Professional Documents
Culture Documents
1. Pengertian
1. Definisi:
Hadits adalah semua yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw, baik perkataan, perbuatan,
persetujuan dan sifat baginda, juga dinisbatkan kepada sahabat dan tabi’in.
1. Sinonimitas Hadits
Ada juga yang membedakan antara hadits, sunah, khabar dan atsar.
- Khabar: adalah berita. Kebanyakan ulama menyamakan antara hadits dan khabar.
- Atsar: lebih diidentikan dengan apa yang diterima dari sahabat.
- Sunnah: secara umum adalah segala apa yang disandarkan kepada Nabi artinaya
sinonim dengan hadits, tetapi yang membedakan adalah:
Ahli Hadits: sunnah adalah sabda, perkataan, ketetapan, sifat atau tingkah laku
Nabi SAW.
Ulama Fiqih: sunnah adalah hal-hal yang berasal dari Nabi SAW baik ucapan
maupun pekerjaan, tetapi hal itu tidak wajib diikuti pekerjaannya.
1. Sumber Hadits
حدثنا الحميدي عبد هللا بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد األنصاري قال أخبرني محمد بن
إبراهيم التيمي أنه سمع عقلمة بن وقاص الليثي يقول سمعت الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي هللا
عنه على المنبر قال سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول:
إنما األعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كان هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته
إلى ما هاجر إليه.
حدثنا الحسن بن الصباح سمع جعفر بن عون حدثنا أبو العميس أخبرنا قيس بن مسلم عن طارق شهاب عن عمر بن
الخطاب أن رجال من اليهود قال له يا أمير المؤمنين آية في كتابكم تقرءونها لوعلينا معشر اليهود نزلت ال تخذنا ذلك
اليوم عيدا قال أي آية قال اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم تعمتي ورضيت لكم اإلسالم دينا قال عمر قد عرفنا
]1[ذلك اليوم والمكان الذي نزلت فيه على النبي صلى هللا عليه وسلم وهو قائم بعرقة يوم جمعة
]2[ زوج معقل أخته فطلعها تطليقة:حدثني محمد أخبرنا عبد الوهاب حدثنا يونس عن الحسن قال
KEDUDUKAN
)44:وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس ما نزل إليهم ولعلهم يتفكرون (النحل
“Dan kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
)لقد كان لكم في رسول هللا أسوة حسنة لمن كان يرجو هللا واليوم اآلخر وذكر هللا كثيرا (األحزاب
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu
bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”
Yaitu orang-orang yang mengikuti rasul, nabi yang ummi yang namanya mereka
dapati tertulis di dalam taurat dan injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk
dan membuang dari mereka beban-beban belenggu-belenggu yang ada pada
mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya(al-
Qur’an), mereka itulah orang yang beruntung.
Katakanlah:”hai manusia sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu
semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan. Maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasulnya, nabi yang ummi yang beriman
kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatnya (kitab-kitabnya)dan ikutilah Dia,
supaya kamu mendapat petunjuk.
[1] Hadits di atas bersumber dari Umar bin Khotob, yang merupakan seorang sahabat.
Wafat tahun 23 H.
[2] Hadits di atas bersumber dari Hasan al-Bashri yang merupakan seorang Tabi’in, wafat
tahun 110 H.
PENGANTAR ILMU HADIST
Posted on Desember 1, 2009 by Harfa
Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan istilah Shahihain adalah kitab Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim. Setiap hadits yang diketengahkan oleh keduanya secara
bersama melalui seorang sahabat disebut Muttafaq Alaih.
Mengenai istilah Ushuulus Sittah atau dikenal dengan Sittah adalah Shahihain Sunan
Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam An-Nasa-i, dan Imam Ibnu Majah. Mulai dari
Abu Dawud hingga Ibnu Majah dikenal dengan istilah Arba’ah yang masing masing
memiliki kitab Sunan. Akan tetapi, ada sebagian ulama yang tidak memasukan Imam
Ibnu Majah kedalam Arba’ah dan menggantinya dengan Al-Muwaththa’ atau dengan
Musnad Ad-Darimi.
Sab’ah terdiri dari Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai,
dan Ibnu Majah. Sittah terdiri dari Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
An-Nasai dan Ibnu Majah.
Khamsah terdiri dari Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu
Majah. Arba’ah terdiri dari Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah.
Tsalaatsah terdiri dari Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai. Muttafaq ‘Alaih
terdiri dari Imam Bukhari dan Muslim.
