You are on page 1of 14

DISTRIBUSI PENDAPATAN

I. Pengertian
Distribusi pendapatan adalah konsep yang lebih luas dibandingkan kemiskinan karena
cakupannya tidak hanya menganalisa populasi yang berada dibawah garis kemiskinan.
Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak
tergantung pada rata-rata distribusi, dan karenanya membuat ukuran distribusi pendapatan
dipertimbangkan lemah dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan.

Masalah utama dalam distribusi pendapatan sebuah daerah adalah ketidakmerataan


pendapatan antar kelompok masyarakat dalam daerah tersebut, oleh karenanya sering
juga disebut tingkat ketidakmerataan atau kesenjangan (inequality). Ketidakmerataan
distribusi pendapatan tersebut diakibatkan banyak hal terutama:

1. Perbedaan dalam hal kepemilikan faktor-faktor produksi terutama stok modal


(capital stock) antar kelompok masyarakat. Teori Neo-Klasik menjelaskan bahwa
ketidakmerataan distribusi pendapatan yang diakibatkan oleh kepemilikan faktor
capital stock ini secara otomatis dapat diperbaiki oleh upaya pelimpahan dari
pendapatan pemilik modal yang berlebih kepada pihak yang kekurangan. Bila
mekanisme otomatis tidak dapat berjalan maka teori Keynesian mengandalkan
peranan pemerintah dalam melakukan subsidi pada pihak yang kekurangan dan
tentunya mutlak diperlukan pula kebijakan pemerintah dalam upaya redistribusi
pendapatan
2. Ketidaksempurnaan Mekanisme Pasar (Market Failure) yang menyebabkan tidak
terjadinya mekanisme persaingan sempurna. Tidak berjalannya mekanisme
persaingan ini karena: (i) perbedaan kepemilikan faktor produksi (sebagaimana
telah dijelaskan); (ii) timpangnya akses informasi; (iii) intervensi pemerintah;
serta (iv) keterkaitan antara pelaku ekonomi dengan pihak pemerintah yang
kemudian mendistorsi pasar (biasanya kebijakan pemerintah dalam satu kebijakan
tentang perlindungan industri tertentu misalnya).
II. Penggolongan Distribusi Pendapatan

Distribusi Antar Golongan Pendapatan (personal size distribution of Income)


Distribusi ini ingin melihat penyebaran pendapatan diantara kelas pendapatan tertentu.
Kondisi ini timbul akibat ketidakmerataan kepemilikan sumber daya dan faktor
produksi terutama stok modal, distorsi pasar dan sistem regresif perpajakan sehingga
masyarakat miskin secra riil membayar lebih banyak. Akibatnya kelompok
masyarakat dengan pendaatan yang relatif lebih besar (dalam persentase jumlah yang
lebih sedikit) dapat mengontol perekonomian in general. Hal ini diindikasikan dengan
kondisi:

1. Lebih banyak barang mewah yang diproduksi dibandingkan barang kebutuhan


pokok.
2. Produksi barang-barang konsumsi dengan import content yang tinggi
3. Produksi bersifat capital intensive sehingga tidak menyerap tenaga kerja yang
cukup.

III. Dasar-Dasar Indikator-Indikator Distribusi Pendapatan

III.1. Kurva Lorenz dan Koefisien Gini Ratio

Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase jumlah


penduduk penerima pendapatan tertentu dari total penduduk dengan persentase
pendapatan yang benar-benar mereka peroleh dari total pendapatan selama jangka waktu
tertentu.

2
X
kumulatif pendapatan % kumulatif Penduduk

Garis diagonal merupakan garis yang menunjukkan keadaan pemerataan pendapatan yang
sempurna (perfect equality) dalam distribusi pendapatan. Dilain pihak, kurva Lorenz
menunjukkan deviasi dari suatu kondisi pemerataan sempurna kepada arah
ketidakmerataan. Semakin jauh jarak kurva lorenz dari garis diagonal, maka tingkat
pemerataan pendapatan semakin timpang (tidak merata distribusi pendapatannya). Kasus
ekstrim dimana apabila hanya ada satu orang saja yang menerima seluruh distribusi
pendapatan, sementara orang-orang lainnya sama sekali tidak menerima pendapatan
tersebut akan diperlihatkan oleh titik kurva Lorenz yang berhimpit dengan sumbu
horizontal sebelah kiri bawah atau kanan atas.

