selama 30 hari setelah kemasan ditusuk
Stabil selama 24 pada suhu kamar dalam campuran NaCl fisiologis atau Dextrosa 5%
Penyimpanan :
Tidak berwarna sampai kuning muda pada penyimpanan pada suhu 2% - 30%
Jangan disimpan di refrigerator
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap Gentamisin dan Aminoglikosida lain
Efek Samping
> 10%
Susunan syaraf pusat : Neurotosisitas (vertigo, ataxia)
Neuromuskuler dan skeletal : Gait instability
Otic : Ototoksisitas (auditory), Ototoksisitas (vestibular)
Ginjal : Nefrotoksik ( meningkatkan klirens kreatinin) 1% – 10%
Cardiovaskuler : Edeme
Kulit : rash, gatal, kemerahan < 1%
Agranulositosis
Reaksi alergi
Dyspnea
Granulocytopenia
Fotosensitif
Pseudomotor Cerebral
Trombositopeni
Interaksi
• Dengan Obat Lain : Penisilin, Sefalosporin, Amfoterisin B, Diuretik dapat meningkatkan efek
nefrotoksik, efek potensiasi dengan neuromuscular blocking agen
• Dengan Makanan : Harus dipertimbangkan terhadap diet makanan yang mengandung Calcium,
magnesium , potassium
Peringatan
Jangan digunakan pada pengobatan yang lama karena dapat berisiko toksik pemberian yang lama
yaitu penurunan fungsi ginjal, miastenia gravis, hipokalsemia, kondisi dengan depresi
neuromuskuler transmitens
Aminoglikosoda secara parenteral dapat menimbulkan nefrotoksisitas dan ototoksisitas dapat
secara langsung secara proporsional dengan jumlah obat yang diberikan dan durasi pengobatan;
tinnitus atau vertigo adalah indikasi dari vestibular injuri dan mengancam hilangnya
pendengaran.

2.4.3 ULSIKUR
INDIKASI
Ulkus duodenum aktif, pencegahan ulkus duodenum kambuhan, ulkus lambung akut yang jinak,
sindroma Zollinger-Ellison.
PERHATIAN
Kerusakan ginjal, keganasan lambung, hamil, menyusui.
Interaksi obat :
meningkatkan kadar Lignokain, Fenitoin, Teofilin, Warfarin dalam darah.
mengurangi metabolisme hepatik dari antikoagulan tipe Warfarin, Fenitoin,
 Lidokain, Teofilin.
EFEK SAMPING
Diare, pusing, mengantuk terus/ketagihan tidur, ruam kulit, sakit kepala yang bersifat reversibel,
nyeri sendi, nyeri otot, keadaan kekacauan/kebingungan yang bersifat reversibel, ginekomastia
ringan, impotensi yang bersifat reversibel, kebotakan, neutropenia/agranulositosis,
trombositopenia, anemia aplastik, demam, nefritis interstisial, hepatitis, pankreatitis.
KEMASAN
Ampul 200 mg x 5 biji.
DOSIS
• Injeksi intramuskular (IM) pada orang dewasa : 200 mg tanpa dilarutan disuntikkan tiap 4-6
jam.
• Infus intravena (IV) : 200 mg dilarutkan dalam 100 ml injeksi Dekstrosa atau larutan IV
lainnya diinfuskan selama 15-20 menit, diulangi tiap 4-6 jam.Maksimal : 2 gram/hari.
• Injeksi IV : larutkan 200 mg dalam larutan injeksi NaCl sampai volume total 20 ml dan
disuntikkan secara lambat paling sedikit selama 2 menit.
• Ulangi tiap 4-6 jam. Pasien dengan gangguan ginjal : 200 mg tiap 12 jam.