“Dari Muhammad Ibnu Ibrahim, dari Alqamah ibnu Waqqash, dari Umar Ibnu Khaththab
bahwa Rasullullah saw pernah bersabda: Sesungguhnya semua amal perbuatan itu
berdasarkan niat masing masing.”
Sabda Nabi saw yang mengatakan: ”Sesungguhnya semua amal perbuatan itu
berdasarkan niat masing-masing” disebut matan, sedangkan diri para perawi disebut
sanad, dan yang mengisahkan sanad disebut isnad.
Musnad = hadits yang isnadnya mulai dari permulaan hingga akhir berhubungan, dan
kitab yang menghimpun hadits hadits setiap perawi secara tersendiri, seperti kitab
Musnad Imam Ahmad.
Al Muhaddits = orang yang ahli dalam bidang hadits dan menekuninya secara riwayat
dan dirayah (pengetahuan).
Al-Haafizh =orang yang hafal seratus ribu buah hadits baik secara matan maupun isnad.
PEMBAGIAN HADITS
1. Hadits bila ditinjau dari segi thuruq (jalur periwayatannya) terbagi menjadi muttawatir
dan ahad.
= mereka meriwayatkannya melalui orang yang semisal mulai dari permulaan hingga
akhir.
Hadits muttawatir dapat memberikan faedah ilmu yang bersifat dharuri, atau dengan
kata lain ilmu yang tidak dapat ditolak lagi kebenarannya. Contoh hadits muttawatir
adalah hadits yang mengatakan :
“Barang siapa yang berdusta terhadapku atau atas namaku dengan sengaja, maka
hendaklah dia bersiap siap menempati tempat duduknya dari api neraka.”
b. Hadits Ahad = hadits yang di dalamnya terdapat cacat pada salah satu syarat
muttawatirnya. Hadits ahad dapat memberikan faedah yang bersifat zhan dan adakalanya
dapat memberikan ilmu yang bersifat nazhari (teori) apabila dibarengi dengan bukti yang
menunjukkan kepadanya.
Istilah adil yang dimaksud ialah adil riwayatnya, yakni seorang muslim yang telah aqil
baliq, bertaqwa dan menjauhi semua dosa dosa besar. Pengertian adil ini mencakup laki-
laki, wanita, orang merdeka dan budak belian.
· dhabth shard ialah orang yang bersangkutan hafal semua hadits yang diriwayatkannya
di luar kepala dengan baik.
· dhabth kitab yaitu orang yang bersangkutan memelihara pokok hadits yang dia terima
dari gurunya dari perubahan perubahan (atau dengan kata lain text-book).
Mu’allal = hadits yang dimasuki oleh suatu ‘illat (cela) yang tersembunyi hingga
mengharuskannya di mauqufkan (diteliti lebih mendalam).
Syadz =hadits yang orang tsiqah (yang dipercaya) nya berbeda dengan orang yang lebih
tsiqah darinya.
2. Hadits Hasan = hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil. hafalannya kurang
sempurna tetapi sanad nya muttashil lagi tidak mu’allal dan tidak pula syadz. Apabila
hadits hasan ini kuat karena didukung oleh satu jalur atau dua jalur periwayatan lainnya,
maka predikatnya naik menjadi shahih lighairihi.
3. Hadits Dha’if =hadits yang peringkatnya dibawah hadits hasan dengan pengertian
karena didalamnya terdapat cela pada salah satu syarat hasan. Apabila hadits dha’if
menjadi kuat karena didukung oleh jalur periwayatan lainnya atau sanad lainnya maka
predikatnya naik menjadi hasan lighairihi.
Shahih dan hasan keduanya dapat diterima. Dha’if ditolak maka tidak dapat dijadikan
sebagai hujjah, kecuali dalam masalah keutamaan beramal tetapi dengan syarat predikat
dha’ifnya tidak terlalu parah dan subyek yang diketengahkan masih termasuk ke dalam
pokok syariat, serta tidak berkeyakinan ketika mengamalkannya sebagai hal yang telah
ditetapkan melainkan tujuan dari pengamalannya hanyalah untuk bersikap hati-hati dalam
beramal.
a. Hadits Masyhur = hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi masih
belum memenuhi syarat muttawatir. Terkadang diucapkan pula terhadap hadits yang
telah terkenal hingga menjadi buah bibir, sekali pun hal itu maudhu’ (palsu).
b. Hadits ‘Aziz = hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi saja, sekalipun masih
dalam satu thabaqah (tingkatan) karena sesungguhnya jumlah perawi yang sedikit pada
mayoritasnya dapat dijadikan pegangan dalam bidang ilmu ini.
c. Hadits Gharib =hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi sekalipun dalam salah
satu thabaqah.