Koefisien Gini Ratio tidak bisa lepas pembahasannya dengan kurva lorenz. Karena
koefisien Gini merupakan formula yang menghitung rasio luas bidang antara garis
diagonal (perfect equality) dan kurva lorenz. Jika angka koefisien Gini mendekati 0, maka
distribusi pendapatan semakin merata, sebaliknya bila mendekati angka 1, maka distribusi
pendapatan semakin tidak merata. Secara lebih lengkap, kriteria penilaian koefisien Gini
ratio adalah sbb:

1. Gini ratio < 0,4 à tingkat ketimpangan rendah


2. 0,4 < Gini ratio < 0,5 à tingkat ketimpangan moderat
3. Gini ratio > 0,5 à tingkat ketimpangan tinggi.

Secara Aljabar dan geometri, Koefisien Gini ini dapat dihitung dengan formula:

3
1 − ( Pi − Pi −1 ) × ( Yi − Yi −1 ) 
Gini Ratio

III.2. Distribusi Fungsional Pendapatan (Functional Distribution of Income)


Distribusi ini menunjukkan perubahan share bagian pendapatan dari kelompok-kelompok
tertentu dalam masyarakat, misalnya distribusi pendapatan antara pemilik modal dan
pekerja. Terdapat beberapa kelemahan dari pendekatan ini yaitu:

1. untuk kelompok yang berbeda bisa terjadi jarak.gap yang terlalu jauh meskipun
dalam jenis industri yang sama, misalnya antara pemilik warung dan pemilik
supermarket yang terjadi karena skala produksi dan modal yang digunakan.
2. Indikator ini hanya berfokus pada bagian dari pendapatan nasional yang diterima
oleh masing-masing faktor produksi (misalnya tanah, tenaga kerja dan modal).
Namun pada prakteknya lebih banyak mempersoalkan persentase penghasilan
tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor
produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan
persentase total pendapatan yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba.
3. Relevansi teori fungsional menjadi kurang tajam karena tidak memperhitungkan
pentingnya peranan-peranan diluar pasar (faktor-faktor non-ekonomis) seperti
regulasi, politik dan faktor internasional dalam penentuan tingkat harga masing-
masing faktor produksi.

IV. Beberapa Perkembangan Pada Ukuran Distribusi Pendapatan


1. Distribusi Pendapatan Menurut pendekatan Bank Dunia
Kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia adalah sbb:
• Bila kelompok 40% penduduk termiskin pengeluarannya lebih kecil
daripada 12% dari keseluruhan pengeluaran pengeluaran maka
dikategorikan bahwa daerah tersebut berada pada tingkat ketimpangan
yang tinggi
• Bila kelompok 40% penduduk termiskin pengeluarannya berada antara
12% s.d. 17% dari keseluruhan pengeluaran pengeluaran maka
dikategorikan bahwa daerah tersebut berada pada tingkat ketimpangan
yang moderat

4
• Bila kelompok 40% penduduk termiskin pengeluarannya lebih kecil
daripada 17% dari keseluruhan pengeluaran pengeluaran maka
dikategorikan bahwa daerah tersebut berada pada tingkat ketimpangan
yang rendah
2. Pembangunan Dualistik dan Pergeseran Kurva Lorenz
Pendekatan ini menjelaskan ketiga tipologi yang meungkin terjadi dalam figur
kurva Lorenz, sbb:
• Tipologi pertumbuhan perluasan sektor modern, dimana usaha
pengembangan ekonomi dua-sektor (sektor industrti modern dan
sektor pertanian tradisional) bertumpu pada pembinaan dan
pemekaran ukuran sektor modern tanpa mengabaikan upaya
mempertahankan tingkat upah yang layak dikedua sektor.
Mengikuti konsep pertumbuhan sektor dalam Model Ekonomi
Lewis diupayakan agar pendapatan absolut meningkat sedangkan
kemiskinan absolut menurun
• Tipologi Pembangunan pengkayaan sektor modern. Hasil dari
pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir orang yang
bergerak di sektor modern. Distribusi pendapatan semakin
timpang, sedangkan kondisi kemiskinan tidak membaik secara
signifikan.
• Tipologi Pertumbuhan pengkayaan sektor tradisional. Hampir
semua manfaat hasil pertumbuhan dinikmati secara merata kepada
para pekerja di sektor tradisional. Tingkat kemiskinan absolut
menurun