DIPHENHIDRAMI 2.4.4
 Indikasi :
• Rhinitis alergika, rhinitis vasomotor
• Konjungtivitis alergika yang disebabkan oleh alergen atau makanan
• Urtikaria dan angioedema yang ringan tanpa komplikasi
• Dermatografisme
• Reaksi alergi terhadap darah atau plasma, dan reaksi anafilaksis, sebagai tambahan dari
epinefrin dan pengobatan dasar, setelah gejala akut telah diatasi
• Mabuk perjalanan
• Parkinsonisme (termasuk gejala ekstrapiramidal yang diakibatkan obat-obatan) pada orang tua
yang tidak dapat menerima obat yang lebih kuat, serta kelompok umur lainnya dengan gejala
yang ringan, atau sebagai kombinasi dengan obat antikolinergik, sentral, atau bila terapi oral
tidak memungkinkan atau dikontraindikasikan.
Dosis :
• Oral :
- Dewasa : 50 mg atau 20 mg, 3-4x sehari
- Anak : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/hari, sampai 300 mg/hari
• Parenteral :
Untuk reaksi alergi :
• Dewasa : 10-50 mg IM (dalam) atau IV (100 mg, bila dibutuhkan), sampai 400 mg/hari
• Anak : 5 mg/kg/hari atau 150 mg/hari, sampai 300 mg/hari, IM (dalam) atau IV, terbagi dalam
4 dosis
 Cara Pemberian dan Penyesuaian Dosis :
• Untuk mabuk perjalanan, obat diberikan 30 menit sebelum perjalanan, diberikan sesudah
makan, serta sebelum tidur.
Kontra Indikasi :
• Hipersensitivitas : terhadap difenhidramin
• Gejala saluran pernafasan bagian bawah, termasuk asma
• Pengobatan bersama MAO-inhibitor : efek antikolinergik dari difenhidramin diperhebat adau
diperlama.
 Perhatian :
• Mengantuk, gangguan koordinasi : pekerjaan yang memerlukan kewaspadaan dan ketelitian
dapat terganggu : peringatkan penderita terhadap hal ini.
• Penderita usia lanjut : pusing, mengantuk, dan hipotensi lebih sering terjadi pada penderita
diatas umur 60 tahun.
• Aktivitas “atropine-like”, antikolinergik : pakailah dengan hati-hati pada penderita dengan
riwayat asma bronkial, peninggian tekanan intraokular, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskuler
atau hipertensi.
• Penderita dengan resiko khusus : pakailah dengan hati-hati pada penderita glaukoma
“narrowangel”, tukak lambung, obstruksi pilorodudenal, hipertrofi prostat atau obstruksi saluran
kandung kencing.
Efek Samping :
• Kardiovaskuler : Hipotensi, sakit kepala, palpitasi, takikardi, ekstrasistol.
• Hematologi : anemia hemolitik, trombositopenia, agranulositosis.
• SSP : mengantuk, pusing, gangguan koordinasi, keletihan, kebingungan, kecemasan, tremor,
mudah tersinggung, insomnia, euphoria, parastesis, vertigo, tinnitus, labirintitis akut, histeri,
neuritis, kejang.
• Mata : gangguan penglihatan, diplopia.
• Saluran pencernaan : sebah, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi.
• Saluran kencing : sering kencing, sulit kencing, retensi urinal, gangguan menstruasi.
• Saluran pernapasan : pengentalan sekresi bronkial, rasa berat di dada dan wheezing, pilek.u
• Dermatologi : urtikaria, ruam kulit, fotosensitivitas.
• Hipersensitivitas : syok anafilaktik.
• Lain-lain : Mulut, hidung, tenggorokan kering, menggigil, banyak keringat.
Penggunaan bagi Anak-anak :
(lihat indikasi). Dikontraindikasikan bagi bayi baru lahir atau prematur. Dapat menimbulkan
eksitasi pada anak kecil, overdosis dapat menimbulkan halusinasi, kejang atau kematian.
Penggunaan bagi Ibu Hamil dan Menyusui :
Keamanannya belum terbukti bagi ibu hamil. Dikontraindikasikan bagi ibu menyusui, karena
meningkatkan resiko efek samping antihistamin pada bayi. Penderita sebaiknya tidak menyusui
bila terpaksa memakai obat ini.