· gharib muthlaq yang artinya hadits yang kedapatan menyendiri dalam pokok
sanadnya.
· gharib nisbi yang artinya hadits yang kedapatan menyendiri pada sanad selanjutnya.
3. Hadits terbagi pula menjadi dua bagian lainnya yaitu maqbul dan mardud :
a. Hadits Maqbul =hadits yang dapat dijadikan hujjah yang didalamnya terpenuhi
syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan. Hadits maqbul terbagi menjadi empat
yaitu :
- shahih lidzatihi yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna
hafalannya, muttashil sanadnya, tidak mu’allal dan tidak pula syadz. Shahih lidzatihi ini
berbeda beda peringkatnya menurut perbedaan sifat yang telah disebutkan tadi.
- shahih lighairihi yaitu hadits yang mengandung sebagian sifat yang ada pada hadits
maqbul, paling sedikit. Akan tetapi dapat ditemukan hal hal yang dapat menyempurnakan
kekurangannya itu, seumpamanya ada hadits yang sama diriwayatkan melalui satu atau
banyak jalur lainnya.
- hasan lidzatihi yaitu hadits yang dinukil oleh seseorang yang adil, ringan hafalannya
(kurang sempurna) muttashil sanadnya, melalui orang yang semisal dengannya, hanya
tidak mu’allal dan tidak pula syadz.
- hasan lighairihi yaitu hadits yang masih ditangguhkan penerimaannya tetapi telah
ditemukan di dalamnya hal hal yang menguatkan segi penerimaannya. Contohnya ialah
hadits yang didalam sanadnya terdapat orang yang keadaannya masih belum diketahui
atau orang yang buruk hafalannya.
1.Muhkam yaitu hadits yang tidak ada hadits lain yang menentangnya.
2.Mukhtalaf yaitu haidts yang didapatkan ada hadits lain yang menentangnya tetapi
masih dapat digabungkan diantara keduanya.
3.Nasikh yaitu hadits yang datang kemudian isinya menentang hadits yang semisal.
4.Rajih yaitu hadits yang dapat diterima, kandungannya menentang hadits yang semisal
yang mendahuluinya karena adanya penyebab yang mengharuskan demikian, sedangkan
menggabungkan keduanya tidak mungkin, lawan dari rajah ialah marjuh.
b. Hadits Mardud= hadits yang didalamnya tidak terpenuhi syarat-syarat shahih dan
hasan . Hadits mardud ini tidak dapat dijadikan hujjah dan terbagi pula menjadi dua
bagian yaitu :
¨. mardud yang disebabkan adanya keguguran dalam isnad (sanad)nya, terbagi menjadi
lima macam :
a. Mu’allaq yaitu hadits yang dari awal sanadnya gugur seorang perawi, dan termasuk ke
dalam hadits mu’allaq ialah hadits yang semua sanadnya dibuang.
b. Mursal yaitu hadits yang dinisbatkan oleh seorang tabi’in kepada Nabi saw.
c. Mu’adhdhal yaitu hadits yang gugur darinya dua orang perawi secara berturut turut.
d. Munqathi yaitu haidts yang gugur darinya seorang atau dua orang perawi, tetapi tidak
berturut turut.
Adakalanya, nama gurunya tidak digugurkan, tetapi gurunya itu digambarkan dengan
sifat yang tidak dikenal, contoh seperti ini dinamakan mudallas syuyukh. Adakalanya, dia
menggugurkan seorang perawi dha’if di antara dua orang perawi yang tsiqah, contoh ini
dinamakan mudallas taswiyah.
b. matruk yaitu hadits yang celanya disebabkan perawi dicurigai sebagai orang yang
dusta.
c. munkar yaitu hadits yang celanya karena kebodohan siperawinya atau karena
kefasikannya.
d. mu’allal yaitu hadits yang celanya karena aib yang tersembunyi, tetapi lahiriahnya
selamat, tidak tampak aib.
Termasuk kedalam kategori tercela ialah yang disebabkan idraj (kemasukan). Jenis ini
ada dua macam :
· Mudraj matan ialah hadits yang didalamnya ditambahkan sebagian dari lafazh perawi,
baik pada permulaan, tengah-tengah atau bagian akhirnya. Adakalanya untuk
menafsirkan lafazh yang gharib (sulit) seperti yatahannatsu (yata’abbadu) yang artinya
beribadah.