IV.1. Distribusi Pendapatan Antar Daerah

Sebagaimana dari sisi kepemilikan faktor produksi di tingkat kelompok masyarakat,


perbedaan kepemilikan dalam hal sumber daya alam juga menyebabkan perubahan
distribusi antar daerah. Indeks yang biasa digunakan dalam distribusi aantar daerah ini
adalah Williamson Index. Rumus yang digunakan dalam Williamson Index ini adalah
sbb:

5
6
∑ ( Y − Y *) × fi / N 
2
i 
W=
Y*

Dimana:
W = PDRB/Kapita pada propinsi i
Y* = Σ PDRB/Kapita nasional
fi = Σ penduduk propinsi i
N = Jumlah total penduduk nasional

Hasil dari indeks Williamson ini menggambarkan 2 hal yaitu:


1. Disparitas ekonomi antar daerah akan berkurang seiring dengan meningkatnya
laju perekonomian nasional
2. Disparitas pendapatan antar daerah di negara berkembang akan lebih tinggi
dibandingkan negara maju dikarenakan 3 hal:

a. Migrasi tenaga kerja


b. Migrasi modal (capital)
c. Keterkaitan antar daerah
d. Kebijakan ekonomi

V. Indikator-Indikator Distribusi Pendapatan Secara Lengkap

Indikator paling sederhana dalam upaya mengukur distribusi pendapatan (tingkat


ketidakmerataan) sebuah daerah adalah dengan menggunakan Coefficient of Variation
(CV) dan Standard Deviation of Log of Income (STLI).

7
Stderror of X set
CV =
X

8
dimana Stderror of X set adalah standar deviasi dari satu set dari data X (dalam hal ini

pendapatan), sedangkan X adalah nilai rata-rata dari satu set data pendapatan. Bila faktor
kesalahan nilainya sama dengan nilai rata-rata (CV = 1) maka tidak terdapat kesenjangan
(dengan asumsi nilai rata-rata income sama dengan median income – pendapatan
memiliki distribusi normal dalam penyebarannya). Disadari pula bahwa nilai pendapatan
tidak akan meningkat secara linear baik baik dalam jumlah total maupun per individual,
karenanya nilai logaritma natural dari satu set data pendapatan lebih dapat menunjukkan
pertumbuhan non linear. Standar deviasi (error) dengan dasar rata-rata dari set data
pendapatan tersebut karenanya akan memiliki kriteria yang sama dengan indikator CV.

Namun dua indikator: Coefficient of Variation (CV) dan standard deviation of log of
income (STLI) secara konsep ekonomi dan statistik ini memiliki kelemahan karena tidak
dapat memenuhi kriteria ukuran tingkat kesenjangan yang baik yang akan dijelaskan
berikut ini.

Kriteria-kriteria bagi sebuah ukuran kesenjangan yang baik misalnya:


 Tidak tergantung pada nilai rata-rata (mean independence). Ini berarti bahwa jika
semua pendapatan bertambah dua kali lipat, ukuran kesenjangan seharusnya tidak
berubah. Koefisien Gini memenuhi syarat ini.
 Tidak tergantung jumlah populasi (population size independence). Jika populasi
berubah, ukuran kesenjangan seharusnya tidak berubah, jika kondisi lain tetap (ceteris
paribus). Koefisien Gini juga memenuhi syarat ini.
 Simetris. Jika antar populasi bertukat tempat tingkat pendapatannya, seharusnya tidak
akan ada perubahan dalam ukuran kesenjangan. Koefisien Gini juga memenuhi
kriteria ini.
 Sensitivitas Transfer Pigou-Dalton. Dalam kriteria ini, transfer pendapatan dari si
kaya ke si miskin akan menurunkan kesenjangan. Gini juga memenuhi kriteria ini.