AMINOFILI 2.4.5
Komposisi : Aminophylline/Aminofilin.
Indikasi : Menghilangkan & mencegah gejala-gejala asma & bronkhospasme yang bersifat
reversibel yang berhubungan dengan bronkhitis kronis & emfisema.
 Kontra Indikasi : Tidak dianjurkan untuk anak berusia kurang dari 12 tahun.
Perhatian : Pasien dengan penyakit jantung berat, hipoksemia (keadaan kadar oksigen darah
yang menurun) parah, gagal jantung kongestif, penyakit hati, usia lanjut, hipertensi, atau
hipertiroidisme.
Interaksi Obat : klirens Teofilin dikurangi oleh Eritromisin dan makrolida lainnya, dan
Simetidin.
 Efek Samping : Gangguan saluran pencernaan, takhikardia, berdebar, & gemetar.
2.4.6 NOVALGIN
Komposisi : Metamizole Na
Indikasi : Nyeri hebat yang berhubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, post op, nyeri akut
dan kronik karena spasme otot polos.
Dosis : Tablet = dewasa dan remaja >15 tahun 1tablet, maksimal 4x/hari ; Ampul = dewasa
dan remaja >15 tahun 2-5 ml IM/IV dosis tunggal, maksimal 10 ml/hari
 Pemberian Obat : Berikan sesudah makan
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap metamizol, pirazolon. Porifiria hepatik atau defisiensi
G6PD kongenital. Hamil dan laktasi
Perhatian : Asma bronkial atau infeksi saluran napas kronik, hipersensitif terhadap obat
antirematik dan analgesik. Penderita yang memberikan reaksi seperti bersin, mata berair, wajah
kemerahan jika minum minuman beralkohol. Gangguan hematologi. Tablet 500 mg: anak <15
tahun. Injeksi : penderita yang memiliki TD < 100 mmHg atau gangguan sirkulasi.
 Efek Samping : Jarang, diskrasia darah dan syok. Agranulositis. Pembengkakan pada wajah,
gatal, rasa tertekan pada dada, takikardi, rasa dingin pada ekstremitas.
Interaksi Obat : Dapat menurunkan kadar siklosporin dalam dalam plasma. Dapat
meningkatakan efek dari alkohol.
 Kemasan : Tablet 500 mg x 50 x 10 ; Ampul 500
2.4.7 VITAMIN A
 Indikasi : Suplementasi vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau lebih rendah) yang dilakukan
secara berkala kepada anak, dimaksudkan untuk menghimpun cadangan vitamin A dalam hati,
agar tidak terjadi kekurangan vitamin A dan akibat buruk yang ditimbulkannya, seperti
xeroptalmia, kebutaan dan kematian. Cadangan vitamin A dalam hati dapat digunakan sewaktu-
waktu bila diperlukan. Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI kepada anak usia 1-5 tahun dapat
memberi perlindungan selama 6 bulan, tergantung berapa banyak vitamin A dari makanan
sehari-hari dikonsumsi oleh anak dan penggunaannya dalam tubuh.
Dosis : 200.000 SI
 Over Dosis : Hipervitaminosis A: Suatu kondisi dimana vitamin A dalam darah atau jaringan
tubuh begitu tinggi sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan.
Hipervitaminosis akut: disebabkan karena pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar,
atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk dosis besar karena
dikonsumsi dalam periode 1-2 hari. Hipervitaminosis A akut: pada bayi dan anak biasanya
terjadi dalam waktu 24 jam. Pada beberapa anak, mengkonsumsi dosis 300.000 IU atau lebih
dapat menyebabkan mual, muntah dan sakit kepala. Penonjolan ubun-ubun dapat terjadi pada
bayi umur >1 tahun yang mengkonsumsi dosis yang sangat besar, tetapi ini ringan dan akan
hilang seketika dalam waktu 1-2 hari. Pengobatannya adalah menghentikan suplementasi vitamin
A dan pengobatan asimptomatis. Hipervitaminosis kronis : disebabkan karena mengkonsumsi