Termasuk kedalam pengertian tha’n (cacat) ialah qalb, yaitu hadits yang maqlub
(terbalik) disebabkan seorang perawi bertentangan dengan perawi lain yang lebih kuat
darinya karena mendahulukan atau mengakhirkan sanad atau matan. Termasuk pula
kedalam pengertian tha’n ialah idhthirab yakni hadits yang mudhtharib yaitu hadits yang
perawinya bertentangan dengan perawi lain yang lebih kuat dari padanya dalam sanad,
matan atau dalam kedua-duanya, padahal tidak ada murajjih (yang menentukan mana
yang lebih kuat dari pada keduanya) sedangkan menggabungkan keduanya merupakan
hal yang tidak dapat dilakukan.
Termasuk kedalam pengertian tha’n ialah tashhif yaitu hadits mushahhaf dan tahrif
(hadits muharraf).
Hadits mushahhaf ialah cela yang ada padanya disebabkan seorang perawi bertentangan
dengan perawi lain nya yang lebih kuat dalam hal titik. Jika ada pertentangan itu dalam
hal harakat, maka dinamakan hadits muharraf. Termasuk kedalam pengertian tha’n ialah
jahalah, juga disebut ibham (misteri), bid’ah, syudzudz, dan ikhtilath.
· hadits mubham ialah hadits yang didalamnya ada seorang perawi atau lebih yang tidak
disebutkan namanya.
· hadits mubtadi’ ialah jika bid’ahnya mendatangkan kekufuran, maka perawinya tidak
dapat diterima, jika bid’ahnya menimbulkan kefasikan, sedangkan perawinya orang yang
adil dan tidak menyeru kepada bid’ah tersebut, maka haditsnya dapat diterima.
· hadits syadz ialah hadits yang seorang perawi tsiqahnya bertentangan dengan perawi
yang lebih tsiqah darinya. Lawan kata dari hadits syadz ialah hadits mahfuzh, yaitu hadits
yang seorang perawi tsiqahnya bertentangan dengan hadits perawi lainnya yang tsiqahnya
masih berada di bawah dia.
· hadits mukhtalath ialah hadits yang perawinya terkena penyakit buruk hafalan
disebabkan otaknya terganggu, misalnya akibat pengaruh usia yang telah lanjut (pikun).
Hukum haditsnya dapat diterima sebelum akalnya terganggu oleh buruk hafalannya,
adapun sesudah terganggu tidak dapat diterima.
Jika tidak dapat dibedakan antara zaman sebelum terganggudan zaman sesudahnya, maka
senuanya ditolak.
4. Hadits bila dipandang dari segi matan dan sanad terbagi menjadi :
a.Hadits marfu’ ialah hadits yang disandarkan kepada Rasullullah saw baik secara
terang terangan maupun secara hukum.
b.Hadits Mauquf ialah hadits yang sanadnya terhenti sampai kepada seorang sahabat
tanpa adanya tanda tanda yang menunjukan marfu’, baik secara ucapan maupun
perbuatan.
c.Hadits Maqthu’ ialah hadits yang isnad (sanad) nya terhenti sampai kepada seorang
tabi’in.
d.Hadits Muthlaq ialah hadits yang bilangan perawinya sedikit bila dibandingkan
dengan sanad lainnya dan sanad sampai kepada Rasullullah saw. Lawan dari al-muthlaq
ialah hadits nazil muthlaq.
e.Hadits al Nasabi ialah hadits yang perawinya sedikit bila dibandingkan dengan sanad
lainnya dan berakhir sampai kepada seorang Imam terkenal seperti Imam Malik, Imam
Syafi’ie, Imam Bukhari dan Imam Muslim.
f.Hadits Nazil Nasabi ialah lawan haidts al nasabi. Hadits al nasabi lebih ke shahih
karena kekeliruannya sedikit. Hadits nazil nasabi ini tidak disukai kecuali karena
keistimewaan khusus yang ada padanya.
Ada berbagai jenis riwayat yaitu riwayat Aqran, Akabir ‘an Ashaghir, Ashaghir ‘an
Akabir, Musalsal, Muttafiq dan Muftariq, Mu’talif dan Mukhtalif, Mutasyabih, Muhmal,
serta Sabiq dan Lahiq.
Riwayat Aqran = riwayat yang dilakukan oleh salah seorang perawi diantara dua orang
perawi yang berteman dari perawi lainnya. Dua orang teman ialah teman yang berdekatan
umur atau isnadnya, atau kedua duanya. Berdekatan dalam hal isnad artinya berdekatan
dalam berteman dan mengambil dari guru. Riwayat Aqran ini terdiri dari :
1. Mudabbaj yaitu riwayat dari masing masing dua perawi yang berteman lagi sama
umur dan isnadnya dari perawi lainnya.