Karenanya kelemahan-kelamahan yang dimiliki oleh indikator: Coefficient of Variation


(CV) dan standard deviation of log of income (STLI) ini dapat diperbaiki oleh
pendekatan penghitungan Indeks Gini (GI) yang dapat dihitung dengan:

9
n
GI = 1 − ∑ ( Pi − Pi −1 )(Yi − Yi −1 )
i =1

dimana:
GI = Indeks Gini
Pi = Proporsi kumulatif dari penerima pendapatan i
Yi = Proporsi kumulatif pendapatan individu i
n = Jumlah observasi

Namun sekali lagi terdapat kelemahan dari ukuran Indeks Gini karena GI tidak dapat
memenuhi beberapa kriteria lain yang dapat lebih meningkatkan kelayakan ukuran tingkat
distribusi pendapatan yaitu:
 Dapat didekomposisi. Hal ini berarti bahwa kesenjangan dapat didekomposisi
(dipecah) menurut kelompok populasi atau sumber pendapatan atau dalam dimensi
lain. Indeks Gini tidak dapat didekomposisi atau tidak bersifat aditif antar kelompok.
Yakni nilai total koefisien Gini dari suatu masyarakat tidak sama dengan jumlah nilai
indeks Gini dari sub-kelompok masyarakat (sub-group).
 Dapat diuji secara statistik

Karenanya terdapat ukuran lain yang dianggap lebih baik yaitu Indeks Theil (TI) yang
dapat dihitung dengan rumus:

10
1 N
yi y
TI =
N
∑y
i =1
ln( i )
y

Dimana
TI = Theil Index
yi = pendapatan individu i

11
y = rata-rata pendapatan,
N = jumlah populasi
Bagian kesatu dalam rumus total adalah share pendapatan individu terhadap total
pendapatan, term kedua adalah pendapatan individu relatif terhadap nilai rata-rata
pendapatan. Bila Semua orang mempunyai pendapatan rata-rata yang sama, maka TI = 0,
Bila hanya ada satu orang menguasai seluruh pendapatan maka TI = lnN.

Karenanya Theil index adalah jumlah tertimbang dari kesenjangan dalam sub-kelompok.
Sebagai contoh, kesenjangan di daerah Propinsi jawa Barat adalah jumlah dari semua
kesenjangan tertimbang kabupaten/kota di Jawa Barat ditimbang dengan pendapatan
kabupaten/kota relatif terhadap total pendapatan Jawa Barat. Dengan demikian terbukti
bahwa Theil Index dapat didekomposisi Sejalan dengan Theil indeks, terdapat juga
ukuran kesenjangan lain yang menggunakan parameter tertimbang (e yang mengukur
tingkat kemungkinan adanya kesenjangan)1 yaitu Atkinson Indeks (AI). Ukuran AI ini
secara konsep teori menggunakan perangkat-perangkat yang digunakan Gini Indeks,
namun dapat didekomposisikan seperti halnya Theil Indeks.

Atkinson Index (AI) dapat dihitung dengan rumus

1 Ditentukan secara apriori information dari orang yang menganalisa sendiri lewat pengetahuan yang
didapat dari pengalaman studi-studi lain atau keyakinan yang dapat dipertanggung-jawabkan.

12
1
 yi 1−e  1−e
 ∑ ni (
y
) 
AI = 1 −  
 n 
 

dimana:
AI = Indeks Atkinson

13
y=
∑n yi i

n
n = Σ ni
ni = Jumlah rumah tangga i
yj = Pendapatan rumah tangga per kapita i
e = parameter

Referensi

Dalton, Hugh. 1920. “The measurement of the inequality of incomes,” Economic


Journal, 30: 384-361.

Deaton, Angus. 1997. The Analysis of Household Surveys, Johns Hopkins University
Press, Baltimore MD.

Gary S. Fields “Poverty, Inequality and Development”

Ravallion, Martin and Shaohua Chen. 2001. Measuring Pro-Poor Growth, Development
Research Group, World Bank.

Sudarti Surbakti, Dr, Kepala BPS Pusat, Seminar Statistik Indonesia, Magister
Management FE, UGM, 14 April 2001

14

You might also like