dosis tinggi yang berulang-ulang dalam waktu beberapaa bulan atau beberapa tahun. Keadaan ini
biasanya hanya terjadi pada orang dewasa yang mengatur pengobatannya sendiri.
Hipervitaminosis kronis : pada anak-anak usia muda dan bayi biasanya menyebabkan anoreksia
(tidak nafsu makan), kulit kering, gatal dan kemerahan, peningkatan tekanan intrakranial, bibir
pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan membengkak. Pengobatannya adalah menghentikan
suplementasi vitamin A dan pengobatan simptomatis, disamping itu hendaknya terhadap
kemungkinan penyakit lain yang dapat merupakan penyebab.
Komposisi : Dalam makanan, retinol adalah bentuk vitamin A
Penggunaan pada Wanita Hamil : Ada kemungkinan terjadi resiko pada janin, bila si ibu
mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada trisemester pertama.
Hasil percobaan binatang menunjukkan terjadi cacat bawaan, baik akibat hipovitaminosis
maupun hipervitaminosis A selama kehamilan, tetapi pada manusia hasil tersebut secara statik
tidak bermakna. Meskipun demikian, mengingat adanya data tentang akibat tersebut diatas, baik
pada manusia maupun hewan, bagi wanita-wanita subur yang mungkin sedang hamil (misalnya
bila telah lebih 6 bulan setelah kelahiran bayi terakhir), sebaiknya hanya mengkonsumsi vitamin
A dengan kadar secukupnya saja. Vitamin A dosis tinggi tidak dianjurkan untuk diberikan pada
wanita hamil. Untuk menjaga kesehatan dapat diberikan dosis kecil, yaitu yang tidak melebihi
10.000 per hari.
 Golongan : Vitamin
2.4.8 KA-EN 3B
Komposisi : Per L Na 50 mEq, K 20 mEq, Cl 50 mEq, lactate 20 mEq, glocose 27 g
Indikasi : Menyalurkan atau memelihara keseimbangan air dan elektrolit pada keadaan dimana
asupan makanan peroral tidak mencukupi atau tidak mungkin
 Dosis : Dewasa dan anak ≥3 tahun atau BB ≥15 kg 500-1000 ml pada 1x pemberian secara IV
drip
Kontra Indikasi : Hiperkalemi, oliguria, penyakit Addison, luka bakar berat dan azotemia.
Kelebihan Na, sindrom malabsorpsi glukosa-galaktosa, cedera hati yang berat, aritmia jantung.
 Perhatian : Gagal jantung kongestif, gagal ginjal, edema paru, dan jaringan perifer, pre-
eklamsi, hipertensi, post-traumatik, sepsis berat, asidosis, obstruksi saluran kemih, DM
Efek Samping : Alkalosis; odema otak, paru, perifer; intoksikasi air dan hiperkalemi,
tromboflebitis
Interaksi Obat : Ca
Kemasan : Larutan infus 500 ml
2.4.9 KA-EN 4B
Komposisi : Per L Na 30 mEq, K 8 mEq, Cl 28 mEq, lactate 10 mEq, glucose 37,5 g
Indikasi : Suplai cairan dan elektrolit untuk bayi dan anak <3 tahun atau BB <15 kg
Dosis : Dosis disesuaikan menurut kondisi, umur, dan BB
Kontra Indikasi : Na berlebih, penyakit hati berat, sindrom malabsorpsi, glukosa-galaktosa,
aritmia jantung, hiperkalemia, oligiria, penyakit Addison, luka bakar berat dan azotemia
Perhatian : Gagal jantung kronik, edema perifer dan pulmoner, gangguan fungsi ginjal, pre-
eklamsia, hipoproteinemia, stadium pasca traumatik dini, sepsis berat, asidosis, berkurang
pengeluaran urine karena penyakit obstruksi saluran kemih, DM
Efek Samping : Edema serebral, pulmonal dan perifer; intoksikasi cairan terjadi pada infus
yang berlebihan khususnya pada bayi baru lahir dan neonatus; tromboflebitis
Kemasan : Larutan 500 ml

Diposkan oleh OM ZIKZIK di 13.40  

Langgan: Poskan Komentar (Atom)

 http://www.pustaka-zikzik.co.cc/2010/06/bronkopneumonia.html

You might also like