2. Ghairu Mudabbaj yaitu riwayat dari salah seorang dua perawi yang berteman,
sedangkan keduanya sama dalam hal umur dan isnadnya.
Riwayat Akabir ‘an Ashaghir Þ seseorang meriwayatkan suatu hadits dari orang yang
lebih rendah darinya dalam hal umur atau dalam bersua (berteman). Termasuk kedalam
pengertian ini ialah riwayat para orang tua dari anak anak Nya dan riwayat para sahabat
dari para tabi’in, jenis ini jarang didapat. Kebalikannya memang banyak, yaitu riwayat
Ashaghir ‘an Akabir atau riwayat yang dilakukan oleh anak dari orang tuanya atau tabi’in
dari sahabat, jenis ini banyak didapat.
Hadits Musalsal = hadits yang para perawinya sepakat terhadap kondisi qauli atau fi’li ,
seperti lafazh haddatsani dan anba’ani dan seterusnya.
Hadits Muttafaq dan Muftaraq = hadits yang semua nama perawinya telah disepakati
secara lafazh dan tulisan, tetapi madlul atau pengertiannya berbeda beda.
Hadits Mu’talaf dan Mukhtalaf = hadits yang sebagian nama perawinya disepakati
secara tulisan, tetapi secara ucapan berbeda, seperti lafazh Zabir dan Zubair.
Hadits Mutasyabih = hadits yang nama sebagian perawinya disepakati, tetapi nama
orang tua mereka masih diperselisihkan, seperti Sa’ad ibnu Mu’adz dan Sa’ad ibnu
Ubadah.
Hadits Muhmal = hadits yang diriwayatkan dari dua orang perawi yang bersesuaian
dalam nama hingga tidak dapat dibedakan. Apabila keduanya merupakan dua orang
tsiqah (terpercaya), maka tidak ada bahayanya, seperti nama Sufyan, tetapi apakah
Sufyan Ats-Tsauri ataukah Sufyan ibnu Uyainah. Jika keduanya bukan orang orang
tsiqah maka berbahaya.
Hadits Sabiq dan Lahiq = suatu hadits yang didalamnya tergabung suatu riwayat yang
dilakukan oleh dua orang perawi dari gurunya masing masing, tetapi salah seorang
diantara keduanya telah wafat lebih dahulu jauh sebelum yang lainnya, sedangkan jarak
antara matinya orang pertama dengan orang kedua cukup lama.
Ungkapan penyampaian hadits yang terkuat ialah memakai kalimat sami’tu (aku telah
mendengar) dan haddatsani (telah menceritakan sebuah hadits kepadaku). Setelah itu
memakai lafazh qara’tu ‘alaihi (aku belajar darinya), kemudian memakai lafazh quri-a
‘alaihi (diajarkan kepadanya), sedangkan aku mendengarkannya, kemudian memakai
lafazh anba-ani (dia telah memberatkan kepadaku), kemudian memakai lafazh nawalani
ijazatan (dia telah memberikan hadits ini kepadaku secara ijazah), kemudian memakai
lafazh kutiba ilayya (dikirimkan kepadaku melalui tulisan atau surat), kemudian memakai
lafazh wajadtu bikhaththihi (aku menemukan pada tulisannya),
Adapun hadits mu’an’an seperti ‘an fulaanin (dari si fulan), maka hadits ini dikategorikan
kedalam hadits yang diterima melalui mendengarkannya dari orang yang sezaman, tetapi
tidak mudallas.
PENUTUP
Adil riwayat =seorang muslim yang akil baliq, menjauhi dosa dosa besar dan
memelihara diri dari dosa dosa kecil pada sebagian besar waktunya, tetapi tidak
disyaratkan laki laki dan merdeka. Oleh karena itu, riwayat yang dilakukan oleh wanita
dan budak belian dapat diterima. Riwayat yang dilakukan oleh ahli bid’ah jika dia orang
yang adil lagi tidak menyerukan orang lain kepada bid’ahnya dan bid’ahnya tidak sampai
kepada tingkatan kekufuran (bid’ah munkarah) diterima pula.
1. Si Fulan orang yang sangat terpercaya, dapat dijadikan sebagai rujukan, sangat handal
untuk dijadikan hujjah, dapat dijadikan rujukan dan hujjah, hafalannya dapat dijadikan
hujjah.
2. Si Fulan orang yang terpercaya, atau dapat dijadikan hujjah, atau orang yang hafizh,
atau orang yang dapat
menjadi rujukan, atau orang yang dhabith, atau orang yang mutqin (mendalami).
Kebaikan kedua peringkat diatas ialah bahwa hadits mereka dapat ditulis untuk dijadikan
hujjah, pelajaran dan
saksi (bukti) karena lafazhnya menunjukan pengertian yang mengandung makna adil dan
dhabith.
3. Si Fulan orang yang jujur, atau orang yang terpilih, atau orang yang dapat dipercaya,
atau boleh diambil haditsnya, atau tidak ada celanya. Orang yang menduduki peringkat
ini haditsnya boleh ditulis, tetapi masih harus di pertimbangkan karena lafazhnya tidak
memberikan pengertian dhabith. Sekalipun demikian, hadits mereka dapat dianggap
setelah mendapat persetujuan dari orng orang yang dhabith.
4. Si Fulan menjadi sumber mereka dalam mengambil riwayat, atau haditsnya pantas
dinilai jujur, atau si Fulan mendekati kejujuran, guru yang bersifat adil, haditsnya saleh,
atau jayyid, atau baik, atau cukup baik, aku berharap semoga dia tidak ada celanya, dia
orang jujur Insya Alloh. Orang orang yang menduduki peringkat ini haditsnya boleh
ditulis, tetapi hanya sebagai penjelasan.
1. Si Fulan berdusta, hal ini merupakan tajrih (celaan) yang paling buruk, misalnya
dengan kata kata dia pendusta, tukang membuat buat hadits, tukang membual lagi
pendusta.
2. Si Fulan orang yang rendah, atau orang yang binasa, orang yang ngaco, omongannya
perlu dipertimbangkan, tertuduh sebagai orang dusta, atau membuat buat hadits. Dia
orang yang ditinggalkan haditsnya, tidak dianggap tidak dianggap haditsnya, tidak
dipercaya, tidak dapat dipegang, atau mereka tidak memberikan komentar mengenainya.
3. Si Fulan ditolak haditsnya, dia tertolak, mereka menolak haditsnya, lemah haditsnya,
lemparkan haditsnya, hadits nya dilemparkan, mereka melemparkan haditsnya, lemah
sekali, tidak ada apa apanya, tidak dianggap sesuatu, atau tidak ada harganya sama sekali.
Hadits orang yang menduduki ketiga peringkat ini tidak dianggap, baik untuk hujjah
maupun untuk pelajaran.
4. Si Fulan munkar haditsnya, lemah haditsnya, kacau haditsnya, atau lemah sekali dan
mereka menganggapnya dha’if serta tidak dapat dijadikan hujjah.
5. Si Fulan masih ada lemahnya, atau masih ada celanya atau lemahnya, buruk
hafalannya, lemah haditsnya, dekat kepada lemah, mereka membicarakan tentangnya,
bukan orang yang dapat menguasai, bukan orang yang kuat, bukan orang yang dapat
dijadikan hujjah, bukan orang yang dapat dipegang, atau bukan orang yang memuaskan
karena mereka telah mencelanya dan mereka berselisih pendapat mengenai dirinya. Si
Fulan dikenal tetapi di ingkari.
Hadits orang yang menduduki peringkat keempat dan kelima ini dapat diketengahkan
sebagai pelajaran dan saksi.
(bukti)
BAB I
PENDAHULUAN
Ulumul Qur’an merupakan salah satu mata kuliah yang dituntut kepada mahasiswa PAI
mulai dari semester II. Mata kuliahi Ulumul Qur’an PAI dibedakan menurut tingkatan
semester, diantaranya Ulumul Qur’an I dan Ulumul Qur’an II.
Pada semester II kami telah mempelajari Ulumul Qur’an I. Dimana dalam mata kuliah
tersebut terdapat materi-materi mengenai al-Qur’an, Seperti: Pengertian dari Al-Qur’an,
Asababunnuzul Al-Qur’an dan ilmu-ilmu lain mengenai Al-Qur’an.
Pada semester III ini kami mempelajari Ilmu-ilmu Qur’an II. Yang mana pada mata
kuliah ilmu-ilmu Qur’an II ini kita dituntut untuk memahami berbagai materi.
Diantaranya ilmu I’jaz Al-Qur’an, ilmu Nasakh Al-Qur’an, ilmu Amstal Al-Qur’an, ilmu
Aqsam al-Qur’an, ilmu metode dan corak tafsir dan ilmu-ilmu lain mengenai Al-Qur’an.
__________________________________________________________________
BAB II
I’JAZ AL-QUR’AN
1. Pengertian I’jaz
Menurut bahasa:
Kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-I’jazan yang mempunyai arti “ketidak
berdayaan dan keluputan”.
Secara istilah:
1. Pengertian Mukjizat.
Mukjizat adalah sebuah perkara luar biasa yang disertai tantangan, yangselamat, dari
penging karan, dan muncul pada diri seorang yang mengaku nabi sebagi penguat dan
penyesuai dakwahnya. Syarat disebutnya mukjizat diantaranya :
Ini yang sering terdapat pada diri nabi, kekuatan yang timbul atau disebut kesaktian.
1) stimulus A-quran kepada manusia untuk selalu berfikir atas didrinya sendiri dan
alam semesta yang mengitarinya.
Diantara produk hukum Al-quran yang menakjubkan dan penuh hikmah antara lain :
Al-Baqillani dalam jaz Al-Qur’an menyebutkan tiga mukjizat dalam Al-Qur’an. Yakni,
pemberitaan tentang perkara ghaib, penuturan kisah umat terdahulu dan keserasian yang
menakjubkan.
Al-Qur’an sebagai sosok kitab mukjizat yang didalamnya terdapat ilmu-ilmu yang
menjdai pedoman bagi kaum muslim.
__________________________________________________________________
BAB III
NASAKH AL-QUR’AN
2) Menyalin, mengutif, ( mengutif tulisan dari suatu buku kedalam buku lain dengan
tetap adanya persamaan )
3) Mengubah dan membatalakan sesuatu dengan ( menempatkan sesuatu yang lain
sebagai penggantinya )
1. hukum yang di nasakh harus berupa hukum syarak bukan hukum lain.
2. Dalil yang menghapuskan hukum syarak itu harus berupa dalil syarak.
3. Adanya dalil baru yang menghapus itu setelah ada tenggang waktu dalil yang
pertama.
Dalam salah satu dalil nasakhnya harus ada yangmenentukan datangnya lebih
belakangan dari dalilyang lain.
Harus ada kesepakatan para imam dalam suatu masa dari bsepanjang waktu yang
menetapkan bahwa salah satu dari dua dalil itu datang lebih dahulu dan yang lain
datang kemudian.
Harus ada riwayat yang shahih dari salah seorang sahabat yang menentukan mana
yang lebih dahulu dari kedua dalil yang saling bertentangan.
Jenis-Jenis Nasakh
Nasakh Al-quran dengan Al-quran ( nasakh ini telah di sepakati oleh seluruh
ulama )
Nasakh Al-quran dengan sunnah, nasakh seperti ini boleh baik scunnah yang
ahad, atau mutawatir. ( tetapi nasakh dengan sunnah ahad tidak boleh oleh jumhur
ulama )
Nasakh sunnah dengan Al-quran nasakh ini menghapuskan hukum yang
ditetapkan berdasarkan sunnah dig anti dengan hukum yang didasarkan zdengan
Al-quran ( jumhur ulama memperbolehkannya. )
Nasakh sunnah dengan sunnah yaitu hukum yang didasarkan dalil sunnah dan di
nasakh denga dalil sunnah pula. Dengan syarat :
5. Macam-macam
6. Perbedaan Ulama Tentang Nasakh.
Ada yang berpendapat boleh dan ada juga yang berpendapat menolak nasakh, yang
menolak: Syekh Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridho, Ust.Ahmad Hasan.
Sedang yang membolehkan, Imam Syafi’I dan para mufassirin.
8. Mansukh
Mansukh menurut bahasa adalah sesuatu yang dihapus / dihilangkan / dipindah / dinukil.
Sedang menurut istilah adalah hukum syarak yang di ambil dari dalil syarak yang
pertama.
Atau juga berarti ketentuan hukum syarak yang pertama yang telah diubah dan diganti
dengan yang baru karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang menghendaki
perubahan dan penggantian hukum tadi.
__________________________________________________________________
BAB IV
AMSTAL AL-QUR’AN
1. Pengertian
Secara bahasa Amtsal adalah bentuk jama’ dari matsal yang artinya sama atau serupa,
perumpamaan, sesuatu yang menyerupai dan bandingan.
Sedangkan secara terminologi, Amtsal adalah suatu ungkapan yang dihikayatkan dan
sudah populer dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu
dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapakan.
3. Macam-macamnya
Amtsal dalam Al-quran terbagi dalam tiga macam : amtsal musarrahah, amtsal kaminah,
dan amtsal mursalah.
1. Amtsal musarrahah
Amtsal musarrahah adalah amtsal yang menjelaskan lafadz matsal atau sesuatu yang
menunjukan tasbih.
Contoh dari matsal ini terdapat dalam QS A-lbaqarah : 17 dan QS Ar-rad : 17.
1. Amtsal kaminah
Amtsal kaminah adalah amtsal yang tidak secara jelas menyebutkan pemisalan, tetapi ia
hanya menunjukan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksi, serta
mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan, kepada yang serupa dengannya.
Contoh dari amtsal ini terdapat pada QS Al-baqarah : 68. tamsil ini juga dapat berbicara
tentang nafkah, shalat, infak, dsb.
Contohnya : QS Al-furqan : 67, QS A-isra :17 dan 29 , QS Al-baqarah 260 dan QS An-
nisa : 123.
1. Amtsal mursalah
Amtsal mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasbih
secara jelas, tetapi kalimat-kalimat itu tetap berlaku sebagai matsal.
Contoh matsal ini dintaranya : QS Hud :81, (“bukankah subuh itu sudah dekat”), QS
Fathir : 43 (“rencana jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya
sendiri”) dsb.
Amtsal mengandung penjelasan atas makana yang samar atau abstark sehingga
menjadi jelas, kongkret, dan berkesan.
Amtsal memiliki kesejajaran antara situasi dan kondisi perumpamaan yang
dimaksud dan padannannya.
Ada keseimbangan ( tawazun ) antara perumpamaan dan keadaan yang
dianalogiakan.
__________________________________________________________________
BAB V
AQSAM AL-QUR’AN
Kata sumpah berasal dari bahasa Arab (Al-Qasamu), yang bermakna (Al-Yamiin) yaitu
menguatkan sesuatu.
Shighat asli qasambersal dari fi’il “aqsama” yang ditransitifkan dengan ba untuk sampai
kepada muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah), disusul dengan muqsam
‘alaih (sesuatu yang karena smpah diucapkan) ini dinamakan jawab qasam. Untuk tujuan
itu. Huruf-huruf yang biasa digunakan dalam qasam diantaranya : wau, ba, dan ta.
Unsur shigat Aqsam ada tiga jenis : fi’il Qasam, muqasam bihi, dan muqasam alaih,
tentang muqasam bihi al-quran memuat sekitrar 99 muqasam bihi, termasuk bentuk yang
diungkap secara berulang-ulang.
Sumpah Allah adalah menguatkan berita dari allah melalui firmannya dengan
menggunakan unsur-unsur sumpah.
Sedangkan manusia tidak sama dengan sumpah allah, karena manusia dilarang
bersumpah kepada selain allah dan bersumpah kepada selaian Allah merupakan dosa
besar.
1. Zahir adalah sumpah yang didalamnya terdapat fi’il qasam dan qasam bih.
2. Mudmar adalah Yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan muqsam bih,
tetapi ada lam taihid.
__________________________________________________________________
BAB VI
Terbagi atas :
1. Metode Bil Ma’tsur atau Birriwayah : Berdasarkan nash Al-qur’an, hadits Nabi,
Aqwal sahabat, aqwal Tabi’in.
2. Metode Tafsir Bil Ray’i atau Bir-Dirayah : Menafsirkan al-qur’an dengan ijtihad
para mufassir dengan menggunakan logika.
3. Metode Tafsir Bil Isyarah : Tafsir oarang Sufi berdasar nalar yang mereka milki.
Terbagi atas :
Yakni penafiran al-Qur’an secara singkat dan global, maknanyapun sesuai dengan yang
dikehendaki dalam ayat.
1. Metode Tahlily
Yakni penafsiran Al-qur’an secara analitis dengan memaparkan ayat segala aspek dalam
ayat Al-Qur’an secara tertib.
1. Metode Maudhu’i
Yakni metode yang ditempuh seorang mufassir untuk menjelaskan konsep ayat Al-
Qur’an dengan tema yang diambil.
1. Metode Muqaran
Yakni dengan membandingkan antar ayat, hadits satu dengan yang lain dan mengambil
kesimpulan dari hasil kesepakatan.
1. Corak Fiqhi
1. Corak Lughawi
1. Corak Ilmy
Yakni penafsiran ayat Al-Qur’an yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan modern.
1. Corak Falsafi
Yakni tafsir yang dalam penjelasannya menggunakan pendekatan filsafat termasuk tafsir
yang bercorak ilmu kalam
1. Corak Sufi